Di susun oleh
Kelompok 5
2020
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat, hidayah, dan
karunia-Nya berupa pengetahuan dan kesempatan penulis dapat menyelesaikan penyusunan
makalah “Ketuban Pecah Dini” guna memenuhi tugas mata kuliah Maternitas.
Dalam menyelesaikan makalah ini, penulis mendapatkan bantuan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada Ibu Sri
Lestari Dwi Astuti, S.Kep.,Ns.,M.Kes selaku dosen maternitas yang senantiasa memberikan
masukan kepada penulis dalam penyusunan makalah ini. Tidak lupa penulis ucapkan terimakasih
kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat kekurangan.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran dari berbagai pihak guna
penyusunan makalah yang lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis
dan bagi pembaca pada umumnya.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………………………………………………….. i
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang …………………………………………..……… 1
B. Rumusan Masalah …………………………………………….... 1
C. Tujuan ……………………………………..…………………..... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Asuhan Keperawatan……………………………………………
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan …………………………………………………….
B. Saran…………………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Pada sistem reproduksi terdapat masalah-masalah kesehatan yang dapat menjadi
penyulit dalam persalinan, antara lain adalah kelainan letak kehamilan, kehamilan ganda,
hiperemesis gravidarum dan termasuk ketuban pecah dini. Salah satu dari masalah
reproduksi yang dapat berpengaruh terhadap kehamilan dan persalinan adalah ketuban
pecah dini (KPD). Yang sampai saat ini masih banyak ditemukan dikalangan masyarakat
angka kematian Ibu lebih dari 300-400/100.000 kelahiran hidup, yang disebabkan oleh
perdarahan 28%, ketuban pecah dini 20%, eklampsia 12%, abortus 13%, partus lama
18%, dan penyebab lainnya 2%. Angka kematian Ibu di Indonesia masih yang tertinggi di
persalinan dan ditunggu satu jam sebelum dimulainya tanda persalinan. Ketuban pecah
Insidensi ketuban pecah dini terjadi 10% pada semua kehamilan. Pada kehamilan
2% dari semua kehamilan. Hampir semua ketuban pecah dini pada kehamilan preterm
akan lahir sebelum aterm atau persalinan akan terjadi dalam satu minggu setelah selaput
ketuban pecah. 70% kasus ketuban pecah dini terjadi pada kehamilan cukup bulan,
sekitar 85% morbiditas dan mortalitas perinatal disebabkan oleh prematuritas, ketuban
pecah dini berhubungan dengan penyebab kejadian prematuritas dengan insidensi 30-
40%.
Penyebab ketuban pecah dini ini pada sebagian besar kasus tidak diketahui.
Banyak penelitian yang telah dilakukan beberapa dokter menunjukkan infeksi sebagai
penyebabnya. Faktor lain yang mempengaruhi adalah kondisi sosial ekonomi rendah
seksual misalnya disebabkan oleh chlamydia trachomatis dan nescheria gonorrhea. Selain
itu infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban, fisiologi selaput
amnion/ketuban yang abnormal, servik yang inkompetensia, serta trauma oleh beberapa
ahli disepakati sebagai faktor predisposisi atau penyebab terjadinya ketuban pecah dini.
(prematur), dan kejadian infeksi yang meningkat karena partus tak maju, partus lama, dan
partus buatan pada kasus Ketuban Pecah Dini terutama pada penanganan konservatif.
kematian pada ibu dan anak dengan adanya masalah tersebut maka peran perawat yaitu
memberikan asuhan keperawatan pada ibu hamil dan persalinan secara komprehensif
Persalinan dengan Ketuban Pecah Dini biasa dijumpai pada kehamilan multipel,
trauma, hidroamnion, dan gemelli. Komplikasi yang paling sering terjadi pada ketuban
pecah dini sindrom distress pernapasan, kejadian prolaps atau keluarnya tali pusat,
korioamnionitis (radang pada korion dan amnion). Oleh sebab itu persalinan dengan
ketuban pecah dini memerlukan pengawasan dan perhatian serta secara teratur dan
diharapkan kerjasama antara keluarga ibu dan penolong persalinan (bidan atau dokter).
