b. Frase Penelusuran
Search Terms
Patient/Population (Infant* OR Neonatal*)
Problem
Intervention (Cardiotocography*)
3. Menilai bukti secara kritis (mengetahui seberapa bagus bukti tersebut dan apa artinya)
Contoh :
Apakah hasil dari penelitian uji diagnosis ini valid?
Apakah ada perbandingan dengan baku emas Iya alat screening pemantauan janin selama
yang dilakukan secara independen dan proses persalinan tersebut dibanding kan oleh
tersamar? gold standarnya yaitu auskultasi secara
intermitten denyut jantung janin.
Apakah alat diagnosis diuji akurasinya Penelitian ini dilakukan di ruang bersalin
dalam spektrum pasien yang merta (seperti rumah sakit bersalin nasional di Dublin,
terjadi dalam praktek rutin?) irlandia.
Pada jurnal dijelaskan bahwa responden
yang akan diteliti yaitu ibu hamil tunggal
dengan usia kehamilan kurang dari 42 minggu,
tidak ada kelainan janin dan komplikasi
kehamilan, suhu tubuh ibu kurang dari 37,5o C
saat masuk dan bersedia menjadi responden.
Dalam penelitian ini 2 orang perawat memantau
keadaan ibu secara atif. Pasien yang
menggunakan cardiotokograpi dan auskultasi
intermitten dikelola dengan perbandingan 1:1,
tugas itu dibuat diruang bersalin, disegel, buram
dan amplop diberi urutan nomor.
Awalnya pengacakan secara berurutan adalah
dari komersial package 10 dan menggunakan
ukuran blok tetap 100. Itu berubah setelah 2621
pasien telah direkrut dan digeneralisasikan oleh
unit perinatologi dengan ukuran block acak
100-250. Peserta yang direkrut oleh bidan
bersedia berpartisipasi, dibuka amplop dan
dialokasikan.
Apakah uji yang dipakai sebagai baku emas Tidak, pada penelitian ini jika salah satu
dilakukan dengan mengabaikan hasil dari kondisi seperti perlambatan denyut jantung
pemeriksaan lain yang sedang diuji janin atau takikardia pada auskultasi dan
akurasinya? ciaran ketuban bercampur mekonium, suhu ibu
>38oC, persalinan lebih dari 8 jam maka
digunakan EFM.
Akankah kemungkinan sakit setelah Iya, bila janin terdiagnosa gawat janin setelah
pemeriksaan mempengaruhi manajemen dan pemeriksaan maka mempengaruhi manajemen
pertolongan anda kepada pasien? (Dapatkah dan pertolongan pada ibu bersalin.
hal ini menggerakkan anda dari nilai ambang Melakukan kolaborasi dengan dokter spesialis
pemeriksaan dan terapi? Apakah pasien anda kandungan dan spesialis anak untuk
merupakan berkeinginan menjadi partner penanganan lebih lanjut.
dalam melakukan pemeriksaan ini?
Akankah konsekuensi-konsekuensi Efek dari gawat janin tidak hanya dialami bayi
pemeriksaan menolong pasien anda? pada saat lahir, tetapi juga berpengaruh pada
perkembangan bayi. Dengan melakukan deteksi
gawat janin secara rutin akan membantu
pasien2 yang mengalami kelainan pada masa
persalinan.
4. Mengaplikasikan Bukti
Contoh:
Apakah hasil yang valid dari penelitian uji diagnosis ini penting?
Hitungan anda:
Apakah alat diagnosis ini tersedia, dapat Alat diagnosis ini sudah banyak digunakan di
diadakan, tepat, teliti di tempat anda pelayanan kesehatan khususnya di rumah sakit
bekerja? karena mudah dan murah.
Dapatkah anda membuat estimasi Sebelum dilakukan pemeriksaan kita bisa
kemungkinnan sakit sebelum dilakukan membuat estimasi kemungkinan gawat janin
pemeriksaan (dari data-data praktek sehari- Dengan cara sederhana, pemantauan dilakukan
hari, dari pengalaman pribadii, dari laporan melalui analisa keluhan ibu (anamnesis),
atau dari spekulasi klinis)? pemantauan gerak harian janin dengan kartu
gerak janin, pengukuran tinggi fundus uteri
dalam sentimeter, pemantauan denyut jantung
janin (DJJ) dan analisa penyakit pada ibu.
Sumber : http://ekarianamidwifery.blogspot.co.id/2015/04/langkah-dalam-evidence-based-
practice.html diakses pada tanggal 4 Mei 2016 pukul 09.15 WIB (eka riana, 15 April 2015)
Langkah-langkah dalam penerapan evidence based medicine-practice:
1. Penerapan evidence based medicine-practice dimulai dari pasien, masalah klinis atau
pertanyaan yang timbul terkait perawatan yang diberikan pada klien.
2. Merumuskan pertanyaan klinis (rumusan masalah) yang mungkin, termasuk pertanyaan
kritis dari kasus/ masalah ke dalam kategori.
Contoh : desain studi dan tingkatan evidence.
3. Melacak/ mencari sumber bukti terbaik yang tersedia secara sistematis untuk menjawab
pertanyaan.
