Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH IBU NIFAS DENGAN HIV/AIDS

BAB I
PENDAHULUAN

I . LATAR BELAKANG
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah suatu penyakit yang
ditimbulkan sebagai dampak berkembang biaknya virus HIV (Human
Immunodeficiency Virus) didalam tubuh manusia, yang mana virus ini menyerang
sel darah putih (sel CD4) sehingga mengakibatkan rusaknya sistem kekebalan
tubuh. Hilangnya atau berkurangnya daya tahan tubuh membuat si penderita
mudah sekali terjangkit berbagai macam penyakit termasuk penyakit ringan
sekalipun.
Infeksi dapat terjadi kapan saja . Meminum air susu dari ibu yang terinfeksi dapat
juga mengakibatkan infeksi pada si bayi. Ibu yang HIV-positif sebaiknya tidak
memberi ASI kepada bayinya.
Seseorang yang terinfeksi HIV perlu waktu berbulan-bulan atau bertahun-tahun
untuk menderita AIDS. Ibu hamil bisa tertular HIV melalui hubungan seksual
dengan pasangan/suami pengidap HIV, dapat juga melalui transfusi darah yang
terinfeksi HIV, atau penggunaan obat-obat terlarang melalui jarum suntik. Ibu
hamil yang terinfeksi HIV dapat menularkannya pada bayi yang dikandungnya
melalui plasenta pada masa kehamilan, pada saat proses persalinan, serta melalui
ASI pascapersalinan.
Pemberian ASI adalah mekanisme penularan utama pada periode pascapersalinan.
Risiko penularan vertikal dari ibu ke janin berbanding lurus dengan konsentrasi
virus dalam darah ibu (maternal viral load).

II. IDENTIFIKASI MASALAH


1. Bagaimana pengkajian pada ibu nifas dengan HIV/AIDS?
2. Bagaimana interpretasi data pada ibu nifas dengan HIV/AIDS?
3. Diagnosa potensial apa yang bisa terjadi pada ibu nifas dengan HIV/AIDS?
4. Apa tindakan segera yang boleh dilakukan pada ibu nifas dengan HIV/AIDS ?
5. Apa saja perencanaan asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan HIV/AIDS ?
6. Apa saja pelaksanaan asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan HIV/AIDS?
7. Bagaimana evaluasi pada ibu nifas dengan HIV/AIDS?

III. TUJUAN UMUM dan TUJUAN KHUSUS


• Tujuan umum : mampu melaksanakan Asuhan Kebidanan pada ibu nifas dengan
HIV/AIDS
• Tujuan khusus :
o Dapat melakukan pengkajian data pada ibu nifas dengan HIV/AIDS
o Dapat menentukan interpretasi data pada ibu nifas dengan HIV/AIDS
o Dapat menentukan Diagnosa potensial yang bisa terjadi pada ibu nifas dengan
HIV/AIDS
o Dapat melakukan tindakan segera pada ibu nifas dengan HIV/AIDS
o Dapat membuat perencanaan asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan HIV/AIDS
o Dapat melaksanakan apa saja yang telah direncanakan dalam asuhan kebidanan
pada ibu nifas dengan HIV/AIDS
o Dapat melakukan evaluasi pada ibu nifas dengan HIV/AIDS

IV. MANFAAT
1. Mahasiswa mengetahui apa itu HIV/AIDS.
2.  Mahasiswa mampu melakukan Asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan
HIV/AIDS

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN
AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) adalah sindrom gejala penyakit
infeksi oportunistik atau kanker tertentu akibat menurunnya sistem kekebalan
tubuh oleh infeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus)
AIDS merupakan bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai dan kelainan ringan
dalam respon imun tanpa tanda dan gejala yang nyata hingga keadaan
imunosupresi dan berkaitan dengan berbagai infeksi yang dapat membawa
kematian dan dengan kelainan malignitas yang jarang terjadi. (Centre for Disease
Control and Prevention)

PATOFISIOLOGI
Virus AIDS menyerang sel darah putih ( limfosit T4 ) yang merupakan sumber
kekebalan tubuh untuk menangkal berbagai penyakit infeksi. Dengan memasuki
sel T4 , virus memaksa limfosit T4 untuk memperbanyak dirinya sehingga
akhirnya menurun, sehingga menyebabkan tubuh mudah terserang infeksi dari luar
(baik virus lain, bakteri, jamur atau parasit). Hal ini menyebabkan kematian pada
orang yang terjangkit HIV / AIDS. Selain menyerang limfosit T4, virus AIDS juga
memasuki sel tubuh yang lain, organ yang sering terkena adalah otak dan susunan
saraf lainnya. AIDS diliputi oleh selaput pembungkus yang sifatnya toksik
( racun ) terhadap sel, khususnya sel otak dan susunan saraf pusat dan tepi lainnya
yang dapat menyebabkan kematian sel otak. Masa inkubasi dan virus ini berkisar
antara 6 bulan sampai dengan 5 tahun, ada yang mencapai 11 tahun, tetapi yang
terbanyak kurang dari 11 tahun.


BAB III
PEMBAHASAN
PERIODE PASCAPARTUM

Hanya sedikit diketahui tentang kondisi klinis wanita yang terinfeksi HIV selama
periode pascapartum. Walaupun periode pascapartum awal tidak signifikan,
follow-up yang lebih lama menunjukkan frekuensi penyakit klinis yang tinggi pada
ibu yang anaknya menderita penyakit. Konseling tentang pengalihan pengasuhan
anak dibutuhkan jika orang tua tidak lagi mampu merawat diri mereka.
Terlepas dari apakah infeksi terdiagnosis, roses keperawatan diterapkan dengan
cara yang peka terhadap latar belakang budaya individu dan dengan menjunjung
nilai kemanusiaan. Infeksi HIV merupakan suatu peristiwa biologi, bukan suatu
komentarmoral. Sangat penting untuk diingat, ditiru, dan diajarkan bahwa reaksi
(pribadi) terhadap gaya hidup, praktik, atau perilaku tidak boleh mempengaruhi
kemampuan perawat dalam member perawatan kesehatan yang efektif, penuh
kasih sayang, dan obyektif kepada semua individu.

Bayi baru lahir dapat bersama ibunya, tetapi tidak boleh disusui. Tindakan
kewaspadaan universal harus diterapkan, baaik untuk ibu maupun bayinya,
sebagaimana yang dilakukan pada semua pasien. Wanita dan bayinya dirujuk ke
tenaga kesehatan yang berpengalaman dalam terapi AIDS dan kondisi terkait.

Penularan
Transmisi lain terjadi selama periode post partum melalui ASI, resiko bayi tertular
melalui ASI dari ibu yang positif sekitar 10%

Penatalaksanaan
Pengalaman program yang signifikan dan bukti riset tentang HIV dan pemberian
makanan untuk bayi telah dikumpulkan sejak rekomendasi WHO untuk pemberian
makanan bayi dalam konteks HIV terakhir kali direvisi pada tahun 2006. Secara
khusus, telah dilaporkan bahwaantiretroviral (ARV) intervensi baik ibu yang
terinfeksi HIV atau janin yang terpapar HIVsecara signifikan dapat mengurangi
risiko penularan HIV pasca kelahiran melalui menyusui. Bukti ini memiliki
implikasi besar untuk bagaimana perempuan yang hidup dengan HIV mungkin
dapat memberi makan bayi mereka, dan bagaimana para pekerja kesehatan harus
nasihati ibu-ibu ini. Bersama-sama, intervensi ASI dan ARV memiliki potensi
secara signifikan untuk meningkatkan peluang bayi bertahan hidup sambil tetap
tidak terinfeksi HIV.
Meskipun rekomendasi 2010 umumnya konsisten dengan panduan sebelumnya,
mereka mengakui dampak penting dariARV selama masa menyusui, dan
merekomendasikan bahwa otoritas nasional di setiap negarauntuk memutuskan
praktik pemberian makan bayi, seperti menyusui yaitu dengan intervensi
ARVuntuk mengurangi transmisi atau menghindari menyusui, harus dipromosikan
dan didukung oleh layanan Kesehatan Ibu dan Anak mereka. Hal ini berbeda
dengan rekomendasi sebelumnya di mana petugas kesehatan diharapkan untuk
memberikan nasihat secara individual kepada semua ibu yang terinfeksi HIV
tentang berbagai macam pilihan pemberian makanan bayi, dan kemudian ibu-ibu
dapat memilih cara untuk pemberian makanan bayinya.
Dimana otoritas nasional mempromosikan pemberian ASI dan ARV, ibu yang
diketahui terinfeksi HIV sekarang direkomendasikan untuk menyusui bayi mereka
setidaknya sampai usia 12 bulan. Rekomendasi bahwa makanan pengganti tidak
boleh digunakan kecuali jikadapat diterima, layak, terjangkau, berkelanjutan dan
aman (AFASS) .


BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN
AIDS merupakan bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai dan kelainan ringan
dalam respon imun tanpa tanda dan gejala yang nyata hingga keadaan
imunosupresi dan berkaitan dengan berbagai infeksi yang dapat membawa
kematian dan dengan kelainan malignitas yang jarang terjadi. (Centre for Disease
Control and Prevention)
Bayi baru lahir dapat bersama ibunya, tetapi tidak boleh disusui. Tindakan
kewaspadaan universal harus diterapkan, baaik untuk ibu maupun bayinya,
sebagaimana yang dilakukan pada semua pasien. Wanita dan bayinya dirujuk ke
tenaga kesehatan yang berpengalaman dalam terapi AIDS dan kondisi terkait.

Transmisi lain terjadi selama periode post partum melalui ASI, resiko bayi tertular
melalui ASI dari ibu yang positif sekitar 10%
SARAN
Semoga Makalah ini dapat berguna bagi penyusun dan pembaca. Kritik dan saran
sangat diharapkan untuk pengerjaan berikutnya yang lebih baik

HIV adalah virus RNA dari subfamili retrovirus. Infeksi HIV dapat menimbulkan
defisiensi kekebalan tubuh sehingga menimbulkan gejala berat yang disebut
dengan AIDS (acquired immunodeficiency syndrome). Pada tahun 2000, WHO
memperkirakan 1,5 juta anak terinfeksi HIV, dan diantara penderita AIDS dewasa,
30% adalah ibu, termasuk ibu hamil. Di Amerika Serikat 0,17% ibu hamil sero
positif HIV I dengan angka penularan pada bayi nya sekitar 14-40%. Di Eropa
angka penularan dari ibu ke bayi adalah 13-14%. 

Penularan dari ibu pada bayinya lebih progresif daripada pada anak. Di antar bayi-
bayi yang mengalami penularan secara vertikal dari ibu, 80% menunjukkan gelaja
pada usia 2 tahun. Sekitar 23% anak menunjukkan gambaran klinis AIDS pada
usia 1 tahun dan 40%nya setelah usia 4 tahun.

Beberapa langkah pencegahan yang dapat dilakukan adalah :

 Mencegah penularan yang paling berbahaya, yaitu melalui percampuran


darah ibu resiko tinggi dan bayi melalui plasenta, terutama bila ada
korioamnionitis. Bila terjadi ketuban pecah dini, semakin lama resiko
semakin tinggi.
 Mencegah penularan melalui tranfusi darah.
 Menghindari pemberian ASI dari ibu HIV. ASI dari ibu HIV berperan
sebagai sumber penularan pascanatal terutama melalui kolostrum.
Kemungkinan penularan melalui ASI sangat besar, terutama pada ibu-ibu
menderita HIV beberapa bulan setelah melahirkan.

Diagnosis bayi dengan ibu menderita HIV dapat ditergakkan berdasarkan (1)
dugaan infeksi berdasarkan gejala klinis dan resiko tertular pada daerah
dengan prevalensi tinggi, (2) tes serologi.
Pemeriksaan Penunjang yang disarankan adalah :

1. Antibodi HIV : Pada anak > 18 bulan dinyatakan positif bila Ig G anti-HIV
(+) dengan pemeriksaan ELISA dan blot. Pada bayi < 18 bulan bila hasil
positif (+) masih diragukan karena masih terdapat antibodi transplasenta dari
ibu.
2. Uji virologi untuk neonatus dengan pemeriksaan PCR, uji HIV dan deteksi
antigen P24. Uji tersebut mendeteksi HIV pada 50% neonatus atau >95%
bayi umur 3-6 bulan

 Bagaimana cara perawatan bayi dengan resiko terinfeksi HIV???

Secara Umum :

 Lakukan perawatan seperti bayi lain pada umumnya.


 Berikan perhatian untuk mencegah infeksi
 Bayi tetap diberi imunisasi rutin
 Jaga kerahasiaan ibu dan keluarga.

Terapi Antiretroviral :
Tanpa pemberian antiretroviral, 25% bayi pada ibu dengan HIV positif akan
tertular sebelum dilahirkan atau selama proses persalinan dan 15% nya tertular
melalui ASI.

Obati bayi dan ibu sesuai dengan protokol dan kebijakan yang ada.

Misalnya : 

 Bila ibu sudah mendapat AZT (Zidovudin) 4 minggu sebelum melahirkan,


maka berikan AZT 2mg/kgbb per oral setiap 6 jam selama 6 minggu.
 Bila ibu sudah mendapat nevirapin dosis tunggal selama persalinan. Segera
berikan nevirapin dalam suspensi 2mg/kgbb per oral.
Pemberian ASI

Berikan konseling pada ibu mengenai pemberian ASI, terangkan mengenai


penularan melalui ASI dan jelaskan mengenai kerugian pemberian susu formula. 

Berikan kebebasan pada ibu untuk memilih langkah selanjutnya. 

Tawarkan cara lain dalam pemberian ASI, misalnya anak diberikan ASI perasan
dari ibu yang tidak menderita HIV. 

Berikan penjelasan mengenai cara dan waktu pemberian susu formula pada anak.

Sarankan pada ibu untuk melakukan kunjungan ulang.

Anda mungkin juga menyukai