Anda di halaman 1dari 19

1

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas
karunia-Nya, laporan kasus ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Laporan
kasus ini disusun dalam rangka mengikuti Program Internship Dokter Indonesia di
RS TNI AD TK IV (DKT) KEDIRI.
Melalui kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada yang terhormat:
1. Mayor CKM dr. Eko Lulus Budiyanto, M.Kes selaku Kepala RS DKT Kediri
2. dr. Rita Diahastuti selaku pembimbing internship
3. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan dan
bantuan yang telah diberikan dalam penyelesaian laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga laporan
kasus ini dapat memberikan manfaat bagi ilmu pengetahuan dan masyarakat.

Kediri, Juli 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

halaman
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................2
2.1 Definisi......................................................................................................2
2.2 Epidemiologi.............................................................................................2
2.3 Etiologi......................................................................................................2
2.4 Klasifikasi.................................................................................................2
2.5 Patofisiologi..............................................................................................3
2.6 Manifestasi Klinis.....................................................................................5
2.7 Diagnosis...................................................................................................7
2.8 Penatalaksanaan........................................................................................7
2.9 Pencegahan..............................................................................................10
2.10 Prognosis.................................................................................................10
BAB III LAPORAN KASUS...............................................................................11
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Nyeri kepala merupakan gejala umum yang pernah dialami hampir semua
orang dan lebih dari 90% populasi pernah mengalami satu jenis sakit kepala. Setidak-
tidaknya secara episodik selama hidupnya. Di Amerika Serikat lebih dari 23 juta
orang mengalami nyeri kepala, dimana 17,6% diderita oleh wanita dan 6% pada laki-
laki.1,2,3
Nyeri kepala dapat merupakan bagian dari gejala sisa (sekuele) akibat
peningkatan tekanan intrakranial, cedera kepala, tumor otak, ketegangan mata,
sinusitis, perubahan atmosfir, alergi makanan, strees emosional, alkohol, makanan,
dan sebagainya. Daftar faktor-faktor etiologi yang mugkin menjadi penyebab nyeri
kepala tidak ada habisnya dan bersifat individual. Ada tiga jenis nyeri kepala,
berdasarkan klasifikasi dari International Headache Society yang terbaru tahun 2004,
terdiri atas migraine, tension type headache (TTH), serta cluster headache dan jenis
nyeri kepala primer lainnya.1,2,4
TTH atau nyeri kepala tipe tegang adalah manifestasi dari reaksi tubuh
terhadap stres, kecemasan, depresi, konflik emosional, kelelahan atau hostilitas yang
tertekan. Respon fisiologis yang terjadi meliputi refleks pelebaran pembuluh darah
ekstrakranial serta kontraksi otot-otot rangka kepala, leher dan wajah.5
2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
TTH didefinisikan sebagai rasa berat atau tertekan yang menetap, pada kedua
sisi kepala yang timbul episodik dan berkaitan dengan stres, tetapi dapat berulang
hampir setiap hari tanpa adanya faktor psikologis. Nyeri ini timbul karena kontraksi
terus-menerus otot-otot kepala dan tengkuk yaitu m. splenius kapitis, m. temporalis,
m. maseter, m. sternokleidomastoideus, m. trapezius, m. servikalis posterior, dan m.
levator skapula. Sifat nyerinya biasanya berupa rasa tertekan atau diikat, dari ringan-
berat, bilateral, tidak dipicu oleh aktivitas fisik dan gejala penyertanya tidak
menonjol. TTH ini juga dikenal sebagai stress headache, muscle contraction
headache, psychomiogenic headache, ordinary headache, and psychogenic
headache.6,7,8
2.2. Epidemiologi
Pada penelitian di Amerika, TTH merupakan penyakit nyeri kepala primer.
Penyakit ini 88% dijumpai pada wanita dan 66% pada laki-laki dan sekitar 60%
serangan sakit kepala jenis ini terjadi pada usia lebih dari 20 tahun (8).

