Anda di halaman 1dari 19

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan hidayah-
Nyalah sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah Konsep Kebidanan yang berjudul
“Pernikahan Dini”

Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih
terdapat banyak kesalahan dan kekeliruan serta jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang kita
harapkan. Oleh karena itu, dengan senang hati kami senantiasa mengharapkan kritik dan saran
yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini di kemudian hari.

Demikianlah makalah ini disusun, semoga dapat bermanfaat bagi kita semua dan semoga
jerih payah kita mendapat berkah dari Tuhan Yang Maha Esa, Amin.

Surabaya, 5 Desember 2019

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................1
DAFTAR ISI ..........................................................................................................................2
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang..............................................................................................................3
1.2. Rumusan Masalah.........................................................................................................4
1.3. Tujuan...........................................................................................................................4
1.4. Manfaat.........................................................................................................................5
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1. Pernikahan...................................................................................................................6
2.1.1. Definisi Pernikahan..........................................................................................6
2.1.2. Tujuan Pernikahan............................................................................................6
2.1.3. Kriteria Keberhasilan Sebuah Pernikahan
2.2. Pernikahan Dini...........................................................................................................7
2.2.1. Definisi Pernikahan Dini..................................................................................7
2.2.2. Dampak Pernikahan Dini..................................................................................7
2.2.3. Faktor-faktor Penyebab Pernikahan Dini.........................................................12
2.2.4. Upaya Mencegah Pernikahan Dini...................................................................13
2.2.5. Peran Bidan dalam Mengatasi Pernikahan Dini............................................... 15
BAB 3 PENUTUP
3.1. Kesimpulan..................................................................................................................16
3.2. Saran............................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pernikahan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga yang sejahtera. Keluarga sejahtera
diartikan sebagai unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami atau istri dengan
anaknya. Tujuan membangun keluarga yang sejahtera yaitu keluarga yang bahagia yang
dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, dimana keluarga mampu memenuhi
kebutuhan hidup spiritual maupun materi yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antar anggota dengan masyarakat
dan lingkungan (BKKBN,2012)
Menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) 2012 usia
pernikahan yang ideal yang dilakukan oleh seorang laki-laki dengan usia minimal 25 tahun
dan usia minimal wanita 20 tahun. Namun pada kenyataanya masih begitu banyak
masyarakat yang melakukan pernikahan pada usia dibawah 18 tahun. Faktanya berdasarkan
data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2010) menunjukan masih tingginya kejadian
pernikahan usia anak di Indonesia yaitu perempuan dengan usia 10-14 tahun menikah
sebanyak 0,2% lebih dari 22.0000 wanita muda berusia 10-14 tahun di Indonesia yang sudah
menikah. Jumlah perempuan muda yang menikah lebih besar jika dibandingkan dengan laki-
laki yaitu 11,7% perempuan muda berusia 15-19 tahun dan 6% laki-laki berusia 15-19 tahun.
Pernikahan usia dini berdampak buruk pada kesehatan, baik pada ibu dari sejak hamil
sampai melahirkan maupun bayi karena organ reproduksi yang belum sempurna. Belum
matangnya organ reproduksi menyebabkan perempuan yang menikah usia dini berisiko
terhadap berbagai penyakit seperti kanker serviks, perdarahan, keguguran, mudah terjadi
infeksi saat hamil, anemia saat hamil, resiko terkena pre Eklampsia, dan persalinan yang
lama dan sulit. Sedangkan dampak pernikahan dini pada bayi berupa premature, berat bayi
lahir rendah (BBLR), cacat bawaan hingga kematian bayi (Manuaba, 2009).
Penyebab dari pernikahan dini di Indonesia dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain
pendidikan rendah, kebutuhan ekonomi, kultur nikah muda, seks bebas pada remaja dan
pemahaman agama ( BKKBN, 2011). Penelitian di Switzerland oleh Joar Svanemyr (2012)

