Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Luka bakar dapat mengakibatkan masalah yang kompleks yang dapat meluas melebihi
kerusakan fisik yang terlihat pada jaringan yang terluka secara langsung. Masalah kompleks
ini mempengaruhi semua sistem tubuh dan beberapa keadaan yang mengancam kehidupan.
Kurang lebih 2,5 juta orang mengalami luka bakar di Amerika setiap tahunnya. Dari
kelompok ini, 200.000 orang memerlukan penanganan rawat jalan dan 100.000 orang
dirawat dirumah sakit. Sekitar 12.000 orang meninggal setiap tahunnya akibat luka dan
cidera inhalasi yang berhubungan dengan luka bakar. Lebih separuh dari kasus – kasus luka
bakar yang dirawat di rumah sakit seharusnya dapat dicegah (Brunner dan Suddarth, 2002).
Di Indonesia sendiri angka kejadian luka bakar cukup tinggi, lebih dari 250 jiwa pertahun
meninggal akibat luka bakar. Dikarenakan jumlah anak – anak cukup tinggi di Indonesia
serta ketidakberdayaan anak – anak untuk menghindari terjadinya kebakaran, maka usia
anak – anak menyumbang angka kematian tertinggi akibat luka bakar di Indonesia.
Penyembuhan waktu luka bakar, antisipasi dan penanganan secara dini untuk
mencegah komplikasi, pemeliharaan fungsi tubuh dalam perawatan luka dan tehnik
rehabilitasi yang lebih efektif semuanya dapat meningkatkan rata-rata harapan hidup pada
sejumlah klien dengan luka bakar serius. Beberapa karakteristik luka bakar yang terjadi
membutuhkan tindakan khusus yang berbeda. Karakteristik ini meliputi luasnya,
penyebab(etiologi) dan anatomi luka bakar. Luka bakar yang melibatkan permukaan tubuh
yang besar atau yang meluas ke jaringan yang lebih dalam, memerlukan tindakan yang lebih
intensif daripada luka bakar yang lebih kecil dan superficial. Luka bakar yang disebabkan
oleh cairan yang panas (scald burn) mempunyai perbedaan prognosis dan komplikasi dari
pada luka bakar yang sama yang disebabkan oleh api atau paparan radiasi ionisasi. Luka
bakar karena bahan kimia memerlukan pengobatan yang berbeda dibandingkan karena
sengatan listrik (elektrik) atau persikan api (Sjamsuhidajat, 2005).
B. Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah mahasiswa mampu memahami hal-hal terkait
dengan combustio, memahami masalah keperawatan yang mungkin muncul pada kasus
pasien dengan combustio secara tepat, serta dapat melakukan asuhan keperawatan kepada
pasien combustio sesuai dengan intervensi keperawatan yang sudah ditentukan.
BAB II
TINJUAN TEORI

A. Pengertian Combustio
Luka bakar/combustio/ burn adalah cedera akibat dari kontak langsung atau
terpapar dengan sumber-sumber panas (thermal), listrik (elektrik), zat kimia (chemical)
atau radiasi (radiation) (Rahayuningtyas, 2012).
Menurut meonajab (2001) luka bakar merupakan rusak atau hilangnyya jaringan
yang diakibatkan kontak dengan sumber panas seperti kebakan apai dalam tubuh
(flame), cipratan apai ke tubuh (Flash), terkena air panas (scald), tersentuh benda panas,
sengatan listrik bahan kimia dan sengatan matahari (sunburn).
B. Etiologi combustio
Luka bakar yang disebabkan karena kontak dengan sumber panas antara lain:
1. Luka bakar thermal
Luka bakar thernal disebabkan oleh terpapar atau kontak dengan api, cairan panas,
atau objek-objek panas lainnya.
2. Luka bakar kimia
Luka bakar kimia disebakan oleh kontaknya jatingan kulit dengan asama atau basa
kuat. Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan banyaknya jaringan yang terpapar
menentukan luasnya injuri kerena zat kimia tersebut.
3. Luka bakar elektrik
Luka bakar elektrik (listrik) disebabkan oleh panas yang gerakan dari energi listrik
yang di hantarkan melalui tubuh. Berat ringannya luka bakar elektrik dipengaruhi oleh
lamanya kontak, tingginya voltage, cara gelombang eletrik tersebut samapi mengenai
tubuh. Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki resistensi
paling rendah. Kerusakan terutama pada pembuluh darah terutama tunika intima
sehingga menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal.
