Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS

KETUBAN PECAH DINI

Oleh:
I Gde Arya Dharmika Palguna (1302006184)
I Gusti Agung Indah Pradnyani R.S. (1302006098)

Pembimbing
dr. IGM Joni, Sp.OG

DALAM RANGKA MENJALANI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


LAB/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNUD/RSUD BANGLI
JUNI 2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat rahmat-Nya lah laporan kasus ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Laporan ini dibuat dalam rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di
Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi RSUD Badung/Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana
Pada Kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. dr. AAN. Putra Wirawan, Sp.OG, selaku Kepala Bagian/SMF Obstetri
dan Ginekologi RSUD Bangli
2. dr IGM Joni, SpOG selaku pembimbing dalam penulisan laporan
kasus ini.
3. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan ini
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari kata
sempurna, karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis miliki.
Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari
para pembaca.

Badung, Juni 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

PENDAHULUAN...................................................................................................1

TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................2

2.1. Definisi......................................................................................................2

2.2. Epidemiologi.............................................................................................2

2.3. Etiologi dan Faktor Risiko........................................................................3

2.4. Patofisiologi...............................................................................................4

2.5. Diagnosis...................................................................................................5

2.6. Penatalaksanaan.........................................................................................7

2.8. Komplikasi................................................................................................9

2.9. Prognosis.................................................................................................10

LAPORAN KASUS...............................................................................................11

PEMBAHASAN....................................................................................................21

RANGKUMAN.....................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................25

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Masa kehamilan dapat menjadi suatu masa penantian dan perwatan yang
membutuhkan perhatian penuh karena selama kehamilan dapat terjadi banyak hal
yang tidak menentu. Salah satu hal tersebut adalah pecahnya selaput ketuban
sebelum waktunya selaput pelindung janin tersebut pecah.
Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya selaput ketuban
sebelum terjadinya persalinan. Ketuban pecah dini dapat terjadi pada atau setelah
usia gestasi 37 minggu (POGI 2016). Definisi lain menyebutkan, ketuban pecah
dini adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu, yaitu bila pembukaan pada
primigravida kurang dari 3 cm dan pada multigravida kurang dari 5 cm (Rustam
1998)
Dalam keadaan normal 8-10 % selaput ketuban pecah dalam proses
persalinan atau hamil aterm. Ketuban Pecah Dini Prematur terjadi pada 1 %
kehamilan. Masalah KPD memerlukan perhatian yang lebih besar, karena
prevalensinya yang cukup besar dan cenderung meningkat. Kejadian KPD aterm
terjadi pada sekitar 6,46-15,6% kehamilan aterm (POGI 2016). Morbiditas pada
kasus KPD preterm cukup besar (76,67% dari 60 kasus) ketika durasi KPD>24
jam. Dengan sepsis sebagai morbiditas tertinggi pada neonatus, diikuti oleh
kompresi tali pusat, berat badan lahir sangat rendah, dan fetal distress (Khan &
Khan 2016).
Penyebab ketuban pecah dini masih belum jelas, namun terdapat beberapa
kondisi yang meningkatkan risiko terjadinya KPD seperti infeksi, malpresentasi
janin, kehamilan multiple, polihidramnion, inkompetensi servik dan trauma pada
abdomen. Dalam penatalaksanaan KPD terdapat beberapa hal yang perlu
diperhatikan yaitu memastikan diagnosis, menentukan umur kehamilan,
mengevaluasi ada tidaknya infeksi maternal ataupun infeksi janin, serta apakah
ada tanda-tanda inpartu atau terdapat kegawatan janin (POGI 2016). Oleh karena
itu laporan kasus ini akan membahas mengenai KPD mengingat pentingnya
pemahaman mulai dari pencegahan , diagnosis, hingga penatalaksanaan kasus
KPD.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban pada
kehamilan lebih dari 20 minggu, tanpa disertai tanda-tanda persalinan (SMF
Obstetri dan Ginekologi 2015). Secara umum, KPD dapat dibagi menjadi
early KPD yaitu selaput ketuban telah pecah selama <12 jam dan prolonged
KPD yaitu selaput ketuban telah pecah selama ≥12 jam (Gahwagi et al.
2015).
KPD dapat terjadi pada usia kehamilan <37 minggu dan usia
kehamilan ≥37 minggu. KPD yang terjadi pada usia kehamilan <37 minggu
disebut KPD preterm atau preterm premature rupture of membranes
(PPROM), sedangkan KPD yang terjadi pada usia kehamilan ≥37 minggu
disebut KPD aterm atau premature rupture of membranes (PROM) (POGI
2016).

