Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS NY. “S”


DI PRAKTIK BIDAN MANDIRI SAGITA
PALEMBANG

SERIATI
40121017

PROGRAM STUDI PROFESI BIDAN


STIKES ABDURAHMAN PALEMBANG
TAHUN 2021
HALAMAN PERSETUJUAN

LAPORAN KASUS
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS NY.”S”
DI PRAKTIK MANDIRI BIDAN SAGITA PALEMBANG

Disusun Oleh:

SERIATI
40121017

PROGRAM STUDI PROFESI BIDAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ABDURAHMAN PALEMBANG

telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing dan


diperkenankan untuk diujikan

Palembang,
Pembimbing Akademik

(Rini Anggeriani, S.ST., M.Bmd)


NIDN. 0220109102

ii
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS NY.”S”
DI PRAKTIK MANDIRI BIDAN SAGITA PALEMBANG

Disusun Oleh:

SERIATI
40121017

Telah dipertahankan didepan Tim Penguji


Program Studi Profesi Bidan STIKES Abdurahman Palembang, pada:

Hari : Sabtu
Tanggal : 19 Februari 2022

Penguji I Penguji II

(Rini Anggeriani, S.ST., M.Bmd) (Sagita Darma Sari, S.ST., M.Kes)


NIDN.0220109102 NIDN.0211129001

Mengetahui,
Ka. Prodi Profesi Bidan Ketua STIKES Abdurahman

(Popy Apriyanti, M.Keb) (H. Su’aidy Arahman, SE, S.Sos, MM)


NIDN.0216049003 NIP. 1965212171990031002

KATA PENGANTAR

iii
Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur kehadiran Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya lah sehingga
penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus yang berjudul “Asuhan Kebidanan
Pada Ibu Nifas Ny. “S” Di Praktik Mandiri Bidan Sagita Palembang’’. Laporan
Kasus ini dibuat dalam rangka pembelajaran sekaligus untuk memenuhi tugas
sebagai mahasiswi Prodi Profesi Bidan di STIKES Abdurahman Palembang.
Penyusunan Laporan Kasus ini penulis banyak mengalami hambatan serta banyak
kekurangan. Namun berkat bimbingan dan bantuan serta semangat dari berbagai
pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan Laporan Studi Kasus ini dengan
maksimal.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada:
1. Hj. Rosyidah Arahman, selaku Ketua Yayasan Abdurahman Palembang.
2. H. Su’aidy Arahman, SE, S.Sos, MM, selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Abdurahman Palembang.
3. Popy Apriyanti, M.Keb selaku Ka. Prod Profesi bidan Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Abdurahman Palembang.
4. Rini Anggeriani, S.ST., M.Bmd selaku dosen pembimbing yang telah banyak
memberikan bimbingan, arahan, koreksi, serta nasehat sehingga Laporan
Kasus ini dapat diselesaikan.
5. Praktek Mandiri Bidan (PMB) Sagita atas izin, bantuan, bimbingan serta
pembelajaran selama penulis melakukan pengkajian Laporan Kasus ini.
6. Ny. “S”, selaku pasien atas kerjasamanya dalam menyelesaikan laporan studi
kasus ini
Semoga Allah SWT memberikan balasan atas jasa baik yang telah diberikan
dan menjadikan yang terbaik bagi kita semua. Penulis menyadari bahwa laporan
kasus ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun dan berharap agar laporan kasus ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Palembang, Febuari 2022

Penulis

iv
DAFTAR ISI

Hal
HALAMAN JUDUL.......................................................................................i
IDENTITAS....................................................................................................ii
HALAMAN PERSETUJUAN.......................................................................iii
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................iv
KATA PENGANTAR....................................................................................v
DAFTAR ISI...................................................................................................vii
DAFTAR TABEL...........................................................................................x
DAFTAR GAMBAR......................................................................................xi
DAFTAR SINGKATAN................................................................................xii
DAFTAR ISTILAH........................................................................................xiv
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................xvi

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................4
1.3 Tujuan Penulisan.............................................................................4
1.3.1 Tujuan Umum....................................................................4
1.3.2 Tujuan Khusus...................................................................4
1.4 Waktu Dan Tempat Pelaksanaan....................................................4
1.5 Gambaran Kasus.............................................................................5
1.6 Metode Penulisan............................................................................7
1.7 Hasil Yang Diharapkan...................................................................7
1.8 Sistematika Penulisan.....................................................................8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................9


2.1 Asuhan Kebidanan Masa Kehamilan........................................10
2.1.1 Definisi Kehamilan..........................................................10
2.1.2 Tanda-tanda Kehamilan...................................................10
2.1.3 Perubahan Fisik Pada Kehamilan....................................14
2.1.4 Perubahan Psikologi Pada kehamilan..............................22
2.1.5 Kebutuhan dasar Ibu Hamil.............................................24
2.1.6 Tanda-Tanda Bahaya pada Kehamilan............................29
2.1.7 Antenatal Care.................................................................29
2.1.8 Jadwal Kunjungan Kehamilan.........................................35
2.1.9 Pemeriksaan Abdomen....................................................37
2.1.10 Asuhan Kehamilan Kunjungan Awal............................41
2.1.11 Senam Hamil ................................................................46

BAB III PERKEMBANGAN KASUS..........................................................130


3.1 Asuhan Kebidanan Senam Hamil ..................................................142

BAB IV PEMBAHASAN...............................................................................161

v
BAB V PENUTUP..........................................................................................178
5.1 Kesimpulan.....................................................................................178
5.2 Saran...............................................................................................179
5.2.1 Bagi Lahan Praktik............................................................179
5.2.2 Bagi Mahasiswi..................................................................179
5.2.3 Bagi Institusi......................................................................179

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

vi
DAFTAR LAMPIRAN

1 : Dokumentasi
2: Lembar konsultasi

vii
10

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Nifas adalah masa ibu setelah melahirkan bayi, kurang lebih sampai 40
hari (Prawiraharjo, 2008). Masa nifas merupakan tahap pengenalan bayi
setelah lahir dan cara memberikan perawatan pada bayi mulai dari pemberian
nutrisi maupun pencegahan dari infeksi. Pemberian nutrisi pada bayi baru
lahir dilakukan dengan cara pemberian ASI yang baik yaitu ASI Eksklusif,
tetapi kadang ibu mengalami kesulitan dalam pemberian ASI karena
anggapan ASI belum keluar dan masih kaku dalam pemberian ASI terlebih
pada ibu muda yang pertama kali melahirkan. Menurut World Health
Organization (WHO) pemberian ASI secara eksklusif adalah Ibu hanya
memberikan ASI saja tanpa memberikan bayi makanan dan minuman
pendamping selain ASI termasuk air putih selama menyusui (kecuali
obatobatan dan vitamin atau mineral tetes) sejak bayi lahir hingga berumur 6
bulan. Setelah waktu 6 bulan bayi dapat dikenalkan makanan pendamping
ASI dan dianjurkan tetap memberikan ASI dilanjutkan hingga dua tahun atau
lebih (WHO, 2019).
Prosentase pemberian ASI eksklusif di Indonesia tahun 2018 sendiri
masih rendah yaitu 65,16%. Daerah Indonesia bagian Timur memiliki
cakupan yang masih rendah yaitu 20,43%, diikuti dengan Provinsi Jawa
Tengah dengan Cakupan 64,19% dan DI Yogyakarta dengan cakupan sebesar
76,17%. (Kemenkes RI, 2019) Praktik menyusui selalu menjadi trend topik
dalam beberapa tahun terakhir. Intervensi dikembangkan di berbagai
tingkatan yang dirancang untuk meningkatkan keberhasilan dari praktik
menyusui pada ibu. Praktek menyusui, tidak sematamata ditentukan oleh
faktor biologis, tetapi sebagian besar juga dipengaruhi oleh status sosial
ekonomi ibu, pendidikan dan pendapatan. Penulisan lain yang dilakukan
Suresh et al (2014) menjelaskan bahwa masalah menyusui adalah kontributor
11