4. Luka bakar radiasi
Lukabakar radiasi disebakan karena terpapar dengan sumber radiasi tipe injury ini
disebakan oleh penggunaan radioaktif untuk keperluan teurapeik dalam dunia
kedokteran dan industri. Luka bakar akibat terpapar sinar matahari juga menyebabkan
luka bakar radiasi.
C. Klasifikasi luka bakar
Berdasarkan kedalamannya luka bakar di klasifikasikan menjadi empat, yaitu:
1. Luka bakar derajat I
Kerusakan terbatas pada epidermis superfisial, kulit kering hiperemik berupa
eritema, Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi, Penyembuhan terjadi
secara spontan dalam waktu 5-10 hari. Contohnya adalah luka bakar akibat
sengantan matahari.
2. Luka bakar derajat II
Pada luka bakar derajat dua kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis kulit,
pada luka bakar derajat dua reaksi berupa inflamasi akut disertai proses eksudasi,
melepuh, dasar lukaberwarna merah atau pucat, terletaklebih tinggi diatas permukaan
kulit normal, nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi. Luka bakar derajat II
dibedakan menjadi:
a. Luka bakar derajat II dangkal (superficial).
Pada luka bakar derajat II superficial, kerusakan mengenai bagian superfisial dari
dermis, organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea
masih utuh. Luka bakar derajat II pada mulanya tampak seperti luka bakar derajat
I sebelum 12-24 jam pertama. Bula belum terbentuk pada awal terkena agen panas,
ketika bula dihilangkan luka tampak merah muda dan basah. Penyembuhan terjadi
secara spontan dalam waktu 10-14 hari, tanpa operasi penambalan kulit (skin
graft).
b. Luka bakar derajat II dalam (deep).
Pada luka bakar derajat II dalam (deep), kerusakan mengenai hampir seluruh
bagian dermis, organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea sebagian besar masih utuh. Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung
biji epitel yang tersisa. Permukaan luka biasanya tampak berwarna merah muda
dan putih. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan apabila
tidakterjadi infeksi, bahkan perlu dengan operasi penambalan kulit (skin graft).
3. Luka bakar derajat III
Pada luka bakar derajat III kerusakan meliputi seluruh tebal dermis dan lapisan yang
lebih dalam, tidak dijumpai bulae, apendises rusak, organ-organ kulit seperti folikel
rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea mengalami kerusakan. Biasanya kulit yang
terbakar berwarna putih dan pucat. Karena kering, letaknya lebih rendah dibanding
kulit sekitar. Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal
sebagai scar, tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, akibat kerusakan ujung
saraf sensorik. Penyembuhan terjadi lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan
dari dasar luka.
4. Luka bakar derajat IV
Luka bakar derajat IV atau luka bakar kedalam penuh/ full thickness telah mencapai
lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya kerusakan yang luas. Keruskan
meliputi seluruh dermis, organ-organ kulit, tidak dijumpai bulae. Kulit yang terbakar
berwarna abu-abu dan pucat, terletak lebih rendah dibanding kulit sekitar yang sehat.
Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang disebut scar. Tidak ada
nyeri dan hilang sensori karena ujung-ujung syaraf sensorik mengalamikerusakan dan
kematian. Penyembuhan terjadi lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan
D. Luas luka bakar
Terdapat beberapa metode untuk menetukan luas luka bakar, yaitu:
1. Rule of Nine
Dasar dari metode ini yaitu tubuh dibagi kedalam bagian-bagian anatomi, dimana
setiap bagian mewakili 9% kecuali genitalia 1%. Bagian tubuh tersebut meliputi
Dewasa Luas Anak Luas
Kepala 9% Kepala 18%
Punggung 18% Punggung 18%
Lengan kanan 9% Dada 18%
Lengan kiri 9% Lengan kanan 9%
Dada 18% Lengan kiri 9%
Perineum 1% Perineum 1%
Kaki kanan 18% Kaki kanan 13,5%
Kaki kiri 18% Kaki kiri 13,5%

2. Lund and browder


Merupakan modifikasi dari presentasi bagian-bagian tubuh menurut usia yang dapat
memberikan perhitungan yang lebih akurat tentang luas luka bakar. Berikut
pembagiannya.
No Area Age-Years
0-1 1-4 4-9 10-15 Adult
1. Head 19 17 13 10 7
2. Neck 2 2 2 2 2
3. Anterior truck 13 17 13 13 13
4. Posterior truck 13 13 13 13 13
5. Right buttock 21/2 21/2 21/2 21/2 21/2
6. Left buttock 21/2 21/2 21/2 21/2 21/2
7. Genitalia 1 1 1 1 1
8. Right upper arm 4 4 4 4 4
9. Left upper arm 4 4 4 4 4
10. Right lower arm 3 3 3 3 3
11. Left lower arm 3 3 3 3 3
12. Right hand 21/2 21/2 21/2 21/2 21/2
13. Left hand 21/2 21/2 21/2 21/2 21/2
14. Right thigh 51/2 61/2 81/2 81/2 91/2
15. Left thigh 51/2 61/2 81/2 81/2 91/2
17. Right leg 5 5 51/2 6 7
18. Left leg 5 5 51/2 6 7
19. Right foot 31/2 31/2 31/2 31/2 31/2
20. Left foot 31/2 31/2 31/2 31/2 31/2

3. Hand dalm
Metode ini adalah cara menetukan luka atau presentasi luka bakar dengan tangan
satu telapak mewakili 1% dari permukaan tubuh yang mengalami luka bakar
E. Patofisiologi
Efek patofisiologi bisa beragam tergantung dari sistem tubuh yang mengalami masalah
(Rahayuningtyas, 2012)
1. Pada Kulit
Perubahan patofisiologi yang terjadi pada kulit tergantung pada luas dan kedalaman
luka bakar. Untuk luka bakar yang kecil (smaller burns), respon tubuh bersifat lokal
yaitu terbatas pada area yang mengalami luka. Sedangkan pada luka bakar yang lebih
luas misalnya 25 % dari total permukaan tubuh (TBSA : total body surface area) atau
lebih besar, maka respon tubuh dapat bersifat sistemik sesuai dengan luasnya luka.
2. Sistem kardiovaskuler
Segera setelah injuri luka bakar, dilepaskan substansi vasoaktif (catecholamine,
histamin, serotonin, leukotrienes, dan prostaglandin) dari jaringan yang mengalami
injuri. Substansi – substansi ini menyebabkan meningkatnya permeabilitas kapiler
sehingga plasma merembes (to seep) kedalam sekitar jaringan. Injuri panas yang
secara langsung mengenai pembuluh akan lebih meningkatkan permeabilitas kapiler.
Injuri yang langsung mengenai membran sel menyebabkan sodium masuk dan
potasium keluar dari sel. Secara keseluruhan luka bakar akan meningkatakan tekanan
osmotik yang menyebabkan meningkatnya cairan intracellular dan interstitial yang
menyebabkan kekurangan volume cairan intravaskuler. Luka bakar yang luas
menyebabkan edema tubuh general baik pada area yang mengalami luka maupun
jaringan yang tidak mengalami luka bakar dan terjadi penurunan sirkulasi volume
darah intravaskuler yang akan menyebakan faktor risiko kekurangan volume cairan.
Denyut jantung meningkat sebagai respon terhadap pelepasan catecholamine dan
terjadinya hipovolemia relatif, yang mengawali turunnya kardiac output. Kadar
hematokrit meningkat yang menunjukan hemokonsentrasi dari pengeluaran cairan
intravaskuler Kadiovaskuler akan mengalami efek akibat pelepasan catecholamine
dan hipovolemia yaitu peningkatan detak jantung dan penurunan cardiac outputdi
samoing itu pengeluaran caian secara evaporasi melalui luka terjadi 4-20 kali lebih
besar dari pada normal. hal tersebut dapat berdampak pada penurunan perfusi organ.
3. Sistem Renal dan Gastrointestinal
Akibat penurunan cardiac output, ginjal akan mengalami penurunan asupan darah
yang berefek pada penurunan GFR (glomerular filtration rate) yang menyebabkan
oliguri. Aliran darah menuju usus juga berkurang, yang dapat menyebabkan ileus
intestinal dan disfungsi gastrointestia terutama pada pasien dengan luka bakar yang
lebih dari 25 %.
4. Sistem Imun
Sistem immune mengalami depresi pada aktivitas lymphocyte. Depresi pada sistem
imun dapat meningkatkan resiko terjadinya infeksi dan sepsis.
5. Sistem Respiratori
Pada sistem respiratori dapat mengakibatkan hipertensi arteri pulmoner, penurunan
kadar oksigen arteri dan “lung compliance”.
Luka bakar karena jilatan api dapat mengakibatkan injuri pulmonal kibat menghisap
asap. Manifestasi klinik dari injuri pulmonal atau injury inhlasi yaitu luka bajar yang
mengenai wajah, kemerahan dan pembengkakan pada oropharynx atau nasopharynx,
rambut hidung yang gosong, agitasi atau kecemasan, takhipnoe, kemerahan pada
selaput hidung, stridor, wheezing, dyspnea, suara serak, terdapat carbon dalam
sputum, dan batuk. Tanda dan gejala juga tergantung pada berat dan tipe asap atau gas
yang di hirup.
Selain injury pulmonal pada sistem respiratory dapat terjadi keracunan gas CO2. Gas
CO2 dapat mengikat Hb 200x lebih besar dari pada oksigen (COHb). Tanda dan gejala
keracunan gas CO2 yaitu:
Kadar CO2 Tanda dan gejala
5-10 Gangguan tajam penglihatan
11-20 Nyeri kepala
21-30 Mual, gangguan ketangkasan
31-40 Muntah, dizines, sincope
41-50 Tachypnea, takikardi
>50 Coma, mati

F. Fase luka bakar


1. Fase akut/ fase awal/ fase syok
Penderita akan mengalami ancaman gangguan airway, breathing dan circulatin.
Cedera inhalasi adalah penyebab utama kematian penderita pada fase akut. Pada fase
ini juga sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera
termal yang berdampak sistemik
2. Fase sub akut
Berlangsung setelah fase syok terlewati. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau
kehilangan jaringan akibat kontak dengan sumber panas. Luka menyebabkan (proses
inflamasi/infeksi, masalah penyembuhan luka pada luka telanjang atau tidakberepitel
luas atau pada ogan-organ fungsional, hipermetabolisme).
3. Fase lanjut
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadi matrasi parut akibat luka dan pemulihan
organ-organ fungsional. Masalah pada fase ini adalah penyakit berupa parut yang
hipertropik, koloid dan gangguan pigmen dan kontraktur.
G. Proses penyembuhan luka (Potter & Perry, 2006)
1. Fase inflamatori
Fase ini terjadi segera setelah luka dan berakhir pada 2-4 hari. Dua proses utama
terjadi pada fase ini yaitu hemostatis dan fagositosis. Hemostatis atau penghentian
perdarahan karena vasokontriksi pembuluh darah besar di daerah luka, retraksi
pembuluh darah, endapan fibrin dan pembentukan bekuan darah di daerah luka. Fase-
fase inflamasi luka tampak merah dan sedikit bengkak. Sel leukosit terutama netrofil
berpindah ke daerah intestinal. Tempat ini di tempati makrofag yang keluar dari
monosit selama kurang lebih 24 jam setelah luka. Makrofag ini menelan
mikroogranisme dan sel debris melalui proses fagositosis. Makrofag juga
mengeluarkan faktor angiogenesis (AGF) yang merangsang pembentukan ujung epitel
diakhir pembuluh darah. Karakteristik fase ini adalah tumor, rubor, kalor, dolor dan
fungsilaesa
2. Fase poliferatif
Berlangsung dari hari ke-4 sampai hari ke-21. Terbentuk jaringan granulasin yang
terdiri dari kombnasi fibroblas, sel inflamasi, pembuluh darah yang baru, fibronectin
dan hyularonic acid.
Fibroblas (menghubungkan sel-sel jaringan) yang berpindah kedaerah luka mulai 24
jam pertama terjadi setelah luka mensintesis kolagen dan substansi dasar proteoglikan
kira-kira 5 hari sehingga luka tidak terbuka. Kapilarisasi dan epilarisasi tubuh
melintasi luka , meningkatkan aliran darah yang memberikan O2 dan nutrisi.