2.2. Epidemiologi
Dalam keadaan normal, 8-10 % perempuan hamil aterm akan
mengalami Ketuban Pecah Dini dan sebanyak 1% perempuan mengalami
Ketuban Pecah Dini Prematur. Hampir semua ketuban pecah dini pada
kehamilan preterm akan lahir sebelum aterm atau persalinan akan terjadi
dalam satu minggu setelah selaput ketuban pecah. 70% kasus ketuban pecah
dini terjadi pada kehamilan cukup bulan (Soewarto 2010).
Kejadian KPD terjadi pada sekitar 6,46-15,6% kehamilan aterm dan
PPROM terjadi pada terjadi pada sekitar 2-3% dari semua kehamilan
tunggal dan 7,4% dari kehamilan kembar. PPROM merupakan komplikasi
pada sekitar 1/3 dari semua kelahiran prematur, yang telah meningkat
sebanyak 38% sejak tahun 1981 (POGI 2016). Penelitian lain dengan 100
pasein KPD, 48% adalah primigravida, 83% kasus KPD terjadi pada usia
keamilan 37-41 minggu, dan mayoritas pasien (83%) telah mengalami KPD
>24 jam. Faktor risiko KPD pada penelitian ini beragam, mulai dari riwayat

2
KPD pada kehamilan sebelumnya (26%), infeksi saluran kemih berulang
(12%), hingga tidak diketahui (43%) (Gahwagi et al. 2015).

2.3. Etiologi dan Faktor Risiko


Pecahnya selaput ketuban berkaitan dengan perubahan proses
biokimia yang terjadi dalam kolagen matriks eksra selular amnion, korion,
dan apoptosis membran janin. Membran janin dan desidua bereaksi terhadap
stimuli seperti infeksi dan peregangan selaput ketuban dengan memproduksi
mediator seperti prostaglandin, sitokinin, dan protein hormon yang
merangsang aktivitas matrix degrading enzyme (Sarwono). Berikut adalah
hal-hal yang dicurigai sebagai penyebab KPD yaitu : (Parry & Strauss 1998)
1. Infeksi yang menyebabkan terjadinya biomekanik pada selaput ketuban
dalam bentuk preteolitik sel sehingga memudahkan ketuban pecah
misalnya pada amnionitis atau korioamnionitis.
2. Inkompetensi servik, merupakan suatu keadaan dimana kanalis sevikalis
selalu terbuka oleh karena kelainan pada servik uteri biasanya akibat
persalinan, kuretase, atau tindakan bedah obstetri lainnya.
3. Distensi uterus, meningkatnya tekanan intra uterin secara berlebihan
seperti pada keadaan trauma, kehamilan ganda dan polihidramnion.
4. Kelainan letak janin dan uterus misalnya letak sungsang dan letak
lintang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas
panggul (PAP) dan tidak ada yang menghalangi tekanan terhadap
membran bagian bawah.
5. Faktor keturunan yaitu adanya kelainan genetik

6. Trauma dan prosedur medis (iatrogenik) seperti amniosentesis.

Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda, namun mudah


pecah pada trimester ketiga. Melemahnya kekuatan selaput ketuban
berhubungan dengan riwayat persalinan prematur, riwayat ketuban pecah
dini pada kehamilan sebelumnya, perdarahan pervaginam, atau distensi
uterus (misalnya pasien dengan kehamilan multipel dan polihidramnion)
juga ditemukan pada kelompok sosioekonomi rendah, perokok, dan
mempunyai riwayat infeksi menular seksual. Prosedur yang dapat berakibat
pada kejadian KPD aterm antara lain sirklase dan amniosentesis. Infeksi

3
atau inflamasi koriodesidua juga dapat menyebabkan KPD preterm.
Penurunan jumlah kolagen dari membran amnion juga diduga merupakan
faktor predisposisi KPD preterm (POGI 2016)

2.4. Patofisiologi
Selaput amnion merupakan jaringan avaskular yang lentur tetapi kuat.
Bagian dalam selaput yang berhubungan dengan cairan merupakan jaringan
sel kuboid yang asalnya ektoderm. Jaringan ini berhubungan dengan lapisan
interstisial mengandung kolagen I, III, dan IV. Lapisan dalam amnion
merupakan mikrovili yang berfungsi mentransfer cairan dan metabolik.
Lapisan ini menghasilkan zat penghambat metalloproteinase. Sel mesenkim
berfungsi menghasilkan kolagen sehingga selaput menjadi lentur dan kuat.
Di samping itu, jaringan tersebut menghasilkan sitokin IL-6, IL-8, MCP-1
(monosit chemoattractant protein-l) yang bermanfaat untuk melawan bakteri
(Soewarto 2010). Bagian luar dari selaput amnion berupa jaringan
mesenkim yang berasal dari mesoderm yang berhubungan dengan korion
laeve
Volume cairan ketuban pada kehamilan aterm rata-rata adalah 800 ml,
pH 7,2 dan massa jenis 1,0085. Pada kehamilan awal, cairan ketuban
sebagaian besar diproduksi oleh sekresi epitel selaput amnion. Dengan
bertambahnya usia kehamilan, produksi cairan ketuban didominasi oleh
kulit janin dengan cara difusi membran. Pada kehamilan 20 minggu, saat
kulit janin mulai kehilangan permeabilitas ginjal janin mengambil alih peran
tersebut dalam memproduksi cairan ketuban. Setelah 20 minggu produksi
cairan berasal dari urin janin (Soewarto 2010).
Cairan ketuban merupakan pelindung dan bantalan untuk proteksi
sekaligus menunjang pertumbuhan. Osmolaritas, kadar natrium, ureum,
kreatinin tidak berbeda dengan kadar pada serum ibu, artinya kadar di cairan
amnion merupakan hasil difusi dari ibunya. Cairan amnion mengandung
banyak sel janin (lanugo, verniks kaseosa) serta mengandung fosfat dan
seng yang berguna untuk menghambat bakteri (Soewarto 2010).
Pecahnya selaput ketuban berkaitan dengan perubahan proses
biokimia yang terjadi dalam kolagen matriks eksra selular amnion, korion,
dan apoptosis membran janin. Membran janin dan desidua bereaksi terhadap

