Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KASUS

KETUBAN PECAH DINI

Oleh:
dr. Amanda Sherman

Pembimbing
dr. Yeti Musfiroh, Sp. PK

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


RS TNI AD TK IV KOTA KEDIRI
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat rahmat-Nya lah laporan kasus ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Laporan ini dibuat dalam rangka mengikuti Program Internship Dokter Indonesia.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Mayor CKM dr. Eko Lulus Budiyanto, M.Kes selaku Kepala RS DKT
Kediri
2. dr. Yeti Musfiroh, Sp. PK selaku pembimbing internship
3. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan ini
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari kata
sempurna, karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis miliki.
Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari
para pembaca.

Kediri, Mei 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

PENDAHULUAN...................................................................................................1

TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................2

2.1. Definisi......................................................................................................2

2.2. Epidemiologi.............................................................................................2

2.3. Etiologi dan Faktor Risiko........................................................................3

2.4. Patofisiologi...............................................................................................4

2.5. Diagnosis...................................................................................................5

2.6. Penatalaksanaan.........................................................................................7

2.8. Komplikasi................................................................................................9

2.9. Prognosis.................................................................................................10

LAPORAN KASUS...............................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Masa kehamilan dapat menjadi suatu masa penantian dan perwatan yang
membutuhkan perhatian penuh karena selama kehamilan dapat terjadi banyak hal
yang tidak menentu. Salah satu hal tersebut adalah pecahnya selaput ketuban
sebelum waktunya selaput pelindung janin tersebut pecah.
Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya selaput ketuban
sebelum terjadinya persalinan. Ketuban pecah dini dapat terjadi pada atau setelah
usia kehamilan 37 minggu. Definisi lain menyebutkan, ketuban pecah dini adalah
pecahnya ketuban sebelum inpartu, yaitu bila pembukaan pada primigravida
kurang dari 3 cm dan pada multigravida kurang dari 5 cm.1,2
Dalam keadaan normal 8-10 % selaput ketuban pecah dalam proses
persalinan atau hamil aterm. Ketuban Pecah Dini Prematur terjadi pada 1 %
kehamilan. Masalah KPD memerlukan perhatian yang lebih besar, karena
prevalensinya yang cukup besar dan cenderung meningkat. Kejadian KPD aterm
terjadi pada sekitar 6,46-15,6% kehamilan aterm. Morbiditas pada kasus KPD
preterm cukup besar (76,67% dari 60 kasus) ketika durasi KPD>24 jam. Dengan
sepsis sebagai morbiditas tertinggi pada neonatus, diikuti oleh kompresi tali pusat,
berat badan lahir sangat rendah, dan fetal distress.1,3
Penyebab ketuban pecah dini masih belum jelas, namun terdapat beberapa
kondisi yang meningkatkan risiko terjadinya KPD seperti infeksi, malpresentasi
janin, kehamilan multiple, polihidramnion, inkompetensi servik dan trauma pada
abdomen. Dalam penatalaksanaan KPD terdapat beberapa hal yang perlu
diperhatikan yaitu memastikan diagnosis, menentukan umur kehamilan,
mengevaluasi ada tidaknya infeksi maternal ataupun infeksi janin, serta apakah
ada tanda-tanda inpartu atau terdapat kegawatan janin. Oleh karena itu laporan
kasus ini akan membahas mengenai KPD mengingat pentingnya pemahaman
mulai dari pencegahan, diagnosis, hingga penatalaksanaan kasus KPD.1

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban pada
kehamilan lebih dari 20 minggu, tanpa disertai tanda-tanda persalinan.4
Secara umum, KPD dapat dibagi menjadi early KPD yaitu selaput ketuban
telah pecah selama <12 jam dan prolonged KPD yaitu selaput ketuban telah
pecah selama ≥12 jam.5
KPD dapat terjadi pada usia kehamilan <37 minggu dan usia
kehamilan ≥37 minggu. KPD yang terjadi pada usia kehamilan <37 minggu
disebut KPD preterm atau preterm premature rupture of membranes
(PPROM), sedangkan KPD yang terjadi pada usia kehamilan ≥37 minggu
disebut KPD aterm atau premature rupture of membranes (PROM).1

