Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN KASUS

HELLP SYNDROME

Diajukan kepada :
dr.Himawan B. Ashadi Sp.OG

Disusun oleh :
dr. Sarah Maulina Oktavia

RSI PKU MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN


KABUPATEN PEKALONGAN
2016
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus dengan judul


“G3P2A0 usia 31 tahun hamil 28 minggu dengan HELLP Syndrome”

Diajukan untukmemenuhi salah satu syarat menyelesaikan


Program Dokter Internship
RSI PKU Muhammadiyah Pekajangan
23 November 2015 – 22 November 2016

Disusun oleh :
dr.Sarah Maulina Oktavia

Pendamping I Pendamping II

dr.M. Aji Edo dr.Faradila Soraya

Pembimbing

dr.Himawan B. Ashadi Sp.OG


DAFTAR HADIR

Nama Presentan : dr. Sarah Maulina Oktavia


Judul : G3P2A0 usia 31 th hamil 28 minggu dengan HELLP Syndrome
No. NAMA TANDA TANGAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15
16.
17.
18.
19.
20.

Presentan Pembimbing

Dr. Sarah Maulina O. dr. Himawan B. Ashadi Sp.OG

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit hipertensi dalam kehamilan (HDK) atau preeklampsia sampai sekarang
masih merupakan masalah kebidanan yang belum dapat dipecahkan dengan tuntas.
HDK adalah salah satu dari 3 penyebab kematian utama ibu disamping perdarahan
dan infeksi.1,2
Dari data statistik di negara maju menunjukkan bahwa 10 – 30% dari semua
kematian ibu disebabkan oleh preeklampsia, dan juga sebagai penyebab utama
morbiditas dan mortalitas perinatal. Mortalitas akan meningkat sesuai dengan berat
dan lamanya preeklampsia. Menurut Simanjuntak (1999) pada penelitian retrospektif
5 tahun (1993 – 1997) dijumpai 33 kasus (5,10%) kematian ibu dari 647 kasus
preeklampsia berat.3
Penanganan kasus preeklampsia masih tetap kontroversi, karena sampai saat ini
etiologi dan patofisiologi penyakit HDK masih belum jelas diketahui sehingga
penanganan dan pencegahannya yang baik dan sempurna belum bisa dilaksanakan
dan masih bersifat empiris.1,2,4
Penyebab dari preeklampsia sampai saat ini belum diketahui namun berada pada
uterus gravida. Kenaikan tekanan darah dan tanda- tanda maternal lainnya hanyalah
gambaran sekunder semata- mata yang merupakan refleksi dari suatu problema intra
uterin. Dengan demikian tanda- tanda preeklampsia harus benar-benar dipandang
sebagai konsekuensi dari suatu proses patologis yang lebih fundamental pada sistim
target maternal yang spesifik yaitu sistim arteri, hepar, ginjal dan sistim koagulasi. 1
Tiga kelainan sistim target maternal yang sering terjadi bersamaan pada kasus
Dikutip dari 1
preeklampsia dan eklampsia pertama sekali dilaporkan oleh Pritchard pada
tahun 1954 yaitu kelainan laboratorium berupa hemolisis intravaskuler, peninggian
kadar enzim- enzim hepar dan jumlah trombosit yang rendah.
1
Weinstein pada tahun 1982 menyebutnya sebagai varian preeklampsia berat
yang unik dan untuk pertama kalinya memperkenalkan istilah SINDROMA HELLP
yang merupakan singkatan dari haemolysis (H), elevated liver enzymes (EL) dan low
platelet counts (LP).1

Sibai (1990) berkesimpulan bahwa sindroma HELLP merupakan suatu kondisi


pada wanita hamil yang perlu benar-benar diperhatikan dalam kaitannya dengan
proses patologis pada sistim target maternal dibalik tanda- tanda klasik preeklampsia
dan eklampsia.5 Sindroma ini juga dihubungkan dengan keadaan penyakit yang berat
atau akan berkembang menjadi lebih berat serta dengan prognosa maternal dan luaran
perinatal yang lebih jelek, walaupunpun angka- angka kematian maternal dan
perinatal yang dikemukakan masih sangat bervariasi mengingat perbedaan kriteria
diagnostik yang digunakan serta saat diagnosa ditegakkan.5
Wilayah Kota Pekalongan dan Kabupaten Pekalongan kerap kali muncul
kejadian Sindroma HELLP namun terlambat diagnosis dan penanganannya. Tahun
2016 di RSUD Keraton Kota Pekalongan terdapat 2 kematian akibat Sindroma
HELLP. Sementara itu di RSI PKU Muhammadiyah Pekajangan sudah terdapat 2
angka kejadian Sindroma HELLP.

B. Masalah
Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :
1. Sindroma HELLP merupakan komplikasi dari Preeklampsi yang harus dideteksi
sedini mungkin
2. Tingginya angka kejadian dan kematian Sindroma HELLP di Pekalongan

C. Tujuan
1. Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai Sindroma HELLP
2. Mengetahui diagnosis dini dan tatalaksana yang tepat untuk Sindroma HELLP
BAB II
LAPORAN KASUS

Nama Peserta : dr. Sarah Maulina Oktavia


Nama Wahana : RSI PKU Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan
Topik : HELLP SYNDROME
Tanggal Kasus : 6 Maret 2016
Pendamping : dr. Faradila Soraya dan dr. M. Aji Edo
Pembimbing : dr. Himawan B. Ashadi Sp.OG
Objektif Presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi :
Seorang wanita Ny. T usia 31 tahun hamil 28 minggu datang dengan keluhan sesak nafas
Tujuan :
1. Mengetahui jenis-jenis fraktur terbuka
2. Tatalaksana awal fraktur terbuka
Bahan Bahasan : Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara membahas : Diskusi Presentasi Email Pos

DATA PASIEN
Data Administrasi
Nama : Ny. T
No. RM : 253849
Tanggal Masuk : 6 Maret 2016
Status : Menikah
Data Demografis
Usia : 31 tahun
Jenis Kelamin : Wanita
Alamat : Sastrodirjan 01/01 Wonopringgo Kab. Pekalongan
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Bahasa Ibu : Jawa Pekalongan
Data Biologik
Tinggi badan : 155 cm
Berat badan : 58 kg

Data utama untuk bahan diskusi :


1. Diagnosis/Gambaran Klinis
ANAMNESIS
A. Keluhan utama
Sesak nafas
B. Keluhan tambahan
Pusing, pandangan kabur dan berkunang-kunang, mual, nyeri ulu hati dan kaki
bengkak
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSI PKU Muhammadiyah Pekajangan tanggal 6
Maret 2016 pukul 20.30. Pasien mengeluh sesak nafas sejak 3 hari terakhir dan
sesak bertambah berat. Sesak dirasakan terutama saat berbaring dan berkurang
saat posisi duduk. Sesak membuat pasien tidak bisa tidur karena berlangsung
sepanjang hari. Selain sesak pasien juga mengeluh kedua kaki bengkak sejak 2
hari yang lalu, namun tidak terlalu besar. Selain itu pasien mengeluh pusing akhir-
akhir ini. Pandangan kabur dan berkunang baru saja terjadi saat perjalanan ke
rumah sakit, disertai mual dan nyeri ulu hati.
Hari pertama haid terakhir : 20 Agustus 2015
Taksiran persalinan : 27 Mei 2016
Usia kehamilan : 28 minggu
Riwayat menstruasi :menarche usia 14 tahun, siklus haid teratur
setiap 28 hari, lama 7 hari, tidak nyeri saat menstruasi
Riwayat menikah : sekali, sejak 6 tahun yang lalu
Riwayat Antenatal Care : 1x, di bidan
Riwayat KB : Pil
Riwayat obstetri : G3 P2 A0
Anak I : 2011/laki-laki/spontan/bidan/rumah/40mg/BBL lupa
Anak II : 2013/laki-laki/spontan/bidan/rumah/40mg/BBL lupa

D. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat penyakit yang sama sebelumnya disangkal
Riwayat kehamilan berisiko sebelumnya disangkal
Riwayat operasi sebelumnya disangkal
Riwayat penyakit kencing manis disangkal
Riwayat penyakit darah tinggi disangkal
Riwayat penyakit jantung disangkal
Riwayat penyakit ginjal disangkal
Riwayat alergi disangkal
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit yang sama sebelumnya disangkal
Riwayat kehamilan berisiko sebelumnya disangkal
Riwayat penyakit DM disangkal
Riwayat penyakit darah tinggi disangkal
Riwayat penyakit jantung disangkal
Riwayat penyakit ginjal disangkal
Riwayat alergi disangkal
F. Riwayat Penyakit Sosial
Pasien sehari-hari bekerja sebagai ibu rumah tangga. Pasien tinggal bersama suami
dan anak pertamanya. Biaya rumah sakit ditanggung sendiri, karena pasien tidak
memiliki BPJS atau JAMKESDA

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Sesak
Kesadaran : Composmentis
VS Tekanan darah : 265/175 mmHg
Nadi : 110x/menit
Respirasi : 32x/menit
Suhu : 370C

