Anda di halaman 1dari 7

ESSAY REFLEKSI

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS DENGAN


PERDARAHAN DI RUANG VK UPTD PUSKESMAS
TAMPAKSIRING II

Oleh
DEWA AYU PUTRI PRAMESTI
NIM : 20089152075

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG
TAHUN 2021
YAYASAN KESEJAHTERAAN WARGA KESEHATAN SINGARAJA – BALI
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG
INSTITUSI TERAKREDITASI B
Program Studi : D3 Kebidanan, S1 Kebidanan, S1 Keperawatan, S1 Farmasi, Profesi Ners, dan Profesi Bidan
Office : Kampus I Jln. Raya Air Sanih Km. 11, Bungkulan, Singaraja – Bali
Kampus II Jln. Raya Air Sanih, Km 3, Kubutambahan, Singaraja – Bali
HP : 081939337102 ( WA ) Web : stikesbuleleng.ac.id Email : stikesbuleleng@gmail.com

ESSAY REFLEKSI

DI RUANG VK UPTD PUSKESMAS TAMPAKSIRING II

Introduction

Essay pada kasus ini menggunakan Gibss Reflection Cycle (1988). Melalui refleksi ini dapat

sebagai bahan untuk pengembangan diri dan pengetahuan saya kedepannya.

Description

Rotasi pertama Praktik profesi di stase KDPK adalah mengenai penanganan pada ibu nifas.

Masa nifas merupakan rentang waktu yang sangat penting untuk mendapatkan perhatian

sebab pada masa tersebut ibu akan mengalami berbagai perubahan baik fisiologis maupun

psikologis. Selama saya di stase KDK saya menemukan beberapa ibu dipasang infus/ Intra

Vena Fluid Drip (IVFD). Dimana ada beberapa tujuan pemasangan infus tersebut

diantaranya: rehidrasi, terapi. Pemasangan infus sering diberikan pada ibu yang akan

dilakukan tindakan induksi persalinan, rehidrasi pasien yang mengalami dehidrasi khususnya

saat persalinan atau pada ibu dengan penyakit tertentu yang akan berpengaruh pada proses

persalinannya, masa nifas dimana ditemukan kontrkasi uterus ibu lembek atau untuk

mencegah terjadinya perdarahan post partum. Hal yang menarik perhatian saya disini adalah
bagaimana persiapan pemasangan infus dan tehnik pemasangan infus yang dilakukan pada

ibu nifas.

Evaluatio

Masa nifas berlangsung sejak 2 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 42 hari ( 6

minggu ). Selama periode tersebut ibu nifas harus mendapatkan pemantauan penuh sampai

dengan 42 hari supaya tidak terjadi komplikasi- kompilkasi yang dapat menyebabkan

kesakitan bahkan kematian ibu. Untuk menangani hal-hal diatas, maka diperlukan asuhan

kebidanan secara komprehensif kepada ibu nifas. Dengan melakukan kunjungan sebanyak 4

kali yaitu pada 6-8 jam setelah persalinan, 6 hari setelah persalinan, 2 minggu setelah

persalinan, dan 6 minggu setelah persalinan selama masa nifas. Untuk itu tindakan

pemasangan infus saat masa nifas tidak diperlukan jika tidak ada indikasi. Edukasi kepada

pasien dan keluarga merupakan kompetensi inti dalam praktik keperawatan. Edukasi kepada

pasien dan keluarga menunjukkan hasil meningkatkan kesehatan, mengurangi resiko pasien

kembali ke rumah sakit dan meningkatkan kepuasan diri pasien (Abdella, Banks & Wilmann,

2016).

Terapi Intravena (IV) adalah menempatkan cairan steril melalui jarum, langsung ke vena

pasien. Biasanya cairan steril mengandung elektrolit (natrium, kalsium, kalium), nutrient

(biasanya glukosa), vitamin atau obat (Brunner & Sudarth, 2002). Terapi intravena adalah

pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh, melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena

(pembuluh balik) untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh

(Darmadi,2010). Terapi intravena (IV) digunakan untuk memberikan cairan ketika pasien

tidak dapat menelan, tidak sadar, dehidrasi atau syok, untuk memberikan garam yang

dirperlukan untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit, atau glukosa yang diperlukan

untuk metabolisme dan memberikan medikasi (Perry & Potter, 2006).

Memberikan atau menggantikan cairan tubuh yang mengandung air, elektrolit, vitamin,
protein, lemak, dan kalori, yang tidak dapat dipertahankan secara adekuat melalui oral,

memperbaiki keseimbangan asam basa, memperbaiki volume komponen-komponen darah,

memberikan jalan 14 masuk untuk pemberian obat-obatan kedalam tubuh, memonitor

tekanan vena sentral (CVP), memberikan nutrisi pada saat sistem pencernaan mengalami

gangguan (Perry & Potter, 2006).

Persiapan pemasangan infus diantaranya persiapan pasien, persiapan alat, standar infus,

cairan infus dan infus set, abocath, perlak dan tourniquet, plester dan gunting, bengkok,

sarung tangan steril, kassa steril, kapas alkohol, bethadine.