2.2. Epidemiologi
Dalam keadaan normal, 8-10 % perempuan hamil aterm akan mengalami
KPD dan sebanyak 1% perempuan mengalami KPD Prematur. Hampir
semua ketuban pecah dini pada kehamilan preterm akan lahir sebelum aterm
atau persalinan akan terjadi dalam satu minggu setelah selaput ketuban
pecah.6
Kejadian KPD terjadi pada sekitar 6,46-15,6% kehamilan aterm dan
PPROM terjadi pada terjadi pada sekitar 2-3% dari semua kehamilan
tunggal dan 7,4% dari kehamilan kembar. PPROM merupakan komplikasi
pada sekitar 1/3 dari semua kelahiran prematur, yang telah meningkat
sebanyak 38% sejak tahun 1981.1 Penelitian lain dengan 100 pasien KPD,
48% adalah primigravida, 83% kasus KPD terjadi pada usia keamilan 37-41
minggu, dan mayoritas pasien (83%) telah mengalami KPD >24 jam. Faktor
risiko KPD pada penelitian ini beragam, mulai dari riwayat KPD pada
kehamilan sebelumnya (26%), infeksi saluran kemih berulang (12%),
hingga tidak diketahui (43%).5

2
2.3. Etiologi dan Faktor Risiko
Pecahnya selaput ketuban berkaitan dengan perubahan proses
biokimia yang terjadi dalam kolagen matriks eksra selular amnion, korion,
dan apoptosis membran janin. Membran janin dan desidua bereaksi terhadap
stimuli seperti infeksi dan peregangan selaput ketuban dengan memproduksi
mediator seperti prostaglandin, sitokinin, dan protein hormon yang
merangsang aktivitas matrix degrading enzyme.6 Berikut adalah hal-hal
yang dicurigai sebagai penyebab KPD yaitu7 :
1. Infeksi yang menyebabkan terjadinya biomekanik pada selaput ketuban
dalam bentuk preteolitik sel sehingga memudahkan ketuban pecah
misalnya pada amnionitis atau korioamnionitis.
2. Inkompetensi servik, merupakan suatu keadaan dimana kanalis sevikalis
selalu terbuka oleh karena kelainan pada servik uteri biasanya akibat
persalinan, kuretase, atau tindakan bedah obstetri lainnya.
3. Distensi uterus, meningkatnya tekanan intra uterin secara berlebihan
seperti pada keadaan trauma, kehamilan ganda dan polihidramnion.
4. Kelainan letak janin dan uterus misalnya letak sungsang dan letak
lintang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas
panggul (PAP) dan tidak ada yang menghalangi tekanan terhadap
membran bagian bawah.
5. Faktor keturunan yaitu adanya kelainan genetik

6. Trauma dan prosedur medis (iatrogenik) seperti amniosentesis.

Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda, namun mudah


pecah pada trimester ketiga.8 Melemahnya kekuatan selaput ketuban
berhubungan dengan riwayat persalinan prematur, riwayat ketuban pecah
dini pada kehamilan sebelumnya, perdarahan pervaginam, atau distensi
uterus (misalnya pasien dengan kehamilan multipel dan polihidramnion)
juga ditemukan pada kelompok sosioekonomi rendah, perokok, dan
mempunyai riwayat infeksi menular seksual. Prosedur yang dapat berakibat
pada kejadian KPD aterm antara lain sirklase dan amniosentesis. Infeksi
atau inflamasi koriodesidua juga dapat menyebabkan KPD preterm.
Penurunan jumlah kolagen dari membran amnion juga diduga merupakan
faktor predisposisi KPD preterm.1