3. Fase maturasi
Dimualai pada hari ke-21 sampai 1 s/d 2 tahun. Fibroblas terus mensintesis kolagen.
Kolagen menyalin dirinya, menyatukan dalam struktur yang lebih kuat. Dalam fase
ini terdapat remodeling luka yang merupakan hasil dari peningkatan jaringan
kolagen, pemecahan kolagen yang berlebih dan regresi vaskularitas.
H. Faktor yang memengaruhi penyembuhan luka
1. Kedalaman luka bakar
Seperti yang sudah dibahas, luka bakar menurut kedalaman dibagi menjafi beberapa
derajat yaitu derajat I, Derajat II, derajat III dan Derajat IV. Semakin tinggi derajatnya
semakin lama pula proses penyembuhannya.
2. Luas luka bakar
Menentukan luas luka bakar dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti rule og
nine, palm hand, land and browder. Semakin luas luas luka bakar maka semakin lama
pula peyembuhannya.
3. Lokasi luka bakar
Berat ringannya luka bakar dipengaruhi oleh bagian tubuh yang terkena luka bakar.
Luka bakar yang mengenai wajahsering kali menyebabkan abrasi kornea, luka bakar
yang mengenai kepala, leher dan dada seringkali berkaitan dengan komplikasi
pulmonal. Luka bakar pada lengan, sendi seringkali membutuhkan terapi fisik dan
okupasi. Pada daerah perienum luka rentan terkena urin dan feses serta luka pada
thorax dapat menyebabkan tidak adekuatnya ekspansi dinding dada dan insufisiensi
pulmonal.
4. Mekanisme injuri
Mekanisme injuro merupakan faktor lain yang menentykan berat ringannya luka
bakar. Misalnya pada luka bakar eletrik, injuri pada kulit mungkin tidak terlalu parah
namun kerusakan pada otot dan jaringan lunak dapat terjadi lebih luas, khususnya
injuri eletrik dengan voltage tinggi. Injuri elektrik pada alternating current (AC) lebih
berbahaya dari direct current (DC) dan sering kali berhubungan dengan cardiac arrest.
5. Usia
Usia mempengaruhi proses penyembuhan luka dan berat ringannya luka bakar.
Mortalitas cukup tinggi pada anak yang berusia kurang dari 4 tahun dan klien yang
berusia >65 tahun
I. Management Penatalaksanaan
1. Fase emergent (Resusitasi)
a. Perawatan sebelum di rumah sakit
 Jauhkan pendrita dari sumber api/ luka bakar
 Kaji ABC
 Kaji trauma yang lain
 Pertahakan suhu tubuh normal
 Pemberian cairan IV
 Segera transportasi ke rumah sakit
b. Perawatan di rumah sakit
 Penanganan luka bakar ringan
1) Management nyeri
2) Perawatan luka awal
Yaitu dengan debridemen jaringan yang mati, membuang zat-zat yang rusak,
dan pemberian krim atau salem aktimikroba topikal serta balut secara steril
3) Pendidikan atau penyuluhan kesehatan
Pendidikan kesehatan tentang perawatan luka, pengobatan, komplikasi,
pencegahan komplikasi , diet dll.
 Penanganan luka bakar berat
1) Reevaluasi jalan nafas, kondisi pernafasan, sirkulasi dan trauma yang
mungkin terjadi
2) Resusitasi cairan
3) Pemasangan kateter urin (untuk monitoring urin)
4) Pemasangan NGT terutama pada pasien luka bakar >25%
5) Monitoring ttv dan lab
6) Management nyeri
7) Perawatan luka
2. Fase Akut
Fokus menagement bagi klien pada fase akut adalah:
1. Mengatasi infeksi
2. Perawatan luka
3. Penutupan luka
4. Management nutrisi
5. Management nyeri
6. Terapi fisik
3. Fase rehabilitasi
Merupakan fase pemulihan dan merupakan fase terakhir dari perawatan luka bakar.