4
stimuli seperti infeksi dan peregangan selaput ketuban dengan memproduksi
mediator seperti prostaglandin, sitokinin, dan protein hormon yang
merangsang aktivitas matrix degrading enzyme (Soewarto 2010).
MMP merupakan golongan enzim yang dihasilkan oleh tipe sel yang
menghidrolisis paling sedikit satu komponen matriks ekstraseluler. Inhibitor
jaringan metalloproteinase bentuk 1:1 stoikiometri dengan MMP dan
menghambat aktivitas proteolitiknya (Parry & Strauss 1998). Mendekati
waktu persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIMP-1 (tissue inhibitors
metalloproteinase-1) mengarah pada degradasi proteolotik dari matriks
ekstraseluler dan membran janin. Aktivitas degradasi proteolitik ini
meningkat menjelang persalinan sehingga selaput ketuban menjadi mudah
pecah ketika menjelang persalinan (Soewarto 2010).
Kolagen terdapat pada lapisan kompakta ketuban, fibroblast, jaringan
retikuler korion dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen
dikontrol oleh sistem aktivasi dan inhibisi interleukin-1 (IL-1) dan
prostaglandin. Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas
IL-1 dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi
depolimerasi kolagen pada selaput korion/amnion, menyebabkan ketuban
tipis, lemah dan mudah pecah spontan (Parry & Strauss 1998). KPD pada
kehamilan prematur sering terjadi pada infeksi, polihidramnion,
inkompetensi serviks dan solusio plasenta (SMF Obstetri dan Ginekologi
2015).

2.5. Diagnosis
Diagnosis dari KPD dapat ditentukan dari hasil anamnesis pasien
diikuti dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang sesuai.
Pemeriksaan digital melalui vagina harus dibatasi jika dicurigai preterm
KPD (PPROM). Beberapa langkah yang perlu dilakukan dalam menegakkan
diagnosis KPD yaitu (Soewarto 2010; SMF Obstetri dan Ginekologi 2015):

Anamnesis
- Waktu keluarnya cairan, wama, bau, dan volume
- Usia gestasi dan taksiran persalinan, riwayat KPD aterm sebelumnya,
serta faktor risiko KPD pada pasien

5
- Menanyakan tanda-tanda persalinan seperti sakit perut hilang timbul
dan keluar lendir campur darah.
- Menanyakan riwayat demam, trauma dan tindakan medis seperti versi
luar dan prosedur amniocentesis.
Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan fisik umum
2. Leopold I-IV, His dan detak jantung janin
3. Inspekulo
- Pemeriksaan spekulum steril digunakan untuk menilai pengeluaran
cairan atau darah dari OUE, jika tidak ada dapat dicoba dengan
menggerakkan sedikit bagian terbawah janin atau meminta pasien
batuk atau mengedan.
- Pemeriksaan inspekulo juga dilakukan untuk menilai adanya
servisitis, prolaps tali pusat, atau prolaps bagian terbawah janin
(pada presentasi bukan kepala);.
4. Colok vagina
- Ada cairan dalam vagina.
- Selaput ketuban sudah pecah.
- Menlai dilatasi dan pendataran serviks serta mendapatkan sampel
5. Tes kertas lakmus
Penentuan cairan ketuban dapat dilakukan dengan tes lakmus. Cairan
ketuban akan mengubah kertas lakmus merah menjadi biru
Pemeriksaan laboratorium
- Pemeriksaan darah lengkap dan urin lengkap untuk memeriksa tanda-
tanda infeksi pada ibu

USG
Pemeriksaan USG dapat berguna melengkapi diagnosis untuk menilai
indeks cairan amnion. Selain itu USG dapat digunakan untuk menilai
taksiran berat janin, usia gestasi dan presentasi janin, dan kelainan
kongenital janin.
Kriteria diagnosis KPD menurut Panduan Praktik Klinis Obgyn RSUP
Sanglah (2015):
1. Hamil lebih dari 20 minggu
2. Keluar air dari OUE
3. Kertas lakmus merah menjadi biru.
4. Tidak ada tanda tanda inpartu.