3
2.4. Patofisiologi
Selaput amnion merupakan jaringan avaskular yang lentur tetapi kuat.
Bagian dalam selaput yang berhubungan dengan cairan merupakan jaringan
sel kuboid yang asalnya ektoderm. Jaringan ini berhubungan dengan lapisan
interstisial mengandung kolagen I, III, dan IV. Lapisan dalam amnion
merupakan mikrovili yang berfungsi mentransfer cairan dan metabolik.
Lapisan ini menghasilkan zat penghambat metalloproteinase.8 Sel mesenkim
berfungsi menghasilkan kolagen sehingga selaput menjadi lentur dan kuat.
Di samping itu, jaringan tersebut menghasilkan sitokin IL-6, IL-8, MCP-1
(monosit chemo-attractant protein-l) yang bermanfaat untuk melawan
bakteri.6,8 Bagian luar dari selaput amnion berupa jaringan mesenkim yang
berasal dari mesoderm yang berhubungan dengan korion laeve.
Volume cairan ketuban pada kehamilan aterm rata-rata adalah 800 ml,
pH 7,2 dan massa jenis 1,008. Pada kehamilan awal, cairan ketuban
sebagaian besar diproduksi oleh sekresi epitel selaput amnion.8 Dengan
bertambahnya usia kehamilan, produksi cairan ketuban didominasi oleh
kulit janin dengan cara difusi membran. Pada kehamilan 20 minggu, saat
kulit janin mulai kehilangan permeabilitas ginjal janin mengambil alih peran
tersebut dalam memproduksi cairan ketuban. Setelah 20 minggu produksi
cairan berasal dari urin janin.6,8
Cairan ketuban merupakan pelindung dan bantalan untuk proteksi
sekaligus menunjang pertumbuhan. Osmolaritas, kadar natrium, ureum,
kreatinin tidak berbeda dengan kadar pada serum ibu, artinya kadar di cairan
amnion merupakan hasil difusi dari ibunya.8 Cairan amnion mengandung
banyak sel janin (lanugo, verniks kaseosa) serta mengandung fosfat dan
seng yang berguna untuk menghambat bakteri.6
Pecahnya selaput ketuban berkaitan dengan perubahan proses
biokimia yang terjadi dalam kolagen matriks eksraseluler amnion, korion,
dan apoptosis membran janin. Membran janin dan desidua bereaksi terhadap
stimuli seperti infeksi dan peregangan selaput ketuban dengan memproduksi
mediator seperti prostaglandin, sitokinin, dan protein hormon yang
merangsang aktivitas matrix degrading enzyme.6,7,9
MMP merupakan golongan enzim yang dihasilkan oleh tipe sel yang
menghidrolisis paling sedikit satu komponen matriks ekstraseluler. Inhibitor

4
jaringan metalloproteinase bentuk 1:1 stoikiometri dengan MMP dan
menghambat aktivitas proteolitiknya.7,8 Mendekati waktu persalinan,
keseimbangan antara MMP dan TIMP-1 (tissue inhibitors
metalloproteinase-1) mengarah pada degradasi proteolotik dari matriks
ekstraseluler dan membran janin.8,9 Aktivitas degradasi proteolitik ini
meningkat menjelang persalinan sehingga selaput ketuban menjadi mudah
pecah ketika menjelang persalinan.6
Kolagen terdapat pada lapisan kompakta ketuban, fibroblast, jaringan
retikuler korion dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen
dikontrol oleh sistem aktivasi dan inhibisi interleukin-1 (IL-1) dan
prostaglandin.8 Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas
IL-1 dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi
depolimerasi kolagen pada selaput korion/amnion, menyebabkan ketuban
tipis, lemah dan mudah pecah spontan.7,9 KPD pada kehamilan prematur
sering terjadi pada infeksi, polihidramnion, inkompetensi serviks dan
solusio plasenta.4

2.5. Diagnosis
Diagnosis dari KPD dapat ditentukan dari hasil anamnesis pasien diikuti
dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang sesuai.
Pemeriksaan digital melalui vagina harus dibatasi jika dicurigai preterm
KPD (PPROM). Beberapa langkah yang perlu dilakukan dalam menegakkan
diagnosis KPD yaitu4,6 :

Anamnesis
- Waktu keluarnya cairan, wama, bau, dan volume
- Usia gestasi dan taksiran persalinan, riwayat KPD aterm sebelumnya,
serta faktor risiko KPD pada pasien
- Menanyakan tanda-tanda persalinan seperti sakit perut hilang timbul
dan keluar lendir campur darah.
- Menanyakan riwayat demam, trauma dan tindakan medis seperti versi
luar dan prosedur amniocentesis.

Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan fisik umum
2. Leopold I-IV, His dan detak jantung janin

5
3. Inspekulum
- Pemeriksaan spekulum steril digunakan untuk menilai pengeluaran
cairan atau darah dari OUE, jika tidak ada dapat dicoba dengan
menggerakkan sedikit bagian terbawah janin atau meminta pasien batuk
atau mengedan.
- Pemeriksaan inspekulo juga dilakukan untuk menilai adanya servisitis,
prolaps tali pusat, atau prolaps bagian terbawah janin (pada presentasi
bukan kepala);.
4. Colok vagina
- Ada cairan dalam vagina.
- Selaput ketuban sudah pecah.
- Menlai dilatasi dan pendataran serviks serta mendapatkan sampel
5. Tes kertas lakmus
Penentuan cairan ketuban dapat dilakukan dengan tes lakmus. Cairan
ketuban akan mengubah kertas lakmus merah menjadi biru

Pemeriksaan laboratorium
- Pemeriksaan darah lengkap dan urin lengkap untuk memeriksa tanda-
tanda infeksi pada ibu

USG
Pemeriksaan USG dapat berguna melengkapi diagnosis untuk menilai
indeks cairan amnion. Selain itu USG dapat digunakan untuk menilai
taksiran berat janin, usia gestasi dan presentasi janin, dan kelainan
kongenital janin.

2.6. Penatalaksanaan
Prinsip utama penatalaksanaan KPD adalah untuk mencegah mortalitas dan
morbiditas perinatal pada ibu dan bayi yang dapat meningkat karena inf
Terdapat dua manajemen dalam penatalaksanaan KPD, yaitu manajemen
aktif dan ekspektatif. Manajemen ekspektatif adalah penanganan dengan
pendekatan tanpa intervensi, sementara manajemen aktif melibatkan klinisi
untuk lebih aktif mengintervensi persalinan atau akibat kelahiran preterm
pada kehamilan dibawah 37 minggu.5
Penatalaksanaan ketuban pecah dini memerlukan pertimbangan usia
kehamilan, adanya infeksi pada komplikasi ibu dan janin, dan adanya tanda-
tanda persalinan. Prinsip penanganan Ketuban Pecah Dini adalah

6
memperpanjang kehamilan sampai paru-paru janin matang atau dicurigai
adanya atau terdiagnosis korioamnionitis.3

1. KPD pada Kehamilan Aterm dan Mendekati Aterm (4x35 Minggu)4


a. Diberikan antibiotika profilaksis yaitu Ampisilin 4 x 500 mg.
b. Dilakukan pemeriksaan "admision test" bila hasilnya patologis
dilakukan SC.
c. Observasi temperatur rektal setiap 3 jam, bila ada kecenderungan
meningkat, lebih atau sama dengan 37,6° C, segera dilahirkan.
d. Bila AT normal dan temperatur rektal < 37,6 0C, dilakukan observasi
tanda-tanda inpartu dalam waktu 12 jam, bila belum inpartu lakukan
drip oksitosin.
e. Bila terdapat komplikasi pada ibu seperti hipertensi dalam kehamilan,
leukosit >12.000, CRP >10mg/L dan pelvik skor <5, dipertimbangkan
melakukan menajemen aktif dengan cara:
- Bila PS lebih atau sama dengan 5, dilakukan induksi dengan
oksitosin drip.
- Bila PS kurang dari 5, dilakukan pematangan servik dengan
Misoprostol 25 µg setiap 6 jam pervaginam maksimal 2 kali
pemberian, bila PS baik dilakukan induksi dengan oksitosin drip 6
jam setelah dosis terakhir.

2. KPD Pada Kehamilan Preterm (UK <35 mg)4


a. Perawatan di Rumah Sakit.
b. Hindari pemeriksaan servik secara digital, hanya boleh dilakukan
inspekulo dengan spekulum steril.
c. Dilakukan pemeriksaan USG untuk menilai presentasi janin, adanya
solutio plasenta, perkiraan berat janin, dan jumlah air ketuban.
d. Diberikan antibiotika : Ampicillin 4 x 500 mg atau eritromisin 3 x 500
mg selama 7 hari.
e. Untuk merangsang maturasi paru diberikan kortikosteroid (untuk usia
kehamilan <35 minggu) : Deksametason 6 mg setiap 12 jam selama 2
hari.
f. Lakukan amnioinfusion setiap minggu selama perawatan konservatif
(sampai dengan 34 minggu) dilanjutkan tirah baring dengan posisi
bokong lebih tinggi.