4. Penilaian kritis (critical appraisal) akan bukti ilmiah yang telah didapat untuk validitas
internal/ kebenaran bukti, (meliputi: kesalahan sistematis sebagai akibat dari bias seleksi,
bias informasi dan faktor perancu; aspek kuantitatif dari diagnosis dan pengobatan;
ukuran efek dan aspek presisi; hasil klinis; validitas eksternal atau generalisasi), dan
kegunaan dalam praktrk klinis.
5. Penerapan hasil dalam praktek pada klien, dengan membuat keputusan untuk
menggunakan atau tidak menggunakan hasil studi tersebut, dan atau mengintegrasikan
bukti tersebut dengan pengalaman klinis dan faktor pasien/ klien dalam menentukan
keputusan tersebut.
6. Evaluasi kinerja, yaitu melakukan evaluasi atas tindakan yang telah dilakukan pada klien.
Untuk menggunakan hasil penelitian/ bukti sebagai referensi dalam memberikan
perawatan pada klien, diperlukan suatu tinjauan sistematis/ review sistematis (evidence
review/ systematic review) dari hasil penelitian-penelitian serupa. Tinjauan sistematis ini
dapat kita lakukan sendiri atau menggunakan tinjauan sistematis yang sudah disusun dan
dipublikasikan oleh seorang penulis (peneliti, akademisi, praktisi) yang ahli dibidangnya
untuk memberikan rencana terperinci dan berulang tentang pencarian literatur dan
evaluasi dari bukti-bukti tersebut.
Kualitas bukti dapat dinilai berdasarkan jenis sumber bukti (dari meta-analisis dan
review sistematis uji klinis), faktor lainnya termasuk validitas statistik, relevansi klinis,
keakuratan dan kekinian, dan penerimaan. Dalam evidence based medicine-practice kategori
berbagai jenis evidence based dan tingkatan atau nilainya disesuaikan dengan kekuatan hasil
penelitian dari berbagai jenis bias penelitian.
Penilaian untuk menilai kualitas bukti berdasarkan US Preventive Services Task
Force (USPSTF), dikategorikan menjadi:
1. Tingkat I : bukti yang diperoleh berasal dari hasil penelitian yang dirancang dengan
metode randomized controlled trial.
2. Tingkat II-1 : bukti yang diperoleh berasal dari hasil penelitian yang dirancang dengan
metode controlled trials without randomization.
3. Tingkat II-2 : bukti yang diperoleh berasal dari hasil penelitian yang dirancang dengan
metode studi kohort atau kasus control rancangan studi analitik, yang dilakukan pada
lebih dari satu kelompok penelitian.
4. Tingkat II-3 : bukti diperoleh dari beberapa rancangan penelitian time series design
dengan atau tanpa intervensi. Hasil yang dramatis dalam uji terkontrol dapat juga
dianggap sebagai jenis bukti.
5. Tingkat III : pendapat otoritas/ ahli yang dihormati, berdasarkan pengalaman klinis,
penelitian deskriptif, atau laporan komite ahli. Dalam pedoman dan publikasi lainnya,
rekomendasi untuk layanan klinis diklasifikasikan berdasarkan resiko klinis dibandingkan
dengan manfaat layanan dan tingkat bukti dimana informasi/ hasil penelitian didapatkan.
Meskipun evidence based medicine-practice dianggap sebagai standar emas dalam praktek
klinis, terdapat sejumlah keterbatasan dalam pelaksanaannya:
1. Evidence based medicine-practice menghasilkan penelitian kuantitatif, terutama dari
desain Randomized Controlled Trial (RCT). Dengan demikian, hasilnya mungkin tidak
relevan untuk semua situasi perawatan.
2. Penelitian dengan desain RCT mahal, maka prioritas diberikan pada topic penelitian yang
dipengaruhi oleh kepentingan para “sponsor”.
3. Ada jeda antara saat RCT dilakukan dengan ketika hasilnya dipublikasikan, dan ada jeda
antara saat hasilnya dipublikasikan dengan saat hasilnya diterapkan dengan benar.
4. Penelitian dengan rancangan RCT membatasi generalisasi, karena penelitian tidak
dilakukan pada semua populasi.
5. Tidak semua bukti dari penelitian dengan rancangan RCT dapat diakses dengan mudah,
sehingga efektivitas pengobatan yang dilaporkan mungkin berbeda dari yang dicapai
dalam praktek klinis rutin.
6. Hasil studi/ penelitan yang diterbitkan mungkin tidak mewakili semua studi yang
diselesaikan pada topik tertentu (diterbitkan dan tidak diterbitkan) atau mungkin tidak
dapat diandalkan karena kondisi studi yang berbeda dan bervariasi.
Referensi:
American Psychological Association. (2006). APA presidential task force on evidence based
practice. Washington, DC: Author.
Anonim. (2014). Evidence based health care and systematic
review.http://community.cochrane.org/about-us/evidence-based-health-care. Florida State
University.
Elder, Linda. (2007). Critical Thinking. http://www.criticalthinking.org/pages/defining-
critical-thinking/766. Tomales, CA.
Slawson DC, Shaughnessy AF. Teaching evidence-based medicine: should we be teaching
information management instead? Acad Med. 2005 Jul;80(7):685-9.
Sackett DL, Strauss SE, Richardson WS,et al. Evidence-based medicine: how to practice and
teach EBM. London: Churchill-Livingstone, 2000.