2.3. Etiologi
Etiologi dari TTH ini belum diketahui secara pasti, namun diduga disebabkan
oleh beberapa faktor pencetus antara lain adalah cahaya yang menyilaukan, stres
psikososial, kecemasan, depresi, stres otot, marah, terkejut, serta penggunaaan obat
untuk TTH yang berlebihan.6

2.4. Klasifikasi
Klasifikasi TTH menurut Ad Hoc Committee of The International Headache
Society adalah sebagai berikut:6,8

1. Nyeri kepala tipe tegang episodik


3

a. Minimal mengalami 10 kali episode nyeri kepala, dimana jumlah hari


dengan nyeri kepala tersebut < 180 hari/tahun (<15 hari/bulan)
b. Nyeri kepala berlangsung antara 30 menit sampai 7 hari
c. Sekurang-kurangnya memiliki dua gambaran khas nyeri berikut ini :
- Kualitas nyeri seperti diikat atau ditekan
- Intensitas nyeri ringan sampai sedang
- Lokasi bilateral
- Tidak diperberat dengan berjalan menaiki tangga atau aktivitas fisik sejenis
d. Tidak ada mual atau muntah, tidak ada fotofobia dan fonofobia
2. Nyeri kepala tipe tegang kronik
a. Rata-rata frekuensi nyeri kepala > 15 hari/bulan (>180 hari/tahun) selama 6
bulan yang memenuhi kriteria 1b-1d diatas
b. Sekurang-kurangnya memiliki dua gambaran khas nyeri pada nyeri kepala
tipe tegang episodik
c. Tidak ada muntah, dan tidak lebih satu hal berikut : mual, fotofobia atau
fonofobia

2.5. Patofisiologi
Patofisiologi dari TTH sangat kompleks dan banyak faktor yang
mempengaruhinya, baik dari faktor sentral maupun perifer. Pada penderita TTH
didapati gejala yang menonjol yaitu nyeri tekan yang bertambah pada palpasi jaringan
miofascial perikranial. Impuls nosiseptif dari otot perikranial yang menjalar ke kepala
mengakibatkan timbulnya nyeri kepala dan nyeri yang bertambah pada daerah otot
maupun tendon tempat insersinya.9
TTH adalah kondisi stres mental, nonfisiologikal motor stres, dan miofasial
lokal yang melepaskan zat iritatif ataupun kombinasi dari ke tiganya yang menstimuli
perifer kemudian berlanjut mengaktivasi struktur persepsi supraspinal pain, kemudian
berlanjut lagi ke sentral modulasi yang masing-masing individu mempunyai sifat self
limiting yang berbeda-beda dalam hal intensitas nyeri kepalanya.8,10
4

Nyeri miofascial adalah suatu nyeri pada otot bergaris termasuk juga struktur

fascia dan tendonnya. Dalam keadaan normal nyeri miofascial di mediasi oleh serabut

kecil bermyelin (Aoc) dan serabut tak bermyelin (C), sedangkan serabut tebal yang

bermyelin (A∞ dan AB) dalam keadaan normal mengantarkan sensasi yang ringan/

tidak merusak (inocuous). Pada rangsang noxious dan inocuous, seperti misalnya

proses iskemik, stimuli mekanik, maka mediator kimiawi terangsang dan timbul

proses sensitisasi serabut Aoc dan serabut C yang berperan menambah rasa nyeri

tekan pada TTH.9.

