Anda di halaman 1dari 41

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN


HIV/AIDS DI KOMUNITAS

Disusun Oleh :

Putra Pradana (J210170007) Lilis Suryana (J210170040)


Enggartyas Nur Prasetia (J210170014) Annisa Hashifah (J210170041)
Auliya Himawati (J210170023) Muhammad Ilham F. (J210170053)
Nadifa Salsabilla (J210170029) Nabilla Putri Nur S. (J210170054)
Nadia Kamseno (J210170031) Wiwik Suprihatin (J210170062)
Abdullah Muhammad A. (J210170038) Sabrina Septin W. (J210170063)
Hafidh Sahrul Neesa (J210170039) Siti Khotimah (J210170064)

Dosen Pengampu :
Dr. Fahrun Nur Rasyid, S.Kep., Ns., M.Kes.

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb.

Puji dan syukur kepada Allah SWT yang mana pada waktu ini Allah telah
memberikan kesempatan dan kesehatan kepada kami. Tak lupa juga sholawat serta
salam selalu kami haturkan kepada junjungan kami, Muhammad SAW yang kami
nantikan syafa’atnya kelak.

Terimakasih kepada semua pihak sehingga kami dapat menyelesaikan


makalah ini dengan tepat waktu. Makalah ini dibuat bertujuan untuk memenuhi
tugas Keperawatan HIV AIDS.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah masih jauh dari kata
sempurna. Banyak kesalahan kata dan kalimat dalam penulisan makalah ini.
Untuk itu, kami mohon kritik dan saran dari pembaca supaya makalah ini menjadi
lebih baik. Atas perhatiannya, kami ucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum wr.wb.

Surakarta, 30 April 2020

Penyusun

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................1

KATA PENGANTAR...............................................................................................2

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................4

A. Latar belakang.........................................................................................4

B. Rumusan masalah....................................................................................5

C. Tujuan......................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................6

Artikel Ilmiah Askep Pada Pasien Dengan HIV/AIDS Di Komunitas....................6

Jurnal Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan HIV/AIDS Di Komunitas.......25

BAB III PENUTUP................................................................................................40

A. Kesimpulan............................................................................................40

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................41

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Human Immunadeficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired
Immunadeficiency Syndrome (AIDS), yang merupakan masalah kesehatan
global baik di Negara maju maupun di Negara berkembang. Penderita
HIV/AIDS lebih dari 45 juta orang dengan korban meninggal dunia lebih dari
25 juta jiwa sejak penyakit ini dilaporkan pertama kali pada tahun 1981.
Afrika Sub-Sahara, Asia Selatan dan Asia Tenggara merupakan wilayah
terburuk yang terinfeksi virus HIV. Di Indonesia sampai maret 2008 terdapat
6130 penderita infeksi HIV dan 11868 penderita AIDS, dengan korban
meninggal sebanyak 2486 orang.
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan
gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem
kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV. Virusnya Human
Immunodeficiency Virus HIV yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada
tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap
infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan
yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun
penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan. HIV umumnya ditularkan
melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau
aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air
mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat
terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah,
jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan,
bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan
tubuh tersebut.
Penyakit AIDS ini telah menyebar ke berbagai negara di dunia. Bahkan
menurut UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah membunuh
lebih dari 25 juta jiwa sejak pertama kali diakui tahun 1981, dan ini membuat

4
AIDS sebagai salah satu epidemik paling menghancurkan pada sejarah.
Meskipun baru saja, akses perawatan antiretrovirus bertambah baik di banyak
region di dunia, epidemik AIDS diklaim bahwa diperkirakan 2,8 juta (antara
2,4 dan 3,3 juta) hidup pada tahun 2005 dan lebih dari setengah juta
(570.000) merupakan anak-anak. Secara global, antara 33,4 dan 46 juta orang
kini hidup dengan HIV.Pada tahun 2005, antara 3,4 dan 6,2 juta orang
terinfeksi dan antara 2,4 dan 3,3 juta orang dengan AIDS meninggal dunia,
peningkatan dari 2003 dan jumlah terbesar sejak tahun 1981.
Di Indonesia menurut laporan kasus kumulatif HIV/AIDS sampai
dengan 31 Desember 2011 yang dikeluarkan oleh Ditjen PP & PL, Kemenkes
RI tanggal 29 Februari 2012 menunjukkan jumlah kasus AIDS sudah
menembus angka 100.000. Jumlah kasus yang sudah dilaporkan 106.758
yang terdiri atas 76.979 HIV dan 29.879 AIDS dengan 5.430 kamatian.
Angka ini tidak mengherankan karena di awal tahun 2000-an kalangan ahli
epidemiologi sudah membuat estimasi kasus HIV/AIDS di Indonesia yaitu
berkisar antara 80.000 – 130.000. Dan sekarang Indonesia menjadi negara
peringkat ketiga, setelah Cina dan India, yang percepatan kasus HIV/AIDS-
nya tertinggi di Asia.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana Artikel Ilmiah Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan
HIV/AIDS Di Komunitas ?.
2. Bagaimana Jurnal Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan HIV/AIDS
Di Komunitas ?.
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Artikel Ilmiah Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Dengan HIV/AIDS Di Komunitas.
2. Untuk mengetahui Jurnal Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan
HIV/AIDS Di Komunitas.

5
BAB II
PEMBAHASAN

Artikel Ilmiah Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan HIV/AIDS Di


Komunitas
KASUS
Seorang perawat berkunjung ke Kelurahan P, Jakarta Timur merupakan
daerah pinggiran kota. Masyarakatnya banyak yang berasal dari luar daerah atau
pendatang. Sebagian besar masyarakatnya bekerja sebagai buruh pabrik ataupun
bangunan. Para buruh pabrik bekerja berdasarkan giliran shift jaga, pagi dan sore.
Kondisi di sekeliling pemukiman penduduk kurang terurus. Di sana sini terdapat
banyak sampah berserakan. Tidak ada tempat aliran air seperti parit atau selokan.
Sehingga ketika hujan turun, tak jarang tempat tersebut terendam banjir. Rata-rata
bangunan rumah penduduk merupakan bangunan semi permanen.
Di kelurahan P terdapat sebuah rumah singgah untuk anak jalanan yang
didirikan oleh seorang warga yang ingin meningkatkan derajat hidup anak jalanan.
Di kelurahan P terdapat sebuah bangunan mushola yang sudah cukup tua dan
merupakan satu-satunya sarana ibadah warga kelurahan P. Kehidupan malam di
kelurahan P tergolong sangat ramai. Banyak pekerja tempat hiburan malam yang
tinggal di kelurahan P.
Di wilayah perbatasan kelurahan P terdapat sebuah lokalisasi pramuria.
Meski sering di razia oleh petugas, namun tempat hiburan itu selalu ada dan tidak
pernah mati. Banyak masyarakat yang mengeluhkan adanya tempat hiburan
malam tersebut. Masyarakat merasa terganggu dengan kegiatan malam di tempat
tersebut. Tetapi masyarakat tidak bisa melakukan tindakan apapun untuk mengusir
tempat hiburan malam tersebut karena banyak preman yang melindungi tempat
tersebut. Masyarakat merasa takut tempat itu akan merusak moral anak-anak
mereka kelak. Selain itu, masyarakat juga sering terlibat bentrok dengan para
pemabuk yang sering berkumpul di perempatan jalan di dekat perbatasan.
Menurut data puskesmas setempat, sudah terjadi beberapa kasus HIV/AIDS
dalam satu tahun terakhir. Dinas kesehatan menyatakan bahwa kasus HIV/AIDS

6
yang sudah terungkap kemungkinan belum menggambarkan angka kejadian yang
sebenarnya. Dinas kesehatan bekerja sama dengan puskesmas setempat
menyediakan pemeriksaan HIV/ AIDS gratis bagi para pekerja hiburan malam.
PENGKAJIAN
 Inti Masyarakat
1. Sejarah Lingkungan
Kelurahan P, Jakarta Timur merupakan daerah pinggiran kota. Karena
sebagian besar masyarakatnya bekerja sebagai buruh pabrik ataupun
bangunan dan bekerja dari pagi hingga malam, masyarakat jadi tidak
memperhatikan kebersihan lingkungan. Tidak adanya aliran air atau
selokan membuat kelurahan P juga sering mengalami banjir jika musim
hujan. Sebagian masyarakat juga ada yang bekerja sebagai pekerja malam
di lokalasisai pramuria di perbatasan yang berdiri sudah cukup lama.
Banyak preman yang berjaga di wilayah itu dan sering terlibat bentrok
dengan warga.
2. Demografi
Kelurahan P, Jakarta Timur merupakan daerah pinggiran kota. Kondisi
lingkungan tidak terurus dan banyak sampah, tidak ada selokan sehingga
akan banjir jika musim hujan. Fasilitas umum juga kurang memadai
seperti tempat ibadah yang sudah tua dan rusak. Masyarakatnya banyak
yang berasal dari luar daerah atau pendatang. Sebagian besar
masyarakatnya bekerja sebagai buruh pabrik ataupun bangunan. Kelurahan
P berbatasan dengan lokalisasi pramuria sehingga beberapa warganya
bekerja sebagai pekerja malam disana. Lokalisasi tersebut dijaga oleh
preman dan sering terlibat bentrok dengan warga.
3. Statistik Vital
Menurut data puskesmas setempat, sudah terjadi beberapa kasus
HIV/AIDS dalam satu tahun terakhir. Dinas kesehatan menyatakan bahwa
kasus HIV/AIDS yang sudah terungkap kemungkinan belum
menggambarkan angka kejadian yang sebenarnya. Dinas kesehatan
bekerja sama dengan puskesmas setempat menyediakan pemeriksaan HIV/
AIDS gratis bagi para pekerja hiburan malam.