6
2.6. Penatalaksanaan
Prinsip utama penatalaksanaan KPD adalah untuk mencegah
mortalitas dan morbiditas perinatal pada ibu dan bayi yang dapat meningkat
karena inf Terdapat dua manajemen dalam penatalaksanaan KPD, yaitu
manajemen aktif dan ekspektatif. Manajemen ekspektatif adalah
penanganan dengan pendekatan tanpa intervensi, sementara manajemen
aktif melibatkan klinisi untuk lebih aktif mengintervensi persalinaneksi atau
akibat kelahiran preterm pada kehamilan dibawah 37 minggu (Gahwagi et
al. 2015).
Penatalaksanaan ketuban pecah dini memerlukan pertimbangan usia
kehamilan, adanya infeksi pada komplikasi ibu dan janin, dan adanya tanda-
tanda persalinan. Prinsip penanganan Ketuban Pecah Dini adalah
memperpanjang kehamilan sampai paru-paru janin matang atau dicurigai
adanya atau terdiagnosis korioamnionitis (Khan & Khan 2016).4
1. KPD pada Kehamilan Aterm dan Mendekati Aterm (≥ 35 Minggu)
(SMF Obstetri dan Ginekologi 2015)
a. Diberikan antibiotika profilaksis yaitu Ampisilin 4 x 500 mg.
b. Dilakukan pemeriksaan "admision test" bila hasilnya patologis
dilakukan SC.
c. Observasi temperatur rektal setiap 3 jam, bila ada kecenderungan
meningkat, lebih atau sama dengan 37,6° C, segera dilahirkan.
d. Bila AT normal dan temperatur rektal < 37,6 0C, dilakukan observasi
tanda-tanda inpartu dalam waktu 12 jam, bila belum inpartu lakukan
drip oksitosin.
e. Bila terdapat komplikasi pada ibu seperti hipertensi dalam kehamilan,
leukosit >12.000, CRP >10mg/L dan pelvik skor <5, dipertimbangkan
melakukan menajemen aktif dengan cara:
- Bila PS lebih atau sama dengan 5, dilakukan induksi dengan
oksitosin drip.
- Bila PS kurang dari 5, dilakukan pematangan servik dengan
Misoprostol 25 µg setiap 6 jam pervaginam maksimal 2 kali
pemberian, bila PS baik dilakukan induksi dengan oksitosin drip 6
jam setelah dosis terakhir.
2. KPD Pada Kehamilan Preterm (UK <35 mg) (SMF Obstetri dan
Ginekologi 2015)
a. Perawatan di Rumah Sakit.

7
b. Hindari pemeriksaan servik secara digital, hanya boleh dilakukan
inspekulo dengan spekulum steril.
c. Dilakukan pemeriksaan USG untuk menilai presentasi janin, adanya
solutio plasenta, perkiraan berat janin, dan jumlah air ketuban.
d. Diberikan antibiotika : Ampicillin 4 x 500 mg atau eritromisin 3 x 500
mg selama 7 hari.
e. Untuk merangsang maturasi paru diberikan kortikosteroid (untuk usia
kehamilan <35 minggu) : Deksametason 6 mg setiap 12 jam selama 2
hari.
f. Lakukan amnioinfusion setiap minggu selama perawatan konservatif
(sampai dengan 34 minggu) dilanjutkan tirah baring dengan posisi
bokong lebih tinggi.
g. Bila terdapat komplikasi pada ibu berupa hipertensi dalam kehamilan,
febris atau leukosit >12.000, CRP >10mg/L dipertimbangkan
melakukan menajemen aktif dengan cara:
- Bila PS lebih atau sama dengan 5, dilakukan induksi dengan
oksitosin drip.
- Bila PS kurang dari 5, dilakukan pematangan servik dengan
Misoprostol 25 µg setiap 6 jam pervaginam maksimal 2 kali
pemberian, bila PS baik dilakukan induksi dengan oksitosin drip 6
jam setelah dosis terakhir.
h. Observasi di kamar bersalin :
- Tirah baring selama 24 jam, selanjutnya dirawat di ruang obstetrik.
- Dilakukan observasi temperatur rektal tiap 3 jam, bila ada
kecenderungan terjadi peningkatan temperatur rektal lebih atau
sama dengan 37,6° C, segera dilakukan terminasi
i. Di ruang Obstetri :
- Temperatur rektal diperiksa setiap 6 jam.
- Dikerjakan pemeriksaan laboratorium: leukosit, neutrofil count,
marker infeksi seperti: IL-6, CRP.
j. Bila fasilitas memungkinkan dilakukan tes pematangan paru (tes
kocok) pada umur kehamilan 32-34 minggu setelah pemberian
kortikosteroid 2 hari, bila terbukti matang janin dilahirkan.
Terminasi Kehamilan:
1. Induksi persalinan dengan drip oksitosin.
2. Seksio sesaria bila prasyarat drip oksitosin tidak terpenuhi atau bila drip
oksitosin gagal.

