Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS

Oleh:
dr. Amanda Sherman

Pembimbing:
dr. Yetty

RS TK IV KOTA KEDIRI
2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

Hernia merupakan penonjolan isi rongga melalui defek atau bagian lemah
dari dinding rongga yang bersangkutan (Samsulhidajat et al.,2010). Hernia
inguinalis adalah hernia yang melalui anulus inguinalis internus/lateralis
menelusurikanalis inguinalis dan keluar rongga abdomen melalui anulus
inguinalis externa/medialis. Hernia inguinalis lateralis (indirekta) ke luar melalui
anulus internus menuju kanalis inguinalis – anulus eksternus dan ke luar menuju
kantong zakar. Hernia inguinalis medialis (direk), kantong hernia ke luar melalui
segitiga Hasselbach menuju anulus eksternus. Hernia femoralis, kantong melewati
anulus femoralis menuju fossa ovalis (SMF Bedah Soetomo, 2010).
Tujuh puluh lima persen dari semua kasus hernia di dinding abdomen
muncul didaerahsekitar lipat paha. Angka kejadian hernia inguinalis 10x lebih
banyak daripada hernia femoralis dan keduanya mempunyai presentase 75-80%
dari seluruh jenis hernia. Secara umum kejadian hernia inguinalis lebih banyak
diderita oleh laki-laki daripada perempuan dengan angka perbandingan laki-laki
13,9% dan perempuan 2,1% (Ruhl). Hernia inguinalis dapat diderita oleh semua
umur, tetapi kejadian hernia inguinalis meningkat dengan bertambahnya umur dan
usia yaitu puncaknya pada usia 1 tahun dan usia 40tahun. Pada anak-anak
insidensinya 1-2% dengan 10% kasus mengalami komplikasi inkaserata.
Penyebab terjadinya hernia pada anak usia sekitar 1 tahun adalah 30% anak
prosesus vaginalisnya belum menutup. Hernia indirect lebih banyak daripada
herniadirect yaitu 2:1. Hernia pada sisi kanan 60%, sisi kiri 20-25%, dan bilateral
15%. (Greenberg et al, 2008 dan Sjamsuhidajat, 2010)

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi
2.1.1 Anatomi dinding abdomen
Menurut Mc Vac. Dinding abdomen dapat dibagi menjadi - bagian atas :
prosesus xyphideus - bagian bawah : arkus costarum - bagian bawah dari medial
kanan : simpisis pubis, lingamentum inguinale, kista pubikum, krista iliaka -
bagian belakang dibatasi oleh vetebrae (R. Samsulhidajat et al., 2010) Rongga
abdomen dibagi menjadi 9 regio :
1. regio hipokondria kanan
2. regio epigastrika
3. regio hipokondria kiri
4. regio lumbalis kanan
5. regio umbilikalis
6. regio lumbalis kiri
7. regio iliaka kanan
8. regio suprapubik
9. regio iliaka kiri

3
Dinding abdomen terdiri dari beberapa lapis
kutis dan subkutis
lemak subkutan dan fasia superfisialis
3 otot : M. oblikus externus abdominis, M. oblikus internus abdominis, M.
transversus abdominis
Lapisan praperitonium dan peritonium : fasia transversalis, lemak peritoneum,
dan peritoneum
Otot dibagian depan : M. rectus abdominis (R. Samsulhidajat et al., 2010).
Dinding perut membentuk rongga perut. Intergritas lapisan muskulo
aponeurosis mencegah terjadinya hernia. Otot pada dinding perut berfungsi dalam
pernafasan, proses berkemih. (Sjamsuhidayat et al., 2010; Oetomo, 2013)

4
2.1.2 Anatomi regio inguinalis
1. Aponeurosis muskulus obliqus eksternus (MOE)
Merupakan otot ileoingunal yang paling superfisial, yang dimulai dari
costae ke 9 bagian lateral yang berjalan kearah medio caudal. Fascia superfisialis
dan fascia profundus dari otot ini menjadi satu setelah mencapai dinding depan
abdomen dan membentuk suatu aponeurosis MOE, bagian medial dekat
tuberkulum pubicum. Aponeurosis ini pecah menjadi 2 bagian yaitu : crus
superior dan crus inferior
2. Muskulus obliqus abdominis internus (MOI) Lapisan otot dibawah MOE, arah
sedikit oblique, berjalan dari pertengahan lateral ligament inguinalis menuju ke
cranio medial sampai pada tepi lateral muskulus rectus abdominis
3. Ligamentum inguinale (Poupart) Merupakan penebalan bagian bawah
aponeurosis muskulus obliqus eksternus. Terletak mulai dari sias sampai ke ramus
superior tulang pubis
4. Ligamentum lakunare(gimbernat) Merupakan paling bawah dari ligamentum
inguinale dan dibentuk dari serabut tendon obliqus eksternus yang berasal dari
daerah sias. Ligamentum ini membentuk sudut kurang dari 45 derajat sebelum

