Pembimbing:
dr. Johanes Benarto Sp.OG
Oleh:
Priyaveda Janitra (112018009)
Prolaps tali pusat adalah keadaan yang tidak lazim terjadi akan tetapi berpotensi
menjadi kasus emergensi obstetri yang bersifat fatal. Insidensnya sendiri menurun seiring
dengan adanya pemeriksaan dan cara penanganan yang lebih baik dimana hal ini
menyebabkan prognosis perinatal yang lebih baik. Insidens kejadian rata-rata kasus ini
dilaporka sekitar 0,1 – 0,6% dengan insiden tertinggi pada bayi dengan presentasi bukan
kepala, multipara, dan kehamilan dengan usia kehamilan muda. Walaupun seperti itu, angka
insiden ini menurun dari tahun ke tahun dengan presentasi 0,6% pada tahun 1932, 0,2% pada
tahun 1990 dan 0,018% pada tahun 2016. Pada penelitian lain yang merupakan penelitian
retrospektif dengan range data 69 tahun juga dilaporkan adanya penurunan angka insiden.
Hal ini disebabkan adanya intervensi operasi untuk melahirkan bayi pada kehamilan yang
beresiko seperti contohnya presentasi bokong yang dimana hal ini menjelaskan penurunan
angka kejadian ini. Pada laporan kasus ini akan dibahas tentang bagaimana terjadi prolaps tali
pusat dan bagaimana cara kita menangani kasus seperti ini untuk mencegah terjadinya hal-hal
yang tidak diinginkan. 1
BAB 3
Tinjauan Pustaka
1. Tali Pusat
Tali pusat merupakan jaringan ikat yang menghubungkan antara plasenta dan
janin yang memiliki peranan penting dalam interaksi antara ibu dan janin selama masa
kehamilan. Jaringan ini berfungsi menjaga viabilitas dan memfasilitasi pertumbuhan
embrio serta janin. Tali pusat sangat penting bagi perkembangan, kesejahteraan, dan
kelangsungan hidup fetus karena berfungsi sebagai sumber oksigen, nutrien dan
pembuangan zat-zat sisa. Proses ini diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan
janin.2,3
Pembentukan dinding anterior abdomen dan plasenta dimulai pada akhir minggu
ketiga pada tahap pembentukan trilaminar germ disc yang terdiri dari lapisan
endoderm, mesoderm, dan ektoderm. Cakram (disc) ini berada diantara rongga kantung
ketuban dan kuning telur dan merupakan cikal bakal pembentukan tali pusat.4
Perkembangan sistem pembuluh darah dimulai dengan pembentukan jaringan di
dalam mesodermal yolk sac dan korion pada hari ke-21 paska konsepsi. Dua hari
kemudian angiogenesis dimulai di dalam embrio mesoderm. Arteri 'allantoic' muncul
pada hari ke 21-22 paska konsepsi sebagai cabang anterior yang berpasangan dengan
aorta posterior. Bagian dari allantois akan membentuk suatu kandung kemih disertai
pembentukan arteri allantois. Setelah terjadi pembentukan arteri umbilikalis dari aorta,
sirkulasi peredaran darah embrio terbentuk sempurna pada hari ke-22 sampai hari ke-23
paska konsepsi. Arteri umbilikalis akan menyatu dengan arteri iliaka internal dan vena
umbilikalis aknan menyatu dengan ductus venosus yang memasuki vena hepatik serta
salah satu vena umbilikalis akan mengalami atrofi selama bulan kedua kehamilan.