8
2.8. Komplikasi
Komplikasi yang timbul akibat Ketuban Pecah Dini bergantung pada usia
kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal, persalinan
premature, hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin,
meningkatnya insiden seksio sesarea, atau gagalnya persalinan normal
(Soewarto 2010).
Komplikasi Ibu
Komplikasi pada ibu yang terjadi biasanya berupa infeksi intrauterin
seperti endomyometritis maupun korioamnionitis yang dapat menjadi
sepsis. Pada sebuah penelitian, didapatkan 6,8% wanita hamil dengan KPD
mengalami endomyometritis purpural, 1,2% mengalami sepsis, namun tidak
ada yang meninggal dunia.
Diketahui pada pasien yang mengalami sepsis dan diberikan terapi
antibiotik spektrum luas didapatkan sembuh tanpa sekuele, sehingga angka
mortalitas belum diketahui secara pasti. Sekitar 40,9% pasien yang
melahirkan setelah mengalami KPD harus dikuret untuk mengeluarkan sisa
plasenta, 4% perlu mendapatkan transfui darah karena kehilangan darah
secara signifikan. Tidak ada kasus terlapor mengenai kematian ibu ataupun
morbiditas dalam waktu lama (POGI 2016).
Komplikasi Janin
Bila KPD terjadi sangat cepat, neonatus yang lahir hidup dapat
mengalami sekuele seperti malpresentasi, kompresi tali pusat,
oligohidramnion, necrotizing enterocolitis, gangguan neurologi, perdarahan
intraventrikel, dan sindrom distress pernapasan (POGI 2016). KPD
berhubungan dengan beberapa komplikasi yang berpotensial mengancam
nyawa seperti prolaps tali pusat yang dapat menyebabkan hipoksia dan
asfiksia pada janin dan abrupsi plasenta (Gahwagi et al. 2015).
Komplikasi Persalinan
Salah satu komplikasi yang paling sering terjadi adalah persalinan lebih
awal. Periode laten, yang merupakan masa dari pecahnya selaput amnion
sampai persalinan secara umum bersifat proporsional secara terbalik dengan
usia kehamilan pada saat KPD terjadi. Sebagai contoh, pada sebuah studi
besar pada pasien aterm menunjukkan bahwa 95% pasien akan mengalami
persalinan dalam 1 hari sesudah kejadian. Sedangkan analisis terhadap studi

9
yang mengevaluasi pasien dengan preterm 1 minggu, dengan sebanyak 22
persen memiliki periode laten 4 minggu (POGI 2016).

2.9. Prognosis
Perkembangan dan perjalanan pasien pada ketuban pecah dini bergantung
pada usia kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal,
persalinan prematur, hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin,
meningkatnya insiden seksio sesarea, atau gagalnya persalinan normal.
Umumnya bayi yang lahir antara 34 sampai 37 minggu mempunyai
prognosis lebih baik dibandingkan bayi yang lahir prematur (Soewarto
2010; Khan & Khan 2016)

BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. Identitas
Nama : NOU
No CM : 264627
Umur : 18 tahun
Agama : Hindu
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Badung
MRS : 21 Juni 2017

3.2. Anamnesis
3.2.1. Keluhan Utama
Keluar air pervaginam.

3.2.2. Riwayat penyakit sekarang


Pasien datang dengan keadaan sadar ke ruang bersalin RSUD Badung
Mangusada pada tanggal 21 Juni 2017 pukul 03.00 WITA dengan keluhan
utama keluar air pervaginam disertai nyeri pada bagian simfisis pubis sejak
pukul 02.00 WITA (21 Juni 2017). Cairan dari kemaluan keluar secara tiba-

10
tiba tanpa dapat ditahan oleh pasien. Cairan berwarna jernih dan tidak
berbau. Gerak janin masih dirasakan baik.

3.2.3. Riwayat Penyakit Terdahulu


Riwayat penyakit sistemik seperti hipertensi, diabetes mellitus, asma,
dan penyakit jantung disangkal oleh pasien. Pasien juga menyangkal adanya
riwayat alergi baik terhadap obat maupun makanan.

3.2.4. Riwayat Menstruasi


Pasien mengalami menstruasi pertama kali pada usia 13 tahun. Siklus
menstruasi dikatakan teratur setiap 30 hari dengan durasi 7 hari dengan
frekuensi. Dalam sehari, pasien mengatakan mengganti pembalut sebanyak
3 kali (±50 ml). Hari pertama haid terakhir (HPHT) pasien adalah 25
Oktober 2016, dengan taksiran persalinan pasien yaitu pada tanggal 1 Juli
2017.

3.2.5. Riwayat Obstetri


Hamil ini merupakan kehamilan pertama bagi pasien.

Sex/ Abortus Lahir


Ha Umur Berat Cara
Penolong Tempat Hidup/
mil Kehami Badan Umur Persal
Persalinan persalinan Ya Tdk
Ke: lan Lahir inan Mati
L P

Hamil
1.
ini

3.2.6. Riwayat Kontrasepsi


Pasien tidak pernah memakai kontrasepsi sebelumnya.

3.2.7. Riwayat Ante Natal Care


Pasien rutin memeriksakan kehamilannya setiap bulan ke praktik
dokter spesialis kandungan dan bidan sejak awal kehamilan sebanyak lebih
dari 3 kali kunjungan. USG telah dilakukan sebanyak 1 kali pada usia
kehamilan 35-36 minggu. Pasien telah mendapatkan imunisasi tetanus
toksoid (TT) sebanyak satu kali.

11
3.2.8. Riwayat Pernikahan
Pernikahan saat ini merupakan pernikahan pertama pasien yang telah
berlangsung selama 1 tahun. Pasien menikah saat berusia 17 tahun.

