Anda di halaman 1dari 33

RETENSIO PLASENTA

Oleh

Eka Agustina Putr Kinanti

1910104046

Fakultas Ilmu Kesehataan Program Studi Sarjana Terapan Kebidanan

Universitas Aisyiyah Yogyakarta


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perdarahan postpartum (PPP) adalah kehilangan 500 ml atau lebih darah
setelah persalinan pervaginam atau 1000 ml atau lebih setelah seksio sesaria
(WHO, 2012). Perdarahan postpartum ada kalanya merupakan perdarahan
yang hebat dan menakutkan sehingga dalam waktu singkat wanita jatuh ke
dalam syok, ataupun merupakan perdarahan yang menetes perlahan-lahan
tetapi terus menerus dan ini juga berbahaya karena akhirnya jumlah
perdarahan menjadi banyak yang mengakibatkan wanita menjadi lemas dan
juga jatuh dalam syok (lubis, 2011).
Perdarahan postpartum merupakan penyebab utama tingginya
angka kematian ibu (AKI) Penyebab kematian ibu sangatlah beragam,akan
tetapi kematian ibu di Indonesia masih didominasi oleh tiga penyebab
utama kematian yaitu perdarahan, hipertensi dalam kehamilan (HDK),
dan infeksi (Depkes RI, 2015).
Insidensi perdarahan postpartum pada negara maju sekitar 5% dari
persalinan, sedangkan pada Negara berkembang bisa mencapai 28% dari
persalinan dan menjadi masalah utama dalam kematian ibu. Penyebabnya
90% dari atonia uteri, 7% robekan jalin lahir, sisanya dikarenakan retensio
plasenta dan gangguan pembekuan darah (Parisaei, et all., 2008)
Suatu perdarahan dikatakan fisiologis apabila hilangnya darah tidak
melebihi 500 cc pada persalinan pervaginam dan tidak lebih dari 1000 cc
pada sectio cesarea. Perlu diingat bahwa perdarahan yang terlihat pada waktu
persalinan sebenarnya hanyalah setengah dari perdarahan yang sebenarnya.
Seringkali sectio cesarea menyebabkan perdarahan yang lebih banyak, harus
diingat kalau narkotik akan mengurangi efek vasokonstriksi dari pembuluh
darah.(2,3)
Kejadian perdarahan postpartum ini di sebabkan oleh beberapa hal, yaitu,
Atonia uteri diperkirakan sebesar 90%, Robekan jalan lahir: diperkirakan 7%,
Retensio plasenta, inversion uterus, dan gangguan pembekuan darah:
diperkirakan 3% (Parisaei, et all., 2008).
Faktor-faktor yang berhubungan dengan perdarahan postpartum yaitu
umur, jumlah paritas, jarak antar kelahiran, riwayat persalinan sebelumnya,
lama partus, lama lepasnya plasenta, anemia, pengetahuan dan faktor fasilitas
pelayanan kesehatan (Pardosi, 2006).Faktor lain yang berhubungan dengan
perdarahan postpartum yaitu pada keadaan preeklamsia berat dimana bisa
ditemukan defek koagulasi dan volume darah ibu yang kecil yang akan
memperberat penyebab perdarahan postpartum (Chunningham, 2012).

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian perdarahan postpartum?
2. Apa saja klasifikasi dari perdarahan postpartum?
3. Apa saja gejala dari perdarahan postpartum?
4. Siapa yang menjadi faktor resiko dari perdarahan postpartum?
5. Apa penyebab dan bagaimana penatalaksanaan perdarahan postpartum?

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui pengertian perdarahan postpartum?
2. Untuk Mengetahui Apa saja klasifikasi dari perdarahan postpartum?
3. Untuk Mengetahui gejala dari perdarahan postpartum?
4. Untuk Mengetahui Siapa yang menjadi faktor resiko dari perdarahan
postpartum?
5. Untuk Mengetahui penyebab dan bagaimana penatalaksanaan perdarahan
postpartum?
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Perdarahan postpartum (PPP) didefinisikan sebagai kehilangan 500 ml atau
lebih darah setelah persalinan pervaginam atau 1000 ml atau lebih setelah seksio
sesaria (Leveno, 2009; WHO, 2012).
Perdarahan postpartum ada kalanya merupakan perdarahan yang hebat dan
menakutkan sehingga dalam waktu singkat wanita jatuh ke dalam syok, ataupun
merupakan perdarahan yang menetes perlahan-lahan tetapi terus menerus dan ini
juga berbahaya karena akhirnya jumlah perdarahan menjadi banyak yang
mengakibatkan wanita menjadi lemas dan juga jatuh dalam syok (lubis, 2011).

B. Klasifikasi
Klasifikasi klinis perdarahan postpartum yaitu (Manuaba, 2008) :

1. Perdarahan Postpartum Primer yaitu perdarahan postpartum yang terjadi


dalam 24 jam pertama kelahiran. Penyebab utama perdarahan postpartum
primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan
lahir dan inversio uteri.
2. Perdarahan Postpartum Sekunder yaitu perdarahan postpartum yang terjadi
setelah 24 jam pertama kelahiran. Perdarahan postpartum sekunder
disebabkan oleh infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa
plasenta yang tertinggal.