masalah utama dalam kegagalan menyusui. Beberapa tren predictor


kegagalan menyusui adalah dipercepatnya waktu pulang dari pasangan ibu-
bayi dari rumah sakit karena faktor pribadi dan penanganan masalah
menyususi yang tidak benar. Penulisan juga menjelaskan bahwa masih
ditemukannya kekurangan data dan minimalnya informasi yang tepat di
negaranegara berkembang.
Cakupan ASI eksklusif yang rendah dapat merugikan terutama bagi
bayi, ibu, keluarga bahkan negara. Hal ini disebabkan karena ASI sangat
banyak manfaatnya. Anatolitou (2012) memaparkan tentang manfaat
pemberian ASI untuk tubuh kembang bayi termasuk berat badan bayi.
Madhavi dan Manikyamba (2016) menemukan faktor pendukung pemberian
ASI eksklusif yaitu paritas, pelayanan antenatal, cara persalinan, berat badan
bayi, waktu inisiasi menyusu dini dan pemberian makan prelaktal. Penulisan
Yacub, Gul (2013) mengidentifikasi alasan tidak memberikan ASI eksklusif
adalah produksi ASI sedikit, ibu bekerja, ibu sakit/lemah, dan bayi sakit.
Haryani (2014) juga memaparkan tentang alasan ibu bekerja tidak
memberikan ASI eksklusif, yaitu rasa malas, beban kerja tinggi, waktu cuti
terbatas, sarana prasarana yang kurang dan tuntutan kebutuhan ekonomi
keluarga yang mengharuskan bekerja. Berdasarkan penulisan yang dilakukan
oleh Rawat, et al (2018) dijelaskan bahwa salah satu penyebab kegagalan
proses menyusui pada primipara dan dalam minggu pertama melahirkan
adalah ibu merasa kesulitan pada pelekatan saat menyusui dana merasa ASI
tidak cukup. Penulisan lain yang dilakukan oleh Jacobs, et al (2013) juga
membuktikan bahwa mayoritas responden menjelaskan bahwa ibu merasa
produksi ASI sedikit sehingga memutuskan untuk memberikan susu
pendamping. Sedangkan penulisan yang dilakukan Madhavi dan
Manikyamba (2016) menemukan faktor yang menjadi alasan tidak
memberikan ASI eksklusif adalah kesulitan menyusui.
Dari beberapa penulisan di atas dapat dibuktikan bahwa kegagalan
proses menyusui bukanlah dari faktor biologis ibu namun lebih dikarenakan
kesulitan bagi ibu dalam peran pertamanya sehingga hal ini mempengaruhi
12

teknik perlekatan yang tidak benar pada saat menyusui dan adanya rasa
bahwa produksi ASI tidak lancar dan sedikit. Ilmu pengetahuan yang terus
berinovasi menemukan bahwa adanya pijat oksitosin dapat meningkatkan
produksi ASI (Rahayuningsih, 2016). Pijat oksitosin terbukti dapat
meningkatkan rasa rileks, tidur lebih nyaman dan berkualitas, mengurangi
rasa sakit, serta mengurangi adanya stress serta membantu meningkatkan
hormone oksitosin dan prolactin sehingga mempermudah pengeluaran ASI
serta produksi ASI. ASI merupakan nutrisi yang paling baik bagi bayi yang
berpengaruh terhadap pertumbuhannya. Berdasarkan uraian diatas maka
penulis tertarik untuk menyusun laporan yang berjudul “Asuhan Kebidanan
Pada Ibu Nifas Dengan Pijat Oksitosin Ny. “S” di PMB Sagita
Palembang Tahun 2022”.

1.1 Rumusan Masalah


Bagaimanakah menerapkan asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan pijat
oksitosin Ny. “S” di PMB Sagita Palembang tahun 2022?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui penerapan asuhan kebidanan pada ibu nifas Ny.
Ny. “S” di PMB Sagita Palembang tahun 2022.
1.3.2 Tujuan Khusus
Asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan melakukan pijat oksitosin
sesuai dengan prosedur dan standar pelayanan kebidanan

1.4 Waktu dan Tempat Pengambilan Kasus


1.4.1 Waktu
a. Waktu melakukan kasus ini tanggal 03 Febuari 2022
1.4.2 Tempat
Di PMB Sagita Palembang
13

1.5 Metode Penulisan


Pada laporan studi kasus ini, penulis menggunakan metode narasi yang
menceritakan kejadian yang sesuai dengan hasil penemuan yang terjadi pada Ny.
“S” dengan menggunakan pendekatan manajemen kebidanan dan
pendokumentasian dalam bentuk SOAP.

1.6 Hasil Yang Diharapkan


Pada laporan kasus ini menerapkan manajemen asuhan kebidanan pada ibu
nifas, maka diharapkan mahasiswa mampu :
a. Dapat mempelajari lebih jauh tentang asuhan-asuhan kebidanan sesuai
dengan standar pelayanan kebidanan.
b. Mahasiswi mampu melaksanakan peran sebagai seorang bidan.
c. Mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dari pendidikan kelapangan atau
komunitas.
d. Memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir secara bersih, aman
dan nyaman sesuai dengan standar pelayanan kebidanan yang berlaku
e. Mendokumentasikan setiap asuhan kebidanan yang diberikan dengan
menggunakan metode SOAP

1.8 Sistematis Penulisan


BAB I Pendahuluan, terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penulisan (tujuan umum dan tujuan khusus), waktu dan tempat
pengambilan kasus, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II Tinjauan teori.
BAB III Perkembangan kasus.
BAB IV Pembahasan.
BAB V Penutup.
14

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Masa Nifas
2.1.1 Pengertian Masa Nifas
Masa nifas adalah masa keluarnya darah dari jalan lahir setelah hasil
konsepsi dilahirkan yaitu antara 40-60 hari. Masa nifas (puerperium)
adalah masa yang dimulai dari beberapa jam setelah plasenta lahir dan
selesai selama kita-kira 6 minggu saat alat-alat kandungan kembali seperti
keadaan sebelum hamil. Dengan demikian dapat diartikan bahwa masa
nifas adalah masa yang dilalui oleh seorang perempuan dimulai setelah
melahirkan hasil konsepsi (bayi dan plasenta) dan berakhir hingga 6
minggu setelah melahirkan (Sumiaty, 2017)

2.1.2 Tahapan Masa Nifas


Menurut Sumiaty (2017), tahapan masa nifas terbagi atas tiga tahap
yaitu:
1. Tahap immediate postpartum yaitu tahapan yang terjadi dalam waktu
24 jam pertama setelah persalinan.
2. Tahap early postpartum yaitu tahapan yang terjadi setelah 24 jam
setelah persalinan sampai akhir minggu pertama postpartum.
3. Tahap late postpartum yaitu tahapan yang terjadi pada minggu kedua
sampai minggu keenam setelah persalinan.