3
juga menyatakan ibu yang berusia 18 tahun memiliki resiko 35% hingga 55% untuk
melahirkan bayi dengan berat bayi lahir rendah (BBLR) dibandingkan pada ibu yang berusia
diatas 19 tahun. Angka kematian bayi 60% lebih tinggi pada ibu yang masih berusia di
bawah 18 tahun.
Dengan demikian hasil penelitian tersebut menunjukan resiko kematian yang di
sebabkan oleh kehamilan pada perempuan pelaku pernikahan dini 4 kali lebih tinggi untuk
remaja di bawah 16 tahun daripada pada wanita di atas 20 tahun. Selain itu kesehatan bayi
pada ibu yang berusia 18 tahun, beresiko meningkatnya kematian bayi sebesar 60% di
bandingkan pada ibu yang berusia 20 tahun. Faktanya, berdasarkan hasil Survei Demografi
Kesehatan (SDKI) tahun 2012, disebutkan AKI tahun 2012 adalah 359 per 100.000 kelahiran
hidup, meningkat signifikan dari tahun 2007 yang besarnya 228 per 100.000 kelahiran hidup.
Fenomena pernikahan usia dini pada dasarnya merupakan satu sikus fenomena yang terulang
dan tidak hanya terjadi di daerah pedesaan, tetapi terjadi juga di wilayah perkotaan yang
secara tidak langsung dipengaruhi oleh role model dari dunia hiburan. Faktor–faktor yang
mempengaruhi pernikahan usia dini diantaranya karena faktor ekonomi, budaya dan
kemiskinan. Hal ini terbukti dalam penelitian Joar Svanemyr (2012) bahwa ekonomi dan
kemiskinan berkorelasi dengan tingkat yang lebih tinggi sebagai faktor pernikahan usia dini.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian dari pernikahan dini?
2. Apa saja dampak dari pernikahan dini?
3. Apa saja factor-faktor penyebab pernikahan dini?
4. Bagaimana upaya mencegah pernikahan dini?
5. Bagaimana cara bidan dalam mengatasi pernikahan dini?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari pernikahan dini
2. Untuk mengetahui dampak dari pernikahan dini
3. Untuk mengetahui saja factor-faktor penyebab pernikahan dini
4. Untuk mengetahui upaya mencegah pernikahan dini
5. Untuk mengetahui cara bidan dalam mengatasi pernikahan dini

4
1.4 Manfaat
1. Manfaat Bagi Penulis
Dengan ditugaskannya makalah ini penulis lebih memahami dan mengetahui tentang
pembuatan makalah yang baik dan benar, dan menambah wawasan tentang pernikahan
dini dan dampak yang di timbulkannya.
2. Manfaat Bagi Pembaca
a. Remaja
Dengan lebih mengetahui dan memahami tentang dampak yang ditimbulkan oleh
pernikahan dini, diharapkan juga dapat menekan angka pernikahan dini di kalangan
remaja.
b. Masyarakat
Dengan adanya makalah ini, masyarakat bisa lebih memahami, mengetahui dan
sadar atas dampak yang ditimbulkan oleh pernikahan dini

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pernikahan
2.1.1 Definisi Pernikahan
Pernikahan atau perkawinan adalah lambang dan di sepakatinya suatu perjanjian
antara seorang laki-laki dan perempuan atas dasar hak dan kewajiban kedua belah
pihak (Kumalasari dan Andhyantoro, 2013:118). Sedangkan pernikahan menurut
Undang-Undang perkawinan No 1 tahun 1974 adalah ikatan lahir dan batin antara
seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan untuk
membentuk keluarga yang sejahtera.
Dalam pernikahan adanya ikatan lahir dan batin, yang berarti bahwa dalam
perkawinan itu adanya ikatan tersebut kedua-duanya. Ikatan lahir adalah merupakan
ikatan yang menampak, ikatan formal yang sesuai dengan peraturan-peraturan yang
ada. Sedangkan ikatan batin adalah ikatan yang tidak nampak secara langsung,
merupakan ikatan psikologis (Bimo Walgito,2002 :12)
2.1.2 Tujuan Pernikahan
1. Membentuk keluarga bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa.
2. Untuk mengesahkan hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan secara
hukum.
3. Untuk mengatur hak dan kewajiban masing-masing termasuk di dalamnya
pelarangan atau penghambatan terjadinya poligami secara hukum.
4. Pengakuan hak hukum anak-anak yang dihasilkan dari pernikahan tersebut.
2.1.3 Kriteria Keberhasilan Sebuah Pernikahan
1. Kebanggaan suami istri.
2. Hubungan yang baik antara orang tua dan anak.
3. Penyesuaian yang baik dari anak-anak.
4. Kemampuan untuk memperoleh kepuasan dan perbedaan pendapat.
5. Penyesuaian yang baik dalam masalah keuangan.
6. Penyesuaian yang baik dari pihak pasangan