5
melekat pada ligamentum pektineal. Ligamentum membentuk pinggir medial
kanalis femoralis
5. Fasia transversalis Tipis dan melekat erat serta menutupi muskulus transversus
abdominis
6. Segitiga hasselbach Hasselbach (1814) mengemukakan dasar dari segitiga yang
dibentuk oleh pekten pubis ligamentum pektinea. Segitiga ini dibatasi oleh”
Superolateral : pembuluh darah epigastrika Dinding yang membatasi kanalis
inguinalis adalah
Anterior : dibatasi oleh aponeurosis muskulus obliqus abdominis eksternus dan
1/3 lateralnya muskulus obliqus internus
Posterior: dibentuk oleh aponeurosis muskulus transversus abdominis yang
bersatu dengan fasia transversalis dan membentuk dinding posterior dibagian
lateral. Bagian medial dibentuk oleh fasia transversa dan konjoin tendon
Superior : dibentuk oleh serabut tepi bawah muskulus obliqus internus dan
muskulus tranversus abdominis dan aponeurosis
Inferior : dibentuk oleh ligamentum inguinale dan lakunare.
Isi kanalis inguinalis pria:
vas deferens
3 arteri yaitu : a. spematika interna, a. diferential, a. spermatika eksterna
Plexus vena pampiniformis
3 nervus : cabang genital dari nervus genitofemoral, nervus ilioinguinalis,
serabut simpatis dari plexus hipogastrik
3 lapisan fascia
Fasia spermatika eksterna, lanjutan dari fascia innominate
Lapisan kremaster, berlanjut dengan serabut muskulus obliqus abdominis
internus
Fasia spermatika interna, perluasan dari fasia transversal
8. Anulus internus Dibentuk oleh ligamentum inguinalis, conjoin tendon (tepi
bawah muskulus obliqus abdominis internus, dan muskulus transverses
abdominus), dan vasaepigastrika inferior. Anulis ini merupakan keluarnya

6
funikulus spermatikus dari cavum abdomen ke kanalis inguinale. Terletak diantara
SIAS dan tuberkulum pubicum (1-1,5cm diatas ligamentum inguinale)
9. Anulus eksternus Terdiri dari crus lateral dan crus medial (merupakan
pelekatan aponeurosis MOE pada tuberkulum pubicum). Annulus ini merupakan
keluarnya n.Illioinguinalis dan funikulus spermatikus ke scrotum.(pada wanita
berupa round ligament)
10. Kanalis femoralis
Kanalis femoralis merupakan lubang berbentuk oval dengan diameter
kurang dari 4 cm, dan pada wanita mempunyai diameter lebih lebar dibang
dengan laki-laki.Pada sisi medial femoral sheath dan vena femoralis yang
mengandung limfonodus dan lemak. Di sekelilingnya terdapat beberapa bagian
rigid yaitu pada sisi anterior terdapat ligamentum inguinale, sisi media terdapat
lacuna dari ligamentum inguinale, dan pada sisi posteriornya terdapat bagian
pectineus dari ligamentum inguinale. Cincin yang sempit ini beresiko tinggi untuk
mengalami inkarserasi (terjepitnya usus).Kanalis femoralis terletak medial dari
vena femoralis didalam lakuna vaserum dorsal dari ligamentum inguinalis, tempat
vena saphena magna bermuara didalam vena femoralis. Foramen ini sempit dan
dibatasi oleh pinggir keras dan tajam.Batas kranio ventral dibentuk oleh
ligamentum inguinalis, kaudodorsal oleh pinggir os pubis yang terdiri dari
ligamentum ilio pectineale (ligamentum cooper), sebelah lateral oleh (sarung)
vena femoralis, dan disebelah medial oleh ligamentum lakunare
gimbernati.Hernia femoralis keluar melalui lakuna vasorum kaudal dari
ligamentum inguinale. Keadaan anatomi ini sering mengakibatkan inkarserasi
hernia femoralis (Sjamsuhidayat et al., 2010; Oetomo, 2013; Sabiston, 2012)

7
2.2 Hernia
2.2.1 Definisi
Hernia merupakan penonjolan isi rongga melalui defek atau bagian lemah
dari dinding rongga yang bersangkutan (Samsulhidajat et al.,2010). Hernia
inguinalis adalah hernia yang melalui anulus inguinalis internus/lateralis
menelusurikanalis inguinalis dan keluar rongga abdomen melalui anulus
inguinalis externa/medialis. Hernia inguinalis lateralis (indirekta) ke luar melalui
anulus internus menuju kanalis inguinalis – anulus eksternus dan ke luar menuju

8
kantong zakar. Hernia inguinalis medialis, kantong hernia ke luar melalui segitiga
Hasselbach menuju anulus eksternus. Hernia femoralis, kantong melewati anulus
femoralis menuju fossa ovalis (SMF Bedah Soetomo, 2010).