7
4. Nilai dan Keyakinan
Masyarakat merasa terganggu dengan kegiatan malam di tempat
tersebut. Tetapi masyarakat tidak bisa melakukan tindakan apapun untuk
mengusir tempat hiburan malam tersebut karena banyak preman yang
melindungi tempat tersebut. Masyarakat merasa takut tempat itu akan
merusak moral anak-anak mereka kelak.
 Penilaian subsistem
a. Lingkungan fisik
Kondisi di sekeliling pemukiman penduduk kurang terurus. Di
sana sini terdapat banyak sampah berserakan. Tidak ada tempat aliran air
seperti parit atau selokan. Sehingga ketika hujan turun, tak jarang tempat
tersebut terendam banjir. Rata-rata bangunan rumah penduduk merupakan
bangunan semi permanen.
Di kelurahan P terdapat sebuah rumah untuk anak jalanan yang
didirikan oleh seorang warga. Di kelurahan P terdapat sebuah bangunan
mushola yang sudah cukup tua dan merupakan satu-satunya sarana ibadah
warga kelurahan P. Di wilayah perbatasan kelurahan P terdapat sebuah
lokalisasi pramuria. Banyak pekerja tempat hiburan malam yang tinggal di
kelurahan P.
b. Pelayanan kesehatan
 Pelayanan yang di akses oleh warga Kelurahan P adalah praktik bidan,
puskesmas dan praktik dokter.
 Jika sakit rata-rata penduduk datang langsung ke dokter praktik karena
mereka tidak puas dengan pelayanan di puskesmas.
 Harga untuk memperoleh pelayanan kesehatan relative murah atau
terjangkau untuk warga.
 Pemberi layanan kesehatan adalah praktik dokter dan bidan
 Pengguna layanan kesehatan yang paling banyak adalah balita dan
lansia
c. Ekonomi

8
Sebagian besar masyarakatnya bekerja sebagai buruh pabrik
ataupun bangunan. Para buruh pabrik bekerja berdasarkan giliran shift
jaga, pagi dan sore. Beberapa pekerja malam juga tinggal di kelurahan P.
d. Keamanan dan Transportasi
Masyarakat merasa terganggu dengan kegiatan malam di tempat
tersebut. Tetapi masyarakat tidak bisa melakukan tindakan apapun untuk
mengusir tempat hiburan malam tersebut karena banyak preman yang
melindungi tempat tersebut. Selain itu, masyarakat juga sering terlibat
bentrok dengan para pemabuk yang sering berkumpul di perempatan jalan
di dekat perbatasan.
e. Kebijakan dan Pemerintah
Menurut data puskesmas setempat, sudah terjadi beberapa kasus
HIV/AIDS dalam satu tahun terakhir. Dinas kesehatan menyatakan bahwa
kasus HIV/AIDS yang sudah terungkap kemungkinan belum
menggambarkan angka kejadian yang sebenarnya. Dinas kesehatan
bekerja sama dengan puskesmas setempat menyediakan pemeriksaan HIV/
AIDS gratis bagi para pekerja hiburan malam.
f. Komunikasi
 Alat komunikasi yang dimiliki keluarga seperti televisi, koran, telepon
dan ponsel.
 Komunikasi yang digunakan biasanya dari papan pengumuman dan
pengeras suara di masjid.
g. Pendidikan
Mayoritas berpendidikan sampai SLTA.
h. Rekreasi
 Warga Kelurahan P memiliki kebiasaan untuk makan bersama di luar.
Hal ini terbukti dengan banyaknya warung makan yang laris di daerah
ini
 Warga Kelurahan P memiliki kebiasaan menonton tv bersama keluarga
 Persepsi
Masyarakat merasa terganggu dengan kegiatan malam di tempat tersebut.
Tetapi masyarakat tidak bisa melakukan tindakan apapun untuk mengusir

9
tempat hiburan malam tersebut karena banyak preman yang melindungi
tempat tersebut. Masyarakat merasa takut tempat itu akan merusak moral
anak-anak mereka kelak.
DATA FOKUS
Data Subjektif Data Objektif
 Masyarakatnya banyak yang berasal dari luar daerah atau  Kondisi di sekeliling pemukiman
pendatang. penduduk kurang terurus.
 Sebagian besar masyarakatnya bekerja sebagai buruh pabrik  Di kelurahan P terdapat sebuah
ataupun bangunan. bangunan mushola yang sudah
 Para buruh pabrik bekerja berdasarkan giliran shift jaga, pagi cukup tua dan merupakan satu-
dan sore satunya sarana ibadah warga
 Kehidupan malam di kelurahan P tergolong sangat ramai. kelurahan P.
 Banyak pekerja tempat hiburan malam yang tinggal di  Di kelurahan P terdapat sebuah
kelurahan P. rumah singgah untuk anak jalanan
 Di wilayah perbatasan kelurahan P terdapat sebuah lokalisasi yang didirikan oleh seorang warga
pramuria. Meski sering di razia oleh petugas, namun tempat yang ingin meningkatkan derajat
hiburan itu selalu ada dan tidak pernah mati. hidup anak jalanan.
 Banyak masyarakat yang mengeluhkan adanya tempat  Di sana sini terdapat banyak
hiburan malam tersebut. sampah berserakan. Tidak ada
 Masyarakat merasa terganggu dengan kegiatan malam di tempat aliran air seperti parit atau
tempat tersebut. Tetapi masyarakat tidak bisa melakukan selokan. Sehingga ketika hujan
tindakan apapun untuk mengusir tempat hiburan malam turun, tak jarang tempat tersebut
tersebut karena banyak preman yang melindungi tempat terendam banjir.
tersebut.  Rata-rata bangunan rumah
 Masyarakat merasa takut tempat itu akan merusak moral penduduk merupakan bangunan
anak-anak mereka kelak. Selain itu, masyarakat juga sering semi permanen.
terlibat bentrok dengan para pemabuk yang sering berkumpul  Menurut data puskesmas setempat,
di perempatan jalan di dekat perbatasan. sudah terjadi beberapa kasus
 Dinas kesehatan menyatakan bahwa kasus dan HIV/AIDS HIV/AIDS dalam satu tahun
yang sudah terungkap kemungkinan belum menggambarkan terakhir.
angka kejadian yang sebenarnya.
 Dinas kesehatan bekerja sama dengan puskesmas setempat
menyediakan pemeriksaan HIV/ AIDS gratis bagi para

10
pekerja hiburan malam.

ANALISA DATA
No Data Masalah
1. DS : Ketidakefektifan pemeliharaan
 Masyarakatnya banyak yang berasal dari luar kesehatan di Kelurahan P, Jakarta
daerah atau pendatang. Timur dengan masalah kondisi
 Sebagian besar masyarakatnya bekerja lingkungan dan kesadaran
sebagai buruh pabrik ataupun bangunan. masayarakat akan kesehatan
 Para buruh pabrik bekerja berdasarkan giliran lingkungan yang dimanifestasikan
shift jaga, pagi dan sore dengan kondisi di sekeliling
pemukiman penduduk kurang terurus
DO : dan di sana sini terdapat banyak
 Kondisi di sekeliling pemukiman penduduk sampah berserakan. Tidak ada
kurang terurus. tempat aliran air seperti parit atau
 Di kelurahan P terdapat sebuah bangunan selokan. Sehingga ketika hujan
mushola yang sudah cukup tua dan turun, tak jarang tempat tersebut
merupakan satu-satunya sarana ibadah warga terendam banjir.
kelurahan P.
 Di sana sini terdapat banyak sampah
berserakan. Tidak ada tempat aliran air seperti
parit atau selokan. Sehingga ketika hujan
turun, tak jarang tempat tersebut terendam
banjir.
 Rata-rata bangunan rumah penduduk
merupakan bangunan semi permanen.
 Menurut data puskesmas setempat, sudah
terjadi beberapa kasus HIV/AIDS dalam satu
tahun terakhir.
2. DS : Risiko penyebaran penyakit
 Banyak pekerja tempat hiburan malam yang HIV/AIDS pada Dewasa di
tinggal di kelurahan P. Kelurahan P, Jakarta Timur dengan
 Di wilayah perbatasan kelurahan P terdapat masalah kurang pengetahuan yang

11
sebuah lokalisasi pramuria. Meski sering di dimanifestasikan dengan menurut
razia oleh petugas, namun tempat hiburan itu data puskesmas setempat, sudah
selalu ada dan tidak pernah mati. terjadi beberapa kasus HIV/AIDS
 Banyak masyarakat yang mengeluhkan dalam satu tahun terakhir.
adanya tempat hiburan malam tersebut.
 Masyarakat merasa terganggu dengan
kegiatan malam di tempat tersebut. Tetapi
masyarakat tidak bisa melakukan tindakan
apapun untuk mengusir tempat hiburan
malam tersebut karena banyak preman yang
melindungi tempat tersebut.
 Dinas kesehatan menyatakan bahwa kasus
HIV/AIDS yang sudah terungkap
kemungkinan belum menggambarkan angka
kejadian yang sebenarnya.
 Dinas kesehatan bekerja sama dengan
puskesmas setempat menyediakan
pemeriksaan HIV/ AIDS gratis bagi para
pekerja hiburan malam.