A. Status generalis
1. Kepala : mesochepal, jejas (-), luka (-) rambut hitam, distribusi rambut
merata, rambut tidak mudah dicabut.
2. Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil bulat
isokor 3mm/3mm, reflex cahaya (+/+) normal.
3. Hidung : deviasi septum (-), discharge (-)
4. Telinga : simetris, discharge (-), berdengung (-), darah (-)
5. Mulut : bibir tidak sianosis, lidah tidak kotor, hiperemis
6. Leher : JVP tidak meningkat, pembesaran kelenjar limfe (-)
7. Thorax
Pulmo
Inspeksi : Simetris, jejas (-), ketinggalan gerak (-)
Palpasi : Vokal fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : SD vesikuler, Rbk(-), Rbh (+) Wheezing(-)
Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak kuang angkat
Perkusi : Kiri atas SIC II LPSS, Kiri bawah SIC IV LMCS
Kanan atas SIC II LPSD, Kanan Bawah SIC III LPSD
Auskultasi : S1>S2, regular, murmur (-), gallop (-)
8. Abdomen
Inspeksi : Cembung gravid
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
9. Costovertebra
Inspeksi : Deformitas (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Perkusi : Nyeri ketok Costovertebra (-)

10. Ekstremitas
Superior
 Regio brachium
Look Kanan Kiri
Simetris + +
Deformitas - -
Hematom - -
Vulnus ekskoriasi - -
Edema - -
Feel Deformitas - -
Penonjolan tulang - -
Krepitasi - -
Nyeri tekan - -
Move Nyeri gerak aktif. - -
Nyeri gerak pasif - -
Gerak terbatas - -

 Regio antebrachium
Look Kanan Kiri
Simetris + +
Deformitas - -
Hematom - -
Vulnus ekskoriasi - -
Edema - -
Feel Deformitas - -
Penonjolan tulang - -
Krepitasi - -
Nyeri tekan - -
Move Nyeri gerak aktif. - -
Nyeri gerak pasif - -
Gerak terbatas - -

 Regio manus
Look Kanan Kiri
Simetris + +
Deformitas - -
Hematom - -
Vulnus ekskoriasi - -
Edema - -
Feel Deformitas - -
Penonjolan tulang - -
Krepitasi - -
Nyeri tekan - -
Move Nyeri gerak aktif. - -
Nyeri gerak pasif - -
Gerak terbatas - -
Inferior
 Regio femur
Look Kanan Kiri
Simetris + +
Deformitas - -
Hematom - -
Vulnus ekskoriasi - -
Vulnus Laceratum - -
Edema - -
Feel Deformitas - -
Penonjolan tulang - -
Krepitasi - -
Nyeri tekan - -
Move Nyeri gerak aktif. - -
Nyeri gerak pasif - -
Gerak terbatas - -
 Regio Cruris
Look Kanan Kiri
Simetris + +
Deformitas - -
Hematom - -
Vulnus ekskoriasi - -
Vulnus Laceratum - -
Edema - -
Tulang - -
Feel Deformitas - -
Penonjolan tulang - -
Krepitasi - -
Nyeri tekan - -
Move Nyeri gerak aktif. - -
Nyeri gerak pasif - -
Gerak terbatas - -
 Regio pedis
Look Kanan Kiri
Simetris + -
Deformitas - -
Hematom - -
Vulnus ekskoriasi - -
Vulnus Laceratum - -
Edema + +
Feel Deformitas - -
Penonjolan tulang - -
Krepitasi - -
Nyeri tekan - -
Move Nyeri gerak aktif. - +
B. Status lokalis
Regio Abdomen :
Leopold I : Teraba bagian keras
Leopold II : Teraba tahanan di kanan
Leopold III : Teraba bagian lunak
Leopld IV : Belum masuk Panggul
TFU : 21 cm
DJJ : 160x/menit
Edema Tungkai : +/+

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Darah Lengkap dan Urin rutin
Tabel 1. Pemeriksaan Laboratorium
PEMERIKSAAN 6/3/16 7/3/16 8/3/16 9/3/16 10/3/16 NILAI
DARAH NORMAL
Darah Lengkap
Hemoglobin 14.7 12.6 11.5 12-16 g/dl
Leukosit 18.170 16.080 14.920 4800-10.800/µl
Hematokrit 42 36 33 37-47 %
Eritrosit 4.980.000 4,2 – 5,4/ µl
Trombosit 68.000 47.000 69.000 84.000 113.000 150.000 –
450.000
Uji Koagulasi
CT 4’30”
BT 2’
Kimia Klinik
SGOT 166.7 15-37 U/L
SGPT 79 30-66 U/L
Ureum Darah 34.9 14,98-38,52
mg/dL
Kreatinin Darah 0,71 0,60-1,00
mg/dL
Glukosa Sewaktu 102 <200mg/dL

PEMERIKSAAN URIN HASIL NILAI NORMAL


Fisis
Warna Kuning Kng Muda - Kng Tua
Kejernihan jernih Jernih
Bau Khas Khas
Kimia
Protein +2 Negatif
Hasil Pembelajaran :
1. Definisi HELLP Syndrome
2. Patogenesis dan Patofisiologi HELLP Syndrome
3. Klasifikasi HELLP Syndrome
4. Penegakkan Diagnosis HELLP Syndrome
5. Pemeriksaan Penunjang HELLP Syndrome
6. Penanganan HELLP Syndrome
7. Prognosis HELLP Syndrome
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio
SOAP
1. Subjektif
Pasien mengeluh sesak nafas sejak 3 hari terakhir dan sesak bertambah berat. Sesak
dirasakan terutama saat berbaring dan berkurang saat posisi duduk. Sesak membuat
pasien tidak bisa tidur karena berlangsung sepanjang hari. Selain sesak pasien juga
mengeluh kedua kaki bengkak sejak 2 hari yang lalu, namun tidak terlalu besar.
Selain itu pasien mengeluh pusing akhir-akhir ini. Pandangan kabur dan berkunang
baru saja terjadi saat perjalanan ke rumah sakit, disertai mual dan nyeri ulu hati.
2. Objektif
Keadaan umum : Sesak
Kesadaran : Composmentis
VS Tekanan darah : 265/175 mmHg
Nadi : 110x/menit
Respirasi : 32x/menit
Suhu : 370C
Regio Abdomen :
Leopold I : Teraba bagian keras
Leopold II : Teraba tahanan di kanan
Leopold III : Teraba bagian lunak
Leopld IV : Belum masuk Panggul
TFU : 21 cm
DJJ : 160x/menit
Edema Tungkai : +/+
Pemeriksan laboratorium cito Proteinuri +2
3. Assessment (penalaran klinis)
G2P1A0 usia 31 tahun hamil 28 minggu Janin Tunggal Hidup Intra Uterin dengan
HELLP Syndrome
4. Plan
Diagnosis : G2P1A0 hamil 28 minggu dengan PEB susp. HELLP syndrome
Tatalaksana Awal :
 Airway : clear
 Breathing : sesak nafas  O2 kanul 2 lpm
 Circulation :
- Pasang IV line RL 20 tpm
- Protap MgSO4 4 gram dalam 100cc NaCl 15 menit,
- Maintenance 6 gram drip dalam 500cc RL
 Dissability : clear
 Exposure : clear
Pengobatan :
 Nifedipin 3x10 mg
 Metildopa 3 x 500 mg
 ISDN 3x5mg
 Inj. Dexametason 2x5 mg
Pendidikan :
Dilakukan edukasi pada pasien dan keluarganya mengenai penyakit dan kondisi
pasien, penyebab, tatalaksana, dan komplikasi bahwa kehamilan ini berisiko tinggi
dan mengancam nyawa. Perlu diberitahukan akan dilakukan terminasi (anaknya
dilahirkan sebelum waktunya) jika kondisi ibu stabil, untuk menyelamatkan nyawa
ibu.
Konsultasi dan Rujukan :
Dijelaskan secara rasional bahwa pasien harus dirawat dan dioperasi oleh dokter
spesialis obstetri dan ginekologi (Sp.OG).

Kegiatan Periode Hasil yang Diharapkan


Kontrol rutin 1 minggu sekali 1 bulan Hasil jahitan operasi baik,
pertama dan 1 bulan tidak ada infeksi dan
sekali bulan berikutnya komplikasi
Laboratorium 1 bulan sekali Hasil laboratorium baik
Nasihat Setiap kunjungan Menjaga higienitas dan gerak
Tabel 2. Catatan Perkembangan Pasien di VK RSI PKU Muhammadiyah
Tanggal S O A P
6 Maret Sesak nafas (+) KU : tampak sesak G2P1A0 usia O2 kanul 2 lpm
2016 Kaki bengkak (+) Kes : composmentis 31 tahun UK 28 Konsultasi dr.
(22.45) Pusing (+) TV: minggu dengan Himawan Sp.OG :
Pandangan TD: 265/175 Preeklampsia - Protap MgSO4
Berkunang2(+) N : 114 x/menit Berat - Nifedipin 3x10 mg
Mual (+) RR: 32 x/menit - Metildopa3x250mg
Nyeri ulu hati (+) S : 37oC - Inj.Dexamethason 1
Muntah (-) Status Generalis amp
Mata: CA -/- SI -/-
Thoraks: Konsultasi dr. Setyasno
P/ SD ves +/+, Wh-/- Sp. PD :
Rbh +/+ Rbk -/- - Metildopa3x500mg
C/ S1>S2, reg, ST – - ISDN 3x5mg
Ekstremitas :
edema tungkai +/+
Status Lokalis
Abdomen:
I : cembung gravid
A : Bu (+) N
Per: timpani
Pal: NT (+) epigastric
TFU 3 jari atas pusat
Laboratorium
Protenuri : +2
Hb : 14.7
Leuko: 18.170
Trom : 68.000
Ht : 42
Eri : 4.980.000
CT : 4’30’’
BT : 2’