Tangkai penghubung yang menghubungkan embrio awal dengan trofoblas mulai
berkembang lalu pada hari ke-28 tangkai yang menghubungkan kantung yolk sac akan
bergabung dan membentuk sebuah tali pusat. Pada manusia yolk sac adalah organ dasar
yang memiliki fungsi sebagai penunjang nutrisi pada awal kehamilan. Yolk sac
ditemukan dalam rongga korion dan terhubung dengan tali pusat. 4,5
Pada minggu ke-12, amnion telah melebar dan terjadi kontak dengan korion
sehingga rongga korion menghilang. Amnion dan korion terbentuk pada usia kehamilan
10-16 minggu. Dalam hal ini tali pusat akan dilapisi dengan epitel yang terdiri dari
saluran omphalo-mesentetrika, yolk sac, body stalk, dan jaringan ekstra embrionik
allantois. Secara fisiologis tali pusat akan mengalami herniasi antara usia kehamilan 7-
12 minggu. 4,5
Pada minggu ke-12, loop intestinal ditarik masuk ke dalam tubuh embrio dan rongga di
tali pusat tersebut akan menghilang. Setelah terjadi penarikan loop instentinal ke dalam
tubuh embrio, sisa–sisa yolk sac primer memanjang di bagian perut dan membentuk
sebuah duktus vitellinus. Duktus allantois, duktus vitellinus dan pembuluh darah yang
berada di dalam adalah pembuluh darah umbilikalis dan dikelilingi oleh wharton’s jelly
juga akan mengalami obliterasi. 4,5
5. Faktor Resiko
Hampir 50% faktor resiko dari prolaps tali pusat adalah iatrogenic. Adanya
ketuban yang dipecahkan secara manual terutama pada kehamilan multipara dengan
presentasi kepala yang masih tinggi, percobaan memutar kepala janin pada posisi yang
abnormal, dan penggunaan kateter intrauterin atau elektroda pada kepala bayi
merupakan faktor resiko yang bersifat iatrogenik. Intervensi yang dilakukan yang dapat
meningkatkan posisi presentasi bayi beresiko untuk terjadinya prolaps tali pusat.1
Faktor resiko obstetri lainnya yang dapat menyebabkan prolaps tali pusat adalah
multipara, khususnya pada multipara yang terlampau banyak, malpresentasi,
polihidramnion, kehamilan kembar, persalinan preterm, dan ketuban pecah dini pada
kehamilan preterm.1,10
Prolaps tali pusat adalah keadaan emergensi obstetri yang bersifat akut dimana
hal ini berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas perinatal, maka dari
itu perlu adanya identifikasi yang cepat dan intervensi yang tepat. Ketika terdiagnosis,
cara yang tercepat untuk melahirkan bayi harus segera dipilih. Jika persalinan tidak
mungkin dilakukan maka penyebab terjepitnya tali pusat harus segera dihilangkan
seperti melepaskan bagian janin yang menjepit tali pusat atau dengan pengisian kantung
kemih untuk mereposisi janin di dalam rahim. Pentingnya pengetahuan dari faktor
resiko dapat memberikan hasil yang baik untuk janinnya.
Daftar Pustaka
1. Ahmed WAS, Hamdy MA. Optimal Management of Umbilical Cord Prolapse.
International Journal of Women’s Health 2018;10:459-65
2. Can A, Karahuseyinoglu S. Concise Review: Human Umbilical Cord Stroma
With Regard To The Source Of Fetus Derived Stem Cells. Stemcells 2007;25:
2886–95
3. Chitra T, Sushanth YS, Raghavan S. Umbilical coiling index as a marker of
perinatal outcome: an analytical study. Obstet Gynecol Int. 2012;2012:213689.
4. Sadler, Tw. Langman’s General Embryology 10th Edition. Maryland
Composition Co. Inc. Us. 2006
5. Di Naro E, Ghezzi F, Raio L, Franchi M, D’Addario V. Umbilical cord
morphology and pregnancy outcome. Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol.
2001;96:150-157
6. Sebire N.J. Pathophysiological Significance Of Abnormal Umbilical Cord
Coiling Index. Ultrasound Obstet Gynecol 2007; 30: 804–806. 55.
7. Rana J, Ebert G, Kappy K. Adverse Perinatal Outcome In Patients With An
Abnormal Umbilical Coiling Index. Obstet Gynecol 1995;85:573–77.
8. Ercal T, Lacin S, Altunyurt S. Umbilical coiling index : is it a marker for fetus at
risk?. Br J Clin Pract. 1996; 50(5):254-6.
9. Togni F.A, Arajuo Junior E, Vasques F, Et Al. The Cross-Sectional Area Of
Umbilical Cord Components In Normal Pregnancy. International Journal Of
Gynecology And Obstetrics 2007; 96: 156-61.
10. Hasegawa J, Ikeda T, Sekizawa A, et al; Japan Association of Obste- tricians and
Gynecologists, Tokyo, Japan. Obstetric risk factors for umbilical cord prolapse: a
nationwide population-based study in Japan. Arch Gynecol Obstet.
2016;294:467–472
11. Gibbons C, O’Herlihy C, Murphy JF. Umbilical cord prolapse – changing
patterns and improved outcomes: a retrospective cohort study. BJOG.
2014;121:1705–1709.