2.1.3 Tujuan Masa Nifas


Menurut Walyani (2015), tujuan masa nifas dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Tujuan umum: Membantu ibu dan pasangannya selama masa transisi
awal mengasuh anak.
b. Tujuan khusus
15

1. Menjaga kesehatan ibu dan bayi baik fisik maupun psikologinya.


2. Melaksanakan skrining yang komprehensif.
3. Mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi
komplikasi pada ibu dan bayinya.
4. Memberikan pendidikan kesehatan, tentang perawatan kesehatan
diri, nutrisi, KB, menyusui, pemberian imunisasi dan perawatan
bayi sehat dan memberikaan pelayanan keluarga berencana.

2.1.4 Perubahan anatomi fisiologi pada masa nifas


Menurut Sutanto (2018), Perubahan anatomi dan fisiologis masa nifas
adalah sebagai berikut:
a. Perubahan Pada Sistem Reproduksi
Perubahan yang terjadi pada organ reproduksi yaitu pada vagina,
serviks uteri, dan endometrium.
b. Perubahan pada Vagina dan Perineum
Kondisi vagina setelah persalinan akan tetap terbuka lebar, ada
kecenderungan vagina mengalami bengkak dan memar serta nampak
ada celah antara introitus vagina. Tonus otot vagina akan kembali
pada keadaan semula dengan tidak ada pembengkakan dan celah
vagina tidak lebar pada minggu 1-2 hari pertama postpartum. Pada
minggu ketiga posrpartum rugae vagina mulai pulih
menyebabkan ukuran vagina menjadi lebih kecil.
Dinding vagina menjadi lebih lunak serta lebih besar dari
biasanya sehingga ruang vagina akan sedikit lebih besar dari keadaan
sebelum melahirkan. Vagina yang bengkak atau memar dapat juga
diakibatkan oleh trauma karena proses keluarnya kepala bayi atau
trauma persalinan lainnya jika menggunakan instrument seperti
vakum atau forceps. Perineum pada saat proses persalinan ditekan
oleh kepala janin, sehingga perineum menjadi kendur dan teregang.
Perubahan fisiologi pada uterus yaitu terjadi proses involusio uteri
yaitu kembalinya uterus pada keadaan sebelum hamil baik ukuran,
16

tonus dan posisinya. Proses involusio juga dijelaskan sebagai proses


pengecilan ukuran uterus untuk kembali ke rongga pelvis, sebagai
tahapan berikutnya dari proses recovery pada masa nifas. Namun
demikian ukuran tersebut tidak akan pernah kembali seperti keadaan
nullipara. Hal ini disebabk karena proses pagositosis biasanya tidak
sempurna, sehingga masih tertinggal sedikit jaringan elastis.
Akibatnya ketika seorang perempuan pernah hamil, uterusnya tidak
akan kembali menjadi uterus pada keadaan nullipara.
Pada jam-jam pertama pasca persalinan, uterus kadang- kadang
bergeser ke atas atau ke kanan karena kandung kemih. Kandung
kemih harus dikosongkan sebelum mengkaji tinggi fundus uteri (TFU)
sebagai indikator penilaian involusi uteri, agar dapat memperoleh
hasil pemeriksaan yang akurat. Uterus akan mengecil menjadi separuh
dalam satu minggu, dan kembali ke ukuran normal pada minggu
kedelapan postpartum dengan berat sekitar 30 gram. Jika segera
setelah persalinan TFU akan ditemukan berada setinggi umbilicus ibu,
maka hal ini perlu dikaji labih jauh, karena merupakan tanda dari
atonia uteri disertai perdarahan atau retensi bekual darah dan darah,
serta distensi kandung kemih, tidak bisa berkemih. Ukuran uterus
dapat dievaluasi melalui pengukuran TFU yang dapat dilihat pada
gambar berikut ini.

Gambar 2.30 Proses Involusi Uteri Pasca Salin (Sutanto, 2018)


17

Tabel 2.6 TFU dan berat uterus menurut masa involusi


Involusi Tinggi fundus uterus Berat uterus

Bayi lahir Setinggi pusat, 2 jari dibawah pusat 1.000 gr

1 minggu Pertengahan pusat-simfisis pubis 750 gr

2 minggu Tidak teraba di atas simfisis pubis 500 gr

6 minggu Normal 50 gr

8 minggu Normal 30 gr

Sumber: (Sutanto, 2018)

c. Lokia
Lokia adalah cairan uterus yang berasal dari pelepasan desidua
uterus. Lokia berisi serum dan darah serta lanugo, verniks kaseosa juga
berbagai debris dari hasil produksi konsepsi. Secara Mikroskopik lokia
terdiri dari eritrosit, serpihan desidua, sel-sel epitel dan bakteri.
Mikroorganime ditemukan pada lokia yang menumpuk di vagina dan
pada sebagian besar kasus juga ditemukan bahkan jika keluaran
/dischargediambil pada pada rongga uterus. Lokia di bagi menjadi 4
klasifiksi karena terus terjadi perubahan hingga minggu ke 4-8 pasca
persalinan, lokia rubra berwarna merah keluar hari pertama sampai hari
ketiga/keempat mengandung cukup banyak darah, lokia sanguinalenta
berwarna merah kecoklatan keluar di hari ke 4-7 postpartum, lokia
serosa berwarna merah muda keluar hari ke 8-14, dan lokia alba
berwarna putih keluarhari ke 14- minggu 6/8 postpartum. Perubahan
pada Endometrium Pada hari kedua – ketiga pasca persalinan, lapisan
desidua berdiferensiasi menjadi dua lapisan.
18

Proses menyusui, serta pengaruh progesterone yang mengalami


penurunan pada masa nifas juga dapat menyebabkan ibu konstipasi.
Keinginan ini akan tertunda hingga 2-3 hari postpartum. Tonus otot
polos secara bertahap meningkat pada seluruh tubuh, dan gejala
heartburn / panas di perut / mulas yang dialami wanita bisa hilang.
Sembelit dapat tetap menjadi masalah umum pada ibu nifas selama
periode postnatal.
d. Perubahan Tanda-Tanda Vital
Perubahan tanda-tanda vital ibu nifas yakni:
a. Suhu: normal range 36-37°C, dapat juga meningkat hingga 37,5°C
karena kelelahan dan pengeluaran cairan yang cukup banyak.
Peningkatan suhu tubuh hingga 38°C harus merupakan tanda
adanya komplikasi pada masa nifas seperti infeksi/sepsis
puerperalis.Nadi: normal 65-80 dpm, peningkatan nadi
menandakan adanya infeksi.
b. Pernapasan: Normal 12-16 kali/menit. Jika suhu tubuh dan nadi
meningkat, maka akan meningkat pula frekuensi pernapasan ibu.
Jika respirasi meningkat hingga 30kali/menit merupakan tanda-
tanda shock.
c. Tekanan darah: sudah harus kembali normal dalam 24 jam pertama
postpartum (<140/90 mmHg). Jika terus meningkat, merupakan
tanda adanya preeklampsia. Monitor tekanan darah secara teratur
perlu dilakukan jika tekanan darah masih terus tinggi.
e. Perubahan Sistem Kardiovaskuler
Terjadi kehilangan darah sebanyak 200-500ml selama proses
persalinan normal, sedangkan pada persalinan seksio sesarea bisa
mencapai 700-1000 cc, dan histerektomi 1000-1500 cc (atonia uteri).
Kehilangan darah ini menyebabkan perubahan pada kerja jantung.
Peningkatan kerja jantung hingga 80% juga disebabkan oleh
autotransfusi dari uteroplacenter. Resistensi pembuluh darah perifer
19

