KELOMPOK 1 :
RATNA NINGSIH I4B017036
LUKY SETIANINGSIH I4B017010
SOFI MULYADEWI I4B017045
SUSTRIYANI I4B017015
A. Latar belakang
Thalassemia merupakan penyakit kelainan darah secara genetik akibat kekurangan
atau penurunan produksi pembentukkan hemoglobin karena adanya gangguan sintesis
rantai globin (Mehta dan Hoffbrand, 2006). Pasien thalassemia akan senantiasa mengalami
anemia akibat gangguan produksi hemoglobin. Derajat anemia yang terjadi dapat bervariasi
dari ringan hingga berat, dengan kejadian yang terus meningkat. Berdasarkan tingkat
keparahan, thalassemia β mayor merupakan jenis yang paling pendek usia eritrositnya
sehingga memerlukan tranfusi darah lebih sering untuk mempertahankan kadar
hemoglobin diatas 10gr/dL (McPhee dan Ganong, 2011). Penderita thalassemia
mempunyai pola penurunan kadar hemoglobin tertentu. Penderita thalassemia β
membutuhkan tranfusi darah satu kali tiap bulan dengan penurunan kadar hemoglobin
bervariasi.
Hemoglobin merupakan protein berupa pigmen merah pembawa oksigen (O2) yang
kaya zat besi, memiliki daya gabung terhadap O2 untuk membentuk hemoglobin dalam sel
darah merah, dengan adanya fungsi ini maka O2 dibawa dari paru-paru ke dalam jaringan
(Sherwood, 2014). Pembentukan hemoglobin, sintesis hemoglobin dimulai dalam
eritroblas sampai berlangsung pada tingkat normoblas dan retikulosit. Bagian Heme
(gabungan darah dari hemoglobin dan eritrosit) terutama disintesis dari asam asetat dan
gliserin. Sebagian besar sintesis ini terjadi dalam mitokondria. Langkah awal yaitu
pembentukan senyawa pirol, selanjutnya empat senyawa pirol (nama kimia asam) bersatu
membentuk senyawa protoproferin, berikatan dengan besi membentuk molekul heme,
akhirnya empat molekul heme berikatan dengan satu melekul globin. Suatu molekul
globulin disintesis dalam ribosom retikulum endoplasma membentuk hemoglobin
(Syaifuddin, 2011). Protein pigmen merah yang kaya O2 sehingga terbentuk hemoglobin
dalam sel darah merah.
World Health Organization (WHO), (2012) dalam Ilmi, Hasanah ,dan Bayhakki
(2014) menyatakan kurang lebih 7% dari penduduk dunia mempunyai gen thalassemia
dimana angka kejadian tertinggi sampai dengan 40% kasusnya di Asia. Prevalensi karier di
Indonesia mencapai 3-8%. Pada tahun 2009, kasus thalassemia di Indonesia mengalami
peningkatan sebesar 8,3% dari 3653 kasus yang tercatat di tahun 2006. Tahun 2014
penderita thalassemia tercatat 6.647 orang dan data terbaru di tahun 2016 tercatat 7.238
orang. Data tersebut dapat disimpulkan bahwa penderita thalassemia terdapat peningkatan
8,1%. Penderita thalassemia di kabupaten Banyumas yang tercatat pada catatan registrasi
ruang thalassemia bulan September 2016 berjumlah 387 pasien.
B. TUJUAN
Mahasiswa memahami hal-hal terkait dengan Talasemia serta masalah keperawatan
yang dapat muncul pada kasus thalasemia secara tepat.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Menurut Hariyani dan Haribowo (2008), thalasemia adalah penyakit anemia hemolitik
dimana terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit
menjadi pendek, yaitu kurang dari 100 hari.
Menurut Suriadi dan Yuliani (2010), thalasemia merupakan gangguan darah yang
diturunkan akibat defisiensi produk rantai globin yang diproduksi pada hemoglobin.
Menurut Nursalam (2008), thalasemia adalah suatu penyakit kongenital herediter yang
diturunkan secara autosom berdasarkan kelainan hemoglobin, dimana satu atau lebih rantai
polipeptida hemoglobin kurang atau tidak terbentuk sehingga mengakibatkan terjadinya
anemia hemolitik.