2.2.2 Komponen hernia


Terdapat 3 komponen yang selalu ada pada hernia, yaitu
1. Kantong hernia. Pada hernia abdominalis berupa peritoneum parietalis. Tidak
semua hernia memiliki kantong, misalnya hernia incisional, hernia adiposa, hernia
intertitialis
2. Isi hernia. Kantung hernia bisa kosong atau bisa berisi organ yang bergantung
isi organnya seperti usus, omentum, ovarium, atau organ intra ataupun
ekstraperitoneal
3. Pintu atau leher hernia atau cincin hernia, lokus minoris dinding abdomen
(Sjamsuhidayat et al., 2010; Oetomo, 2013)

2.2.3 Epidemiologi
Tujuh puluh lima persen dari semua kasus hernia di dinding abdomen
muncul di daerah sekitar lipat paha. Angka kejadian hernia inguinalis 10x lebih
banyak daripada hernia femoralis dan keduanya mempunyai presentase 75-80%
dari seluruh jenis hernia. Secara umum kejadian hernia inguinalis lebih banyak
diderita oleh lakilaki daripada perempuan dengan angka perbandingan laki-laki
13,9% dan perempuan 2,1% (Ruhl). Hernia inguinalis dapat diderita oleh semua
umur, tetapi kejadian hernia inguinalis meningkat dengan bertambahnya umur dan
usia yaitu ppuncaknya pada usia 1 tahun dan usia 40 tahun. Pada anak-anak
insidensinya 1-2% dengan 10% kasus mengalami komplikasi inkaserata.
Penyebab terjadinya hernia pada anak usia sekitar 1 tahun adalah 30% anak
prosesus vaginalisnya belum menutup. Hernia indirect lebih banyak daripada
herniadirect yaitu 2:1. Hernia pada sisi kanan 60%, sisi kiri 20-25%, dan bilateral
15%. (Greenberg et al, 2008 dan Sjamsuhidajat, 2010)

2.2.4 Etiologi

9
Hernia dapat disebabkan oleh berbagai hal, yaitu:
a. Kelemahan otot dinding abdomen
1. Kelemahan jaringan
2. Adanya daerah yang luas diligamen inguinal
3. Trauma
b. Peningkatan tekanan intra abdominal
1. Obesitas
2. Mengangkat benda berat
3. Mengejan
4. Kehamilan
5. Batuk kronik
6. Hipertropi prostate (Sjamsuhidayat et al., 2010; Oetomo, 2013)

2.2.5 Klasifikasi
1. Berdasarkan terjadinya:
a. Hernia kongenital: hernia yang dapat terjadi karena tidak sempurna proses
perkembangan tubuh di dalam kandungan. Hernia ini dapat dibagi lagi menjadi
dua, yaitu:
Hernia kongenital sempurna : karena adanya defek pada tempattempat
tertentu
Hernia kongenital tak sempurna : bayi dilahirkan normal (kelainan belum
tampak) tetapi mempunyai defek pada tempat-tempat tertentu (predisposisi) dan
beberapa bulan setelah lahir akan terjadi hernia melalui defek tersebut karena
dipengaruhi oleh kenaikan tekanan intra abdominal
b. Hernia akuisita: Hernia akuisita yaitu hernia yang didapat yang terjadi akibat
adanya kelemahan otot dinding perut misalnya karena faktor usia dan peningkatan
tekanan intraabdominal kronis. Misalnya pada batuk kronis, gangguan proses
kencing (BPH), konstipasi kronis, asites dan sebagainya. Insiden ini semakin
meningkat dengan bertambahnya usia karena otot-otot dinding perut yang sudah
lemah, manifestasi klinis umumnya adalah hernia inguinalis medialis.
(Sjamsuhidayat et al., 2010; Oetomo, 2013)

10
2. Berdasarkan arah penonjolannya
a. Hernia eksterna adalah hernia yang menonjol keluar melalui dinding perut,
pinggang, atau perineum
1) Hernia Inguinalis Lateralis
2) Hernia Inguinalis Medialis
3)Hernia Femoralis
4) Hernia lumbalis
5) Hernia umbilikalis, Sikatrikalis, Sciatic, Petit, Spigelian dan Perinialis
6) Hernia labialis adalah hernia inguinalis lateralis yang mencapai labium
mayus
b. Hernia interna adalah tonjolan usus tanpa kantong hernia melalui suatu lubang
dalam rongga lain, misalnya ke cavum thoraks, bursa omentalis, atau masuk ke
dalam kavum abdomen.
Pada cavum abdominalis : - Hernia epiploica Winslowi
- Hernia bursa omentalis
- Hernia mesenterika
- Hernia retro peritonealis
Pada cavum thorax : - Hernia diafragmatika traumatika
- Hernia diafragmatika non-traumatika:
(Sjamsuhidayat et al., 2010; Oetomo, 2013)

Gambar 2.7 Hernia berdasarkan arah penonjolannya (Sabiston, 2012)