6
2.2 Pernikahan Dini
2.2.1 Definisi Pernikahan Dini
Menurut Dlori (2005) mengemukakan bahwa : “pernikahan dini merupakan
sebuah perkawinan dibawah umur yang target persiapannya belum dikatakan
maksimal persiapan fisik, persiapan mental, juga persiapan materi. Karena demikian
inilah maka pernikahan dini bisa dikatakan sebagai pernikahan yang terburu-buru,
sebab segalanya belum dipersiapkan secara matang.”
Menurut Peraturan menteri Agama No.11 Tahun 2007 tentang pencatatan nikah
bab IV pasal 7 menyatakan bahwa pernikahan dini adalah “Apabila seorang calon
mempelai belum mencapai umur 21 (duapuluh satu) tahun, harus mendapat izin
tertulis kedua orang tua.
Pernikahan usia dini, khususnya terjadi di pedasaan. Hal ini disebabkan budaya
masyarakat yang masih kuat dalam menentukan perkawinan anak dalam hal ini remaja
perempuan. Alasan terjadinya pernikahan usia dini adalah diantaranya pergaulan bebas
seperti hamil di luar pernikahan dan alasan ekonomi. Selain itu masih banyak faktor
yang menyebabkan pernikahan usia dini, beberapa faktor permasalahan dalam
pernikahan usia dini yaitu meliputi faktor yang mendorong maraknya pernikahan anak,
pengaruhnya terhadap pendidikan, terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, dampak
terhadap kesehatan reproduksi, anak yang dilahirkan dan kesehatan psikologi anak,
serta tinjauan hukum terkait. (Fadlyana dan Larasatty, 2009)
2.2.2 Dampak Pernikahan Usia Dini
Dampak yang ditimbulkan akibat pernikahan dini pada umumnya lebih banyak
dialami oleh perempuan. Diantaranya yaitu komplikasi pada saat kehamilan, hilangnya
kesempatan mendapatkan pendidikan, kekerasan dalam rumah tangga dan kemiskinan.
Selain itu pernikahan usia dini memiliki beberapa dampak dari aspek kesehatan, aspek
ekonomi, aspek psikologis, aspek pendidikan dan aspek kependudukan (BKKN,
2012). Aspek–aspek tersebut dikarenakan pernikahan usia dini belum siap secara fisik
dan psikis. Beberapa dampak terhadap aspek tersebut sebagai berikut :
a. Aspek Kesehatan
Pernikahan usia dini merupakan pernikahan yang dilakukan dibawah usia 20
tahun pada perempuan. Menurut WHO batas usia remaja usia yaitu 10-20 tahun.

7
Sedangkan menurut Departemen Kesehatan adalah mereka yang berusia 10-19
tahun dan belum kawin. Perempuan apabila di usia 10-20 tahun yang sudah
menikah dapat berpengaruh pada kesehatan remaja tersebut, hal ini dikarenakan
pada masa ini terjadi suatu perubahan fisik yang cepat disertai banyak perubahan,
termasuk didalamnya pertumbuhan organ-organ reproduksi (Organ seksual) untuk
mencapai kematangan yang ditunjukan dengan kemampuan melaksanakan fungsi
Reproduksi (Kumalasari I dan Andhyantoro I, 2012 :14-16). Beberapa risiko
terhadap kesehatan perempuan dan risiko apabila mengalami kehamilan
diantaranya:
1) Bayi Berat Lahir Rendah
Peningkatan risiko berat badan lahir rendah merupakan aspek medis yang
paling penting pada kasus kehamilan pada remaja. Makin muda usia remaja
yang hamil maka semakin besar kemungkinan akan melahirkan bayi dengan
berat badan lahir rendah. Selain berat badan lahir rendah banyak faktor
diyakini menjadi penyebab peningkatan kematian dan kesakitan bayi dan para
ibu remaja, seperti jarak kelahiran anak, status sosial ekonomi, ras, tingkat
pendidikan, ketersedian sarana prasarana kesehatan (Sharoon J.Reeder, 2011).
2) Anemia
Anemia adalah masalah kesehatan dengan prevalensi tertinggi pada wanita
hamil. Prevalensi anemia pada ibu hamil di Indonesia 70 %, atau 7 dari 10
wanita hamil yang menderita anemia (Arief, 2008). Anemia pada ibu hamil
diusia muda disebabkan oleh kurangnya pengetahuan ibu akan pentingnya gizi
pada saat hamil diusia muda. Hal ini disebabkan seorang ibu yang mengalami
anemia memerlukan tambahan zat besi dalam tubuh, fungsinya untuk
meningkatkan jumlah sel darah merah dalam membentuk sel darah merah janin
dan plasenta. Sehingga lama kelamaan seorang yang kehilangan sel darah
merah akan menjadi anemia (Rohan dan Siyoto, 2013 :314-315). Risiko
anemia pada ibu hamil apabila dianggap sepele dapat menyebabkan antara lain
keguguran, persalinan yang lama, pendarahan pasca melahirkan, bayi lahir
prematur, dan kemungkinan bayi lahir dengan cacat (Zerlina Lalage, 2013).
Gejala yang dirasakan oleh ibu hamil apabila terkena anemia diantaranya cepat