Tujuannya adalah untuk meningkatkan kemandirian melalui pencapaian perbaikan
fungsi yang maksimal (Rahayuningtyas, 2012)
J. Rencana Asuhan Keperawatan
Menurut Nurarif dan Kusuma (2015), rencanaa asuhan keperawatan pasien combustio
yaitu:
1. Ketidakefektifan pola napas
NOC : Respiratory Status: Airway Patency
NIC : Airway Management
a. Buka jalan napas, gunakan teknik head till chin lift atau jaw trust bila perlu.
b. Monitor tanda-tanda vital.
c. Monior status pernapasan dan status oksigenasi.
d. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.
e. Auskultasi suana pernapasan, catat adanya suara napas tambahan.
f. Berikan terapi oksigen, bila diperlukan.
g. Kolaborasi dengan pemberian obat bronkodilator.
2. Nyeri akut
NOC : Pain Level
NIC : Pain Management
a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif meliputi lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor presipitasi.
b. Observasi reaksi verbal dan non verbal dari ketidaknyamanan.
c. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri.
d. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri, seperti suhu, kebisingan,
ruang, dan pencahayaan.
e. Ajarkan teknik non farmakologi.
f. Anjurkan untuk meningkatkan istirahat.
g. Kolaborasi dengan pemberian terapi farmakologi analgetik.
h. Evaluasi kepuasan pasien tentang manajemen nyeri.
3. Kerusakan Integritas Kulit
NOC : Tissue integrity: skin and mucous membranes
NIC : Pressure Management
a. Monitor kulit akan adanya kemerahan.
b. Bersihkan luka dan daerah sekitarnya.
c. Jaga pasien agar tidak menggaruk dan memegang luka.
d. Anjurkan pasien menggunakan pakaian yang longgar.
e. Ajarkan teknik distraksi pada pasien.
f. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk memberikan diet tinggi kalori dan tinggi
protein.
4. Kekurangan volume cairan
NOC : Fluid Balance
NIC : Fluid Management
a. Monitor taanda-tanda vital.
b. Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan
darah ortostatik).
c. Monitor intake dan output cairan.
d. Monitor status nutrisi.
e. Dorong masukan per oral.
f. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan.
g. Kolaborasi pemberian cairan parenteral intravena.
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
NOC : Nutritional Status
NIC : Nutritional Management
a. Kaji adanya alergi makanan.
b. Monitor status nutrisi.
c. Monitor adanya penurunan berat badan.
d. Monitor adanya mual dan muntah.
e. Yakinkan diet yang dimakan sesuai dengan indikasi penyakit.
f. Anjurkan pasien untuk meningkatkan peotein dan vitamin C.
g. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien.
6. Gangguan eliminasi urine
NOC : Urine Elimination
NIC : Urine Retention Care
a. Lakukan penilaian kemih yang komprehensif (output urin, pola berkemih, fungsi
kognitif).
b. Monitor intake dan output cairan.
c. Monitor tingkat distensi kandung kemih dengan palpasi dan perkusi
d. Membantu dengan toilet secara berkala.
e. Kolaborasi dengan pemasangan kateter kemih.
7. Kecemasan
NOC : Anxiety Level
NIC : Anxiety Reduction
a. Monitor tanda-tanda vital.
b. Observasi tanda verbal dan non verbal pasien dari kecemasan.
c. Ajarkan pasien teknik relaksasi.
d. Jelaskan tentang keadaan dan proses penyakit.
e. Anjurkan pasien untuk istirahat.
f. Anjurkan keluarga untuk mendampingi pasien.
8. Risiko Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Cerebral
NOC : Tissue Perfusion: Cerebral
NIC : Cerebral Perfusion Promotion
a. Monitor tingkat kesadaran pasien.
b. Monitor tanda-tanda vital.
c. Monitor adanya peningkatan tekanan intrakranial.
d. Monitoring hasil elektrokardiogram (EKG).
e. Posisikan klien semifowler.
9. Risiko Infeksi
NOC: Risk Control
NIC: Infection Control
a. Monitor tanda-tanda vital.
b. Hindari kontak pasien dengan individu yang mengalami ISPA atau infeksi kulit.
c. Ambil eksudat untuk mengurangi sumber infeksi.
d. Pertahankan tindakan keperawatan dengan teknik yang aseptik.
e. Pertahankan teknik cuci tangan 5 momen 6 langkah, bagi perawat dan
pengunjung.
f. Kolaborasi pemberian antimikrobal dan penggantian balutan pada luka.
g. Laksanakan dan pertahankan kontrol infeksi sesuai dengan kebijakan.

Anda mungkin juga menyukai