Anda di halaman 1dari 19

PERDARAHAN POST PARTUM SEKUNDER

A. Pengertian
Perdarahan post partum sekunder adalah perdarahan lebih dari 500 cc yang terjadi
setelah 24 jam pertama setelah anak lahir, biasanya antara hari ke 5 sampai 15 hari
postpartum. Pada kenyataannya sangat sulit untuk membuat determinasi batasan
pascapersalinan dan akurasi jumlah perdarahan murni yang terjadi. Batasan operasional
untuk periode pascapersalinan adalah periode waktu setelah bayi dilahirkan. Sedangkan
batasan jumlah perdarahan hanya merupakan hanya merupakan taksiran secara tidak
langsung dimana sebutkan sebagai perdarahan abnormal yang menyebabkan perubahan
tanda vital (pasien mengeluh lemah, limbung, berkeringat dingin, menggigil, hiperpnea,
sistolik < 90 mmHg,nadi >100 x/menit, kadar Hb < 8 g%). (PONEK 2008)
B. Penyebab
1. Sub Involusio
Sub involusio adalah kemacetan atau kelambatan involusio yang disertai
pemanjangan periode pengeluaran lokhea dan kadang-kadang oleh perdarahan yang
banyak.proses ini dapat diikuti oleh leukhore yang berlangsung lama dan perdarahan
uterus yang tidak teratur atau berlebihan. uterus akan teraba lebih besar dan lebih
lunak daripada keadaan normalnya.
Gejala :
Nyeri tekan perut bawah dan pada uterus, kadang di persulit dengan anemia dan
demam.
2. Hematoma Vulva
Khususnya yang terbentuk dengan cepat dapat menyebabkan rasa nyeri mencekam
yang sering menjadi keluhan utama. Hematoma dengan ukuran sedang dapat diserap
spontan.jaringan yang melapisi gumpalan hematoma dapat menghilang karena
mengalami nekrosis akibat penekanan sehingga terjadi perdarahan yamg banyak
proses ini dapat diikuti oleh leukhore yang berlangsung lama dan perdarahan uterus
yang tidak teratur atau berlebihan. uterus akan teraba lebih besar dan lebih lunak
daripada keadaan normalnya keadaan ini mungkin disebabkan oleh kebocoran
pembuluh darah yang mengalami nekrosis akibat tekanan yang lama. Yang lebih
jarang terjadi, pembuluh darah yang ruptur terletak diatas vasia pelvik dan keadaan
tersebut hematoma akan ter bentuk diatasnya. Hematoma vulva mudah didiagnosis
dengan adanya rasa nyeri perineum yang hebat dan tumbuh inferksi yang
menyeluruh.dengan ukuran yang bervariasi.jaringan yang melapisi gumpalan
hematoma dapat menghilang karena mengalami nekrosis akibat penekanan sehingga
terjadi perdarahan yamg banyak proses ini dapat diikuti oleh leukhore yang
berlangsung lama dan perdarahan uterus yang tidak teratur atau berlebihan. uterus
akan teraba lebih besar dan lebih lunak daripada keadaan normalnya.
3. Sisa Plasenta
Sisa plasenta dan ketuban yang masih tertinggal dalam rongga rahim dapat
menimbulkan perdarahan postpartum dini atau perdarahan pospartum lambat
(biasanya terjadi dalam 6 10 hari pasca persalinan). Pada perdarahan postpartum
dini akibat sisa plasenta ditandai dengan perdarahan dari rongga rahim setelah
plasenta lahir dan kontraksi rahim baik. Pada perdarahan postpartum lambat
gejalanya sama dengan subinvolusi rahim, yaitu perdarahan yang berulang atau
berlangsung terus dan berasal dari rongga rahim. Perdarahan akibat sisa plasenta
jarang menimbulkan syok.
Penilaian klinis sulit untuk memastikan adanya sisa plasenta, kecuali apabila
penolong persalinan memeriksa kelengkapan plasenta setelah plasenta lahir. Apabila
kelahiran plasenta dilakukan oleh orang lain atau terdapat keraguan akan sisa
plasenta, maka untuk memastikan adanya sisa plasenta ditentukan dengan eksplorasi
dengan tangan, kuret atau alat bantu diagnostik yaitu ultrasonografi. Pada umumnya
perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta lahir dan kontraksi rahim baik
dianggap sebagai akibat sisa plasenta yang tertinggal dalam rongga rahim.
C. Patofisiologi