Dengan demikian akan menurunkan atau memperkecil resiko kematian ibu dan bayinya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep pada KPD (Ketuban Pecah Dini) ?
PEMBAHASAN
1. Serviks inkompeten
2. Overdistansi uterus
3. Faktor keturunan
4. Pengaruh dari luar yang melemahkan ketuban
5. Masa interval sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi disebut phase latent
6. Sebab umum ketuban pecah dini
7. Mekanisme ketuban pecah dini
C. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis untuk KPD, yaitu : (Ana Ratnawati, 2017)
a. Keluar air ketuban warna putih keruh, jernih, kuning, hijau atau kecoklatan
sedikit-sedikit atau sekaligus
b. Dapat disertai demam bila sudah ada infeksi
c. Janin mudah diraba
d. Para periksa dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah kering.
e. Inspekulo, tampak air ketuban mengalir atau selaput ketuban tidak ada dan air
ketuban sudah kering.
D. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada KPD, yaitu : (Ana Ratnawati, 2017)
a. Pemeriksaan leukosit darah > 15.000/ml bila terjadi infeksi
b. Tes lakmus merah berubah menjadi biru
c. Amniosentris
d. USG, menentukan usia kehamilan, indeks cairan amnion berkurang
Diagnosis ketuban pecah dini tidak sulit ditegakkan dengan keterangan terjadi
pengeluaran cairan mendadak disertai bau yang khas. Selain keterangan yang
disampaikan dapat dilakukan beberapa pemeriksaan yang menetapkan bahwa cairan yang
keluar adalah air ketuban, diantaranya tes ferning dan nitrazine tes.
Bahaya ketuban pecah dini adalah kemungkinan infeksi dalam rahim dan persalinan
prematuritas yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi. Oleh
karena itu, pemeriksaan dalam perlu dibatasi sehingga penyulit makin diturunkan sebagai
upaya menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan bayi.
E. Pathway
F. Penatalaksanaan
Prinsip utama penatalaksanaan KPD adalah untuk mencegah mortalitas
dan morbiditas perinatal pada ibu dan bayi yang dapat meningkat karena infeksi
atau akibat kelahiran preterm pada kehamilan dibawah 37 minggu. Prinsipnya
penatalaksanaan ini diawali dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan beberapa
pemeriksaan penunjang yang mencurigai tanda-tanda KPD. Setelah mendapatkan
diagnosis pasti, dokter kemudian melakukan penatalaksanaan berdasarkan usia
gestasi. Hal ini berkaitan dengan proses kematangan organ janin, dan bagaimana
morbiditas dan mortalitas apabila dilakukan persalinan maupun tokolisis.
Terdapat dua manajemen dalam penatalaksanaan KPD, yaitu manajemen aktif dan
ekspektatif. Manajemen ekspektatif adalah penanganan dengan pendekatan tanpa
intervensi, sementara manajemen aktif melibatkan klinisi untuk lebih aktif
mengintervensi persalinan. Berikut ini adalah tatalaksana yang dilakukan pada
KPD berdasarkan masing-masing kelompok usia kehamilan. A. Ketuban Pecah
Dini usia kehamilan
Penatalaksanaan KPD menurut Ana Ratnawati, 2017 , yaitu:
a) Ketuban pecah dini pada kehamilan atern atau preterm dengan atau tanpa
komplikasi harus dirujuk ke rumah sakit.
b) Bila janin hidup dan terdapat prolaps di tali pusat, ibu dirujuk dengan
posisi panggul lebih tinggi dari badannya, bila mungkin dengan posisi
bersujud.