7
g. Bila terdapat komplikasi pada ibu berupa hipertensi dalam kehamilan,
febris atau leukosit >12.000, CRP >10mg/L dipertimbangkan
melakukan menajemen aktif dengan cara:
- Bila PS lebih atau sama dengan 5, dilakukan induksi dengan
oksitosin drip.
- Bila PS kurang dari 5, dilakukan pematangan servik dengan
Misoprostol 25 µg setiap 6 jam pervaginam maksimal 2 kali
pemberian, bila PS baik dilakukan induksi dengan oksitosin drip 6
jam setelah dosis terakhir.
h. Observasi di kamar bersalin :
- Tirah baring selama 24 jam, selanjutnya dirawat di ruang obstetrik.
- Dilakukan observasi temperatur rektal tiap 3 jam, bila ada
kecenderungan terjadi peningkatan temperatur rektal lebih atau
sama dengan 37,6° C, segera dilakukan terminasi
i. Di ruang Obstetri :
- Temperatur rektal diperiksa setiap 6 jam.
- Dikerjakan pemeriksaan laboratorium: leukosit, neutrofil count,
marker infeksi seperti: IL-6, CRP.
j. Bila fasilitas memungkinkan dilakukan tes pematangan paru (tes
kocok) pada umur kehamilan 32-34 minggu setelah pemberian
kortikosteroid 2 hari, bila terbukti matang janin dilahirkan.
Terminasi Kehamilan:
1. Induksi persalinan dengan drip oksitosin.
2. Seksio sesaria bila prasyarat drip oksitosin tidak terpenuhi atau bila drip
oksitosin gagal.

2.8. Komplikasi
Komplikasi yang timbul akibat KPD bergantung pada usia kehamilan. Dapat
terjadi infeksi maternal ataupun neonatal, persalinan premature, hipoksia
karena kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden seksio
sesarea, atau gagalnya persalinan normal.6
Komplikasi Ibu
Komplikasi pada ibu yang terjadi biasanya berupa infeksi intrauterin seperti
endomyometritis maupun korioamnionitis yang dapat menjadi sepsis. Pada
sebuah penelitian, didapatkan 6,8% wanita hamil dengan KPD mengalami
endomiometritis purpural, 1,2% mengalami sepsis, namun tidak ada yang
meninggal dunia.1

8
Diketahui pada pasien yang mengalami sepsis dan diberikan terapi
antibiotik spektrum luas didapatkan sembuh tanpa sekuele, sehingga angka
mortalitas belum diketahui secara pasti. Sekitar 40,9% pasien yang
melahirkan setelah mengalami KPD harus dikuret untuk mengeluarkan sisa
plasenta, 4% perlu mendapatkan transfui darah karena kehilangan darah
secara signifikan. Tidak ada kasus terlapor mengenai kematian ibu ataupun
morbiditas dalam waktu lama.1
Komplikasi Janin
Bila KPD terjadi sangat cepat, neonatus yang lahir hidup dapat mengalami
sekuele seperti malpresentasi, kompresi tali pusat, oligohidramnion,
necrotizing enterocolitis, gangguan neurologi, perdarahan intraventrikel, dan
sindrom distress pernapasan.1 KPD berhubungan dengan beberapa
komplikasi yang berpotensial mengancam nyawa seperti prolaps tali pusat
yang dapat menyebabkan hipoksia dan asfiksia pada janin dan abrupsi
plasenta.5,10

Komplikasi Persalinan
Salah satu komplikasi yang paling sering terjadi adalah persalinan lebih
awal. Periode laten, yang merupakan masa dari pecahnya selaput amnion
sampai persalinan secara umum bersifat proporsional secara terbalik dengan
usia kehamilan pada saat KPD terjadi. Sebagai contoh, pada sebuah studi
besar pada pasien aterm menunjukkan bahwa 95% pasien akan mengalami
persalinan dalam 1 hari sesudah kejadian. Sedangkan analisis terhadap studi
yang mengevaluasi pasien dengan preterm 1 minggu, dengan sebanyak 22
persen memiliki periode laten 4 minggu.1,10

2.9. Prognosis
Perkembangan dan perjalanan pasien pada ketuban pecah dini bergantung
pada usia kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal,
persalinan prematur, hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin,
meningkatnya insiden seksio sesarea, atau gagalnya persalinan normal.
Umumnya bayi yang lahir antara 34 sampai 37 minggu mempunyai
prognosis lebih baik dibandingkan bayi yang lahir prematur.3,6,10

9
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. Identitas
Nama : Ny. A
No RM : 051974
Tempat, tanggal lahir : Nganjuk, 21 Agustus 1995
Umur : 23 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Kecamatan Prambon, Nganjuk
Status Perkawinan : Menikah
MRS : 20 Mei 2019 Pukul 09.54 WIB

