Oleh
DEWA AYU PUTRI PRAMESTI
NIM : 20089152075
ESSAY REFLEKSI
Introduction
Essay pada kasus ini menggunakan Gibss Reflection Cycle (1988). Melalui refleksi ini dapat
Description
Rotasi pertama Praktik profesi di stase KDPK adalah mengenai penanganan pada ibu nifas.
Masa nifas merupakan rentang waktu yang sangat penting untuk mendapatkan perhatian
sebab pada masa tersebut ibu akan mengalami berbagai perubahan baik fisiologis maupun
psikologis. Selama saya di stase KDK saya menemukan beberapa ibu dipasang infus/ Intra
Vena Fluid Drip (IVFD). Dimana ada beberapa tujuan pemasangan infus tersebut
diantaranya: rehidrasi, terapi. Pemasangan infus sering diberikan pada ibu yang akan
dilakukan tindakan induksi persalinan, rehidrasi pasien yang mengalami dehidrasi khususnya
saat persalinan atau pada ibu dengan penyakit tertentu yang akan berpengaruh pada proses
persalinannya, masa nifas dimana ditemukan kontrkasi uterus ibu lembek atau untuk
mencegah terjadinya perdarahan post partum. Hal yang menarik perhatian saya disini adalah
bagaimana persiapan pemasangan infus dan tehnik pemasangan infus yang dilakukan pada
ibu nifas.
Evaluatio
Masa nifas berlangsung sejak 2 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 42 hari ( 6
minggu ). Selama periode tersebut ibu nifas harus mendapatkan pemantauan penuh sampai
dengan 42 hari supaya tidak terjadi komplikasi- kompilkasi yang dapat menyebabkan
kesakitan bahkan kematian ibu. Untuk menangani hal-hal diatas, maka diperlukan asuhan
kebidanan secara komprehensif kepada ibu nifas. Dengan melakukan kunjungan sebanyak 4
kali yaitu pada 6-8 jam setelah persalinan, 6 hari setelah persalinan, 2 minggu setelah
persalinan, dan 6 minggu setelah persalinan selama masa nifas. Untuk itu tindakan
pemasangan infus saat masa nifas tidak diperlukan jika tidak ada indikasi. Edukasi kepada
pasien dan keluarga merupakan kompetensi inti dalam praktik keperawatan. Edukasi kepada
pasien dan keluarga menunjukkan hasil meningkatkan kesehatan, mengurangi resiko pasien
kembali ke rumah sakit dan meningkatkan kepuasan diri pasien (Abdella, Banks & Wilmann,
2016).
Terapi Intravena (IV) adalah menempatkan cairan steril melalui jarum, langsung ke vena
pasien. Biasanya cairan steril mengandung elektrolit (natrium, kalsium, kalium), nutrient
(biasanya glukosa), vitamin atau obat (Brunner & Sudarth, 2002). Terapi intravena adalah
pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh, melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena
(pembuluh balik) untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh
(Darmadi,2010). Terapi intravena (IV) digunakan untuk memberikan cairan ketika pasien
tidak dapat menelan, tidak sadar, dehidrasi atau syok, untuk memberikan garam yang
Memberikan atau menggantikan cairan tubuh yang mengandung air, elektrolit, vitamin,
protein, lemak, dan kalori, yang tidak dapat dipertahankan secara adekuat melalui oral,
tekanan vena sentral (CVP), memberikan nutrisi pada saat sistem pencernaan mengalami
Persiapan pemasangan infus diantaranya persiapan pasien, persiapan alat, standar infus,
cairan infus dan infus set, abocath, perlak dan tourniquet, plester dan gunting, bengkok,
1. Mencuci tangan
6. Menggantungkan infus dengan cairan infus dengan posisi cairan infus mengarah
keatas
8. Mengisi cairan infus set dengan cara menekan ( tapi tidak sampai terendam ).
17. Desinfeksi vena dengan alkohol dari atas kebawah dengan sekali hapus.
22. Menyambungkan dengan ujung selang yang telah terlebih dahulu dikeluarkan
23. Memberikan plester pada ujung abocath tapi tidak menyentuh area penususkan untuk
fiksasi.
24. Membalut dengan kassa bethadine steril dan menutupnya dengan kasa kering.
25. Memberikan plester dengan benar dan mempertahankan keamanan abocath agar tidak
dicabut.
29. Catat tindakan yang dilakukan seperti tanggal dan waktu pemasangan infus, jumlah
dan jenis cairan yang diberikan termasuk obat dan kecepatan tetesannya ).
Analysis
Ny “SN” umur 25 tahun dengan P1A0 observasi 2 jam post partum didapatkan KU
ibu lemas, kesadaran CM, T : 90/70 mmHg, S; 36,2 ⁰C, N: 72 x/menit, RR: 18 x/menit. TFU:
sepusat, kontraksi uterus lembek, perdarahan agak banyak dilakukan pemasangan infus degan
D5% drip oksitosin 1 ampul. Pada saat pemasangan infus ditemukan beberapa kesenjangan
yang tidak sesuai dengan SOP pemasangan infus. Kesenjangan yang didapatkan pada kasus
ini diantaranya tidak memakai perlak atau alas pada bagian anggota tubuh yang akan
dipasang infus, sarung tangan yang dipakai pasang infus sarung tangan bersih, tidak mencuci
tangan sebelum melakukan pemasangan infus. Seperti SOP pemasangan infus meletakan
perlak atau alas pada bagian anggota tubuh yang akan dipasang infus, memakai sarung tangan
steril, mencuci tangan sebelum tindakan pemasangan infus. Walau dalam tindakan ini tidak
sepenuhnya dapat mengakibatkan efek samping jangka panjang yang merugikan pasien
seperti flebitis. Menurut Darmadi (2010) beberapa komplikasi yang dapat terjadi dalam
pemasangan infus: hematoma, yakni darah mengumpal dalam jaringan tubuh akibat
pecahnya pembuluh darah arteri vena, atau kapiler, terjadi akibat penekanan yang kurang
tepat saat memasukkan jarum, atau “tusukan” berulang pada pembuluh darah. Infiltrasi, yakni
masuknya cairan infus ke dalam jaringan sekitar (bukan pembuluh darah), terjadi akibat
ujung jarum infus melewati pembuluh darah. Plebitis, atau bengkak (inflamasi) pada
pembuluh vena, terjadi akibat infus yang dipasang tidak dipantau secara ketat dan benar
Emboli udara, yakni masuknya udara ke dalam sirkulasi darah, terjadi akibat masuknya udara
yang ada dalam cairan infus ke dalam pembuluh darah, rasa perih/sakit dan reaksi alergi.
Terapi intravena diberikan secara terus-menerus dan dalam jangka waktu yang lama tentunya
Pemasangan infus tidak diperlukan pada ibu nifas tanpa ada kondisi medis. Pemasangan infus
yang tidak sesuai indikasi membuat pasien beresiko terkena infeksi dan beberapa komplikasi
lain. Selanjutnya saat pemasangan infus akan lebih menekankan pada penggunaan alat untuk
satu pasien dan menjaga alat supaya tetap tertutup dalam kom streril, meminimalisir terpapar
udara luar serta pemberian edukasi kepada pasien dan keluarga tentang komplikasi
pemasangan infus. Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informad consent
dan harus sesuai SOP untuk mencegah terjadinya komplikasi setelah pemasangan infus.
Referensi