Anda di halaman 1dari 11

REFLEKSI KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU YANG KEHILANGAN ANAK


DI RSUD KARTINI JEPARA

Disusun Oleh :
ASTINI
NIM: 2209040

PROGRAM STUDI PROFESI BIDAN


UNIVERSITAS KARYA HUSADA
SEMARANG
2022/2023
REFLEKSI KASUS
DI RSUD KARTINI JEPARA

Deskripsi Pengalaman

Pada refleksi kasus kali ini saya mengangkat kasus yang sangat menarik
yaitu asuhan kebidanan pada Ibu dengan kehilangan anak. Saya mengambil kasus
ini karena menurut saya, ini merupakan kasus yang jarang saya jumpai di rumah
sakit. Pada hari Jumat tanggal 25 November 2022, saya mendapat tugas untuk
mengikuti kegiatan praktik kerja lapangan di RSUD Kartini stase Pranikah dan
Prakonsepsi.

Terdapat seorang ibu Ny. T umur 37 tahun merupakan pasien dengan post
SC UK 23 minggu dengan PEB dan HbSAg + dan bayi mengginggal. Keluhan
utama yang dialami oleh pasien adalah Ibu mengatakan merasakan sedih dan
sangat kehilangan bayinya dan merasa nyeri di luka jahitannya Riwayat
kesehatan pasien, ibu mengatakan menderita penyakit HBSAg dan baru diketahui
saat ini. Ibu mengatakan tidak pernah menderita penyakit keturunan seperti DM,
Tekanan darah tinggi, Jantung, dan lain-lain.

Rekam Medik Pasien

Data Subyektif
1. Biodata
1.1. Biodata 1.2. Biodata
Pasien Penanggungjawab
Nama : Ny. T Tn. J
Umur : 37 tahun 40 tahun
Agama : Islam Islam
Suku/ bangsa : Jawa/ Indonesia Jawa/ Indonesia
Pendidikan : SMP SMP
Pekerjaan : IRT Tukang Kayu
No RM : 000746027 -
Hubungan dengan : Istri Suami
pasien
Alamat : Kepuk 1/1 Kepuk 1/1
2. Alasan datang : Ibu 1 hari post post SC UK 23minggu dengan PEB
dan HbSAg + dan bayi mengginggal
3. Keluhan Utama :
Ibu mengatakan merasakan sedih dan sangat kehilangan bayinya
Ibu mengatakan terasa nyeri di luka jahitannya
4. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu
a. Ibu mengatakan tidak pernah menderita penyakit menular seperti:
Hepatitis, AIDS, TBC, dan lain-lain.
b. Ibu mengatakan tidak pernah menderita penyakit keturunan
seperti DM, Tekanan darah tinggi, Jantung, dan lain-lain
b. Riwayat kesehatan sekarang
a. Ibu mengatakan tidak sedang menderita penyakit menular seperti:
Hepatitis, AIDS, TBC, dan lain-lain.
b. Ibu mengatakan tidak sedang menderita penyakit keturunan
seperti DM, Tekanan darah tinggi, Jantung, dan lain-lain.
c. Riwayat kesehatan keluarga
a. Ibu mengatakan di keluarga tidak ada yang menderita penyakit
menular seperti Hepatitis, AIDS, TBC, dan lain-lain.
b. Ibu mengatakan di keluarga tidak ada yang menderita penyakit
keturunan seperti DM, Tekanan darah tinggi, Jantung, dan lain-
lain
c. Ibu mengatakan di keluarga tidak ada riwayat kembar
d. Ibu mengatakan di keluarga tidak ada yang mengalami kecacatan
5. Riwayat Perkawinan
Ibu mengatakan ini merupakan pernikahan yang pertama saat ibu
berusia 24 tahun, dan berlangsung selama 13 tahun
6. Riwayat Obstetri
a. Riwayat Menstruasi
a. Menarche : 12 tahun
b. Siklus/lama : 28 hari / 7 hari
c. Perdarahan : Sedang (ganti pembalut 4-5 kali sehari)
d. Dysmenorrhea : Hari pertama dan kedua saat menstruasi.
e. Fluor albus : Tidak
f. HPHT : ibu mengatakan tidak ingat
b. Riwayat obstetri
a. Paritas : 3 Abortus : 0
Anak I = BB 2700gr, laki-laki, usia 12 tahun, Lahir spontan di
bidan
Anak II = BB 3.100gr, perempuan, usia 8 tahun, lahir spontan di
RSU
Anak III = SC lahir meninggal
c. Riwayat gynekologi
a. Ibu tidak pernah mengalami tumor
b. Ibu tidak pernah mengalami infeksi organ reproduksi
c. Ibu tidak pernah menderita penyakit kelamin
7. Riwayat Keluarga Berencana
a. Pernah KB : Belum
b. KB yang digunakan : Belum pernah menggunakan KB
c. Berapa lama menggunakan KB tersebut: -
d. Alasan tidak KB: takut menggunakan KB
e. Rencana kontrasepsi yang digunakan: steril
8. Pola Kebutuhan Sehari-hari
   Pola Selama Hamil Setelah melahirkan
Nutrisi Makan : + 2-3 x /hari porsi Makan : + 3 x /hari porsi sedang
Sedang (nasi, sayur, (nasi, sayur, lauk pauk)
lauk pauk)
Minum : + 8 gelas/hari
Minum : + 7-8 gelas/hari (air
(air putih, teh)
putih, teh)
Eliminasi BAB : + 1 x /hari, warna BAB : + 1 x /2 hari, warna
Kuning Konsistensi kuning, Konsistensi
lunak, bau khas dan lunak, bau khas dan
tidak nyeri tidak nyeri
BAK : 3-5 x /hari, warna BAK : 3-5 x /hari, warna
Kuning jernih, bau Kuning jernih, bau khas
khas dan tidak nyeri
dan tidak nyeri
Aktifitas Klien mengatakan melakukan Klien mengatakan melakukan
aktifitas rumah tangga sendiri, aktifitas rumah tangga dibantu
seperti memasak, mencuci, dll mertua
Istirahat Siang : + 1 jam, nyenyak Siang : + 2 jam, nyenyak
Tidur
Malam : + 5-6 jam, nyenyak Malam : + 8 jam, nyenyak
Personal Mandi 2x /hari, ganti pakaian Mandi 2x /hari, ganti pakaian
Hygiene 2x/hari, keramas 3x/minggu, gosok 2x/hari, keramas 3x/minggu, gosok
gigi 3x/hari gigi 3x/hari
Seksualitas Klien mengatakan hubungan Klien mengatakan hubungan
seksual 1-2x dalam seminggu seksual 1 x dalam seminggu