3.2.9. Riwayat Sosial dan Keluarga


Pasien menyangkal adanya riwayat penyakit sistemik pada keluarga
seperti hipertensi, diabetes melitus, asma, dan penyakit jantung. Pasien tidak
memiliki kebiasaan merokok maupun mengkonsumsi minuman beralkohol.

12
3.3. Pemeriksaan Fisik

3.3.1. Status Present


Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital : Tekanan darah 110/80 mmHg
Nadi 85x / menit
Napas 20x / menit
Suhu Axilla 36,6 oC
Suhu Rektal 36,9 oC
Berat badan : 80 kg
Tinggi badan : 156 cm
IMT : 32,8 kg/m2

3.3.2. Status General


Mata : Anemis ( -/- ), ikterus ( -/- )
Jantung : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)
Paru : vesikular (+/+), rhonki (-/-) wheezing (-/-)
Abdomen : sesuai status obstetri
Ekstremitas : Edema (-) dan hangat (+) pada keempat ekstremitas

3.3.3. Status Obstetri


Mammae
Inspeksi : Hiperpigmentasi aerola mammae (+)
Simetris, kebersihan cukup
Abdomen
Inspeksi : tampak pembesaran perut ke depan sesuai dengan usia
kehamilan, striae gravidarum (+), bekas luka sayatan (-).

13
Palpasi :
 Pemeriksaan Leopold
I. Tinggi fundus uteri 3 jari di bawah processus xiphoideus (30
cm). Teraba bagian bulat dan lunak (kesan bokong).
II. Teraba bagian keras dan memanjang di kiri (kesan punggung)
dan teraba bagian-bagian kecil janin di kanan (kesan
ekstremitas).
III. Teraba bagian bulat, keras dan sulit digerakkan (kesan
kepala).
IV.Bagian terbawah janin sudah masuk pintu atas panggul dengan
penurunan Hodge 1
 His (-)
 Gerak janin (+)
 Penurunan 4/5
Auskultasi : Denyut jantung janin terdengar paling keras di sebelah
kiri bawah umbilicus dengan frekuensi 135 x/menit
Vagina
Inspeksi : vulva dan vagina dalam batas normal
Inspekulo : Fluksus (-), fluor (-), tampak cairan jernih keluar dari
ostium uteri eksternum. Tes lakmus (+).

VT : (Pk. 03.15 WITA) Pembukaan serviks 1 jari, effacement 25%, selaput


ketuban (-) jernih, teraba kepala, denominator belum jelas, penurunan
Hodge I, tidak teraba bagian kecil maupun tali pusat.

3.4. Pemeriksaan Penunjang


Darah Lengkap (21/06/2017)
WBC : 16,51 x103/uL
HGB : 13,2 gr/dL
HCT : 39,2 %
PLT : 253 x103/uL

14
3.5. Diagnosis
G1P0000, UK 38 minggu 4 hari T/H + KPD
PBB: 3300 gram

3.6. Tindakan
Terapi
- MRS
- Ekspektatif pervaginam
- Observasi tanda inpartu, jika dalam 12 jam tidak ada tanda inpartu maka
terminasi kehamilan dengan drip oxytosin sesuai protap jika PS>5, atau
cervical ripening dengan misoprostol jika PS<5.
- Cefadroxil 2 x 500 mg (IO)

Monitoring
Observasi keluhan, vital sign, his, DJJ, dan tanda-tanda inpartu.

KIE
- Menjelaskan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang,
serta diagnosis kepada pasien.
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya mengenai kondisi pasien dan
kondisi janin saat ini, serta rencana tindakan dan risiko yang dapat terjadi
pada pasien dan janin akibat kondisi pasien saat ini.

3.7. Resume
Pasien seorang wanita berusia 18 tahun, G1P0000, UK 38 minggu 4
hari, datang dengan keluhan keluar air pervaginam jernih dan tidak berbau
sejak 1 jam SMRS. Pasien menyangkal keluhan nyeri perut hilang-timbul
serta keluar lender bercampur darah pervaginam. Gerakan janin dirasakan
baik.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 110/80 mmHg, nadi
85 x/menit, RR 20 x/menit, temperatur axilla 36,6°C, temperatur rektal
36,9°C. Status general dalam batas normal. Dari pemeriksaan obstetri
didapatkan tinggi fundus uteri 30 cm, punggung kiri, kepala sudah
memasuki PAP dengan penurunan 4/5. His (-), DJJ (+) 134 x/menit. Tampak

15
keluar cairan jernih dari vagina dan ostium uteri eksternum pada
pemeriksaan inspeksi. Dari VT didapatkan pembukaan serviks 1 jari,
effacement 25%, selaput ketuban (-) jernih, presentasi kepala dengan
denominator belum jelas, penurunan Hodge I, dan tidak teraba bagian kecil
janin maupun tali pusat.