c) Jika perlu kepala janin didorong ke atas dengan dua jari agar tali pusat
tidak tertekan kepala janin
d) Jika Tali pusat di vulva maka di bungkus kain hangat yang diapisi plastic
e) Jika ada demam atau di khawatirkan terjadi infeksi saat rujukan atau KPD
lebih dari 6 jam, berikan antibiotik.
f) Bila keluarga ibu menolak dirujuk, ibu diharuskan beristirahat dengan
posisi berbaring miring, berikan antibiotik.
g) Pada kehamilan kurang dari 32 minggu dilakukan tindakan konservatif,
yaitu tirah baring dan berikan sedatif, antibiotik dan tokolisis.
h) Pada kehamilan 33-35 minggu dilakukan terapi konservatif selama 24 jam
lalu induksi persalinan.
i) Bila terjadi infeksi, akhiri kehamilan.
j) Pada kehamilan lebih 36 minggu, bila ada his, pimpin meneran dan
akselerasi bila ada inersia uteri.
k) Bila tidak ada his, lakukan tindakan induksi persalinan bila ketuban pecah
kurang dari 6 jam dan skor pelvik kurang dari 5 atau ketuban pecah dini
lebih dari 6 jam dan skor pelvik lebih dari 5, seksio ssaria bila ketuban
pecah dini lebih dari 5 jam dan skor pelvik lebih dari 5.
G. Komplikasi
a. Komplikasi Ibu Komplikasi pada ibu yang terjadi biasanya berupa infeksi
intrauterin. Infeksi tersebut dapat berupa endomyometritis, maupun
korioamnionitis yang berujung pada sepsis. Pada sebuah penelitian, didapatkan
6,8% ibu hamil dengan KPD mengalami endomyometritis purpural, 1,2%
mengalami sepsis, namun tidak ada yang meninggal dunia. Diketahui bahwa yang
mengalami sepsis pada penelitian ini mendapatkan terapi antibiotik spektrum luas,
dan sembuh tanpa sekuele. Sehingga angka mortalitas belum diketahui secara
pasti. 40,9% pasien yang melahirkan setelah mengalami KPD harus dikuret untuk
mengeluarkan sisa plasenta,, 4% perlu mendapatkan transfusi darah karena
kehilangan darah secara signifikan. Tidak ada kasus terlapor mengenai kematian
ibu ataupun morbiditas dalam waktu lama
b. Komplikasi Janin Salah satu komplikasi yang paling sering terjadi adalah
persalinan lebih awal. Periode laten, merupakan masa dari pecahnya selaput
amnion sampai persalinan secara umum bersifat proporsional secara terbalik
dengan usia gestasi pada saat KPD terjadi. Sebagai contoh, pada sebuah studi
besar pada pasien aterm menunjukkan bahwa 95% pasien akan mengalami
persalinan dalam 1 hari sesudah kejadian. Sedangkan analisis terhadap studi yang
mengevaluasi pasien dengan preterm 1 minggu, dengan sebanyak 22 persen
memiliki periode laten 4 minggu. Bila KPD terjadi sangat cepat, neonatus yang
lahir hidup dapat mengalami sekuele seperti malpresentasi, kompresi tali pusat,
oligohidramnion, necrotizing enterocolitis, gangguan neurologi, perdarahan
intraventrikel, dan sindrom distress pernapasan
H. Penatalaksanaan Komplikasi
Pengenalan tanda infeksi intrauterin, tatalaksana infeksi intrauterin. Infeksi
intrauterin sering kronik dan asimptomatik sampai melahirkan atau sampai pecah
ketuban. Bahkan setelah melahirkan, kebanyakan wanita yang telah terlihat menderita
korioamnionitis dari kultur tidak memliki gejala lain selain kelahiran preterm: tidak ada
demam, tidak ada nyeri perut, tidak ada leukositosis, maupun takikardia janin. Jadi,
mengidentifikasi wanita dengan infeksi intrauterin adalah sebuah tantangan besar
Tempat terbaik untuk mengetahui infeksi adalah cairan amnion. Selain
mengandung bakteri, cairan amnion pada wanita dengan infeksi intrauterin memiliki
konsentrasi glukosa tinggi, sel darah putih lebih banyak, komplemen C3 lebih banyak,
dan beberapa sitokin. Mengukur hal di atas diperlukan amniosentesis, namun belum jelas
apakah amniosentesis memperbaiki keluaran darikehamilan, bahkan pada wanita hamil
dengan gejala persalinan prematur. Akan tetapi tidak layak untuk mengambil cairan
amnion secara rutin pada wanita yang tidak dalam proses melahirkan.