11
3. Berdasarkan sifatnya
a. Hernia reponibilitis adalah hernia apabila isi hernia dapat keluar masuk.
Benjolan timbul jika pada posisi berdiri atau mengejan dan masuk lagi jika
berbaring atau didorong masuk, tidak ada keluhan nyeri atau gejala obstruksi
usus.
b. Hernia irreponible Hernia irreponible ditandai dengan organ yang mengalami
hernia tidak dapat kembali ke kavum abdominal kecuali dengan bantuan operasi.
Tidak ada keluhan rasa nyeri atau tanda sumbatan usus. Jika telah mengalami
perlekatan organ disebut hernia akreta.
c. Hernia inkaserata Hernia inkaserata apabila isi kantong terperangkap, terjepit
oleh cincin hernia, tidak dapat kembali ke dalam rongga perut, dan sudah disertai
tanda-tanda ileus mekanis (usus terjepit sehingga aliran makanan tidak bisa lewat)
atau dalam kata lain hernia irreponible yang mengalami gangguan passase
d. Hernia strangulata Hernia strangulata adalah hernia dimana sudah terjadi
gangguan vaskularisasi visera yang terperangkap dalam kantung hernia (isi
hernia). Pada keadaan sebenarnya gangguan vaskularisasi telah terjadi pada saat
jepitan dimulai, dengan berbagai tingkat gangguan mulai dari bendungan sampai
nekrosis. Dalam kata lain hernia irreponible yang mengalami gangguan
vaskularisasi
e. Hernia richter Hernia richter adalah hernia yang bila strangulasi hanya menjepit
sebagian dinding usus (Sjamsuhidayat et al., 2010; Oetomo, 2013)

2.2.6 Patofisiologi
Pada bulan ke 8 kehamilan, terjadi desensus testis melalui kanalis
inguinalis. Penurunan testis tersebut akan menarik peritonium ke daerah skrotum
sehingga terjadi penonjolan peritoneum yang disebut prosesus vaginalis peritonei.
Pada bayi yang sudah lahir, umumnya prosesus ini telah mengalami obliterasi
sehingga isi rongga perut tidak dapat melalui kanalis tersebut, namun pada
beberapa kasus seringkali kanalis tidak menutup. Karena testis kiri turun terlebih
dahulu, maka kanalis inguinalis kanan lebih sering terbuka. Pada keadaan normal,

12
kedua kanalis yang terbuka ini akan menutup pada usi 2 bulan. Bila prosesus
terbuka terus akan timbul hernia inguinalis.
Berbeda dengan hernia akuisita, pada orang dewasa umumnya kanalis
telah menutup. namun ketika intra abdominal mengalami peningkatan tekanan
seperti pada saat mengangkat sesuatu yang berat, pada saat buang air besar atau
batuk yang kuat atau bersin dan perpindahan bagian usus ke daerah otot
abdominal, kelebihan berat badan maka kanalis tersebut dapat membuka. Tekanan
yang berlebihan dan terjadi terus menerus dalam rentang waktu yang pada daerah
abdominal akan menyebabkan kelemahan dinding abdomen. Pada mulanya terjadi
kerusakan kecil atau lubang pada dinding abdomen, namun karena terjadi
peningkatan tekanan abdomen yang lama, akan menyebabkan kerusakan yang
lebih besar. Apabila hal ini terjadi terus menerus, maka akan menyebabkan organ
intraabdomen keluar melewati lubang tersebut.

2.2.7 Diagnosa
a. gambaran klinis
1. Anamnesa :
 Pasien hernia keluhan utamanya berupa benjolan di lipat paha yang hilang
timbul, atau perut bagian bawah pada scrotum atau labium mayor pada
wanita. Pada bayi dan anak-anak, adanya benjolan yang hilang timbul di
pelipatan paha biasanya diketahui oleh orang tuanya
 Benjolan timbul pada waktu terjadi peningkatan tekanan intra abdominal,
misalnya mengejan, menangis, batuk, atau mengangkat beban berat, atau
ketika posisi berdiri. Benjolan akan menghilang atau mengecil ketika
penderita berbaring atau didorong masuk (hernia reponibilis), benjolan tidak
dapat kembali atau tidak menghilang ketika berbaring (irreponibilis)
 Keluhan nyeri jarang dijumpai pada hernia, nyeri dapat terjadi biasanya pada
daerah epigastrium atau paraumbilikal yaitu berupa nyeri visceral karena
regangan pada mesenterium sewaktu segmen usus halus masuk kedalam
kantong hernia