9. Psiko sosio spiritual


a) Ibu mengatakan sangat terpukul dengan kehilangan bayinya
b) Pola interaksi dengan keluarga baik
c) Ibu selalu istighfar agar ibu bisa iklas menerima keadaannya
Data Obyektif
1. Pemeriksaan Umum
a. Keadaan Umum : Baik
b. Tingkat Kesadaran : Composmentis
c. Antropometri
Tinggi Badan : 150 cm
BB : 39,5 kg
IMT : 17,6
d. Tanda-tanda vital
TD : 151/82 mmHg
Suhu : 36,8 0C
Nadi : 86 x / menit
RR : 22 x / menit
2. Status Present
a. Kepala : Bentuk kepala mesocephal, rambut tidak rontok,
kulit kepala bersih dan tidak terdapat ketombe.
b. Wajah/muka : Tidak terdapat odema, dan tidak pucat.
c. Mata : Simetris, bersih tidak ada sekret, konjungtiva
berwarna merah muda tidak
anemis, skelera
berwarna putih tidak ikterik.

d. Hidung : Bersih, tidak ada sekret


e. Telinga : Simetris, bersih tidak ada serumen.
f. Mulut/gigi : Tidak ada karies dentis, tidak ada gigi berlubang,
bibir tidak pucat dan tidak terdapat stomatitis.
g. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid dan
pembuluh limfe
h. Dada : Simetris, pernapasan teratur, tidak ada retraksi
dinding dada, dan ada pembengkakan pada payudara.
i. Abdomen : Tidak ada bekas operasi, tidak ada pembesaran
abnormal pada hepar dan lien.
j. Punggung : Bentuk tulang belakang sedikit lordosis, tidak
terdapat nyeri tekan pada Costo Vertebra Angle Tenderness
(CVAT).
k. Genetalia : kateter sudah di AFF, bersih tidak ada keputihan.
tidak odema dan tidak terdapat varises.
l. Anus : Tidak ada haemoroid.
m. Ekstermitas : Tampak terpasang infuse Rl di lengan kiri,
ekstremitas bawah
Tampak oedeme, tidak terdapat varises, jari tangan dan kaki
lengkap, dapat bergerak dan berfungsi dengan baik, reflek patella
positif.