meningkat karena hilangnya proses uteroplacenter dan kembali normal


setelah 3 minggu.
Pada 2-4 jam pertama hingga beberapa hari postpartum, akan
terjadi diuresis secara cepat karena pengaruh rendahnya estrogen
(estrogen bersifat resistensi cairan) yang menyebabkan volume plasma
mengalami penurunan. Keadaan ini akan kembali normal pada minggu
kedua postpartum. Ibu nifas dapat juga mengalami udem pada kaki dan
pergelangan kaki/ankle, meskipun tidak mengalami udem pada masa
hamil. Pembengkakan ini harus terjadi secara bilateral dan tidak
menimbulkan rasa nyeri. Jika pembengkakan terjadi hanya pada salah
satu kaki disertai nyeri, dapat dicurigai adanya thrombosis. Ibu nifas
harus menghindari berdiri terlalu lama atau menggantungkan kaki pada
posisi duduk yang lama saat menyusui untuk menghindari udem pada
kaki.
Ibu nifas juga tidak jarang ditemukan berkeringat dingin, yang
merupakan mekanisme tubuh untuk mereduksi banyaknya cairan yang
bertahan selama kehamilan selain diuresis. Pengeluaran cairan yang
berlebihan dari tubuh dan sisa-sisa produk melalui kulit menimbulkan
banyak keringat. Keadaan ini disebut diaphoresisyang dialami pada
masa early postpartum pada malam hari, yang bukan merupakan
masalah pada masa nifas.
Ibu bersalin juga sering ditemukan menggigil setelah melahirkan,
hal ini dapat disebabkan karena respon persarafan atau perubahan
vasomotor. Jika tidak diikuti dengan demam, menggigil, maka hal
tersebut bukan masalah klinis, namun perlu diupayakan kenyamanan
ibu. Kondisi ketidaknyamanan ini dapat diatasi dengan cara
menyelimuti ibu dan memberikan teh manis hangat. Jika keadaan
tersebut terus berlanjut, dapat dicurigai adanya infeksi puerperalis.
f. Perubahan sistem hemotologi
Terjadinya hemodilusi pada masa hamil, peningkatan volume
cairan pada saat persalinan mempengaruhi kadar hemoglobin (Hb),
20

hematocrit (HT), dan kadar erisrosit pada awal postpartum. Penurunan


volume darah dan peningkatan sel darah pada masa hamil
berhubungan dengan peningkatan Hb dan HT pada hari 3–7
postpartum. Pada minggu ke-4–ke-5 postpartum akan kembali normal.
Lekosit meningkat hingga 15.000 selama beberapa hari postpartum
(25.000-30.000) tanpa menjadi abnormal meski persalinan lama.
Namun demikian perlu diobservai dan dilihat juga tanda dan gejala
lainnya yang mengarah ke infensi karena infeksi mudah terjadia pada
masa nifas.

2.1.5 Perubahan Psikologis Pada Masa Nifas


Menurut Sutanto (2018), ada beberapa perubahan psikologi pada masa
nifas antara lain:
a. Adaptasi Psikologis Normal
Adaptasi psikologis secara normal dapat dialami oleh ibu jika
memiliki pengalaman yang baik terhadap persalinan, adanya tanggung
jawab sebagai ibu, adanya anggota keluarga baru (bayi), dan peran
baru sebagai ibu bagi bayinya. Ibu yang baru melahirkan
membutuhkan mekanisme penanggulangan (coping) untuk mengatasi
perubahan fisik karena proses kehamilan, persalinan dan nifas,
bagaimana mengembalikan postur tubuhnya seperti sebelum hamil,
serta perubahan yang terjadai dalam keluarga.
Reva Rubin (1963) membagi fase-fase adaptasi psikologis pasca
persalinan menjadi 3 tahapan antara lain:
1. Taking In Phase (Perilaku dependen)
Fase ini merupakan periode ketergantungan, dan ibu
mengharapkan pemenuhan kebutuhan dirinya dapat dipenuhi oleh
orang lain dalam hal ini suami, keluarga atau tenaga kesehatan
dalam seperti bidan yang menolongnya. Kondisi ini berlangsung
selama 1-2 hari postpartum, dan ibu lebih fokus pada dirinya
sendiri. Beberapa hari setelah melahirkan, ia akan menangguhkan
21

keterlibatannya terhadap tanggung jawabnya. Fase taking in atau


disebut juga fase menerima dalam 1-2 hari pertama postpartum
ini perlu diperhatikan agar ibu yang baru melahirkan mendapat
perlindungan dan perawatan yang baik, demikian juga kasih
sayang.
2. Taking Hold Phase (Perilaku dependen-independen)
Pada fase ini terdapat kebutuhan secara bergantian untuk
mendapat perhatian dalam bentuk perawatan serta penerimaan
dari orang lain, dan melakukan segala sesuatu secara mandiri.
Fase ini berlangsung salaam 3-10 hari. Ibu sudah mulai
menunjukan kepuasan yang terfokus kepada bayinya, mulai
tertarik melakukan perawatan pada bayinya, terbuka menerima
perawatan dan pendidikan kesehatan bagi dirinya serta bayinya,
juga mudah didorong untuk melakukan perawatan terhadap
bayinya. Ibu akan memberikan respon dengan penuh semangat
untuk memperoleh kesempatan belajar dan berlatih bagaimana
merawat bayinya, dan timbul keinginan untuk merawat bayinya
sendiri.
3. Letting Go Phase (Perilaku Interdependen)
Fase ini merupakan fase yang dapat menerima tanggung
jawab sebagai ibu, biasanya dimulai pada hari kesepuluh
postpartum. Ibu sudah menyesuaikan diri terhadap
ketergantungan bayinya, adanya peningkatan keinginan untuk
merawat bayi dan dirinya dengan baik, serta terjadi penyesuaian
hubungan keluarga dalam mengobservasi bayinya. Hubungan
dengan pasangan juga memerlukan penyesuaian dengan
kehadiran bayi sebagai anggota keluarga baru.
b. Adaptasi Psikologis Yang Memerlukan Rujukan
Menurut Sutanto (2018), adaptasi psikologi yang memelurkan
rujukan antara lain sebagai berikut:
1. Postpartum Blues/Baby Blues / maternity blues
22