Penatalaksanaan pemasangan infus yaitu :

1. Mencuci tangan

2. Memberitahukan tindakan yang akan dilakukan

3. Mengisi slang infus

4. Membuka plastik infus set dengan benar.

5. Tetap melindungi ujung selang steril

6. Menggantungkan infus dengan cairan infus dengan posisi cairan infus mengarah

keatas

7. Menggantung cairan infus di standar cairan infus.

8. Mengisi cairan infus set dengan cara menekan ( tapi tidak sampai terendam ).

9. Mengisi selang infus dengan cairan yang benar.

10. Menututp ujung selang dan tutup dengan mempertahankan kesterilan.

11. Cek adanya udara dalam selang

12. Pakai sarung tangan

13. Memilih posisi yang tepat untuk memasang infus.

14. Meletakkaan perlak dan pengalas.

15. Memilih vena yang tepat dan benar.


16. Memasang tourniquet

17. Desinfeksi vena dengan alkohol dari atas kebawah dengan sekali hapus.

18. Buka abocath apabila ada kerusakan atau tidak

19. Menususkan abocath pada vena yang dipilih.

20. Memperhatikan adanya darah dalam kompartemen darah dalam abocath.

21. Tourniquet di cabut.

22. Menyambungkan dengan ujung selang yang telah terlebih dahulu dikeluarkan

cairannya sedikit, sambil dibiarkan menetes sedikit.

23. Memberikan plester pada ujung abocath tapi tidak menyentuh area penususkan untuk

fiksasi.

24. Membalut dengan kassa bethadine steril dan menutupnya dengan kasa kering.

25. Memberikan plester dengan benar dan mempertahankan keamanan abocath agar tidak

dicabut.

26. Mengatur cairan tetesan infus sesuai kebutuhan pasien.

27. Alat-alat dibereskan dan perhatikan bagaimana respon pasien.

28. Cuci tangan

29. Catat tindakan yang dilakukan seperti tanggal dan waktu pemasangan infus, jumlah

dan jenis cairan yang diberikan termasuk obat dan kecepatan tetesannya ).

Analysis

Ny “SN” umur 25 tahun dengan P1A0 observasi 2 jam post partum didapatkan KU

ibu lemas, kesadaran CM, T : 90/70 mmHg, S; 36,2 ⁰C, N: 72 x/menit, RR: 18 x/menit. TFU:

sepusat, kontraksi uterus lembek, perdarahan agak banyak dilakukan pemasangan infus degan

D5% drip oksitosin 1 ampul. Pada saat pemasangan infus ditemukan beberapa kesenjangan

yang tidak sesuai dengan SOP pemasangan infus. Kesenjangan yang didapatkan pada kasus

ini diantaranya tidak memakai perlak atau alas pada bagian anggota tubuh yang akan
dipasang infus, sarung tangan yang dipakai pasang infus sarung tangan bersih, tidak mencuci

tangan sebelum melakukan pemasangan infus. Seperti SOP pemasangan infus meletakan

perlak atau alas pada bagian anggota tubuh yang akan dipasang infus, memakai sarung tangan

steril, mencuci tangan sebelum tindakan pemasangan infus. Walau dalam tindakan ini tidak

sepenuhnya dapat mengakibatkan efek samping jangka panjang yang merugikan pasien

seperti flebitis. Menurut Darmadi (2010) beberapa komplikasi yang dapat terjadi dalam

pemasangan infus: hematoma, yakni darah mengumpal dalam jaringan tubuh akibat

pecahnya pembuluh darah arteri vena, atau kapiler, terjadi akibat penekanan yang kurang

tepat saat memasukkan jarum, atau “tusukan” berulang pada pembuluh darah. Infiltrasi, yakni

masuknya cairan infus ke dalam jaringan sekitar (bukan pembuluh darah), terjadi akibat

ujung jarum infus melewati pembuluh darah. Plebitis, atau bengkak (inflamasi) pada

pembuluh vena, terjadi akibat infus yang dipasang tidak dipantau secara ketat dan benar

Emboli udara, yakni masuknya udara ke dalam sirkulasi darah, terjadi akibat masuknya udara

yang ada dalam cairan infus ke dalam pembuluh darah, rasa perih/sakit dan reaksi alergi.

Terapi intravena diberikan secara terus-menerus dan dalam jangka waktu yang lama tentunya

akan meningkatkan kemungkinan terjadinya komplikasi. Komplikasi dari pemasangan infus

yaitu flebitis, hematoma, infiltrasi, tromboflebitis, emboli udara (Hinlay, 2006).

Conclusion and Action Plan

Pemasangan infus tidak diperlukan pada ibu nifas tanpa ada kondisi medis. Pemasangan infus

yang tidak sesuai indikasi membuat pasien beresiko terkena infeksi dan beberapa komplikasi

lain. Selanjutnya saat pemasangan infus akan lebih menekankan pada penggunaan alat untuk

satu pasien dan menjaga alat supaya tetap tertutup dalam kom streril, meminimalisir terpapar

udara luar serta pemberian edukasi kepada pasien dan keluarga tentang komplikasi

pemasangan infus. Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informad consent

dan harus sesuai SOP untuk mencegah terjadinya komplikasi setelah pemasangan infus.
Referensi

Asmadi. (2008). Konsep dasar Keperawatan. Jakarta : EGC


Potter dan Perry. (2005). Buku Ajar Fudamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktek.
Jakarta. EGC
Mansyur, Nurliana, Kasrinda,D.(2019) ' Asuhan Kebidanan Masa Nifas ', Journal of
Chemical Information dan Modeling.
Wilujeng,R.D and Hartati,A.(2018) Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas, Akademi Kebidanan
Griya Husada Surabaya.
Brent,N,.J.(2001). Nurses and the law: A Guide Principles and Applications,
Pennsylvania:W.B.Saunders. Comapany.

Anda mungkin juga menyukai