Pada awal 1970, penggunaan jangka panjang tetrasiklin, dimulai dari trimester
tengah, terbukti mengurangi frekuensi persalinan preterm pada wanita dengan bakteriuria
asimtomatik maupun tidak. Tetapi penanganan ini menjadi salah karena adanya displasia
tulang dan gigi pada bayi. Pada tahun-tahun terakhir, penelitian menunjukkan bahwa
tatalaksana dengan metronidazol dan eritromisin oral dapat secara signifikan mengurangi
insiden persalinan preterm apabila diberikan secara oral, bukan vaginal. Ada pula
penelitian yang menunjukkan efikasi metronidazol dan ampisilin yang menunda
kelahiran, meningkatkan rerata berat bayi lahir, mengurangi persalinan preterm dan
morbiditas neonatal.
Sekitar 70-80% perempuan yang mengalami persalinan prematur tidak
melahirkan prematur. Perempuan yang tidak mengalami perubahan serviks tidak
mengalami persalinan prematur sehingga sebaiknya tidak diberikan tokolisis. Perempuan
dengan kehamilan kembar sebaiknya tidak diterapi secara berbeda dibandingkan
kehamilan tunggal, kecuali jika risiko edema paru lebih besar saat diberikan betamimetik
atau magnesium sulfat. Belum ada bukti yang cukup untuk menilai penggunaan steroid
untuk maturitas paru-paru janin dan tokolisis sebelum gestasi 23 minggu dan setelah 33
6/7 minggu. Amniosentesis dapat dipertimbangkan untuk menilai infeksi intra amnion
(IIA) (insidens sekitar 5-15%) dan maturitas paruparu (khususnya antara 33-35 minggu).
IIA dapat diperkirakan berdasarkan status kehamilan dan panjang serviks
Kortikosteroid (betametason 12 mg IM 2x 24 jam) diberikan kepada perempuan
dengan persalinan prematur sebelumnya pada 24 jam. Satu tahap kortikosteroid ekstra
sebaiknya dipertimbangkan jika beberapa minggu telah berlalu sejak pemberian awal
kortikosteroid dan adanya episode baru dari KPD preterm atau ancaman persalinan
prematur pada usia gestasi awal. Satu tahapan tambahan betametason terdiri dari 2x12 mg
selang 24 jam, diterima pada usia gestasi.