Keadaan ini merupakan kemurungan dimasa nifas dan


depresi ringan yang umum terjadi pada ibu nifas. Keadaan ini
tidak menetap dan akan pulih dalam waktu 2 minggu postpartum.
Kondisi baby blues ini tidak memerlukan penanganan khusus,
tetapi perlu diobservasi. jika keadaan ini menetap, akan menjurus
pada psikosis postpartum.
Statistik menunjukan 10% kondisi maternal blues berlanjut
menjasi psikosis postpartum.
2. Depresi Postpartum
Merupakan depresi serius yang terjadi setelah melahirkan
bayinya, yang merupakan kelanjutan dari depresi pada awal
kehamilan, akhir kehamilan dan baby blues. Penyebab pasti
belum diketahui, tetapi dilaporkan factor yang berisiko terhadap
kejadian depresi
Postpartum/Postpartum Depresion (PPD) adalah factor
biological, psikologi, social ekonomi, dan factor budaya. Factor
yang konsisten terhadap berat-ringannya PPD adalah depresi
prenatal. Preterm bayi memberikan 70% morbiditas dan
mortalitas bayi yang dapat meningkatkan stress.
Adanya gejala seperti rasa sedih, berkurangnya nafsu makan
hingga terjadi perubahan pola makan, ibu merasa lelah, sensitive
dan kesepian, emosi yang labil, menangis terus menerus, tanpa
penyebab serta memiliki pikiran ekstrim untuk membahayakan
diri sendiri atau anaknya merupakan tanda adanya depresi
postpartum.
3. Psikosis Postpartum
Psikosis postpartum adalah gangguang jiwa serius yang
dialami ibu postpartum ditandai dengan adanya ketidak mampuan
membedakan antara khayalan dan kenyataan. Kondisi gangguan
jiwa ini biasanya telah terjadi sebelum bayinya dilahirkan.
23

2.1.6 Kunjungan Masa Nifas


Adapun dibawah ini jadwal kunjungan nifas menurut Dewi (2015),
antara lain sebagai berikut:
Tabel 2.7 Kunjungan Masa Nifas
Kunjungan Waktu Tujuan
1 6-8 Jam a. Mencegah terjadinya perdarahan pada masa
setelah nifas.
persalinan b. Mendeteksi dan merawat penyebab lain
perdarahan dan memberi rujukan bila
pendarahan berlanjut.
c. Memberikan konseling kepada ibu atau salah
satu anggota keluarga mengenai bagaimana
mencegah perdarahan masa nifas karena
atonia uteri dengan cara menyarakankan ibu
untuk memasase fundusnya.
d. Pemberian ASI pada masa awal menjadi ibu.
e. Mengajarkan cara mempererat hubungan
antara ibu dan bayi baru lahir.
f. Menjaga bayi tetap sehat dengan cara
mencegah hipotermia
2 6 hari a. Memastikan involusi uteri berjalan normal,
setelah uterus berkontraksi, fundus dibawah umbilikus
persalinan tidak ada perdarahan abnormal, dan tidak ada
bau.
b. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi,
atau kelainan pasca melahirkan.
c. Memastikan makanan, cairan dan istirahat.
d. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan
tidak ada tanda-tanda penyulit.
e. Memberikan konseling kepada ibu mengenai
asuhan pada bayi cara ibu mendapat cukup
merawat tali pusat, dan bagimana menjaga
bayi agar tetap hangat.
24

3 2 minggu Sama seperti diatas (enam hari setelah persalinan)


setelah
persalinan
4 6 minggu a. Menanyakan pada ibu tentang penyulit-
setelah penyulit yang dialami ibu atau bayinya.
persalinan b. Memberikan konseling untuk KB secara dini.
Sumber: (Purwoastuti, 2015)

2.1.7 Kebutuhan Dasar Masa Nifas


Kebutuhan dasar masa nifas menurut Sutanto (2018), yaitu:
a. Nutrisi Dan Cairan
Tentang kebutuhan nutrisi dan cairan yang diperlukan bagi ibu
nifas tidak lepas dari pedoman nutrisi yang berfokus pada
penyembuhan fisik dan stabilisasi setelah kelahiran serta persiapan
laktasi. Gizi yang terpenuhi pada ibu menyusui akan sangat
berpengaruh pada prokusi air susu yang sangat dibutuhkan untuk
pertumbuhan dan perkembangan bayi.
1. Nutrisi yang diperlukan oleh ibu
a) Kalori, kebutuhan kalori selama menyusui proporsional
dengan jumlah ASI yang dihasilkan dan tinggi selama
menyusui dibanding pada saat hamil.
b) Protein, diperlukan untuk pertumbuhan dan pergantian sel-sel
yang mati, membentuk tubuh bayi, pertumbuhan otak dan
produksi ASI.
c) Cairan, ibu menyusui dapat mengkonsumsi cairan dalam
bentuk air putih,susu,dan jus buah.
d) Mineral, mineral yang diperbolehkan dari makanan yang
dikonsumsi digunakan untuk melindungi tubuh dari penyakit
dan membantu kelancaran metabolisme tubuh.
e) Zat besi, diperbolehkan tablet zat besi (Fe) untuk menambah
zat besi.
25

f) Vitamin A, ,membantu perkembangan sel kesehatan mata.


g) Vitamin D, penting untuk kesehatan gigi dan pertumbuhan
tulang.
h) Vitamin C, makan makanan yang segar dengan jumlah yang
cukup.
i) Asam polat, mensitensi DNA dan membantu dalam
pembelahan sel.mendukung sistem kekebalan tubuh
j) Zinc, mendukung sistem kekebalan tubuh.
k) Lodium, membantu pembentukan air susu.
l) Lemak, bermanfaat untuk pertumbuhan bayi.
2. Perbandingan kebutuhan nutrisi perempuan tidak hamil,hamil dan
menyusu
3. Pola makan menjadi salah satu penentu keberhasilan ibu dalam ,
perlu diperhatikan gizi seimbang yang akan dikonsumsi.
4. Pentingnya memperhatikan dan menyusun hidangan bagi ibu
bersalin.
b. Ambulansi Dan Mobilisasi Dini
Ambulasi dini adalah kebijaksanaan untuk secepat mungkin
membimbing ibu bersalin keluar dari tempat tidur dan membimbing
secepat mungkin untuk berjalan. Ambulasi dini dilakukan secara
berangsur-angsur. Pada persalinan normal, sebaiknya ambulasi
dikerjakan setelah 2 jam (ibu boleh miring ke kiri atau ke kanan untuk
mencegah adanya trombosit).
c. Eliminasi
1. Buang Air Kecil (BAK)
Ibu bersalin akan sulit nyeri dan panas saat buang air kecil
kurang lebih selama 1-2 hari, terutama dialami oleh baru pertama
kali melahirkan melalui persalinan Suek ngi normal padahal BAK
secara spontan normalnya terjadi seriap 3-4 jam. Penyebabnya,
trauma kandung kemih dan nyeri serta pembengkakan (edema)
pada perineum yang mengakibatkan kejang pada saluran kencing.
26

2. Buang Air Besar (BAB)


Kesulitan BAB bagi ibu bersalin disebabkan oleh trauma usus
bawah akibat persalinan sehingga untuk sementara usus tidak
berfungsi dengan baik. Faktor psikologis juga turut memengaruhi.
Ibu bersalin umumnya takut BAB karena khawatir perineum robek
semakin besar lagi
3. Kebersihan Diri (Perineum)
Kebersihan diri ibu membantu mengurangi sumber infeksi dan
meningkatkan perasaan nyaman pada ibu. Anjurkan ibu untuk
menjaga kebersihan diri dengan cara mandi yang teratur minimal 2
kali sehari, mengganti pakaian alas tempat tidur serta lingkungan
dimana tempat ibu tinggal.
4. Seksual
Dinding vagina akan kembali pada keadaan sebelum hamil dan
waktu 6-8 jam. Pada saat it, secara fisik aman untuk memulai
hubungan suami istri begitu darah merah telah berhenti dan ibu
dapat memasukkan satu atau dua jari ke dalam vagina tanpa rasa
nyeri. Hubungan seksual dapat dilakukan dengan aman ketika luka
episotomi telah sembuh dan lokhea telah berhenti dan sebaiknya
dapat ditunda sedapat mungkin hingga 40 hari setelah persalinan.
Pada saat itu diharapkan organ-organ tubuh telah pulih. Ibu
mungkin mengalami ovulasi sehingga memungkinkan terjadinya
kehamilan sebelum haid yang pertama timbul setelah persalinan.
Oleh karena itu, pasangan perlu mencari metode keluarga
berencana yang paling cocok dengan kondisi yang dialami.