Menurut Indanah, Yetti, dan Sabri (2011), thalassemia alpa adalah kelainan herediter
yang diakibatkan oleh berkurangnya atau tidak adanya sintesis satu atau lebih rantai globin
α. Thalasemia mayor dikenal dengan (coleey anemia) merupakan bentuk homozigot dari
thalasemia β yang disertai dengan anemia berat dan sangat tergantung pada tranfusi.
Penyakit thalasemia merupakan kelainan genetik tersering didunia. Kelainan ini terutama
ditemukan dikawasan Mediterania, Afrika dan Asia Tenggara dengan frekuensi sebagai
pembawa gen sekitar 5-30%.
B. Klasifikasi
Terdapat 2 jenis thalasemia, yaitu thalasemia β dan thalasemia α menurut Manuaba et al
(2007). Berikut ini merupakan perbandingan antara thalasemia β dan thalasemia α :
Thalasemia β Thalasemia α
a. Sebab kematiannya: a. Sulit hidup lahir meninggal.
- Infeksi berulang/berat b. Terjadi hidrops fetalis.
- Kematian akibat anemia c. Persalinan prematur.
- Daya tahan tubuh rendah d. Penyakit Hb Barts, dimana terdapat
- Gagal jantung kongestif tetramer gamma (γ4) hemoglobin karena
b. Pemberian transfusi menimulkan masalah tidak terbentuknya mata rantai alfa.
baru, yaitu : e. Pertama kali ditemukan di RS. St.
- Overloading Fe+ yang menimbulkan Bartholomews London.
gangguan hati dan endokrin, serta f. Penatalaksanaan:
kerusakan otot jantung. - Perlu dilakukan pembahasan bagi calon
c. Kemungkinan terapi dimasa yang akan orang tua dan risikonya terhadap bayi
datang yaitu : serta dirinya bila terdapat kelainan.
- Upaya untuk mengurangi overloading
Fe+ dalam darah, dengan pengikatan
melalui ion logam lainnya.
- Transplantasi sumsum tulang yang
mempunyai gambaran hislogis yang
sama.
a. Diagnosis/ penatalaksaaan: a. Selama kehamilan akibat tekanan terhadap
- Talasemia mayor mungkin dapat sistem hemopoletik pada ibu hamil karier
bertahan dengan transfusi, tetapi timbul thalasemia α dapat ditemukan:
masalah: - Anemia sedang sampai berat
Deformitas sumsum tulang meluas - Eritrosit abnormal
sebagai imbangan terhadap Ukurannya mengecil oleh karena
pembentukan darah MCV turun
Mungkin kehamilan dapat MCH, isi hemoglobin berkurang
berlangsung dengan pemasukkan MCHC mungkin dalam batas
ion Fe yang berlebihan. normal
Perlu mendapatkan asam folat Pada thalasemia α+ minimal
setiap hari, tanpa diberikan Fe b. Thalasemia α akan berhadapan dengan:
Anemianya diterapi dengan - Anemia berat
transfusi darah berulang. - Memerlukan konsultasi genetik
- Thalasemia minor, dengan beta - Pemeriksaan prenatal janin
heterozigot, dan kehamilan mempunyai c. Dasar diagnosisnya:
persoalan sebagai berikut: - Evaluasi pembentukkan globin
Kehamilan dapat berlangsung - Pemeriksaan DNA inti sel
Terdapat anemia dengan kriteria: - Pemeriksaan elektroporosis sulit
Eritrosit mengecil dilakukan
Kualitas hemoglobin rendah d. Anemia yang terjadi selama kehamilan
dengan bentuk MCV dan memerlukan:
MCH kurang penuh - Asam folat 5,0 mg/hari KP dengan
Dijumpai peningkatan konsentrasi suntikkan IM.
dari: - Tambahkan Fe sesuai dengan
HbA2 (α2. Δ2) kebutuhannya karena pesatnya aktivitas
HbF (α2.γ2) sumsum tulang membentuk darah.
