Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PEDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Distosia adalah persalinan abnormal yang ditandai oleh keterlambatan atau tidak
adanya kemajuan proses persalinan dalam ukuran satuan waktu tertentu. Distosia
merupakan akibat 4 gangguan atau kombinasi antara :
 Kelainan tenaga persalinan. kekuatan his yang tidak memadai atau tidak terkoordinasi
dengan baik agar dapat terjadi dilatasi atau pendataran serviks (uterine dysfungtion)
serta gangguan kontraksi otot pada kala II
 Kelainan presentasi-posisi dan perkembangan janin
 Kelainan pada tulang panggul (panggul sempit)
 Kelainan jaringan lunak dari saluran reproduksi yang menghalangi desensus janin

Secara sederhana, kelainan diatas secara mekanis dikelompokkan kedalam 3 golongan:

 Kelainan POWER : kontraksi uterus dan kemampuan ibu mengedan


 Kelainan PASSANGER : keadaan janin
 Kelainan PASSAGE : keadaan panggul

1.2 Rumusan Masalah


1. Pengertian Distosia?
2. Macam-macam Distosia?
3. Penyebab Distosia?
4. Pembagian Inersia Uteri?
5. His Hipotonik?
6. His Hipertonik?
7. His Un coordination?

1.3 Tujuan

1. Untuk Mengetahui Pengertian Distosia


2. Untuk Mengetahui Macam-macam Distosia
3. Untuk Mengetahui Bagaimana Penyebab Distosia
4. Untuk Mengetahui Pembagian Inersia Uteri

1
5. Untuk Mengetahui His Hipotonik
6. Untuk Mengetahui His Hipertonik
7. Untuk Mengetahui His Un Coordination

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Distosia Kelainan Tenaga / HIS

2.1.1 Pengertian

Distosia adalah kesulitan dalam jalannnya persalinan. Distosia karena kelainan


tenaga/his adalah his yang tidak normal baik kekuatan maupun sifatnya sehingga
menghambat kelancaran persalinan. His yang sifatnya lebih lama, lebih singakat dan lebih
jarang dibandingkan his yang normal. Inersia uteri dibagi dua keadaan yaitu primer dan
sekunder.

2.1.2 Etiologi

Sering dijumpai pada primigravida tua dan inersi uteri sering dijumpai pada multi
garavida; faktor herediter, emosi dan kekuatan memegang peranan penting; salah pimpin
persalinan pada kala II atau salah pemberian obat-obatan seperti oksitosin dan obat-
obatan penenang.

2.1.3 Penanganan

Bila di jumpai pada permulaan persalinan lakukan evaluasi secara keseluruhan untuk
mencari sebab-sebabnya.

Pada partus yang telah berlangsung lama atau terlantar berikan regim rehidrasi.

a. Infus dextrosa 5 % atau larutan garam fisiologis 1 liter dalam satu jam pertama.
b. Bila his yang menyebabkan rasa sakit yang berlebihan berikan injeksi petidin 50 mg.
c. Berikan antibiotik secukupnya bila ketuban sudah lama pecah.

2.2 Pembagian Inersia

2.2.1 Inersia Uteri Hipotonis

Kontraksi terkoordinasi tapi lemah hingga menghasilkan tekanan yang kurang dari 15

mmHg, His kureng sering dan pada puncak kontraksi dinding rahim masih dapat ditekan

kedalam.

3
Pada his yang baik tekanan intrauterin mencapai 50-60 mmHg, biasanya terjadi pada

fase aktif atau kala II. Maka dinamakan juga kelemahan His sekunder. Aspeksia anak

jarang terjadi dan reaksi terhadap pitosin baik sekali.

 Terapi

Kalau ketuban positif maka pengobatan ialah dengan pemecahan ketuban terlebih

dahulu dan kalau perlu kemudian diberi pitosin. Pada panggul sempit absolut tentu

terapinya SC. Sebelum pemberian pitosin drip kandung kencing dan raktum harus

dikosongkan. Pelviks skor ditentukan karena pitosin kurang berhasil pada pelvik skor

yang rendah. Sebaiknya ketuban dipecahkan dulu.