2.2 Pijat Oksitosin


2.2.1 Definisi
Pijat oksitosin adalah pijat ASI yang sering dilakukan dalam rangka
meningkatkan ketidaklancaran produksi ASI. Pijat oksitosin, bisa dibantu
pijat oleh ayah atau keluarga bayi. Pijat oksitosin ini dilakukan untuk
27

merangsang refleks oksitosin atau atau reflex let down. Selain berguna
untuk merangsang reflex let down, manfaat pijat oksitosin yang lainnya
yaitu mengurangi bengkak (engorgement), merangsang pelepasan hormon
oksitosin, memberikan kenyamanan pada ibu, mengurangi sumbatan ASI,
mempertahankan produksi ASI ketika ibu dan bayi sakit (Rahayu, 2016).
Pijat oksitosin adalah gerakan yang dilaksanakan oleh suami pada ibu
menyusui berupa back massage pada punggung ibu untuk menambah
pengeluaran hormon oksitosin. Pijat oksitosin yang dilakukan oleh suami
mampu memberikan kenyamanan pada ibu menyusui dan memberikan
kenyamanan pada bayi yang disusui (Rahayu, 2016)
Tujuan perawatan payudara bagi ibu menyusui paca melahirkan
yaitu ibu dapat memberikan ASI secara maksimal pada bayinya. Salah
satu hormon yang berperan dalam menghasilkan produksi ASI adalah
hormon oksitosin. Saat terjadi stimulasi hormon oksitosin, sel-sel alveoli
di kelenjar payudara berkontraksi dengan adanya kontraksi menyebabkan
air susu keluar lalu mengalir dalam saluran kecil payudara, sehingga
keluarlah tetesan air susu dari puting dan masuk ke mulut bayi, proses
keluarnya air susu disebut reflex let down. Psikologis ibu seperti
melahirkan bayi, mencium, melihat bayi, dan mendengarkan suara bayi
dapat mempengaruhi reflex let down, sedangkan perasaan stress seperti
gelisah, kurang percaya diri, takut, dan cemas dapat menghambat reflex let
down. Hormon oksitosin dalam tubuh akan mengalami penurunan ketika
seseorang merasa depresi, bingung, cemas, dan merasa nyeri
terusmenerus. Saat merasa stress, ibu akan merasa payudara tampak
membesar dan terasa sakit diakibatkan oleh air susu yang mengumpul di
payudara tidak bisa keluar karena reflex let down yang kurang Tanda
reflex let down ini dikategorikan baik apabila adanya tetesan air susu dari
payudara sebelum bayi mulai mendapatkan susu dari payudara ibunya, air
susu menetes dari payudara yang sedang tidak disusukan pada bayi,
beberapa ibu ada yang merasakan kram uterus dan mengalami peningkatan
rasa haus. Psikologis ibu menyusui dapat mempengaruhi produksi ASI.
28

Pengeluaran oksitosin dapat berlangsung dengan baik ketika ibu menyusui


merasa nyaman dan rileks. Terdapat titik-titik yang dapat memperlancar
ASI diantaranya, tiga titik di payudara yakni titik di atas puting, serta titik
tepat pada puting dan titik di bawah puting, serta titik di punggung yang
segaris dengan payudara. Pijat oksitosin bagi ibu menyusui berperan untuk
merangsang hormon agar dapat menambah produksi ASI dan
meningkatkan kenyamanan.

2.2.2 Manfaat
Pijat oksitosin memiliki manfaat yang baik untuk kelancaran laatasi.
Adapun manfaatnya sebagai berikut: membantu ibu secara psikologis,
menenangkan, dan tidak stress, membangkitkan rasa percaya diri,
membantu ibu agar mempunyai pikiran dan perasaan baik tentang bayinya,
meningkatkan ASI, memperlancar ASI serta melepas lelah.
2.2.3 Cara Pijat
Pijat oksitosin adalah pemijatan pada daerah tulang belakang leher,
punggung, atau sepanjang tulang belakang (vertebrae) sampai tulang
costae kelima sampai keenam. Pijat oksitosin adalah gerakan yang
dilaksanakan oleh suami/keluarga/pendamping ibu saat masa nifas pada
ibu menyusui berupa back massage pada punggung ibu untuk menambah
pengeluaran hormon oksitosin. Pijat oksitosin yang dilakukan oleh
suami/kerabat/pendmaping ibu dapat memberikan kenyamanan pada ibu,
sehingga bayi yang disusui juga merasakan kenyamanan. Oksitosin
diproduksi oleh kelenjar pituitari posterior (neurohipofisis). Saat bayi
menghisap areola akan mengirimkan ke neurohipofisis untuk
memproduksi dan melepaskan oksitosin secara intermiten. Oksitosin akan
masuk ke aliran darah ibu dan merangsang sel otot di sekeliling alveoli
berkontraksi membuat ASI yang telah terkumpul didalamnya mengalir ke
saluransaluran ductus. Sebalum dilakukan pijat oksitosin alangkah baiknya
lakukan hal-hal sebagai berikut ini, kompres hangat atau mandi dengan air
hangat, pijat tengkuk dan punggung ibu agar rileks, pijatan ringan pada
29

payudara, merangsang kulit putting, dan bantu ibu untuk tetap rileks.
Langkah-langkah pijat oksitosin sebagai berikut ini.
a. Sebelum mulai dipijit ibu sebaiknya dalam keadaan telanjang dada
biarkan payudara menggantung tanpa pakaian dan menyiapkan
cangkir yang diletakkan di depan payudara untuk menampung ASI
yang mungkin menetes keluar saat pemijatan dilakukan
b. Jika mau ibu juga bisa melakukan pijat payudara dan kompres hangat
terlebih dahulu.
c. Mintalah bantuan pada suami/kerabat/pendamping ibu untuk memijat.
d. Ada 2 posisi yang bisa ibu coba, yang pertama ibu bisa telungkup di
meja atau posisi telungkup pada sandaran kursi
e. Titik pijat dibagian leher dan tulang belakang. Gerakan memutar
dengan ibu jari, pijat disisi kanan dan kiri tulang belakang. Lakukan
pijatan memutar dengan gerakan pelan tapi tegas sebanyak tiga kali,
jika sudah dilakukan sebanyak tiga kali kemudian telusuri dari atas
hingga bawah.
f. Lakukan pijatan yang sama sepanjang bahu sebanyak tiga kali.
g. Titik pijat berikutnya disebelah tulang belikat, lakukan sebanyak tiga
kali kemudian telusuri bagian sebelah tulang belikat.
h. Pijat dari atas ke bawah, disisi kanan dan kiri. Lakukan gerakan
memutar sampai bawah sebanyak tiga kali, kemudian telusuri. i.
Ulangi gerakan memutar dari bawah ke atas, lakukan sebanyak tiga
kali kemudian telusuri dari atas ke bawah.
i. Gunakan punggung jari bergantian antara tangan kanan dan kiri
membentuk love, gerakan ini boleh dilakukan lebih dari tiga kali.
Ulangi sampai ibu merasa rileks.
j. Pijat oksitosin dapat dilakukan kapanpun ibu mau dengan durasi 3-5
menit. Lebih disarankan dilakukan sebelum menyusui atau memerah
ASI.
30