3. Status Obstetri
a. Inspeksi
1) Muka : tidak oedem dan tidak pucat.
2) Mamae : Simetris, puting susu menonjol, payudara lunak,
tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan
3) Abdomen : terdapat luka bekas operasi tertutup kassa steril
4) Genetalia : masih ada pengeluaran bercak darah
4. Pemeriksaan penunjang :
a. Pemeriksaan laboratorium pre operasi (21 November 2022)
Hb 12,5 gr%
Leukosit 12,42
Trombosit 160
HT 35,3
Eritrosit 4,57
MCH 27,4
MCHC 35,4
Eusonopil 1
Basophil 0
Golda B Rh +
Analisis Kasus

Tujuan dari pengambilan kasus ini ialah agar saya lebih mengetahui dan
memahami bagaimana menenangkan dan memberi motivasi psikis pada ibu
dengan kehilangan anak. Karena, hal tersebut juga merupakan tugas bidan dalam
melakukan asuhan kebidanan.
Selain itu tujuannya adalah saya ingin berdiskusi bersama teman-teman
mengenai kasus yang saya dapatkan. Saya melakukan penatalaksanaan kasus
tersebut sesuai evidance based, dikarenakan dari temuan klinis ibu tersebut
mengalami kondisi berduka karena kehilangan anak yang dikandungnya.
Tindakan yang saya lakukan terhadap pasien tersebut tentunya akan
mengakibatkan manfaat bagi diri sendiri, pasien dan keluarga, serta orang yang
bekerja bersama saya. Untuk manfaat bagi diri sendiri adalah saya merasa banyak
belajar tentang tindakan pada pasien karna apabila tidak ditangani dengan baik
tentunya prognosisnya akan sangat buruk sehingga tindakan yang saya berikan ke
pasien tentunya dapat dipertanggungjawabkan. Sedangkan untuk kelurga ialah
keluarga harus lebih kooperatif dengan petugas kesehatan yang memberikan
tindakan tersebut dan keluarga juga harus memberikan perhatian yang lebih
kepada pasien tersebut agar bisa menunjang keberhasilan dalam tindakan tersebut.
Manfaat yang didapatkan untuk petugas kesehatan atau orang yang bekerja
bersama saya ialah mereka harus lebih intensif memberikan motivasi dan menjadi
support system yang baik buat ibu sehingga tenaga kesehatan ini harus selalu
memberikan edukasi terhadap keluarga pasien.
Ketika pertama kali saya menemukan pasien ini, saya berempati terhadap
Ny. T 37 tahun P3A0 tersebut karena pasien megalami preeclampsia berat dan
pasca operasi dengan bayi meninggal dunia serta pasien diketahui mengidap
penyakit HBsAg.
Kehilangan adalah suatu situasi aktual maupun potensial yang dapat
dialami individu ketika terjadi perubahan dalam hidup atau berpisah dengan
sesuatu yang sebelumnya ada, baik sebagian atau keseluruhan. Dukacita adalah
proses dimana seseorang mengalami respon psikologis, sosial dan fisik terhadap
kehilangan yang dipersepsikan. Proses dukacita memiliki sifat yang mendalam,
internal, menyedihkan dan berkepanjangan. Dukacita dapat ditunjukkan melalui
pikiran, perasaan maupun perilaku yang bertujuan untuk mencapai fungsi yang
lebih efektif dengan mengintegrasikan kehilangan ke dalam pengalaman hidup.
Pada saat seseorang yang berduka ingin mencapai fungsi yang lebih efektif, maka
ia harus melewati beberapa tahapan berduka, dimana untuk mewujudkannya
membutuhkan waktu yang cukup lama dan upaya yang cukup keras (Holmes,
2012).
Teori Bowlby menjelaskan bahwa proses berduka akibat suatu
kehilangan memiliki empat fase, yaitu : mati rasa dan penyangkalan terhadap
kehilangan, kerinduan emosional akibat kehilangan orang yang dicintai dan
memprotes kehilangan yang tetap ada, kekacauan kognitif dan keputusasaan
emosional, mendapatkan dirinya sulit melakukan fungsi dalam kehidupan
sehari-hari, dan tahap terakhir adalah reorganisasi dan reintegrasi kesadaran diri