8
lelah, kulit pucat, badan sering gemetar, mudah mengantuk, mata berkunang-
kunang dan kepala sering pusing
3) Persalinan Sulit
Persalinan yang lama disebabkan karena adanya komplikasi ibu maupun
janin. Penyebab dari persalinan lama dipengaruhi oleh kelainan letak janin,
kelainan panggul, kelainan kekuatan his dan mengejan saat melahirkan (Rohan
dan Siyoto, 2013:315). Hal ini dikarenakan reproduksi perempuan belum siap
menerima kehamilan sehingga dapat menimbulkan berbagai kompikasi.
4) Kanker Serviks
Kanker serviks atau kanker leher rahim adalah kanker yang banyak
menyerang wanita di seluruh dunia. Salah satu faktor yang berhubungan
dengan kanker mulut rahim adalah aktivitas seksual yang terlalu muda (<16
tahun). Sel kolumnar serviks lebih peka terhadap metaplasma selama usia
dewasa dengan demikian, wanita yang berhubungan seksual sebelum usia 18
tahun akan berisiko terkena kanker serviks lima kali lipat (Rasjidi Imam,
2010:190-191). Perilaku seksual merupakan faktor risiko kanker serviks ini
dikarenakan berhubungan seks dengan laki-laki berisiko tinggi, atau laki-laki
yang mengidap penyakit kandiloma
Akuminatum di penisnya (Widyastuti, 2009: 63). Menurut hasil penelitian
Ridhaningsih dan Siti Nur Djannah menunjukan sebesar 25% responden
melakukan aktivitas seksual pada usia dini atau sebelum usia 20 tahun.
Hubungan seksual seseorang idealnya dilakukan setelah seseorang wanita
benar-benar matang. Kematangan yang dimaksud bukan hanya dilihat dari
sudah menstruasi atau belum. Kematangan juga bergantung pada sel-sel
mukosa baru matang setelah wanita berusia 20 tahun ke atas (Ridhaningsih dan
Djannah Siti Nur, 2011).
5) Penyakit Menular Seksual
Penyakit menular seksual adalah IMS (Infeksi Menular Seksual) adalah
penyakit-penyakit yang timbul atau ditularkan melalui hubungan seksual
dengan manifestasi klinis berupa timbulnya kelainan-kelainan terutama pada
alat kelamin (Widoyono, 2008: 161). Keterlambatan deteksi dini PMS dapat