Tokolitik sebaiknya tidak digunakan tanpa penggunaan yang serentak dengan
kortikosteroid untuk maturasi paru-paru. Semua intervensi lain untuk mencegah
persalinan prematur, meliputi istirahat total, hidrasi, sedasi dan lain-lain tidak
menunjukkan keuntungan dalam manajemen persalinan premature. Pada neonatus
prematur, penundaan klem tali pusar selama 30-60 detik (maksimal 120 detik)
berhubungan dengan angka transfusi untuk anemia, hipotensi, dan perdarahan
intraventrikel yang lebih sedikit dibandingkan dengan klem segera (< 30 detik)
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian Keperawatan
1. Data Umum Klien
Inisial klien Ny. S usia 30 tahun, status perkawinan menikah, pekerjaan ibu
rumah tangga, pendidikan terakhir SMA, inisial suami Tn. S, usia 37 tahun,
status perkawinan menikah, pekerjaan karyawan, pendidikan terakhir SMA
a. Riwayat Kehamilan dan Persalinan yang lalu (Riwayat Obstetri)
Anak pertama lahir pada tahun 2013, tipe persalinan normal, dibantu oleh
bidan, berjenis kelamin laki-laki dengan berat lahir 3000 gram lahir dengan
keadaan sehat dan menangis, serta tidak ada masalah kehamilan. Anak kedua
lahir 2019, tipe persalinan seksio sesaria dengan jenis sesar ismika atau
profunda, dibantu oleh dokter, berjenis kelamin perempuan dengan berat lahir
700 gram keadaan waktu lahir meninggal pada usia kehamilan 32 minggu dan
masalah kehamilan premature dan IUFD. Anak ketiga lahir pada tahun 2020,
tipe persalinan seksio sesaria ismika atau pfofunda, dibantu oleh dokter,
berjenis kelamin perempuan dengan berat 3100 gram keadaan waktu lahir sehat
dan menangis, serta tidak ada masalah kehamilan.
b. Pengalaman Menyusui
Klien menyusui anak pertamanya selama 3 bulan karena klien bekerja,
sedangkan anak keduanya tidak mendapatkan ASI karena anak kedua Ny. S
meninggal dunia saat kandungan Ny. S berusia 32 minggu dan sekarang anak
ketiganya akan diberikan ASI selama 2 tahun.
d. Riwayat Ginekologi
Klien tidak mempunyai penyakit pada organ reproduksi
b. Keadaan Umum
Keadaan umum klien saat ini baik, kesadaran komposmentis, BB 91 kg,
TB 160 cm, TD 150/100 mmHg, Nadi 80x/ menit, Suhu 36˚C, Pernafasan 20x/
menit.
5) Pola Eliminasi
Kebiasaan BAK sebelum melahirkan 5kali/ hari, saat ini klien
terpasang kateter, dan tidak nyeri pada saat BAK, kebiasaan BAB
klien 2x/ hari, klien saat ini belum BAB.
6) Istirahat dan Kenyamanan
Ny.S kesehariannya sebagai ibu rumah tangga kebiasaan tidur selama
8 jam, dengan frekuensi 1x sehari yaitu hanya malam hari, tetapi pola
tidur saat ini 3 jam sekali terbangun karena menyusui bayinya
sehingga dapat mengganggu tidur klien.Aktivitas untuk sekarang
dikurangi dikarenakan kondisi klien.
7) Keluhan Ketidaknyamanan
Klien mengatakan tidak nyaman pada lokasi abdomen post operasi,
dengan sifat sementara, dan intensitasnya pada saat duduk.
8) Mobilisasi dan Latihan
Tingkat mobilisasi Ny.S saat ini baik tetapi hanya boleh miring kanan
dan miring kiri saja sebelum 6jam post operasi.
9) Nutrisi dan Cairan
Asupan nutrisi klien 1 porsi dengan nafsu makan baik, asupan cairan
klien cukup yaitu sebanyak 1.000 ml/ hari.
10) Keadaan Mental
Adaptasi psikologis klien cemas karena ASInya belum keluar pada
hari pertama, penerimaan terhadap bayi menerima dan senang atas
kelahiran anak ke tiganya, dan tidak ada masalah khusus.
