PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan SDKI 2012, rata-rata angka kematian ibu (AKI) tercatat mencapai
359 per 100 ribu kelahiran hidup. Rata-rata kematian ini jauh melonjak dibanding hasil
SDKI 2007 yang mencapai 228 per 100 ribu. Dalam hal ini, fakta lonjaknya kematian
ini tentu sangat memalukan pemerintahan yang sebelumnya bertekad akan menurunkan
AKI hingga 108 per 100 ribu pada 2015 sesuai dengan target MDGs.
Kematian dan kesakitan ibu hamil, bersalin dan nifas masih merupakan masalah
besar bagi negara berkembang termasuk indonesia. Tingginya angka kematian ibu
menerangkan bahwa rendahnya status kesehatan nasional suatu Negara. Angka
kematian ibu merupakan salah satu barometer pelayanan kesehatan ibu di suatu negara.
Bila Angka Kematian Ibu
dan sebaliknya bila Angka Kematian Ibu masih rendah berarti pelayanan kesehatan ibu
sudah baik. Hal ini padaakhirnya akan mengakibatkan rendahnya kualitas sumber daya
manusiasecara umum (BKKBN, 2009).Hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia
(SDKI) tahun 2012 mencatat angka kematian ibu (AKI) Nasional sebesar 359/100.000
kelahiran hidup, hasil ini meningkat tajam dari hasil SDKI tahun 2007 yang hanya
sebesar 288/100.000 kelahiran hidup (SDKI, 2012).
Di Indonesia, masalah kematian dan kesakitan ibu merupakan masalah besar
Negara-negara di Asia termasuk Indonesia adalah Negara dimana warga perempuannya
memiliki kemungkinan 20-60 kali lipat dibanding Negara-negara barat dalam hal
kematian ibu karena persalinan dan komplikasi persalinan.Di Indonesia yang termasuk
Negara berkembang menurut survey SDKI tahun 2012 angka kematian ibu berkisar 359
per 100.000 kelahiran. Angka kematian ibu menurun sangat lambat dalam beberapa tahun
terakhir ini, sedangkan target MDGs (Millenium Depelopment Golds) yang ditegaskan
dalam Kepres No.5 tahun 2010 adalah 102/100.000 kelahiran hidup. Penyebab langsung
kematian ibu di Indonesia, seperti halnya di Negara lain adalah perdarahan, infeksi dan
preeklamsi. Sedangkan angka kematian bayi (AKB) masih tergolong tinggi yaitu
32/100.000 kelahiran hidup (SDKI 2012).
Dilihat dari kejadian Pre eklampsia berat yang banyak terjadi pada ibu hamil,
maka penulis tertarik untuk mengangkat kasus pre eklampsia sebagai kasus kelompok di
Ruang VK IGD RSUD Praya.
B. Tujuan
1. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian data subjektif pada Ny S
2. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian data objektif pada Ny S
3. Mahasiswa mampu menganalisa diagnosa, masalah dan kebutuhan pada Ny S
4. Mahasiswa mampu melaksanakan asuhan kebidanan pada Ny S
C. Manfaat
1. InstitusiPendidikan
Dapat dijadikan bahan tambahan dalam pengajaran serta menambah literature
untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan masalah Pre Eklampsia Berat,
IUFD dan anemia pada ibu hamil
2. Mahasiswa
Mengaplikasikan materi yang sudah didapat di bangku kuliah dan meningkatkan
pengetahuan, wawasan, mutu pelayanan dalam penanganan Pre Eklapsia Berat, IUFD,
dan anemia pada ibu hamil serta menambah pengalaman.
3. Masyarakat
Sebagai
meningkatkan kejadian Pre Eklampsia Berat, IUFD dan anemia pada ibu hamil
sehingga dapat bertindak segera agar tidak terjadi kelainan pada kehamilan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
I. PRE EKLAMSIA
A. Pengertian
Pre eklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat
kehamilan setelah usiakehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Eklampsia
adalah preeklampsia yang disertai kejang dan/atau koma yang timbul bukan akibat
kelainan neurologi (Schorge, 2008).