3.2. Anamnesis
3.2.1. Keluhan Utama
Keluar cairan pervaginam.

3.2.2. Riwayat penyakit sekarang


Pasien merupakan rujukan BPS, datang dengan keadaan sadar diantar suaminya
ke IGD RS DKT Kediri dengan keluhan utama keluar air pervaginam sejak ±15

10
jam yang lalu. Pasien mengatakan keluar air dirasakan muncul secara tiba-tiba
saat pasien sedang berjalan ke kamar mandi. Cairan berwarna jernih dan tidak
berbau. Cairan dikatakan merembes banyak. Gerak janin masih dirasakan baik.
Nyeri pada perut (kenceng-kenceng) dan keluar lendir darah dari vagina disangkal
pasien.

3.2.3. Riwayat Menstruasi


Pasien mengalami menstruasi pertama kali pada usia 13 tahun. Siklus menstruasi
sebelum kehamilan dikatakan teratur setiap 28 hari dan lama menstruasi dalam
satu siklus 6-7 hari. Dalam sehari, pasien mengatakan mengganti pembalut
sebanyak 3 kali (±50 ml) tidak terdapat keluhan saat haid seperti kram perut. Hari
pertama haid terakhir (HPHT) pasien adalah 27 Agustus 2018, dengan taksiran
persalinan pada tanggal 03 Juni 2019.

3.2.4. Riwayat Pernikahan


Pasien menikah satu kali pada tahun 2018. Pasien menikah pada usia 22 tahun.

3.2.5. Riwayat Kontrasepsi


Pasien belum pernah memakai kontrasepsi.

3.2.6. Riwayat Obstetri


Hamil ini merupakan kehamilan pertama pasien.
Berat Abortus
Umur Sex/ Lahir
Hamil Ba- Umur Cara Penolong Tempat
Keha- Hidup/
Ke: dan Persalinan Persalinan persalinan Ya Tdk
milan L P Mati
Lahir
1. Hamil Ini

3.2.7. Riwayat Ante Natal Care


Pasien melakukan pemeriksaan kehamilan sebanyak 5 kali selama kehamilannya,
pemeriksaan kehamilan 3 kali dilakukan di puskesmas dan 2 kali di dokter
spesialis kandungan. Pasien mengatakan sudah melakukan USG kandungan
sebanyak 2 kali. Pasien tidak pernah memiliki riwayat tekanan darah tinggi dan
pendarahan sebelumnya. Berat badan pasien sebelum hamil yakni 43 kg, selama
hamil bertambah menjadi 55 kg (ditimbang saat di IGD tanggal 20 Mei 2019)
dengan tinggi badan 147 cm. Tekanan darah pasien dan denyut jantung janin

11
selama kehamilan dikatakan normal. Pasien sudah mendapatkan imunisasi tetanus
toksoid dan suplemen tablet besi.

3.2.8. Riwayat Penyakit Terdahulu


Riwayat penyakit sistemik seperti hipertensi, diabetes mellitus, asma, dan
penyakit jantung disangkal oleh pasien. Pasien juga menyangkal adanya riwayat
alergi baik terhadap obat maupun makanan. Riwayat kejang disangkal pasien.

3.2.9. Riwayat Ginekologi


Pasien tidak memiliki riwayat penyakit ginekologi.

3.2.10. Riwayat Pengobatan dan Operasi


Pasien mengatakan tidak pernah mengonsumsi obat-obatan selain vitamin yang
didapatkan dari pusksesmas saat kontrol kehamilan. Pasien mengatakan tidak
pernah memiliki riwayat operasi sebelumnya.

3.2.11. Riwayat Penyakit Keluarga


Pasien menyangkal adanya riwayat penyakit sistemik pada keluarga seperti
hipertensi, diabetes melitus, asma, dan penyakit jantung.

3.2.12. Riwayat Sosial dan Lingkungan


Pasien tinggal bersama suami dan ibu mertuanya. Pasien merupakan ibu rumah
tangga yang sehari-hari beraktivitas di rumah. Selama hamil, pasien tidak pernah
melakukan aktivitas berat dan lebih banyak istirahat. Pasien mengatakan tidak
memiliki riwayat merokok dan mengonsumsi alkohol. Suami pasien merupakan
pedagang.