sehingga dapat mengembalikan hidupnya (Holmes, 2012).
Kehilangan akibat kematian orang yang dicintai merupakan krisis utama
yang memiliki dampak sangat besar pada hidup individu. Keadaan disekuilibrium
yang terjadi akibat krisis atau kehilangan menyebabkan kecemasan yang besar
dan ketidaknyamanan yang ekstrem. Kematian anak secara umum menimbulkan
rasa duka yang kronis dan juga rasa bersalah yang irasional pada orang tua,
sehingga anak yang sudah meninggal tidak pernah dapat terlupakan (Kuswanti,
2013).
Intervensi awal yang dilakukan kepad aibu adalah memberikan
ruang kepada ibu dan keluarga untuk bersama saling menguatakan dan
memberi dukungan terhadap situasi yang dihadapi. Dukacita dapat
ditunjukkan melalui pikiran, perasaan maupun perilaku yang bertujuan
untuk mencapai fungsi yang lebih efektif dengan mengintegrasikan
kehilangan ke dalam pengalaman hidup. Pada saat seseorang yang
berduka ingin mencapai fungsi yang lebih efektif, maka dibutuhkan
waktu yang cukup lama dan upaya yang cukup keras untuk
mewujudkannya. Menurut Elisabeth Kubler-Ross menetapkan lima
tahapan berduka, yaitu (AIHW, 2012) yang dimulai dari penyangkalan
adalah syok dan ketidakpercayaan tentang kehilangan.
Maka dari itu ibu diberikan KIE entang kematian bayi karena
kondisi ibu sebelumnya agar ibu memahami apa yang terjadi sehingga
membantu ibu untuk menerima keadaan. Individu yang berduka perlu
menemukan makna kehilangan. Ia akan melakukan pengkajian diri dan
mempertanyakan cara berpikir yang diterima. Asumsi lama tentang
kehidupan ditantang atau dapat juga dengan mempertanyakan. Individu
menyadari bahwa kehilangan dan kematian merupakan realitas kehidupan
yang kita semua harus hadapi suatu hari (Choudhary, 2014).
Ibu juga diberikan motivasi kepada ibu untuk memperhatikan
kondisinya saat ini, memulai mobilisasi dini agar cepat pulih dan luka
jahitannya segera kering. Respons emosional terlihat pada semua fase
proses dukacita menurut Bowlby. Selama fase mati rasa, respons awal
yang umum terhadap kabar kehilangan ialah perasaan syok, seolah-olah
tidak dapat menyadari realitas kehilangan. Namun dalam keadaan putus
asa, bidan harus mampu mendampingi ibu agar memiliki keinginan kuat
untuk mengembalikan ikatan dengan individu yang meninggal,
mendorong individu yang berduka untuk memeriksa dan memulihkan
dirinya. Yang paling penting terhadap keadaan kehilangan adalah
memenuhi kebutuhan spiritual individu yang berduka. Ketika kehilangan
terjadi, individu mungkin paling terhibur, tertantang, atau hancur dalam
dimensi spiritual pengalaman manusia. Individu yang berduka dapat
kecewa dan marah kepada Tuhan atau tokoh agama yang lain.
Penderitaan karena ditinggalkan, kehilangan harapan, atau kehilangan
makna merupakan penyebab penderitaan spiritual yang dalam
(Choudhary, 2014).
Kesimpulan

Dari refleksi yang saya jelaskan, penatalaksanaan untuk


Penanganan kasus kehilangan bayi difokuskan untuk memeberi dukungan
psikologis kepada ibu, sehingga dapat membantu ibu menerima keadaan
yang dihadapi.
Berdasakan praktek yang telah di lakukan di RSUD Kartini Jepara
dalam memberikan asuhan kebidanan pada kasus kedukaan karena
kehilangan bayi menunjukkan tidak ada kesenjangan dengan teori yang
ada. Hal ini dapat dilihat dari awal pengkajian sampai pada evaluasi dan
dokumentasi asuhan kebidanan yang diberikan pada klien dapat
terlaksana dengan baik, karena dukungan dan kerja sama yang baik antar
klien, keluarga, paramedis (bidan), dan tim medis (dokter).

Anda mungkin juga menyukai