Pre ekalmpsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuri dan edema akibat
kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Eklampsia
adalah preeklamsi yang disertai kejang dan/koma yang timbul bukan akibat kelainan
neurology (Bobak, 2009).
Menurut kamus saku kedokteran Dorland, preeclampsia adalah toksemia pada
kehamilan lanjut yang ditandai oleh hipertensi,edema, dan proteinuria. Eklampsia adalah
konvulsi dan koma, jarang koma saja, yang terjadi pada wanita hamil atau dalam masa
nifas dengan disertai hipertensi, edema dan atau proteinuria.
B. Etiologi
Penyebab eklampsi dan pre eklampsi sampai sekarang belum diketahui. Tetapi
ada teori yang dapat menjelaskan tentang penyebab eklampsi dan pre eklampsi yaitu :
1. Sebab bertambahnya frekuensi pada primigraviditas, kehamilan ganda, hidramnion,
dan mola hidatidosa.
2. Sebab bertambahnya frekuensi yang makin tuanya kehamilan
3. Sebab dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam
uterus
4. Sebab jarangnya terjadi eklampsi pada kehamilan kehamilan berikutnya
5. Sebab timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma (Huon H, 2009)
C. Manifestasi klinik
Diagnosis preeklampsia ditegakan berdasarkan adanya dua dari tiga gejala, yaitu
pemambahan berat badan yang berlebihan,edema, hipertensi, dan proteinuri.Penambahan
berat badan yang berlebihan bila terjadi kenaikan 1 kg seminggu beberapa kali. Edema
terlihat sebagai peningkatan berat badan,pembengkakan kaki, jari tangan, dan
muka.Tekanan darah > 140/90 mmHg atau tekenen sistolik meningkat > 30 mmHg atau
3
tekanan diastolik > 15 mmHg yang di ukur setelah pasien beristirahat selama 30 menit.
Tekanan diastolik pada trimester kedua yang lebih dari 85 mmHg patut dicurigai sebagai
bakat preeklampsia. Proteinuria apabila terdapat protein sebanyak 0,3 g/l dalam air
kencing 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukan +1 atau 2 ;atau kadar protein> 1g
/l dalam urin yang dikeluarkan dengan kateter atau porsi tengah, diambil minimal 2 x
dengan jarak waktu 6 jam (Michael, 2010)
D. Disebut preeklampsia berat bila ditemukan gejala berikut
1. Tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau diastolik > 110 mmHg
2. Proteinuria +> 5 g/24 jam atau > 2 pada tes celup
3. sakit kepala hebat atau gangguan penglihatan
4. Nyeri epigastrium dan ikterus
5. Edema paru atau sianosis
6. Trombositopenia
7. Pertumbuhan janin terhambat
Diagnosis eklampsia ditegakkan berdasarkan gejala-gajala preeklampsia disertai
kejang atau koma. Sedangkan, bila terdapat gejala preeklampsia berat dusertai salah satu
atau beberapa gejala dari nyeri kepala hebat , gangguan visus, muntah-muntah, nyeri
epigastrium dan keneikan tekanan darah yang progresif, dikatakan pasien tersebut
menderita impending preeklampsia. Impending preeklampsia ditangani dengan kasus
eklampsia (Hanifa, 2007)
E. Patofisiologi
Patofisiologi preeklampsia-eklampsia setidaknya berkaitan dengan perubahan
fisiologi kehamilan. Adaptasi fisiologi normal pada kehamilan meliputi peningkatan
volume plasma darah, vasodilatasi, penurunan resistensi vaskular sistemik systemic
vascular resistance (SVR), peningkatan curah jantung, dan penurunan tekanan osmotik
koloid Pada preeklampsia, volume plasma yang beredar menurun, sehingga terjadi
hemokonsentrasi dan peningkatan hematokrit maternal. Perubahan ini membuat perfusi
organ maternal menurun, termasuk perfusi ke unit janin-uteroplasenta. Vasospasme siklik
lebih lanjut menurunkan perfusi organ dengan menghancurkan sel-sel darah merah,
b.
c.
d.
e.
f.
