Terhadap Produksi ASI pada Ibu post partum di Wilayah Kerja Puskesmas
Ambarawa
Heni Setyowati1, Ari Andayani2, Widayati3
AKBID Ngudi Waluyo Ungaran
ABSTRAK
ABSTRACT
Latar Belakang
Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Balita (Akaba) di Indonesia
tergolong cukup tinggi. Berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)
2012, memperlihatkan bahwa AKB terjadi sebesar 32 kematian per 1000 kelahiran hidup
dan Akaba 40 kematian per 1000 kelahiran hidup.
Pada Ibu post partum, seringkali mengeluhkan air susunya tidak keluar atau
keluarnya hanya sedikit pada hari-hari pertama pasca kelahiran bayinya. Karena
ketidaktahuan, ibu seringkali membuang ASI kolostrum tersebut.dan menggantikannya
dengan madu, gula, mentega, air atau makanan lain sebagai makanan pengganti. ASI
eksklusif baik diberikan pada bayi karena meningkatkan kecerdasan, meningkatkan jalinan
kasih sayang, dan untuk memenuhi kebutuhan gizi pada bayi.
Menurut Muchtadi (1996) dalam Astriyani (2011), menyatakan bahwa pada
kenyataannya, pengetahuan para ibu terkait ASI eksklusif masih sangat rendah. Misalnya
pada masyarakat desa, ibu sering kali memberikan makanan padat kepada bayinya yang
masih berumur beberapa hari atau beberapa minggu, makanan padat yang biasanya
diberikan yaitu nasi yang dihaluskan atau pisang sebagai makanan pengganti ASI.
Produksi ASI yang kurang pada ibu post partum, dapat ditanggulangi dengan
beberapa upaya, diantaranya dengan melakukan perawatan yang dilakukan pada payudara
atau breast care, senam payudara, pemijatan payudara dan pijat oksitosin. Pijat oksitosin
adalah pemijatan pada sepanjang tulang belakang (vertebrae) sampai tulang costae kelima-
keenam dan merupakan usaha untuk merangsang hormon prolaktin dan oksitosin setelah
melahirkan (Biancuzzo, 2003; Indiyani, 2006; Yohmi & Roesli, 2009). Pijat oksitosin
berfungsi untuk meningkatkan hormon oksitosin yang dapat menenangkan ibu, sehingga
secara otomatis ASI akan keluar. Penelitian yang dilakukan oleh Siswianti 2009,
menunjukkan bahwa kombinasi teknik marmet dan pijat oksitosin juga dapat
meningkatkan produksi ASI.
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Ambarawa
khususnya di Desa Pojoksari, Bejalen dan Lodoyong pada tanggal 9 Oktober 2013,
diperoleh data bahwa dari bulan September sampai dengan Oktober 2013 terdapat 15 ibu
post partum, 4 diantaranya mengalami sindrom ASI kurang dan terdapat 2 kasus ibu post
partum mengalami pembengkakan payudara. Studi ini dilakukan dengan metode
wawancara kepada 15 ibu post partum, yang didapatkan hasil bahwa 9 ibu post partum
mengatakan mengalami penuruna nafsu makan, produksi ASI hanya sedikit, dan ibu tidak
mengetahui tentang pijat oksitosin. Kurangnya produksi ASI diatasi oleh para ibu post
partum dengan mengkonsumsi sayuran hijau. Dan ada sebanyak 6 ibu post partum yang
mengatakan, jarang sekali menyusui bayinya karena bayinya diberikan susu formula
sebagai pengganti ASI atas dukungan masyarakat sekitar maupun orang tuanya.
Berdasarkan uraian tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan
judul “Perbedaan Antara Dilakukan Pijat Oksitosin dan Tidak Dilakukan Pijat Oksitosin
Terhadap Produksi ASI pada Ibu post partum di Wilayah Kerja Puskesmas Ambarawa”.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di bidan-bidan di wilayah kerja puskesmas Ambarawa
dengan responden 15 orang ibu post partum dilakukan tindakan pijat oksitosin dan 15
orang ibu post partum tidak dilakukan tindakan pijat oksitosin. Rancangan penelitian yaitu
quasi experiment design dengan rancangan posttest only design control group perbedaan
antara dilakukan pijat oksitosin dengan tidak dilakukan pijat oksitosin.
HASIL PENELITIAN
1. Karakteristik Raesponden
a. Umur Ibu
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur Ibu Post partum
b. Paritas Ibu
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Paritas Ibu Post partum
c. Pendidikan Ibu
Tabel 3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pendidikan Ibu Post partum
Jumlah 15 100
Jumlah 15 100
Berdasarkan tabel 7, diketahui bahwa rata-rata produksi ASI pada ibu yang
tidak mendapatkan pijat oksitosin sebesar 1,267 ml sedangkan pada ibu yang
mendapatkan pijat oksitosin sebesar 1,933 ml. Ini menunjukkan bahwa produksi
ASI pada ibu yang mendapatkan pijat oksitosin lebih banyak dibandingkan ibu
yang tidak mendapatkan pijat oksitosin.