2.2.2 Inersia Uteri hipertonis

Dimana kontraksi tidak terkoordinasi, misalnya: kontraksi segmen tengah lebih kuat

dari atas. Inersia ini sifatnya hipertonis, sering disebut inersia spatis. Pasien biasanya

sangat kesakitan. Inersia uteri hipertonis terjadi dalam fase laten, maka boleh dinamakan

inersia primer. Tanda-tanda fetal distres cepat terjadi.

 Terapi

Pengobatan yang terbaik adalah morfin 10 mg atau petidin 50 mg dengan maksud

menimbulkan relaksasi dan istirahat denganharapan bahwa setelah pasien itu bangun

kembali timbul his yang normal. Mengingat bahaya infeksi intrapartum, kadang-kadang

dicoba juga oksitosin tapi dalam larutan yang lebih rendah.tapi kalau his tidak menjadi

baik dalam waktu yang tertentu lebih baik lakukan SC.

2.2.3 Penanganan Bidan


1. Periksa keadaan serviks, presentasi dan posisi janin, turunnya bagian terbawah
janin dan keadaan janin.
2. Bila kepala sudah masuk PAP, anjurkan pasien untuk jalan-jalan.

4
3. Buat rencana untuk menentukan sikap dan tindakan yang akan dikerjakan
misalnya pada letak kepala :
a. Berikan oksitosin drips 5-10 satuan dalam 500 cc dextrose 5%, dimulai
dengan 12 tetes permenit, dinaikkan 10-15 menit sampai 40-50 tetes permenit.
Tujuan pemberian oksitosin adalah supaya serviks dapat membuka.
b. Pemberian okstisosin tidak usah terus menerus. Bila tidak memperkuat his
setelah pemberian oksitosin beberapa lama hentikan dulu dan anjurkan ibu
untuk istirahat. Pada malam hari berikan obat penenang misalnya valium 10
mg dan esoknya diulang lagi pemberian oksitosin drips.
c. Bila inersia uteri diserati disproporsi sefalopelvis maka sebaiknya dilakukan
seksio sesaria.
d. Bila semula his kuat tetapi kemudian terjadi inersia uteri sekunder, ibu lemah,
dan partus telah berlangsung lebih dari 24 jam pada primi dan 18 jam pada
multi tidak ada gunanya memberikan oksitosin drips. Sebaiknya partus segera
diselesaikan sesuai dengan hasil pemeriksaan dan indikasi obstetrik lainnya
(Ekstrasi vakum, forcep dan seksio sesaria).

2.3 His Hipotonik


2.3.1 Pengertian
His Hipotonik Adalah pemanjangan fase laten atau aktif atau kedua-duanya dari
kala pembukaan. Pemanjangan fase laten dapat disebabkan karena serviks yang belum
matang atau karena penggunaan analgesi yang terlalu cepat. Pemanjangan fase
deselarasi diketemukan pada disproporsi cepalopelfik atau kelainan anak. Dulu inersia
uteri dibagi dalam :
a. Inersia uteri primer ialah kalau his lemah dari permulaan persalinan.
b. Inersia uteri sekunder kalau mula-mula his baik dan menjadi lemah karena otot-
otot rahim lelah jika persalinan berlangsung lama.
2.3.2 Penanganan Inersia Uteri :
Periksa keadaan servik, persentasi dan kondisi janin, penurunan bagian
terbawah janin dan keadaan panggul kemudian buat tindakan dan rencana ; berikan
oksitosin drip 5-10 satuan dalam dextrosa 5 % (12 tetes/menit) kemudian naikkan
setiap 10-15 menit sampai 40-50 tetes/menit ; bila his tidak kuat oksitosin drip di stop
kemudian berikan obat penenang : Valium 10 mg, bila disertai dengan disproporsi
sepalo velpis kemudian tindakan SC, his kuat menyebabkan inersia uteri sekunder
5
dengan KU ibu lemah dan partus telah berlangsung 24 jam primi dan 18 jam multi.
Lakukan SC.

2.4 His Hipertonik


2.4.1 Pengertian
His Hipertonik adalah his yang terlampau kuat dan terlalu sering sehingga tidak
ada relaksasi.
2.4.2 Penanganan :
Berikan obat seperti morfin, luminal, dan sebaginya. Kemudian bila janin
tidak lahir dalam waktu dekat (4-6 jam), bila ada tanda-tanda obstruksi lakukan SC,
bila partus presipitatus tidak banyak yang dapat dilakukan karena lahir tiba-tiba dan
cepat.

2.5 Un Coordinated Hypertonic Uterine Contraction


2.5.1 Pengertian
Dimana persalinan lama dengan ketuban yang sudah lama pecah, kelainan his
ini menyebabkan spasmus sirkuler setempat, sehingga terjadi penyemmpitan kavum
uteri pada tempat itu. Ini dinamakan lingkaran kontraksi atau lingkaran konstriksi.
Secara teoritis lingkaran ini dapat terjadi dimana-mana, akan tetapi biasanya
ditemukan pada antara bagian atas dan segmen bawah uterus. Lingkaran kontriksi
tidak dapat diketahui dengan pemeriksaan dalam, kecuali kalau pembukaan sudah
lengkap, sehingga tanga daoat dimasukkan kedalam kavum uteri. Oleh sebab itu jika
pembukaan belum lengkap, biasanya tidak mungkin mengenal kelainan ini dengan
pasti.
Ada kalanya tidak maju karena kelainan pada serviks yang dinamakan distosia
servikalis. Kelainan ini bisa primer atau sekunder. Distosia servikalis dinamakan
primer kalau serviks tidak membuka karena tidak mengadakan relaksasi berhubung
dengan in coordinate uterine action. Penderita biasanya seorang primigravida. Dan
dapat diraba jelas pinggir serviks yang kaku, kalau keadaan ini biarkan makan
tekanan kepala terus-menerus dapat menyebabkan nekrosis jaringan serviks dan dapat
mengakibatkan lepasnya bagian tengah serviks secara sirkuler.
Distosia servikalis sekunder disebabkan oleh kelainan organik pada serviks,
misalnya karena jaringan perut atau karena karsinoma. Dengan his kuat serviks bisa

6
robek, dan robekan ini dapat menjalan kebagian bawah uterus. Oleh karena itu, setiap
wanita yang pernah mengalami operasi pada serviks selalu harus diawasi persalinan di
rumah sakit.
2.5.2 Etiologi
Kelainan his terutama ditemukan pada primigravida, khususnya primigravida
tua. Pada multipara lebih banyak ditemukan kelainan yang bersifat inersia uteri.
Faktor heriditer mungkin memegang peranan pula dalam kelainan his. Sampai
seberapa jauh faktor emosi ( ketakutan dan lain-lain ) mempengaruhi kelainan his,
belum ada persesuaian paham antara para ahli. Satu sebab yang penting dalam
kelainan his, khususnya inersia uteri ialah apabila bagian bawah janin tidak
berhubungan rapat dengan segmen bawah uterus seperti misalnya pada kelainan letak
janin atau pada disproporsi sefalopelvik.
Peregangan rahim yang berlebihan pada kelainan ganda maupun hidramnion
juga dapat merupakan penyebab dari inersia uteri yang murni. Akhirnya gangguan
dalam pembentukan uterus pada masa embrional, misalnya uterus bikornis unikolilis,
dapat pula mengakibatkan kelainan his. Akan tetapi pada sebagian besar kasus,
kurang lebih separuhnya, penyebab inersia uteri ini tidak diketahui.
2.5.3 Penanganan
Dalam menghadapi persalinan lama oleh sebab apapun, keadaan wanita yang
bersangkutan harus diawasi dengan seksama. Tekanan darah diukur tiap empat jam
pemeriksaan ini perlu dilakukan lebih sering apabila ada gejala preeklamsia. Denyut
jantung janin dicatat setiap setengah jam dalam kala I dan lebih sering dalam kala II.
Kemungkinan dehidrasi dan asidosis harus mendapat perhatian sepenuhnya. Karena
ada persalinan lama selalu ada kemungkinan untuk melakukan tindakan pembedahan
dengan narkosis, hendaknya wanita jangan diberi makanan biasa melainkan dalam
bentuk cairan. Sebaiknya diberikan infus larutan glukosa 5% dan larutan NaCl
isotonik secara intravena secara berganti-ganti. Untuk mengurangi rasa nyeri dalam
diberi pethidin 50mg yang dapat diulangi, pada permulaan kala I dapat diberi 10mg
morfin.
Pemeriksaan dalam perlu diadakan, akan tetapi harus selalu disadari bahwa
setiap pemeriksaan dalam mengandung bahaya infeksi. Apabila persalinan
berlangsung 24 jam tanpa kemajuan yang berarti, perlu diadakan penilaian yang
seksama tentang keadaan. Selain penlaian keadaan umum, perlu ditetapkan apakah
persalinan benar-benar sudah mulai atau masih dalam tingkat false labour, apakah ada
7
inersia uteri atau incoordinate uterine action, dan apakan tidak ada disproporsi
sefalopelviks biar pun ringan. Untuk menetapkan hal yang terakhir ini, jika perlu
dilakuakan pelvimetri roentgenologik atau MRI ( Magnetic Resonens Imaging ).
Apabila serviks sudah terbuka untuk sedikit-dikitnya 3cm, dapat diambil kesimpulan
bahwa persalinan sudah mulai.
Dalam menentukan sikap lebih lanjut perlu diketahui apakah ketuban sudah
atau belum pecah. Apabila ketuban sudah pecah, maka keputusan untuk
menyelesaikan persalinan tidak boleh ditunda terlalu lama berhubung dengan bahaya
infeksi. Sebaiknya dalam 24 jam setelah ketuban pecah sudah dapat diambil
keputusan apakah perlu dilakukan sectio caesarea dalam waktu singkat, atau apakah
persalinan dapat dibiarkan berlangsung terus.

8
Contoh Kasus

Nama : Ny”H”/ Tn.”A”


Umur : 32 Thn / 38 thn
Suku : sunda
Agama : islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Alamat : Pamulang barat

KALA I
DATA SUBYEKTIF
1. G I PO AO
2. HPHT Tanggal 9 mei 2011
3. HTP Tanggal 18 Februari 2011
4. Pemeriksaan ANC sebanyak 4 kali
5. Imunisasi TT 2 kali
6. Tidak ada riwayat penyakit jantung, DM, Hipertensi, Asma, dan PMS
7. Nyeri perut tembus ke belakang dirasakan ibu sejak tanggal 8 februari 2011 pukul
10.45 wita disertai pelepasan lendir dan darah sejak pukul 17.45 wita

DATA OBYEKTIF
1. Keadaan umum baik
2. Kesadaran composmentis
3. Tanda – Tanda Vital
Tekanan darah : 110/70 mmhg
Nadi : 84x/mnt
Suhu : 36,5 c
Pernafasan : 18x/mnt
4. Pemeriksaan Abdomen :
Tidak ada bekas luka operasi
Palpasi leopold
Leopold I : Bagian fundus teraba bulat dan tidak melenting
Leopold II : -Bagian kanan teraba keras memajang seperti papan

9
- Bagian kiri teraba ekstremitas2 janin.
Leopold III : bagian terbawah terababulat dan melenting
Leopold IV : divergen.
5. Penurunan kepala 4/5
DJJ 120 x/menit terdengar kuat dan teratur pada kuadran kanan bawah perut ibu.
6. Pemantauan HIS :
I. Pukul 18.50 wita kontraksi uterus 3 kali dalam 10 menit dengan durasi 20-40 detik
II. Pukul 19.20 wita kontraksi uterus 3 kali dalam 10 menit dengan durasi 20-40 detik
III. Pukul 19.50 wita kontraksi uterus 3 kali dalam 10 menit dengan durasi 20-40 detik
IV. Pukul 20.20 wita kontraksi uterus 3 kali dalam 10 menit dengan durasi 20-40 detik
V. Pukul 20.50 wita kontraksi uterus 4 kali dalam 10 menit dengan durasi 20-40 detik
VI. Pukul 21.20 wita kontraksi uterus 4 kali dalam 10 menit dengan durasi 20-40 detik
VII. Pukul 21.50 wita kontraksi uterus 3 kali dalam 10 menit dengan durasi 20-40 detik
VIII. Pukul 22.20 wita kontraksi uterus 4 kali dalam 10 menit dengan durasi >40 detik
IX. Pukul 22.50 wita kontraksi uterus 4 kali dalam 10 menit dengan durasi >40 detik
X. Pukul 23.20 wita kontraksi uterus 4 kali dalam 10 menit dengan durasi >40 detik
XI. Pukul 23.50 wita kontraksi uterus 4 kali dalam 10 menit dengan durasi >40 detik
XII. Pukul 00.20 wita kontraksi uterus 4 kali dalam 10 menit dengan durasi >40 detik
XIII. Pukul 00.50 wita kontraksi uterus 4 kali dalam 10 menit dengan durasi >40 detik
7. Pemeriksaan dalam Pukul 18. 50 Wita
a. Vulva dan Vagina : Tidak ada kelainan
b. Portio : Lunak dan tipis
c. Pembukaan : 6 cm
d. Ketuban : Utuh
e. Presentase : Kepala, UUK depan
f. Molase : Tidak ada
g. Penurunan Kepala : H1- H II
h. Kesan panggul : Normal
i. Pelepasan : Lendir dan darah
8. Ekstremitas : Tidak ada oedema dan varices

ASASEMENT
Inpartu kala I fase aktif dengan inersia uteri hipotonik

10
PLANNING
Pukul 19.20 wita
1. Menyampaikan hasil pemeriksaan pada ibu
2. Menjelaskan penyebab dan manfaat nyeri persalinan pada ibu dan keluarga
3. Mengobservasi kemajuan persalinan
4. Memberi hidrasi dan intake yang cukyp
5. Mengajarkan ibu pengaturan nafas saat ada kontraksi
6. Mendokumentasikan hasil pemantauan ke dalam partograf

KALA II
DATA SUBYEKTIF
1. Ibu mengeluh nyeri perut bertambah dan semakin kuat
2. Ibu mempunyai dorongan yang kuat saat timbul kontraksi
3. Ibu merasa ingin BAB

DATA OBYEKTIF
Pukul : 00.50 wita
1. Vulva dan vagina tak ada kelainan
2. Portio tak teraba
3. Pembukaan lengkap
4. Ketuban (-)
5. Presentase kepala, UUK depan
6. Molse tidak ada
7. Penurunan kepala H-4
8. Kesan panggul normal
9. Pelepasan lendir dan darah
10. Vulva dan vagina terbuka
11. Anus terbuka
12. Perineum menonjol

ASASEMENT
Inpartu kala II

11
PLANNING
1. Melihat tanda dan gejala kala II yakni dorongan untuk meneran, Tekanan
pada anus, Perineum menonjol, vulva dan vagina membuka.
2. Memberitahu ibu bahwa pembukaan sudah lengkap.
3. Menyiapkan Ibu, Menyipkan diri penolong, dan Menyiapkan alat.
4. Menyipkan posisi ibu
5. Meminta ibu untuk meneran saat ada HIS
6. Menyokong perineum dan menahan puncak kepala
7. Melahirkan badan bayi dengan sangga susur, pukul 01.20 wita lahir seorang bayi
laki-laki, PBK, BBL, berat 3100 gram, PBL 49 cm, AS 8/10, bayi menangis spontan,
warna kulit kemerahan dan pergerakan aktif.
8. Melakukan penanganan bayi baru lahir

KALA III
DATA SUBYEKTIF
1. Nyeri perut bagian bawah masih terasa

DATA OBYEKTIF
1. TFU setinggi pusat
2. Kontraksi uterus teraba keras dan bundar
3. Tampak semburan darah dari jalan lahir
4. Tali pusat bertambah panjang

ASASEMENT
Inpartu kala III

PLANNING
Pukul 01.22 wita
1. Memeriksa fundus uteri
2. Memberitahu ibu bahwa ia akan disuntik
3. Menyuntikkan oksitosin 10 u secara IM pada paha bagian luar
4. Melakukan peregangan tali pusat terkendali
5. Melahirkan placenta dan selaput ketuban pukul 01.28 wita
6. Meakukan sekaligus mengajarkan ibu untuk massse fundus uteri
12
KALA IV
DATA SUBYEKTIF
1. Nyeri perut bagian bawah masih terasa
2. Ibu merasa lelah

DATA OBYEKTIF
1. Kontraksi uetrus baik, Teraba keras dan bundar
2. TFU 2 Jr bpst
3. Perdarahan ± 50 cc
4. TTV : Tekanan darah :110/70 mmhg
Nadi : 90x/i
Suhu : 37 c
Pernafasan : 20x/i

ASASEMENT
Inpartu kala IV

PLANNING
Pukul 01.32
1. Memeriksa laserasi jalan lahir, terdapat rupture perineum tk.II
2. Menjahit rupture jalan lahir
3. Memeriksa kontraksi uterus, teraba keras dan bundaR
4. Mengobservasi perdarahan, kontraksi, dan TTV dalam partograf
5. Mengajarkan ibu dan keluarga cara massase fundus dan menilai kontraksi
6. Membersihkan ibu dan mengganti pakaiannya dengan pakaian yang bersiH
7. Merendam semua alat bekas pakai dalam larutan clorin 0,5 % dan membuang bahan-
bahan yang terkontaminasi
8. Menyerahkan bayi pada ibu untuk disusui
9. Melengkapi partograf

13
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Persalinan tidak selalu berjalan lancar, terkadang ada kelambatan dan kesulitan yang
dinamakan distosia. Salah satu penyebab distosia itu adalah karena kelainan his yaitu
suatu keadaan dimana his tidak normal, baik kekuatannya maupun sifatnya sehingga
menghambat kelancaran persalinan. Kelainan his dapat diklasifikasikan menjadi Insersia
uteri hipotoni (disfungsi uteri hipotonik) yaitu kontraksi uterus terkoordinasi tetapi tidak
adekuat. Disini kekuatan his lemah dan frekuensinya jarang.
Sering dijumpai pada penderita dengan keadaan umum kurang baik seperti anemia,
uterus yang terlalu teregang misalnya akibat hidroamnion atau kehamilan kembar atau
makrosomia, grandemultipara atau primipara, serta pada penderita dengan keadaan emosi
kurang baik. dan Insersia uteri hipertoni (disfungsi uteri hipertonik / disfungsi uteri
inkoordinasi) yaitu kontraksi uterus tidak terkoordinasi, kuat tetapi tidak adekuat,
kelainan his dengan kekuatan cukup besar (kadang sampai melebihi normal) namun tidak
ada koordinasi kontraksi dari bagian atas, tengah dan bawah uterus, sehingga tidak efisien
untuk membuka serviks dan mendorong bayi keluar.

3.2 Saran
Sebagai tenaga kesehatan khusunya bidan dan mahasiswa kebidanan sebaiknya
diharapkan benar benar, mampu memahami apa yang dimaksud dengan distosia karena
kelainan tenaga (his) sehingga dapat dilakukan intervensi secara tepat dan cepat.

14

Anda mungkin juga menyukai