C. Gejala
Seorang wanita hamil yang sehat dapat kehilangan darah sebanyak 10%
dari volume total tanpa mengalami gejala-gejala klinik, gejala-gejala baru
tampak pada kehilangan darah sebanyak 20%. Gejala klinik berupa perdarahan
pervaginam yang terus-menerus setelah bayi lahir. Kehilangan banyak darah
tersebut menimbulkan tanda-tanda syok yaitu penderita pucat, tekanan darah
rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstrimitas dingin, dan lain-lain (Lubis,
2011).
D. Faktor Resiko
Riwayat hemorraghe postpartum pada persalinan sebelumnya merupakan
faktor resiko paling besar untuk terjadinya hemorraghe postpartum sehingga
segala upaya harus dilakukan untuk menentukan keparahan dan penyebabnya.
Beberapa faktor lain yang perlu kita ketahui karena dapat menyebabkan
terjadinya hemorraghe postpartum :
1. Grande multipara
2. Perpanjangan persalinan
3. Chorioamnionitis
4. Kehamilan multiple
5. Injeksi Magnesium sulfat
6. Perpanjangan pemberian oxytocin
Faktor risiko PPP dapat ada saat sebelum kehamilan, saat kehamilan, dan
saat persalinan. Faktor risiko sebelum kehamilan meliputi usia, indeks massa
tubuh, dan riwayat perdarahan postpartum. Faktor risiko selama kehamilan
meliputi usia, indeks massa tubuh, riwayat perdarahan postpartum, kehamilan
ganda, plasenta previa, preeklampsia, dan penggunaan antibiotik. Sedangkan
untuk faktor risiko saat persalinan meliputi plasenta previa anterior, plasenta
previa mayor, peningkatan suhu tubuh >37⁰, korioamnionitis, dan retensio
plasenta (Briley et al., 2014).
Meningkatnya usia ibu merupakan faktor independen terjadinya PPP.
Pada usia lebih tua jumlah perdarahan lebih besar pada persalinan sesar
dibanding persalinan vaginal. Secara konsisten penelitian menunjukkan bahwa
ibu yang hamil kembar memiliki 3-4 kali kemungkinan untuk mengalami PPP
(Anderson, 2008).
Perdarahan postpartum juga berhubungan dengan obesitas. Risiko
perdarahan akan meningkat dengan meningkatnya indeks massa tubuh. Pada
wanita dengan indeks massa tubuh lebih dari 40 memiliki resiko sebesar 5,2%
dengan persalinan normal (Blomberg, 2011).
E. Etiologi
Kejadian perdarahan postpartum ini di sebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
1. Atonia uteri: diperkirakan 90%
2. Robekan jalan lahir: diperkirakan 7%
3. Retensio plasenta, inversion uterus, dan gangguan pembekuan darah:
diperkirakan 3% (Parisaei, et all., 2008).
1. Retensio Plasenta
a. Pengertian
Retensio plasenta adalah plasenta belum lahir hingga atau melebihi
waktu 30 menit setelah bayi lahir. Hal ini disebabkan karena plasenta
belum lepas dari dinding uterus atau plasenta sudah lepas tetapi belum
dilahirkan. Retensio plasenta merupakan etiologi tersering kedua dari
perdarahan postpartum (20% - 30% kasus). Kejadian ini harus didiagnosis
secara dini karena retensio plasenta sering dikaitkan dengan atonia uteri
untuk diagnosis utama sehingga dapat membuat kesalahan diagnosis.
Pada retensio plasenta, resiko untuk mengalami PPP 6 kali lipat pada
persalinan normal (Ramadhani, 2011).
Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta
hingga melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir (Pranoto, 2014).
Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir selama
setengah jam setelah janin lahir (Maryunani, 2009).
Bila plasenta tertinggal dalam uterus setengah jam setelah anak lahir
disebut sebagai retensio plasenta. Plasenta yang sukar dilepaskan dengan
pertolongan aktif kala tiga bisa disebabkan oleh adhesi yang kuat antara
plasenta dan uterus. Disebut sebagai plasenta akreta bila plasenta sampai
menembus desidua basalis dan Nitabuch layer, disebut sebagai plasenta
inkreta bila plasenta sampai menembus miometrium dan disebut plasenta
perkreta bila vili korialis sampai menembus perimetrium. (Karkata, 2009)
b. Etiologi
Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan,
tapi bila sebagian plasenta sudah lepas akan terjadi perdarahan dan ini
merupakan indikasi untuk segera mengeluarkannya. Plasenta belum lepas
dari dinding uterus disebabkan :
a. Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta
adhesiva)
b. Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi korialis
menembus desidua sampai miometrium (plasenta akreta). Faktor
predisposisi dari plasenta akreta, yaitu: Plasenta previa, Seksio sesarea,
Kuretase, Multigravida lebih dari 6 anak. (Cunningham, 2010)
c. Plasenta merekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi korialis
menembus sampai di bawah peritoneum (plasenta perkreta). (lubis,
2011)
c. Klasifikasi Retensio Plasenta
Menurut Saifuddin (2008) Terdapat jenis retensio plasenta antara lain a
a. Plasenta adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion
plasenta sehingga menyebabkan mekanisme separasi fisiologis.
b. Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga
memasuki sebagian lapisan miometrium.
c. Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang
menembus lapisan serosa dinding uterus.
d. Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang
menembus serosa dinding uterus.
e. Plasenta inkarserata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum uteri,
disebabkan oleh konstriksi ostium uteri.
Pada pemeriksaan intrauterin, sewaktu melakukan eksplorasi manual
mengangkat plasenta yang tertahan, bidang pembelahannya tidak dapat
diidentifikasi di antara plasenta yang melekat dan dinding uterus. Pada
kasus plasenta akreta parsial, bidang pembelahan dapat ditelusuri, tetapi
tidak dapat diikuti seluruhnya sepanjang permukaan maternal plasenta
ketebalan perlekatan mengelilinginya.
d. Komplikasi yang dapat terjadi meliputi :
1. perdarahan yang banyak,
2. ruptur uteri,
3. inversio uteri, dan
4. infeksi uterus jika plasenta tertinggal atau in situ.

e. Penatalaksanaan
Penanganan yang penting adalah pemberian cairan dan darah
secara intravena untuk memperbaiki hipovolimia yang diakibatkan
kehilangan banyak darah. Histerektomi abdominal merupakan
pengobatan yang lebih disukai untuk kebanyakan pasien segera setelah
diagnosis ditegakkan. Karena pelepasan plasenta normal tidak mungkin,
berbagai upaya untuk mengeluarkan plasenta yang lengket secara
manual atau dengan kuretase dapat menyebabkan katastropik atau
rupture traumatik otot uterus yang tipis.
Menurut Pranoto (2014), menyatakan bahwa penatalaksanaan
yang dapat dilakukan pada kasus retensio plasenta adalah:
1) Jika plasenta terlihat dalam vagina, mintalah ibu untuk mengedan,
jika dapat dirasakan plasenta dalam vagina, keluarkan plasenta
tersebut.
2) Pastikan kandung kemih sudah kosong. Jika perlu, lakukan
kateterisasi kandung kemih.
3) Jika plasenta belum keluar, berikan oxitosin 10 unit IM.
4) Lakukan peregangan tali pusat terkendali.
5) Jika belum berhasil, cobalah melakukan pengeluaran plasenta
secara manual.
6) Jika perdarahan terus berlangsung, lakukan uji apembekuan darah
sederhana.
7) Penanganan Retensio Plasenta
Menurut Walyani (2015), menyatakan bahwa penanganan retensio
plasenta atau sebagian plasenta adalah:

1) Resusitasi (pemberian oksigen 100%). Pemasangan IV-line dengan


kateter yang berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid
(sodium klorida isotonik atau larutan ringer laktat yang hangat,
apabila menungkinkan). Monitor jantung, nadi, tekanan darah dan
saturasi oksigen. Tranfusi darah apabila diperlukan yang
dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah
2) Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan ringer
laktat atau NaCL 0,9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi.
3) Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil
lanjutkan dengan drips oksitosin untuk mempertahankan uterus.
4) Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta.
Indikasi manual plasenta adalah: perdarahan pada kala tiga
persalinan kurang lebih 400 cc, retensio plasenta setelah 30 menit
anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi,
versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan
lahir, tali pusat putus.
5) Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat
dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa
plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan
dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan
hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan
kuretase pada abortus.
6) Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan
dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
7) Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk
pencegahan infeksi sekunder.