Tentukan konsentrasi feritin e. Penyakit Hb H (dengan cacat 3 gen):
Mata rantai beta berkurang - Mengalami hemolisis menahun
dibandingkan alfa, gamma, dan - Darah tepinya mempunyai 5-30% Hb H
delta - Dapat ditentukan dengan elektroporosis
b. Terapi thalasemia minor dengan kehamilan: - Hidupnya cukup lama
- Berikan asam folat 5mg/hari - Selamanya memerkukan asam folat
- Fe oral bila kekurangan asam folat f. Hamil dengan thalasemia α dapat
dapat diberikan dengan injeksi, jika mengancam kehidupan karena dapat
terdapa anemia diberikan transfusi terjadi preeklamsia
darah sampai tercpai Hb yang cukup. g. Persallinan dapat menimbulkan komplikasi
c. Persalinan: karena bayi yang besar dan sebagian
- Tidak terdapat tatalaksana khusus besarnya hanya plasenta
- Tergantung dari indikasi h. Bila kedua orang tuanya mempunyai
thalasemia α perlu dilakukan konsultasi
oleh karena bahayanya mengandung
janin sedemikian sehingga perlu
terminasi dan selanjutnya tidak
diijinkan hamil lagi. Dapat terjadi
komplikasi obstetrik yang snagan berat
dan mengancam hidup.
i. Persalinan dan pos natal tidak terdapat
rencana khusus
Thalasemia beta mayor: Thalasemia alfa:
- Jarang hamil - Penyakit Hb H
- Terapinya: Berikan asam folat
Asam folat dosis tinggi Transfusi darah seperlunya
Hindari Fe Evaluasi kedua orang tuanya
Transfusi bila perlu - Penyakit hidrop Hb Barts
Lakukan evaluasi orang tua untuk mencari dan Belum ada obatnya
menetapkan thalasemia minor. - Thalasemia alfa minor
Suplemen asam folat dan Fe
selamanya
Evaluasi kedua orang tuanya.
C. Etiologi
Menurut Suriadi dan Yuliani (2010), terdapat beberapa faktor risiko thalasemia yaitu:
1. Gangguan genetik
Orangtua memiliki sifat carier (heterozygote) penyakit thalasemia sehingga klien
memiliki gen resesif homozygote. Hemoglobin terbuat dari 2 protein, alpha globin dan
beta globin. Thalasemia terjadi ketika terdapat kerusakan pada gen yang membantu
pengaturan produksi salah satu protein tersebut. Tipe thalasemia tergantung dari bagian
spesifik hemoglobin yang terkena dan jumlah gen yang mengalami mutasi yang
diturunkan dari orang tua.
a. Thalasemia alpha
Terdapat 4 gen yang terlibat dalam pembentukan rantai hemoglobin alpha. Masing-
masing orang mendapatkan 2 gen dari masing-masing orang tuanya. Jika seseorang
mewarisi:
Satu gen termutasi seseorang akan menjadi carrier dan menurunkannya ke
anaknya. Saat menjadi carrier, seseorang tidak akan memiliki tanda dan gejala
thalasemia.
Dua gen termutasi kondisi ini disebut juga thalasemia alpha minor. Tanda dan
gejala yang dirasakan ringan.
Tiga gen termutasi kondisi ini disebut juga penyakit hemoglobin H. Tanda
dan gejala yang dirasakan sedang sampai berat.
Empat gen termutasi kondisi ini disebut juga thalasemia alpha major atau
hydrops fetalis. Penyakit ini biasanya mengakibatkan janin meninggal sebelum
atau sesaat setelah dilahirkan.
b. Thalasemia beta
Terdapat 2 gen yang terlibat dalam pembentukan rantai hemoglobin beta, masing-
masing orang mendapatkan 1 gen dari masing-masing orang tuanya. Jika seseorang
mewariskan:
Satu gen termutasi Kondisi ini disebut juga thalasemia beta minor. Tanda dan
gejala yang dirasakan ringan.
Dua gen termutasi Kondisi ini disebut juga thalasemia beta major, atau disebut
juga anemia Cooley. Tanda dan gejala yang dirasakan sedang sampai berat. Bayi
yang lahir dengan 2 gen hemoglobin beta yang termutasi biasanya sehat saat lahir
dan memunculkan gejala pada 2 tahun pertama kehidupan. Bentuk yang lebih
ringan dari thalasemia beta major disebut juga thalasemia beta intermedia.
D. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala anemia muncul tergantung dengan tipe dan keparahan thalasemia.
Bentuk paling berat dari thalasemia adalah thalasemia alpha major yang biasanya
mengakibatkan bayi meninggal sebelum atau sesaat setelah dilahirkan. Sedangkan untuk
seseorang yang hanya menjadi carrier thalasemia, biasanya tidak memiliki gejala. Beberapa
bayi dapat menunjukan tanda dan gejala saat baru lahir, sementara yang lainnya baru muncul
gejala saat 2 tahun pertama kehidupan. Menurut Ngastiyah (2005), tanda dan gejala umum
thalasemia mayor telah terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun, antara lain:
a. Mudah lelah.
b. Lemah.
c. Terlihat pucat.
d. Perkembangan dan pertumbuhan fisik tidak sesuai dengan umur.
e. Berat badan kurang dan pada anak yang besar sering dijumpai adanya gizi buruk.
f. Pembesaran perut karena adanya pembesaran limpa dan hati yang mudah diraba.
Pembesaran limpa dan hati tersebut mempengaruhi gerakan karena kemapuannya
terbatas. Limpa yang membesar ini akan mudah rupturhanya karena trauma ringan
saja.
g. Warna kulit kekuningan (jaundice)
Jika pasien telah sering mendapat transfusi darah, kulit menjadi kelabu serupa dengan
besi akibat penimbunan besi dalam jaringan kulit. Penimbunan besi (hemosiderosis)
dalam jaringan tubuh seperti pada hepar, limpa,jantung akan mengakibatkan
gangguan faal alat-alat tersebut (hemokromatosis)\
h. Kelainan bentuk tulang wajah
Gejala khas yaitu bentuk muka yang mongoloid dimana hidung pesek tanpa pangkal
hidung, jarak antara kedua mata lebardan tulang dahi juga lebar. Hal ini disebabkan
oleh adanya gangguan perkembangan tulang muka dan tengkorak. (gambaran
raduilogis tulang memperlihatkan medulla yang lebar, korteks tipis dan trabekula
kasar).
i. Urin yang berwarna gelap.
j. Menipisnya tulang kartilago, nyeri tulang
k. Disritmia
l. Epistaksis
m. Sel darah merah mikrositik dan hipokromik
E. Komplikasi
Menurut Yunanda (2008), akibat anemia yang berat dan lama sering terjadi gagal jantung
yang pada kondisi terparah dapat menyebabkan kematian. Tranfusi darah yang berulang-
ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah sangat tinggi, sehingga di
timbun dalam berbagai jarigan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan lain lain. Hal
ini menyebabkan gangguan fungsi organ tersebut (hemokromatosis). Limpa yang besar
mudah ruptur akibat trauma ringan. Thalasemia juga dapat disertai tanda hiperspleenisme
seperti leukopenia dan trompositopenia.
F. Pathways Kasus
Ketidakseimbangan
polipeptida
Fibrosis paru
H. Penatalaksanaan
Menurut Suriadi dan Yuliana (2001), penatalaksanaan thalasemia yaitu:
1. Medikamentosa
a. Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah kadar
feritinserum sudah mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin lebih 50%, atau
sekitar 10-20 kali transfusi darah. Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg berat
badan/hari subkutan melalui pompa infus dalam waktu 8-12 jam dengan minimal
selama 5 hari berturut setiap selesai transfusi darah.
b. Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk meningkatkan efek
kelasi besi.
c. Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
d. Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur
sel darah merah
2. Bedah
a. Splenektomi, dengan indikasi limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak
penderita, menimbulkan peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya
ruptur. Hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau
kebutuhan suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat badan dalam satu
tahun.
b. Transplantasi sumsum tulang telah memberi harapan baru bagi penderita thalasemia
dengan lebih dari seribu penderita thalasemia mayor berhasil tersembuhkan dengan
tanpa ditemukannya akumulasi besi dan hepatosplenomegali. Keberhasilannya lebih
berarti pada anak usia dibawah 15 tahun. Seluruh anak anak yang memiliki HLA-
spesifik dan cocok dengan saudara kandungnya di anjurkan untuk melakukan
transplantasi ini.
3. Suportif
Tranfusi Darah
Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Dengan kedaan ini akan
memberikan supresi sumsum tulang yang adekuat, menurunkan tingkat akumulasi besi,
dan dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita. Pemberian
darah dalam bentuk PRC (packed red cell), 3 ml/kg BB untuk setiap kenaikan Hb 1
g/dl.
I. Pengkajian Fokus
Menurut Suriadi dan Yuliana (2001), pengkajian fokus pada pasien thalasemia yaitu:
1. Asal keturunan/kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah (mediterania). Seperti
turki, yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia sendiri, thalassemia cukup banyak dijumpai
pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita.
2. Umur
Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah terlihat sejak
anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalasemia minor yang gejalanya
lebih ringan, biasanya anak baru datang berobat pada umur sekitar 4 – 6 tahun.
3. Riwayat kesehatan anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas infeksi lainnya. Hal
ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.
4. Pertumbuhan dan perkembangan
Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbuh
kembang sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia jaringan yang
bersifat kronik. Hal ini terjadi terutama untuk thalassemia mayor. Pertumbuhan fisik
anak adalah kecil untuk umurnya dan ada keterlambatan dalam kematangan seksual,
seperti tidak ada pertumbuhan rambut pubis dan ketiak. Kecerdasan anak juga dapat
mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor sering terlihat pertumbuhan
dan perkembangan anak normal.
5. Pola makan
Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga berat badan
anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya.
6. Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur / istirahat,
karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah
7. Riwayat kesehatan keluarga
Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang tua yang
menderita thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita thalassemia, maka anaknya
berisiko menderita thalassemia mayor. Oleh karena itu, konseling pranikah sebenarnya
perlu dilakukan karena berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit yang mungkin
disebabkan karena keturunan.
8. Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core – ANC)
Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor risiko
thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat. Apabila diduga faktor resiko,
maka ibu perlu diberitahukan mengenai risiko yang mungkin dialami oleh anaknya
nanti setelah lahir. Untuk memestikan diagnosis, maka ibu segera dirujuk ke dokter.
9. Data keadaan fisik anak thalassemia yang sering didapatkan diantaranya adalah:
a. Keadaan umum
Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak selincah aanak
seusianya yang normal.
b. Kepala dan bentuk muka
Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu
kepala membesar dan bentuk mukanya adalah mongoloid, yaitu hidung pesek tanpa
pangkal hidung, jarak kedua mata lebar, dan tulang dahi terlihat lebar.
c. Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan
d. Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman
e. Dada
Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat adanya pembesaran
jantung yang disebabkan oleh anemia kronik.
f. Abdomen
Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran limpa dan hati (
hepatosplemagali).
g. Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB nya kurang dari normal.
Ukuran fisik anak terlihat lebih kecil bila dibandingkan dengan anak-anak lain
seusianya.
h. Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas
Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya pertumbuhan
rambut pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai
tahap adolesense karena adanya anemia kronik.
i. Kulit
Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering mendapat transfusi
darah, maka warna kulit menjadi kelabu seperti besi akibat adanya penimbunan zat
besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).
J. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan berkurangnya
komponen seluler yang menghantarkan oksigen/nutrisi.
2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan tidak seimbangnya kebutuhan dan suplai
oksigen.
3. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hipoventilasi.
4. Risiko perdarahan.
5. Ketidakseimbangan nitrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia.
Keterangan :
: Perempuan : klien
: meninggal
3. Obat-obatan :
- Transfusi PRC 900 cc
I = 150 cc jam 16.00 WIB dan Lasix 25 mg
Jeda 4 jam
II = 150 cc (230 cc) jam 20.00 WIB
Jeda 4 jam
III = 300 cc
Jeda 4 jam
IV = 300 cc
- Pemberian O2 nasal kanul dengan saturasi 99% dan kecepatan aliran 3
liter/menit.
- Ferriprox 75mg / kgBB/ hari 3 dosis 3x675mg 31/4 tablet.
- Furosemide 1x20 mg p.o
- Prednisone tablet 2 mg/kg/hari
- Captopril tablet 2x12,5 mg p.o
- Paracetamol 3x1mg bila suhu ≥ 37,5 oC
4. Tindakan keperawatan :
- Transfusi PRC 900 cc
I = 150 cc jam 16.00 WIB dan Lasix 25 mg
Jeda 4 jam
II = 150 cc (230 cc) jam 20.00 WIB
Jeda 4 jam
III = 300 cc
Jeda 4 jam
IV = 300 cc
Cross 4 kolf 2 mayor
- Pemberian O2 nasal kanul dengan saturasi 99% dan kecepatan aliran 3
liter/menit.
5. Hasil laboraturium
Hasil pemeriksaan pada tanggal 28 November 2017
WBC 8,93 103/µL (N)
NEU 5,38 60,3%
LYM 3,02 33,8%
MONO ,456 5,11%
EOS ,006 ,067%
BASO ,069 ,768%
6. Hasil rontgen
7. Data tambahan
Tidak ada data tambahan lain.
15. Kulit
Kulit tampak kering, teraba hangat, turgor kulit berkurang, tidak terdapat pitting
edema.
X. INFORMASI LAIN
An. F merupakan anak sulung dari Tn. R dan Ny. T. An. F memiliki 2 orang adik yang
berusia 5 tahun dan 3 tahun. An. F tinggal bersama kedua orang tuanya, dan sesekali Ny.
P ( nenek pasien ) ikut berperan dalam mengasuh dan menjaga An. F. Berdasarkan
pengkajian fisik dan pernyataan dari ibu dan nenek pasien, tidak terdapat kekerasan
dalam rumah tangga.
XI. RINGKASAN RIWAYAT KEPERAWATAN
An. F yang berusia 12 tahun merupakan pasien dengan thalasemia β mayor yang sudah
rutin melakukan pemeriksaan di rumah sakit dan melakukan transfusi PRC sejak usia 30
gr
bulan. Kadar hemoglobin pasien terakhir adalah 2,99 /dl. Pada saat dilakukan
pengkajian, kondisi An. F tampak lemah serta menggunakan oksigen dengan saturasi
oksigen 99% dan kecepatan aliran 3 lpm. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital suhu tubuh
An. F 37,5oC, nadi 112 kali per menit, dan respiratory rate 34 kali per menit. Pasien
sudah mendapatkan transfusi PRC 2 kantong sebanyak 200cc, akan tetapi pada saat Ny.
T melakukan cross cek ke PMI, didapatkan bahwa hasil pemeriksaan Coombtest direct
positif 3 (3+) dan indirect positif 1 (1+), sehingga An. F belum bisa melakukan transfusi
PRC selanjutnya. Jumlah PRC yang dibutuhkan An. F adalah 900 cc.
XII. ANALISA DATA
TANGGAL / DATA KLIEN PROBLEM ETIOLOGI
JAM
29 Nov 2017 DS: Hipertermi Aktivitas
10.00 WIB - Ny. P (nenek pasien) berlebihan
mengatakan bahwa An. F
merupakan anak yang aktif, dan
sebelum demam dan sesak
napas, An. F melakukan banyak
aktivitas sehingga kelelahan.
- Ny. P mengatakan bahwa An. F
mengeluh sakit kepala.
DO:
- Keadaan umum pasien tampak
lemah.
- Mukosa bibir kering dan pucat.
- Pemeriksaan tanda-tanda vital:
RR : 34 x/menit
N : 112 x/menit
S : 37,6 oC
- Tubuh dan akral teraba hangat.
- Kulit tampak kering, teraba
hangat dan turgor kulit
berkurang.
- Kekuatan otot 4 4
4 4
- Kulit tampak
kering, teraba hangat dan turgor
kulit berkurang.
- Pemeriksaan laboratorium:
RBC 1,59x106/ µL (L)
HGB 2,99 gr/dl (L)
HCT 11,0 %
MCV 69,3 fL
MCH 69,3 pg
MCHC 27,2 gr/dl
RDW 20,0 %
PLT 123,0x103/ µL (L)
MPV 5,29 fL
Shif malam - Melihat kondisi umum pasien - Pasien terlihat masih lemas, kesadaran
21.15 - Menanyakan apakah pasien demam lagi composmentis, akral hangat dan bibir
atau tidak pucat dan kering.
05.30 - Monitor TTV - Ibu pasien mengatakan pasien sudah
- Memotivasi untuk menghabiskan makan tidak demam lagi, sesak sudah
dan minum yang banyak. berkurang.
- Menganjurkan pasien untuk meingkatkan - TTV: suhu: 37,2, Nadi: 94, RR: 24
istirahat x/menit.
- Pasien mengatakan akan melakukan
anjuran perawat.
2. Kamis, 30 1,2,3
november
2017 - Pasien mengatakan lemas sedikit
09.30 - Menanyakan keluhan pasien hari ini berkurang, tapi kadang-kadang masih
- Melihat kondisi umum pasien pusing, sudah tidak sesak.
11.00 - Memonitor dan melakukan pemeriksaan ttv - Kondisi sudah membaik, kesadaran
- Memonitor tetesan infus composmentis, terlihat sudah tidak
- menganjurkan pasien untuk istirahat lemas lagi, sudah tidak sesak dan pasien
sudah tidak menggunakan oksigen lagi,
akrla hangat, bibir masih pucat.
- Hasil pemriksaan TTV suhu: 36,7 Nadi:
112,
- Tetesan infus lancar
- Pasien mendengarkan anjuran perawat.
3 S : ibu pasien mengatakan sesak sedikit beekurang, anak sangat aktif dan melakukan banyak aktivitas sehingga
meningkatkan frekuensi pernafasan
O : N 112 RR 34 S 37,2 pasien terlihat lemas dan tampak gelisah
A : masalah ketidakefektifan pola nafas belum teratasi
Indikator Awal Saat ini Akhir
Frekuensi pernafasan atau Respiratory status 3 3 5
Dyspnea 3 4 5
Kedalaman napas 3 4 5
Gelisah 2 3 4
P : lanjutkan intervensi memonitor frekuensi pernafasan
Kamis, 1 S : ibu pasien mengatakan anak sudah tidak demam
30 Nov O : N 102 RR 30 S 36,9. Anak masih terlihat lemas, akral teraba hangat, mukosa bibir masih pucat
2017 A : masalah hipertermi teratasi sebagian
Indikator Awal Saat ini Akhir
Suhu tubuh 3 5 5
Frekuensi pernafasan atau respitarory rate 3 4 5
Sakit kepala 3 4 5
Perubahan warna kulit 2 4 4
P : lanjutkan intervensi, monitor suhu tubuh pasien
2 S : pasien mengatakan pasien masih agak lemas, bibir agaak pucat, dan pasien menderita thalasemia sejak usia
30 bulan dan rutin melakukan transfusi darah.
O: N 102 RR 30 S 36,9
Bibir pasien masih agak pucat, mukosa bibir masih kering, konjungtiva masih anemis, sklera ikterik
A : masalah ketidakefektifan perfusi jaringan perifer belum teratasi
Indikator Awal Saat ini Akhir
Denyut nadi 3 4 5
Asites 1 2 4
Kelemahan 2 4 4
Pucat 2 4 4
P : lanjutkan intervensi, monitor keadaan umum pasien
3 S : ibu pasien mengatakan bahwa sesak berkurang pasien juga sudah tidak menggunakan oksigen, anak aktif dan
banyak beraktivitas
O : N 102 RR 30 S 36,9 pasien terlihat sedikit lemas
A : masalah ketidakefektifan pola nafas belum teratasi
Indikator Awal Saat ini Akhir
Frekuensi pernafasan atau Respiratory statu 3 4 5
Dyspnea 3 4 5
Kedalaman napas 3 4 5
Gelisah 2 4 4
P : lanjutkan intervensi memonitor frekuensi pernafasan, berikan posisi semifowler untuk memaksimalkan
ekspansi paru
Jumat, 1 S : ibu pasien mengatakan pasien sudah tidak demam lagi
1 Des O : N 102 RR 28 S 37,4. lemas berkurang, akral teraba hangat, mukosa bibir masih pucat
2017 A : masalah hipertermi teratasi
Indikator Awal Saat ini Akhir
Suhu tubuh 3 5 5
Frekuensi pernafasan atau respitarory rate 3 5 5
Sakit kepala 3 5 5
Perubahan warna kulit 2 4 4
P : monitor suhu tubuh pasien
2 S : ibu pasien mengatakan pasien sudah lebih baik, namun bibir agak pucat, dan pasien menderita thalasemia
sejak usia 30 bulan dan rutin melakukan transfusi darah.
O: N 102 RR 28 S 37,4
Bibir pasien masih agak pucat, mukosa bibir masih kering, konjungtiva masih anemis, sklera ikterik
A : masalah ketidakefektifan perfusi jaringan perifer belum teratasi
Indikator Awal Saat ini Akhir
Denyut nadi 3 4 5
Asites 1 2 4
Kelemahan 2 4 4
Pucat 2 3 4
P : lanjutkan intervensi, monitor keadaan umum pasien
3 S : ibu pasien mengatakan bahwa pasien kadang sesak kadang tidak tetapi sudah berkurang dibandingkan kemarin,
pasien beraktivitas biasa di tempat tidur
O : N 102 RR 28 S 37,4. Lemas berkurang.
A : masalah ketidakefektifan pola nafas teratasi.
Indikator Awal Saat ini Akhir
Frekuensi pernafasan atau Respiratory statu 3 5 5
Dyspnea 3 5 5
Kedalaman napas 3 5 5
Gelisah 2 4 4
P : Monitor status pernafasan pasien, di khawatirkan pasien sesak kembali, monitor keadaan umum pasien.
BAB IV
PENUTUP
Anak F masuk ke RSUD Banyumas pada tanggal 28 November 2017 dengan keluhan
anak demam, badan terasa panas, anak lemas dan tampak pucat. Saat dilakukan pengkajian
suhu badan 37,6 derajat, anak terlihat lemas, mukosa bibir kering dan pucat. Keluhan tambahan
dirasakan badan terasa lemas dan kepala sakit. Selain itu, pasien juga mengeluh nyeri pada
pinggang dan pasien tampak gelisah. Pada pengkajian fungsional gordon terdapat data pada
pola makan anak makan 3 kali sehari dengan porsi sedikit dan anak jarang makan sayur. Pada
pemeriksaan fisik didapat sklera ikterik, konjungtiva anemis, suara jantung normal namun
terdapat suara jantung tambahan gallop. Pada bagian abdomen terlihat perut asites, teraba hepar
dan splenomegali. Masalah keperawatan yang diangkat pada kasus Anak F adalah hipertermi
dimana suhu pada saat itu 37,6 derajat. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer, dan
ketidakefektifan pola nafasdiaman pasien mengeluhkan sesak nafas. Tindakan keperawatan
yang telah dilakukan mengatasi hipertermi dengan memberikan obat penurun panas
paracetamol kemudian pada hari berikutnya suhu sudah kembali normal dengan suhsu 36,9
derajat, namun kembali tinggi pada hari ketiga dengan suhu 37,6 derajat. Ketidakefektidan
perfusi jaringan perifer teratasi sebagian dengan selalu memonitor keadaan umum pasien.
Kemudian pola nafas pasien sudah membaik dengan dilakukan tindakan memberian terapi
oksigen dengan nasal kanul sebanyak 3 lpm dan memberikan pasien dengan posisi semifowler
yang bertujuan untuk memaksimalkan ekspansi paru. Sehingga pasien dapat bernafas dengan
baik, dan pada hari berikutnya pasien sudah tidak lagi diberikan terpai oksigen dengan nasal
kanul karena sudah tidak sesak.
DAFTAR PUSTAKA
Hariyani, W & A. S. Haribowo. (2008). Buku ajar asuhan keperawatan pada klien dengan
gangguan sistem hematologi. Jakarta: Salemba Medika.
Indanah, K. Yetti, & L. Sabri. (2011). Analisis faktor yang berhubungan dengan “self care
behavior” pada anak usia sekolah dengan talasemia mayor Di RSUPN Dr. Cipto
Mangun Kusumo Jakarta. Jurnal Ilmu Keperawatan, volume 2 No. 2.
Ilmi, S., O. Hasanah, & Bayhakki. (2014). Hubungan jenis kelamin dan domisili dengan
pertumbuhan pada anak thalasemia. Naskah Publikasi Fakuktas Ilmu Keperaatan.
Universitas Riau.
Manuaba, I. B. G., I. A. C. Manuaba., & I. B. G. F. Manuaba. (2007). Pengantar kuliah
obstetrik. Jakarta: EGC.
Mcphee, J. S. William & F. W. Ganong. (2011). Patofisiologi penyakit: pengantar menuju
kedokteran praktis. Jakarta: EGC.
Mehta, A., & V. Hoffbrand. (2006). At a glance hematology. Jakarta: Erlangga.
Ngastiyah. (2005). Perawatan anak sakit edisi 2. Jakarta: EGC.
Nursalam. (2008). Asuhan keperawatan bayi dan anak. Jakarta: Salemba Medika.
Sherwood, L. (2014). Fisiologi manusia: dari sel ke sistem. Jakarta: EGC.
Suriadi & R. Yuliani. (2010). Asuhan keperawatan pada anak. Jakarta: CV. Sagung Seto.
Syaifuddin. (2009). Fisiologi tubuh manusia untuk mahasiswa keperawatan edisi 2. Jakarta:
Salemba Medika.
Yunanda, Y. (2008). Thalasemia. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.