3. Data Fokus
a. Data Subjektif
Klien mengatakan “ nyeri pada daerah bekas operasi, nyerinya seperti di
remas –remas, nyerinya tidak meluas hanya pada bekas luka operasi,
nyerinya pada saat batuk, kadang terasa panas pada daerah operasi, verban
luka operasi belum diganti, cemas karena ASInya belum keluar,tidak tahu
cara memberikan ASI yang benar”.
b. Data Objektif
1) TTV : TD : 150/ 100 mmHg
Nadi : 80x/ menit
Pernafasan : 20x/ menit
Suhu : 36˚C
2) Terapi Infus RL/20 tetes/menit
3) Klien terpasang kateter
4) Skala nyeri 7 (saat diberi rentang respon)
5) Klien tampak menahan nyeri
6) Klien tampak memegang bekas luka operasi
7) Balutan tampak bersih
8) Tidak terdapat rembesan pada balutan bekas luka operasi
9) Klien tampak belum memberikan ASI kepada bayinya
10) ASI tampak belum keluar
11) Klien tampak cemas
12) Klien tampak tidak mengetahui cara pemberian ASI
Analisis data
No Tanggal Data Masalah Etiologi
DO:
Terpasang infus
RL/20 tetes/menit
DO:
Klien tampak terpasang
kateter
DS:
Post sc
DO:
Balutan tampak
DO:
4) Klien
mengatakan
“nyerinya pada
saat sedikit ada
gerakan”
DO:
1) Skala nyeri 7
(saat diberi
rentang nyeri)
2) Klien tampak
menahan nyeri
3) Klien tampak
memegang bekas
luka operasi
2 Intoleransi aktivitas b.d. 06 Juni 2020 07 Juni 2020 Esta
post sc ditandai dengan:
DS:
1) Klien mengatakan
belum mampu
untuk melakukan
aktivitas secara
mandiri
2) Klien mengatakan
masih takut untuk
bergerak
3) Klien mengatakan
masih di bantu
untuk melakukan
aktivitas
DO:
1) Klien tampak
terpasang kateter
2) Klien tampak masih
lemah
3) Klien tampak belum
mengganti
pembalutnya
4) Klien tampak
memerlukan
bantuan saat
memenuhi
kebutuhan
kebersihan dirinya
P:lanjutkan intervensi
1) Kaji nyeri, kaji lokasi
nyeri, intensitas, dan
lamanya
2) Monitor TTV klien /
shift
3) Ajarkan tekhnik
relaksasi
4) Berikan obat
penghilang nyeri
5) Lakukan pureperium
sehari sekali
2 Senin,06 Juni 2020 S: Anindita
13.00 1) Klien mengatakan
belum mampu untuk
melakukan aktivitas
2) Klien mengatakan
belum dapat
melakukan
membersihkan diri
secara mandiri
3) Klien mengatakan
masih sangat
bergantung kepada
ibunya untuk
melakukan aktivitas
O:
1) Klien tampak lemah
2) Klien tampak belum
dapat melakukan
aktivitas secara
mandiri
3) Klien tampak belum
dapat melakukan
personal hygiene
secara mandiri
A:Masalah teratasi sebagian
P:Lanjutkan intervensi
1) Monitor kemampuan
klien dalam
melakukan aktivitas
2) Lakukan penggantian
pembalut klien
3) Bantu klien untuk
melakukan personal
hygiene
O:
1) Balutan tampak bersih
2) Balutan tampak tidak ada
rembesan
P: lanjutkan intervensi
1) Anjarkan klien untuk
mengganti balutan
2) Anjurkan klien untuk
tetap mencaga balutan
agar tetap kering
3) Berikan obat antibiotik
untuk mencegah
infeksi
3 Senin, 06 Juni 2020 S: Esta
13.00 1) Klien mengatakan cemas
karena ASInya belum
keluar
2) Klien mengatakan tidak
tahu cara memberikan
ASI yang benar
O:
1) Klien tampak tidak
mengetahui cara
memberikan ASI
2) Klien tampak belum
memberikan ASI kepada
bayinya
3) ASI tampak belum
keluar
4) Klien tampak cemas
P: lanutkan intervensi
1) Kaji keinginan dan
motivasi ibu untuk
menyusui
2) Kaji integritas kulit
putting ibu
3) Anjurkan ibu