komplikasi
kehamilan
ynag
berkelanjutan dengan penyebab yang sama. Oleh karena itu, pencegahan atau diagnosis
dini dapat mengurangi kejadian dan menurunkan angka kesakitan dan kematian. Untuk
mencegah kejadian Pre eklampsia ringan dapat dilakukan nasehat tentang dan berkaitan
dengan :
1. Diet-makanan
Makanan tinggi protein, tinggi karbohidrat, cukup vitamin dan rendah lemak. Kurangi
garam apabila berat badan bertambah atau edema. Makanan berorientasi pada empat
sehat lima sempurna. Untuk meningkatkan jumlah protein dengan tambahan satu
butir telur setiap hari.
2. Cukup istirahat
Istirahat yang cukup pada saat hamil semakin tua dalam arti bekerja seperlunya
disesuaikan dengan kemampuan. Lebih banyak duduk atau berbaring kearah kiri
sehingga aliran darah menuju plasenta tidak mengalami gangguan.
3. Pengawasan antenatal (hamil)
Bila terjadi perubahan perasaan dan gerak janin dalam rahim segera datang ke tempat
pemeriksaan. Keadaan yang memerlukan perhatian:
a. Uji kemungkinan Pre eklampsia:
1) Pemeriksaan tekanan darah atau kenaikannya
2) Pemeriksaan tinggi fundus uteri
6
kombinasi obat. Tekanan darah tidak boleh lebih dari 120/80 mmHg. Tunggu
pengakhiran kehamilan sampai 40 minggu, kecuali terdapat pertumbuhan
terhambat, kelainan fungsi hepar/ginjal, dan peningkatan proteinuria. Pada
kehamilan>37 minggu dengan serviks matang, lakukan induksi persalinan.
Persalinan dapat dilakukan spontan atau dipercepat dengan ekstraksi.
2. Penanganan Pre eklampsia Berat
Penderita diusahakan agar:
a. Terisolasi sehingga tidak mendapat rangsangan suara ataupun sinar.
b. Dipasang infus glukosa 5%
c. Dilakukan pemeriksaan:
1) Pemeriksaan umum: pemeriksaan TTV tiap jam
2) Pemeriksaan kebidanan: pemeriksaan denyut jantung janin tiap 30 menit,
pemeriksaan dalam (evaluasi pembukaan dan keadaan janin dalam rahim).
3) Pemasangan dower kateter
4) Evaluasi keseimbangan cairan
5) Pemberian MgsO4 dosis awal 4 gr IV selama 4 menit
d. Setelah keadaan Pre eklampsia berat dapat diatasi, pertimbangan mengakhiri
kehamilan berdasarkan:
1) Kehamilan cukup bulan
2) Mempertahankan kehamilan sampai mendekati cukup bulan
3) Kegagalan pengobatan, kehamilan diakhiri tanpa memandang umur.
4) Merujuk penderita ke rumah sakit untuk pengobatan yang adekuat.
Mengakhiri kehamilan merupakan pengobatan utama untuk memutuskan
kelanjutan Pre eklampsia menjadi eklampsia (Sarwono, 2002).
I. Cara Pemberian MgSO4
1. Dosis awal sekitar 4 gram MgSO4 IV (20 % dalam 20 cc) selama 1 gr/menit kemasan 20%
dalam 25 cc larutan MgSO4 (dalam 3-5 menit). Diikuti segera 4 gr di bokong kiri dan 4 gram
di bokong kanan (40 % dalam 10 cc) dengan jarum no 21 panjang 3,7 cm. Untuk mengurangi
nyeri dapat diberikan 1 cc xylocain 2% yang tidak mengandung adrenalin pada suntikan IM.
2.
Dosis ulangan : diberikan 4 gram intramuskuler 40% setelah 6 jam pemberian dosis
awal lalu dosis ulangan diberikan 4 gram IM setiap 6 jam dimana pemberian MgSO4
tidak melebihi 2-3 hari.
a. Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium gluconas 10%, 1 gram (10% dalam 10
cc) diberikan intravenous dalam 3 menit.
b. Refleks patella positif kuat
c. Frekuensi pernapasan lebih 16 kali per menit
d. Produksi urin lebih 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 cc/kgBB/jam).