3.8. Perkembangan Persalinan Pasien


Pk 12.50 WITA (Rabu, 21/06/2017)
S : Nyeri perut hilang timbul (-), gerak anak (+), blood slyme (+), keluar air
(+), pasien mengeluh ingin meneran
O : KU baik
St Present
TD 120/80 mmHg, N 84x/mnt, RR 20x/mnt, Tax 36,4oC
St. General
Dalam batas normal
St. Obstetri
Abdomen : TFU 30 cm
Distensi (-), Bising usus (+) normal
His (+) 4-5x/10’~40-45”
DJJ 144x/menit
Vagina :
Inspeksi : vulva dan vagina dalam batas normal
Inspekulo : Fluksus (-), fluor (-), tampak cairan jernih keluar dari
ostium uteri eksternum. Tes lakmus (+).
VT : Pembukaan lengkap, ketuban (-) jernih, teraba kepala,
UUK depan, penurunan Hodge III+, tidak teraba
bagian kecil / tali pusat.
A : G1P0000 38 minggu 4 hari T/H + KPD
P : Pimpin persalinan
KIE cara meneran

16
Pk 13.05 WITA (Rabu, 21/06/2017)
Lahir bayi perempuan, partus spontan belakang kepala, BBL 3400 gram, PB 47
cm, AS 7-9, anus (+), kelainan kongenital (-).

Pk 13.07 WITA (Rabu, 21/06/2017)


S : perut terasa mulas
O : tali pusat terlihat menjulur di depan vulva
Pada palpasi tidak teraba adanya janin kedua
A : P1001 pspt B post partum hari 0 + PK III
P : manajemen aktif kala III
- Injeksi 1 ampul oksitosin (10 IU) IM
- Penegangan tali pusat terkendali
- Masase fundus uteri
Pk 13.15 WITA (Rabu, 21/06/2017)
Lahir plasenta kesan lengkap, kalsifikasi (-), hematoma (-), hasil evaluasi bersih.

Observasi 2 jam Post partum


WAKTU TENSI NADI TINGGI KONTRA- PERDA- KANDUNG
FUNDUS KSI RAHAN KEMIH
(mmHg) (kali/mnt)
UTERI UTERUS

Pk. 13.30 110/70 80 2 jari bawah (+) baik (-) Tidak Tidak penuh
pusat Aktif

Pk. 13.45 110/70 80 2 jari bawah (+) baik (-) Tidak Tidak penuh
pusat Aktif

Pk. 14.00 110/70 80 2 jari bawah (+) baik (-) Tidak Tidak penuh
pusat Aktif

Pk. 14.15 110/70 80 2 jari bawah (+) baik (-) Tidak Tidak penuh
pusat Aktif

Pk. 14.45 110/70 80 2 jari bawah (+) baik (-) Tidak Tidak penuh
pusat Aktif

Pk. 15.15 110/70 80 2 jari bawah (+) baik (-) Tidak Tidak penuh
pusat Aktif

17
3.9. Follow Up Pasien
22 Juni 2017 (Pk 06.00 WITA)
S : Nyeri luka jahitan (+), ASI (+), BAK (+), BAB (+), Flatus (+)
O : KU baik
St Present
TD 110/80 mmHg, N 80x/mnt, RR 18x/mnt, Tax 36,5oC
St. General
Mata anemi -/-, ikterus -/-
Thorax : cor/pulmo dbn
Ekstremitas : Hangat (+), edema (-) pada keempat ekstremitas
St. Obstetrik
Abdomen : TFU 2 jari bawah pusat
Distensi (-), Bising usus (+)
Kontraksi uterus (+) baik.
Vagina : perdarahan aktif (-), lochia (+)
Ass : P1001 post partum hari ke 1
Tx : BPL, kontrol poli kebidanan tanggal 25 Juni 2017
Cefadroxil tab 500 mg 2x1
Paracetamol tab 500 mg 3x1
Monitoring: Keluhan, Pendarahan
KIE : -KB post partum
-Mobilisasi dini
-Pemberian ASI esklusif
-Kebersihan daerah vulva dan perawatan luka jahitan
perineum

18
BAB IV
PEMBAHASAN

Diagnosis dari KPD dapat ditentukan dari hasil anamnesis pasien diikuti
dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang sesuai. Pada beberapa
kasus, pemeriksaan USG dapat membantu menegakkan diagnosis. Kriteria
diagnosis KPD menurut Panduan Praktik Klinis Obgyn RSUP Sanglah (2015)
yaitu hamil lebih dari 20 minggu, keluar air dari OUE, kertas lakmus merah
menjadi biru, serta tidak ada tanda-tanda inpartu (SMF Obstetri dan Ginekologi
2015).
Dari hasil anamnesis diketahui bahwa pasien datang dengan keluhan keluar
air pervaginam jernih dan tidak berbau sejak 4 jam SMRS dan pasien tidak
merasakan sakit perut hilang timbul ataupun keluar lendir bercampur darah
pervaginam. Berdasarkan HPHT, diketahui umur kehamilan pasien adalah 40
minggu 6 hari. Pada inspeksi didapatkan keluar cairan dari ostium uteri
eksternum. Pada inspekulo, bila fundus uteri ditekan atau bagian terendah
digoyangkan, keluar cairan dari ostium uteri internum (OUI). Pada pemeriksaan
dalam ditemukan adanya cairan dalam vagina dan selaput ketuban sudah pecah.
Tes dengan kertas lakmus menunjukan reaksi basa (perubahan warna lakmus
menjadi biru). Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang, data
yang didapatkan sesuai dengan tanda-tanda KPD. Oleh karena usia kehamilan
pasien ≥37 minggu, maka kasus ini digolongkan sebagai KPD aterm atau
premature rupture of membranes (PROM).
Berbagai faktor risiko yang mendasari terjadinya KPD yaitu infeksi,
penurunan jumlah kolagen dari membran amnion, malpresentasi janin, distensi
uterus (kehamilan multiple, polihidramnion), inkompetensi serviks atau serviks
pendek, memiliki riwayat persalinan prematur, riwayat ketuban pecah dini pada
kehamilan sebelumnya , prosedur medis (sirklase dan amniosentesis), trauma pada
abdomen, perdarahan pervaginam pada trimester kedua dan ketiga, merokok dan
menggunakan obat-obatan terlarang, dan status sosial ekonomi rendah. 1,5,6