DO :
 Menurut data puskesmas setempat, sudah
terjadi beberapa kasus HIV/AIDS dalam satu
tahun terakhir.
3. DS : Defisiensi Kesehatan Komunitas
 Sebagian besar masyarakatnya bekerja pada Dewasa di Kelurahan P, Jakarta
sebagai buruh pabrik ataupun bangunan. Timur dengan masalah kurang
 Kehidupan malam di kelurahan P tergolong kesadaran yang dimanifestasikan
sangat ramai. Banyak pekerja tempat hiburan dengan kondisi di sekeliling
malam yang tinggal di kelurahan P. pemukiman penduduk kurang terurus
 Di wilayah perbatasan kelurahan P terdapat dan di sana sini terdapat banyak
sebuah lokalisasi pramuria. Meski sering di sampah berserakan. Tidak ada
razia oleh petugas, namun tempat hiburan itu tempat aliran air seperti parit atau

12
selalu ada dan tidak pernah mati. selokan. Sehingga ketika hujan
 Dinas kesehatan menyatakan bahwa kasus turun, tak jarang tempat tersebut
HIV/AIDS yang sudah terungkap terendam banjir.
kemungkinan belum menggambarkan angka
kejadian yang sebenarnya.
 Dinas kesehatan bekerja sama dengan
puskesmas setempat menyediakan
pemeriksaan HIV/ AIDS gratis bagi para
pekerja hiburan malam.

DO:
o Kondisi di sekeliling pemukiman penduduk
kurang terurus.
o Di kelurahan P terdapat sebuah bangunan
mushola yang sudah cukup tua dan merupakan
satu-satunya sarana ibadah warga kelurahan P.
o Di kelurahan P terdapat sebuah rumah singgah
untuk anak jalanan yang didirikan oleh
seorang warga yang ingin meningkatkan
derajat hidup anak jalanan.
o Di sana sini terdapat banyak sampah
berserakan. Tidak ada tempat aliran air seperti
parit atau selokan. Sehingga ketika hujan
turun, tak jarang tempat tersebut terendam
banjir.
o Rata-rata bangunan rumah penduduk
merupakan bangunan semi permanen.
o Menurut data puskesmas setempat, sudah
terjadi beberapa kasus HIV/AIDS dalam satu
tahun terakhir.

13
PRIORITAS MASALAH
KRITERIA Score Keterangan
No. Masalah Kesehatan
A B C D E F G H I J K
1. Ketidakefektifan Keterangan
pemeliharaan kesehatan kriteria:
berhubungan dengan A. Risiko
Kondisi lingkungan dan 5 5 5 5 4 4 4 3 4 4 4 47 Terjadi
kesadaran masayarakat B. Risiko Parah
akan kesehatan C. Potensial
lingkungan. Penkes
2. Risiko penyebaran
D. Minat
penyakit HIV/AIDS pada
Masyarakat
Dewasa di Kelurahan P,
E. Kemungkina
Jakarta Timur dengan
n Diatasi
masalah kurang
F. Sesuai
pengetahuan yang
Program
dimanifestasikan dengan
Kesehatan
menurut data puskesmas
G. Tempat
setempat, sudah terjadi
H. Waktu
beberapa kasus HIV/AIDS
I. Dana
dalam satu tahun terakhir. 5 5 4 5 4 4 4 3 4 4 4 46 J. Fasilitas
Kesehatan
K. Sumber Daya

Keterangan
Pembobotan:
1. Sangat rendah
2. Rendah
3. Cukup
4. Tinggi
5. Sangat tinggi
3. Defisiensi Kesehatan 5 4 4 5 4 4 4 3 4 4 4 45
Komunitas pada Dewasa

14
di Kelurahan P, Jakarta
Timur dengan masalah
kurang kesadaran yang
dimanifestasikan dengan
kondisi di sekeliling
pemukiman penduduk
kurang terurus dan di sana
sini terdapat banyak
sampah berserakan. Tidak
ada tempat aliran air
seperti parit atau selokan.
Sehingga ketika hujan
turun, tak jarang tempat
tersebut terendam banjir.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

No. Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan di Kelurahan P, Jakarta Timur dengan masalah kondisi


lingkungan dan kesadaran masayarakat akan kesehatan lingkungan yang dimanifestasikan dengan
kondisi di sekeliling pemukiman penduduk kurang terurus dan di sana sini terdapat banyak
sampah berserakan. Tidak ada tempat aliran air seperti parit atau selokan. Sehingga ketika hujan
turun, tak jarang tempat tersebut terendam banjir.
2. Risiko penyebaran penyakit HIV/AIDS pada Dewasa di Kelurahan P, Jakarta Timur dengan
masalah kurang pengetahuan yang dimanifestasikan dengan menurut data puskesmas setempat,
sudah terjadi beberapa kasus HIV/AIDS dalam satu tahun terakhir.
3. Defisiensi Kesehatan Komunitas pada Dewasa di Kelurahan P, Jakarta Timur dengan masalah
kurang kesadaran yang dimanifestasikan dengan kondisi di sekeliling pemukiman penduduk
kurang terurus dan di sana sini terdapat banyak sampah berserakan. Tidak ada tempat aliran air
seperti parit atau selokan. Sehingga ketika hujan turun, tak jarang tempat tersebut terendam banjir.
INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan Tujuan Intervensi Evaluasi
Strategi Kegiatan Kriteria Evaluasi

15
Standar
Keperawatan Umum Khusus
1. Ketidakefektifa Status a. Melakukan Program 1. Mengadakan Afektif 90% Warga
n pemeliharaan kesehat kerja bakti Kelompok kerja bakti mengikuti
kesehatan an berkala berkala rutin kegiatan kerja
dengan orang secara rutin bakti dan
masalah dewasa b. Mengadaka 2. Melakukan Afektif PHBS
Kondisi mening n PHBS PHBS secara Tersusunnya
lingkungan dan kat secara bersama- modul program
kesadaran bersama sama PHBS
masayarakat
akan kesehatan c. Melakukan Kemitraan 1. Kerja sama Psikomot Terlaksananya
lingkungan. kerja sama dengan or kegiaatn PHBS
dengan Puskesmas dan
puskesmas untuk Penyuluhan
melakukan tentang PHBS
pemeriksaan
kesehatan
berkala
2. Bekerja sama Afektif 90% warga
dengan tercatat
Puskesmas melakukan
untuk kegiatan
melakukan
penyuluhan
kesehatan

d. Melakukan Pemberday 1. Maintenance Psikomot 90% warga


pemantauan aan program or melakukan
program sanitasi program
sanitasi lingkungan sanitasi
lingkungan yang telah lingkungan
dilakukan.
e. meningkatk Pendidikan 1. Pendidikan Kognitif 90% warga

16
an Kesehatan kesehatan paham tentang
pengetahua tentang pentingnya
n tentang pentingnya PHBS
PHBS PHBS
2. Risiko Penyeb a. Meningkat Pendidikan 1. Penyuluhan Kognitif 90% warga
penyebaran aran kan Kesehatan Patuh minum paham tentang
penyakit /HIV penyaki pengetahua obat penyakit HIV,
pada Dewasa t /HIV n tentang 2. Penularan Afektif dan waktu
dengan di patuh penyakit HIV minum obat
masalah daerah minum dan yang tepat
kurang tersebut obat
pengetahuan dapat b. Tersebarny Program 1. Mengajarkan Kognitif 90% warga
berkura a informasi Kelompok warga untuk mengikuti
ng tentang senam senam
penularan pernapasan
penyakit 2. Menganjurka Psikomot Tersebarnya
HIV/ n warga or informasi
untuk melalui leaflet
membuang di setiap RT
dahak pada sebanyak 100
tempatnya lembar

c. Meningkat Pemberday 1. Pembuatan Psikomot 90% warga


kan aan poster or dapat
pengetahua penyakit HIV melakukan
n tentang dan pembuatan
senam poster
pernapasan
d. Meningkat Kemitraan 1. Melakukan Kognitif 90% warga
kan kerja bakti melakukan
pengetahua secara rutin kerja bakti
n warga
tentang 90% warga

17
tempat tahu tempat
untuk untuk
membuang membuang
dahak dahak

3. Defisiensi a. Melakukan Program 1. Melakukan Afektif 90% Warga


Kesehatan senah sehat Kelompok senam sehat mengikuti
Komunitas dan kerja bersama kegiatan kerja
pada Dewasa bakti warga bakti dan
masalah secara rutin senam sehat
kurang 2. Melakukan Psikomot 90% warga
kesadaran kegiatan rutin or melakukan
kerja bakti kerja bakti dan
setiap minggu senam sehat

b. Membentu Kemitraan 1. Mengusulkan Afektif Terbentuknya


k posbindu pembentukan Posbindu dan
dan Posbindu UMKM
UMKM 2. Mengusulkan
pembentukan
UMKM

c. Meningkat Pemberday 1. Pembuatan Psikomot Terpasangnya


kan aan poster or Poster penyekit
pengetahua penyakit dan dan HIV/AIDS
n HIV/AIDS disetiap RT
tentang 90% warga
/HIV Pendidikan 1. Pendidikan Kognitif paham tentang
d. Meningkat Kesehatan kesehatan penyakit dan
kan tentang HIV/AIDS
pengetahua bahaya
n tentang hiburan
bahaya malam

18
hiburan 2. Pendidikan
malam dan kesehatan
penyakit tentang
menular Penyakit
menular

A. Peran, Fungsi dan Etik Perawat


1. Peran Perawat
a. Pelaksana Layanan Keperawatan (Care Provider)
Perawat memberikan layanan asuhan keperawatan secara langsung
kepada klien (Individu, keluarga, maupun komunitas) sesuai dengan
kewenangannya. Asuhan keperawatan diberikan kepada klien
disemua tatanan layanan kesehatan dengan menggunakan
metodologi proses keperawatan, berpedoman pada standar
keperawatan, dilandasi oleh etik dan etika keperawatan, serta berada
dalam lingkup wewenang dan tanggung jawab keperawatan. Asuhan
keperawatan ini merupakan bantuan yang diberikan kepada klien
karena adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan
pengetahuan, serta kurangnya kemauan untuk melaksanakan
kegiatan hidup sehari-hari secara mandiri. Dalam perannya sebagai
care provider, perawat bertugas untuk:
1) Memberikan kenyamanan dan rasa aman bagi klien;
2) melindungi hak dan kewajiban klien agar tetap terlaksana
dengan seimbang;
3) memfasilitasi klien dengan anggota tim kesehatan lainnya; serta;
4) berusaha mengembalikan kesehatan klien
b. Pengelola (Manager)
Perawat mempunyai peran dan tanggung jawab dalam mengelola
layanan keperawatan di semua tatanan layanan kesehatan (rumah
sakit, puskesmas, dan sebagainya) maupun tatanan pendidikan yang
berada dalam tanggung jawab sesuai dengan konsep manajemen
keperawatan. Manajemen keperawatan dapat diartikan sebagai
proses pelaksanaan layanan keperawatan melalui upaya staf