4. MgSO4 dihentikan bila
a. Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, hipotensi, refleks fisiologis
menurun, fungsi jantung terganggu, depresi SSP, kelumpuhan dan selanjutnya
dapat menyebabkan kematian karena kelumpuhan otot-otot pernapasan karena ada
serum 10 U magnesium pada dosis adekuat adalah 4-7 mEq/liter. Refleks
fisiologis menghilang pada kadar 8-10 mEq/liter. Kadar 12-15 mEq terjadi
kelumpuhan otot-otot pernapasan dan lebih 15 mEq/liter terjadi kematian jantung
b. Bila timbul tanda-tanda keracunan magnesium sulfat
1) Hentikan pemberian magnesium sulfat
2) Berikan calcium gluconase 10% 1 gram (10% dalam 10 cc) secara IV dalam
waktu 3 menit.
3) Berikan oksigen.
4) Lakukan pernapasan buatan.
c. Magnesium sulfat dihentikan juga bila setelah 4 jam pasca persalinan sudah
terjadi perbaikan (normotensif).
IUFD adalah keadaan tidak adanya tanda-tanda kehidupan janin dalam kandungan
baik pada kehamilan yang besar dari 20 minggu atau kurang dari 20 minggu (Rustam
Muchtar, 2008)
IUFD adalah kematian hasil konsepsi sebelum dikeluarkan dengan sempurna dari
rahim ibunya tanpa memandang tuanya kehamilan (Sarwono, 2005) Intra Uterine Fetal
death ( IUFD) adalah terjadinya kematian janin ketika masih berada dalam rahim yang
beratnya 500 gram dan atau usia kehamilan 20 minggu atau lebih.
IUFD atau stilbirth adalah kelahiran hasil konsepsi dalam keadaan mati yang telah
mencapai umur kehamilan 28 minggu (atau berat badan lahir lebih atau sama dengan
1000gr). IUFD adalah keadaan tidak adanya tanda-tanda kehidupan janin dalam
kandungan. Kematian janin dalam kandungan (KJDK) atau intra uterine fetal deadth
(IUFD). Kematian janin dapat terjadi dan biasanya berakhir dengan abortus. Bila hasil
konsepsi yang sudah mati tidak dikeluarkan dan tetap tinggal dalam rahim disebut missed
abortion. Sesudah 20 minggu biasanya ibu telah merasakan gerakan janin sejak
kehamilan 20 minggu. Apabila wanita tidak merasakan gerakan janin dapat disangka
terjadi kematian dalam rahim.
B. Etiologi IUFD
Penyebab IUFD antara lain (Helen, 2006) :
1. Faktor plasenta
a. Insufisiensi plasenta
b. Infark plasenta
c. Solusio plasenta
d. Plasenta previa
2. Faktor ibu
a. Diabetes mellitus
b. Preeklampsi dan eklampsi
c. Nefritis kronis
d. Polihidramnion dan oligohidramnion
e. Shipilis
f. Penyakit jantung
g. Hipertensi
h. Penyakit paru atau TBC
i. Inkompatability rhesus
j. AIDS
3. Faktor intrapartum
a. Perdarahan antepartum
b. Partus lama
c. Anastesi
d. Partus macet
10
e. Persalinan presipitatus
f. Persalinan sungsang
g. Obat-obatan
4. Faktor janin
a. Prematuritas
b. Postmaturitas
c. Kelainan bawaan
d. Perdarahan otak
5. Faktor tali pusat
a. Prolapsus tali pusat
b. Lilitan tali pusat
c. Tali pusat pendek
C. Manifestai Klinik
1. DJJ tidak terdengar
2. Uterus tidak membesar, fundus uteri turun
3. Pergerakan anak tidak teraba lagi
4. Palpasi anak tidak jelas
5. Reaksi biologis menjadi negative, setelah anak mati kurang lebih 10 hari
D. Klasifikasi
Kematian janin dapat dibagi menjadi 4 golongan yaitu :
1. Golongan I : kematian sebelum masa kehamilan mencapai 20 minggu penuh
2. Golongan II : kematian sesudah ibu hamil 20-28 minggu
3. Golongan III : kematian sesudah masa kehamilan > 28 minggu (late fetal death)
4. Golongan IV : kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga golongan diatas.
E. Penatalaksanaan
Penanganan dari IUFD yaitu (Sarwono, 2002) :
1. Terapi
a. Selama menunggu diagnosa pasti, ibu akan mengalami syok dan ketakutan
memikirkan bahwa bayinya telah meninggal. Pada tahap ini bidan berperan
sebagai motivator untuk meningkatkan kesiapan mental ibu dalam menerima
segala kemungkinan yang ada.
b. Diagnosa pasti dapat ditegakkan dengan berkolaborasi dengan dokter spesialis
kebidanan melalui hasil USG dan rongen foto abdomen, maka bidan seharusnya
melakukan rujukan.
11
tetes untuk primi dan multigravida, 40 tetes untuk grande multigravida sebanyak 2
labu. Kombinasi ketiga cara diatas.
Catatan: dilakukan SC bila upaya melahirkan pervaginam tidak berhasil,
atau bila didapatkan indikasi ibu maupun janin untuk menyelesaikan persalinan.
2. Periksa ulangan (follow up)
Dilakukan kunjungan rumah pada hari ke 2, 6, 14, atau 40 hari. Dilakukan
pemeriksaan nifas seperti biasa. Mengkaji ulang tentang keadaan psikologis, keadaan
laktasi (penghentian ASI), dan penggunaan alat kontrasepsi.
III.
d. Edema perifer
e. Membran mukosa dan bantalan kuku pucat
f. Lidah halus (papil tak menonjol), lecet
g. Takikardia
h. Takipnea, dispnea saat beraktivitas
2. Gejala yang berkaitan dengan anemia (Varney H,2006.;h.127)
a. Keletihan, mengantuk
b. Lemah
c. Pusing
d. Sakit kepala
e. Malaise
f. Napsu makan kurang
g. Perubahan dalam kesukaan makanan
h. Perubahan mood
i. Perubahan kebiasaan tidur.
3. Gejala dan tanda
Keluhan lemah, pucat, mudah pingsan sementara tensi dalam batas normal, perlu di
curigai anemia defisiensi. Secara klinik dapat dilihat tubuh yang malnutrisi,pucat.
E. Pencegahan Anemia
1. Pemberian tablet besi
Wanita hamil merupakan salah satu kelompok yang diprioritaskan dalam program
suplementasi, dosis yang dianjurkan satu hari adalah dua tablet ( satu tablet
menangandung 60 mg Fe dan 200 mg asam folat ) yang dimakan selama paruh kedua
kehamilan karena pada saat tersebut kebutuhan akan zat besi sangat tinggi.
2. Penyuluhan konsumsi tablet zat besi dapat menimbulkan efek samping yang
mengganggu sehingga orang cenderung menolak tablet yang diberikan. Penolakan
tersebut sebenarnya berpangkal dari ketidaktahuan mereka bahwa selama kehamilan
mereka memerlukan tambahan zat besi. Agar mengerti para wanita hamil harus
diberikan pendidikan yang tepat misalnya tentang bahaya yang mungkin terjadi akibat
anemia dan harus pula diyakini bahwa salah satu penyebab anemia adalah defisiensi
zat besi.
3. Modifikasi makanan
Asupan zat besi dari makanan dapat ditingkatkan melalui dua cara, pertama pastikan
konsumsi makanan yang cukup mengandung kalori. Kedua meningkatkan kesediaan
zat besi yang dimakan agar dapat memacu dan menghindarkan pangan yang
biasa mereduksi penyerapan zat besi, bukan hanya padsa wanita hamil tetapi juga
pada semua wanita Usia Subur.
4. Pengawasan penyakit infeksi
15
Pengobatan yang efektif dan tepat waktu dapat mengurangi dampak gizi yang tidak
diinginkan. Tindakan yang penting sekali dilakukan selama penyakit berlangsung
adalah keluarga penderita tentang cara makan yang sehat selama dan sesudah sakit.
Pengawasan penyakit infeksi ini memerlukan upaya kesehatan masyarakat,
pencegahan sepertipenyediaan air bersih, perbaikan sanitasi dan kebersihan
perorangan.
16
BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEBIDANAN
PADA IBU HAMIL (Ny. S, G1P0A0H0, umur 33 tahun, Hamil 35-36 Minggu)
DENGAN PRE EKLAMSIA DAN IUFD
DI VK IGD RSUD PRAYA
Tanggal Pengkajian : Rabu, 9-9-2015
Jam
: 10.35 wita
6) Malaria
: tidak ada
7) HIV / AIDS : tidak ada
b. Riwayat kesehatan sekarang
1) Jantung
: tidak ada
2) Hipertensi
: ada
3) TBC
: tidak ada
4) Ginjal
: tidak ada
5) DM
: tidak ada
6) Malaria
: tidak ada
7) HIV / AIDS : tidak ada
c. Riwayat kesehatan keluarga
1) Jantung
: tidak ada
2) Asma
: tidak ada
3) Hipertensi
: tidak ada
4) TBC
: tidak ada
5) Ginjal
: tidak ada
6) DM
: tidak ada
7) Malaria
: tidak ada
8) HIV / AIDS : tidak ada
9) Kembar
: tidak ada
5. Riwayat perkawinan
Nikah 1 x, umur 28 tahun, dengan suami umur 28 tahun, lama pernikahan 4 tahun
6. Riwayat Obstetri
a. Riwayat Menstruasi
Menarche
: 13 tahun
Siklus
: 31 hari
Lama
: 5 hari
Banyaknya darah : 3 kali ganti pembalut
Bau
: khas
Warna
: merah kehitaman
Konsistensi
: cair dan gumpalan
Keluhan
: tidak ada
Flour albus
: tidak ada
HPHT
: 3-1-2015
b. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
Ibu mengatakan ini hamil yang pertama kali
c. Riwayat kehamilan
1) Hamil ke
: G1 P0 A0
2) HPL
: 10-10-2015
3) Periksa sebelumnya di bidan 5 kali
4) Keluhan pada TM I mual dan sering kencing, TMII tidak ada, TMIII sering
kencing
5) TT I : tanggal 5-3-2015, TT II : tanggal : 5-4-2015
6) Obat-obat yang dikonsunsi : hanya tablet tambah darah dari bidan
18
i.
j.
k.
l.
m.
patella (+)
n. Anus : hemoroid (-)
3. Pemeriksaan khusus
a. Inspeksi
Muka : simetris, pucat (-), cloasma gravidarum (+), oedema (-)
Payudara : simetris, hiperpigmentasi (+), putting susu menonjol (+), retraksi
/dimpling (-)
Abdomen : bekas luka operasi (-), striae gravidarum (+), linea nigra (-),
Genitalia : pengeluaran pervaginam tidak ada
b. Palpasi
Payudara : massa (-), kolostrum (+)
Abdomen : LI
: TFU 29 cm, teraba bokong di fundus
LII
: punggung kanan
LIII : presentasi kepala
LIV : belum masuk PAP
TBJ : 1831 gram
c. Auskultasi
DJJ : tidak ditemukan
d. Perkusi
VT : tidak dilakukan
4. Pemeriksaan penunjang
Hb
: 10,0 gr%
Golongan darah
:O
Blooding time
: 6 menit
Wbc
: 13,65 k/ml
Plt
: 431 k/ml
SGOT
: 28 u/ml
SGPT
: 30 u/ml
Protein urine
: ++
Pemeriksaan penunjang lain : USG hasil tidak ditemukan tanda bayi hidup
C. ANALISA
1. Diagnosa kebidanan
G1 P0 A0 H0, umur kehamilan 35-36 minggu, janin tunggal, mati, intra uteri, presentasi
kepala, KU ibu dan janin buruk dengan Pre Eklamsia Berat dan Anemia
Data dasar :
DS : ibu mengatakan hamil 8 bulan, tidak merasakan gerakan janinnya selama 3 hari
DO :
a. Inspeksi
Muka : simetris, pucat (-), cloasma gravidarum (+), oedema (-)
20
d. Skin test antibiotic ampicicillin. Pukul 11.10 wita injeksi ampicicillin 2 gram IV
e. Persiapan kain ibu dan bayi untuk kelahiran
8. Pukul 11.15 wita sebelum pasien di pindah ke ruang OK memeriksa ulang TD : 240/160
mmHg dan urine tamping 25 cc
9. Pukul 11.16 memindahkan pasien ke ruang OK
22
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Data Subjektif
1. Teori
a. Pada pasien pre eklamsia berat akan mengeluhkan :
1) Sakit kepala
2) Penglihatan atau pandangan kabur
3) Nyeri epigastrium
4) Bengkak pada tangan, kaki atau wajah
b. Pada pasien IUFD akan mengeluhkan tidak lagi merasakan gerakan janinnya
c. Pada pasien anemia akan mengeluhkan :
1) Pusing
2) Cepat merasa lelah dan letih
3) Mudah mengantuk
2. Praktik
a. Pada Ny S tidak mengeluhkan tanda subjektif dari pre eklamsia berat
b. Pada Ny S meneluhkan tidak merasakan gerakan janinnya selama 3 hari
c. Pada Ny S tidak mengeluhkan tanda subjektif dari anemia
B. Data Objektif
1. Teori
a. Pada pasien pre eklamsia berat akan memiliki tanda dan gejala :
a) Tekanan darah sistole >160 dan diastole >110 mmHg
b) Terdapat protein urin > 2
b. Pada pasien dengan IUFD akan ditemukan tanda :
a) Pada pemeriksaan auskultasi DJJ tidak ditemukan
b) Pada pemeriksaan USG tidak ditemukan tanda bayi hidup
c. Pada ibu hamil yang menderita anemia akan ditemukan tanda :
a) Wajah pucat
b) Gusi pucat
c) Konjungtiva anemis
d) Telapak tangan dan kaki pucat
e) Kuku tangan dan kaki pucat
2. Praktik
a. Pada Ny S ditemukan tanda dan gejala pre eklamsia berat yaitu :
a) Tekanan darah 220/150 mmHg
b) Protein urin ++
b. Pada Ny S ditemukan pula tanda dan gejala dari IUFD yaitu :
a) Pada pemeriksaan auskultasi DJJ tidak ditemukan
b) Pada pemeriksaan USG tidak ditemukan pula tanda janin hidup
c. Pada Ny S ditemukan pula tanda anemia yaitu, HB : 10,00 gr%
C. Analisa
23
Karena Ny S mengalami pre eklamsia berat, IUFD dan anemia maka dapat
ditegakkan diagnose yaitu :
G1 P0 A0 H0, usia kehamilan 35-36 minggu, janin tunggal, mati, intra uterine, presentasi
kepala, KU ibu dan janin buruk dengan pre eklamsia berat dan anemia.
D. Penatalaksanaan
1. Teori
a. Pada pasien pre eklamsia yaitu dengan cara :
1) Pemberikan anti kejang MgSO4 20% per bolus dan drip MgSO4 40% dalam
larutan RL 500 ml, sebelum pemberian harus diperiksa terlebih dahulu yaitu
frekuensi nafas harus >18 x/menit, produksi urin dalam 2 jam harus > 30 ml,
reflek patella +, dan tersedia anti dotum kalsium glukonat 1 gram
2) Pemberikan antihipertensi untuk menurunkan tekanan darah
3) Persalinan harus berlangsung dalam 24 jam
b. Pada pasien IUFD kehamilan harus segera di akhiri jika usia kehamilan > 28
minggu yaitu dapat dilakukan dengan cara :
1) Misoprostol 50 mg intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah
pemberian pertama
2) Induksi persalinan dengan oksitosin 5 unit dalam larutan dextrose 5 % dengan
tetesan 20-60 tetes permenit untuk primi gravid
3) Dilakukan SC jika percobaan kelahiran pervaginam gagal
c. Pada pasien anemia kehamilan harus selalu di pantau dengan mengkonsumsi
sulfat ferosus atau makanan yang banyak mengandung zat besi
2. Praktik
a. Pada Ny S telah dilakukan pemeriksaan syarat pemberian MgSO4, sehingga
MgSO4 dapat diberikan. Ny S juga sudah mendapatkan antihipertensi.
Persalinan Ny S segera dilakukan yaitu dengan cara SC karena janin meninggal
di dalam rahim
b. Pada Ny S tidak dilakukan usaha untuk persalinan pervaginam, karena Ny S
menderita pre eklamsia berat sehingga persalinan Ny S harus segera dilakukan
dengan cara section caessarea
c. Pada Ny S sudah mendapatkan sulfa ferosus dan sering makan makanan yang
banyak mengandung zat besi
Berdasarkan kasus di atas tidak ada kesenjangan antara teori dan praktik yang
dilakukan.Masalah yang terdapat pada kasus ini sudah mendapat penanganan yang sesuai dengan
24
teori dimana pengkajian data di lahan telah dilakukan sesuai dengan pengkajian data yang di
teori. Begitu juga dengan asuhan yang diberikan sesuai dengan diagnosa, masalah dan kebutuhan
pasien serta hasil evaluasinya sesuai dengan rencana asuhan yang diberikan
25
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan yang dilakukan, penyusun mampu menerapkan manajemen
kebidanan dalam bentuk SOAP, yaitu :
1. Penyusun telah melakukan pengkajian data subjektif pada Ny. S
2. Penyusun telah melakukan pengkajian data objektif pada Ny S
3. Penyusun telah melakukan analisa pada Ny S
4. Penyusun telah melakukan asuhan kebidanan pada Ny S
B. Saran
1. InstitusiPendidikan
Sebaiknya dijadikan bahan tambahan dalam pengajaran serta menambah literature
untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan masalah pre eklampsia berat dan
IUFD.
2. Mahasiswa
Sebaiknya mengaplikasikan materi yang sudah didapat di bangku kuliah dan
meningkatkan pengetahuan, wawasan, mutu pelayanan dalam penanganan pre
eklampsia berat dan IUFD, serta menambah pengalaman.
3. Masyarakat
Sebaiknya sebagai informasi bagi masyarakat mengenai faktor risiko yang dapat
meningkatkan kejadian pre eklampsia berat dan IUFD sehingga dapat bertindak segera
agar tidak terjadi kelainan pada kehamilan.
26
DAFTAR PUSTAKA
Brudenell, Michael. 2006. Diabetes pada Kehamilan. Jakarta : EGC
Cunningham, F. Gary [et.al..]. 2005. Obstetri Williams. Jakarta : EGC
Gasong MS, Hartono E, Moerniaeni N. Penatalaksanaan Perdarahan Antepartum.Bagian
Obstetri dan Ginekologi FK UNHAS; 2007.3-8.
Gray, Huon H [et.al..]. 2009. Kardiologi. Jakarta : Penerbit Erlangga
K. Bertens, Aborsi sebagai Masalah Etika PT. Gramedia, Jakarta : 2010
Mansjoer A,et al. 2010. Kapita Selekta. Jakarta : Penerbit Media Aesculapius FKUI
Moechtar R. Pedarahan Antepartum. Dalam: Synopsis Obstetri, Obstetri Fisiologis dan Obstetri
Patologis, Edisi II. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2008; 279
Norwitz, Errol dan John O Schorge. 2008. At A Glance Obstetri &Ginekologi. Jakarta : Penerbit
Erlangga
Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBP SP
Suryani E. Solusio Plasenta di RSUP. Dr.M.Djamil padang selama 2 tahun (1 Januari 2002-31
Desember 2004). Skipsi. Padang: Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, 2004; 1-40.
Varney, helen. 2006. Buku ajar asuhan kebidanan. Jakarta : EGC
WHO.Managing Complications in Pregnancy and Childbirth. Geneva: WHO, 2003. 518-20.
Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal.Jakarta : YBP-SP
27
LAMPIRAN
28