3.3 Pemeriksaan Fisik


3.3.1 Status Present
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital :
 Tekanan darah 120/70 mmHg
 Nadi 80x / menit
 Napas 20x / menit

12
 Suhu Axilla 36,6 oC
Berat badan : 55 kg
Tinggi badan : 147 cm
IMT : 25,45 kg/m2

3.3.2 Status General


Kepala : normocefali
Mata : Anemis ( -/- ), ikterus ( -/- )
THT : dalam batas normal
Thorax : bentuk normal
Jantung : S1-S2 tunggal, reguler, murmur (-)
Paru : vesikuler (+/+), rhonki (-/-) wheezing (-/-)
Abdomen : sesuai status obstetri
Ekstremitas : Edema (-) dan hangat (+) pada keempat ekstremitas

3.3.3 Status Obstetri


Abdomen
Inspeksi : tampak pembesaran perut ke depan sesuai dengan usia kehamilan,
striae gravidarum (+), bekas luka operasi (-)
Palpasi :
 Pemeriksaan Leopold
I. Tinggi fundus uteri 3 jari di bawah processus xiphoideus
(33cm). Teraba bagian bulat dan lunak (kesan bokong).
II. Teraba bagian keras dan memanjang di kanan (kesan
punggung) dan teraba bagian-bagian kecil janin di kiri (kesan
ekstremitas).
III. Teraba bagian bulat, keras dan dapat digerakkan (kesan
kepala).
IV. Bagian terbawah janin belum masuk pintu atas panggul
 His 1x/ 10’~ 15”
 Gerak janin (+) aktif
Auskultasi: Denyut jantung janin terdengar paling keras di sebelah kanan
bawah umbilicus dengan frekuensi 146 x/menit

13
Vagina
Inspeksi : vulva dan vagina dalam batas normal
VT : Pembukaan serviks 1 jari, effacement 25%, ketuban (-), teraba
kepala, denominator belum jelas.

3.4. Pemeriksaan Penunjang


Darah Lengkap (20/05/2019)
WBC : 7,3 x103/uL BT : 1’30”
Hb : 12,1 gr/dL CT : 7’30”
HCT : 39,6 %
PLT : 239 x103/uL

3.5. Diagnosis
G1P0000, UK 38 minggu T/H + KPD

3.6. Tindakan
Terapi
- MRS
- IVFD RL 500cc 20 tpm
- Ceftriaxon 2 x 1 gram IV
- Ekspektatif pervaginam
- Oxytosin 5 IU dalam 500 ml Ringer Laktat mulai dari 8 tetes per menit
(tpm), kemudian ditambahkan 4 tpm setiap 15 menit sampai didapatkan
His yang adekuat, atau maksimal 40 tpm. Apabila flask pertama sudah
habis, namun belum muncul tanda-tanda inpartu, lanjutkan dengan flask
kedua dimulai dari 30 tpm sampai 40 tpm. Apabila setelah flask kedua
habis dan belum ada tanda-tanda inpartu, maka dilakukan pemberian
flask ketiga dilakukan seperti pemberian flash kedua. Apabila sampai
habis flask ketiga masih belum ada tanda-tanda inpartu, maka akan
dilakukan caesarean section.

Monitoring
Observasi keluhan, vital sign, his, DJJ, dan tanda-tanda inpartu.

14
KIE
- Menjelaskan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang,
serta diagnosis kepada pasien.
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya mengenai kondisi pasien dan
kondisi janin saat ini, serta rencana tindakan dan risiko yang dapat terjadi
pada pasien dan janin akibat kondisi pasien saat ini.

3.7. Resume
Pasien seorang wanita berusia 23 tahun, G1P0000, UK 38 minggu, datang
dengan keluhan keluar air pervaginam jernih dan tidak berbau sejak 15 jam
SMRS. Pasien menyangkal keluhan nyeri perut hilang-timbul serta keluar
lendir bercampur darah pervaginam. Gerakan janin dirasakan baik.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 120/70 mmHg, nadi
80 x/menit, RR 20 x/menit, temperatur axilla 36,6°C. Status general dalam
batas normal. Dari pemeriksaan obstetri didapatkan tinggi fundus uteri 33
cm, punggung kanan, kepala belum memasuki PAP. His (-), DJJ (+) 146
x/menit. Tampak keluar cairan jernih dari vagina dan ostium uteri eksternum
pada pemeriksaan inspeksi. Dari VT didapatkan pembukaan serviks 1 jari,
effacement 0%, selaput ketuban (-) jernih, presentasi kepala dengan
denominator belum jelas, dan tidak teraba bagian kecil janin maupun tali
pusat.

3.8. Follow Up Pasien


Selasa, 21/05/2019
S : Nyeri luka jahitan (+), ASI (+), makan/minum (+), BAB/BAK (+)
O : KU baik
St Present
TD 110/80 mmHg, N 80x/mnt, RR 18x/mnt, Tax 36,5oC
St. General
Mata anemis -/-, ikterus -/-
Thorax : cor/ pulmo dbn
Ekstremitas : Hangat (+), edema (-) pada keempat ekstremitas

15
St. Obstetrik
Abdomen : TFU 2 jari bawah pusat
Distensi (-), Bising usus (+)
Kontraksi uterus (+) baik.
Vagina : perdarahan aktif (-), lochia (+)
Ass : P1001 post partum hari ke 1 (riwayat KPD)
Tx : Cefadroxil 2 x 500 mg tab PO
As mefenamat 3 x 500 mg tab PO
Fe 1 x 1 tab PO

Selasa, 22/05/2019
S : Nyeri luka jahitan (+), ASI (+), makan/minum (+), BAB/BAK (+)
O : KU baik
St Present
TD 120/80 mmHg, N 80x/mnt, RR 18x/mnt, Tax 36,8oC
St. General
Mata anemis -/-, ikterus -/-
Thorax : cor/ pulmo dbn
Ekstremitas : Hangat (+), edema (-) pada keempat ekstremitas
St. Obstetrik
Abdomen : TFU 2 jari bawah pusat
Distensi (-), Bising usus (+)
Kontraksi uterus (+) baik.
Vagina : perdarahan aktif (-), lochia (+)
Ass : P1001 post partum hari ke 2 (riwayat KPD)
Tx : BPL, kontrol poli kebidanan tanggal 29 Mei 2019
Cefadroxil 2 x 500 mg tab PO
As mefenamat 3 x 500 mg tab PO
Fe 1 x 1 tab PO
Monitoring: Keluhan, Pendarahan
KIE : -KB post partum
-Mobilisasi dini

16
-Pemberian ASI esklusif
-Kebersihan daerah vulva dan perawatan luka jahitan
perineum

17
DAFTAR PUSTAKA

1) POGI, KETUBAN PECAH DINI, Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi


Indonesia, 2016.
2) Rustam, M., 1998. Sinopsis Obstetri 2nd ed., Jakarta.

3) Khan, S, Khan, A.A. Study on Preterm Premature Rupture of Membrane With


Special Reference to Maternal And Its Fetal Outcome. World J Emerg
Med. 2016;5(8): 2768–2774.

4) SMF Obstetri dan Ginekologi RSUP Sanglah. Ketuban Pecah Dini. In: SMF
Obstetri dan Ginekologi (ed.) Panduan Praktik Klinis.; 2015. p. 90-94.

5) Gahwagi, M.M.M, Busarira, M.O, Atia, M. Premature Rupture of Membranes


Characteristics, Determinants, and Outcomes of in Benghazi, Libya. Open
Journal of Obstetrics and Gynecology. 2015;5(-): 494-504.

6) Soewarto, S. Ketuban Pecah Dini. In: - (ed.) Ilmu Kebidanan Sarwono


Prawirohardjo. Indonesia: In PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2010. p. 677–681.

7) Parry, S, Parry, J.F. Premature Rupture of the Fetal Membranes. The New
England Journal of Medicine. 2013;338(21): 663-670.

8) Kumar, D, Moore, R.M, Mercer, B.M. The physiology of fetal membrane


weakening and rupture: Insights gained from the determination of physical
properties revisited. Placenta. 2016;42(-): 59-73.
9) Joyce, E.M, Moore, J.J, Sacks, M.S. Biomechanics of the fetal membrane
prior to mechanical failure: Review and implications. European Journal of
Obstetrics & Gynecology and Reproductive Biology. 2013;144(13): 121-127.
10) Linehan, L.A, Walsh, J, Morris, A, Kenny, L. Neonatal and maternal
outcomes following midtrimester preterm premature rupture of the
membranes: a retrospective cohort study. BMC Pregnancy and
Childbirth. 2016;16(25).

18

Anda mungkin juga menyukai