9
menimbukan berbagai komplikasi misalnya kehamilan diluar kandungan,
kanker anogenital, infeksi bayi yang baru lahir atau infeksi pada kehamilan.
Gejala-gejala umum PMS pada wanita diantaranya keluarnya cairan pada
vagina atau terjadi peningkatan keputihan, rasa perih dan nyeri atau panas saat
kencing, adanya luka basah disekitar kemaluan, gatal-gatal disekitar alat
kelamin, sakit saat berhubungan seks, mengeluarkan darah setelah
berhubungan seks (Marmi, 2014:151-152). Mudanya usia saat melakukan
hubungan seksual pertama kali dapat meningkatkan resiko tertularnya infeksi
menular seksual.
b. Aspek Ekonomi
Masalah ekonomi merupakan salah satu faktor terjadinya pernikahan usia
dini. Hal ini berkaitan dengan masalah ekonomi keluarga adalah salah satu
sumber ketidakharmonisan keluarga. Umumnya masalah keluarga disebabkan
karena masalah ekonomi keluarga. Dimana keluarga dengan kondisi ekonomi
rendah memiliki kecenderungan untuk menikahkan anak di usia dini atau muda.
Disisi lain remaja yang menikah diusia dini seringkali akan mengalami kesulitan
ekonomi (BKKBN, 2010).
c. Aspek Psikologis
Kesiapan psikologis diartikan sebagai kesiapan individu dalam
menjalankan peran sebagai suami atau istri kesiapan psikologis sangat diperlukan
dalam memasuki kehidupan perkawinan agar pasangan siap dan mampu
menghadapi berbagai masalah yang timbul dengan cara yang bijak, tidak mudah
bimbang dan putus asa. Kematangan emosi merupakan salah satu aspek psikologis
yang sangat penting untuk menjaga kelangsungan pernikahan. Hal tersebut yang
menjadi salah satu alasan perempuan menikah pada usia minimal 20 tahun dan
bagi laki-laki 25 tahun karena hal ini dapat mendukung pasangan untuk dapat
menjalankan peran baru dalam keluarga yang akan dibentuknya agar perkawinan
yang dijalani selaras, stabil dan pasangan dapat merasakan kepuasan dalam
perkawinannya (BKKBN, 2013).
Hasil penelitian menunjukan pernikahan dini berakibat pada komplikasi
psikososial menunjukan bahwa dampak negatif sosial jangka panjang yaitu ibu

10
yang mengandung dan melahirkan di usia dini akan mengalami trauma
berkepanjangan, selain itu akan mengalami krisis percaya diri. Hal ini disebabkan
karena anak secara psikologis belum siap untuk bertanggungjawab (Fadlyana
Eddy dan Larasaty Shinta, 2009)
Pengaruh perubahan psikologis pada ibu hamil terhadap bayi yang
dikandung. Masalah psikologis ibu berpengaruh pada kondisi janin yang
dikandungnya. Jika masalah ini terjadi saat trisemester pertama akan berpengaruh
fatal pada proses pembentukan organnya. Selain itu trauma dan stress
berkepanjangan akan menyebabkan anak hiperaktif dan dapat memicu kelahiran
prematur dan tidak berkembangnya janin (Hasan Hasdianah dan Rohan,
2013:323)
d. Aspek Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu aspek yang salah satu aspek yang harus
dimiliki dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Pendidikan merupakan
penopang dan sumber untuk mencari nafkah dalam memenuhi segala kebutuhan
dalam rumah tangga. Dengan pernikahan usia dini menyebabkan remaja tidak lagi
bersekolah (BKKBN,2012)
Semakin muda usia menikah, maka semakin rendah tingkat pendidikan yang
akan dicapai oleh seorang anak. Pernikahan anak sering kali menyebabkan anak
tidak lagi bersekolah, karena kini ia mempunyai tanggung jawab. Menurut
UNICEF tahun 2006 tentang Early Marriage (A harmful Traditional Practice)
menyatakan pernikahan usia dini sangat berhubungan dengan derajat pendidikan
yang rendah. Menunda usia pernikahan merupakan salah satu cara agar anak dapat
mengenyam pendidikan yang lebih tinggi.
e. Aspek Kependudukan
Usia pertama kawin pada perempuan akan mempengaruhi meningkatnya
jumlah penduduk terutama fertilisasi. Fertillisasi adalah kemampuan seorang
perempuan untuk melahirkan bayi hidup. Perempuan yang menikah pada usia
muda akan mempunyai rentang lebih panjang terhadap resiko untuk hamil.
Semakin muda umur perkawinan seseorang, maka masa subur reproduksi akan
lebih panjang dilewatkan dalam ikatan perkawinan.