13
 Nyeri yang disertai mual atau muntah akan timbul apabila terjadi hernia
inkarserata karena gangguan passase illeus (dengan gambaran obstruksi usus
dan gangguan keseimbangan cairan elektrolit dan asam basa), atau pada
hernia strangulasi karena terjadi gangguan vaskularisasi yang menyebabkan
nekrosis atau gangrene
 Terjadinya hernia tidak lepas dari beberapa faktor predisposisi, antara lain:
Pekerjaan seperti pekerjaan mengangkat-angkat beban berat, atlet angkat
besi, tentara, kuli bangunan, dan lain-lain yang membutuhkan tenaga yang
dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen
Penyakit ataupun gangguan kronis seperti BPH, stricture urethra, batuk
kronis, ascites, atau konstipasi
Faktor usia,dimana semakin tua maka otot-otot dinding abdomen akan
semakin lemah
Faktor kelebiha berat badan. Kelebihan berat badan akan meningkatkan
tekanan intra abdomen, sehingga risiko terjadinya hernia lebih besar.
(Sjamsuhidayat et al., 2010; Oetomo, 2013)
2. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik dilakukan dengan cara posisi pasien dalam
keadaan berdiri atau berbaring.
A. Inspeksi
 Tampak benjolan pada lipatan paha simetris atau asimetris pada posisi
berdiri atau pada posisi berbaring setelah pasien mengejan. Apabila tidak
didapatkan benjolan, penderita kita minta untuk melakukan manuver
valsava. - Benjolan yang berbentuk lonjong indikasi terdapat HIL atau
sedangnkan berbentuk bulat indikasi HIM
 Dilihat apakah terdapat tanda-tanda radang ada atau tidak. Pada hernia
inguinalis biasanya tanda radang (-) (Sjamsuhidayat et al., 2010; Oetomo,
2013)
B. Palpasi
 Dilakukan dalam keadaan ada benjolan hernia, bila tidak tampak benjolan
penderita diminta mengejan atau melakukan manuver valsava
 Menentukan konsistensinya

14
 Menentukan batas, pada hernia batas tidak tegas
 Lakukan reposisi dengan mendorong masuk untuk mengatahui jenis hernia
reponibble atau irreponible
 Kompresable umumnya (+)
Untuk membedakan antara hernia inguinalis lateralis dan medialis dapat
dilakukan beberapa macam test atau test provokasi yaitu Zieman’s test, finger test,
dan thumb test. (Sjamsuhidayat et al., 2010; Oetomo, 2013)
ZIEMAN’S TEST
Penderita dalam keadaan berdiri atau berbaring. apabila kantong hernia
terisi,dmasukkan dulu kedalam kavum abdomen.Untuk memeriksa bagian kanan
digunakan tangan kanan dan sebaliknya. Test ini dapat dikerjakan pada penderita
laki-laki ataupun perempuan. Dengan jari kedua tangan pemeriksa diletakkan
diatas annulus inguinalis internus ( ± 1,5 cm diatas pertengahan SIAS dan
tuberkulum pubikum), jari ketiga diletakkan pada annulus inguinalis ekternus dan
jari keempat pada fossa ovalis. Penderita disuruh mengejan maka timbul dorongan
pada salah satu jari tersebut diatas.Bilamana dorongan pada jari kedua berarti
hernia inguinalis lateralis, bila pada jari ketiga berarti hernia inguinalis medialis
dan bila pada jari keempat berarti hernia femoralis. (Sjamsuhidayat et al., 2010;
Oetomo, 2013)

FINGER TEST
Test ini hanya dapat dilakukan pada penderita laki-laki. Dengan
menggunakan jari telunjuk atau kelingking skrotum diinvaginasikan menyelusuri

15
annulus eksternus sampai dapat mencapai kanalis inguinalis kemudian penderita
disuruh batuk, bilamana ada dorongan atau tekanan timbul pada ujung jari maka
didapatkan hernia inguinalis lateralis, bila pada samping jari maka didapatkan
suatu hernia inguinalis medialis. (Sjamsuhidayat et al., 2010; Oetomo, 2013)

THUMB TEST
Penderita dalam posisi tidur telentang atau pada posisi berdiri. Setelah
benjolan dimasukkan kedalam rongga perut, ibu jari kita tekankan pada annulus
internus.Penderita disuruh mengejan atau meniup dengan hidung atau mulut
tertutup atau batuk.Bila benjolan keluar waktu mengejan berarti hernia inguinalis
medialis dan bila tidak keluar berarti hernia inguinalis lateralis. (Sjamsuhidayat et
al., 2010; Oetomo, 2013)

C. Auskultasi

16
Pada hernia inguinalis dapat ditemukan suara bising usus. (Sjamsuhidayat et al.,
2010)

b. pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang pada hernia secara umum :


 Ultrasound: Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mendiagnosis hernia
yang sulit diidentifikasi. Pemeriksaan ini bisa mengetahui isi dari kantung
hernia. Pemeriksaan ini cukup efisien dan ekonomis
 Barium Xray : Pemeriksaan Xray dimana penderita sebelumnya diminta
untuk meminum cairan barium untuk memperjelas hasil xray. Barium
akan menelusuri bagian kerongkongan, abdomen, dan bagian usus.
Barium dapat berguna untuk mendeteksi adanya hiatus hernia atau hernia
pada diafragma
 Endoscopy or gastroscopy
 CT Scan : CT dapat membantu mempermudah menemukan hernia
diafrahma, hernia internal, maupun hernia pada dinding hernia
(Weitzendorfer et al., 2017; Young et al., 2007; Lee dan Cohen, 1993)