19
keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan, pengobatan,
dan rasa aman kepada pasien/ keluarga/ masyarakat (Gillies, 1985).
Dengan demikian, perawat telah menjalankan fungsi manajerial
keperawatan yang meliputi planning, organizing, actuating, staffing,
directing, dan controlling.
Kasus: Perawat mengidentifikasi masalah yang terjadi dalam suatu
wilayah dan apa kegiatan yang akan dilakukan kemudian
mengkoordinasikan pihak-pihak yang akan terlibat dalam melakukan
pendidikan kesehatan, dan mengevaluasi serta mengontrol hasil dari
tindakan yang sudah direncanakan apakah sesuai dengan tujuan.
c. Pendidik dalam keperawatan
Sebagai pendidik, perawat berperan mendidik individu, keluarga,
masyarakat, serta tenaga keperawatan dan tenaga kesehatan lainnya.
Perawat bertugas memberikan pendidikan kesehatan kepada klien
dalam hal ini meliputi individu, keluarga, serta masyarakat sebagai
upaya menciptakan perilaku individu atau masyarakat yang kondusif
bagi kesehatan. Pendidikan kesehatan tidak semata ditujukan untuk
membangun kesadaran diri dengan pengetahuan tentang kesehatan.
Lebih dari itu, pendidikan kesehatan bertujuan untuk membangun
perilaku kesehatan individu dan masyarakat. Kesehatan bukan
sekedar untuk diketahui dan disikapi, tetapi juga untuk dterapkan
dalam kehidupan sehari-hari.
Kasus: Perawat memberikan pendidikan kesehatan kepada warga
kesehatan reproduksi.
d. Peran sebagai konselor
Peran sebagai konselor melakukan konseling keperawatan sebagai
usaha memecahkan masalah secara efektif. Pemberian konseling
dapat dilakukan dengan individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat.
Kasus: Perawat mengidentifikasi masalah yang dihadapi dan
penyelesaian masalahnya terkait pekerjaan lain yang lebih baik.
e. Peran sebagai Panutan (Role Model)

20
Peran kesehatan masyarakat harus dapat memberikan contoh yang
baik dalam bidang kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok
dan masyarakat tentang bagaimana tatacara hidup sehat yang dapat
ditiru dan dicontoh oleh masyarakat.
Kasus: Perawat sebagai role model harus memberikan contoh yang
baik dalam berperilaku sehat.
f. Peran sebagai pembela (Advocate)
Pembelaan dapat diberikan kepada individu, kelompok atau tingkat
komunitas. Pada tingkat keluarga, perawat dapat menjalankan
fungsinya melalui pelayanan social yang ada pada masyarakat.
Seorang pembela klien adalah pembela dari hak-hak klien.
Kasus: Perawat memberikan pendidikan kesehatan kepada
masyarakat sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat sesuai dengan hak-hak klien.
g. Peran sebagai kolaborator
Peran sebagai kolaborator dapat dilaksanakan dengan cara bekerja
sama dengan tim kesehatan lain, baik dengan dokter, ahli gizi, ahli
radiologi, dan lain-lain dalam kaitannya membantu mempercepat
proses penyembuhan klien.Tindakan kolaborasi atau kerjasama
merupakan proses pengambilan keputusan dengan orang lain pada
tahap proses keperawatan.Tindakan ini berperan sangat penting
untuk merencanakan tindakan yang akan dilaksanakan.
Kasus: Perawat dapat bekerja sama dengan dokter mengenai
pemeriksaan HIV/AIDS kepada warga yang ada dimasyarakat.
h. Peran sebagai penemu kasus (Case Finder)
Melaksanakan monitoring terhadap perubahan-perubahan yang
terjadi pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat yang
menyangkut masalah-masalah kesehatan dan keperawatan yang
timbul serta berdampak terhadap status kesehatan melalui kunjugan
rumah, pertemuan-pertemuan observasi dan pengumpulan data.
(Widyanto, 2014).
1) Peran Pada Invidu Atau Keluarga

21
2) Sebagai pelaksana kesehatan
3) Sebagai pendidik
4) Sebagai konselor
5) Sebagai peneliti
Kasus: Perawat melakukan riset dengan kunjungan rumah untuk
mengetahui masalah-masalah yang dihadapi oleh keluarga di
masyarakat tersebut sehingga dapat menemukan kasus yang terjadi
di lingkungan tersebut.
2. Fungsi Perawat
Fungsi perawat dalam melaksanakan tugasnya antara lain fungsi
independent, fungsi dependent dan fungsi interindependent.
a. Fungsi independent
Yaitu fungsi dimana perawat melaksanakan perannya secara sendiri,
tidak tergantung pada orang lain atau tim kesehatan lainnya. Perawaat
harus dapat memberikan bantuan terhadap adanya penyimpangan atau
tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia baik bio, psiko,
sosio/cultural maupun spiritual, mulai dari tingkat individu utuh,
mencakup seluruh siklus kehidupan, sampai pada tingkat masyarakat,
dan juga mencerminkan pada tidak terpenuhinya kebutuhan dasar
pada tingkat system organ fungsional sampai molecular. Kegiaatan ini
dilakukan dengan diprakarsai oleh perawat, dan perawat serta
bertanggung gugat atas rencana dan keputusannya. 
Kasus: Perawat mengkaji masalah yang ditemukan di masyarakat,
memberikan pendidikan kesehatan mengenai kesehatan reproduksi.
b. Fungsi dependent
Kegiatan ini dilakukan dan dilaksanakan oleh seorang perawat atas
instruksi dari tim kesehatan lainnya ( dokter, ahli gizi, radiologi dan
lainnya ).  
c. Fungsi interdependent
Fungsi ini berupa kerja tim yang sifatnya saling ketergantungan baik
dalam perawatan maupun kesehatan.

22
Kasus: Perawat dapat bekerja sama dengan dokter untuk pemeriksaan
HIV/AIDS pada warga masyarakat.
3. Etik Perawat
a. Asas menghormati otonomi klien (autonomi)
Setelah mendapat informasi yang memadai, klien bebas dan berhak
memutuskan apa yang akan dilakukan terhadapnya. Klien berhak
untuk dihormati dan didengarkan pendapatnnya untuk itu perlu adanya
persetujuan tindakan medik (informed consent). Dokter dan perawat
tidak boleh memaksa suatu tindakan atau pengorbanan.
Kasus: Perawat sebelum melakukan pendidikan kesehatan kepada
masyarakat harus meminta izin dan juga persetujuan dari pihak terkait
karena berhubungn dengan hak-hak klien tanpa memaksanya.
b. Asas manfaat (eneficence)
Semua tindakan dan pengobatan harus bermanfaat untuk menolong
klien. Untuk itu, dokter atau perawat harus menyadari bahwa tindakan
atau pengobatan yang dilakukan benar-benar bermanfaat bagi
kesehatan dan kesembuhan klien. Kesehatan klien senantiasa harus
diutamakan oleh para perawat. Resiko yang mungkin timbul dikurangi
sampai seminimal mungkindan memaksimalkan manfaat bagi klien.
Kasus: Perawat memberikan pendidikan kesehatan mengenai
kesehatan reproduksi karena hal tersebut sangat bermanfaat bagi klien
dan juga keluarga supaya nantinya tidak menimbulkan hal yang lebih
berbahaya lagi.
c. Asas tidak merugikan (non-malificence)
Tindakan dan pengobatan harus berpedoman pada prinsip Primum
Non Nocere  (yang paling utama, jangan merugikan). Resiko fisik,
psikologi, maupun sosial akibat tindakan dan pengobatan yang akan
dilakukan hendaknya seminimal mungkin.
d. Asas kejujuran (veracity)
Dokter dan perawat hendaknya mengatakan secara jujur dan jelas apa
yang dilakukan, serta akibat yang dapat terjadi, informasi yang
diberikan hendaknya sesuai dengan tingkat pendidikan kliean.

23
e. Asas kerahasiaan (confidentiality)
Dokter dan perawat harus menghormati (privacy) dan kerahasian
klien, meski klien telah meninggal.
f. Asas keadilan (justice)
Dokter dan perawat harus berlaku adil dan tidak berat sebelah.
Kasus: Perawat berlaku adil kepada semua masyarakat tanpa
memandang status ekonomi.
B. Terapi Tradisional
1. Terapi Penunjang untuk Penderita HIV/AIDS
Terapi penunjang atau sering disebut terapi tradisional adalah
terapi tanpa obat-obatan kimiawi. Tujua terapi ini adalah untuk
meningkatkan mutu hidup, dan menjaga diri agar tetap sehat. Terapi ini
juga dapat melengkapi terapi antiretroviral, terutama untuk menghindari
efek samping. Dapat juga menjadi pilihan jika kita tidak ingin atau tidak
dapat memperoleh ART.
Yang termasuk terapi penunjang antara lain adalah penggunaan
ramuan tradisional, tumbuh-tumbuhan, jamu-jamuan, pengaturan gizi
pada makanan, dan penggunaan vitamin serta suplemen zat mineral.
Juga termasuk dalam terapi ini adalah yoga, akupuntur, pijat,
refleksi, olahraga, dan musik. Terapi secar psikologis, spiritual atau
agama, dan emosional juga dapat membantu. Termasuk di sini antara lain
konseling, dukungan sebaya, dan meditasi.

Jurnal Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan HIV/AIDS Di Komunitas

A. Identifikasi Status Psikologis Sebagai Upaya Pengembangan Model


Rehabilitasi Klien Hiv/Aids Berbasis Komunitas
Pembahasan :
Dukungan Keluarga

24
Pada penelitian ini didapatkan dari 11 orang responden, sebanyak 6 orang
(54,5%) mendapat dukungan keluarga dalam kategori baik dan 5 orang
(45,5%) mendapatkan dukungan keluarga dalam kategori kurang. Hal ini
menunjukkan masih terdapat responden yang kurang mendapatkan dukungan
keluarga. Penelitian Siboro (2013) menunjukan hubungan yang positif dari
dukungan keluarga terhadap keberfungsian sosial orang dengan HIV/AIDS.
Harefa dkk (2012) mendapatkan adannya hubungan dukungan keluarga
dengan harga diri ODHA. Dari 66,7% responden yang memiliki dukungan
keluarga baik, sebanyak 60,8% memiliki harga diri positif dan hanya 6,9%
yang memiliki harga diri negatif.
Tingkat Depresi
Hasil penelitian menunjukan sebagian besar responden memiliki tingkat
depresi dalam kategori minimal/normal yaitu sebanyak 8 orang (72,7%), 2
orang (18,2%) mengalami depresi ringan dan 1 orang (9,1%) memiliki tingkat
depresi pada kategori sedang. Terdapat hubungan yang signifikan antara
depresi dengan kualitas hidup aspek sosial pada ODHA, yaitu semakin rendah
tingkat depresi semakin tinggi kualitas hidup aspek sosial. Dari 50 orang
penderita HIV/AIDS, terdapat 42 orang yang memiliki tingkat depresi yang
rendah dan kualitas hidup aspek sosial yang tinggi (Widyarsono, 2013).
Terdapat hubungan negatif yang signifikan antara harga diri dengan tingkat
depresi klien ODHA, yaitu semakin tinggi harga diri yang dimiliki maka
tingkat depresi yang dialami semakin ringan, dan sebaliknya semakin rendah
tingkat harga diri yang dimiliki maka tingkat depresi yang dialami semakin
berat (Rahayu, 2012). Kejadian depresi pada pasien HIV memerlukan
pencegahan melalui deteksi dini dan perawatan untuk meningkatkan
kepatuhan terhadap pengobatan dan kualitas hidup pasien (Bathia & Munjal,
2014). Dalam perawatan pasien, juga menjadi hal penting untuk
memperhatikan faktor psikologis pasien serta melibatkan keluarga untuk
memberikan dukungan kepada pasien (Rahayu, 2012).
Kualitas Hidup
Hasil penelitian menunjukan 63,6% responden menggambarkan kualitas
hidupnya secara umum dalam kondisi baik, 18,2% merasa kondisinya sangat

25
baik, dan 18,2% merasa biasa-biasa saja. Diatmi & Fridari (2014)
mendapatkan adanya hubungan yang positif antara dukungan sosial dengan
kualitas hidup pada ODHA, yang berarti semakin tinggi dukungan sosial,
maka semakin tinggi kualitas hidup. Hasil penelitian menunjukkan sebagian
besar ODHA memiliki dukungan sosial yang sangat tinggi, yaitu sebanyak 44
orang (58%) dan 32 (42%) memiliki tingkat dukungan sosial dengan kategori
tinggi. Dalam hal kualitas hidup sebanyak 8 orang (115) memiliki kualitas
hidup dalam kategori sedang, 45 orang (59%) memiliki kualitas hidup dalam
kategori tinggi, dan 23 (30%) memiliki kualitas hidup dalam kategori sangat
tinggi. HIV memberikan dampak yang merugikan pada setiap aspek
kesehatan dan menekankan agar pemberi pelayanan kesehatan
mempertimbangkan interaksi kompleks antara emosi, kesejahteraan sosial,
dan kesehatan fisik (Sayles et al, 2007).
Kesimpulan :
Lebih banyak pasien yang mendapatkan dukungan keluarga dalam kategori
baik dibandingkan kategori kurang. Sebagian besar pasien memiliki tingkat
depresi dalam kategori minimal atau normal. Nilai rerata kualitas hidup
belum mencapai maksimal meskipun sebagian besar pasien menggambarkan
kualitas hidupnya secara umum dalam kondisi baik.
B. Promosi Kesehatan Pencegahan Dan Penanggulangan Penyakit Hiv/Aids Di
Karang Taruna X Dan Y Cinere, Depok.
Pembahasan :
Selama pelaksanaan animo peserta sangat baik dan interaktif dalam
menerima materi Edukasi mengenai Pencegahan dan Penanggulangan
HIV/AIDS. Hal ini dibuktikan dengan antusiasme peserta yang hadir untuk
memperhatikan dan selama pelaksanaan kegiatan tersebut, Kegiatan pertama
adalah Promosi kesehatan dilakukan oleh narasumber dengan partisipasi dan
kerjasama dari para pendamping ODHA sebagai mitra I kepada Kelompok
Karang Taruna sebagai mitra II di kelurahan Gandul Kecamatan Cinere.
Kehadiran peserta laki dan perempuan berjumlah 50 orang.
Pelaksanaan kegiatan pengabdian sesuai dengan waktu yang dijadwalkan,
Penyampaian materi sesuai rencana. Sebelum diberikan penyuluhan, para

26
remaja, kader dan peserta lain diberikan kuesioner untuk menilai sejauh mana
tingkat pengetahuan para peserta mengenai penyakit HIV/AIDS, sikap dan
perilaku terhadap penyakit HIV/AIDS, pencegahan serta penanggulangan
HIV/AIDS. Indikator yang digunakan adalah: Usia, Jenis Kelamin, dan Jenis
Kegiatan para responden.
Berdasarkan data yang terkumpul dilakukan pembahasan, dengan
hasil sebagai berikut:
a. Berdasarakan jenis kelamin : jumlah perempuan setengah (50%) dari
jumlah laki-laki
b. Bedasarkan usia : jumlah perempuan setengan (50%) dari jumlah laki-laki
dan rata-rata yang paling banyak pada usia dewasa awal (usia 21-40
tahun).
c. Berdasarkan jenis kegiatan/ pekerjaan : untuk jumlah permpuan setengah
(50%)dari jumlah laki-laki dan untuk rata-rata di sini masih banyak yang
pelajar dan orang yang bekerja dengan jumlah kurang lebih sama.
d. Berdasarkan pengetahuan jumlah yang tertinggi 42% dengan pengetahuan
baik .
e. Berdasarkan sikap jumlah tertinggi dengan 52 % dengan sikap positif
f. Berdasarkan Kecenderungan Perilaku Menyimpang Kearah Perilaku
LGBT, dengan 56% perilaku menyimpang LGBT positif.
Setelah pelaksanaan penyuluhan dan pemberian materi dilakukan
Focus Grup Discussion (FGD) di antara peserta, saling berbagi pengalaman
dan kemungkinan membentuk grup teman sebaya. Mereka menyatakan
informasi tentang HIV / AIDS sudah bisa disebarkan oleh keluarga dan
tetangga, sehingga teman sebaya menjadi prioritas berikutnya setelah
keluarga dan tetangga. Dalam kegiatan FGD ini ada beberapa pertanyaan dari
remaja dan kader yang langsung dijawab oleh narasumber.
Kesimpulan :
Kegiatan IPTEK bagi Masyarakat berbasis promosi kesehatan
mengenai pencegahan dan penanggulangan mengenai HIV/AIDS berupa
penyuluhan diterima dengan baik oleh Mitra 1 kelompok rentan dalam usia
aktif dalam masalah seksual dan kader sebagai mitra 2, Peserta memperoleh

27
pengetahuan melalui penyuluhan mengenai HIV/AIDS sebagai upaya
pencegahan serta penurunan prevalensi di Indonesia dan Kota Depok secara
khusus, Diharapkan hasil kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini dapat
memberikan informasi mengenai pencegahan dan penanggulangan penyakit
HIV/AIDS secara menyeluruh serta dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-
hari.
C. Gerakan Masyarakat Peduli Hiv/Aids (Gemas Hiv/Aids)
Pembahasan :
HIV/AIDS menjadi salah satu persoalan besar yang tengah dihadapi seluruh
bangsa termasuk di Indonesia. Pada jurnal tersebut mahasiswa mengadakan
program Gerakan Masyarakat Peduli HIV/AIDS (GeMas HIV/AIDS) di
Kabupaten Bojonegoro yang menduduki peringkat ke 8 di Jatim. Berdasarkan
data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bojonegoro jumlah pengidap
HIV/AIDS di Bojonegoro dari Januari-Desember 2015 terdapat 186
penderita, tertinggi di daerah Balen, Bojonegoro Kota, Dander dan Boureno,
ditingkat middle terdapat Gayam dan Temayang. Tujuan dari program
adalah : Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mencegah pintu masuk
penularan HIV/AIDS, Meningkatkan kesadaran dan kemampuan keluarga
dalam mencegah penularan baru HIV/AIDS dan Peningkatan Status dari HIV
ke AIDS, Meningkatkan kesadaran masyarakat dalam meminimalisir Stigma
dan Diskriminasi pada ODHA dan Keluarga ODHA dan Mendorong
munculnya penanggulangan HIV/AIDS yang terintegrassi ditingkat
komunitas. Metode Pendekatan yang digunakan dalam program adalah
merupakan kolaborasi dari pendekatan appreciative inquiry (AI) dan
pendekatan Kesehatan dengan model Intervensi Keperawatan Komunitas.
Pada program ini menggunakan pendekatan keluarga dan komunitas
ditunjang dengan pendekatan appreciative inquiry telah membuat Program
GeMas HIV/AIDS diterima dengan baik dimasyarakat serta mampu
memperoleh keberhasilan berupa;
1. Meningkatnya pemahaman, kesadaran dan kemampuan masyarakat
dalam mencegah pintu masuk penularan HIV/AIDS.

28
2. Data hasil survey menunjukan bahwa pengetahuan warga tentang
penyebab dan cara penularan HIV/AIDS masih sangat rendah.
3. Meningkatnya kesadaran dan kemampuan keluarga dalam mencegah
penularan HIV/AIDS.
4. Terbentuknya Family Centered Nursing (FCN)
5. Terbentuknya kerjasama dalam penanggulangan HIV/AIDS secara
terintegrasi.
6. Capaian Key Performance Indikator (KPI) Program Key Performance
Indikator (KPI) Program GeMas HIV/AIDS dapat dicapai dengan baik
sesuai dengan yang diharapkan.
Tidak ada kendala berarti dalam pelaksanaan program, hanya sedikit
perbedaan pendapat dalam menjalankan kegiatan aksi bersama di Desa
Gayam, antara Tim GeMas dengan ibu Ketua PKK Desa Gayam. Dengan
komunikasi yang inten secara structural dan kultural , perbedaan pendapat
yang ada dapat dilesesaikan dengan baik dan acara berjalan dengan lancar
serta memuaskan.
Kesimpulan :
Program berjalan efektif dilihat dari hasil yang diperoleh sesuai dengan yang
diharapkan, Key performance indikator tercapai dan terlampaui.. Hasil positif
yang melebihi dugaan adalah ikatan persaudaraan yang kuat dengan kader
kesehatan terutama Gayam, reaksi dari para Keluarga FCN yang merasa
sangat beruntung mendapatkan kesempatan sebagai keluarga binaan, bahkan
berharap program terus berlanjut sehingga tetap ada kesempatan untuk bisa
dikunjungi. Program gerakan masyarkat peduli HIV/AIDS ini sangat
bermanfaat di masyarakat dibuktikan dengan perubahan perilaku dari yang
pra sehat ke perilaku sehat. Masyarakat juga mulai paham dan tahu cara untuk
menanggulangi penularan HIV/AIDS dan dengan adanya keluarga binaan
sebagai role model untuk tumbuhnya kesadaran warga tentang pentingnya
kesehatan
D. Dinamika Program Penanggulangan Hiv Dan Aids Di Komunitas (Studi
Kasus: Proses Persiapan Dan Implementasi Community Organizer Di Jakarta
Utara)

29
Pembahasan :
Program penanggulangan HIV&AIDS pada komunitas heterogen di suatu
wilayah geografis memang tidak mudah. Istilah populasi kunci dan
populasi umum yang selama ini dipakai pada program penanggulangan
tanpa disadari telah terkotak-kotakkan komunitas.
1. Persiapan dalam mengimplementasikan pengorganisasian komunitas
Tujuan pengorganisasian komunitas PKBI DKI Jakarta lebih spesifik
terkait dengan isu HIV&AIDS. Sedangkan tujuan pengorganisasian
komunitas pada umumnya adalah untuk mewujudkan keadilan sosial dan
pemenuhan hak asasi manusia yang diwujudkan dengan membangun
modal sosial dan menjadikan komunitas agar tidak tersekat-sekat se-
hingga dapat saling bekerja-sama (Ife, 2013). Jika keduanya dikaitkan
maka tujuan pengorganisasian komunitas secara umum yang ter- lebih
dahulu dicapai, baru kemudian tujuan spesifik terkait HIV&AIDS.
2. Kualitas yang dimiliki para Community Organizer
Model Social Action yang lebih kepada segmen tertentu di komunitas.
Padahal para Community Organizer menyatakan jika mereka melakukan
pengorganisasian komunitas. Para Community Organizer juga belum
merefleksikan sikap dan nilai profesi pekerjaan mereka. Belum ada
kode etik yang dipergunakan bersama, dan belum melakukan aktivitas
terkait de-ngan riset dan perumusan kebijakan. Namun sudah aktif dalam
upaya menghapus stigma dan diskriminasi di komunitas.
3. Aplikasi keterampilan para Community Organizer
Kader yang berlatar belakang populasi kunci, ODHA dan komunitas
umum dalam satu dinamika merupakan hal baru, Hal ini dapat dikatakan
sebagai temuan baru. Peningkatan kapasitas kader dengan menggunakan
media sosial dan belajar membuat abstrak merupakan hal baru, hal ini
dapat dikatakan sebagai temuan baru. Kader dari entitas komunitas umum
untuk HIV&AIDS masih jarang, apalagi mereka yang mempromosikan
VCT, membantu ODHA untuk mendapatkan SKTM, pendampingan dalam
persalinan, merawat ODHA anak merupakan hal baru pada isu

30
HIV&AIDS di mana selama ini dila- kukan oleh staf LSM yang dibayar
untuk itu (Manajer Kasus atau Buddies).
Kesimpulan :
Program penanggulangan HIV&AIDS pada komunitas heterogen di suatu
wilayah geografis tidaklah mudah. Komunitas selama ini sudah terkotak-
kotakkan oleh program penanggulangan dengan istilah populasi kunci dan
populasi umum. Mereka diintervensi dalam bentuk case work dan group
work sehingga pada saat dilakukan intervensi pada komunitas secara
keseluruhan. Prosesnya diawali dengan melakukan analisis sosial dan
membangun kesadaran kritis komunitas. PIKM yang sudah berhasil dibentuk
di Jakarta Utara sebanyak 10 PIKM. Anggota komunitas direkrut menjadi
kader adalah para champion yang berkomitmen tinggi dan memiliki passion.
Mereka melakukan perekrutan, dengan kader aktif umumnya perempuan,
para pengurus RT dan RW, orang-orang yang terdampak langsung oleh isu
HIV&AIDS.
Terkait hal tersebut di atas saran yang dapat diberikan antara lain agar
PKBI DKI Jakarta agar lebih meningkatkan kualitas dalam persiapan,
terutama dalam proses perekrutan para Community Organizer menegaskan
tentang model pengorganisasian komunitas menjadikan pengorganisasian
komunitas sebagai pendekatan utama pada tiap program aksi sehingga tujuan
proyek akan dapat dicapai dengan sendirinya, meningkatkan kualitas pada
proses-proses penumbuhan partisipasi, kaderisasi dan pengorganisasian.
Pihak-pihak yang paling terkait dengan upaya penanggulangan HIV&AIDS
ini, terutama pemerintah untuk dapat menggunakan pendekatan
pengorganisasian komunitas dengan komunitas geografis dan heterogen
yang bersumber pada budaya gotong royong komunitas sebagai salah satu
pendekatan dalam penanggulangan HIV&AIDS di Indonesia
E. Analisis Implementasi Kebijakan Pencegahan Dan Penanggulangan Hiv/Aids
Di Puskesmas Helvetia Kota Medan
Pembahasan :
Upaya pencegahan dan penanggulanggan HIV AIDS yang telah
diakukan oleh Puskesmas Helvetia yakni membagi kondom kepada pasien

31
yang datang berobat, kemudian sering turun ke masyarakat seperti tempat spa
dan panti pijat lalu memberikan kondom juga ke tempat-tempat itu dan
melakukan penyuluhan atau memberi edukasi ke sekolah-sekolah seperti
SMP dan SMA yang ada di Helvetia setiap bulan atau tiga bulan sekali.
Dalam pelaksanaan program kebijakan HIV AIDS ini, Puskesmas Helvetia
juga telah berkoordinasi dengan komisi penanggulangan HIV AIDS atau
LSM seperti Yayasan Galateya, yayasan Meganplus, PKBI, P3M.
Terkait biaya khusus atau tambahan untuk pencegahan dan
pengobatan HIV/AIDS di Puskesmas Helvetia ini tidak ada yang dibebankan
ke masyarakat. Pasien HIV/AIDS yang mengambil obat tidak dikenakan
biaya atau gratis. Sementara itu, mengenai sarana prasarana penunjang
kebijakan ini, alat-alatanya sudah tersedia khusus seperti laptop, kulkas,
komputer sendiri serta alat-alat pemeriksaan yang semuanya diberikan oleh
Dinas Kesehatan.
Kesimpulan :
Komunikasi antara pelaksana program kebijakan HIV/AIDS di
Puskesmas Helvetia dengan kelompok sasaran telah berjalan dengan baik.
Hal ini dilihat dari ketiga indikator transmisi, kejelasan dan konsisten. Pada
indikator transmisi komunikasi sudah berjalan baik karena informasi yang
disampaikan langsung diberikan kepada sasaran kebijakan yaitu kelompok-
kelompok resiko tinggi, komunitas-komunitas ODHA, pelajar dan
masyarakat. Indikator kejelasan komunikasi sudah cukup baik karena
program HIV/AIDS dilakukan dengan cara sosialisasi langsung. Sumber daya
pada program HIV/AIDS di Puskesmas Helvetia secara keseluruhan sudah
cukup baik. Hal ini di sampaikan oleh pemegang program bahwa selama ini
tidak ada hambatan serta petugas dalam satu tim ada 5 orang yang mana
terdiri dari perawat, admin, laboratorium, farmasi, dan ada konseling. Sarana
dan prasarana khusus untuk HIV/AIDS juga lengkap sudah diseaiakan.
Tetapi, menurut jawaban responden sebanyak 21 orang (70%) mengaku tidak
tahu akan adanya sarana dan prasarana yang mendukung program HIV/AIDS.
Hal ini dikarenakan responden merupakan masyarakat umum. Untuk bagian
finansial juga sudah tercukupi.

32
F. Gambaran Karakteristik, Pola Pengobatan Dan Kepatuhan Pasien Hiv/Aids
Di Kota Samarinda
Pembahasan :
Karakteristik
Berdasarkan jenis kelamin pasien Kerentanan laki-laki terhadap infeksi
HIV/AIDS disebabkan oleh perilaku negatif yang dilakukan seperti membeli
jasa seks komersial, laki-laki mempunyai mobilitas tinggi dan jauh dari
pasangan. Berdasarkan umur pasien HIV/AIDS paling banyak pada umur 26-
35 tahun sebanyak 13 (43,34%), dimana pada umur 26-35 tahun merupakan
kelompok umur yang memang rentan terinfeksi HIV/AIDS karena kelompok
umur tersebut masuk kedalam kelompok umur produktif yang aktif secara
seksual. Dari segi umur masuk dalam perkembangan masa dewasa dini (early
adulthood) yaitu pada umur 26-35 tahun masa dewasa dini selalu dianggap
sebagai penyesuaian diri terhadap kehidupan dan harapan sosial baru,
sehingga dapat menyebabkan seseorang ingin melakukan hal-hal baru inilah
yang menyebabkan pergaulan bebas. Berdasarkan jenis pekerjaan pasien yang
terbanyak yaitu swasta sebanyak 12 (40%). Hal ini dikarenakan pekerjaan
swasta tidak lepas dari perilaku beresiko pada laki-laki yang memiliki
mobilitas diluar rumah tinggi sehingga banyak faktor yang bisa
mempengaruhi mereka untuk melakukan perilaku seksual berisiko atau
seksual komersial. Ibu rumah tangga juga memiliki persentase cukup besar
yaitu 11 (36,67), namun itu merupakan dampak dari sebagian suami yang
memiliki kebiasaan buruk dan berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS.
Berdasarkan cara penularan pasien yang terbanyak yaitu hubungan seksual
dengan lelaki (homoseksual dan heteroseksual) sebanyak 15 (50%). Hal ini
disebabkan karena hubungan seksual dengan lelaki melalui anal (anal
intercourse) yang banyak dilakukan LSL merupakan teknik hubungan seks
yangpaling berisiko menularkan HIV/AIDS. Berdasarkan Stadium HIV/AIDS
menunjukkan bahwa pasien yang terbanyak yaitu Stadium I sebanyak 20
(66,67%). Stadium I adalah infeksi HIV asimtomatik dan tidak dikategorikan
AIDS. Pada tahap ini, pengidap HIV akan terlihat normal seperti orang sehat

33
biasa pada umunya, sehingga banyak yang tidak menyadari bahwa mereka
terinfeksi oleh virus HIV.
Data Pola Pengobatan
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pola pengobatan pasien
HIV/AIDS yang terbanyak yang digunakan adalah Triple FDC sebanyak 26
(86,67%). Hal ini dikarenakan Triple FDC merupakan jenis Fixed Dose
Combination yang cukup diminum satu kali pakai pada malam hari
menjelang tidur. Obat ini berisi kandungan 3 bahan aktif yaitu Tenofovir,
Lamivudin dan Efavirenz dan termasuk dalam paduan ARV lini pertama yaitu
2 NRTI + 1 NNRTI. Dimana NRTI (Nucleosida Reserve Transcriptase
Inhibitors) berkompetisi dengan natural nukleotida menghambat reverse
transcriptase sehingga perubahan RNA menjadi DNA terhambat sedangkan
NNRTI (Nonnucleoside Reserve Transcriptase Inhibitor) bekerja dengan
mengganggu proses penciptaan DNA virus dari RNA dengan mengikat enzim
reserve transcriptase. Triple FDC juga mempunyai tingkat racun yang rendah
bagi tubuh serta memiliki efek samping yang rendah[13]. Pemberian Triple
FDC efektif dalam meningkatan kadar CD4 yaitu 75,69 sel/mm3
dibandingkan dengan kombinasi lain seperti Efavirenz, Lamivudin dan
Zidovudin yaitu 65,12 sel/mm3.
Data Kepatuhan Pasien HIV/AIDS
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa kepatuhan pasien
HIV/AIDS yang menjalankan pengobatan memiliki Kepatuhan Sedang yaitu
sebanyak 16 (53,34%). Hal ini disebabkan karena kurangnya kesadaran
pasien HIV/AIDS terhadap pentingnya meminum obat secara rutin,
karenadampak dari lupa atau tidak sama sekali meminum obat sangat besar
terhadap kondisi kesehatan. Pasien yang memiliki kepatuhan sedang pada
saat mengisi kuisoner MMAS mayoritas kadangkadang atau sesekali lupa
meminum obat ARV nya. Pasien HIV/AIDS harus patuh terhadap terapi ARV
salah satu penyebabnya adalah untuk mencegahpenurunan limfosit CD4 dan
menurunkanjumlah virus HIV didalam tubuhsehingga mengurangi terjadinya
infeksi oportunistik. Adanya terapi ARV ini diharapkan dapat mengurangi laju
penularan, menurunkan angka morbiditas dan mortalitas, memperbaiki

34
kualitas hidup, memulihkan dan memelihara fungsi kekebalan tubuh, dan
menekan replikasi virus semaksimal mungkin. Keberadaan keluarga
(suami/istri, anak dan orang tua) sebagai Pengawas Minum Obat (PMO) serta
dukungan teman sebaya merupakan salah satu faktor penting terhadap
kepatuhan minum obat diwajibkan untuk datang ketika pasien pertama kali
memulai ARV dan menemani pasien konseling. Selain itu, pasien
memanfaatkan teknologi alarm sebagai pengingat minum obat.
Kesimpulan :
Hasil penelitian karakteristik pasien berdasarkan jenis kelamin laki-laki
sebanyak 16 (53,34%), berdasarkan umur pasien paling banyak pada umur
26-35 tahun sebanyak 13 (43,34%), berdasarkan jenis pekerjaan pasien yang
terbanyak yaitu swasta sebanyak 12 (40%), berdasarkan cara penularan yang
terjadi pada pasien yang terbanyak yaitu pada hubungan seksual dengan lelaki
(homoseksual dan heteroseksual) sebanyak 15 (50%), berdasarkan stadium
HIV/AIDS pasien yang terbanyak yaitu stadium I sebanyak 20 (66,67%).
Berdasarkan data pola pengobatan pola pasien HIV/AIDS yang terbanyak
yang digunakan adalah Tripel FDC sebanyak 26 (86,67%). Berdasarkan data
kepatuhan pasien HIV/AIDS yang menjalankanpengobatan memiliki
Kepatuhan Sedang yaitu sebanyak 16 (53,34%
G. Pengaruh Terapi Logo Dan Psikoedukasi Keluarga Terhadap Kepatuhan
Pengobatan Dan Makna Hidup Pada Ibu Rumah Tangga Dengan Hiv/Aids
Pembahasan :
Ketidakpatuhan pengobatan pada ibu rumah tangga dengan
HIV/AIDS setelah diberikan terapi logo mengalami penurunan secara
bermakna sebesar 17,31% dan setelah diberikan PEK mengalami penurunan
secara bermakna sebesar 31,25%. Kombinasi terapi logo dan PEK lebih baik
menurunkan ketidakpatuhan pengobatan dibandingkan dengan hanya
diberikan terapi logo. Studi yang dilakukan Byrne (2011) menyebutkan
pemberian PEK pada klien dengan depresi dapat menurunkan skor depresi
dan memperpanjang waktu kambuh.
Ketidakpatuhan pengobatan yang dialami ODHA dapat menurunkan
kesehatan, fisik, psikologis dan harapan hidup ODHA (Basavaaraj, Navya &

35
Rashmi, 2010). Pada terapi logo responden diajarkan untuk mengungkapkan
masalah yang dialami baik itu fisik, psikologis maupun sosial selanjutnya
mengidentifikasi penyebab masalah dan harapan yang diinginkan serta
mengidentifikasi makna dari harapan sampai pada menghadirkan aktivitas
sehari-hari yang memberi makna dan responden diharapkan mampu
mengidentifikasi makna dari kegiatan yang dilakukannya sehari-hari. Tujuan
pemberian terapi logo menurut Pandia (2007) adalah untuk membangkitkan
“kemauan untuk bermakna” dalam diri individu. dengan logoterapi klien
didorong untuk menemukan makna dan tujuan hidup sehingga klien
mampu menghadapai kesukaran pada saat berada dalam kondisi yang
tidak memungkinkan beraktivitas dan berkreativitas sehingga individu
mampu menghadapi kondisi tersebut dan mengatasi masalah yang
dialaminya.
Psikoedukasi keluarga menurut Lukens (2015) adalah psikoterapi
yang fleksibel yang menggabungkan tehnik pendidikan dan terapi untuk
melayani orang-orang dengan masalah medis, kejiwaan dan permasalahan
hidup lainnya. Prinsip pelaksanaan psikoedukasi keluarga adalah
mengidentifikasi unsur – unsur yang mendasari pelaksanaannya diantaranya
yaitu (1) keterlibatan dan dukungan keluarga, (2) penekanan pada kepatuhan
pengobatan, (3) pemberian informasi yang spesifik tentang penyakit, (4)
startegi untuk manajemen gejala, (5) keterlibatan caregiver dari awal, (6)
akses ke intervensi krisis, (7) pemecahan masalah dan manajemen stress
keluarga, (8) strategi untuk membangun penerimaan keluarga dan (9)
kontinuitas pelayanan dan perawatan. Karena fleksibilitas dan modelnya
sehingga psikoedukasi keluarga termasuk psikoterapi efektif yang dapat
diberikan pada keluarga dengan ODHA.
Makna hidup pada ibu rumah tangga dengan HIV/AIDS setelah
diberikan terapi logo mengalami penurunan secara bermakna sebesar
18,07 % dan setelah diberikan PEK mengalami penurunan secara
bermakna sebesar 22,14%. Kombinasi terapi logo dan PEK dapat
meningkatkan makna hidup lebih baik dibandingkan dengan hanya terapi
logo. Frankl (2006) mengembangkan pendekatan terapi yang disebut

36
terapi logo hal ini didasari bahwa masalah psikologis yang paling sulit yang
dihadapi orang di dunia modern adalah kekosongan eksistensial karena
kurangnya makna dalam hidup. Penelitian Kamae, Weisani & Sadatizadeh
(2014) didapatkan hasil terapi logo meningkatkan harapan hidup dan
mengurangi pikiran untuk bunuh diri pada wanita dengan HIV/AIDS.
Kesimpulan :
Kombinasi terapi logo dan PEK memberikan penurunan secara
bermakna pada ketidakpatuhan pengobatan dan makna hidup pada ibu
rumah tangga dengan HIV/AIDS dibandingkan hanya diberikan terapi logo.
Perawat spesialis keperawatan jiwa hendaknya dapat menjadikan terapi logo
dan psikoedukasi keluarga sebagai salah satu kompetenasi yang harus ada
dalam pelayanan kesehatan jiwa di masyarakat.
H. Perilaku Pencegahan Hiv/Aids Masyarakat Desa Waru
Pembahasan :
Usia
Pada penelitian ini memiliki jumlah keseluruhan 81 responden yang
terdiri dari dewasa muda 52 responden (64,2%) dan dewasa menengah 29
responden (35,8%). Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan bahwa rerata
pengetahuan pada usia dewasa muda sebanyak 14,36% dan dewasa menengah
sebanyak 12,48%. Rerata sikap pada usia dewasa muda sebanyak 58,13% dan
dewasa menengah sebanyak 55,86%. Rerata praktik pada usia dewasa muda
sebanyak 36,00 dan dewasa menengah sebanyak 35,86%. Menurut
Notoatmodjo (2011) usia mempengaruhi terhadap pola pikir seseorang.
Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan
pola pikir, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Hasil
penelitian yaitu bahwa umur dewasa muda lebih memahami tentang
pengetahaun, sikap dan praktik pencegahan HIV/AIDS dibandingkan dewasa
menengah.
Jenis kelamin
Pada penelitian ini memiliki jumlah keseluruhan 81 responden yang terdiri
dari laki-laki 43 responden (53,1%) dan perempuan 38 responden (46,9%).
Perbedaan masyarakat menurut jenis kelamin perempuan dan laki-laki sangat

37
terlihat bahwa laki-laki lebih mendomisili dari jumlah masyarakat di Desa
Waru. Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan bahwa rerata pengetahuan
jenis kelamin laki-laki sebanyak 13,79% dan perempuan 13,57%. Rerata
sikap jenis kelamin laki-laki sebanyak 57,30% dan perempuan 57,34%.
Rerata praktik jenis kelamin laki-laki sebanyak 36,04% dan perempuan
sebanyak 35,86%. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Oktarina, dkk
(2009) menyatakan bahwa jenis kelamin mempunyai hubungan dengan
tingkat pengetahuan seseorang. Laki-laki lebih mudah mendapatkan
pengetahuan maupun informasi tertentu karena lebih sering berada di luar
rumah. Berbeda dengan hal tersebut, jenis kelamin tidak mempunyai
hubungan yang bermakna terkait dengan kejadian leptospirosis (Okatini,
2007).
Pendidikan
Penelitian ini memiliki jumlah keseluruhan 81 responden yang terdiri dari
pendidikan SMA sebanyak 40 orang (49,4%), yang berpendidikan SMP
sebanyak 19 orang (23,5%), yang berpendidikan S1, S2, S3 dan D3 sebanyak
18 orang (22,2%) dan yang berpendidikan SD sebanyak 4 orang (4,9%).
Maka hasil penelitian ini bahwa pendidikan perguruan tinggi lebih mudah
memehami pengetahuan sikap dan praktik pencegahan HIV/AIDS.
Sedangkan jumlah pendidikan terbanyak pada responden adalah SMA.
Pengetahuan seseorang juga dipengaruhi oleh informasi dari penyuluhan
kesehatan oleh kader Desa Waru. Pengetahuan seseorang juga dipengaruhi
oleh tingkat pendidikannya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
sebagian besar pendidikan responden adalah SMA 40 orang (49,4%),
walaupun demikian ada 4 orang (4,9%) yang pendidikan SD yang setingkat
dengan pendidikan dasar ini ternyata responden penelitian telah mampu
memahami konsep dasar HIV/AIDS.

Pekerjaan
Pada penelitian ini jumlah keseluruhan 81 responden berdasarkan pekerjaan
terdiri dari bidan 2 responden (2,1%), dosen 1 responden (1,2%), guru 6
responden (7,4%), ibu rumah tangga 19 responden (23,4%), kepala desa 1

38
orang (1,2%), perangkat desa 5 responden (6,2%), perawat 3 responden
(3,7%), polisi 2 responden (2,5%), swasta 37 responden (4,5%), tani
sebanyak 5 responden (6,2%). Menurut Notoatmodjo (2011) pekerjaan adalah
suatu aktivitas yang dilakukan sehari- hari, jenis pekerjaan yang dilakukan
dapat dikategorikan adalah tidak bekerja, wiraswasta, pegawai negeri, dan
pegawai swasta dalam semua bidang pekerjaan pada umumnya diperlukan
adanya suatu hubungan sosial yang baik. Pekerjaan dimiliki peranan
penting dalam menentukan kualitas manusia, pekerjaan membatasi
kesenjangan antara informasi kesehatan dan praktik yang memotifasi
seseorang untuk memperoleh informasi dan berbuat
sesuatu untuk menghindari masalah kesehatan.
Kesimpulan :
Berdasarkan hasil proses penelitian dan hasil yang sudah dijelaskan dapat
disimpulkan bahwa
perilaku pencegahan HIV/AIDS masyarakat desa Waru berdasar
indikator usia, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan secara berurutan
skor rerata tertinggi pada sikap, praktik dan pengetahuan.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

39
AIDS adalah singkatan dari Acquired imune deficiency syndrome
yaitu menurunnya daya tahan tubuh terhadap berbagai penyakit karena
adanya infeksi virus HIV (human Immunodeficiency virus). Antibodi HIV
positif tidak diidentik dengan AIDS, karena AIDS harus menunjukan adanya
satu atau lebih gejala penyakit skibat defisiensi sistem imun selular.
HIV dan AIDS dapat menyerang siapa saja. Namun pada kelompok
rawan mempunyai risiko besar tertular HIV penyebab AIDS, yaitu :
1. Orang yang berperilaku seksual dengan berganti-ganti pasangan
2. Pengguna narkoba suntik
3. Pasangan seksual pengguna narkoba suntik
4. Bayi yang ibunya positif HIV
Penularan HIV/AIDS:
1. Hubungan seksual (anal, oral, vaginal) yang tidak terlindungi (tanpa
kondom) dengan orang yang telah terinfeksi HIV.
2. Jarum suntik/tindik/tato yang tidak steril dan dipakai bergantian
3. Mendapatkan transfusi darah yang mengandung virus HIV
4. Ibu penderita HIV Positif kepada bayinya ketika dalam kandungan, saat
melahirkan atau melalui air susu ibu (ASI).

DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, M. Y. R., & Aisah, S. (2018). Perilaku Pencegahan Hiv/Aids


Masyarakat Desa Waru. Prosiding Seminar Nasional Mahasiswa
Unimus, Vol 1.

40
Claudia, R. O., Rahmawati, D., & Fadraersada, J. (2018). Gambaran
Karakteristik, Pola Pengobatan Dan Kepatuhan Pasien Hiv/Aids Di
Kota Samarinda. Proceeding Of The 8th Mulawarman
Pharmaceuticals Conferences.

Efendi, Y., & Mufidah, A. (2018) Gerakan Masyarakat Peduli Hiv/Aids (Gemas
Hiv/Aids). Jurnal Pengabdian Masyarakat, Vol 1 No 2.

Kemenkes RI. 2016. InfoDATIN: Situasi Penyakit HIV/AIDS di Indonesia.


Jakarta: Pusdatin Kemenkes RI diakses dari
https://pusdatin.kemkes.go.id/article/view/17020100001/situasi-
penyakit-hiv-aids-di-indonesia.html

Machdum, S. V., & Sugiarto, E. (2015). Dinamika Program Penanggulangan Hiv


Dan Aids Di Komunitas (Studi Kasus: Proses Persiapan Dan
Implementasi Community Organizer Di Jakarta Utara). Jurnal Ilmu
Kesejahteraan Sosial, 116-132.

Pratama, M. Y., & Gurning, F. P. (2019). Analisis Implementasi Kebijakan


Pencegahan Dan Penanggulangan Hiv/Aids Di Puskesmas Helvetia
Kota Medan. Indonesian Trust Health Journal, Vol 2 No 2.

Ria Maria Theresa, R. M., Nugrohowati, N., & Pramesyanti, A. (2019). Promosi
Kesehatan Pencegahan Dan Penanggulangan Penyakit Hiv/Aids Di
Karang Taruna X Dan Y Cinere, Depok. Jurnal Bakti Masyarakat
Indonesia, 55-61.

Titi Sri Suyanti1, T. S., Keliat, B. A., Novy Helena C. Daulima, N. H. C. (2017).
Pengaruh Terapi Logo Dan Psikoedukasi Keluarga Terhadap
Kepatuhan Pengobatan Dan Makna Hidup Pada Ibu Rumah Tangga
Dengan Hiv/Aids. Jurnal Keperawatan.

Widayati, N., & Murtaqib. (2016). Identifikasi Status Psikologis Sebagai Upaya
Pengembangan Model Rehabilitasi Klien Hiv/Aids Berbasis
Komunitas. Nurseline Journal, 90-99.

41

Anda mungkin juga menyukai