11
2.2.3 Faktor-Faktor Penyebab Pernikahan Usia Dini
Menurut Alfiyah (2010), ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya
perkawinan usia muda yang sering dijumpai dilingkungan masyarakat kita yaitu:
1. Ekonomi
Perkawinan usia muda terjadi karena adanya keluarga yang hidup digaris
kemiskinan, untuk meringankan beban orang tuanya maka anak wanitanya
dikawinkan dengan orang yang dianggap mampu.
2. Pendidikan
Rendahnya tingkat pendidikan maupun pengetahuan orang tua, anak dan
masyarakat, menyebabkan adanya kecenderungan mengawinkan anaknya yang
masih dibawah umur.
3. Faktor Orang Tua
Orang tua khawatir kena aib karena anak perempuannya berpacaran dengan laki-
laki yang sangat lengket sehingga segera mengawinkan anaknya.
4. Media Massa
Gencarnya expose seks dimedia massa menyebabkan remaja modern kian
permisif terhadap seks.
5. Faktor Adat
Perkawinan usia muda terjadi karena orang tuanya takut anaknya dikatakan
perawan tua sehingga segera dikawinkan.
6. Keluarga Cerai ( Broken Home )
Banyak anak-anak korban perceraian terpaksa menikah secara dini karena
berbagai alasan, misalnya: tekanan ekonomi, untuk meringankan beban orang tua
tunggal, membantu orang tua, mendapatkan pekerjaan, meningkatkan taraf hidup.

Menurut Puspitasari dalam Jaya dinigrat A (2006) sebab-sebab utama dari


perkawinan usia dini adalah :
1. Keinginan untuk segera mendaptkan tambahan anggota keluarga.
2. Tidak adanya pengertian mengenai akibat buruk perkawinan terlalu muda, baik
bagi mempelai itu sendiri maupun keturunannya.

12
3. Sifat kolot orang jawa yang tidak mau menyimpang dari keturunan adat.
Kebanyakan orang desa mengatakan bahwa mereka itu mengawinkan anaknya
begitu muda hanya karena mengikuti adat kebiasaan saja.

Terjadinya perkawinan usia muda menurut Puspitasari dalam suryono (1992)


disebabkan oleh:
1. Masalah ekonomi keluarga.
2. Orang tua dari gadis meminta masyarakat kepada keluarga laki-laki apabila mau
mengawinkan anak gadisnya. Bahwa dengan adanya perkawinan anak-anak
tersebut, maka dalam keluarga gadis akan berkurang satu anggota keluarganya
yang menjadi tanggung jawab (makanan, pakaian, pendidikan, dan sebagainya).

Adapun menurut shappiro, 2000 hal-hal yang mempengaruhi perkawinan usia


muda antara lain:
1. Minimnya pengetahuan dan pemahaman tentang arti dan makna sebuah
perkawinan
2. Rendahnya tingkat pendidikan terutama bagi masyarakat yang tinggal di
pedesaan.
3. Karena tekanan ekonomi yang semakin sulit berakibat timbulnya rasa frustasi,
sehingga pelariannya adalah kawin.

2.2.4 Upaya Mencegah Pernikahan Dini


Upaya preventif ahli kesehatan masyarakat dalam masalah pernikahan dini dapat
menggunakan teori perubahan perilaku dari Green (1999), yaitu dipengaruhi oleh 3
faktor (predisposing, enabling, dan reinforcing factor).
1. Predisposing Factor
Adanya faktor yang menginisisaasi terjadinya pernikahan dini pada remaja.
Faktor ini antara lain adalah faktor nilai dan norma yang berkembang di
masyarakat sekitar tempat tinggal remaja. Mereka beranggapan bahwa jika
seorang anak tidak segera menikah maka akan timbul julukan perawan tua. Hal
inilah yang memicu terjadinya pernikahan dini pada remaja.

13
Sebagai ahli kesehatan masyarakat kita harus mampu mengadakan upaya
preventif dengan cara memberdayakan remaja akan pentingnya pendidikan untuk
meningkatkan pengetahuan remaja sehingga produktivitas remaja meningkat.
Selain meningkatkan ilmu pengetahuan para remaja dengan adanya pemahaman
remaja tentang pentingnya pendidikan maka akan membentuk pola pemikiran
remaja untuk menunda usia pernikahan karena ia sedang menuntut pendidikan,
sehingga masalah pernikahan dini beserta dampak negatifnya berkurang.
2. Enabling Factor
Merupakan faktor pendorong terjadinya perilaku. Pendorong terjadinya
pernikahan dini pada remaja antara lain persepsi keluarga bahwa dengan
menikahkan anaknya, maka dapat meringankan beban ekonomi keluarga.
Oleh karena itu, sebagai ahli kesehatan masyarakat, hendaknya bisa :
a. Bekerjasama dengan perangkat desa atau kelurahan agar lebih teliti dalam
mengeluarkan surat keterangan umur untuk persyaratan pernikahan bagi
warganya sehingga tidak ada yang memanipulasi umur pernikahan sehingga
lolos dalam persyaratan pernikahan.
b. Adanya acara yang bermanfaat bagi remaja. Dapat dilakukan dengan
meningkatkan keikutsertaan remaja dalam ekstrakurikuler di sekolah dan di
karang taruna desa.
c. Adanya fasilitasn bimbingan dan konseling remaja di sekolahnya agar
mendukung remaja untuk memperoleh informasi – informasi mengenai tahap
perkembangan remaja pada umumnya.
d. Adanya program wajib belajar 12 tahun.
e. Bekerjasama dengan KUA agar lebih ketat mengeluarkan persyaratan
menikah
3. Reinforcing Factor
Memberikan pemahaman pada keluarga tentang masa pertumbuhan dan
perkembangan, serta tugas perkembangan yang seharusnya dipenuhi oleh remaja
pada umumnya.
Bekerjasama dengan perangkat desa dan tokoh masyarakat dalam
memberikan pemahaman kepada remaja dan keluarga mengenai dampak negative

14
pernikahan dini dan menjadikan tokoh masyarakat sebagai panutan untuk tidak
melakukan pernikahan dini.

2.2.5 Peran Bidan dalam Mengatasi Pernikahan Dini


Peran bidan dalam menekan pernikahan dini di Indonesia dengan cara memberi
penyuluhan kepada masyarakat tentang dampak negative pernikahan dini, serta
memberikan penjelasan tentang organ reproduktif wanita yang belum siap untuk
mengandung. Serta bidan juga dapat memberikan saran kepada pasangan muda yang
sudah terlanjur menikah dengan memberi pengetahuan pentingnya menggunakan alat
kontrasepsi ketika sedang berhubungan suami istri. Alat kontrasepsi ini digunakan
untuk menunda kehamilan hingga organ reproduksi wanita siap mengandung. Bidan
juga dapat memberi penjelasan kepada salah satu warga yang dipercaya dalam Desa
tersebut untuk menjelaskan ulang kepada warganya tentang bahaya dan dampak
pernikahan dini.
Serta bidan juga dapat memberikan penyuluhan di sekolah-sekolah. Yang
bertujuan agar remaja dapat mengerti tentang baik buruk pernikahan dini, sehingga
remaja-remaja tersebut memiliki gambaran akan bagaimana nanti kedepannya, akan
menikah diusia berapa nantinya dan mereka mampu mewaspadai akan bahaya
pernikahan dini. Mencegah dari sedini mungkin memang lebih baik. Dari pada mereka
melakukan pernikahan setelah lulus bangku Sekolah Menengah Atas atau bahkan
setelah lulus Sekolah Menengah Pertama

15
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pernikahan dini merupakan sebuah perkawinan dibawah umur yang target persiapannya
belum dikatakan maksimal persiapan fisik, persiapan mental, juga persiapan materi.
Beberapa faktor yang mempengaruhi pernikahan dini, yaitu terdapat faktor internal dan
eksternal. Faktor internal : ekonomi, pendidikan, faktor orang tua, broken home. Dan faktor
eksternal yaitu, media massa, adat.
Dampak dari pernikahan dini sangat kompleks, dapat mempengaruhi kesehatan
perempuan dikarenakan usia yang masih belum cukup, kualitas bayi yang dilahirkan tidak
sesempurna misalnya bayi lahir dengan berat badan rendah,bahkan dapat memicu kematian
bayi dan ibu. keharmonisan keluarga dan berdampak perceraian dikarenakan ego dari
masing-masing pasangan masih labil dan belum dewasa sepenuhnya. Penyakit fisik yang
dapat ditimbulkan dari pernikahan dini yaitu kanker leher rahim dikarenakan organ
reproduksi yang belum matang. Organ reproduksi akan matang jika wanita telah berusia
minimal 20 tahun dan neuritris deresi. Upaya preventif ditujukan kepada faktor-faktor yang
beresiko yaitu para remaja yang dapat dilakukan dengan memperkuat penegakkan hukum
sehingga remaja yang ingin melakukan pernikahan dini dapat berpikir dua kali,
mensosialisasikan Undang-Undang terkait pernikahan anak di bawah umur, serta sanksi-
sanksi yang diberikan.
Upaya edukasi ditujuan kepada sasaran yaitu remaja, dan dapat ditujuan kepada orang
tua. Disini peran orangtua juga sangat penting. Penyuluhan tentang dampak dari pernikahan
dini tidak hanya diberikan kepada sasaran utama remaja, tetapi juga harus diberikan kepada
orangtua, guru di sekolah. Karena tanpa orangtua juga paham atau mengerti tentang dampak
yang diakibatkan dar pernikahan dini hasilnya tidak akan maksimal. Setelah orangtua sadar
dan mengerti sebaiknya menunggu usia anak cukup untuk menikah akan dapat mengontrol
anak jika anak menginginkan menikah di usia muda. Begitu juga penyuluhan pada guru
sekolah (SD dan SMP), guru akan dapat memberikan wawasan kepada anak didiknya
mengenai dampak yang diakibatkan dari ernikahan dini, dan guru dapat memotivasi anak

16
didik untuk lebih fokus kepada pendidikan mereka terlebiha dahulu untuk mendapatkan masa
depan yang lebih baik

3.2 Saran
Sebagai tenaga kesehatan, hendaknya dapat melakukan upaya preventif untuk pencegah
terjadinya atau berkembangnya kasus pernikahan dini pada remaja. Karena masa – masa
pertumbuhan baik fisik maupun psikologis pada masa remaja sangat menentukan akan
bagaimana remaja ersebut menjalani hidupnya di masa mendatang. Upaya ini tidak akan
berhasil jika tidak diimbangi atau dibantu oleh berbagai pihak terkait seperti instansi
pendidikan dimana remaja tersebut bersekolah, keluar, dan masyarakat sekitar yang dapat
mempengaruhi perilaku remaja tersebut. Oleh karena itu, sangat penting bila ahli kesehatan
masyarakat dapat melakukan upaya kerjasama untuk melakukan upaya – upaya tersebut.

17
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad dan Santoso, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, 1996.

Ahmad, Pencegahan Pernikahan Usia Dini, (http//alfiyah23.student.umm.ac.id.) 2010 di akses


pada tanggal 3 Desember 2019.

Alfyah, Sebab-sebab Pernikahan Dini, Jakarta, EGC, 2009

Alfyah, Sebab-sebab Pernikahan Dini, Jakarta, EGC, 2010

Alfiyah, Pernikahan Dini, (http//alfiyah23.student.umm.ac.id.) 2010 di akses pada tanggal 3


Desember 2019

BKKBN. Policy Brief Pusat penelitian dan Pengembangaan Kependudukan, Perkawinan Muda
di Kalangan Perempuan. 2011. Diakses pada 3 Desember 2019.

BKKBN, Kesiapan Kehamilan, (http://www.BKKBN.co.id), Hindari Kawin Muda Agar Hidup


Bahagia, 2005, di akses pada tanggal 3 Desember 2010.

Burhani,R,BKKBN : Nikah Usia Muda Penyebab Kanker Serviks.


(http://www.antaranews.com), 2009, di akses pada tanggal 3 Desember 2019.

Depkes RI, Resiko Pada Kehamilan Usia Dini, Dirjen Bina Kepustakaan Masyarakat, 2005

Dlori, Jeratan Nikah Dini, Wabah Pergaulan, Media Abadi, 2005

Glasier A, Model Penelitian Agama dan Dinamika Sosial, Jakarta, EGC, 2006

Jamali A, Undang-undang Pernikahan, Jakarta, 2008

Lenteraim, Pernikahan Usia Muda. (http://lenteraim.com), 2010 di akses pada tanggal 3


Desember 2019.

Luthfiyah, D. Pernikahan Dini Pada Kalangan Remaja (15-19 Tahun), 2008


(http://nyna0626.com) di akses pada tanggal 3 Desember 2019.

Manuaba, Resiko Kehamilan Pada Usia Dini, Jakarta, 1998

Manuaba, Ida Bagus Gde, Kapita Selekta Pelaksanaan Rutin. Obstetri Ginekologi dan Keluarga
Berencana, Editor. Lia Astika Sari, EGC, Jakarta, 2001

Notoatmodjo, S. Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta, 2003

Nursalam, Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Selemba Medika,
Jakarta, 2003

Puspitasari, Reproduksi Sehat, Jakarta, EGC, 2006

18
Shappiro, Frank. Mencegah Perkawinan Yang Tidak Bahagia. Cetakan Ke1. Jakarta. Restu
Agung. 2000.

19

Anda mungkin juga menyukai