Gambar Pijat Oksitosin


54

BAB III
PERKEMBANGAN KASUS

Pada BAB ini penulis akan membahas kasus pada masa nifas, pada Ny. “S” di
PMB Sagita Palembang Tahun 2022. Adapun catatan perkembangan disajikan
dalam bentuk manajemen SOAP, yaitu :
3.1 Asuhan Kehamilan
3.1.1 Asuhan Kehamilan Kunjungan Pertama
Tanggal : 12-2-2022 Jam : 09.00 WIB
A. Data Subjektif
1. Identitas
Nama ibu Ny. “S” umur 26 tahun, pendidikan SMA, pekerjaan ibu rumah
tangga, agama islam, bangsa Indonesia, nama suami Tn“R” umur 30 tahun,
pendidikan SMA, pekerjaan wiraswasta, agama islam, yang beralamat alamat
Jl, Urip Sumoharjo Palembang.
2. Alasan Datang
Ibu ingin memeriksakan keadaan masa nifasnya, mengatakan ASI masih
belum banyak keluar.
B. Data Objektif
Keadaan umum ibu baik, kesadaran composmentis, tekanan darah
120/80mmHg, nadi 80 x/menit, pernapasan 20 x/menit, suhu 36,5ºC,
konjungtiva tidak pucat, sclera tidak ikterik, ASI sudah keluar. Abdomen
teraba keras, tinggi fundus uteri 2 jari atas simpisis, kontraksi uterus baik,
vulva dan vagina tidak ada oedema, tidak ada tanda-tanda infeksi pada jalan
lahir, lochea rubra, berwarna merah segar, ibu sudah melakukan mobilisasi,
ibu sudah miring kiri dan kanan serta ibu sudah bisa berjalan.
C. Analisa Data
P1A0 3 hari post partum
D. Penatalaksanaan
1. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan TFU: 2 jari atas simpisis, TD: 120/80
mmHg, N: 80 x/m, T:36ºC, P: 20x/m.
55

- Ibu mengerti dengan penjelasan bidan.


2. Memberitahu ibu akan dilaksanakan pijat oksitosin untuk memperlancar
ASI
- Ibu bersedia
3. Memberitahu manfaat pijat oksitosin.
- Ibu mengerti penjelasan bidan
4. Memberitahu langkah – langkah pijat oksitosin.
- Ibu mengerti dengan penjelasan bidan.
5. Melakukan pijat oksitosin pada ibu.
- Ibu bersedia.
6. Merapikan ibu dan mencuci tangan.
- Sudah dilakukan bidan.
7. Menganjurkan ibu untuk memberikan ASI Ekslusif pada bayinya hingga 6
bulan tanpa makanan tambahan dan memberikan ASI secara on demand
secara terus menerus minimal 2 jam sekali.
- Ibu mengerti yang diajarkan bidan
8. Menganjurkan ibu untuk mengkonsumsi makanan yang bergizi seimbang
seperti karbohidrat (nasi, jagung, gandum), protein (telur, ikan, daging,
tempe, tahu), sayur-sayuran, buah dan vitamin dan tetap mengurangi
makanan yang asin.
- Ibu mengerti dengan penjelasan bidan.
9. Menganjurkan ibu untuk istirahat yang cukup.
- Ibu mengerti dengan penjelasan bidan.
10. Memberitahu ibu untuk melakukan kunjungan ulang 1 minggu kedepan
atau jika ada keluhan.
- Ibu mau melakukan kunjungan ulang
56

BAB IV
PEMBAHASAN

Penerapan pijat oksitosin dilakukan pada Ny. “S. Penulis melakukan pijat
oksitosin dengan lama pemijatan sekitar 15 sampaii 20 menit, hal ini sesuai
dengan pendapat Sari (2015) yang menyatakn pijat oksitosin efektif dilakukan dua
kali sehari selama 15 sampai 20 menit. Evaluasi respon dilakukan penulis enam
jam sampai 12 jam setelah tindakan. Menurut studi pustaka pijat oksitosin adalah
Pijat oksitosin adalah pijat yang dilakukan disepanjang tulang belakang (vertebre)
sampai costae ke lima atau keenam. Melalui pemijatan pada tulang belakang,
neurotransmitter akan merangsang medulla oblongata langsung mengirim pesan
ke hipotalamus untuk mengeluarkan oksitosin. Oksitosin menyebabkan otot-otot
alus
disekitar kelenjar payudara mengkrut sehingga ASI keluar (Ummah, 2014).
Hasil yang diperoleh dari penerapan pijat oksitosin untuk membantu
melancarkan produksi ASI pada kedua klien adalah tercapai, produksi ASI
pada kedua klien lancar. Pendapat ini sesuai dengan hasil penulisan yang
dilakukan Setiowati (2017), tentang hubungan pijat oksitosin dengan
kelancaran produksi ASI pada ibu post partum fisiologis hari ke 2 dan ke 3,
menyatakan ibu post partum setelah diberikan pijat oksitosin mempunyai
prosduksi ASI yang lancar.
Klien pertama mengatakan pada hari ke 0 ASI belum lancar keluar, ASI
keluar berupa klostrum sebanyak 1 biji kedelai saat dipalpasi, hari ke-2
setelah melahirkan, ASI masih berupa klostrum, keluar sebanyak dua tetes
ketika di palpasi, dan payudara tidak terasa tegang atau penuh sebelum
disusukan. Pada hari ketiga tindakan, klien pertama mengatakan ASI keluar
melalui puting terus menerus tanpa di palpasi dengan warna putih keruh,
payudara terasa penuh dan tegang sebelum disusukan.
Ketidaklancaran pada hari ke-0 sampai hari ke-2 dan ke-3 setelah
melahirkan pada kasus ini merupakan hal fisiologis, hal ini sesuai dengan
pendapat Lowdermilk (2013) yaitu segera setelah melahirkan tingginya
57