2.2.8 Diagnosa banding


 Hidrokel testis
 Limfadenopati
 Abses inguinal
 Varikokel

17
 Hematom karena trauma
 Lipoma
 Tumor testis
 Torsio testis
 Limfadenitis yang disertai tanda radang lokal umum dengan sumber
infeksi di tungkai bawah, perineum, anus, atau kulit tubuh kaudal dari
tingkat umbilikus.
Untuk membedakan dengan diagnosis banding perlu diketahui bahwa
munculnya hernia erat hubungannya dengan aktifivas seperti mengejan , batuk
dan gerak lain yang disertai dengan peningkatan tekanan intra abdomen,
sedangkan penyakit lain tidak berhubungan dengan aktifivas tersebut.
(Sjamsuhidayat et al., 2010; Oetomo, 2013)

2.2.9 Komplikasi Kompolikasi yang terjadi pada hernia bergantung pada keadaan
hernia itu sendiri.
1. Apabila terjadi perlekatan antara isi hernia dengan kantong hernia, akan
menyebabkan isi hernia tidak dapat dimasukkan kembali atau dapat terjadi hernia
irreponible
2. Apabila terjadi penekanan pada cincin isi herniaernia yang mengakibatkan
banyak isi hernia yang masuk sehingga cincin hernia menjadi sempit dan
menimbulkan gangguan passase usus atau disebut hernia
3. Bila inkarserata dibiarkan, maka akan timbul edema sehingga terjadi penekanan
pembuluhdarah dan terjadi nekrosis. Keadaan ini disebut hernia inguinalis
lateralis strangulata
4. Timbul edema bila terjadi obstruksi usus yang kemudian menekan pembuluh
darah dankemudian timbul nekrosis
5. Bila terjadi penyumbatan dan perdarahan akan timbul perut kembung, muntah
danobstipasi
6. Bila isi perut terjepit dapat terjadi: shock, demam, asidosis metabolik, abses.
(Sjamsuhidayat et al., 2010; Oetomo, 2013)

18
2.2.10 Penatalaksanaan
1. Non Operatif
Pengobatan non operatif atau konservatif terbatas pada tindakan
melakukan reposisi. Reposisi dapat dilakukan dengan cara :
 Reposisi bimanual. Tangan kiri memegang isi hernia sambil membentuk
corong sedangkan tangan kanan mendorongnya ke arah cincin hernia
dengan sedikit tekanan perlahan yang tetap sampai terjadi reposisi.
 Pada anak-anak dapat dilakakukan dengan menidurkan anak dan
mengunakan sedatir dan kompres es diatas hernia
 Dapat dilakukan dengan posisi trendelenburg
 Reposisi dengan pemakaian bantal penyangga atau penunjang untuk
mempertahankan isi hernia yang telah direposisi (pemakaian sabuk
TRUSS).

2. Operatif
Tindakan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia yang
rasional. Indikasi dilakukan operasi adalah begitu diagnosis hernia ditegakkan.
(Sjamsuhidayat et al., 2010).
Indikasi dilakukan operasi pada hernia :
1. Hernia Inkarserata / Strangulasi (cito)
2. Hernia Irreponabilis ( urgent, 2 x 24 jam) 3. Hernia Reponibilis dilakukan atas
indikasi sosial : pekerjaan (elektif)

19
Prinsip operasi hernia adalah menghilangkan sakus peritonealis dan
menutup defek dasar inguinal. Tujuan tersebut dicapai dengan: (SMF Bedah
Soetomo, 2010)
1. herniotomi yaitu memotong untuk membuang kantung hernia seproksimal
mungkin. Kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan apabila terjadi perlekatan,
kemudian direposisi, kantong hernia dijahitikat setinggi mungkin lalu dipotong
2. herniorafi adalah terdiri dari herniotomi dan hernioplasty
3. Hernioplasty yaitu menutup defek atau memperkuat dasar inguinal.
Hernioplasti lebih penting dalam mencegah terjadinya kekambuhan. Hernioplasty
bertujuan untuk memperkecil anulus inguinalis internus dengan jahitan terputus,
menutup dan memperkuat fasia transversa, dan menjahitkan pertemuan m.
tranversus internus abdominis dan m. oblikus internus abdominis yang dikenal
dengan nama conjoint tendon ke ligamentum inguinale Pouparti menurut metode
Bassini, atau menjahitkan fasia tranversa m. transversus abdominis, m.oblikus
internus abdominis ke ligamentum Cooper pada metode Mc Vay. Bila defek
cukup besar atau terjadi residif berulang diperlukan pemakaian bahan sintesis
seperti mersilene, prolene mesh atau marleks untuk menutup defek.25

2.2.11 Perawatan pasca operasi


 Diet : seperti pada post operasi pada umumnya, pada pasien
post operasi hernia dibolehkan makan makanan sehat dan bergizi apabila BU
(+) dan respirasi stabil
 Perawatan luka : observasi perdarahan, swelling, dan kemerahan. Apabila
terdapat swelling atau bengkak pada daerah oprasi bisa dikompres dengan air
dingin. pasien diperbolehkan mandi dimulai 24-36 jam setelah operasi dengan
syarat luka oprasi harus tertutup dan tidak boleh basah. Setelah 710 hari
operasi, dressing bisa dilepas
 Pain management : Monitoring skore nyeri. Pasien dapat diberikan anti nyeri
seperti asam mefenamat, paracetamol
 Aktivitas : pasien diperbolehkan untuk beraktivitas seperti biasa
seperti berjalan, bekerja (2-12 minggu), menyetir (24 jam-6 minggu post op),