mengkonsumsisayuran
dan buah-buahan
4) Anjurkan ibu bayi untuk
menyusui secara
bergantian antara
payudara kanan dan kiri
5) Anjurkan ibu untuk
massage payudaranya
6) Berikan informasi
tentang keuntungan dan
kerugian memberikan
ASI
P:Lanjutkan intervensi
O:
1) Klien tampak sudah
dapat mobilisasi
2) Klien tampak sudah
mandiri untuk
melakukan aktivitas
3) Klien tampak
melakukan personal
hygiene secara
mandiri
A: Masalah teratasi
P:Hentikan intervensi
3 Selasa, 07 Juni 2020 S: Mukti
13.00 1) Klien mengatakan
daerah bekas operasi
tidak terasa panas
2) Klien mengatakan
balutan bekas operasi
sudah diganti
O:
1) Balutan tampak bersih
2) Balutan tampak tidak
ada rembesan
P: Lanjutkan intervensi
1) Anjurkan klien untuk
mengganti balutan
setiap hari
2) Anjurkan klien untuk
tetap menjaga balutan
agar tetap kering
3) Anjurkan klien untuk
tetap menjaga bekas
luka operasi supaya
kering
4) Beri obat antibiotik
infeksi metrodinazol
500 mg dan cefixime
100 mg
3 Selasa, 07 Juni 2020 S: Anindita
13.00 1) Klien mengatakan sudah
tidak cemas
2) Klien mengatakan
ASInya sudah keluar
3) Klien mengatakan sudah
tahu cara memberikan
ASI yang benar
O:
1) Klien tampak
mengetahui cara
pemberian ASI yang
tepat
2) Klien tampak sudah
mendapatkan
pengetahuan tentang
cara pemberian ASI
3) Klien tampak sudah
memberikan ASI kepada
bayinya
4) ASI tampak sudah
keluar
5) Klien tampak sudah
tidak cemas
A: Masalah teratasi
P: Hentikan intervensi
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ketuban Pecah Dini adalah pecahnya selaput ketuban sebelum ada tanda-tanda
persalinan.Ketuban pecah dini merupakan penyebab terbesar persalinan prematur dengan
bagai akibatnya. Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan dan ditunggu satu jam sebelum dimulainya tanda persalinan. Waktu sejak
ketuban sampai terjadi kontraksi rahim disebut “kejadian ketuban pecah dini” (periode
laten).
Penyebab ketuban pecah dini mempunyai dimensi multifaktorial yang dapat
dijabarkan sebagai berikut :
a) Serviks inkompeten
b) Ketegangan rahim berlebihan : kehamilan ganda, hodramnion.
c) Kelainan letak janin dalam rahim : letak sungsang, letak lintang.
d) Kemungkinan kesempitan panggul : perut gantung, bagian terendah belum
masuk PAP, sefalopelvik disproforsi
e) Kelainan bawaan dari selaput ketuban
f) Infeksi yang menyebabkan terjadi proses biomekanik pada selaput
ketuban dalam bentuk proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah.
B. Saran
Demikian makalah yang kami buat, semoga bermanfaat bagi pembaca dan kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kami
meminta saran dan kritik yang membangun dari pembaca untuk memaksimalkan
pembuatan makalah selanjutnya.
Daftar Pustaka
Bagus,ida Gde Manuaba. 1998. Ilmu kebidanan, Penyakit Kandungan & Keluarga Berencana untuk
Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC.
Ratnawati,Ana. 2017. Asuhan Keperawatan Maternitas. Yogyakarta : Pustaka Baru Press..
Purwaningtyas, D. K. dan Galuh, N. P. 2017. Faktor Kejadian Anemia pada Ibu Hamil. HIGEIA, 1(3):46
Sudarto, T. 2016. Risiko Terjadinya Ketuban Pecah Dini pada Ibu Hamil dengan Infeksi Menular Seksual. Jurnal
Vokasi Kesehatan, 2(2):330-335