Berdasarkan uji t independen, dengan nilai p 0,000 <a (0,05), dapat
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada produksi ASI antara
ibu postpartum dengan diberikan pijat oksitosin dan tidak diberikan pijat oksitosin.
Pembahasan
Berikut merupakan analisis antara hasil penelitian dengan teori yang sudah ada.
1. Karakteristik responden
Berdasarkan hasil penelitian, usia terbanyak adalah 20-35 tahun baik pada ibu yang
dilakukan intervensi pijat oksitosin maupun tidak. Sedangkan paritas sebagian besar adalah
primipara, pendidikan sebagian besar adalah SMP, dan pekerjaan sebagian besar adalah
Ibu Rumah Tangga.
Penelitian Worthington (2000) menyatakan bayi yang mendapatkan ASI kurang
dari kebutuhannya berasal dari ibu dengan pendidikan rendah. Hasil pernyataan tersebut
diperkuat oleh penelitian Wardah (2003) bahwa ada hubungan yang bermakna antara
pendidikan dengan pemberian ASI pada bayi.
2. Analisis univariat
a. Produksi ASI pada Ibu yang Dilakukan Pijatan Oksitosin
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa dari 15 ibu yang diberikan
pijat oksitosin, sebagian besar memiliki produksi ASI dalam kategori normal, yaitu
sejumlah 12 orang (80,0%). Selain itu, penelitian ini juga untuk mengukur produksi ASI
dengan melihat urin bayi. Produksi urin bayi dihitung selama 24 jam setelah ibu
dilakukan pijat oksitosin. Hasil perhitungan urin bayi kemudian dikategorikan ke dalam
produksi ASI. Pada penelitian ini, ibu yang dilakukan pijat okistosin sebagian besar
memiliki produksi ASI dalam kategori normal. Hasil produksi ASI diketahui dengan
menimbang urin bayi menggunakan timbangan digital dengan satuan gram. Setelah itu,
hasil dikonversikan ke dalam satuan ml dengan rumus massa jenis, dimana massa jenis
urin 1,026 g/cm3 sehingga dapat diketahui bahwa setiap 1 gram urin= 0,975 ml.
Ibu yang dilakukan pijat oksitosin memiliki produksi ASI dalam kategori
normal. Hal ini dikarenakan salah satu fungsi dari pijat oksitosin untuk meningkatkan
produksi ASI dan mengatasi ketidaklancaran produksi ASI. Pemijatan ini dilakukan
pada sepanjang tulang belakang (vertebrae) sampai tulang costae kelima-keenam untuk
merangsang refleks oksitosin atau reflex let down.
Pijat oksitosin ini dapat mempengaruhi keberhasilan ibu menyusui pada masa
post partum dimana akan terjadi peningkatan produksi ASI. Selain itu, ibu juga akan
merasa tenang, nyaman dan senang pada saat menyusui bayinya serta dapat
menghilangkan stres.
Simpulan
Produksi ASI pada ibu yang tidak dilakukan pijatan oksitosin didapatkan bahwa
sebagian besar memiliki produksi ASI dalam kategori kurang, yaitu sejumlah 11 orang dan
sejumlah 4 orang memiliki produksi ASI dalam kategori normal. Sedangkan produksi ASI
pada ibu yang dilakukan pijatan oksitosin dapat diketahui sebagian besar memiliki
produksi ASI dalam kategori normal, yaitu sejumlah 12 orang sedangkan 2 orang ibu
produksi ASInya dalam kategori lebih.
Ada perbedaan yang signifikan produksi ASI antara ibu post partum yang diberikan
pijat oksitosin dan tidak diberikan pijat oksitosin di wilayah kerja Puskesmas Ambarawa,
hal ini dibuktikan dengan p-value 0,000 <a (0,05).
Daftar Pustaka
Perinasia. (2004). Manajemen laktasi menuju persalinan dan bayi-bayi lahir sehat.
Edisi 2. Jakarta
Pillitteri, A. (2003). Maternal and child health nursing: care of the childbearing and
childrbearing family. Philadelphia : Lippincott
Roesli, U., & Yohmi, E. (2009). Manajemen laktasi. Jakarta: IDAI
Rowe, M & Fisher. (2002). Pengaruh pemberian ASI dini terhadap peningkatan produksi
ASI. Jakarta: UI
Siswianti, Desy. (2009). Pengaruh pemberian tindakan pijat oksitosin terhadap
keberhasilan proses menyusui pada ibu post partum di PKU Muhammadiyah Bantul.
Yogyakarta: Poltekkes Yogyakarta
Suryani & Astuti. (2013). Pengaruh pijat okxitosin terhadap produksi ASI .
Jakarta: FK UI