19
Pada pasien tidak ditemukan tanda-tanda infeksi, usia pasien tidak termasuk
dalam kategori risiko tinggi, dan kehamilan ini merupakan kehamilan yang
pertama. Sedangkan faktor-faktor lain seperti faktor hormonal, stres psikologis,
selaput ketuban, gizi, status sosio ekonomi rendah, tidak dapat disingkirkan
sebagai faktor risiko sebab tidak dilakukan penelusuran lebih lanjut.
Pada pk 23.00 WITA 23/5/2017 didapatkan pasien berada pada fase aktif
persalinan dengan his 2-3x/10 menit selama 30-35 detik, DJJ 140 kali per menit,
dari pemeriksaan dalam ditemukan pembukaan portio 4 cm, effacement 50%,
ketuban (-), teraba kepala UUK kiri melintang, penurunan H I, tidak teraba bagian
kecil/ tali pusat. Penatalaksanaan dilanjutkan dengan manajemen ekspektatif
pervaginam dan dilakukan monitoring dengan partograf WHO. Monitoring
patograf WHO dilakukan setiap 4 jam hingga pembukaan lengkap, pada pukul
12.50 (21/6/2017) didapatkan pembukaan lengkap, ketuban (-) jernih, teraba
kepala, denominator UUK anterior, penurunan Hodge III+, tidak teraba bagian
kecil / tali pusat. Kemudian dilakukan pimpinan persalinan pada pasien hingga
pada pukul 13.05 WITA lahir bayi perempuan, partus spontan belakang kepala,
BBL 3400 gram, PB 47 cm, AS 7-9, anus (+), kelainan kongenital (-).
Komplikasi yang timbul akibat Ketuban Pecah Dini bergantung pada usia
kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal, persalinan premature,
hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden
seksio sesarea, atau gagalnya persalinan normal (Soewarto 2010).
Pada kasus pasien ini tidak ditemukan adanya komplikasi pada maternal
ataupun neonatal. Hal ini dinilai dari kondisi ibu yang tidak menunjukkan tanda-
tanda infeksi dengan didukung oleh hasil laboratorium yang masih dalam batas
normal. Setelah ibu melahirkan ibu diberikan penjelasan untuk kontrol poliklinik
setelah 4 hari pascapersalinan. Jika ada tanda-tanda infeksi seperti panas, cairan
vagina berbau atau terjadi pendarahan maka ibu diharuskan datang ke rumah sakit
secepatnya.

20
BAB V
SIMPULAN

Telah dilaporkan suatu kasus pada perempuan usia 18 tahun, primigravida,


dengan ketuban pecah dini pada kehamilan aterm. Pada pasien ini, tidak
ditemukan faktor risiko yang kemungkinan mendasari terjadinya ketuban pecah
dini. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaan pasien dalam kasus ini telah sesuai
dengan tinjauan pustaka yang ada. Proses persalinan berlangsung tanpa
menimbulkan komplikasi baik pada ibu maupun bayi.

21
DAFTAR PUSTAKA

Gahwagi, M.M.M., Busarira, M.O. & Atia, M., 2015. Premature Rupture of
Membranes Characteristics , Determinants , and Outcomes of in Benghazi ,
Libya. , (August), pp.494–504.

Khan, S. & Khan, A.A., 2016. Study on Preterm Premature Rupture of Membrane
With Special Reference to Maternal And Its Fetal Outcome. , 5(8), pp.2768–
2774.

Parry, S. & Strauss, J.F., 1998. Premature Rupture of the Fetal Membranes. The
New England Journal of Medicine, 338, pp.663–670.

POGI, 2016. KETUBAN PECAH DINI Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi


Indonesia,

Rustam, M., 1998. Sinopsis Obstetri 2nd ed., Jakarta.

SMF Obstetri dan Ginekologi, 2015. Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri dan
Ginekologi RSUP Sanglah Denpasar. In pp. 90–94.

Soewarto, S., 2010. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. In PT Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo, pp. 677–681.

22

Anda mungkin juga menyukai