Dulu dianggap bahwa kontraksi dari otot kepala dan leher yang dapat

menimbulkan iskemik otot sangatlah berperan penting dalam TTH sehingga pada

masa itu sering juga disebut muscle contraction headache. Akan tetapi pada akhir-

akhir ini pada beberapa penelitian yang menggunakan EMG (elektromiografi) pada

penderita TTH ternyata hanya menunjukkan sedikit sekali terjadi aktifitas otot, yang

tidak mengakibatkan iskemik otot, jika meskipun terjadi kenaikan aktifitas otot maka

akan terjadi pula adaptasi protektif terhadap nyeri. Peninggian aktifitas otot itupun

bisa juga terjadi tanpa adanya nyeri kepala.8,9,10

Nyeri myofascial dapat di dideteksi dengan EMG jarum pada miofascial

trigger point yang berukuran kecil, hanya beberapa milimeter saja (tidak terdapat

pada semua otot). Mediator kimiawi substansi endogen seperti serotonin (dilepas dari

platelet), bradikinin( dilepas dari belahan precursor plasma molekul kallin) dan

kalium (yang dilepas dari sel otot), substance P dan Calcitonin Gene Related Peptide

dari aferens otot berperan sebagai stimulan sensitisasi terhadap nosiseptor otot skelet.
5

Jadi pada saat ini yang dianggap lebih berperan adalah nyeri miofascial terhadap

timbulnya TTH.8,9

Untuk jenis TTH episodik biasanya terjadi sensitisasi perifer terhadap

nosiseptor, sedang yang jenis kronik berlaku sensitisasi sentral. Proses kontraksi otot

sefalik secara involunter, berkurangnya supraspinal descending pain inhibitory

activity, dan hipersensitivitas supraspinal terhadap stimuli nosiseptif amat berperan

terhadap timbulnya nyeri pada TTH. Semua nilai ambang pressure pain detection,

thermal & electrical detection stimuli akan menurun di sefalik maupun ekstrasefalik.9

2.6. Manifestasi Klinis


Gejala-gejala yang dapat timbul pada TTH adalah nyeri kepala yang dirasakan
seperti kepala berat, pegal seperti diikat tali yang melingkari kepala, kencang dan
menekan. Kadang-kadang disertai nyeri kepala yang berdenyut. Bila berlangsung
lama, pada palpasi dapat ditemukan daerah-daerah yang membenjol, keras dan nyeri
tekan. Dapat pula disertai gejala mual, kadang-kadang muntah, vertigo, lesu, sukar
tidur, mimpi buruk, sering terbangun menjelang pagi dan sulit tidur kembali,
hiperventilasi, perut kembung, sedih, hilangnya kemauan untuk belajar atau bekerja,
anoreksia dan keluhan depresi lainnya. Bisa juga nyeri dirasakan seperti perasaan
tegang yang menjepit di kepala dan nyeri berlokasi di daerah oksipito servikal.5,7
Bentuk akut dikaitkan dengan keadaan stres, kegelisahan dan atau kelelahan
temporer yang biasanya berlangsung satu atau 2 hari. Tipe kronis biasanya nyeri
bersifat bilateral, tidak mereda, dapat berlangsung siang maupun malam hari, dan
berlangsung sampai berbulan-bulan atau bertahun-tahun, terasa menekan, tidak
berdenyut dan sering dikaitkan dengan perasaan gelisah, depresi dan perasaan
tertekan.4,7
6