hormon esterogen yang menghambat kadar oksitosin dalam memproduksi


ASI, perlahan akan menurun. Kadar estrogen dan progesteron akan berkurang
dan mencapai kadar terendahnya satu minggu setelah melahirkan. Payudara
akan menjadi lebih penuh dan berat ketika kolostrum berubah menjadi susu
72 jam sampai 96 jam setelah melahirkan. Masa pembentukan ASI
sebenarnya sudah dimulai dimuali pada minggu ke-16 sampai 18 kehamilan,
payudara akan mempersiapkan memproduksi susu dengan memproduksi
kolosterum. Kolosterum perlahan akan berubah menjadi ASI yang matur pada
hari ke-3 sampai ke-5 dan komposisi ASI akan terus berubah selama sekitar 10,
namun pada saat ini ASI sudah menetap dan produksi ASI mulai stabil.
Selain itu setelah lahir bayi mampu bertahan tidak menyusui pada ibunya
selama kurang lebih tiga hari, seperti yang dikemukakan oleh Lowdermilk
(2013), tali pusar yang dipotong pada bayi baru lahir yang sehat akan
menyebabkan penurunan sementara kadar glukosa, yang diikuti mobilisasi
lemak bebas dan keton yang membantu mempertahankan kadar glukosa yang
adekuat, dan bayi dikatakan kekurangan ASI apabila berat badan bayi turun
lebih dari 5% sampai 7% dalam 5 hari.
ASI yang belum lancar pada hari ke-0 sampai hari ke-2 post partum
bukanlah hal patologis sehingga pijat oksitosin dilakukan pada kasus ini
untuk membantu ibu untuk meningkatkan produksi ASI, menghambat
pembengkakan, mengurangi resiko infeksi pada payudara, merileksasikan
ketegangan pada punggung dan menghilangkan stres. Seperti yang dirasakan
oleh kedua klien setelah dilakukan pijat oksitosin, kedua klien menyatakan
badan terasa lebih rileks, dan pegal-pegal setelah melahikran berkurang.
Pendapat ini sesuai dengan pendapat Wulandari (2014) yang menyatakan
bahwa pijat oksitosin dapat mengurangi ketidaknyaman fisik serta
memperbaiki mood. Oleh karena itu pijat oksitosin tidak hanya dilakukan
pada hari ke 0 sampai hari ketiga post partum, tetapi dapat dilakukan selama
ibu menyusui.
Keluarga dalam hal ini sangat berpengaruh untuk memberikan
dukungan khusunya dalam kaus ini membatu melakukan pijat oksitosin padaibu
58

menyusui. Suami dari kedua klien pada studi kasus yang dilakukan penulis,
mampu mendemonstrasikan pijat oksitosin sesuai dengan SOP setelah diajarkan
oleh penulis. Suami klien pertama melakukan 12 tindakan dari 13 tindakan
prosedur pijat oksitosin, tindakan yang tidak dilakukan oleh suami klien oertama
yaitu membantu ibu melebas pakaian bagian atas dan bra, sedangkan suami klien
kedua melakukan semua tindakan prosedur pijat oksitosin
59

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Setelah penulis melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan
melakukan senam hamil dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
a. Penulis telah melakukan asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan pijat oksin
dengan standar pelayanan kebidanan.
b. Penulis dapat mempraktikan Pendokumentasian asuhan kebidanan pada ibu
hamil dalam bentuk SOAP dengan menggunakan alur pikir Varney.

5.2 Saran
5.2.1 Bagi Lahan Praktik
Untuk lebih meningkatkan kenyamanan ruangan dan pelayanan untuk
pijat oksitosin maupun persalinan, agar dapat menjadikan pedoman untuk
menunjang kelancaran dan kemajuan PMB Sagita Palembang.

5.2.2 Bagi Mahasiswi


Diharapkan dapat memberikan Asuhan kebidanan secara komprehensif
dan dapat mempelajari kasus-kasus yang ada dilahan praktik, dapat memberikan
tatalaksana yang sesuai dengan kasus yang dihadapi serta dapat melakukan
pendokumentasian dalam bentuk SOAP sehingga dapat bermanfaat untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam melaksanakan tugasnya
dimasa yang akan datang.

5.2.3 Bagi Institusi


Bagi institusi pendidikan diharapkan dapat memberikan dukungan kepada
mahasiswi dengan menambahkan pustaka agar mahasiswi dapat memberikan
asuhan kebidanan dengan metode SOAP, dan diharapkan agar dapat mengetahui
60

sejauh mana kemampuan mahasiswi dalam menerapkan teori dalam lingkungan


praktek.
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, E, R. Wulandari, D. 2009. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta:


Mitra Candekia Press.
Arikunto. 2013. Prosedur Penulisan, Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka
Cipta. Astuti, H,P. 2012. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Ibu I (Kehamilan).
Yogyakarta: Rohima Press.
Astutik, Y.R. 2014. Asuhan Kebidanan Masa Nifas dan Menyusui. Jakarta: Trans
Info Media. Depkes RI. 2010. Permenkes nomor 1464/ Menkes/ PER/ X/
2010. http://www.gizikia.depkes.go.id/ diakses pada 10 November 2015
Dinkes Jateng. 2012. Profil Propinsi Jawa Tengah tahun 2012. Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia. http://www.depkesjateng.go.id/ diakses pada
10 November 2015.
Dinkes Jateng. 2015. Profil Propinsi Jawa Tengah tahun 2012. Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia. http://www.depkesjateng.go.id/ diakses pada
20 November 2015.
Kemenkes RI. 2012. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia
Handayani. 2014. Pemberian Pijat Oksitosin Terhadap Pengeluaran Kolostrum
Pada Asuhan Keperawatan Ny. E dengan Post Partum Sectio Caesarea Atas
Indikasi Ketuban Pecah Dini (KPD) di Ruang Mawar I RSUD dr.Moewardi
Surakarta. Surakarta: STIKes Kusuma Husada.
Handayani, S. Wulandari, R., S. 2011. Asuhan Kebidanan Masa Nifas.
Yogyakarta: Gosyen Publishing
Hidayat, A, A. 2007. Metode Penulisan Kebidanan dan Teknik Analisis Data.
Jakarta: Salemba Medika.
___________. 2010. Metode Penulisan Kebidanan dan Teknik Analisis Data.
Jakarta: Salemba Medika.
Manuaba. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB untuk Pendidikan
Bidan Edisi 2. Jakarta: EGC
Mardiyaningsih. 2010. Efektifitas Kombinasi Teknik Marmet dan Pijat Oksitosin
Terhadap Produksi ASI Ibu Post Sectio Caesarea di Rumah Sakit Wilayah
Jawa Tengah. Jakarta: FIK UI. 94
Marmi. 2014. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas “Puerperium Care”.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Notoatmodjo. 2010. Metodologi Penulisan Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nugroho, dkk. 2014. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas (askeb 3). Yogyakarta:
Nuha Medika. Saleha,
Siti. 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika.
Saputra,
L. Lockhart, A. 2014. Masa Nifas Fisiologis dan Patologis. Manado: Binarupa
Aksara Publisher.
Sulistyawati, Ari. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada Masa Ibu Nifas.
Yogyakarta: ANDI
_____________. 2009. Asuhan Kebidanan pada Masa Kehamilan. Jakarta:
Salemba Medika.
Surachmindah dan Yulifah. 2013. Konsep Kebidanan untuk Pendidikan
Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika
Ummah, F. 2014. Pijat Oksitosin untuk Mempercepat Pengeluaran ASI pada Ibu
Pasca salin Normal di Dusun Sono Seda Ketanen Kecamatan Panceng
Gresik. Vol.02. No. XVIII. Juni 2014
Priharjo. 2006. Pengkajian Fisik Keperawatan Edisi 2. Jakarta: EGC. Widiyanti,
dkk. 2014. Perbedaan Antara Dilakukan Pijatan Oksitosin dan Tidak
Dilakuakan Pijatan Oksitosin Terhadap Produksi ASI pada Ibu Nifas di
Wilayah Kerja Puskesmas Ambarawa. Ungaran: Akbid Ngudi Waluyo
Ungaran.
Winkjosastro. 2006. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono.
Wulandari, dkk. 2014. Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap Pengeluaran
Kolostrum pada Ibu Post Partum di Rumah Sakit Umum Daerah di Provinsi
Kepulauan Riau. Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Tanjungpinang.
L
A
M
P
I
R
A
N
DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai