Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bagi Ibu yang sedang hamil atau menyusui sebaiknya hati-hati dalam
mengkonsumsi obat-obatan yang mungkin dapat menghilangkan keluhan sakit
seorang tapi, mungkin obat tersebut dapat berbahaya bagi janin maupun bayi yang
dikandung oleh ibu tersebut. Apapun yang Anda makan akan mempengaruhi janin
dan bayi Anda termasuk apapun yang anda oleskan diluar tubuh Anda. Dalam sebuah
seminar dikatakan sekitar 60% ibu hamil dan menyusui menggunkan obat-obatan
atau suplemen, banyak yang mengkonsumsinya pada trimenster pertama kehamilan.
Hal ini sangat berbahaya karena pada periode tersebut terjadi proses pembentukan
organ (organosenesis). Zat aktif obat dapat masuk ke peredaran darah janin dan
mempengaruhi proses pembentukan organ tersebut yang akhirnya akan menyebkan
terjadinya kecacatan karena terganggunya proses tersebut.
Penggunaan obat sembarang pun, termasuk obat yang dijual bebas sebaiknya
dihindari oleh ibu menyusui, karena obat yang dikonsumsi ibu diseskresikan
memlalui ASI yang diminum bayi sehingga menyebabkan kadar obar dalam tubuh
ibu sama dengan kadar obat adlam tubuh bayi. Tentunya hal ini akan sangat
membahayakan bagi si bayi.
Tidak semua obat berbahaya. Ada beberapa jenis obat yang terbukti cukup
aman dikonsumsi baik selama hamil maupun selama menyusui. Diperlukan
pemahaman mengenai obat yang relatif aman dan tidak aman agar seorang ibu bisa
menghindarinya selama periode kehamilan dan menyusui. Dengan demikian ibi hamil
dan janin tidak dirugikan.
Penggunaan obat selama kehamilan merupakan suatu masalah khusus. Selama
beberapa dekade diperkirakan bahwa plasenta berfungsi sebagai rintangan (barrier)
yang melindungi janin terhadap efek merugikan dari obat-obat. Tetapi ternyata bahwa
kebanyakan obat dapat secara pasif menembus atau ditranspor secara aktif melalui
plasenta. Hal ini terbukti secara drastis dan menyedihkan oleh peristiwa tali-domida
pada permulaan tahun 1960, bahwa pengaruh suatu obat terhadap janin selama masa
kritis dari perkembangannya dapat mengakibatkan efek fisik pada organ-organ
tertentu. Periode intra-uterin selama 2 pekan sampai tiga bulan merupakan masa
perkembangan; janin yang sangat peka terhadap efek obat yang dapat mengakibatkan
malformasi, karena pada masa inilah terbentuknya organ-organ utama.

1.2 Tujuan
a. Mahasiawa dapat mengetahui tentang pengaruh obat-obatan di dalam
kehamilan.
b. Mahasiawa dapat mengetahui tentang teratigenesis pada wanita hamil.
c. Mahasiawa dapat mengetahui tentang proses atau cara menentukan keamanan
obat selama kehamilan.
d. Mahasiawa dapat mengetahui tentang aturan atau cara pemakaian obat.
e. Mahasiawa dapat memahami tentang efek penggunaan obat dari penyakit si
ibu.
f. Mahasiawa dapat mengetahui tentang jenis-jenis obat pada wanita hamil.
g. Mahasiawa dapat memahami tentang cara pemilihan obat saat kehamilan.
h. Mahasiawa dapat mengetahui tentang obat-obatan yang perlu dihindari selama
kehamilan dan menyusui.
i. Mahasiawa dapat mengetahui pengaruh obat pada janin.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Obat-obatan di dalam kehamilan yang dapat mempengaruhi janin


Apapun yang seorang wanita hamil makan atau minum dapat memberikan
pengaruh pada janinnya. Seberapa banyak jumlah obat yang akan terpapar ke janin
tergantung dari bagaimana obat tersebut diabsorpsi (diserap), volume distribusi,
metabolisme, dan ekskresi (pengeluaran sisa obat). Penyerapan obat dapat melalui
saluran cerna, saluran napas, kulit, atau melalui pembuluh darah (suntikan intravena).
Kehamilan sendiri mengganggu penyerapan obat karena lebih lamanya pengisian
lambung yang dikarenakan peningkatan hormon progesteron. Volume distribusi juga
meningkat selama kehamilan, estrogen dan progesteron mengganggu aktivitas enzim
dalam hati sehingga berpengaruh dalam metabolisme obat. Ekskresi oleh ginjal juga
meningkat selama kehamilan.
Faktor lain yang juga mempengaruhi adalah seberapa banyak obat melalui
plasenta (jaringan yang melekat pada rahim dan menyediakan nutrisi atau sebagai
penyaring zat-zat berbahaya bagi janin). Obat yang larut dalam lemak lebih mudah
melalui plasenta dibandingkan obat yang larut dalam air. Obat-obat dengan berat
molekul besar lebih sulit melalui plasenta. Jumlah obat yang terikat pada plasma
protein mempengaruhi jumlah obat yang dapat melalui plasenta.
Selain itu spesifisitas, dosis, waktu pemberian, fisiologi ibu, embriologi, dan
genetik juga dapat mempengaruhi. Spesifisitas dimaksudkan bahwa obat yang
berbahaya untuk janin di satu spesies belum tentu berbahaya bagi spesies lainnya,
begitu juga sebaliknya (hewan ke manusia dan sebaliknya). Dosis yang dipakai juga
penting, dosis kecil mungkin tidak memiliki pengaruh apapun, dosis sedang
menyebabkan kecacatan, dan dosis tinggi dapat menyebabkan kematian. Waktu
pemberian berkaitan dengan kelainan organ-organ. Paparan obat teratogen
(menyebabkan kecacatan) pada minggu ke 2 – 3 setelah pembuahan tidak memiliki
efek atau menimbulkan abortus (all or nothing). Periode yang rentan dengan
gangguan pembentukan organ berada pada minggu ke 3 – 8 setelah pembuahan atau
10 minggu dari periode menstruasi terakhir. Setelah periode ini, pertumbuhan janin
ditandai dengan pembesaran organ-organ pada minggu 10 – 12. Gangguan pada
periode ini dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan atau gangguan di sistem
saraf dan alat reproduksi.
Sesungguhnya semua obat dapat melalui plasenta dalam jumlah tertentu,
kecuali obat-obat dengan ion organik yang besar seperti heparin dan insulin. Transfer
plasenta aktif harus dipertimbangkan. Terapi obat tidak perlu dihentikan selama
menyusui karena jumlah yang larut di dalam ASI tidak terlalu signifikan.
Obat-obatan untuk mengatasi influenza memang banyak dijual di pasaran.
Umumnya, obat ini mengandung atau merupakan kombinasi beberapa macam obat
penghilang gejala seperti antidemam, antinyeri, antihistamin, dan dekongestan
(menghilangkan sumbatan), antibatuk, pengencer dahak, dan sebagainya. Padahal,
mungkin saja ada yang pilek tanpa disertai demam, ada yang hidungnya tersumbat
tapi kepala tidak pusing dan otot-otot tidak nyeri. Belum lagi alasan apakah
kandungannya aman dikonsumsi. Lantaran itu, untuk menghapus seluruh keraguan,
sebaiknya konsultasikan setiap keluhan atau obat bebas yang ingin digunakan kepada
dokter. Yang penting lagi, selain mengonsumsi obat di bawah pengawasan dokter,
untuk mengatasi flu, ibu juga perlu beristirahat dan menyantap makanan bergizi,
jangan lupa buah-buahan, terutama yang mengandung vitamin C, untuk
mempertinggi daya tahan tubuh. Dengan begitu, ibu tetap dapat melakukan aktivitas
dan kehamilan bisa berjalan baik tentunya.
Pada dasarnya, influenza adalah self limiting disease (SLD) yang akan sembuh
dengan sendirinya, kecuali bila ada komplikasi berat yang menyertainya. Karena
bersifat SLD, usaha untuk meningkatkan kekebalan tubuh dengan beristirahat dan
makan makanan bergizi cukup dapat menghambat infeksi influenza.
Barulah jika setelah lebih dari 5 hari gejala flu masih mengganggu, obat akan
digunakan untuk meredakannya. Pemberian antibiotik dipakai untuk mencegah
infeksi sekunder/penyerta pada penderita flu. namun, antibiotik tidak rutin diberikan
kepada ibu hamil. Itu pun, harus dikonsultasikan dahulu dengan dokter kandungan.

2.2 Teratogenesis pada wanita hamil


Didefinisikan sebagai disgenesis (pembentukan keliru) dari organ-organ janin
secara ftruktural maupun fungsional (misalnya fungsi otak). Manifestasi yang khas
dari leratogenesis berupa pertumbuhan yang terhambat atau kematian dari janin,
karsitiogenesis dan malformasi struktur organ maupun fungsinya.
Merupakan pedoman emas bahwa semua obat harus dihindarkan selama
kehamilan, terkecuali ada sebab-sebab yang mendesak untuk penggunaannya. Dalam
hal ini harus dipertimbangkan dengan seksama benefitnya bagi ibu terhadap risiko
potensial bagi janin. Lagipula keamanan dari kebanyakan obat belum dapat
dipastikan secara mutlak, karena efeknya mungkin baru tampak setelah beberapa
tahun setelah kelahiran. Oleh karena ini penelitian-penelitian jangka panjang semakin
penting, karena ternyata bahwa efek jangka panjang dari obat-obat teratogen terhadap
perkembangan saraf (neurobehavioral development) dapat lebih parah daripada
kelainan-kelainan strukrural. Dalam hal ini dapat disebut beberapa obat yang
mempengaruhi perkembangan otak seperti karbamazepin, isotretinoin, fenitoin, asam
valproat dan warfarin (Tabel A).

2.3 Proses untuk menentukan keamanan obat selama kehamilan


Tiap tahun banyak sekali obat baru disalurkan ke pasaran, tetapi data mengenai
efek-efeknya terhadap janin pada umumnya masih sangat terbatas pada saat
pemasaran. Pedoman pertama yang dipegang adalah penelitian terhadap binatang
percobaan. Ternyata bahwa obat-obat yang memiliki sifat teratogen pada manusia
dapat menyebabkan efek-efek teratogen yang sama pada hewan percobaan. Tetapi
ada pula obat-obat yang memiliki efek teratogen pada hewan bila diberikan dalam
dosis tinggi, tetapi tidak bersifat teratogen pada manusia bila diberikan dalam dosis
klinis. Dalam peristiwa talidomid justru terjadi kebalikannya, yakni hanya dosis
tinggi bersifat teratogen pada hewan, sedangkan pada manusia ternyata dosis rendah
pun sudah menimbulkan cacat pada janin.
Dosis tinggi dari glukokortikoid atau benzodiazepin dapat mengakibatkan bibir
sumbing pada hewan, tetapi dalam dosis klinis tidak memberikan efek demikian pada
manusia. Juga senyawa salisilat dapat mengakibatkan malformasi pada hewan tetapi
tidak pada manusia. Dari peristiwa-peristiwa ini dapat ditarik kesimpulan bahwa
penelitian pada hewan dapat mendeteksi efek teratogen, tetapi sulit untuk
mengekstrapolasi efek-efek ini pada manusia. Di samping percobaan pada hewan
beberapa usaha lain ditempuh untuk mengidentifikasi kemungkinan sifat teratogen,
antara lain dengan menelaah hasil-hasil monitoring obat (case reports dan penelitian-
penelitian epidemiologis). Untuk ini telah dibentuk suatu jenis pelayanan yang
disebut International Development of Teratology-information Services.

2.4 Aturan pemakaian obat pada ibu hamil


a. Sebelum memakai obat, atasi gejala penyakit dengan banyak beristirahat dan
makan makanan bergizi. Terutama pada trisemester pertama kehamilan yang
sangat rentan terhadap efek samping obat-obatan. Kalau pun harus
mengonsumsi obat, dapatkan dengan resep dokter.
b. Selama hamil, hindari penggunaan obat polifarmasi yaitu gabungan lebih dari
empat macam obat dalam satu racikan.
c. Cari tahu apakah obat yang akan dikonsumsi aman bagi ibu hamil dan janin
lewat catatan penggunaan produk yang dilampirkan dalam kemasan. Kalau
keterangan itu tidak ditemukan, mintalah keterangan dari apoteker atau
konsultasikan kepada dokter kebidanan dan kandungan.

2.5 Efek penggunaan obat dari penyakit si ibu


Dalam penentuan peran obat terhadap janin, jangan pula dilupakan bahwa
penyakit yang diderita si ibu dapat merupakan risiko pada janin. Misalnya ibu
penderita tekanan darah tinggi atau kanker lebih cenderung untuk bayinya menderita
pertumbuhan intra-uterin yang terhambat. Juga ibu hamil yang menderita epilepsi
atau diabetes condong untuk melahirkan bayi dengan malformasi.

Jenis obat-obatan diantaranya adalah :

1. Antibiotik dan antiinfeksi lain


2. Obat-obatan untuk saluran napas bagian atas
3. Obat-obatan untuk gangguan pencernaan
4. Analgesik (anti nyeri)
5. Obat-obat gangguan psikiatri
6. Vitamin dan mineral
7. Obat-obatan Narkotik
8. Anti kejang
9. Obat sakit kepala
10. Obat anti kanker
11. Antikoagulan (pembekuan darah)
12. Obat Anti Hipertensi

2.6 Jenis-jenis obat yang aman dan tidak aman yang digunakan oleh wanita
hamil

1. Antibiotik dan antiinfeksi lain


a. Penisilin
Turunan penisilin, termasuk diantaranya amoksisilin dan ampisilin
memiliki batas keamanan yang cukup luas dan toksisitas (keracunan) yang sedikit
baik bagi ibu maupun janin. Penisilin adalah golongan ß-laktam yang menghambat
pembentukan dinding sel bakteri. Penisilin dipakai untuk berbagai macam infeksi
bakteri. Ampisilin dan amoksisilin baik untuk pengobatan infeksi saluran kemih.
Sefalosporin juga aman dan digunakan untuk pengobatan infeksi saluran kemih,
pielonefritis (infeksi ginjal), dan gonorea. Penisilin aman digunakan selama menyusui
b. Klindamisin
Klindamisin adalah golongan makrolida, digunakan pada infeksi bakteri
anaerob dan aman untuk wanita menyusui.
c. Tetrasiklin
Dapat mengakibatkan pewarnaan pada gigi janin.
d. Metronidazol
Metronidazol menghambat sintesis protein bakteri. Digunakan untuk
trikomonas dan bakterial vaginosis. Aman digunakan pada wanita menyusui.
e. Aminoglikosida
Aminoglikosida menghambat sintesis protein bakteri. Digunakan untuk
mengatasi pielonefritis (radang pada ginjal). Bila dikonsumsi wanita hamil dapat
menyebabkan ototoksisitas (gangguan pada telinga) yang berakibat gangguan
pendengaran. Aman pada bayi yang disusui karena hanya sedikit jumlah obat yang
melalui air susu
f. Trimetoprim-sulfametoksazol
Kombinasi ini (Bactrim) menghambat metabolisme asam folat dan baik
untuk mengobati infeksi saluran kemih. Beberapa penelitian mengemukakan bahwa
penggunaan bactrim pada triwulan pertama berkaitan dengan sedikit peningkatan
risiko kecacatan pada janin, terutama jantung dan pembuluh darah. Selain itu, bactrim
dapat menyebabkan hiperbilirubinemia (peningkatan kadar bilirubin pada tubuh)
sehingga berakibat kernikterus (kuning) pada bayi. Antibiotik ini aman untuk wanita
menyusui
g. Eritromisin
Eritromisin dan azitromisin menghambat sintesis protein bakteri. Dapat
digunakan pada wanita menyusui.
h. Antivirus
Acylovir tidak menimbulkan kecacatan pada janin berdasarkan penelitian pada
601 wanita hamil yang mengkonsumsi acyclovir. The Centers for Disease Control
and Prevention (CDC) merekomendasikan bahwa acyclovir aman digunakan pada
wanita hamil yang mengalami paparan terhadap penyakit yang disebabkan oleh virus
(herpes, hepatitis, varisela. cacar). Untuk tatalaksana penyakit HIV / AIDS
menggunakan NRTIs (zidovudin) dan NNRTIs aman dikonsumsi oleh wanita hamil.
Sedangkan Protease Inhibitor (Pis) belum diteliti lebih lanjut.
2. Obat-obatan untuk saluran napas bagian atas
Keluhan pada saluran pernapasan atas seperti rinore (hidung berair), bersin-
bersin, hidung tersumbat, batuk, sakit pada tenggorok diikuti dengan lemah dan lesu
adalah keluhan yang umum dimiliki oleh wanita hamil. Flu tersebut dapat disebabkan
oleh rinovirus, koronavirus, influenza virus, dan banyak lagi. Apabila keluhan ini
murni disebabkan oleh virus tanpa infeksi tambahan oleh bakteri maka terapi
menggunakan antibiotik tidak diperlukan. Obat-obatan yang paling sering digunakan
untuk mengurangi gejala yang terjadi diantaranya adalah :
a. Antihistamin
Antihistamin atau sering dikenal sebagai antialergi aman digunakan selama
kehamilan. Antihistamin yang aman termasuk diantaranya adalah klorfeniramin,
klemastin, difenhidramin, dan doksilamin. Antihistamin generasi II seperti loratadin,
setirizin, astemizol, dan feksofenadin baru memiliki sedikit data mengenai
penggunannnya selama kehamilan
b. Dekongestan
Dekongestan atau obat pelega sumbatan hidung adalah obat yang digunakan
untuk meredakan gejala flu yang terjadi. Dekongestan oral (diminum) diantaranya
adalah pseudoefedrin, fenilpropanolamin, dan fenilepinefrin. Pada triwulan pertama
pemakaian pseudoefedrin berkaitan dengan kejadian gastroschisis karena itu
sebaiknya dipikirkan alternatif penggunaaan dekongestan topikal (hanya
disemprotkan di bagian tertentu tubuh, hidung) pada triwulan pertama
c. Pereda Batuk
Kodein dan dekstrometorfan adalah obat pereda batuk yang paling umum
digunakan. Kebanyakan obat flu aman dikonsumsi selama menyusui. Asma
merupakan penyakit saluran pernapasan atas yang kronik (jangka waktu lama)
ditandai dengan peradangan pada saluran napas dan hipereaktivitas dari bronkus
(lendir banyak keluar). Terapi asma dimulai dengan mengurangi paparan terhadap
lingkungan yang membuat asma menjadi kambuh. Semua wanita hamil sebaiknya
memperoleh vaksinasi influenza. Obat-obatan asma diantaranya adalah :

o Glukokortikoid
Inhalasi glukokortikoid (cara pemasukan obat melalui pernapasan, diuap) dilaporkan
tidak menyebabkan kecacatan dan dapat digunakan selama menyusui. Glukokortikoid
sistemik (diminum dengan reaksi pada seluruh tubuh) meningkatkan risiko bibir
sumbing sebanyak 5 kali dari normal.

o Teofilin
Tidak menyebabkan kecacatan pada janin dan aman digunakan selama menyusui

o Sodium Kromolin
Tidak menyebabkan kecacatan pada janin dan aman digunakan selama menyusui
3. Obat-obatan untuk gangguan pencernaan
Keluhan pada saluran cerna merupakan keluhan yang umum pada wanita
hamil, termasuk diantaranya adalah mual, muntah, hiperemesis gravidarum,
intrahepatik kolestasis dalam kehamilan, dan Inflammatory Bowel Disease. Terapi
menggunakan obat diantaranya adalah :

 Antihistamin. Aman dikonsumsi oleh wanita hamil


 Agen antidopaminergik. Beberapa obat antidopaminergik seperti
proklorperazin, metoklopramid, klorpromazin, dan haloperidol aman
dikonsumsi oleh wanita hamil
 Obat-obatan lain. Antasid, simetidin, dan ranitidin aman dikonsumsi wania
hamil dan menyusui. Penghambat pompa proton tidak direkomendasikan
untuk wanita hamil. Misoprostol kontraindikasi untuk kehamilan
4. Analgesik
Analgesik atau dikenal dengan anti nyeri terbagi atas kategori antiinflamasi
nonsteroid dan kategori opioid.
a. Antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs)
Aspirin adalah golongan NSAIDs yang bekerja dengan menghambat enzim
untuk pembuatan prostaglandin. Perhatian lebih diperlukan pada konsumsi aspirin
melebihi dosis harian terendah karena obat ini dapat melalui plasenta. Pemakaian
aspirin pada triwulan pertama berkaitan dengan peningkatan risiko gastroschisis.
Dosis aspirin tinggi berhubungan dengan abruptio plasenta (plasenta terlepas dari
rahim sebelum waktunya). The World Health Organization (WHO) memiliki
perhatian lebih untuk konsumsi aspirin pada wanita menyusui.
Indometasin dan ibuprofen merupakan NSAIDs yang sering digunakan. NSAIDs
jenis ini dapat mengakibatkan konstriksi (penyempitan) dari arteriosus duktus fetalis
(pembuluh darah janin) selama kehamilan sehingga tidak direkomendasikan setelah
usia kehamilan memasuki minggu ke – 32. Penggunaan obat ini selama triwulan
pertama mengakibatkan oligohidramnion (cairan ketuban berkurang) atau
anhidramnion (tidak ada cairan ketuban) yang berkaitan dengan gangguan ginjal
janin. Obat ini dapat digunakan selama menyusui.
Asetaminofen banyak digunakan selama kehamilan. Obat ini dapat melalui
plasenta namun cenderung aman apabila digunakan pada dosis biasa. Asetaminofen
dapat digunakan secara rutin pada semua triwulan untuk meredakan nyeri, sakit
kepala, dan demam. Dapat digunakan untuk wanita menyusui.
b. Analgesik Opioid
Analgesik opioid adalah preparat narkotik yang dapat digunakan selama
kehamilan. Preparat narkotik ini dapat melalui plasenta namun tidak berkaitan dengan
kecacatan pada janin selama digunakan pada dosis biasa. Apabila penggunaan obat
ini dekat dengan waktu melahirkan, maka dapat menyebabkan depresi pernapasan
pada janin. Narkotik yang umum digunakan adalah kodein, meperidin, dan
oksikodon, semua preparat ini dapat digunakan ketika menyusui.

5. Obat-obat gangguan psikiatri


Depresi dan skizofrenia adalah gangguan psikiatri yang dapat ditemukan
selama periode reproduksi. Agen trisiklik seperti amitriptilin, desipramin, dan
imipramin digunakan untuk mengatasi depresi, kecemasan berlebih, gangguan
obsesif-kompulsif, migrain, dan masalah lain. Tidak ada bukti jelas yang menyatakan
adanya efek samping agen trisiklik pada wanita menyusui dan wanita hamil.
The Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRIs) termasuk di dalamnya fluoksetin
dan fluvoksamin tidak meningkatkan risiko kecacatan pada janin. Agen lain seperti
penghambat monoamin oksidase yang digunakan untuk mengatasi depresi belum
diteliti lebih lanjut mengenai keamanannya pada wanita hamil.
Obat untuk stabilisasi mood (mood stabilizers) seperti litium, asam valproat,
dan karbamazepin dinyatakan sebagai agen teratogen (berbahaya untuk janin). Litium
tidak direkomendasikan untuk wanita menyusui. Asam valproat dan karbamazepin
berhubungan dengan peningkatan risiko neural tube defects (gangguan pada saraf).
Obat untuk mengatasi kecemasan berlebih seperti benzodiazepin dapat meningkatkan
risiko bibir sumbing. Efek pada wanita menyusui belum diketahui namun perlu
diperhatikan lebih lanjut.
6. Vitamin dan Mineral
Konsumsi multivitamin dan mineral pada umumnya diberikan untuk wanita
hamil dari tenaga kesehatan. Sudah dibuktikan berdasarkan penelitian bahwa folat
dapat mengurangi kelainan saraf. Suplementasi besi dapat meningkatkan hematokrit
ketika melahirkan dan 6 minggu pasca melahirkan. Vitamin yang terbukti teratogen
adalah vitamin A ketika dikonsumsi lebih dari 10.000 IU/hari. Vitamin A dalam dosis
ini dapat menyebabkan kelainan saraf. Apabila digunakan sebagai suplementasi tidak
lebih dari 5000 IU/hari.
7. Obat-obatan narkotik
Narkotik termasuk di dalamnya adalah opiat, kokain, atau kanabinoid. Efek
narkotika adalah hambatan pertumbuhan janin, kematian janin dalam kandungan, dan
ketergantungan pada janin. Penggunaan kokain selama kehamilan dapat
meningkatkan risiko abruptio plasenta, ketuban pecah dini, dan bayi berat lahir
rendah. Amfetamin, obat yang digunakan untuk mengatasi depresi, dapat
meningkatkan risiko bibir sumbing. Penggunaan obat narkotik dengan suntikan
bersama dapat meningkatkan risiko Hepatitis B atau HIV/AIDS, dimana janin dapat
tertular oleh virus tersebut.
Sebagai tambahan, nikotin yang terkandung di dalam rokok juga dapat
menyebabkan bayi berat lahir rendah. Nikotin mengurangi aliran darah menuju
plasenta dan meningkatkan risiko kelahiran preterm, bayi berat lahir rendah, dan
kematian mendadak pada janin. Alkohol pada wanita hamil dapat menyebabkan
sindroma alkohol janin yang ditandai dengan perubahan kraniofasial (tulang kepala
dan wajah) dan gangguan kognitif. Tidak ada batas aman untuk konsumsi alkohol
selama kehamilan.
8. Anti Kejang
Epilepsi adalah penyakit gangguan saraf yang dapat terjadi selama
kehamilan. Semua obat antiepilepsi dapat melalui plasenta dan memiliki potensi
teratogen. Penelitian membuktikan bahwa obat antiepilepsi dapat menyebabkan cacat
bawaan. Fenitoin (Dilantin) dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin.
Karbamazepin dapat meningkatkan risiko spina bifida. Fenobarbital dapat
mengakibatkan kelainan jantung bawaan dan sumbing orofasial (bibir dan wajah).
Asam valproat memiliki risiko peningkatan 1-2% kelainan spina bifida. Obat
antiepilepsi diatas dapat digunakan selama menyusui.
9. Obat Sakit Kepala
Sakit kepala sering dialami selama kehamilan. Sumatriptan dapat digunakan
untuk mengobati sakit kepala dan tidak bersifat teratogen. Obat untuk migrain yaitu
ergotamin tidak memiliki sifat yang berbahaya bagi janin. Obat ini dapat merangsang
kontraksi rahim sehingga dapat menyebabkan prematur janin.
10. Obat anti kanker
Kanker yang paling sering dialami oleh wanita hamil adalah kanker payudara.
kanker leher rahim, limfoma, melanoma, leukimia (kanker darah), dan kanker usus
besar serta kanker indung telur. Obat kemoterapi seperti metotreksat dapat memiliki
potensi bahaya bagi janin. Obat ini dapat menyebabkan kecacatan pada janin bila
digunakan pada triwulan pertama. Selain itu, obat kemoterapi dapat masuk ke dalam
ASI sehingga menyusui tidak diperkenankan bagi ibu yang menggunakan obat
kemoterapi. Terapi pada wanita hamil dengan kanker harus didiskusikan dengan
tenaga kesehatan masing-masing.

11. Antikoagulan (anti pembekuan darah)


Tromboemboli (sumbatan pada pembuluh darah) merupakan salah satu
penyebab kematian tertinggi bagi wanita hamil dan setelah melahirkan. Antikoagulan
digunakan untuk mengatasi tromboemboli serta penyakit jantung akibat kelainan
katup. Penggunaan antikoagulan oral (warfarin) dapat mengakibatkan efek teratogen
pada janin. Obat ini dapat melalui plasenta dan menekan vitamin K yang diperlukan
sebagai agen pembekuan darah. Antikoagulan lain adalah heparin yang tidak dapat
melalui plasenta pada dosis berapapun sehingga tidak bersifat teratogen. Kedua jenis
antikoagulan ini dapat digunakan selama menyusui.

12. Obat Anti Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi)


Penghambat ACE (captopril, enalapril) apabila digunakan pada triwulan
kedua dan ketiga dapat mengakibatkan disfungsi ginjal pada janin dan
oligohidramnion (berkurangnya cairan ketuban). Obat ini tidak dianjurkan selama
kehamilan. Penghambat pompa kalsium (amlodipin, diltiazem, nifedipin) dapat
mengakibatkan hipoksia janin (kekurangan oksigen) yang berkaitan dengan hipotensi
maternal (tekanan darah rendah pada ibu). Golongan penghambat β (propranolol,
labetolol) dapat menyebabkan bradikardia (denyut jantung melambat) pada janin
maupun bayi baru lahir. Golongan diuretik (asetazolamid) dapat mengakibatkan
gangguan elektrolit pada janin. Golongan ARAs dapat mengakibatkan gangguan
sistem renin-angiotensin sehingga menyebabkan kematian pada janin.

2.7 Cara pemilihan obat saat kehamilan

Banyak ibu hamil memerlukan pengobatan bagi keluhan-keluhan yang


disebabkan oleh kehamilan, misalnya mual dan muntah. Beberapa prinsip harus
dipatuhi pada pemilihan obat selama kehamilan.

1. Sebaiknya menggunakan obat-obat yang sejak lama sudah digunakan dalam


praktek daripada obat-obat pengganti yang baru (lihat Tabel B), walaupun obat
baru memiliki misalnya lebih sedikit efek samping bagi orang dewasa, tetapi
keamanannya bagi janin kurang jelas.
2. Untuk menurunkan risiko sejauh mungkin bagi janin, sebaiknya digunakan dosis
obat yang paling rendah selama kehamilan. Hal ini sebetulnya bertentangan karena
sebagian wanita hamil justru membutuhkan dosis obat yang lebih tinggi dari
normal, pada saat hamil tua berhubung meningkatnya berat badan dan lebih
cepatnya "clearance" (pemurnian, ekskresi) dari banyak obat, misalnya litium,
digoksin dan fenitoin.
3. Wanita hamil tidak dianjurkan untuk menggunakan obat bebas (over-the-counter
drugs) tanpa konsultasi dengan dokter, karena banyak faktor, termasuk taraf
kehamilan, dapat mempengaruhi risiko bagi janin. Misalnya suatu obat NSAID
dapat digunakan terhadap nyeri pada trimester pertama dari kehamilan, tetapi
semakin banyak bukti menyatakan bahwa beberapa obat NSAID merupakan risiko
bagi janin pada masa kehamilan tua.
Di Swedia telah disusun klasifikasi penggunaan obat selama kehamilan dan laktasi
atas dasar terutama pengalaman klinis pada manusia. Karena klasifikasi ini sangat
luas dan meliputi banyak sekali obat, maka kami telah meringkaskannya menjadi
tiga daftar, yaitu:
a. Daftar obat yang tidak boleh diberikan pada wanita hamil.
Daftar ini terdiri dari obat-obat yang bersifat teratogen dan telah dibuktikan
dapat membuat cacat janin. Obat-obat yang tercantum dalam daftar ini tidak mutlak
dilarang penggunaannya oleh wanita hamil, tetapi dalam keadaan darurat masih dapat
digunakan dengan mempertimbangkan benefit bagi si ibu dan risiko bagi janin.
b. Daftar obat yang dianggap aman bagi wanita hamil
Dalam daftar ini tertera obat-obat yang dianggap aman bagi wanita hamil,
yang setelah digunakan selama jangka waktu panjang tidak menampilkan efek buruk
pada janin. Obat-obat lainnya yang tidak dimasukkan dalam daftar dapat secara
potensial merugikan janin berdasarkan percobaan hewan atau pula belum terdapat
cukup data mengenai keamanannya.
c. Daftar obat yang aman selama laktasi
Sebagian besar dari obat-obat yang dikonsumsi si ibu dapat dideteksi dalam air
susunya walaupun dalam jumlah kecil. Namun demikian beberapa obat dapat
menimbulkan masalah pada bayi yang diberi ASI. Sebagai contoh adalah misalnya
karbimazol yang dapat mengganggu fungsi tiroid dari bayi. Terkenal adalah
tetrasiklin yang juga mencapai air susu dan dapat mengakibatkan pewarnaan kuning
irreversibel dari gigi yang sedang/akan tumbuh.
Sama seperti pada waktu hamil, ibu-ibu yang menyusui juga harus menghindari
penggunaan obat, terkecuali bila mutlak dibutuhkan. Dalam hal ini risiko bagi si bayi
harus dipertimbangkan terhadap benefits dari pemberian ASI atau untuk sementara
diganti dengan susu kaleng.
Obat yang dapat diminum dengan aman oleh ibu selama menyusui adaiah obat yang
tidak atau hanya sedikit diekskresikan ke dalam air susu ibu. Obat lainnya yang tidak
tercantum dalam daftar merupakan obat yang dapat mencapai air susu ibu dalam
jumlah banyak dan mungkin dapat berefek buruk pada bayi atau belum terdapat
(cukup) data mengenai keamanannya.

ACE-penghambat15 Kandesartan Primidon


ATl-antagonis Kaptopril Propiltiourasil
Amikasin Karbamazepin Ramipril
Aminopterin Karbimazol Retinoida
Androgens Kinidin Siklofosfamida
Antikolinergika Kinin Silazapril
Asam Valproat Kuinapril Siproteron
Azathioprin Linestrenol (>2,5 mg) Sitostatica (semua)
Benazepril Lisinopril Streptomisin
Danazol Litium Talidomida
DES (dietilstilbestro!) Losartan Testosteron
Doksisiklin Metimazol Tetrasiklin/oksi-T.
Enalapril Metotreksat Tiourasil
Eprosartan Misoprostol Tiroistatika
Ethosuksimida Nandrolon Tobramisin
Etretinat Netilmisin Vaksin(semua,
Fenitoin NSAIDs kecuali lihat B)
Fenobarbital Penghambat ACE Valsartan
Fluoksimesteron Penisilamin Vigabatrin
Fosinopril Psikofarmaka Warfarin
Gansiklovir Psikotropika
Gentamisin
Griseofulvin
Hepatitis A/B imunoglob.
Hipoglikemika
Irbesartan
Isotretinoin

Daftar A. Obat-obat yang Tidak Boleh diberikan pada wanita hamil.

Acetaminofen Dihydrotachy- Mexiletine


Acetylcysteine Sterol Moclobemide
Alginic acid Dimethindene Dipyridamol Miconazol
Amilorida Dydrogesteron Naloxone
Amoxicillin Efedrine Niclosamide
Ampicillin Erythromycin Nitrofurantoin Noscapine
Antasida Ethambutol Nystatine
Azithromycin Fenazone Oxytocin
Bezafibrate Fenoterol Papaverine
Bisacodyl Flucloxacillin Paracetamol
Bromocriptine Flumazenil Penicillin-G/V
Buspiron Fluoksetin Permethrin
Butylscopolamin Fluvoxamine Piperacillin
Calcitriol Folic acid Pizotifen
Cefalosporins Folinic acid Prilocain
Chlorcyclizine Gliserin Promethazine
Chlorhexidine Granisetron Ranitidine
Ciclosporine Guaifenesine Roxithromycin
Cimetidine Heparin Salbutamol
Cinnarizine Heparin LMW Salmeterol
Cisapride Hyaluronic acid Sennoside
Clemastine Hydralazine Sorbitol
Clindamycin Hydro-cortisone Spiramycin
Clofibrate Hydroxyzine Spironolacton
Clotrimazol Ipratropium-Br Sufentanil
Cloxacillin Isoniazide Sumatriptan
Codeine Isoprenaline Sucralfat
Cromoglicate Isosorbide-Nitr Sulfasalazine
Colestipol Labetalol Terbinafine
Cyclandelate Laktulosa Terbutaline
Cyclizine Levothyroxin Terfenadine
Cyproheptadine Liothyronin Theofylline
Desmopressine Lidocaine Iran exam ic acid
Dextromethorfan Lincomycin Trihexyfenidyl
Dextropropoxyfe Magnesiumoxide Vaks. influenza
Didanosine Meclizine Vaksin polio
Difenhydramine Medroxyprogest. Tetanus toxoid
Digoxin Mepivacaine
Dihydralazine Methenamine
Methimazol
Methyldopa (I-)
Daftar B. Obat-obat yang dianggap aman bagi wanita hamil

Catatan: Walaupun daftar ini memuat obat-obat yang dianggap aman bagi wanita
hamil, namun tetup harus berpegangan pada “golden rule” bahwa wanita yang
mengandung maupun yang menyusui harus menghindari penggunaan obat,
terkecuali bila ada petunjuk khusus dari dokter yang mera-watnya.
Acetylsalicylic acid Epinefrine Moclobemide
Aciclovir Ethambutol Morphine
Alginic acid Erythromycin Naproxen
Alimemazine Fenazone Nitrazepam
Alprenolol Flucloxacillin Nitrofurantoine
Amoxicillin Fluocortolon Norethisteron 0,3"
Ampicillin Folinic acid Nortriptyline
Atenolol Fosfomycin Npscapine
Aztreonam Fusidic acid Nystatine
Baclofen Haloperidol Opipramol
Betamethasone Heparin Oxazepam
Betaxolol Hyaluronic acid Oxybuprocaine
Bisacodyl Hydralazine Paracetamol
Bisoproloi Hydrocortisone Penicilline G/V
Bumetanide Hydroxychloroquine Perfenazine
Bupivacaine Hyoscyamine Periciazine
Bromocriptine Ibuprofen Pethidine
Carvediol Imipramin Phenylbutazone
Carbamazepin Ipratropium-Br Phenytoine
Cefalosporins Isoniazide Pindolol
Chlordiazepoxide Ketoconazol Piperacilline
Chloroquine Kinine Piroxicam
Chlorpromazine Kinidine Predniso(lo)ne
Cisapride Labetolol Prilocaine
Chlorhexidine Levocabastine Propafenone
Chlorpromazine Levonorgestrel Propranolol
Clemastine Levothyroxine Propylthiouracil
Clobetasol Levopromazine Pyrimethamine
Clobetasone Lidocaine Retinol (vit A)
Clomipramine Liothyronine Rifampicine
Cloxacillin Loperamide Roxitromycine
Codeine Loratidine Scopolamine
Colestipol Lorazepam Spironolactone
Coiestyramine Lynestrenol (>2,5 mg) Sucralfat
Cotrimoxazol Magnesiumoxide Sulfamethoxazole
Cromoglicate Medroxyprogestsrone Sulfasalazine
Dextropropoxyfen Mesalazine Terbutalin
Desonide Methadone Tetracyclin/oxy-T
Diclofenac Methenamine Theofyllin
Difenhydramine Methotrexate Thioridazin
Digoxine Metoclopramide Tranexaminic acid
Dihydralazine Metoprolol Triamcinolone
Dimethindene Metronidazol Trimethoprim
Doxycycline Mexiletine Valproic acid
Enalapril Midazolam Verapamil

Daftar C. Obat-obat yang boleh diminum ibu selama menyusui.

2.8 Obat-obatan yang perlu dihindari selama kehamilan dan menyusui


a. Hindari Antibiotik
Pemeberian antibiotik umumnya tidak diperbolehkan selama kehamilan dan
menyusui. Jikan manfaat bagi ibu lebih besar daripada risiko yang ditimbulkan
pada janin, antibiotik diperbolehkan untuk diberikan. Sebelumnya harus
dipastikan bahwa ibu hamil benar-benar memerlukan antibiotik. Sebaiknya
konsultasikan dengan dokter Anda sebelum mengkonsumsi obat antibiotik dan
juga diperhatikan mengenai keamanan bagi janin itu sendiri.
b. Suplemen Untuk Ibu Hamil
Konsumsi suplemen juga perlu diperhatikan dan perlu pertimbangan
matang. Konsumsi vitamin dan mineral tambahan yang berlebihan juga tidak
bermanfaat dan berisiko terhadap ibu hamil dan bayi yang akan dilahirkan.
c. Hindari Aspirin
Aspirin terbukti menimbulkan gangguan proses tumbuh kembang janin.
Selain itu, aspirin memicu komplikasi selama kehamilan. Bahkan, kandungan
aspirin masih ditemukan dalam ASI. Tubuh bayi akan menerima 4-8% dosis
aspirin yang dikonsumsi oleh ibu. Penelitina mengatakan bahwa bayi memilim
ASI dari ibu yang mengkonsumsi aspirin berisiko untuk menderita Reye’s
Syndrome yang merupakan suatu penyakit gangguan fungsi otak dan hati.
Karenanya, hindari pemakaian aspirin, terutama selama trimester tiga, kecuali
dianjurkan dokter.
Indeks Keamanan Obat pada kehamilan
Suatu pedoman berdasarkan kategori US FDA mengenai kemanan pemberian
obat pada kehamilan. FDA mengkategori obat menjadi 5 kategori yaitu kategori A, B,
C, D, X
Kategori A : Studi terkontrol pada wanita tidak memperlihatkan adanya risiko
terhadap janin pada kehamilan trimester 1 (dan tidak ada bukti mengenai risiko pada
trimester berikutnya), dan sangat kecil kemungkinan obat ini membahayakan janin.
Kategori B : Studi terhadap reproduksi binatang percobaan tidak memperlihatkan
adanya risiko terhadap janin tetapi belum ada studi terkontrol yang diperoleh pada ibu
hamil. Atau studi terhadap reproduksi binatang percobaan memperlihatkan efek
samping (selain penurunan fertilitas) yang tidak didapati pada studi terkontrol pada
wanita hamil trimester 1 (dan ditemukan bukti adanya risiko pada kehamilan
berikutnya)
Kategori C : Studi pada binatang percobaan memperlihatkan adanya efek samping
terhadap nanin ( teratogenok atau embriosidal), dan studi terkontrol pada wanita dan
binatang percobaan tidak tersedia atau tidak dapat dilakukan. obat pada kategori in
boleh diberikan jika besarnya manfaat terapeutik melebihi risiko yang terjadi pada
janin.
Kategori D : Terdapat bukti adanya risiko pada janin( manusia), tetapi manfaat
terapeutik yang diharapkan mungkin melebihi besarnya risiko ( misalnya jika obat
diperlukan untuk mengatasi kondisi mengancam jiwa atau penyakit serius bilamanan
obat yang lebih aman tidak dapat digunakan atau tidak efektif)
Kategori X : Studi pada manusia atau binatang percobaan memperlihatkan adanya
abnormalitas pada janin, atau terdapat bukti adanya risiko pada janin. dan besarnya
risiko obat ini digunkan pada ibu hamil jelas-jelas melebihi manfaat teraoeutiknya.
Obat yang termasuk kategori ini dikontrindikasikan pada wanita yang sedang atau
kemungkinan hamil.
Obat Bebas
Risiko penggunaan obat bebas sering kali dilupakan oleh ibu hamil dan
menyusui. Padahal kandungan zat aktif di dalamnya juga mengalami absorbsi,
metabolisme, dan ekskresi.
Obat Bebas (OTC) yang Aman

 Obat Alergi : Antihistamin seperti Benadryl dan Unisom. Obat. Obat hirup
seperti nasalcrom
 Anti mual : Vitamin B6 (maksimum 100mg/hari diminum 1/2 jam sebelum
makan)
 Pereda sembelit : Milk of magnesia. Amphogel, Metamucil dan Maalox
 Pereda nyeri uluhati (heartburn) : jenis Antasida
 Multivitamin : pilih multivitamin dengan rekomendasi disis tidak melebihi
angka kecukupan gizi harian
 Pereda nyeri : Acetaminophen atau paracetamol
 Obat infeksi jamur : Myestatin/ nystastin
 Obat batuk apa saja tanpa tamahan lain
Obat Bebas Yang Kurang Aman
 Pereda Nyeri : Aspirin dosis lebih dari 81 mg, Ibuprofen, NSAID
 Pereda sembelit : Minyak mineral
Obat Terbatas

 Obat jerawat : Vitamin A oral dan Accutane


 Obat radang sendi : Arthrotec
 Pengencer darah : Warfarin yang dijual dengan merk Coumadin
 Obat tekanan darah tinggi : ACE inhibitor
 Misoprostol atau cytotec
 obat anti kanker

2.9 Terapi obat pada ibu menyusui dan pengaruh obat pada janin seorang ibu
ASI diketahui sebagai formula terbaik bagi bayi karena mengandung berbagai
nutrisi dan zat-zat imunologik yang dibutuhkan oleh bayi. Tetapi kadang-kadang ibu
yang menyusui memerlukan perawatan farmakologik. Terapi obat pada ibu menyusui
tersebut harus diberikan dengan memperhatikan kemungkinan adanya ekskresi obat
ke dalam air susu ibu (ASI). Sebagian besar obat yang diberikan kepada ibu
menyusui umumnya tidak berpengaruh terhadap suplai ASI maupun terhadap bayi.
Artikel ini bertujuan untuk melindungi bayi terhadap efek yang tidak diinginkan dari
terapi obat secara maternal dan untuk meningkatkan efektifitas terapi farmakologik
pada ibu menyusui. ASI merupakan suatu suspensi lemak dan protein dalam solusi
karbohidrat-mineral. Protein ASI dibentuk dari bahan-bahan yang diperoleh dari
sirkulasi maternal. Protein utamanya adalah kasein dan laktabumin. Ekskresi obat
kedalam ASI diduga terjadi melalui ikatan protein atau melalui ikatan pada
permukaan globul lemak ASI.
Secara umum, mekanisme pencapaian obat kedalam ASI adalah dengan
mekanisme difusi pasif melalui membran. Obat dan bahan-bahan kimia yang
dikonsumsi oleh ibu ada yang dapat mencapai ASI dan memberi efek terhadap bayi
atau produksi ASI itu sendiri. Jumlah obat yang mencapai ASI terutama tergantung
pada gradien konsentrasi antara plasma dan ASI. Selain itu juga tergantung pada
kelarutan obat di dalam lemak, pKa (konstanta disosiasi asam), dan kapasitas ikatan
protein serta pH ASI. Karena pH ASI sedikit lebih rendah dari pada pH plasma, basa
lemah cenderung memiliki konsentrasi rasio ASI terhadap plasma yang lebih tinggi
dibandingkan asam lemah.
Karenanya, konsentrasi ASI obat-obat basa lemah seperti linkomisin,
eritrimisin, antihistamin, alkaloid, isoniazid, antipsikotik, antidepresan, litium, kinin,
tiourasil, dan metronidazol umumnya sama atau lebih tinggi dari pada konsentrasi
plasmanya. Konsentrasi ASI obat-obat asam lemah seperti barbiturat, fenitoin,
sulfonamid, diuretik, dan penisilin umumnya sama atau lebih rendah dari pada
konsentrasi plasmanya. Signifikansi klinik suatu obat pada ASI tergantung pada
konsentrasinya dalam ASI, jumlah ASI yang dikonsumsi oleh bayi dalam periode
waktu tertentu, absorpsi ASI oleh bayi, dan efek obat terhadap bayi. Sampai saat ini
daftar obat-obat yang dikontraindikasikan bagi ibu menyusui didasarkan pada data-
data yang masih sangat terbatas, antara lain melalui penelitian klinik dan laporan
kasus. Karena itu, walaupun obat-obat jenis tertentu tidak mencantumkan adanya efek
samping terhadap ibu menyusui bukan berarti obat-obat tersebut tidak memiliki efek
samping semacam itu.

Rasio ASI terhadap plasma suatu obat merupakan suatu perbandingan antara
konsentrasi obat dalam ASI terhadap konsentrasi obat tersebut dalam plasma secara
simultan. Signifikansi klinik rasio ASI terhadap plasma sering disalahpahami,
misalnya rasio ASI terhadap plasma lebih besar atau sama dengan 1 sering dianggap
mempunyai potensi buruk bagi bayi, tetapi jika kadar plasmanya rendah maka kadar
ASInya juga rendah. Contohnya isoniazid yang diberikan kepada ibu menyusui dalam
dosis terapetik yang umumnya akan mencapai konsentrasi plasma sebesar 6μg/mL.
Jika rasio ASI terhadap plasmanya 1 maka bayi yang mengkonsumsi 240 mL ASI
hanya akan mengkonsumsi 1,4 mg setiap kali menyusu, dimana jumlah tersebut jauh
dibawah dosis pediatrik isoniazid yaitu sebesar 10 sampai 20 mg/kg. Karenanya,
jarang dijumpai masalah kecuali suatu obat konsentrasi ASInya tinggi atau suatu obat
memiliki potensi dan toksisitas yang tinggi pada konsentrasi rendah atau suatu obat
memiliki efek kumulatif karena kemampuan metabolisme dan ekskresi bayi terhadap
obat yang masih belum sempurna.

Obat yang umumnya tidak berbahaya bagi bayi antara lain adalah insulin dan
epinefrin, dimana keduanya tidak dapat mencapai ASI. Kafein dan teofilin diekskresi
kurang bagus oleh bayi dan dapat terakumulasi sehingga menyebabkan
hiperiritabilitas. Asupan alcohol juga harus dibatasi tidak lebih dari 0,5 g/kg berat
badan maternal/hari. Ibu sebaiknya tidak merokok didepan bayinya walaupun tidak
sedang menyusui dan sebaiknya tidak menyusui dalam 2 jam setelah merokok.

Obat-obat yang dikontraindikasikan antara lain obat antikanker,obat-obat


radiofarmasetik walaupun dalam dosis terapetik, ergot dan derivatnya (misalnya,
metisergid), litium, kloramfenikol, atropin, tiourasil, iodid, dan merkuri. Obat-obat
tersebut sebaiknya tidak diberikan kepada ibu menyusui atau menyusui harus
dihentikan bila ibu harus diberi perawatan dengan obat-obat tersebut. obat-obat lain
yang juga harus dihindari karena belum adanya penelitian tentang ekskresinya
kedalam ASI adalah obat-obat yang mempunyai waktu paruh plasma yang panjang,
obat-obat yang mempunyai efek toksik yang poten terhadap sumsum tulang, obat-
obat yang harus diberikan dalam dosis tinggi dan jangka panjang. Tetapi obat-obat
yang absorpsi oralnya buruk yang diberikan secara parenteral kepada ibu tidak
memiliki efek yang berati bagi bayi, dimana bayi tersebut akan mengkonsumsi obat
secara oral tetapi tidak akan mengabsorpsinya.

Obat yang mensupresi atau menghambat laktasi antara lain bromokriptin,


estradiol, kontrasepsi oral dosis besar, levodopa, dan antidepresan trazodon serta
piridoksin dosis tinggi. Bromokriptin bekerja melalui supresi sekresi prolaktin dari
kelenjar hipofise yang terjadi setelah melahirkan.

Obat-obat yang konsumsinya harus diperhatikan dengan seksama seperti yang


disebut di bawah ini. Obat-obat over the counter umunya aman bagi ibu menyusui,
tetapi etiket yang tertera pada kemasan tetap harus diperhatikan terhadap
kemungkinan adanya peringatan akan penggunaannya dan kemungkinan adanya
petunjuk khusus terhadap ibu menyusui. Propiltiourasil dan fenilbutazon dapat
diberikan pada ibu menyusui tanpa adanya efek merugikan terhadap bayinya, tapi
metimazol dikontraindikasikan. Neuroleptik dan antidepresan, sedativa, dan
trankuiliser harus diresepkan dengan hati-hati terhadap dosisnya. Kontrasepsi hormon
tunggal dosis rendah dapat diberikan, sedangkan kontrasepsi dosis tinggi dapat
mensupresi laktasi. Metronidazol dapat diberikan dengan memperhatikan usia bayi
dan dosis yang diberikan pada ibu. Bayi yang menyusu harus diperhatikan dengan
cermat bila ibunya mengkonsumsi obat-obat apapun dalam jangka panjang untuk
memastikan tidak ada perubahan dalam pola makan atau tidurnya. Vaksin-vaksin
tidak dikontraindikasikan selama menyusui.

Beberapa hal penting yang perlu dipertimbangkan sebelum meresepkan obat tertentu
kepada ibu menyusui, antara lain:

1. Apakah terapi obat tersebut benar-benar diperlukan?


2. Memilih obat yang paling aman bagi ibu menyusui.
3. Bila ada kemungkinan bahwa obat yang akan diberikan dapat berpengaruh
pada bayi, perlu dipertimbangkan pengukuran konsentrasi obat di dalam darah
pada bayi yang menyusu tersebut.
4. Paparan terhadap obat bagi bayi dapat diminimalisasi dengan meminta ibu
untuk meminum obatnya setelah menyusui bayinya.

Jika ibu menyusui memerlukan terapi obat dan obat yang diberikan merupakan
obat yang relatif aman maka obat tersebut sebaiknya dikonsumsi 30 – 60 menit
setelah menyusui dan 3 – 4 jam sebelum waktu menyusui berikutnya. Waktu tersebut
umumnya sudah mencukup dimana darah ibu sudah relatif bersih dari obat dan
konsentrasi obat dalam ASI juga sudah relatif rendah. Pengaruh buruk obat terhadap
janin dapat bersifat toksik, teratogenik maupun letal, tergantung pada sifat obat dan
umur kehamilan paga saat minum obat. Pengaruh toksik adalah jika obat yang
diminum selama masa kehamilan menyebabkan terjadinya gangguan fisiologik atau
bio-kimiawi dari janin yang dikandung, dan biasanya gejalanya baru muncul
beberapa saat setelah kelahiran. Pengaruh obat bersifat teratogenik jika menyebabkan
terjadinya malformasi anatomik pada petumbuhan organ janin. Pengaruh teratogenik
ini biasanya terjadi pada dosis subletal. Sedangkan pengaruh obat yang bersifa letal,
adalah yang mengakibatkan kematian janin dalam kandungan. Secara umum
pengaruh buruk obat pada janin dapat beragam, sesuai dengan fase-fase berikut:

1. 1. Fase implantasi, yaitu pada umur kehamilan kurang dari 3 minggu. Pada fase ini
obat dapat memberi pengaruh buruk atau mungkin tidak sama sekali. Jika terjadi
pengaruh buruk biasanya menyebabkan kematian embrio atau berakhirnya kehamilan
(abortus).
2. Fase embional atau organogenesis, yaitu pada umur kehamilan antara 4-8 minggu.
Pada fase ini terjadi
diferensiasi pertumbuhan untuk terjadinya malformasi anatomik (pengaruh
teratogenik). Berbagai pengaruh buruk yang mungkin terjadi pada fase ini antara lain,
- Gangguan fungsional atau metabolik yang permanen yang biasanya baru muncul
kemudian, jadi tidak timbul secara langsung pada saat kehamilan. Misalnya
pemakaian hormon dietilstilbestrol pada trimester pertama kehamilan terbukti
berkaitan dengan terjadinya adenokarsinoma vagina pada anak perempuan di
kemudian hari (pada saat mereka sudah dewasa).
- pengaruh letal, berupa kematian janin atau terjadinya abortus.
- pengaruh sub-letal, yang biasanya dalam bentuk malformasi anatomis pertumbuhan
organ, seperti misalnya fokolemia karena talidomid.
3. Fase fetal, yaitu pada trimester kedua dan ketiga kehamilan. Dalam fase ini terjadi
maturasi dan pertumbuhan lebih lanjut dari janin. Pengaruh buruk senyawa asing
terhadap janin pada fase ini tidak berupa malformasi anatomik lagi. tetapi mungkin
dapat berupa gangguan pertumbuhan, baik terhadap fungsi-fungsi fisiologik atau
biokimiawi organ-organ. Demikian pula pengaruh obat yang dialami ibu dapat pula
dialami janin, meskipun mungkin dalam derajat yang berbeda. Sebagai contoh adalah
terjadinya depresi pernafasan neonatus karena selama masa akhir kehamilan, ibu
mengkonsumsi obat- obat seperti analgetika-narkotik; atau terjadinya efek samping
pada sistem ekstrapiramidal setelah pemakaian fenotiazin.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pemakaian obat pada kehamilan merupakan salah satu masalah pengobatan


yang penting untuk diketahui dan dibahas. Hal ini mengingat bahwa dalam
pemakaian obat selama kehamilan, tidak saja dihadapi berbagai kemungkinan yang
dapat terjadi pada ibu, tetapi juga pada janin. Hampir sebagian besar obat dapat
melintasi saluran darah/plasenta, beberapa diantaranya mampu memberikan pengaruh
buruk, tetapi ada juga yang tidak member pengaruh apapun. Beberapa jenis obat
dapat menembus plasenta dan mempengaruhi janin dalam uterus, baik melalui efek
farmakologik maupun efek teratogeniknya. Secara umum faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi masuknya obat ke dalam plasenta dan memberikan efek pada janin
adalah:
(1) sifat fisikokimiawi dari obat
(2) kecepatan obat untuk melintasi plasenta dan mencapai sirkulasi janin
(3) lamanya pemaparan terhadap obat
(4) bagaimana obat didistribusikan ke jaringan-jaringan yang berbeda pada janin
(5) periode perkembangan janin saat obat diberikan dan
(6) efek obat jika diberikan dalam bentuk kombinasi.
Kemampuan obat untuk melintasi plasenta tergantung pada sifat lipolik dan
ionisasi obat. Obat yang mempunyai lipofilik tinggi cenderung untuk segera terdifusi
ke dalam serkulasi janin. Contoh, tiopental yang sering digunakan pada seksio
sesarea, dapat menembus plasenta segera setelah pemberian, dan dapat
mengakibatkan terjadinya apnea pada bayi yang dilahirkan. Obat yang sangat
terionisasi seperti misalnya suksinilkholin dan d-tubokurarin, akan melintasi plasenta
secara lambat dan terdapat dalam kadar yang sangat rendah pada janin. Kecepatan
dan jumlah obat yang dapat melintasi plasenta juga ditentukan oleh berat molekul.
Obat-obat dengan berat molekul 250-500 dapat secara mudah melintasi plasenta,
tergantung pada sifat lipofiliknya, sedangkan obat dengan berat molekul > 1000
sangat sulit menembus plasenta. Kehamilan merupakan masa rentan terhadap efek
samping obat, khususnya bagi janin. Salah satu contoh yang dapat memberikan
pengaruh sangat buruk terhadap janin jika diberikan pada periode kehamilan adalah
talidomid, yang memberi efek kelainan kongenital berupa fokomelia atau tidak
tumbuhnya anggota gerak. Pada ibu menyusui pun sebagian besar dari obat-obat yang
dikonsumsi si ibu dapat dideteksi dalam air susunya walaupun dalam jumlah kecil.
Namun demikian beberapa obat dapat menimbulkan masalah pada bayi yang diberi
ASI. Untuk itu, pemberian obat pada masa kehamilan dan pada saat menyusui pun
memerlukan pertimbangan yang benar-benar matang.

3.2 Saran
Pada wanita hamil pemberian obat memerlukan pertimbangan yang benar-
benar matang karena pada periode tersebut terjadi proses pembentukan organ
(organosenesis). Zat aktif obat dapat masuk ke peredaran darah janin dan
mempengaruhi proses pembentukan organ tersebut yang akhirnya akan menyebkan
terjadinya kecacatan karena terganggunya proses tersebut.
Penggunaan obat sembarang pun, termasuk obat yang dijual bebas sebaiknya
dihindari oleh ibu menyusui, karena obat yang dikonsumsi ibu diseskresikan
memlalui ASI yang diminum bayi sehingga menyebabkan kadar obar dalam tubuh
ibu sama dengan kadar obat adlam tubuh bayi. Tentunya hal ini akan sangat
membahayakan bagi si bayi.
DAFTAR PUSTAKA

Ø Australian Drug Evaluation Committee (1989) Medicine in Pregnancy. Australian


Goverment Publishing Service,Canberra.
Ø Katzung BG (1987) Basic and Clinical Pharmacology,3rd edition. Lange Medical
Book, California.
Ø Speight TM (1987) Avery’s Drug Treatment: Principles and Practice of Clinical
Pharmacology and Therapeutics, 3rd edition.ADIS press,Auckland.
Ø Suryawati S et al (1990), Pemakaian Obat pada Kehamilan.Laboratorium Farmakologi
Klinik FK-UGM, Yogyakarta
Ø Tan Hoan Tjay.Drs & Kirana Rahardja.Drs (2007) Obat-Obat Penting. PT Elex
Komputindo. Gramedia: Jakarta
http://ortipulang.blogspot.co.id/2011/06/obat-obatan-saat-kehamilan_22.html

Anda mungkin juga menyukai