Selama masa kehamilan banyak sekali sinus-sinus darah terbentuk di bawah


plasenta. Setelah persalinan otot uterus berkontraksi, gerakannya menutup pembuluh
darah, dan mencegah kehilangan banyak darah. Bila terdapat jaringan dalam uterus atau
bila otonya terlampau teregang, uterus tidak dapat berkontraksi dengan sempurna dan
mengakibatkan hemoragie atau perdarahan. Oleh karena itu, plasenta tertahan, inversi
uterus, dan tumor dapat menyebabkan perdarahan postpartum serius.
Ketika terdapat laserasi (robekan) servik atau vagina yang merupakan tempat
darah mengalir, tidak ada kontraksi uterus yang dapat menghentikan hemoragie atau
perdarahan. Setelah persalinan dokter menginpeksi jalan lahir dengan ketat untuk
mengetahui adanya laserasi. Bila didapati hal tersebut, maka keadaan diperbaiki dengan
cepat. Kadang-kadang pembuluh darah yang masih terbuka tidak terlihat dan masih
mengakibatan hemoragi lanjutan.

D. Tanda dan Gejala


1.Terjadi perdarahan berkepanjangan melampaui pengeluaran lokhea normal
2. Terjadi perdarahan cukup banyak
3. Rasa sakit di daerah uterus
4. Pada palpasi fundus uteri masih dapat diraba lebih besar dari seharusnya
5. Pada VT didapatkan uterus yang membesar, lunak dan dari ostium uteri keluar darah.
6. Pucat
7. Lemah
8. Menggigil
9. Tekanan darah rendah ( sistolik < 90 mmHg )
10. Nadi cepat ( > 100x/m )
11. Anemia ( hb < 8 g% )

E. Komplikasi
Perdarahan postpartum yang tidak ditangani dapat mengakibatkan :
1. Syok hemoragie
Akibat terjadinya perdarahan, ibu akan mengalami syok dan menurunnya
kesadaran akibat banyaknya darah yang keluar. Hal ini menyebabkan gangguan sirkulasi
darah ke seluruh tubuh dan dapat menyebabkan hipovolemia berat. Apabila hal ini tidak
ditangani dengan cepat dan tepat, maka akan menyebabkan kerusakan atau nekrosis
tubulus renal dan selanjutnya meruak bagian korteks renal yang dipenuhi 90% darah di
ginjal. Bila hal ini terus terjadi maka akan menyebabkan ibu tidak terselamatkan.

2. Anemia
Anemia terjadi akibat banyaknya darah yang keluar dan menyebabkan perubahan
hemostasis dalam darah, juga termasuk hematokrit darah. Anemia dapat berlanjut
menjadi masalah apabila tidak ditangani, yaitu pusing dan tidak bergairah dan juga akan
berdampak juga pada asupan ASI bayi.

3.Sindrom Sheehan
Hal ini terjadi karena, akibat jangka panjang dari perdarahan postpartum sampai
syok. Sindrom ini disebabkan karena hipovolemia yang dapat menyebabkan nekrosis
kelenjar hipofisis. Nekrosis kelenjar hipofisi dapat mempengaruhi sistem endokrin.
F. Penatalaksanaan
1. Pasang infus dan transfusi darah.
2. Tergantung dari sumber perdarahannya:
a. Perdarahan berasal dari perlukaan yang terbuka :
1) Dijahit kembali
2) Evaluasi kemungkinan terjadi hematoma
b. Perdarahan berasal dari bekas implantasi plasenta :
1) Lakukan anesthesia dengan demikian kuretase dapat di lakukan dengan aman
dan bersih.
2) Jaringan yang di dapatkan harus dilakukan pemeriksaan untuk memperoleh
kepastian.
c. Perawatan terapi sekunder perdarahan postpartum:
1) Rehidrasi diteruskan sampai tercapai keadaan optimal
2) Berikan antibiotika
3) Berikan pengobatan suportif:
4) Gizi yang baik
5) Vitamin dan praparat Fe

ASUHAN KEBIDANAN PADA KASUS HPP SEKUNDER

A. Pengkajian / Pengumpulan Data


Pengkajian merupakan langkah pertama dalam manajemen kebidanan. Pengkajian
dilaksanakan secara umum meliputi aspek biopsikososial spiritual yang komprehensif, data
dapat dikumpulkan dari berbagai sumber dari pasien, keluarga, tenaga kesehatan, catatan
medik, catatan perawatan dan hasil pemeriksaan penunjang.
1. Data Subjektif
a. Identitas pasien terdiri dari : nama pasien, umur, kebangsaan / suku, agama,
pendidikan, alamat, pekerjaan.
b. Anamnesa terdiri dari :
1) Keluhan utama : Ibu masih mengeluarkan banyak darah dari kemaluannya
sampai berkali-kali ganti pembalut. Ibu mengatakan nyeri atau sakit pada
kemaluanya, lelah.
2) Riwayat kesehatan ibu
Ada riwayat penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal kronik,
hemofilia, riwayat pre eklampsia, trauma jalan lahir, kegagalan
kompresi pembuluh darah, tempat implantasi plasenta, retensi sisa
plasenta.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Adanya riwayat keluarga yang pernah atau sedang menderita
hipertensi, penyakit jantung, dan pre eklampsia, penyakit keturunan
hemopilia dan penyakit menular.
4) Riwayat persalinan sekarang terdiri dari : persalinan yang ke berapa, tempat dan
penolong persalinan, lama kala I,II,III serta komplikasi yang dialami, jenis
persalinan, perdarahan pada kala IV ( > 500 cc) serta komplikasinya
5) Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas terdahulu (jika ada) terdiri dari :
persalinan yang ke, umur anak, UK, jenis persalinan, penolong, BB/PB, JK,
komplikasi ibu dan bayi, lama masa laktasi.
6) Riwayat penggunaan kontrasepsi terdiri dari : jenis kontrasepsi yang pernah
digunakan, lama pemakaian dan keluhan selama pemakaian.
7) Riwayat sibling rivalry yaitu penerimaan kakak terhadap adiknya yang baru lahir
tersebut.
8) Kecukupan nutrisi terdiri dari : makan terakhir pukul berapa, jenis serta porsi
makanan, minum terakhir pukul berapa, jenis dan jumlah minuman
9) Eliminasi terdiri dari : terakhir eliminasi pukul berapa serta keluhannya.
10) Istirahat dan tidur terdiri dari : lama istirahat
11) Mobilisasi terdiri dari : apakah ibu dapat tidur miring kiri atau kanan, duduk
maupun berjalan
12) Rencana menyusui terdiri dari ada atau tidak pengalaman menyusui dan rencana
lama menyusui
13) Pengetahuan ibu mengenai : bahaya masa nifas 2-6 hari, cara memeriksa
kontraksi uterus, cara masase fundus uteri, cara mencegah hipotermi bayi, cara
menyusui dan senam nifas lanjutan .

2. Data Objektif
a. Pemeriksaan
1) Keadaan umum, kesadaran, keadaan emosional, keadaan psikologis, antropometri
dan tanda vital ( nadi, tekanan darah, suhu, resprasi)
2) Pemeriksaan fisik :
a) Wajah : oedema/pucat/normal
b) Mata : konjungtiva, sclera.
c) Mulut : pucat/kering/lembap
d) Dada dan aksila : kebersihan dan bentuk payudara, puting susu, pengeluaran air
susu, kelainan payudara.
e) Abdomen : distensi, kandung kemih, TFU, kontraksi uterus, nyeri tekan
f) Genetalia eksterna : inspeksi vulva (lochea), jahitan perineum, oedema, tanda
infeksi, kelainan
g) Anus terdapat haemoroid atau tidak.
h) Ekstremitas atas dan bawah : oedema, kekuatan sendi,kemerahan, varices dan
patella.
i) Bounding skor
B. Analisa Data Dasar
Hasil dari perumusan masalah merupakan keputusan yang ditegakkan yang disebut dengan
diagnosa kebidanan.
-Kondisi pasien yang terkait dengan masalah
-Masalah utama dan penyebab utama masalah potensial
-Kebutuhan pasien

C. Deteksi Dini
1. Pada saat anamnesis, ibu mengeluh mengeluarkan banyak darah dari kemaluannya
sampai berkali-kali ganti pembalut. Ibu mengatakan nyeri atau sakit pada kemaluanya,
lelah.
2. Periksaan vital sign : Tekanan darah di bawah normal, nadi cepat lemah, respirasi cepat,
suhu meningkat
3. Pada saat pemeriksaan fisik, muka : pucat, bibir kering, TFU masih dapat diraba lebih
besar dari seharusnya, kontraksi lemah, kandung kemih penuh, jumlah perdarahan > 500
cc, perdarahan aktif.

D. Perencanaan
Dibuat untuk setiap permasalahan sesuai kebutuhan serta tindakan yang spesifik,
perencanaan harus dikembangkan pada pasien dan keluarga, rencana asuhan kebidanan pada
ibu nifas dengan HPP sekunder adalah sebagai berikut :
1. Mendiagnosa dan penanganan secara dini
2. Jelaskan tentang kondisi ibu
3. Informed consent pada ibu dan keluarga atas tindakan yang akan dilakukan
4. Stabilkan kondisi ibu
5. Hentikan perdarahan sesuai penyebab
6. Rujuk ibu atau kolaborasi dengan dokter spesialis kebidanan dan kandungan.

E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tindakan disesuaikan dengan rencana yang telah disusun, beberapa prinsip
dalam melaksanakan tindakan kebidanan sebagai berikut :
1. Tindakan kebidanan ada yang dapat dikerjakan sendiri atau dibantu dan dilimpahkan
kepada pasien atau keluarga, kolaborasi dan dirujuk kepada tenaga kesehatan yang lebih
berwenang.
2. Penguasaan pengetahuan dan keterampilan bidan tentang tindakan yang dilakukan.
3. Mencatat dan mengadakan konsultasi dan rujukan jika perlu.
Tindakan yang dapat dilakukan oleh bidan terkait kasus HPP sekunder adalah stabilkan
kondisi pasien, menghentikan perdarahan sesuai penyebab perdarahan, rujuk dan
dampingi pasien.

F. Menilai Keberhasilan Tindakan

Jika keadaan pasien kembali stabil dan perdarahan dapat dihentikan, maka pertolongan
pertama yang bidan berikan berhasil. Selanjutnya pasien dirujuk untuk mendapatkan
tindakan selanjutnya.

KONSEP DASAR LUKA

A. PENDAHULUAN
Seseorang yang menderita luka akan merasakan adanya ketidaksempurnaan yang pada
akhirnya cenderung untuk mengalami gangguan fisik dan emosional (Hyland. 1994).
Sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa luka akan mempengaruhi kualitas hidup seseorang.
Sebagai contoh, pasien dengan luka kanker dengan eksudat yang banyak dan sangat berbau
tentunya bukan hanya menjadi gangguan kesehatan bagi klien akan tetapi juga akan
mempengaruhi gangguan interaksi pasien.

Menurut Schipper (1996) ada empat domain kualitas hidup yang bisa terkena dampak
dari luka yaitu: Fungsi fisik dan pekerjaan, fungsi psikologis, interaksi sosial, sensasi somatik
dan dampak finansial. Jadi kalau kita menggunakan model berpikir ESQ (berpikir melingkar)
maka perawatan luka butuh pendekatan yang kompleks kita tidak hanya melihat lokasi luka,
mencium bau luka, mengganti balutan luka tapi lebih dari itu ada faktor-faktor lain yang
harus diperhatikan dengan seksama.

B. PENGERTIAN
Luka dapat diartikan sebagai gangguan atau kerusakan integritas dan fungsi jaringan pada tubuh
(suriadi 2007).

C. KLASIFIKASI LUKA
1. Berdasarkan sifatnya:
a. Luka Akut.
Luka akut adalah luka yang sembuh sesuai dengan periode waktu yang diharapkan atau
dengan kata lain sesuai dengan konsep penyembuhan. Luka akut dapat dikategorikan
sebagai:

Luka akut pembedahan, contoh: insisi, eksisi dan skin graft.


Luka akut bukan pembedahan, contoh: Luka bakar.
Luka akut akibat faktor lain, contoh:abrasi, laserasi, atau injuri pada lapisan
kulit superfisial.
b. Luka Kronis.
Luka kronis adalah luka yang proses penyembuhannya mengalami keterlambatan atau
bahkan kegagalan. Contoh: Luka decubitus, luka diabetes, dan leg ulcer.

2. Berdasarkan Kehilangan Jaringan.


a. Superfisial; luka hanya terbatas pada lapisan epidermis.
b. Parsial (partial-thickness); luka meliputi lapisan epidermis dan dermis.
c. Penuh (full-thickness); luka meliputi epidermis, dermis dan jaringan subcutan
bahan dapat juga melibatkan otot, tendon, dan tulang.
3. Berdasarkan Stadium.
a. Stage I.
Lapisan epidermis utuh, namun terdapat eritema atau perubahan warna.

b. Stage II.
Kehilangan kulit superfisial dengan kerusakan lapisan epidermis dan dermis.
Eritema di jaringan sekitar yang nyeri, panasa, dan edema. Exudate sedikit sampai
sedang.

c. Stage III.
Kehilangan jaringan sampai dengan jaringan sub cutan, dengan terbentuknya rongga
(cavity), exudate sedang sampai banyak.

d. Stage IV.
Hilangnya jaringan sub cutan dengan terbentuknya rongga (cavity) yang melibatkan
otot, tendon dan atau tulang. Exudat sedang sampai banyak.

4. Berdasarkan mekanisme terjadinya.


a. Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam.
Misal yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh
sutura seterah seluruh pembuluh darah yang luka diikat (Ligasi)
b. Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan
dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.
c. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain
yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.
d. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau
pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
e. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca
atau oleh kawat.
f. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh
biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung
biasanya lukanya akan melebar.
g. Luka Bakar (Combustio), adalah luka yang disebabkan oleh trauma panas, listrik,
kimiawi, radiasi atau suhu dingin yang ekstrim.
5. Berdasarkan Penampilan Klinis.
a. Nekrotik (hitam): Eschar yang mengeras dan nekrotik, mungkin kering atau
lembab.
b. Sloughy (kuning): Jaringan mati yang fibrous.
c. Terinfeksi (kehijauan): Terdapat tanda-tanda klinis adanya infeksi seperti nyeri,
panas, bengkak, kemerahan dan peningkatan eksudat.
d. Granulasi (merah): Jaringan granulasi yang sehat.
e. Epitelisasi (pink): Terjadi epitelisasi.

D. PROSES PENYEMBUHAN LUKA


1. Fase Koagulasi dan Inflamasi (0-3 hari).
Koagulasi merupakan respon
yang pertama terjadi sesaat
setelah luka terjadi dan
melibatkan platelet. Pengeluaran
platelet akan menyebabkan
vasokonstriksi. Proses ini
bertujuan untuk homeostatis
sehingga mencegah perdarahan
lebih lanjut.

Pengeluaran platelet akan menyebabkan vasokonstriksi. Proses ini bertujuan untuk


homeostatis sehingga mencegah perdarahan lebih lanjut.

Fase inflamasi selanjutnya terjadi beberapa menit setelah luka terjadi dan berlanjut hingga
sekitar 3 hari. Fase inflamasi memungkinkan pergerakan leukosit (utamanya neutrofil).
Neutrofil selanjutnya memfagosit dan membunuh bakteri dan masuk ke matriks fibrin
dalam persiapan pembentukan jaringan baru.

2. Fase Proliferasi atau Rekonstruksi (2-24 hari).


Apabila tidak ada infeksi atau kontaminasi pada fase inflamasi, maka proses
penyembuhan selanjutnya memasuki tahapan Proliferasi atau rekonstruksi. Tujuan utama
dari fase ini adalah:

Proses granulasi (untuk mengisi ruang kosong pada luka).


Angiogenesis (pertumbuhan kapiler baru).
Secara klinis akan tampak kemerahan pada luka. Angiogenesis terjadi bersamaan dengan
fibroplasia. Tanpa proses angiogenesis sel-sel penyembuhan tidak dapat bermigrasi,
replikasi, melawan infeksi dan pembentukan atau deposit komponen matrik baru.

Proses kontraksi (untuk menarik kedua tepi luka agar saling berdekatan).
Menurut Hunt (2003) kontraksi adalah peristiwa fisiologi yang menyebabkan terjadinya
penutupan pada luka terbuka. Kontraksi terjadi bersamaan dengan sintesis kolagen.
Hasil dari kontraksi akan tampak dimana ukuran luka akan tampak semakin mengecil
atau menyatu.

3. Fase Remodelling atau Maturasi (24 hari-1tahun).


Fase ini merupakan fase yang terakhir dan terpanjang pada proses penyembuhan luka.
Aktifitas sintesis dan degradasi kolagen berada dalam keseimbangan. Serabut-serabut
kolagen meningkat secara bertahap dan bertambah tebal kemudian disokong oleh
proteinase untuk perbaikan sepanjang garis luka. Kolagen menjadi unsur yang utama
pada matrks. Serabut kolagen menyebar dengan saling terikat dan menyatu serta
berangsur-angsur menyokong pemulihan jaringan.

Akhir dari penyembuhan didapatkan parut luka yang matang yang mempunyai kekuatan
80 % dibanding kulit normal.

E. TYPE PENYEMBUHAN LUKA


1. Primary Intention Healing.
Jaringan yang hilang minimal, tepi luka dapat dirapatkan kembali melalui jahitan, klip
atau plester.

2. Delayed Primary Intention Healing.


Terjadi ketika luka terinfeksi atau terdapat benda asing yang menghambat penyembuhan.

3. Secondary Healing.
Proses penyembuhan tertunda dan hanya bisa terjadi melalui proses granulasi, kontraksi
dan epitelisasi. Secondary healing menghasilkan scar.

TYPE PENYEMBUHAN
Primary Intention
Healing

Delayed Primary
Intention Healing

Secondary Intention
Healing

F. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka
Faktor lokal Faktor general
1. Suplai pembuluh 1. Usia.
darah yang kurang. 2. Anemia.
2. Denervasi. 3. Anti inflammatory drugs.
3. Hematoma. 4. Cytotoxic and metabolic
4. Infeksi. drugs.
5. Iradiasi. 5. Diabetes mellitus.
6. Mechanical stress. 6. Hormon.
7. Dressing material. 7. Infeksi sistemik.
8. Tehnik bedah. 8. Vitamin C dan A.
9. Irigasi. 9. Penyakit menular.
10. Elektrokoagulasi. 10. Malnutrisi.
11. Suture materials. 11. Obesitas.
12. Antibiotik. 12. Temperatur.
13. Tipe jaringan. 13. Trauma, hipovolemia dan
14. Facilitious wounds . hipoksia.
14. Uremia.
G. FAKTOR PENYULIT
1. Faktor Petugas Kesehatan.
a. Jahitan pinggir luka.
b. Cara insisi luka.
2. Faktor Pasien.
a. Malnutrisi, seperti defisiensi protein, utamanya pada usia lanjut.
b. Defisiensi Vitamin C menyebabkan gangguan pembentukan kolagen, luka mudah
terinfeksi dan gangguan proses inflamasi.
c. Defisiensi Vitamin A mengakibatkan perlambatan proses re-epithelialisasi dan sintesa
kolagen
d. Defisiensi Vitamin K mengakibatkan gangguan hemostasis pada fase inflamasi.
e. Defisiensi Zinc (Zn) :mengakibatkan gangguan proliferasi sel dan sintesa kolagen.
f. Penyakit penyerta seperti DM, DVT dan kelainan pembekuan.
g. Obat-obatan seperti: Anti inflamatition drugs.

Luka Operasi dan Penyembuhan Pascaoperasi oleh Evan Regar, 0906508024

Pada dasarnya, luka merupakan suatu keadaan cidera yang terdapat pada bagian dari
jaringan tubuh, terutama yang disebabkan oleh trauma fisik dan terlihat dari sifatnya yang robek
(tearing), terpotong (cutting), dan hilangnya integritas jaringan (breaking of the tissue). Luka
juga didefinsikan sebagai terputusnya integritas jaringan yang biasanya disertai dengan proses
perdarahan.1
Demikian juga luka yang ditimbulkan akibat kesengajaan dalam hal melakukan tindakan
operasi, luka operasi ditimbulkan akibat sayatan pisau bedah. Luka sayat dalam melakukan
tindakan operasi dapat berbentuk: (1) lurus; atau (2) elips. Sayatan lurus merupakan suatu
sayatan yang paling umum dibuat, sementara sayatan berbentuk elips diterapkan dengan tujuan
memperluas lapangan operasi terutama agar akses lebih luas untuk intervensi bedah. Sayatan
elips memiliki perbandingan antara panjang dan lebar sayatan sekitar 3-4 berbanding satu.1
Namun demikian, luka dalam tindakan operasi cenderung terkendali dengan adanya proses
penjahitan dan penjagaan kondisi steril di daerah sekitar luka. Luka sayat ditandai dengan
kerusakan epitel dan jaringan pengikat, serta lapisan basal epitel secara kontinu.
Pada umumnya, penyembuhan luka insisi dalam tindakan bedah merupakan penyembuhan
perprimam (first intention healing, parimary closure) yang ditandai dengan tepi-tepi luka yang
teraproksimasi dengan baik (akibat adanya sutura / benang jahit).1,3 Bandingkan dengan
proses repair akibat luka lebar dan besar yang ditandai dengan respons inflamasi yang lebih
besar dan penciptaan jaringan granulasi yang masif, serta terjadinya deposisi kolagen secara
ekstensif yang menyebabkan adanya scar yang secara nyata terlihat. Proses ini disebut dengan
healing by secondary union, second intention.
Setiap jaringan tubuh akan mengalami proses reparasi setelah mengalami cidera. Proses
reparasi ini secara umum terbagi atas tiga fase, yakni inflamasi, proliferasi, dan maturasi, dan
ketiga proses ini saling bertumpangtindih.3 Seiring dengan proses berjalan, deposisi kolagen
semakin lama semakin banyak. Fase inflamasi merupakan fase awal yang terjadi segera setelah
luka terjadi. Fase ini diinduksi dari platelet yang mengalami adhesi dan agregasi hingga
membentuk gumpalan pembekuan darah (blood clot). Hal ini berguna untuk menhentikan
pendarahan dan menjadi cetakan untuk pergerakan sel-sel yang ditarik oleh faktor
pertumbuhan, sitokin, dan kemokin. Dalam 24 jam pertama, neutrofil telah berada di bats insisi
dan menggunakan cetakan yang dihasilkan oleh bekuan darah ini untuk berjalan.
Gambaran skematik perjalanan proses wound healing ditinjau berdasarkan respons seluler, dan
vaskuler2
Apabila dalam kondisi luka yang tidak terkontaminasi oleh mikroorganisme seperti
bakteri, peranan PMN (neutrofil) secara signifikan digantikan oleh makrofag. Mengapa
demikian? Ini disebabkan peranan makrofag tidak terbatas hanya menjalankan fungsi
fagositosis, melainkan merupakan sumber dari faktor-faktor
pertumbuhan dan sitokin. Zat-zat ini kemudian akan sangat berguna dalam membanggil
makrofag lain dan memicu proses wound healing. Hal ini terlihat setelah insisi pembedahan ,
bahwa pada awalnya hanya terlihat fibroblas yang sangat jarang, namun pada hari kelima luka
telah banyak dipenuhi komponen seluler yang aktif membelah, bahkan di hari ketujuh benang
jahit sudah dapat dibuka karena telah cukup kuat, terekat.
Pada fase proliferatif, terjadi pembentukan jaringan granulasi, proliferasi dan migrasi sel-
sel jaringan pengikat, serta terjadi proses reepitelisasi permukaan luka. Pada luka pascaoperasi,
proses re-epitelisasi luka cenderung menghasilkan scar yang tipis dan halus. Bandingkan dengan
healing by secondary union. Pembentukan jaringan granulasi ditandai dengan angiogenesis dan
proliferasi fibroblas. Proliferasi fibroblas dipicu oleh faktor pertumbuhan seperti PDGF, EGF,
TGF-, FGF, IL-1 dan TNF.3 Angiogenesis dibutuhkan terutama untuk menyediakan oksigen
dan nutrigen bagin fibroblas yang sedang dalam keadaan aktif membelah. Banyak protein plasma
yasng keluar ke ruang ekstravaskuler, sehingga penampilan jaringan granulasi cenderung
bengkak (edematous). Jaringan granulasi tergantung dari banyak kerusakan jaringan akibat luka
serta intensitas inflamasi yang terjadi, sehingga jaringan granulasi banyak nampak pada
secondary union healing.
Reepitelisasi sendiri berlangsung dengan diawali pergerakan sel-sel epitel dari tepi luka
sepanjang insisi di dermis, lalu bertemu di garis tengah yang menghasilkan lapisan epitel
tersambung yang tipis dan menutup lukanya. Kolagen juga mulai menutup insisi dengan
penumpukkan kolagen tipe III sebelum digantikan kolagen tipe I melalui aktivitas TGF- .
Proses epitelisasi yang sempurna akan berlangsung jauh lebih sulit pada proses secondary union
karena jarak yang terlalu jauh. Pembelahan epitel selanjutnya menebalkan lapisan epidermis
melalui FGF-7 yang meningkatkan migrasi keratinosit dan proliferasinya. Dalam kondisi normal,
epitelisasi berlangsung sampai 48 jam.
Fase remodelling merupakan fase di mana akumulasi kolagen yang telah tercapai akan
dimodifikasi dari serat kolagen yang cenderung jarang dan tidak kuat menjadi serat yang
terorganisasi dengan baik. Dengan kata lain, terjadi perubahan dari jaringan granulasi
menjadi scar melalui perubahan kompsisi matriks ekstraseluler. Degradasi kolagen terutama
disebabkan oleh matrix metalloproteinase (MMP), termasuk di antaranya kolagenase dan
gelatinase. Pada penyembuhan awal kolagen tipe III lebih banyak ditemukan, namun dengan
remodelling akan tercapai keseimbangan kolagen tipe I dengan III dengan rasio mendekati 4:1.2
Kepadatan kapiler darah berkurang dan demikian juga dengan jumlah fibroblas.
Bagaimanakah kekuatan kulit pascaluka? Jika ditinjau khusus untuk luka pascaoperasi,
setelah pembukaan benang jahit di akhir minggu pertama, kekuatan kulit hanya mencapai 10%
dari kulit lainnya. Namun kekuatannya semakin meningkat di 1 bulan dan pada akhir bulan
ketiga telah mencapai 70 hingga 80% kekuatan asli. Inilah puncak kekuatan kulit yang sembuh
dan cenderung tidak bertambah lagi kekuatannya.

Scar
Scar yang tipis pada umumnya tidak terlihat. Scar seperti ini pada umumnya muncul apabila
jaringan terganggu hanya secara superfisial. Scar tidak dapat dihindari untuk luka bedah. Faktor
yang memengaruhi proses scar ini dipengaruhi oleh faktor genetik (pada orang Afrika keloid
akan muncul sebagai respons terhadap luka minor; sedangkan orang Asia memiliki
kecenderungan untuk menghasilkan scar yang hipertropik). Faktor usia juga berperan dengan
orang berusia lanjut memiliki respons inflamasi yang rendah dan jarang menciptakan scar yang
hipertropi. Faktor mekanik memengaruhi pembentukan scar karena tempat yang mana terjadi
banyak tekanan akan cenderung menghasilkan scar yang hipertropik.
Lampiran Gambar
Faktor yang Memengaruhi Penyembuhan Luka
Seharusnya luka pascaoperasi dapat sembuh tanpa komplikasi dan berlangsung dalam
waktu yang dapat dipredksi. Namun demikian, proses penyembuhan ini dipengaruhi oleh faktor
intrinsik dan ekstrinsik.4 Proses utama dari penyembuhan luka pascaoperasi adalah menghindari
gangguan terhadap luka dan pencegahan terhadap invasi bakteri. Wound dressings ialah bahan
yang jika digunakan untuk menutupi permukaan luka akan menciptakan lingkungan di mana
proses penyembuhan luka akan berlangsung dengan optimal. Berapa lama wound dressing
sendiri sangat bervariasi. Ada yang menyatakan 24 jam, bahkan ada yang menyatakan hingga
proses penyembuhan berlangsung dengan sempurna. Tujuan khusus dari wound dressing adalah
menciptakan kondisi yang cukup air, nyaman, dan untuk mengendalikan rasa nyeri serta bau.
Faktor yang memengaruhi penyembuhan luka sendiri terdiri atas faktor sistemik, antara lain: (1)
nutrisi khususnya vitamin C yang jika kekurangan dapat menghambat proses sintesis kolagen;
(2) status metabolik, seperti penyakit diabetes mellitus yang menyebabkan penyembuhan
lambat karena mikroangiopati; (3) status sirkulasi; dan (4) hormonal seperti glukokortikoid
yang bisa menghambat sintesis kolagen; (5) penyakit jaringan ikat; serta (6) penyakit
imunosupresi.
Selain daripada faktor sistemik, faktor lokal seperti infeksi, faktor mekanik, serta jenis
dan lokasi luka memengaruhi proses penyembuhan. Luka yang dikellingi daerah yang kaya
pembuluh darah akan mengalami kesembuhan lebih cepat. Infeksi juga merupakan penyebab
penyembuhan luka yang terlambat akibat kerusakan jaringan yang terus menerus dan inflamasi.

Anda mungkin juga menyukai