Gejala yang lain dari nyeri kepala ini berupa konsentrasi yang lemah,
perasaan lelah dan iritabel. Kualitas nyeri kepala ini digambar sebagai nyeri yang
tumpul dan menetap. Sering tidak digambarkan sebagai rasa nyeri tetapi sebagai rasa
berat atau rasa tertekan atau juga rasa ketat. Pada 25% penderita serangan nyeri
tumpul dapat kemudian berubah menjadi rasa berat dan kadang-kadang ada kualitas
berdenyut (pulsasi). Nyeri kepala yang tumpul ini bisa berasal dari bangunan yang
terletak dalam di kulit. Pada beberapa keadaan, nyeri dapat dirasakan terlokalisir di
satu tempat misalnya : orang dengan kebiasaan mengerutkan dahi dapat merasakan
nyeri di daerah bitemporal, dan orang dengan kebiasaan leher lurus merasakan nyeri
di oksipital.11
Gambaran intensitas nyeri pada nyeri kepala ini sebagai “seakan-akan kepala
akan pecah, yang menunjukkan karakteristik histerik”. Sedangkan durasi dari nyeri
kepala ini dapat kontinyu menetap sampai berminggu-minggu atau berbulan-bulan.
Penderita dapat melaporkan tak pernah sembuh dari nyeri kepalanya. Namun selama
perjalanan yang panjang itu intensitas nyerinya dapat menyusut dan mengembang
dari jam ke jam. Frekuensi nyeri akan dilaporkan setiap hari, ters menerus dan tak
pernah bebas nyeri kepala, pola temporalnya disebut pola undulasi (bergelombang),
dimana nyeri menetap kontinyu, periodisitasnya tak jelas dan awitannya tidak
paroksismal. Gejala-gejala lainnya yang dapat ditemukan pada nyeri kepala tegang
otot ini adalah sebagai berikut:11
 Fotofobia ringan namun konstan, mendorong penderita memakai
kacamata hitam walaupun hari mendung.
 Gejala-gejala gastrointestinal: mual, muntah (jarang), sendawa belebihan
dan mengeluarkan flatus.
 Hiperventilitas, gangguan konsentrasi, kurang minat dalam bekerja dan
melakukan hobi, Gejala-gejala ini dapat ditafsirkan sebagai sindrom
cemas (ansietas).
7

 Rasa nyeri di dada kiri, di punggung dan region koksigeus. Rasa nyeri ini
bersamaan gejala GI dan Gejala psikosomatik lainnya dapat ditafsirkan
sebagai sindrom depresi.
Banyak penderita yang mengalami nyeri kepala tegang otot walaupun tak ada
stress emosional yang berat. Pada nyeri kepala yang sudah berlangsung lama, faktor
pencetus bisa juga berlaku sebagai faktor yang memperberat sehingga akan
menambah intensitas nyerinya. Gerakan-gerakan pada jurusan tertentu dapat
memperberat nyerinya.11
Pada TTH biasanya tidak ditemukan kelainan organik, anemia sedang dan
tekanan darah sistemik yang sedikit tinggi atau rendah tidak relevan bagi TTH, yang
menonjol adalah unsur fobia berupa sakit kepala kalau melihat orang banyak, sakit
kepala kalau berada ditempat yang tinggi atau sakit kepala kalau naik lift, jenis fobia
yang diproyeksikan dalam keluhan adalah agorafia (fobia terhadap tempat yang luas
dan ramai), akrofobia (fobia terhadap kecuraman), klustrofobia (fobia terhadap ruang
yang sempit). TTH yang diwarnai dengan unsur histerik adalah klavus histerik yaitu
sakit kepala yang terpusat pada kalvarium. Sakit kepala semacam ini hampir selalu
disertai gejala globus histerikus yaitu perasaan seolah-olah tenggorokan dicekik atau
kerongkongan tersumbat.12
Nyeri kepala TTH bisa berupa suatu aktivitas yang dapat menyebabkan
kepala berada pada 1 posisi dalam jangka waktu lama tanpa bergerak, sehingga
menyebabkan sakit kepala, aktivitas tersebut meliputi pengetikan atau penggunaan
computer, pekerjaan halus dengan tangan dan penggunaan mikroskop. Tidur di dalam
suatu ruangan yang dingin atau tidur dengan posisi leher yang salah dapat
mencetuskan sakit kepala jenis ini.13

2.7. Diagnosis
Tidak ada tes khusus untuk menegakkan diagnosis TTH. Penderita yang
mempunyai riwayat pengobatan dan melakukan pemeriksaan fisik termasuk evaluasi
8

neurological yang cermat dapat membantu menegakkan diagnosis. Diagnosis pasti


dapat ditentukan dari anamnesa, riwayat medis dan pemeriksaan fisik.

2.8. Penatalaksanaan
Pada nyeri kepala TTH penatalaksanaan yang dilakukan adalah sebagai
berikut:6,7,8,13,14,15

1. Terapi psikofisiologis
Terapi ini dapat berupa terapi relaksasi, program untuk mengatasi stres, serta
tehnik ayap balik hayati (biofeedback). Dengan modalitas terapi tersebut, frekuensi
TTH serta beratnya penyakit dapat berkurang. Strategi pengelolaan stress mungkin
sangat menolong pada TTH. Perubahan cara hidup mungkin diperlukan untuk nyeri
kepala TTH kronik. Cara tersebut meliputi istirahat yang cukup dan latihan,
perubahan dalam pekerjaan atau kebiasaan relaksasi ataupun perubahan yang lain.

2. Fisioterapi
Terapi ini berupa latihan pengendoran otot-otot, misalnya latihan relaksasi,
yoga, semedi, diatermi, kompres hangat, TENS (Transcutaneus electrical nerve
stimulation) ataupun terapi akupuntur. Terapi fisik dan teknik relaksasi ini dapat
memberikan keuntungan pada kasus-kasus khusus.
3. Farmakoterapi
Terdiri atas terapi abortif yang bertujuan untuk menghentikan atau
mengurangi serangan penyakit pada TTH tipe episodik, serta terapi
pencegahan/preventif untuk terapi jangka panjang yang bermanfaat pada TTH kronik,
namun dapat juga digunakan pada TTH tipe episodik. Obata-obatan yang dapat
digunakan pada pengobatan TTH yaitu :
9

a. Analgetik /Non Streoid Anti Infalammatory Drugs (NSAIDs), dapat menghilangkan


rasa nyeri kepala ringan dan sedang, bila sebelumnya diberi obat yang memacu
gastrointestinal. Obat-obat yang dapat digunakan yaitu :
 Asam Asetilsalisilat 500 mg tablet dengan dosis 1500 mg/hr
 Metampiron 500 mg tablet dengan dosis 1500 mg/hr
 Glafein 200 mg tablet dengan dosis 600-1200 mg/hr
 Asam Mefenamat 250-500 mg tablet dengan dosis 750-1500 mg/hr
 Ibuprofen 400-800 mg tablet dengan dosis < 2400 mg/hr
b. Hipnotik-sedatif. Kerjanya terutama merupakan potensiasi inhibisi neuron dengan
asam gamma-aminobutirat (GABA) sebagai mediator. Efek sampingnya berupa
inkoordinasi motorik, ataksia, gangguan fungsi mental dan psikomotor, gangguan
koordinator berpikir, bingung, disartria, mulut kering dan rasa pahit. Obat-obat yang
dapat digunakan yaitu:
 Klordiazepoksid 5 mg tablet dengan dosis 15-30 mg/hr
 Klobazam 10 mg tablet dengan dosis 20-30 mg/hr
 Lorazepam 1-2 mg tablet dengan dosis 3-6 mg/hr
 Diazepam 2-5 mg tablet dengan dosis 2-10 mg/hr
c. Antidepresan. Cara kerjanya dengan memblokade pengambilan kembali
noradrenalin dan memblokade aktivitas kolinergik, adrenergik, dan reseptor histamin.
Efek sampingnya adalah mengantuk, mulut kering, mata kabur dan sukar berak.
Obat-obatan yang dapat digunakan misalnya:
 Amitriptilin 10/25 mg tablet dengan dosis 150-300mg/hr
 Maprotiline 25/50/75 mg tablet dengan dosis 25-75 mg/hr
 Amineptine 100 mg tablet dengan dosis 200 mg/hr
d. Antagonis serotonin, sebaiknya diberikan dalam bentuk sediaan injeksi atau spray
nasal, jika pemberian oral tidak memungkinan saat ada gejala mual atau muntah.
Golongan obat ini bekerja dengan cara meningkatkan kadar neurotransmitter
serotonin di otak. Obat yang digunakan yaitu :
 Metysergid 2 mg tablet dengan dosis 4-6 mg/hr
10

 Sumatriptan 100 mg tablet dengan dosis 300 mg/hr


 Fluoksetin 10 mg tablet dengan dosis maksimal 60 mg/hr
e. Agonis selektif reseptor α2, obat yang digunakan yaitu tizanidin. Cara kerjanya
adalah dengan mencegah mengecilnya dan melebarnya pembuluh darah secara
abnormal. Bekerja pada rangsangan sentral neuron-neuron penghambat. Efek
sampingnya adalah mengantuk, mulut kering dan depresi. Beberapa penelitian
menyatakan bahwa tizanidin ternyata efikasius, aman dan dapat ditoleransi pada
terapi profilaksis nyeri kepala harian.
Serangan akut berespon terhadap aspirin dan obat AINS lainnya seperti asam
asetilsalisilat, metampiron maupun asam mefenamat. Untuk tindakan profilaksis
diberikan pengobatan amitriptilin, atau pemberian kembali inhibitor selektif serotonin
dan tizanidin sangat berguna dalam beberapa kasus. Meski banyak pasien berespon
terhadap benzodiazepin seperti diazepam, obat-obat ini harus dibatasi penggunaannya
karena memiliki potensi adiktif.6,7,8

2.9. Pencegahan
Pencegahan yang dilakukan pada nyeri kepala TTH ini dapat berupa teknik
relaksasi pencegahan dan penghindaran situasi stress. Pada beberapa orang, suatu
pengobatan sehari dapat membantu, secara khas dapat digunakan Trisiklik
antidepresan, bahkan untuk orang-orang tanpa depresi.5
Pencegahan lain meliputi penggunaan bantal yang berbeda atau mengubah
posisi tidur, posisi saat membaca harus benar, saat bekerja atau melakukan aktivitas
lain yang dapat menyebabkan sakit kepala. Latihan leher dan bahu harus sering
terutama saat mengetik, menggunakan komputer atau pekerjaan lain. Selain itu juga
harus cukup tidur dan istirahat atau pemijitan otot dapat mengurangi sakit kepala.
Mandi atau berendam air panas/dingin dapat membebaskan sakit kepala untuk
sebagian orang.13
11

2.10. Prognosis
Prognosis dari TTH umumnya memberikan respon yang baik terhadap
pengobatan tanpa pengaruh efek sisa.11
12

BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : AY
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 28 tahun
Tempat, Tanggal Lahir : Kediri, 31 Januari 1991
Alamat : Dandangan, Kota Kediri, Jawa Timur
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Katolik
Status Pernikahan : Menikah
No Rekam Medik : 4013
Tanggal Pemeriksaan : 13 Juli 2019

3.2 Anamnesis
1) Keluhan Utama
Nyeri Kepala

2) Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien mengeluh nyeri kepala bagian belakang sejak 3 hari yang lalu. Nyeri
kepala dirasakan seperti tegang atau tertekan. Pasien mengatakan nyeri dikatakan
muncul kadang-kadang, tidak selalu membaik dengan istirahat. Nyeri dirasakan
menjalar ke bagian bahu. Pusing berputar disangkal, mual dan muntah disangkal.
Pasien mengaku akhir-akhir ini merasa kelelahan akibat pekerjaan dan kurang
beristirahat yang cukup.
3) Riwayat Pengobatan
Saat ini pasien belum mendapatkan pengobatan untuk penyakitnya saat ini.

4) Riwayat Alergi
Alergi obat maupun makanan disangkal pasien.

5) Riwayat Penyakit Dahulu


13

Pasien menyangkal adanya riwayat penyakit sistemik seperti hipertensi, diabetes,


penyakit jantung maupun paru.

6) Riwayat Penyakit Dalam Keluarga


Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama. Riwayat penyakit
lain dalam keluarga diakui tidak tahu.

7) Riwayat Sosial
Pasien merupakan karyawan swasta yang sehari-harinya bekerja di depan
komputer. Pasien mengaku kalau ia tidak merokok maupun mengonsumsi
alkohol.

3.3 Pemeriksaan Fisik


Status Present
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis (GCS: E4V5M6)
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Temperatur aksila : 36,5 oC

Status General
Kepala : normocephali, rambut warna hitam tidak beruban
Mata : anemis -/-, ikterus -/-, refleks pupil +/+, isokor
THT : tonsil T1/T1, faring hiperemi (-)
Thorak : Cor : S1S2 tunggal, regular, murmur (-)
Pul : ves +/+, rh -/-, wh -/-
Abdomen : distensi (-), BU (+) normal
Ekstremitas : edema (-/-), hangat (+/+)

3.4 Diagnosis
Tension Type Headache

3.5 Penatalaksanaan
- Paracetamol 3 x 500 mg PO
14

- Caviplex 1 x 1 tab

3.6 KIE
 Istirahat yang cukup. Tidur yang cukup 6-8 jam/ hari,
 Menghindari stressor psikis kalau memungkinkan,
 Mandi menggunakan air hangat untuk melemaskan otot leher yang kaku,
 Datang kontrol apabila keluhan menetap atau bertambah buruk.

3.7 Prognosis
Ad Vitam : ad Bonam
Ad Functionam : ad Bonam
Ad Sanationam : ad Bonam
15

DAFTAR PUSTAKA

1. Bennett, G. Cecil Textbook of Medicine 21st Edition Vol.2. Saunders Company,


Philadelphia; 2000. p.2066-2069
2. Ambre, J.J. 1993. Drug Evaluations Annual. American Medical Association,
Chicago; 1993. p.133-136.
3. Mardjono. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat, Jakarta; 1988. p.90-91
4. Price, S.A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 4. EGC,
Jakarta; 1994.h.975
5. Mansjoer, Arif dkk. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid II. Media
Aesculapius FKUI, Jakarta; 2001.h.41-43
6. Wibowo, Samekto dan Abdul Gofir. Farmakoterapi dalam Neurologi. Salemba
Medika, Jakarta; 2001.h.108-111
7. A.A.Bgs.Ngr.Nuartha, Harsono et al. Kapita Selekta Neurologi Edisi Kedua.
Gajah Mada University Press, Yogyakarta; 1996.h.243-244
8. Singh, Manish K. Muscle Contraction TTH. http://emedicine.com// Diakses pada
tanggal 10 Oktober 2006
9. Bendtsen L. Central Sensitization in Tension type Headache-Possible
Pathophysiological Mechanisms. Cephalalgia 2000;20:486-508
10. Bolay H, Moskowitz MA. Mechanism of Pain Modulation in Chronic Syndromes.
Neurology 2002;59:52-57
11. Hadinoto S. Simposium Nyeri Kepala dan Sindrom Nyeri Lain yang
Berhubungan. Edisi Pertama. Penerbit : Panitia Simposium Nyeri Kepala IDASI
Cabang Semarang. Semarang. 1987
12. Sidharta, Priguna. Neurologi Klinis dalam Praktek Umum. Dian Rakyat,
Jakarta; 1999.h.17-21
13. Medline plus. Tension headache. 2019. Tersedia di http: // www.nlm.nih.gov/me
dlineplus/ency/article/000797.htm. Akses tanggal 18 Juli 2019
16

14. Sinta, Meta, Tony Handoko, Sardjono, Freddy W, FD Suyatna, Udin S et al.
Farmakologi dan Terapi Edisi 4. FKUI. Jakarta; 2001.h.109-270
15. Dodick, David W. Chronic Daily Headache. NEJM 2006:354:2:158-165
16. Hardjasaputra, P.S.I. Data Obat di Indonesia (DOI) Edisi 10. Grafidian
Medipress, Jakarta; 2002

Anda mungkin juga menyukai