Jika tidak terjadi perdarahan dan pasien berkeinginan keras untuk


memiliki anak lagi maka plasenta dapat ditinggalkan in situ dengan
menerima resiko infeksi uterus dan pelvis. Tingkat mortalitas pasien
yang diobati tanpa histerektomi hampir empat kali lebih tinggi dari
pasien dengan histerektomi segera (Taber,2014).

2. Atonia Uteri
Atonia uteri diperkirakan penyebab perdarahan post partum
sebanyak 90% . Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus atau kontraksi
rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka
dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir (Taber, 2010).
a. Faktor Predisposisi atonia uteri sebagai berikut:
1) Regangan rahim yang berlebihan karena kehamilan kembar,
polihidramnion, atau anak terlalu besar.
2) Kelelahan kerena persalinan lama.
3) Kehamilan grande-multipara.
4) Ibu dengan keadaan yang jelek, anemis, atau menderita penyakit
menahun.
5) Mioma uteri yang mengganggu kontraksi rahim.
b. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan bila setelah bayi dan plasenta lahir ternyata
perdarahan masih aktif dan banyak, bergumpal dan pada palpasi
didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih dengan kontraksi
yang lembek, perlu diperhatikan bahwa pada saat atonia uteri didiagnosis,
maka pada saat itu juga masih ada darah sebanyak 500 – 1000 cc yang
sudah keluar dari pembuluh darah (Karkata, 2009).
c. Penanganan
1) Pemberian uterotonik agen.
a) Pemberian oksitosin secara i.m., i.v. akan mencegah bnyak kasus
atonia uteri
b) Derivat ergot, diberikan jika oksitosin tidak efektif
mengembalikan kontraksi uterus. Biasanya diberikan 0.2 mg
methylergonovine secara intramuskular. Perlu diperhatikan bahwa
pemberian derivat ergot ini tidak dianjurkan secara intravena
karena dapat menimbulkan hipertensi yang berbahaya khususnya
terhadap kasus preeklamsi.
c) Pemberian analog prostaglandin F2α (carboprost tromethamine)
yang terkadang menimbulkan efek samping berupa diare,
hipertensi, mual muntah, febris, takikardia.
d) Masase fundus uteri dan merangsang putting susu.
e) Resusitasi cairan agar tidak terjadi syok hipovolemik akibat darah
yang banyak keluar
f) Kompresi bimanual uterus
g) Kompresi aorta abdominalis.
h) Pemasangan tampon kondom dalam kavum uteri yang disambung
dengan kateter dan di fiksasi dengan karet gelang kemudian diisi
cairan infuse 200 ml yang mengurangi perdarahan. Pemasangan
tampon ini hanya bersifat temporer.
i) Bedah konservatif dengan cara ligasi arteria uterina / arteria
ovarika dan operasi ransel B Lynch
j) Histerektomi supravaginal ataupun total abdominal (Karkata,
2009).
3. Robekan Jalan Lahir
Perdarahan yang terjadi saat kontraksi uterus baik, biasanya dikarenakan
ada robekan atau sisa plasenta. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan cara
inspeksi pada vulva, vagina, dan serviks dengan memakai speculum untuk
mencari sumber perdarahan dengan ciri warna darah yang merah segar dan
pulsatif sesuai dengan denyut nadi. Perdarahan karena ruptura uteri dapat
diduga pada persalinan macet atau kasep, atau uterus dengan lokus minoris
resistensia dan adanya atonia uteri dan tanda cairan bebas intraabdominal
(Karkata, 2009).
Laserasi diklasifikasikan berdasarkan luasnya robekan yaitu (Rohani,
Saswita dan Marisah, 2011):
a. Derajat satu, robekan mengenai mukosa vagina dan kulit perineum.
b. Derajat dua, robekan mengenai mukosa vagina, kulit, dan otot perineum.
c. Derajat tiga, robekan mengenai mukosa vagina, kulit perineum, otot
perineum, dan otot sfingter ani eksternal.
d. Derajat empat. robekan mengenai mukosa vagina, kulit perineum, otot
perineum, otot sfingter ani eksternal, dan mukosa rektum.

4. Inversi Uteri
Kegawatdaruratan pada kala III yang dapat menimbulkan perdarahan
adalah inverse uterus yang merupakan keadaan di mana lapisan dalam uterus
(endometrium) turun dan keluar lewat ostium uteri eksternum, yang dapat
bersifat inkomplit sampai komplit (Karkata, 2009). Inversi inkompit dimana
fundus uteri tidak terbalik di luar servis. Inverse komplit merupakan seluruh
uterus terbalik keluar, menonjol melalui cincin serviks.
a. Faktor-faktor predisposisi dari inverse uterus, yaitu:
1) Tekanan fundus,
2) Traksi tali pusat,
3) Insersi fundus plasenta,
4) Dinding uterus yang tipis atau kendor,
5) Tekanan abdomen yang meningkat secara tiba-tiba dan berkaitan
dengan atonia uteri (Taber, 2010).
b. Inversion uteri ditandai dengan dengan:
1) Syok karena kesakitan.
2) Perdarahan banyak bergumpal.
3) Di vulva tampak endometrium terbalik dengan atau tanpa plasenta yang
masih melekat.
4) Bila baru terjadi maka prognosis masih baik, bila kejadiannya cukup
lama mengakibatkan uterus mengalami iskemia, nekrosis, dan infeksi
dikarenakan jepitan dari serviks yang semakin mengecil.
c. Tindakan yang dilakukan secara garis besar sebagai berikut.
1) Memanggil bantuan anastesi dan memasang infuse untuk cairan/darah
pengganti dan pemberian obat.
2) Pemberian tokolitik/MgSO4 untuk melemaskan uterus yang terbalik
sebelum dilakukan reposisi manual yaitu mendorong endometrium ke
atas masuk ke dalam vagina dan terus melewati serviks sampai tangan
masuk ke dalam uterus pada posisi normalnya. Hal itu dapat dilakukan
sewaktu plasenta sudah terlepas atau tidak.
3) Di dalam uterus plasenta dilepaskan secara manual dan bila berhasil
dikeluarkan dari rahim dan sambil memberikan uterotonika lewat
infuse atau i.m. tangan tetap dipertahankan agar konfigurasi uterus
kembali normal dan tangan operator baru dilepaskan.
4) Pemberian antibiotika dan transfuse darah sesuai dengan keperluannya.
5) Intervensi bedah dilakukan bila karena jepitan serviks yang keras
menyebabkan maneuver di atas tidak bias dikerjakan, maka dilakukan
laparotomi untuk reposisi dan kalau terpaksa dilakukan histerektomi
bila uterus sudah mengalami infeksi dan nekrosis(Karkata, 2009).
Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin Patologi

Ny “I” G2P1A0 Di RB Mitra Ananda

Tahun 2018

Pengkajian Dilakukan Pada:

a. Hari, tanggal : Minggu, 28 Oktober 2018


b. Pukul : 12.00 WIB
c. Tempat : RB Mitra Ananda

I. DATA SUBJEKTIF
a. Biodata
Nama Ibu : Ny. S Nama Suami : Tn. Y
Umur : 23 tahun Umur : 27 Tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Suku/bangsa : Indonesia Suku/bangsa : Indonesia
Pendidikan : S1 Pendidikan : S1
Pekerjaan : Ibu rumah tangga Pekerjaan : Karyawan
Alamat : Jl. Swadaya, No.2777, Rt.47 Alamat : Jl. Swadaya,
No.2777, Rt.47
RW 13 Kel.
Srijaya
b. Alasan Datang
Ibu datang ke RB Mitra Ananda pukul 12.00 WIB. mengatakan ingin
melahirkan, mengaku hamil cukup bulan anak kedua, ibu mengeluh sakit perut
menjalar sampai kepinggang, serta keluar lendir bercampur darah sejak pukul
08.30 WIB. Gerakan janin masih dirasakan dan ibu mengaku tidak pernah
keguguran.

c. Data Kebidanan
1. Riwayat Haid
Menarche : 12 Tahun Warna : Merah Kecoklatan
Siklus : ± 28 hari Jumlah : 4x Ganti Pembalut
Lamanya : ±7 Hari Dismenorhoe : Tidak Ada

2. Riwayat Perkawinan
Kawin : 1x
Lamanya : 3 Tahun
Umur waktu kawin : 24 Tahun

3. Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas yang lalu

N Umur Jenis Ditolong Tahun Penyulit Nifas/ Anak


o. Kehamilan Persalin oleh Persalinan Lakta JK BB PB Keadaan
an si
1 Aterm Sponta Bidan 2016 Tidak Baik ♀ 30 49 Hidup
n ada 00
2 Ini

4. Riwayat Kehamilan Sekarang


HPHT : 14-01-2018
TP : 21-10-2018
ANC : 10x
Tablet Fe : 95 tablet
Usia Kehamilan : 41 minggu
Keluhan selama hamil : TM I :Mual
Obat yang dikonsumsi : Gestiamin, Kalk
TM II : Tidak Ada Keluhan
Obat yang dikonsumsi : Vitonal, Kalk
TM III : Tidak Ada Keluhan
Obat yang dikonsumsi : Vitonal, Kalk
Gerakan Janin petama kali dirasakan : 16 Minggu
Berapa kali gerakan dalam 24 jam : ±10 kali
Durasi Gerakan :10 Detik

d. Riwayat KB
Pernah mendengar tentang KB : Pernah

Pernah menjadi akseptor KB : Tidak Pernah


Jenis Kontrasepsi yang digunakan :-

Lamanya menjadi akseptor KB :-

Alasan berhenti menjadi akseptor KB: -

e. Data Kesehatan
1. Riwayat penyakit yang diderita pasien
Penyakit menular (AIDS, TBC, Sifilis) : Tidak Ada

Penyakit keturunan (Hypertensi, jantung, ginjal) : Tidak Ada

Penyakit yang pernah diderita pasien : Tidak Ada

2. Riwayat penyakit keluarga / keturunan


Penyakit menular (AIDS, TBC, Sifilis) : Tidak Ada
Penyakit keturunan (Hypertensi, jantung, ginjal) : Tidak Ada

3. Riwayat operasi yang pernah dijalani : Tidak Ada


4. Riwayat penyakit keluarga/ keturunan yang lainnya : Tidak Ada

f. Data kebiasaan sehari-hari yang mempengaruhi kesehatan


1. Pola nutrisi
a. Makan : 3x sehari
Porsi :Sedang
b. Jenis makan
Pagi : 1 Porsi Nasi, 1 mangkuk sayur, 1 telur goreng.
Siang : 1 Porsi Nasi, 1 mangkuk sayur, 1 potong tempe, 1 potong
ayam & 1 potong buah

Malam : 1 Porsi Nasi, 1 potong ikan, 1 potong tempe

Pantangan makan :Tidak ada

c. Minum : 10 Gelas/Hari
Jenis Minum : Air Putih dan Susu
2. Pola istirahat dan aktivitas
a. Tidur malam : ± 8 Jam/hari
b. Tidur siang : ± 2 Jam/hari
c. Aktivitas : Mengerjakan aktivitas rumah tangga yaitu menyapu,
mencuci

3. Pola Elimnasi
a. BAB
Frekuensi : 1 x/hari Penyulit : Tidak Ada
Warna : Kuning kecoklatan Karakteristik : Lunak
b. BAK
Frekuensi : 7 x/hari Penyulit : Tidak Ada
Warna : Kuning jernih

g. Data Psikososial
Hubungan ibu dengan suami dan keluarga : Baik
Tanggapan ibu, suami, dan keluarga terhadap kehamilan : Senang
Pengambilan keputusan keluarga : Suami
Rencana tempat persalinan : Bidan
Adat /kebiasaan yang dilakukan yang mempengaruhi kehamilan : Tidak Ada
Kebiasaan Minum alkohol/Nafza obat terlarang lainnya : Tidak Ada
II. DATA OBJEKTIF
1. Pemeriksaan Fisik
a. TB : 150 cm
b. BB
Sebelum hamil : 52 kg
Saat hamil : 65 kg
c. Lila : 25 cm
d. Tanda-tanda Vital
c. KU : Baik
d. Kesadaran : Composmentis
e. TD : 110/70 MmHg
f. Pulse : 82 x/m
g. Suhu : 36 ° C
h. RR : 23 x/m

2. Pemeriksaan Kebidanan
a. Inspeksi
1) Kepala
Rambut :Hitam, bersih, tidak rontok dan tidak ada ketombe

Hidung :Bersih dan tidak ada polip

Mata :Bersih, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik

Mulut :Bersih, tidak sariawan dan tidak ada karies gigi

Muka :Bersih, tidak oedema dan tidak ada cloasma


gravidarum

2) Leher
Pembengkakan kelenjar Tiroid : Tidak ada

Pembengkakan vena jugularis : Tidak ada

3) Dada
Mamae : Simetris

Areola mamae : Hiperpigmentasi

Putting susu : Menonjol

Colostrums : Ada

4) Abdomen
Pembesaran : Sesuai usia kehamilan

Striae livide : Ada

Linea nigra : Ada

Striae albicans : Tidak ada

Luka bekas operasi : Tidak ada


5) Genitalia Eksterna :Bersih, tidak ada varices, tidak
ada odema

6) Genitalia Interna (Jika ada indikasi) :Tidak dilakukan


7) Ekstremitas :Bersih, tidak ada pembengkakan

b. Palpasi
TFU 29cm, bagian atas fundus ibu teraba bokong, Bagian kanan perut ibu
teraba punggung janin, bagian kiri teraba ekstremitas janin pada bagian
bawah perut ibu teraba kepala. Dan kepala sudah masuk PAP (Divergen)
penurunan 4/5 (Hodge I).
TBBJ : 29 – 11 (155) = 2.790

c. Auskultasi
DJJ :+
Frekuensi : 145x/m
Sifat : Teratur

Lokasi : 2 jari bawah pusat sebelah kiri perut ibu

d. Perkusi
Refleks patella : +

e. Pemeriksaan dalam di lakukan pada tanggal 13 Mei 2018, Pukul 01.10


WIB.
Vulva dan vagina
Portio : Tebal
Pembukaan : 1 cm
Pendataran : 25 %
Ketuban : Positif (+)
Terbawah : Kepala
Penunjuk : Ubun-ubun kecil kiri depan
Penurunan : Hodge I

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah
HB : 11,6 gr%
Golongan darah : AB
b. Urine
Protein :-
Glukosa :-

III. ANALISA
1. Diagnosa
G2P1A0 Hamil aterm inpartu kala 1 fase laten, janin tunggal hidup, presentasi
kepala .

IV. PENATALAKSANAAN
KALA I
1. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan
KU : Baik

Kesadaran : Composmentis

TD : 110/70 mmHg
Pulse : 82 x/m
Suhu : 36o C
RR : 23 x/m
DJJ : 145x/menit
(Ibu mengerti penjelasan bidan)
2. Melakukan informed choice dan informed concern kepada ibu dan keluarga
( Inform choice dan inform concern telah dilakukan)
3. Menawarkan kepada ibu untuk memilih pendamping pada proses
persalinan
( Ibu memilih didampingi oleh suaminya )
4. Menjelaskan kepada keluarga untuk memberikan dukungan moral agar ibu
tidak perlu cemas menghadapi persalinan ini.
(Ibu dan keluarga mengerti penjelasan bidan)
5. Menganjurkan kepada ibu untuk memilih posisi yang nyaman bagi ibu.
Menganjurkan ibu untuk mencoba posisi-posisi yang nyaman karena posisi
yang nyaman sangat diperlukan bagi pasien
6. Menganjurkan kepada ibu untuk menarik nafas dari hidung dan
mengeluarkan dari mulut menghilangkan rasa nyeri
(Ibu mengerti dengan penjelasan yang di berikan dan mau melakukannya.)
7. Menjelaskan kepada ibu cara meneran yang baik yaitu dengan cara
menyelipkan tangan di antara lipatan paha dan tarik kearah dada ibu, mata
dibuka dan melihat ke arah pusat, dagu menempel di dada dan meneran
seperti ingin BAB.
(Ibu mengerti dan akan melaksanakan anjuran yang diberikan)
8. menganjurkan ibu untuk mengosongkan kandung kemih setiap 2 jam atau
jika merasa ingin BAK jangan ditahan, karena kandung kemih yang penuh
akan meningkatkan rasa tidak nyaman yang tidak dikenali pasien karena
bersama dengan munculnya kontraksi uterus.
( Ibu mau dan mengerti dengan anjuran bidan )
9. Melakukan observasi KU dan TTV ibu, HIS, DJJ, dan kemajuan
persalinan.
(Observasi telah dilakukan)
10. Menyiapkan partus set, heating set, dan obat-obatan persalinan
( Peralatan dan obat-obatan sudah dipersiapkan )

11. Menganjurkan ibu untuk mendengarkan ayat-ayat suci Al-Quran untuk


mengurangi kecemasan yang dirasakan menjelang proses persalinan.
( Ibu mau dan telah mendengarkan ayat suci Al-Quran )

Kala II Pukul 01.25 WIB

S : Subjektif

Ibu mengatakan perutnya semakin mulas dan adanya dorongan yang kuat
untuk meneran

O : Objektif

Kontraksi : 5x10’45”

DJJ : 138 x/menit


N : 81 x/menit

RR : 24 x/menit

Pemeriksaan dalam pukul 01.25 WIB

Vulva dan vagina :

Portio :tidak teraba

Pendataran :100%

Pembukaan :10 cm

Penunjuk :UUK Kiri Depan

Terbawah :Kepala

Ketuban : Positive

Penurunan :H IV

A : Analisa Data

Diagnosa :

G2P1A0, hamil aterm, inpartu kala II Janin Tunggal Hidup presentasi kepala

P : Penatalaksanaan

1. Menjelaskan kepada ibu tentang hasil pemeriksaan bahwa pembukaan


sudah lengkap, keadaan ibu dan janin baik
(Ibu mengetahui hasil pemeriksaan)
2. Melihat dan mendengar adanya tanda dan gejala kala II, yaitu, ibu merasa
ingin meneran, ibu merasa tekanan yang semakin meningkat pada rektum
dan Vagina, Perenium tampak menonjol, Vulva dan Spingter ani
membuka
( Tanda dan gejala kala II sudah terjadi )

3. Memastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial untuk


menolong persalinan dan menatalaksana komplikasi ibu dan bayi baru
lahir termasuk menyiapkan oksitosin
( Kelengkapan alat dan pertologan persalinan sudah disiapkan )

4. Mengenakan clemek bersih


5. Melepaskan semua perhiasan yang dipakai di bawah siku, mencuci kedua
tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir dan mengeringkan
tangan dengan handuk pribadi yang bersih dan kering.
( Perhiasan di tangan sudah dilepaskan dan cuci tangan sudah dilakukan )

6. Memakai sarung tangan DTT pada tangan pada lengan tangan kanan
yang akan digunakan untuk pemeriksaan dalam
( Memakai sarung tangan DTT sudah dilakukan )

7. Mengambil alat suntik dengan tangan memakai sarung tangan, isi


oksitosin dan letakkan kembali kewadah partus set.
( oksitosin sudah disiapkan )

8. Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-hati dari


depan kebelakang dengan menggunakan kapas atau kasa yang sudah
dibasahi air DTT. Jika mulut vagina, perineum, atau anus terkontaminasi
oleh kotoran ibu, membersihkannya dengan seksama dengan cara
menyeka dari depan kebelakang. membuang kapas atau kasa yang
terkontaminasi dalam wadah yang benar. Mengganti sarung tangan jika
terkontaminasi
( vulva hygiene sudah dilakukan )
9. Melakukan pemeriksaan dalam pukul 01. 25 WIB
Pemeriksaan dalam telah dilakukan dengan hasil:

Portio :tidak teraba

Pendataran :100%

Pembukaan :10 cm

Penunjuk :UUK Kiri Depan

Terbawah :Kepala
Ketuban : (-) Pecah Spontan Pukul 01:20 WIB

Penurunan :H IV

10. Melakukan dekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan


tangan yang masik memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%
dengan melepaskan dan merendam dalam keadaan terbalik selama 10
menit. Dilanjutkan dengan mencuci tangan setelah sarung tangan
dilepaskan
(Dekontaminsasi sarung tangan dan cuci tangan telah dilakukan)

11. Memeriksa denyut jantung janin setelah kontraksi uterus selesai DJJ telah
dilakukan yaitu 138 x/menit.
12. Memberitahu ibu bahwa pembukaan sudah lengkap dan meminta ibu
untuk meneran saat ada his apabila ibu sudah ingin meneran
( Ibusudah ada dorongan yang kuat untuk meneran )

13. Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk meneran
( Ibu memilih posisi litotomy )

14. Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang kuat
untuk meneran
( Bidan telah memimpin persalinan ketika ibu mempunyai dorongan yang
kuat untuk meneran )

15. Meletakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut ibu, jika
kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm, meletakkan
kain bersih yang dilipat 1/3 bagian bawah bokong ibu
( Handuk dan kain telah diletakkan dibawah bokong ibu )

17. Membuka partus set dan memperhatikan kembali kelengkapan alat dan
bahan

( Partus set telah di periksa kembali kelengkapannya )

18. Memakai sarung tangan steril pada kedua tangan

( Sarung tangan steril telah dipakai )


19. Saat kepala janin terlihat pada vulva dengan diameter 5-6 cm, memasang
handuk bersih untuk mengeringkan janin pada perut ibu. Tangan lain
menahan kepala bayi untuk menahan posisi kepala defleksi dan
membantu lahirnya kepala

( Handuk bersih telah dipasang dan tangan menahan kepala bayi telah
dilakukan)

20. Memeriksa adanya lilitan tali pusat pada leher janin

( Lilitan tali pusat telah diperiksa dan tidak ada lilitan tali pusat pada leher
janin )

21. Menunggu kepala janin selesai melakukan putaran paksi luar secara
spontan

( Kepala janin selesai melakukan putaran paksi luar secara spontan )

22. Setelah melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparietal.


Menganjurkan kepada ibu meneran saat kontraksi. Dengan lembut
gerakkan kepala ke arah bawah dan distal hingga bahu depan muncul di
bawah arkus pubis dan kemudian gerakkan arah atas dan distal untuk
melahirkan bahu belakang.

( Bahu telah lahir)

23. Setelah bahu lahir, geser tangan bawah kearah perenium ibu untuk
menyangga kepala, lengan dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan atas
untuk menulusuri dan memegang tangan dan diku sebelah atas

( Badan dan lengan telah lahir )

24. Setelah badan dan lengan lahir, tangan kiri menyusuri punggung ke arah
bokong dan tungkai bawah janin untuk memegang tungkai bawah
(selipkan jari telunjuk tangan kiri diantara lutut janin)

( Telah dilakukan )

25. Melakukan penilaian selintas : (a) apakah bayi menangis kuat dan atau
bernafas tanpa kesulitan? (b) apakah bayi bergerak aktif?

(Penilaian telah dilakukan yiaitu bayi menangis kuat, bernafas tanpa


kesulitan dan bayi bergerak aktif).
26. Mengeringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh
lainnya kecuali bagian telapak tangan. Ganti handuk basah denan
handuk/kain yang kering. Membiarkan bayi di atas perut ibu.

( Bayi diletakkan diatas perut ibu, Lahir spontan pukul 01.30 WIB, jenis
kelamin Perempuan )

27. Menjepit tali pusat menggunakan klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi.
Melakukan urutan pada tali pusat mulai dari klem ke arah ibu dan
memasang klem kedua 2 cm dari klem pertama ke arah ibu

(Menjepit tali pusat telah dilakukan)

Kala III Pukul 01: 30 WIB

S : Subjektif

Ibu merasa bahagia karena bayinya telah lahir, dan ibu merasa ada
mengatakan perutnya masih terasa mules karena sudah 30 menit ari-arinya
belum juga lahir.

O : Objektif

KU : Lemah

Kesadaran : Composmentis

TFU : Sepusat
Kontraksi : Baik.

A : Analisa Data

Diagnosa : P2A0, Kala III Dengan Retensio Plasenta

P : Planning

1. Memuji ibu karna telah berhasil melahirkan anak keempatnya dan


memeriksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi janin kedua
dalam uterus.
(Uterus telah diperiksa dan tidak ada janin kedua)

2. Memberitahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar uterus


berkontraksi dengan baik
( Ibu mengerti dengan penjelasan bidan)

3. Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, menyuntikkan oksitosin 10 unit


secara IM (intramuscular) di 1/3 paha atas bagian distal lateral.
(oksitosin telah diberikan )

4. Setelah 2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat dengan klem kira-kira 3
cm dari pusat bayi. Mendorong isi tali pusat ke arah distal (ibu) dan jepit
tali pusat pada 2 cm distal dari klem pertama.
5. Melakukan pemotongan dan pengikatan tali pusat
( Tali pusat telah dipotong dan diikat )

6. Meletakkan bayi agar ada kontak kulit ibu ke kulit bayi


( Bayi telah diletakkan di dada ibu )

7. Menyelimuti bayi dan ibu dengan kain hangat dan pasang topi di kepala
bayi
( Bayi telah diselimuti dan di pasang topi dikepala bayi )

8. Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva
( klem telah dipindahkah )

9. Meletakkan satu tangan di atas kain pada perut ibu, di tepi atas
simfisis, untuk mendeteksi. Tangan lain menegangkan tali pusat.
( Menegangkan tali pusat telah dilakukan )

10. Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah


sambil tangan yang lain mendorong uterus ke arah belakang – atas
(dorso-kranial) secara hati-hati (untuk mencegah inversio uteri). Jika
plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik, hentikan penegangan tali pusat
dan tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan ulangi prosedur di atas.
(Peregangan tali pusat terkendali telah dilakukan)
11. Setelah melakukan MAK III selama 15 menit, ternyata tidak ditemukan
adanya tanda-tanda pelepasan plasenta (bertambah panjangnya tali pusat,
semburan darah, perubahan bentuk uterus dari kolumner menjadi globular).
12. Menjelaskan pada ibu bahwa ari-arinya belum lahir dalam 15 menit dan ibu
harus diberikan suntikan oksitosin dosis ke-2 pada 1/3 paha atas bagian
luar.
13. Kembali melakukan MAK III, dan setelah 30 menit tetap tidak ada tanda-
tanda pelepasan plasenta
14. Observasi TTV ibu-
15. Jelaskan pada ibu dan keluarga mengenai kondisi ibu. (Menjelaskan pada
keluarga bahwa kondisi Ibu kurang baik karena ari-ari belum lahir setelah
30 menit, sehingga ibu harus di rujuk)
16. Berikan inform consent (Meminta keluarga/suami untuk menandatangani
inform consent)
17. Melakukan persiapan rujukan, memasang infuse RL yang sudah di tambah
10IU oksitosin
18. Lakukan rujukan (Merujuk Ibu ke RS yang telah di hubungi sebelumnya.
BAB IV

PENUTUP

1. KESIMPULAN
Perdarahan postpartum ada kalanya merupakan perdarahan yang hebat dan
menakutkan sehingga dalam waktu singkat wanita jatuh ke dalam syok,
Perdarahan Postpartum dibagi menjadi dua jenis yaitu Perdarahan Postpartum
Primer yaitu perdarahan postpartum yang terjadi dalam 24 jam pertama
kelahiran. Perdarahan Postpartum Sekunder yaitu perdarahan postpartum yang
terjadi setelah 24 jam pertama kelahiran.
Beberapa faktor lain yang perlu kita ketahui karena dapat
menyebabkan terjadinya hemorraghe postpartum yaitu grande multipara,
Perpanjangan persalinan, Chorioamnionitis, Kehamilan multiple, Injeksi
Magnesium sulfat, Perpanjangan pemberian oxytocin. Kejadian perdarahan
postpartum ini di sebabkan oleh beberapa hal, yaitu Atonia uteri (diperkirakan
90%), Robekan jalan lahir (diperkirakan 7%) Retensio plasenta, inversion
uterus, dan gangguan pembekuan darah (diperkirakan 3%)

2. SARAN
Diharapkan bidan serta tenaga kesehatan lainnya mampu meminimalkan
faktor risiko dari perdarahan postpartum demi mempertahankan dan
meningkatkan status derajat kesehatan ibu dan anak. Anamnesis adalah cara
pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara baik langsung pada pasien
(Auto anamnese) atau pada orang tua atau sumber lain (Allo anamnese).
80%untuk menegakkan diagnosa didapatkan dari anamnesis.Tujuan anamnesis
yaitu untuk mendapatkan keterangan sebanyak-banyaknya mengenai kondisi
pasien, membantu menegakkan diagnosa sementara.
Ibu hamil seharunya melakukan kunjungan sesuai dengan ketetapan dari
pemerintah, yaitu sebanyak minimal 4x, untuk mencegah komplikasi yang
mungkin dapat terjadi selama masa kehamilan, bersalin serta nifas.
DAFTAR PUSTAKA

Anderson JM, Pula NRV. 2008. Post partum hemorrhage. In Family Medicine

Obstetrics. USA: Mosby Elsevier.

Blomberg M.2011.Maternal obesity and risk of postpartum hemorrhage.Obstet

Gynecol.118(3):561-8.

Karkata, M.K. 2014. Perdarahan Pasca Persalinan (PPP).Jakarta. PT Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo

Leveno, KennethJ. 2009. Obstetri Williams: Panduan ringkas edisi 21. Jakarta:

EGC.

Lubis, I. K. Pengaruh paritas terhadap perdarahan postpartum primer di RSUP DR

Pringadi Medan Tahun 2007-2010. Medan: FK USU; 2011

Manuaba, I.B.G. 2008. Ilmu kebidanan, penyakit kandungan, dan keluarga

berencana untuk pendidikan bidan. Jakarta: EGC

Rohani, Saswita R, Marisah. 2011. Asuhan kebidanan pada masa persalinan.

Jakarta: Salemba Medik


Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai Volume VIII No. 1 Edisi Juni 2015 ISSN: 19779-469X

FAKTOR RISIKO KEJADIAN RETENSIO PLASENTA PADA IBU


BERSALIN DI RSUD Dr. H. BOB BAZAR, SKM KALIANDA

Riyanto

Program Studi Kebidanan Metro Politeknik Kesehatan Tanjung Karang

E-mail: muh_riyantob70@yahoo.co.id

Abstract

Causes of postpartum hemorrhage include retained placenta. A trend increase in the


incidence of retained placenta in the last 3 years at Hospital Dr. Bob H. Bazar, SKM.,
Kalianda, in 2011 there were 42 (15.9%) cases of retained placenta from 264 deliveries, in
2012 increased to 52 (19.3%) of 269 cases of confinement and in 2013 to 66 (21.3%)
cases of 310 deliveries. This study aimed to relationship factors as age, parity and anemia
the withprevalence of retained placenta at birth mothers the Regional Public Hospital Dr.
Bob H. Bazar, SKM Kalianda. This study used cross sectional design with a sample
amounted to 176 maternal. The collection of data is sourced from the register document
delivery. Analysis of data using univariate and bivariate analysis with chi-square test. The
results were obtained retained placenta incidence of retained placenta amounted to 19.3%.
Factors significantly associated between the incidence of retained placenta at birth
mothers were age (p = 0.040; POR = 2.414 95% CI: 1.110 to 5.250) and anemia (p =
0.027; POR = 2.506, 95% CI: 1.170 to 5.366), whereas factor parity there is no
statistically significant correlation with the incidence of retained placenta at birth mothers
(p = 0.060), but the value of POR = 3.023 (95% CI: 1.187 to 8.023). Conclusion the study
shows the factors that increase the incidence of retained placenta is the age of the mother
and anemia.

Keywords:Retained placenta, maternal age, anemia

Abstrak

Penyebab perdarahan postpartum diantaranya retensio plasenta.Terjadi tren peningkatan


kejadian retensio plasenta dalam 3 tahun terakhir di RSUD Dr. H. Bob Bazar, SKM.,
Kalianda, tahun 2011 tercatat sebanyak 42 (15,9%) kasus retensio plasenta dari 264
persalinan, pada tahun 2012 meningkat menjadi 52 (19,3%) kasus dari 269 persalinan dan
tahun 2013 menjadi 66 (21,3%) kasus dari 310 persalinan.Tujuan penelitian mengetahui
hubungan factor usia, paritas dan anemia dengan kejadian retensio plasenta pada ibu
bersalin di RSUD Dr. H. Bob Bazar, SKM Kalianda. Penelitian ini menggunakan
rancangan cross sectional dengan sampel berjumlah 176 ibu bersalin. Pengumpulan data
bersumber dari dokumen register persalinan. Analisis data menggunakan analisis
univariat dan bivariat dengan uji chi-square. Hasil penelitian diperoleh kejadian retensio
plasenta berjumlah 19,3%. Faktor yang berhubungan bermakna antara kejadian retensio
plasenta pada ibu bersalin adalah usia (p = 0,040; POR = 2,414 95% CI: 1,110-5,250)
dan anemia (p = 0,027; POR = 2,506, 95% CI: 1,170-5,366), sedangkan factor paritas
tidak terdapat hubungan secara statistic dengan kejadian retensio plasenta pada ibu
bersalin (p = 0,060), namun nilai POR
= 3,023 (95% CI: 1,187-8,023). Kesimpulan penelitian menunjukkan faktor yang
meningkatkan kejadian retensio plasenta adalah usia ibu dan anemia.

Kata kunci: Retensio plasenta, usia ibu, anemia

Pendahuluan

Angka kematian ibu (AKI) merupakan indikator yang mencerminkan status kesehatan ibu,
terutama risiko kematian bagi ibu pada waktu hamil dan persalinan (WHO, 2000 dalam Gondo
1
2008) .Indonesia sebagai salah satu negara dengan AKI tertinggi di Asia, tertinggi

ke-3 di kawasan ASEAN. Menurut hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
2012 menyebutkan bahwa AKI di Indonesia sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini
mengalami peningkatan dari SDKI tahun 2007, yaitu 228 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan,
target Millenium Development Goals (MDGs) 102 per 100.000

kelahiran hidup pada tahun 2015. Penyebab kematian ibu di Indonesia masih didominasi oleh
perdarahan (32%) dan hipertensi dalam kehamilan (25%), diikuti oleh infeksi (5%), partus lama (5%),
dan abortus (1%).Selain penyebab obstetrik, kematian ibu juga disebabkan oleh penyebab lain-lain
2
(non obstetrik) sebesar 32% (Kemenkes RI, 2013) .

Penyebab perdarahan postpartum diantaranya retensio plasenta.Retensio plasenta adalah


tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir
3
(Saifuddin, 2009) . Menurut WHO, kematian maternal berjumlah 25% disebabkan oleh perdarahan
4
pascapersalinan dan 16-17% disebabkan oleh retensio plasenta (Harmia, 2010) . Data WHO 2008
juga menjelaskandua pertiga kematian ibu akibat perdarahan tersebut adalah dari jenis retensio
plasenta, dilaporkan bahwa 15-20% kematian ibu karena retensio plasenta. Menurut laporan-laporan
baik di negara maju maupun di negara berkembang antara 5% sampai 15%.Dari angka tersebut di
peroleh gambaran retensio plasenta menduduki peringkat ketiga (16-17%) setelah urutan pertama
5
atonia uteri (50-60%) dan yang kedua sisa plasenta 23-24% (Nugroho, 2012) .

Hasil studi pendahuluan diperoleh angka kematian ibu di RSUD dr. H Bob Bazar SKM
Kalianda pada tahun 2012 65/100.000 KH dan 30,42% disebabkan oleh perdarahan.Sedangkan, kasus
retensio plasenta terjadi tren peningkatan dalam tiga tahun terakhir. Tahun 2011 tercatat sebanyak 42
(15,9%) kasus retensio plasenta dari 264 persalinan, pada tahun 2012 meningkat menjadi 52 (19,3%)
kasus dari 269 persalinan dan tahun 2013 menjadi 66 (21,3%) kasus dari 310 persalinan (Register
6
Persalinan RSUD Dr. H. Bob Bazar, SKM., Kalianda, 2011-2013) . Jumlah kasus tersebut lebih besar
dibandingkan dengan di RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro, pada tahun 2012 sebanyak 102 kasus
(9,62%) dari 1060 persalinan dan tahun 2013 terdapat 48 kasus (4,9%) dari 972 persalinan (Medical
7
Record RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro, 2012-2013) .

Retensio plasenta disebabkan oleh multifaktor, yaitu faktor maternal, faktor uterus (Oxorn,
8 9
2010) dan faktor fungsional (Winkjosastro, 2007) . Faktor maternal terdiri atas usia, paritas dan
10
anemia. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya oleh Owolabi, dkk. (2008) di Barat Daya Nigeria
bahwa factor usia ibu > 35 tahun meningkatkan risiko 7 kali untuk mengalami kejadian retensio
plasenta
11
(OR 7.10; 95% CI 1,5-32,40, p=0,012). Hasil penelitian Notikaratu, dkk (2010) di RSUD
Raden Mattaher Jambi menunjukkan bahwa faktor ibu bersalin dengan paritas multipara mempunyai
risiko 11 kali mengalami kejadian retensio plasenta (p=0,00, OR=11,000; 95% CI= 3,865-31,310).
12
Penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh Hastuti (2013) di RSUD Jendral Ahmad Yani Kota
Metro memperoleh hasil terdapat hubungan faktor anemia pada ibu bersalin beresiko 5 kali mengalami
kejadian retensio plasenta (p= 0,035; OR= 5,278; 95% CI= 1,175-23,705).
Penelitian bertujuan untuk menganalisis beberapa faktor yang berhubungan dengan risiko
terjadinya retensio plasenta di RSUD Dr. H. Bob Bazar, SKM Kalianda Tahun 2013.

Metode
Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional digunakan untuk mengetahui beberapa
faktor yang kemungkinan menjadi risiko terjadinya retensio plasenta. Penelitian dilakukan di RSUD Dr.
H. Bob Bazar, SKM Kalianda Tahun 2013.

Populasi penelian adalah semua ibu bersalin yang rawat inap di ruang bersalin di tempat
penelitia. Jumlah sampel penelitian dihitung menggunakan uji beda dua proporsi dengan penelitian
11
sebelumnya diperoleh P1=0,911, P2=0,917 (Notikaratu dkk., 2013) , derajat kemaknaan (α) = 95%
(1,96) dan tingkat kekuatan uji 90% (1,28), sehingga penelitian ini dengan jumlah sampel minimal 176
ibu bersalin. Variabel yang dianalisis meliputi: usia ibu, paritas dan anemia sebagai variabel independen,
sedangkan variabel dependen penelitian adalah kejadian retensio plasenta. Pengumpulan data bersumber
dari dokumen register persalinan tahun 2013 mengggunakan kuesioner dalam berupa check list. Analisis
data menggunakan analisis univariat dan bivariat dengan uji chi-square untuk menganalisis beberapa
faktor risiko yang berhubungan dengan retensio plasenta.

Hasil

Gambaran Variabel Penelitian

Gambaran responden menurut variabel yang diteliti dapat dilihatpada tabel 1. Hasil analisis
univariat tersebut menunjukkan dari 176 ibu bersalin yang mengalami kejadian retensio plasenta
berjumlah 19,3% dengan usia berisiko tinggi 28,4%, paritas tinggi 17,0% dan anemia 35,2%.

Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai Volume VIII No. 1 Edisi Juni 2015 ISSN: 19779-469X

Tabel 1

Distribusi Responden Menurut Variabel Penelitian

Presentas
Variabel Kategori n=176 e

Retensio plasenta Ya 34 19,3%

Tidak 142 80,7%

Berisiko tinggi (< 20 / > 35


Usia ibu tahun) 50 28,4%

Berisiko rendah (20 - 35 tahun) 126 71,6%

Paritas Paritas Tinggi 30 17,0%

Paritas Rendah 146 83,0%

Anemia Ya 62 35,2%

Tidak 114 64,8%

Tabel 2

Distribusi Hubungan Variabel Independen dengan Kejadian Retensio plasenta

Retensio
Plasenta P- POR

CI-
Variabel Ya Tidak Jumlah value 95%

Anda mungkin juga menyukai