20
melakukan hubungan seksual (1-4 minggu post op), atau latihan olahraga (2-12
minggu post op). (Grewal, 2018)

2.2.12 Komplikasi post operasi


Komplikasi pasca oprasi hernia dapat terjadi :
 Hematoma (pada luka atau pada skrotum)
 Infeksi pada luka operasi
 Nyeri kronis
 Nyeri dan pembengkakan testis yang menyebabkan atrofi testis
 Rekurensi / residif
 Cedera v.Femoralis, n.Illionguinalis, n.Illiofemoralis, duktus deferens,
atau buli-buli.

2.2.13 Prognosis
Prognosa tergantung pada keadaan umum penderita serta ketepatan
penanganan.Tapi pada umumnya ‘baik’ karena kekambuhan setelah operasi jarang
terjadi, kecuali pada hernia berulang atau hernia yang besar yang memerlukan
penggunaan materi prostesis. Pada hernia paling penting mencegah
predisposisinya.

21
BAB 3. LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Penderita


Nama : Tn. M
Umur : 54 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Alamat : Ngasem, Kediri
Pekerjaan : Kuli angkut di Pasar
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
No. RM : 049969
Tanggal MRS : 22 Februari 2019
Tanggal pemeriksaan : 22 Februari 2019-27 Februari 2019
Tanggal KRS : 27 Januari 2019

3.2 Anamnesis
Keluhan Utama : Benjolan di lipatan paha kanan
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien mengatakan muncul benjolan dari lipatan
paha kanan kurang lebih sejak 3 tahun yang lalu, awalnya benjolan tersebut kecil.
Benjolan juga ikut membesar ketika pasien sedang bekerja, terutama ketika
mengangkat bak ikan. Benjolan dapat membesar ketika pasien berdiri lama atau
mengejan saat buang air besar. Benjolan dapat masuk ketika didorong
menggunakan tangan atau masuk dengan sendirinya saat pasien tidur. Pasien tidak
pernah mengeluh nyeri pada benjolan, namun pasien mengaku terganggu dengan
adanya benjolan.

Riwayat Pengobatan : beli obat sendiri di apotek. Nama obat (-)


Riwayat Penyakit Dahulu : HT (-), DM (-), Asma (-), riwayat operasi di
daerah lipat paha (-)
Riwayat Penyakit Keluarga : Disangkal

22
Riwayat Sosial : Pasien bekerja sebagai kuli angkut di pasar, sering
mengangkat setiap harinya.

3.3 Pemeriksaan Fisik


Keadaan Umum : Cukup
Kesadaran : Compos Mentis (4-5-6)
Vital Sign :
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Frekuensi Nadi : 78x/menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu badan : 36,5°C
Kepala : a/i/c/d (-/-/-/-)
Telinga : dbn
Hidung : dbn
Leher : deviasi trakea (-), pembesaran KGB (-)
Thoraks :
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris, retraksi dinding dada (-/-),
iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Pergerakan dinding dada kanan dan kiri simetris, iktus kordis
teraba pada ICS V midclavicula sinistra, fremitus raba normal
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler di kedua lapang paru, rhonki (-) wheezing (-), S1S2
tunggal, e/g/m= -/-/-/-
Abdomen :
Inspeksi : Flat, DC (-) DS (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal 20x/menit
Palpasi : Soepel, nyeri tekan (-), Hepar dan Lien tidak membesar
Perkusi : Timpani
Ekstremitas superior et inferior : akral hangat(+), edema ekstremitas (-)
Status Lokalis :

23
Regio inguinalis dextra :
Inspeksi : tampak benjolan bentuk memanjang/lonjong dengan permukaan
rata, warna sesuai warna kulit, tidak kemerahan.benjolan keluar lebih besar ketika
pasien mengejan, transiluminasi (-)
Auskultasi : bising usus (+).
Palpasi : tidak teraba hangat, kenyal, batas atas tidak jelas, imobile 5x12
cm, benjolan dapat dimasukkan dengan dorongan, nyeri (-).
Zieman’s test : teraba tonjolan pada jari ke 2
Finger test : teraba tonjolan pada ujung jari
Thumb test : tidak ada benjolan yang keluar

3.4 Diagnosis Kerja


Hernia inguinalis lateralis Dextra Reponible

3.6 Planning Terapi


 IVFD RL 1500 cc/24 jam (21 tpm)
 Inj. Antrain 3x1 g
 Inj. Ranitidin 2x50 mg
 Pemeriksaan penunjang

24
Lab : DL, Faal hati (OT/PT, Albumin), Faat Ginjal (Bun, Creat, AU,
Urea), GDA
TF
 Pro op Hernioraphy

3.7 Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad sanationam : ad bonam

3.8 Pemeriksaan Penunjang


1. Hasil lab hematologi 22/2/2019

2. Hasil pemeriksaan foto thorax 22/2/19

25
C/P= dbn
3.8 Laporan Operasi
Tanggal Operasi : 23/2/2019
Diagnosis Pra Bedah : HIL D Reponible
Diagnosis Pasca Bedah: HIL D Reponible
Tindakan Operasi : Hernioplasty
Persiapan Operasi : Informed Consent dan Inj Ceftriaxone 2 gr
Posisi Pasien : Supine
Desinfeksi : Povidone Iodine 10%
Pendapatan pada Eksplorasi : Didapatkan kantong hernia (+)
Deskripsi : Dilakukan Herniraphy
Komplikasi :-

3.9 Follow Up
Tgl. 24-01- 2019
S/ Nyeri di luka bekas operasi
O/ ku : cukup
Kes : CM (4-5-6)
TD : 110/70 RR : 18x/mnt
HR : 78x/mnt Tax : 36,5 C
k/l : a/i/c/d : -/-/-/-

26
tho : c : s1s2 tunggal, e/g/m : -/-/-
p : simetris, ves +/+, rh -/-, whe -/-
abd : flat, BU + normal, soepel, hipertimpani
ext : AH ++/++ , OE --/--
Status lokalis
Regio inguinalis dextra:
Inspeksi : Dressing(+), rembesan darah (-), pus (-), flat
Auskultasi : BU (+)
Palpasi : soepel, nyeri bekas operasi (+)
Perkusi : hipertimpani

A/ HIL (D) Reponible post op Hernioraphy H1


P/ IVFD RL 1500 cc/ 24 jam (21 tpm)
Inj. Ceftriaxone 2x1 gr
Inj. Antrain 3x1 gr
Inj. Ranitidin 2x50 mg
Sadar baik, BU (+), minum sedikit-sedikit 6x10 cc)
Mobilisasi

Tgl. 25-01- 2019

S/ Nyeri di luka bekas operasi


O/ ku : cukup
Kes : CM
TD : 120/70 RR : 18x/mnt
HR : 80x/mnt Tax: 36,6 C

27
k/l : a/i/c/d : -/-/-/-
tho : c : s1s2 tunggal, e/g/m : -/-/-
p : simetris, ves +/+, rh -/-, whe -/-
abd : flat, BU + normal, soepel, timpani
ext : AH ++/++ , OE --/--
Status lokalis :
Regio inguinalis dextra:
Inspeksi : Dressing(+), rembesan darah (-), pus (-)
Auskultasi : BU (+)
Palpasi : nyeri bekas operasi (+), soepel
Perkusi : timpani

A/ HIL (D) Reponible post op Hernioraphy H2


P/ IVFD RL 1500 cc/ 24 jam (21 tpm)
Inj. Ceftriaxone 2x1 gr
Inj. Antrain 3x1 gr
Inj. Ranitidin 2x50 mg
Diet bubur halus
Mobilisasi
Tgl. 26-01-2019

S/ nyeri pada luka bekas operasi (+) berkurang


O/ ku : cukup
Kes : CM (4-5-6)
TD : 120/70 RR : 20x/mnt
HR : 80x/mnt Tax : 36,5 C

28
k/l : a/i/c/d : -/-/-/-
tho : c : s1s2 tunggal, e/g/m : -/-/-
p : simetris, ves +/+, rh -/-, whe -/-
abd : flat, BU + normal, soepel, timpani
ext : AH ++/++ , OE --/--
Status lokalis :
Regio inguinalis D:
I : Dressing(+), rembesan darah (-), pus (-)
A : BU (+)
P : nyeri sudah berkurang, soepel
P : timpani

A/ HIL D reponible post Hernioplasty H3


P/ IVFD RL 1500 cc/24 jam (21 tpm)
Inj. Antrain 3x1 gr
Inj. Ranitidin 2x50 mg
Diet TKTP
Mobilisasi
Pro KRS besok pagi
Terapi pulang :
- Cefixime 2x100 mg pc
- Asam mefenamat 3x500 mg pc
Diet TKTP
Mobilisasi di rumah
Kontrol 3 hari

29
DAFTAR PUSTAKA

Grewal, P. 2014. Survey of post-operative instructions after inguinal hernia repair


in England in 2012. Sprnger : Hernia Volume 18, Issue 2, pp 269–272

Lee, G H M., A. J. Cohen., 1993. CT imaging of abdominal hernias. AJR(161):6

Oetomo, K. S. 2013. Hernia. Surabaya: SMF Bedah RSU HAJI Surabaya

Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2012. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi III.
Jakarta: EGC.

SMF Bedah Soetomo. 2010. Pedoman Diagnosis dan Terapi SMF Ilmu Bedah.
Surabaya: RSUD DR Soetomo

Townsend, C.M., Beauchamp D., Evers M., Mattox K.L. 2017. Sabiston textbook
of surgery : the biological basis of modern surgical practice. 20th edition.
Canada: Elsevier

30

Anda mungkin juga menyukai