7 Maret Sesak nafas (+) KU : tampak sesak G2P1A0 usia Konsultasi dr.
2016 Kaki bengkak (+) Kes : composmentis 31 tahun UK 28 Himawan Sp.OG :
(00.00) Pusing (+) TV: minggu dengan - Cek Ureum
Pandangan TD: 240/145 HELLP kreatinin
Berkunang2(+) N : 105 x/menit Syndrome - Inj. Dexamethason
Mual (+) RR: 32 x/menit untuk peningkatan
Nyeri ulu hati (+) S : 37oC Trombosit
Muntah (-) Status Generalis - Anti hipertensi ikut
Mata: CA -/- SI -/- Sp.PD
Thoraks:
P/ SD ves +/+, Wh-/-
Rbh +/+ Rbk -/-
C/ S1>S2, reg, ST –
Ekstremitas :
edema tungkai +/+
Status Lokalis
Abdomen:
Pal: NT (+) epigastric
TFU 3 jari atas pusat
Laboratorium
Protenuri : +2
SGOT 166.7
SGPT 79

7 Maret Sesak nafas (+) KU : tampak sesak G2P1A0 usia Visit dr. Setyasno
2016 Kaki bengkak (+) Kes : composmentis 31 tahun UK 28 Sp.PD :
(10.00) Pusing (+) TV: minggu dengan +inj. Cefotaxime 2x1gr
Pandangan TD: 184/115 HELLP
Berkunang2(+) N : 100 x/menit Syndrome
Mual (+) RR: 32 x/menit - O2 kanul 2 lpm
Nyeri ulu hati (+) S : 37oC - Nifedipin 3x10 mg
Muntah (-) Status Generalis - Metildopa3x500mg
Mata: CA -/- SI -/- - ISDN 3x5mg
Thoraks: - Inj.Dexamethason
P/ SD ves +/+, Wh-/- 2x5mg
Rbh +/+ Rbk -/-
C/ S1>S2, reg, ST –
Ekstremitas :
edema tungkai +/+
Status Lokalis
Abdomen:
Pal: NT (+) epigastric
TFU 3 jari atas pusat
Laboratorium
Hb : 12.6
Leuko: 16.080
Trom : 47.000
Ht : 36
Ur: 34.9
Kr : 0.71
8 Maret Sesak nafas (+) KU : tampak sesak G2P1A0 usia - O2 kanul 2 lpm
2016 Kaki bengkak (+) Kes : composmentis 31 tahun UK 28 - Nifedipin 3x10 mg
(10.00) Pusing (+) TV: minggu dengan - Metildopa3x500mg
Pandangan TD: 163/102 HELLP - ISDN 3x5mg
Berkunang2(+) N : 98 x/menit Syndrome - Inj. Cefotaxime
Mual (+) RR: 28 x/menit 2x1gr
Nyeri ulu hati (+) S : 37oC
Muntah (-) Status Generalis
Mata: CA -/- SI -/-
Thoraks:
P/ SD ves +/+, Wh-/-
Rbh +/+ Rbk -/-
C/ S1>S2, reg, ST –
Ekstremitas :
edema tungkai +/+
Status Lokalis
Abdomen:
Pal: NT (+) epigastric
TFU 3 jari atas pusat
Laboratorium
Hb : 11.5
Leuko: 14.920
Trom : 69.000
Ht : 11.5
9 Maret Sesak nafas (+) KU : tampak sesak G2P1A0 usia - O2 kanul 2 lpm
2016 Kaki bengkak (+) Kes : composmentis 31 tahun UK 28 - Nifedipin 3x10 mg
(10.00) Pusing (-) TV: minggu dengan - Metildopa3x500mg
Pandangan TD: 163/127 HELLP - ISDN 3x5mg
Berkunang2(-) N : 98 x/menit Syndrome - Inj. Cefotaxime
Mual (-) RR: 24 x/menit 2x1gr
Nyeri ulu hati (-) S : 37oC
Muntah (-) Status Generalis
Mata: CA -/- SI -/-
Thoraks:
P/ SD ves +/+, Wh-/-
Rbh +/+ Rbk -/-
C/ S1>S2, reg, ST –
Ekstremitas :
edema tungkai +/+
Status Lokalis
Abdomen:
Pal: NT (+) epigastric
TFU 3 jari atas pusat
Laboratorium
Trom : 84.000

10 Maret Sesak nafas (+) KU : tampak sesak G2P1A0 usia - O2 kanul 2 lpm
2016 Kaki bengkak (+) Kes : composmentis 31 tahun UK 28 - Nifedipin 3x10 mg
(06.00) Pusing (-) TV: minggu dengan - Metildopa3x500mg
Pandangan TD: 160/109 HELLP - ISDN 3x5mg
Berkunang2(-) N : 90 x/menit Syndrome - Inj. Cefotaxime
Mual (-) RR: 24 x/menit 2x1gr
Nyeri ulu hati (-) S : 37oC
Muntah (-) Status Generalis
Mata: CA -/- SI -/-
Thoraks:
P/ SD ves +/+, Wh-/-
Rbh +/+ Rbk -/-
C/ S1>S2, reg, ST –
Ekstremitas :
edema tungkai +/+
Status Lokalis
Abdomen:
Pal: NT (+) epigastric
TFU 3 jari atas pusat
Laboratorium
Trom : 113.000

PASIEN
APS
Tabel 3. Catatan Perkembangan Pasien di ICU RSUD KAJEN
Tanggal S O A P
11 Maret Sesak nafas (+) KU : tampak sesak G2P1A0 usia 31 Perbaikan KU
2016 Kaki bengkak (+) Kes : composmentis tahun UK 28
Pusing (-) TV: minggu dengan
Pandangan TD: 160/100 HELLP
Berkunang2(-) N : 90 x/menit Syndrome
Mual (-) RR: 32 x/menit
Nyeri ulu hati (-) S : 37oC
Muntah (-) Status Generalis
Mata: CA -/- SI -/-
Thoraks:
P/ SD ves +/+, Wh-/-
Rbh +/+ Rbk -/-
C/ S1>S2, reg, ST –
Ekstremitas :
edema tungkai +/+
Status Lokalis
Abdomen:
Pal: NT (+)
epigastric TFU 3 jari
atas pusat
Laboratorium
Protenuri : +2
Hb : 11.5
Leuko: 14.500
Trom : 117.000
Ht : 32.6
Eri : 3.730.000
MCV: 97
MCH: 30
MCHC: 35
CT : 8’30’’
BT : 3’45’’
GolDar : AB
SGOT 46
SGPT 53
Ur 51
Kr 0.63

12 Maret
2016
13 Maret Program SC
2016
14 Maret SC dilakukan
2016 Bayi < 1kg
Asites +
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

Terminologi HELLP diperkenalkan pertama sekali oleh Weinstein (1982)


yang merupakan singkatan dari Hemolysis, Elevated Liver Enzymes dan Low Platelet
counts. Sindroma ini merupakan kumpulan dari gejala multisistim pada
preeklampsia berat dan eklampsia dengan karakteristik trombositopenia, hemolisis
(anemia hemolisis mikroangiopatik) dan enzym hepar yang abnormal. Sindroma ini
sebelumnya telah dipublikasikan oleh Pritchard dan kawan- kawan (1954) yang
melaporkan adanya tiga kelainan pada sistim target maternal pada penelitiannya terhadap
3 kasus eklampsia dan hanya satu orang yang hidup. Dan pada tahun 1972,McKay
melaporkan sindroma HELLP pada 4 kasus eklampsia, didapati dua orang mengalami
ruptur hepar dan satu orang mati. 7
Sindroma ini selalu dianggap sebagai varian dari preeklampsia, tetapi sindroma ini
juga dapat berdiri sendiri. Sindroma ini dapat muncul pada preeklampsia ringan, namun
hipertensi akan muncul dan menjadi berat apabila kehamilannya tidak segera diakhiri. 8
Karena sindroma HELLP berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas ibu dan janin
maka diperlukan diagnosa yang tepat dan penanganan yang cepat untuk sindroma ini. 5,8

A. DEFINISI
Definisi dari sindroma HELLP sampai saat ini masih kontroversi. Menurut
Dikutip dari 5
Godlin (1982) sindroma HELLP merupakan bentuk awal dari preeklampsia
Dikutip dari 5
berat. Weinstein (1982) melaporkan sindroma HELLP merupakan varian yang
unik dari preeklampsia tetapi Mackenna dkk (1983) Dikutip dari 5 melaporkan bahwa sindroma
ini tidak berhubungan dengan preeklampsia. Dan dilain pihak banyak penulis melaporkan
bahwa sindroma HELLP merupakan bentuk yang ringan dari Disseminated Intravascular
Coagulation (DIC) yang terlewatkan karena pemeriksaan laboratorium yang tidak
adekwat. 5
Salah satu alasan yang menyebabkan kontroversi terhadap sindroma ini, karena
adanya perbedaan dalam kriteria diagnostik dan metode yang digunakan pada waktu
penelitian. Walaupun hampir semua peneliti sepakat bahwa sindroma ini merupakan
petanda keadaan penyakit yang berat dan dengan prognosa yang jelek.5,9

Tabel 4. Perbandingan dari Kriteria Diagnostik Sindroma HELLP


Jumlah SGOT SGPT LDH Hapto Bilirubin
Peneliti Tromb (IU/L) (IU/L) (IU/L) globulin (mg/dl)
103 (mg/dl)
Weinstein (1982) < 100 Abnormal Abnormal - - Abnormal
Sibai (1990) < 100 > 70 - > 600 - > 1,2
Harms dkk (1991) < 150 > 15 > 19 > 240 - > 1,0
De Boer dkk (1999) < 100 - > 50 > 180 - -
Visser & Wallenburg < 100 > 30 > 30 - - -
(1995)
Neiger dkk (1995) < 150 > 60 - - - > 0,8
Hamm dkk (1996) < 150 > 16 > 20 - < 70 -
Schwerj dkk (1996) < 150 > 15 > 17 > 240 - > 1,0
Martin dkk (1999) < 150  40  40  600 - -
9
(Dikutip dari Hohllagschwandtner )

B. PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI


Etiologi dan patogenesis dari sindroma HELLP ini selalu dihubungkan dengan
preeklampsia, walaupun etiologi dan patogenesis dari preeklampsia sampai saat ini juga
belum dapat diketahui dengan pasti. 13,14
Banyak teori yang dikembangkan dari dulu hingga kini untuk mengungkapkan
patogenesis dari preeklampsia, namun dalam dekade terakhir ini perhatian terfokus pada
aktivasi atau disfungsi dari sel endotel. Tetapi apa penyebab dari perubahan endotel ini
belum juga diketahui dengan pasti. Saat ini ada empat buah hipotesis yang sedang diteliti
untuk mengungkapkan etiologi dari preeklampsia, yaitu : iskemia plasenta, Very Low
Density Lipoprotein versus aktivitas pertahanan toksisitas, maladaptasi imun dan penyakit
genetik. Sindroma HELLP ini merupakan manifestasi akhir dari hasil kerusakan endotel
mikrovaskular dan aktivasi dari trombosit intravaskular. 6,14
Adanya kegagalan invasi dari trofoblas pada trimester kedua dalam menginvasi
tunika muskularis arteri spiralis, menyebabkan vasokonstriksi arterial pada bagian
uteroplasenta. Kegagalan ini disebabkan oleh gagalnya sel-sel trofoblas dalam
mengekspresikan integrin yang merupakan ‘molekul pelekat’ (adhesion molecules) atau
kegagalan VEGF (Vascular Endothelial Growth Factor) dalam mengekspresikan integrin.
6,14

Keadaan ini menyebabkan penurunan aliran darah intervilus, hipoksia dan


akhirnya terjadi kerusakan sel endotel ibu dan janin. Dan selanjutnya mengakibatkan efek
terhambatnya pertumbuhan janin intrauterin (PJT). Akibat kerusakan dari endotel ini
terjadi pelepasan zat - zat vasoaktif, dimana tromboksan (TXA2 ) meningkat
dibandingkan dengan prostasiklin (PgI2 ).6,14
Adanya perubahan respon imun ibu terhadap trofoblas akibat dari perubahan
‘polymorphism’ HLA-G (human leucocyte antigens – G) terhadap trofoblas,
menyebabkan terjadinya proses imunologis. Hal ini mengakibatkan terjadinya gangguan
pertumbuhan dan invasi dari trofoblas. Proses imunologis akibat perubahan respon imun
ibu juga mempengaruhi terjadinya kerusakan sel endotel, ini terbukti dengan
dilepaskannya sel mediator pada sel endotel.6,15
Kerusakan dari sel endotel menyebabkan terjadinya gangguan keseimbangan rasio
TXA2 dan PgI2 , penurunan produksi dari nitric oxide dan merangsang terjadinya agregasi
6,13-16
dari trombosit yang seterusnya akan mengakibatkan vasospasme. . Dengan
berkurangnya fungsi endotel, menyebabkan bertambahnya tahanan vaskuler,
meningkatnya produk peroksida lipid dan meningkatnya aktifitas radikal bebas. Anion
peroksida ini mengganggu keseimbangan rasio TXA 2 dan PgI2 sehingga TXA2 menjadi
lebih dominan. Anion peroksida juga menambah agregasi trombosit, serta menyebabkan
asam lemak tak jenuh pada membra n fospolipid mengalami konversi menjadi peroksida
lipid. Peroksida lipid ini menyebabkan kerusakan endotel lebih lanjut. 6,13-18

Gambar 3. Patofisiologi HELLP Syndrome

Kerusakan integritas endotel diikuti dengan hilangnya kapasitas vasodilator, yang


mana dapat dinilai dengan meningkatnya respon terhadap angiotensin II dan
noradrenalin. 13,14,18. Kerusakan dari sel endotel arteri spiralis mengakibatkan hipoksia dan
seterusnya menjadi aterosis akut. Aterosis akut ditandai dengan adanya diskontinuitas dari
sel endotel, gangguan fokal pada membrana basalis, deposisi trombosit, terbentuknya
mural trombus dan akhirnya terjadi nekrosis fibrinoid. Dengan rangsangan dari trombosit
growth factor terjadi perubahan proliferasi yang tidak teratur pada tunika intima, dan pada
tunika media mengakibatkan hiperplasia.14 Aterosis akut ini merupakan keadaan yang
patognomonis pada preeklampsia. Walaupun aterosis akut ini dapat juga terjadi pada
keadaan hipertensi kronis, Diabetes Mellitus, penyakit ginjal maupun Lupus. 14 Efek
semua kejadian yang telah disebutkan di atas terjadilah gangguan sirkulasi sistemik
dan gangguan koagulasi pada ibu yang selanjutnya menjadi sindroma HELLP. 5,13
Pada keadaan normal setiap sel mempunyai daya pertahanan terhadap serangan
ekstrasellular. Membran sel sangat berperan dalam fungsi pertahanan ini. Sel darah merah
pada penderita preeklampsia tidak memiliki pertahanan terhadap radikal bebas yang
selanjutnya mengakibatkan membran sel darah merah menjadi tidak stabil dan mengalami
kerusakan. Daya pertahanan membran sel darah merah ini berhubungan dengan kadar
prostasiklin di dalam plasma melalui gen superoxidase dismutase (SOD). Penurunan
aktivitas dari SOD ini mengakibatkan penurunan pertahanan terhadap radikal bebas. 19
Perubahan stabilitas membran sel darah merah menyebabkan masuknya kalsium
ke dalam sel, terjadi peningkatan aktivitas sel dan terjadi perubahan dari rigiditas
membran. Perubahan ini menyebabkan sel darah merah berubah bentuknya, mudah pecah
(fragmentasi) dan sel cenderung menjadi lisis. Keadaan di atas dapat menerangkan
terjadinya hemolisis pada penderita preeklampsia. 19
Pada sindroma HELLP terjadi anemia hemolitik mikroangiopati. Akibat
fragmentasi sel darah merah, sel darah merah menjadi menjadi lebih mudah keluar dari
pembuluh darah yang kecil. Dimana pembuluh darah tersebut telah mengalami kebocoran
akibat kerusakan endotel dan adanya deposit fibrin. Pada gambaran darah tepi terlihat
gambaran spherocytes, schistocytes, triangular cell dan burr cell. 5,8,19

Gambar 4. Schistocytes dan Spherocytes (Dikutip dari Weinstein 7)


Gambar 5. Deposisi fibrin pada daerah periportal (Dikutip dari Barton 21 )

Gambar 6. Sel hepatosit yang mengandung gumpalan lemak yang kecil, disebut lemak
mikrovaskuler (Dikutip dari Barton 21)
Pada sindroma HELLP terjadi perubahan pada hepar dimana gambaran
histopatologisnya berupa nekrosis parenkhim periportal dan atau fokal yang disertai
dengan deposit hialin yang besar dari bahan seperti fibrin yang terdapat pada sinusoid.
Pada penelitian dengan imunoflourescen dijumpai mikrotrombi fibrin dan deposit
fibrinogen pada sinusoid dan daerah hepatoselular yang nekrosis. Adanya mikrotrombi
dan deposit fibrin pada sinusoid tersebut menyebabkan obstruksi aliran darah di hepar
yang merupakan dasar dari terjadinya peningkatan enzim hepar dan terdapatnya nyeri
perut kuadran kanan atas. Gambaran nekrosis selular dan perdarahan dapat terlihat
dengan MRI. Pada kasus yang berat dapat dijumpai adanya perdarahan intrahepatik
dan hematom subkapsular atau ruptur hepar.5,8,19,20
Barton dkk (1992) melaporkan pada penelitian terhadap 11 pasien sindroma
HELLP yang dilakukan biopsi pada heparnya didapati perdarahan periportal 8 orang
(73%) yang 25%- nya terdapat nekrosis lobular. Deposit fibrin periportal didapati pada 6
orang (55%), dengan satu orang tanpa perdarahan periportal. Gambaran perdarahan
periportal dan deposit fibrin mempunyai hubungan bermakna dengan tingkat keparahan
dari sindroma HELLP. 20
Oosterhof dkk (1994) melaporkan pada penelitian mengukur indeks pulsasi
(pulsatility index) dengan USG Doppler didapati peningkatan resistensi pada arteri
hepatika. Hal ini menunjukkan terdapatnya vasokonstriksi pada arteri hepatika yang
bertanggung jawab untuk terjadinya sindroma HELLP nantinya. 21
Perubahan histopatologis pada hepar yang terdapat pada sindroma HELLP dapat
dibedakan dari penyakit perlemakan hepar yang akut. Hal ini dilaporkan oleh Usta dkk
(1994) pada perlemakan hepar yang akut dengan pemeriksaan mikroskop elektron
didapatinya gambaran steatosi (perlemakan mikrovaskular) derajat rendah yang difus
pada daerah sentrilobular. Gambaran ini berbeda bermakna terhadap perubahan
histopatologi hepar pada sindroma HELLP. 22
Penurunan jumlah trombosit pada sindroma HELLP disebabkan oleh
meningkatnya konsumsi atau destruksi dari trombosit. Meningkatnya konsumsi trombosit
disebabkan oleh agregasi trombosit. Hal ini akibat dari kerusakan endotel, penurunan
produksi prostasiklin, proses imunologis maupun peningkatan jumlah radikal bebas.
Penyebab dari destruksi trombosit sampai saat ini belum diketahui. Dijumpainya
peningkatan megakaryosit pada biopsi sumsum tulang menunjukkan pendeknya life span
dari trombosit dan cepatnya proses daur ulang. 5,8
Gambar 7. Patofisiologi HELLP Syndrome
Beberapa peneliti terdahulu beranggapan bahwa DIC merupakan proses primer
yang terjadi pada sindroma HELLP. Walaupun didapatinya gambaran histologis dari
mikrotrombi yang mirip antara sindroma HELLP dan DIC tetapi pada sindroma HELLP
tidak dijumpai koagulopati intravaskular. Pada sindroma HELLP terjadi mikroangiopati
5,8,19
dengan kadar fibrinogen yang normal (Tabel. 2). Jadi DIC yang terjadi pada
sindroma ini bukan merupakan proses primer tetapi merupakan kelanjutan dari proses
patofisiologis sindroma HELLP itu sendiri (sekunder) . 5,8,19
Van Dam dkk (1989) melaporkan dari 18 pasien dengan sindroma HELLP pada
pemeriksaan laboratorium saat masuk rumah sakit, didapati 7 orang dengan DIC yang
manifes. Tetapi pada saat melahirkan dilakukan pemeriksaan laboratorium lagi maka
didapati 10 orang dengan DIC manifes. Setelah 72 jam post partum hanya 4 orang yang
tidak terbukti DIC. Hal ini menunjukkan bahwa DIC terjadi sejalan dengan progresivitas
penyakit. Dan DIC merupakan petunjuk dari derajat keparahan dari sindroma HELLP. 23
Tabel 5. Perbedaan DIC dan Mikroangiopati

DIC Mikroangiopati

Etiologi Tromboplastin, trombin, Kerusakan sel endotel, aktivasi


Fibrin trombosit, defisiensiproduksi
autokoid vasodilator
Patologi Fibrin intravaskular Agregasi dan deposisi
trombosit intravaskular
Hubungannya Solusio plasenta preeklampsia / sindroma HELLP
dengan
kehamilan
Kadar fibrinogen Rendah Normal atau tinggi
Jumlah
Trombosit Sedang sampai menurun
Sel darah merah Sedikit fragmentasi Sedang sampai menurun
Sedang untuk terjadi fragmentasi

Dikutip dari Studd 19

C. KLASIFIKASI
Ada dua klasifikasi yang dipergunakan pada sindroma HELLP, yaitu :
1. Berdasarkan jumlah keabnormalan yang didapati.
Audibert dkk (1996) 24 melaporkan pembagian sindroma HELLP berdasarkan jumlah
keabnormalan parameter yang di dapati yaitu : sindroma HELLP Murni bila didapati
ketiga parameter di bawah ini, yaitu : hemolisis, peningkatan enzim hepar dan
penurunan jumlah trombosit dengan karakteristik : gambaran darah tepi dijumpainya
burr cell, schistocyte atau spherocytes ; LDH > 600 IU/L ; SGOT > 70 IU/L ;
bilirubin > 1,2 ml/dL dan jumlah trombosit < 100.000/ mm 3 . Sedangkan sindroma
HELLP Parsial yaitu bila dijumpainya satu atau lebih tetapi tidak ketiga parameter
sindroma HELLP. Lebih jauh lagi sindroma HELLP Parsial dapat dibagi beberapa
sub grup lagi yaitu Hemolysis (H), Low Trombosit counts (LP), Hemolysis + low
trombosit counts (H+LP), hemolysis + elevated liver enzymes (H+EL). 24 ,25

2. Berdasarkan jumlah dari trombosit.


Martin (1991) 10,25 mengelompokkan penderita sindroma HELLP dalam 3 kelas, yaitu
:
kelas I jumlah trombosit ≤ 50.000/mm3 ,
kelas II jumlah trombosit > 50.000 - ≤ 100.000/mm3
kelas III jumlah trombosit > 100.000 - ≤ 150.000/mm3

D. PENEGAKKAN DIAGNOSIS
1. KARAKTERISTIK PENDERITA
Weinsten (1982) melaporkan sindroma HELLP didapati pada nulipara 68%
dan pada multipara 34%. Pada nulipara umur rerata 24,0 tahun (16 – 40 tahun),
dengan usia kehamilan rerata 32,5 minggu (24 – 36,5 minggu). Sedangkan pada
multipara umur rerata 25,6 tahun (18 – 38 tahun) dengan usia kehamilan rerata
33,3 minggu (25 – 39 minggu).7
Sibai (1990) melaporkan karakteristik penderita sindroma HELLP berkulit
putih, multipara dengan riwayat luaran kehamilan yang jelek, usia ibu > 25 tahun,
dan gejala muncul sebelum kehamilan aterm ( < 36 minggu). Gejala dapat muncul
antepartum dan postpartum. Gejala sindroma HELLP pada antepartum dijumpai
69%, dimana 4% pada usia kehamilan 17- 20 minggu, 11% pada usia kehamilan
21 –26 minggu, dan selebihnya muncul pada pertengahan trimester ketiga. 31%
gejala timbul pada postpartum. 5,8
Pada kasus postpartum timbulnya bervariasi antara beberapa jam sampai 6
hari setelah persalinan. Sebahagian besar muncul pada 48 jam postpartum. Pada
kelompok ini, 79% penderita sindroma HELLP telah menderita preeklampsia
sebelum persalinan. Namun 21% tidak menderita preeklampsia baik sebelum
maupun pada saat persalinan. 8,26
2. GEJALA DAN TANDA KLINIS
Gejala yang paling sering dijumpai adalah nyeri pada daerah epigastrium
atau kwadran kanan atas (90%), nyeri kepala, malaise sampai beberapa hari
5,7,8
sebelum dibawa ke rumah sakit (90%), serta mual dan muntah (45 – 86%).
Penambahan berat badan dan edema (60%), hipertensi dapat tidak dijumpai sekitar
20% kasus, didapatinya hipertensi ringan (30%) dan hipertensi berat (50%). 5,8
Magann dkk (1993) melaporkan hubungan antara kenaikan tekanan darah
dengan jumlah trombosit. Dimana didapatinya tekanan darah sistolik berbeda
secara bermakna pada ketiga kelompok pasien. Pasien dengan Kelas I (jumlah
trombosit ≤ 50.000/mm3 ) ternyata lebih sering dengan tekanan darah ≤ 150
mmHg dibanding dengan pasien kelas II (jumlah trombosit > 50.000 - ≤
100.000/mm3 ) dan kelas III (jumlah trombosit > 100.000 - ≤ 150.000/mm 3),
walaupun rerata puncak tekanan sistolik postpartum tidak berbeda secara
bermakna. Hipertensi berat ternyata tidak dijumpai pada semua penderita dengan
sindroma ini. 10,26
Pada beberapa kasus dijumpai hepatomegali, kejang- kejang, jaundice,
perdarahan gastrointestinal dan perdarahan gusi. Sangat jarang dijumpai
hipoglikemia, koma, hiponatremia, gangguan mental, buta kortikal dan diabetes
insipidus yang nefrogenik. Edema pulmonum dan gagal ginjal akut biasanya
dijumpai pada kasus sindroma HELLP yang timbulnya postpartum atau
antepartum yang ditangani secara konservatif. 26

3. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Proses yang dinamis dari sindroma ini, sangat mempengaruhi gambaran
parameter dari laboratorium. Gambaran parameter ini tidak konstan dipengaruhi
oleh pola penyakit yang menunjukkan perbaikan atau kemunduran. Pemeriksaan
laboratorium pada sindroma HELLP sangat diperlukan, karena diagnosa
ditegakkan berdasarkan hasil laboratorium. Walaupun sampai saat ini belum ada
batasan yang tegas mengenai nilai batas untuk masing- masing parameter. Hal ini
terlihat dari banyaknya penelitian terhadap sindroma HELLP yang bertujuan untuk
membuat suatu keputusan nilai batas dari masing- masing parameter. (Tabel. 1) 9
a. Hemolisis
Gambaran hapusan darah tepi sebagai parameter terjadinya hemolisis,
adalah dengan didapatinya burr cell dan atau schistocyte, dan atau helmet cell.
Menurut Weinstein (1982) dan Sibai (1986) gambaran ini merupakan gambaran
yang spesifik terjadinya hemolisis pada sindroma HELLP. 7, 26
Proses hemolisis pada sindroma HELLP oleh karena kerusakan dari sel
darah merah intravaskuler, menyebabkan hemoglobin keluar dari intravaskuler.
Lepasnya hemoglobin ini akan terikat dengan haptoglobin, dimana kompleks
hemaglobin- haptoglobin akan dimetabolisme di hepar dengan cepat.
Hemoglobin bebas pada sistim retikuloendotel akan berubah menjadi bilirubin.
18
Peningkatan kadar bilirubin menunjukkan terjadinya hemolisis. Pada wanita
hamil normal kadar bilirubin berkisar 0,1 – 1,0 mg/ dL. Dan pada sindroma
HELLP kadar ini meningkat yaitu > 1,2 mg/dL. 5,27
Hemolisis intravaskuler menyebabkan sumsum tulang merespon dengan
mengaktifkan proses eritropoesis, yang mengakibatkan beredarnya sel darah
merah yang imatur. Sel darah merah imatur ini mudah mengalami destruksi,
dan mengeluarkan isoenzim eritrosit. Isoenzim ini akan terikat dengan plasma
lactic dehidrogenase (LDH). Kadar LDH yang tinggi juga menunjukkan
terjadinya peroses hemolisis. 18
Pada wanita hamil normal kadar LDH berkisar 340 – 670 IU/L. Dan pada
sindroma HELLP kadar ini meningkat yaitu > 600 IU/L. 5,27
b. Peningkatan Kadar Enzim Hepar.
Serum aminotranferase yaitu aspartat aminotranferase (serum glutamat
oksaloasetat transaminase/SGOT) dan alanine aminotranferase ( serum
glutamat piruvat transaminase/SGPT) meningkat pada kerusakan sel hepar.
Pada Preeklampsia, SGOT dan SGPT meningkat pada seperlima kasus, dimana
50% diantaranya adalah peningkatan SGOT. Menurut penelitian Martin dkk
10
(1991) kadar SGOT lebih tinggi dari SGPT pada sindroma HELLP.
Peninggian ini menunjukkan fase akut dan progresivitas dari sindroma ini.
Peningkatan SGOT dan SGPT juga merupakan tanda terjadinya ruptur kapsul
hepar.13 Pada wanita hamil normal kadar SGOT berkisar 0 – 35 IU/L . Dan pada
sindroma HELLP kadar ini meningkat yaitu >70 IU/L. 5,27
Lactat Dehidrogenase (LDH) adalah enzim katalase yang bertanggung
jawab terhadap proses oksidasi laktat menjadi piruvat. Peningkatan LDH
menggambarkan terjadinya kerusakan pada sel hepar, walaupun peningkatan
kadar LDH juga merupakan tanda terjadinya hemolisis. Peningkatan kadar
LDH tanpa disertai peningkatan kadar SGOT dan SGPT menunjukkan
terjadinya hemolisis. Martin dkk (1991)10 melaporkan pada sindroma HELLP
kadar puncak LDH 581 –2380 IU/L dengan rerata 1369 IU/L, dimana kadar
puncak inididapatkan pada 24 – 48 jam post partum. LDH dapat dipergunakan
untuk mendeteksi hemolisis dan kerusakan hepar. Oleh sebab itu parameter ini
sangat berguna dalam mendiagnosa sindroma HELLP.13,28
Peningkatan bilirubin pada Preeklampsia sangat jarang, pada kasus
eklampsia hanya 4 – 20%. Dan peningkatan ini jarang sampai lima kali lipat.
Hiperbilirubinemia yang tidak terkonjugasi menunjukkan hemolisis intra
vaskuler. Hiperbilirubinemia yang terkonjugasi menunjukkan kerusakan pada
perenkhim hepar. 13
c. Jumlah Trombosit yang Rendah
Pada kehamilan normal belum diketahui batasan jumlah trombosit yang
spesifik. Sebagian besar laporan mengatakan jumlah trombosit rerata menurun
18
selama kehamilan walaupun secara statistik tidak signifikan. Pada wanita
hamil normal kadar trombosit berkisar > 150.000/ mm 3. Dan pada sindroma
HELLP kadar ini menurun sampai < 100.000/ mm3 . 5,27
Martin dkk (1991) melaporkan dari 158 preeklampsia berat dengan
sindroma HELLP didapati kadar trombosit berbeda- beda. Didapatinya 19%
pasien pada saat masuk rumah sakit dengan jumlah trombosit > 150.000/mm 3 ,
35% antara 100.000 – 150.000/mm3 , 31% antara 50.000 – 100.000/mm 3 dan
15% < 50.000/mm3 . (Gambar 6) 10,28

E. PENANGANAN
Sampai saat ini penanganan sindroma HELLP masih kontroversi. Beberapa
peneliti menganjurkan terminasi kehamilan dengan segera tanpa memperhitungkan usia
kehamilan, mengingat besarnya resiko maternal serta jeleknya luaran perinatal apabila
kehamilan diteruskan. Beberapa peneliti lain menganjurkan pendekatan yang konservatif
untuk mematangkan paru- paru janin dan atau memperbaiki gejala klinis ibu . Namun
semua peneliti sepakat bahwa terminasi kehamilan merupakan satu-satunya terapi
defenitif. 30-33
Visser W dkk (1995) pada penelitian terhadap 128 pasien Preeklampsia dengan
sindroma HELLP melaporkan bahwa dengan menunda terminasi kehamilan pada
sindroma HELLP lebih aman dan berguna untuk ibu dan janin.32
Pendekatan konservatif dengan mematangkan paru-paru janin dan atau
memperbaiki gejala klinis ibu dengan mempergunakan kortikosteroid. Tompkins dan
Thigarajah (1999) melaporkan pemberian kortikosteroid baik Betametason maupun
Deksametason meningkatkan pematangan paru, meningkatkan jumlah trombosit,
mempengaruhi fungsi hepar (kadar SGOT,SGPT dan LDH menurun) serta
memungkinkan untuk pemberian anastesia regional.33
Amorim dkk (1999) melaporkan pemberian kortikosteroid antepartum,
Betametason 12 mg / IM yang diulang 24 jam kemudian dan diberikan tiap minggu
sampai persalinan pada kehamilan 26 sampai 34 minggu dapat meningkatkan pematangan
paru janin.34
Magan dkk (1994) melaporkan pemberian kortikosteroid antepartum,
Deksametason 10 mg / IV / 12 jam diberikan sampai persalinan pada kehamilan < 32
minggu, mendapatkan persalinan terjadi 41 ± 15 jam setelah pemberian kortikosteroid.
Mereka berpendapat dengan pemberian kortikosteroid dapat menunda persalinan,
memaksimumkan status hematologis ibu, memaksimumkan sistim organ pada janin dan
ibu dapat dirujuk ke pusat pelayanan dengan aman. 35
Magann dkk (1994) melaporkan pemberian kortikosteroid post partum,
Deksametason 10 mg / 12 jam 2 kali pemberian, dilanjutkan dengan 5 mg / 12 jam pada
24 jam dan 36 jam post partum, mendapatkan penurunan tekanan darah dan peningkatan
jumlah trombosit pada 24 jam post partum serta penurunan LDH dan SGOT pada 36 jam
post partum. 36
Isler dkk (2001) melakukan penelitian prospektif tentang efikasi dari
Deksamethason dan Betametason. Dilaporkan bahwa pemberian Deksametason 10 mg/12
jam/IV lebih efektif dibandingkan dengan pemberian Betametason 12 mg/24 jam /IM.
Pemberian Deksametason dapat diberikan langsung kedaerah intravaskular, dimana
Betametason (tidak dapat diberikan secara intravena) harus diabsorbsi terlebih dahulu
setelah pemberian secara intramuskuler. Hal ini menyebabkan terlambatnya onset of
action atau berkurangnya efektifitas obat waktu sampai di pembuluh darah. 37
Adanya sindroma HELLP ini tidak merupakan indikasi untuk melahirkan segera
dengan cara seksio sesarea. Yang harus dipertimbangkan adalah kondisi ibu dan bayi. Ibu
yang telah mengalami stabilisasi dapat melahirkan pervaginam, bila tidak ada kontra
indikasi obstetrik. Persalinan dapat diinduksi dengan oksitosin pada semua kehamilan >
32 minggu. Ataupun kehamilan < 32 minggu dengan serviks yang telah matang untuk
diinduksi. Pada kehamilan < 32 minggu dengan serviks yang belum matang, seksio
sesarea elektif merupakan pilihan. Penatalaksanaan seksio sesarea pada sindroma HELLP
dapat dilihat pada tabel 4. 13
Magann dkk (1994) melaporkan pada usia kehamilan < 30 minggu dengan serviks
yang matang lebih aman dilakukan persalinan pervaginam. Resiko untuk terjadinya
perdarahan intraventrikuler pada bay i hampir 80% didapati pada persalinan dengan
seksio sesarea. Selain itu juga didapati stress yang terjadi pada ibu dan bayi serta
peningkatan komplikasi pada seksio sesarea. Hal ini merupakan alasan mengapa
persalinan pervaginam merupakan pilihan. 38

Tabel 6. Penatalaksanaan Sindroma HELLP


1. Penilaian dan stabilisasi kondisi ibu :
a. Bila DIC (+), koreksi faktor pembekuan
b. Pemberian profilaksis anti kejang dengan Sulfas Magnesikus
c. Penanganan hipertensi berat
d. Rujuk ke fasilitas kesehatan yang memadai
e. CT- scan dan USG abdomen bila dicurigai adanya hematom hepar subkapsular

2. Evaluasi kesejahteraan janin:


a. Non Stress Test
b. Profil biofisik
c. Ultrasonografi biometri

3. Evaluasi kematangan paru, jika usia kehamilan < 35 minggu


a. Jika paru telah matang, segera lahirkan
b. Jika paru belum matang, beri kortikosteroid, kemudian lahirkan

Jika usia kehamilan > 35 minggu, setelah kondisi ibu stabil, segera lahirkan
(Dikutip dari Walker 13)

Tabel 7. Penatalaksanaan Seksio Sesarea pada Sindroma HELLP


· Anastesi Umum
· Pemberian trombosit 10 unit sebelum operasi jika jumlah trombosit , 50.000/mm3
· Plika vesikouterina (bladder flap) dibiarkan terbuka
· Drain subfascial
· Penutupan kulit secara sekunder atau pemasangan drain subkutan
· Pemberian transfusi post operasi
· Monitor ketat 48 jam post partum
(Dikutip dari Walker 13)

Briggs dkk (1996) melaporkan pemasangan drain subfascial atau subkutaneus,


pemberian transfusi darah, trombosit atau fresh frozen plasma intrapartum tidak
mempengaruhi angka kejadian dari komplikasi luka operasi. Komplikasi luka operasi
(hematom atau infeksi) pada pasien yang dilakukan penutupan luka operasi perprimum
atau sekunder secara statistik tidak bermakna hanya tergantung dari insisi yang dilakukan
( pfannensteil atau mid line). 39
Schorr dkk (1998) melaporkan seksio sesarea pada sindroma HELLP, terjadinya
komplikasi luka operasi dua kali lebih sering pada insisi Pfanneinsteil dibandingkan
dengan insisi mid line. 40

F. PROGNOSA
Penderita sindroma HELLP mempunyai kemungkinan 19 – 27 % untuk mendapat
resiko sindroma ini pada kehamilan berikutnya. Dan mempunyai resiko sampai 43%
untuk mendapat preeklampsia pada kehamilan berikutnya. sindroma HELLP kelas I
merupakan resiko terbesar untuk berulangnya sindroma ini pada kehamilan selanjutnya.8
Sibai dkk (1995) melaporkan penderita dengan normotensif sebelum menderita
sindroma HELLP mempunyai kemungkinan 19% untuk terjadinya preeklampsia, 27%
terjadi kelainan hipertensi lainnya dan 3% terjadi sindroma HELLP pada kehamilan
berikutnya. Tetapi bila penderita sindroma HELLP dengan riwayat kronik hipertensi
sebelumnya, maka 75% akan terjadi preeklampsia dan 5% kemungkinan terjadi sindroma
HELLP pada kehamilan berikutnya. 41
Sibai dkk (1993) melaporkan angka kematian ibu pada sindroma HELLP 1,1 %.
Dengan komplikasi seperti DIC (21%), solusio plasenta (16%),gagal ginjal akut ( 7,7 %),
edema pulmonum (6%), hematom hepar subkapsular (0,9%) dan ablasi retina (0,9%). 42,43
Isler dkk (1999) melaporkan penyebab kematian ibu pada sindroma HELLP
adalah perdarahan intrakranial atau stroke ( 45%), gagal jantung paru (40%), DIC (39%),
sindroma gagal nafas (28%), gagal ginjal (28%), perdarahan hepar atau ruptur (20%) dan
ensefalopati hipoksia (16%). 60% dari kematian ibu dengan sindroma HELLP kelas I. 44
Angka morbiditas dan mortalitas pada bayi berkisar 10 – 60% tergantung dari
keparahan penyakit ibu. Bayi yang ibunya menderita sindroma HELLP akan mengalami
pertumbuhan janin terhambat (PJT) dan sindroma kegagalan pernafasan. 8,43
Abramovici dkk (1999) melaporkan angka kematian bayi 5,5 %, dari 269 bayi
dengan ibu sindroma HELLP. Hampir 90% penyebab kematian karena sindroma gagal
nafas. Morbiditas dan mortalitas bayi tergantung dari usia kehamilan dari pada ada atau
tidaknya sindroma HELLP.45
BAB III
PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dapat

disimpulkan bahwa Ny. T menderita HELLP Syndrome. Sibai et al mengatakan diagnosis

HELLP Syndrome ditegakkan berdasarkan kriteria penegakkan diagnosis , yaitu :

1. Gambaran darah tepi menunjukkan eritrosit abnormal

2. Bilirubin total > 1.2 mg/dl

3. Enzim Laktat Dehidrogenase (LDH) >600 U/L

4. Serum Glutamic OxaloaceticTransaminase (SGOT) >70 U/L

5. Jumlah trombosit < 100.000/mm3

Dari anamnesis didapatkan pasien sesak nafas sejak 3 hari terakhir dan sesak

bertambah berat. Sesak dirasakan terutama saat berbaring dan berkurang saat posisi

duduk. Sesak membuat pasien tidak bisa tidur karena berlangsung sepanjang hari. Selain

sesak pasien juga mengeluh kedua kaki bengkak sejak 2 hari yang lalu, namun tidak

terlalu besar. Selain itu pasien mengeluh pusing akhir-akhir ini. Pandangan kabur dan

berkunang baru saja terjadi saat perjalanan ke rumah sakit, disertai mual dan nyeri ulu

hati.

Hal tersebut di atas cocok dengan gejala-gejala preeklampsia berat yang mengarah

kepada eklampsia ataupun menjadi HELLP Syndrome. Menurut Sibai, Gejala yang paling

sering dijumpai adalah nyeri pada daerah epigastrium atau kwadran kanan atas (90%),

nyeri kepala, malaise sampai beberapa hari sebelum dibawa ke rumah sakit (90%), serta
5,7,8
mual dan muntah (45 – 86%). Penambahan berat badan dan edema (60%), hipertensi
5,8
dapat tidak dijumpai sekitar 20% kasus. Pada beberapa kasus dijumpai hepatomegali,

kejang- kejang, jaundice, perdarahan gastrointestinal dan perdarahan gusi. Edema

pulmonum dan gagal ginjal akut biasanya dijumpai dengan sesak nafas. 26
Gambar 8. Tanda dan Gejala Preeklampsia Berat

Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sesak, hipertensi

(265/175), takipneu dan takikardi. Pada pemeriksaan pulmo ditemukan ronkhi jantung tak

ada kelainan. Pemeriksaan abdomen ditemukan nyeri ulu hati. Terdapat edema minimal

pada kedua tungkai. Menurut Barton dkk, pemeriksaan meyeluruh pada penderita HELLP

Syndrome data ditemukan tanda-tanda dehidrasi, seperti mukosa membran kering, mata

cekung, kelemahan, ketidakseimbangan karena vomitus profuse. Tanda-tanda vital

ditemukan takikardi, takipneu dan hipertensi.

Tanda dan gejala pada HELLP Syndrome mirip dengan pasien preeklampsia.

Terdapat proteinuri 86-100% pasien dan hipertensi 80%. 55%-67% pasien ditemukan

bengkak yang berubah-ubah tempatnya, bisa ditemuka di daerah periorbita, atau di daerah

ekstremitas atas maupun bawah. RUQ tenderness ditemukan pada 65%-90% pasien.

Jaundice hanya ditemukan sekitar 5%. Pemeriksaan paru ditemukan ronkhi yang

menandakan adanya edema pulmo.46

Magann dkk (1993) melaporkan hubungan antara kenaikan tekanan darah dengan

jumlah trombosit. Dimana didapatinya tekanan darah sistolik berbeda secara bermakna

pada ketiga kelompok pasien. Pasien dengan Kelas I (jumlah trombosit ≤ 50.000/mm 3 )
ternyata lebih sering dengan tekanan darah ≤ 150 mmHg dibanding dengan pasien kelas II

(jumlah trombosit > 50.000 - ≤ 100.000/mm3 ) dan kelas III (jumlah trombosit > 100.000

- ≤ 150.000/mm3), walaupun rerata puncak tekanan sistolik postpartum tidak berbeda

secara bermakna. Hipertensi berat ternyata tidak dijumpai pada semua penderita dengan

sindroma ini. 10,26

Pada hasil laboratorium pasien ini menunjukkan peningkatan enzim hati dan

trombositopeni. Akan tetapi tidak dilakukan pemeriksaan bilirubin, laktat dehidroginase

(LDH) ataupun gambaran darah tepi untuk melihat bentuk eritrosit. Oleh karena itu, tidak

dapat ditentukan terdapat hemolisis atau tidak. Jika pasien ini diklasifikasikan, maka akan

masuk ke dalam klasifikasi HELLP Syndrome Parsial.

Setelah operasi SC dilakukan pada pasien ini ditemukan asites. Asites dapat terjadi

pada pasien HELLP Syndrome karena terdapat mikrotrombi dan deposit fibrin pada

sinusoid. Hal tersebut menyebabkan obstruksi aliran darah di hepar yang merupakan

dasar dari terjadinya nekrosis sel hati sehingga terjadi peningkatan enzim hepar dan

terdapatnya nyeri perut kuadran kanan atas. Nekrosis sel hati menyebabkan produksi

albumin menurun, sehingga tekanan onkotik plasma juga turun, cairan plasma keluar ke

jaringan intersisil. Pada kasus yang berat dapat dijumpai adanya perdarahan

intrahepatik dan hematom subkapsular atau ruptur hepar.5,8,19,20


DAFTAR PUSTAKA

1. Cuningham FG, Mac Donald PC, Gant NF, etal. Hypertensive Disorders in Pregnancy.
William Obstetrics . Ed. 20th. Conecticut : Appleton & Lange 1997 : 693-744

2. Mabie WC, Sibai BM. Hypertensive State of Pregnancy. In : De Cherney AH, Pernoll
ML. Current Obstetrics & Gynecologyc Diagnosis & Treament. Appelton & Lange,
1996 : 380- 97.

3. Simanjuntak JR. Evaluasi Kematian Maternal Penderita Preeklampsia Berat di


RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 1993 –1997. Medan : Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara. Tesis. 1999.

4. Tim Standard Terapi Bagian OBGIN FK – USU/ RS Dr. Pirngadi Medan. Pedoman
Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi RS. Dr. Pirngadi Medan: Bagian/UPF
Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan FK- USU RS. Dr. Pirngadi Medan, 1996 :
1-18

5. Sibai BM. The HELLP Syndrome (hemolysis, elevated liver enzymes and low
trombosit counts) : Much ado About Nothing ?. AmJ Obstet Gynecol 1990 ; 162 : 311-
6

6. Dekker GA, Sibai BM. Ethiology and Pathogenesis of Preeclampsia : Current


Concept. AmJ Obstet Gynecol 1998 ; 179 : 1359 – 75.

7. Weinstein L. Syndrome of Hemolysis, Elevated Liver Enzymes and Low Trombosit


counts : A Severe Consequence of Hypertension in Pregnancy. AmJ Obstet Gynecol
1982 ; 142 : 159 – 67.

8. Padden MO. HELLP Syndrome : Recognation and Perinatal Management. Available


at : http ://www.findarticles.com.

9. Hohllagschwandtner M, Todesca DB. HELLP (hemolysis, elevated liver enzymes and


low trombosit counts) Needs Help. AmJ Obstet Gynecol 2000:182 (5).

10. Martin JN, Blakes PG, Perry KG, etal. The Natural Hystory of HELLP Syndrome :
Patern of Disease Progression and Regression. AmJ Obstet Gynecol 1991; 164 : 1500
–13.

11. Siregar MF. Luaran Janin dan Ibu pada Penderita Preeklampsiaa di RSUD Dr.
Pirngadi Medan. Medan : Universitas Sumatera Utara. Tesis. 1997.

12. Sofoewan S. Pregnancy Outcome of Women with Severe Preeclampsia With and
Without HELLP Syndrome. Dalam : AUFOG Accredited Ultrasound and Workshop.
Bandung. 2001.

13. Dekker GA, Walker JJ. Maternal Assesment in Pregnancy Induced Hypertensive
Disorder : Special Investigation and Their Pathophysiological Basis. In : Walker JJ,
Gant NF. Hypertension in pregnancy. London : Chapman&Hall. 1997 :107 – 62.

14. Lockwood CJ, Paidas MJ. Preeclampsia and Hypertensive Disorders. In : Cohen WR.
Complication in Pregnancy. Ed. 5th. Philadelphia : Lippicott Williams & Wilkins. 2000
: 207 – 26.

15. Churchill D, Beevers DG. Hypetension in Pregnancy. London: BMJ Books. 1999.

16. Arbogast BW, Taylor RN. Molecular Mechanism of Preeclampsia. Germany :


Springer-Verlag. 1996

17. Martin JN, Rinehart BK, May WL, etal. The Spectrum of Severe Preeclampsia :
Comparative Analysis by HELLP (hemolysis, elevated liver enzymes and low
trombosit counts) Syndrome Classification. AmJ Obstet Gynecol 1999 ; 180 : 1373 –
84.

18. Arias F. Practical Guide to Highrisk Pregnancy and Delivary. Ed.2 St. Louis : Mosby
Year Book. 1999 : 183 – 279.

19. Walker J. Current Toughts on the Pathophysiology of Preeclampsia /Eclampsia. In :


Studd J. Progress in Obtetrics and Gynecology. London : Churchill Livingstone.1998 :
177 – 89.

20. Lewandoski K, Hellman A. Atlas of Hematology. Departement of Hematology


Medical University of Gda´nsk. Poland. Available at : http : // www.
hematologica.pl/index.html.

21. Barton JR, Riely CA, Adamec TA, etal. Hepatic Hispatologic in Condition does not
Correlate with Laboratory Abnormalities in HELLP Syndrome (hemolysis, elevated
liver enzymes and low trombosit counts). AmJ. Obstet Gynecol 1992 ; 167 : 1538 -43

22. Oesterhof H, Voorhoeve P, Arnodudse JG. Enhancement of Hepatic Artery Resistence


to Blood Fflow in Preeclampia in ppresence or Absence of HELLP Syndrome. AmJ
Obstet Gynecol 1994; 171 : 526- 30.

23. Usta IM, Barton JR, Amon EA, etal. Acute Fatty Liver of Pregnancy : An
Experience in Diagnosis and Management of Cases. AmJ Obstet Gynecol 1994 : 171 :
1342- 7.

24. Van Dam P, Reiner M, Baekelandt M, etal. Disseminated Intravascular Coagulation


and The Syndrome of Hemolysis, Elevated Liver Enzymes and Low Trombosit in
Severe Preeclampsia. Obstet Gynecol 1989 : 73 : 97- 102.

25. Audibert F, Friedmman SA, Frangieh AY, etal. Clinical Utility of Strict Diagnostic
Criteria for the HELLP (hemolysis, elevated liver enzymes and low trombosit counts)
Syndrome. AmJ Obstet Gynecol 1996; 175; 460 – 4.

26. Morikawa H, Umikage H, Yamasaki M. Clinical Difference Between HELLP


Syndrome and Partial HELLP Syndrome. Dalam : AUFOG Accredited Ultrasound and
Workshop. Bandung. 2001.

27. Martin JN, May WL, Magann EF, etal. Early risk assesment of severe preeclampsia:
admission baterry of symptom and laboratory test to predict likelihood of subsequent
significant maternal morbidity. AmJ Obstet Gynecol 1999 ; 180 : 1407 – 14.

28. Maggan EF, Cauhan SP, Naef RW, etal. Standar Parameters of Preeclampsia : Can the
Clinican Depand Upon Them to Reliably Identifythe Patientwith The Hellp
Syndrome? Aust NZ Obstet Gynecol 1993 ; 32 : 122 - 26

29. Sibai BM, Taslimi MM, El- Nazer A, etal. Maternal and Perinatal Outcome Associated
with the Syndrome of hemolysis, elevated liver enzymes and low trombosit counts in
Severe Preeclampsia. AmJ Obstet Gynecol 1986 ; 155 : 501 – 9.

30. Martin JN, May WL, Magann EF, etal. Early Risk Assesment of Severe Preeclampsia:
Admission Baterry of Symptom and Laboratory Test to Predict Llikelihood of
Subsequent Significant Maternal Morbidity. AmJ Obstet Gynecol 1999 ; 180 : 1407 –
14.

31. Bowers D, Wenk RE. Clinical Laboratory Referent Values. In : Cohen WR.
Complication in Pregnancy. Ed. 5th. Philadelphia : Lippicott Williams & Wilkins. 2000
: 873 – 81.

32. Roberts WE, Perry KG, Woods JB, etal. The Intrapartum Trombosit Count in Patient
with HELLP (hemolysis, elevated liver enzymes and low trombosit counts) Syndrome
: Is It Predictive of Later Hemorrhagic Complication ?. AmJ Obstet Gynecol 1994 ;
171 : 799 – 804.

33. Poole JH. Aggressive Management of HELLP Syndrome and Eclampsia. AACN
Clinical Issues Advanced Practice in Acute & Critical Care 1997 : 8 (4).

34. Queenan JT. Management of High Risk Pregnancy. Blackwell Scientific Publication,
1994 : 378 – 85.Gleeson R, Wlshe JJ. HELLP Syndrome Continues to be A
Diagnostic and Management Dilemma. ImJ Edit orials, 1997;90 (8). Available et :
http://www.imj.ie/issue07/editorial5.htm

35. Visser W, Wallenburg HC. Temporising Management of Severe Preeclampsia With


and Without the HELLP Syndrome. BJOG 1995 : 102 : 111 – 17.

36. Tompkins MJ, Thiagarajah S. HELLP (hemolysis, elevated liver enzymes and low
trombosit counts) Syndrome : The Benefit of Corticosteroids. AmJ Obstet Gynecol
1999 ; 181 : 304 – 9.

37. Amorim M, Santoz LC, Faunders A. Cotricosteroid Therapy for Prevention of


Respiratory Distress Syndrome in Severe Preeclampsia. AmJ Obstet Gynecol 1999;
180 : 1283 – 8.

38. Magann EF, Bass D, Chauhan S, etal. Antepartum Corticosteroid : Disease


Stabilazation in Patient with The Syndrome of HELLP. AmJ Obstet Gynecol 1994;
171 : 1148 – 53.

39. Magann EF, Perry KG, Meyderch EF, etal. Post Partum Corticosteroid : Accelarated
Recovery from The Syndrome of HELLP. AmJ Obstet Gynecol 1994 ;171 : 1154 – 8.

40. Isler CM, Barrileux S, Magann EF, etal. A Prospective, Randomized Trial Comparing
The Efficacy of Dexamethasone and Bethamethasone for The Treatment of
Antepartum HELLP Syndrome. AmJ Obstet Gynecol 2001; 184 : 1332 – 9.

41. Magann EF, Roberts WE, Perry KG, etal. Factor Relevant to Mode of Pretem
Delivary with Syndrome of HELLP (hemolysis, elevated liver enzymes and low
trombosit counts). AmJ Obstet Gynecol 1994; 170 : 1828 – 34.

42. Brings R, Chari RS, Mercer B, etal. Post Operative Incission Complication after
Caserean Section in Patient with Antepartun Syndrome of HELLP ; Does Delayed
Primary Closure Make a Diffrence?. AmJ Obstet Gynecol 1996; 175 : 893- 6.

43. Schorr JS, Sullivan CA, Calfee E, etal. Wound Complication Following Caserean
Delivary of Patient with HELLP Syndrome : Pfaneinsteil Versus Vertical Skin
Incision. Hypertension in Pregnancy 1998; 17(3) ; 265 – 70.

44. Sibai BM, Ramadhan MK, Chari RS, etal. Pregnancies Complicated by HELLP
Syndrome (hemolysis, elevated liver enzymes and low trombosit counts) :
Subsequent Pregnancy Outcome and Longterm Prognosis. AmJ Obstet Gynecol
1995 ; 172 : 125 – 9.

45. Sibai MD, Ramadhan MK, Usta I, etal. Maternal Morbidity and Mortality in 442
Pregnancies with Hemolysis, Elevated Liver enzymes and Low Platelet counts
(HELLP Syndrome). AmJ Obstet Gynecol 1993 ; 169 : 1000 – 6.

46. Barton JR, Sibai BM. Diagnosis and management of hemolysis, elevated liver
enzymes, and low platelets syndrome. Clin Perinatol. 2004. 31:807-33

Anda mungkin juga menyukai