Anda di halaman 1dari 34

ASUHAN KEBIDANAN HOLISTIK PADA ANAK C USIA 18 BULAN ANAK

SEHAT DENGAN KEBUTUHAN IMUNISASI PENTABIO ULANG


DI PUSKESMAS SURUH

Dosen Pengampu : Elisa Ulfiana,S.SiT,M.Kes

Untuk Memenuhi Persyaratan Target Praktik Semester I


Stage Neonatus, Bayi dan Balita Program Studi Profesi Bidan

Oleh:
MAIMUNAH HIDAYATI
NIM: P1337424822082

PROGRAM STUDI PROFESI BIDAN JURUSAN KEBIDANAN


POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
TAHUN 2022 / 2023
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Asuhan Kebidanan Anak C Usia 18 Bulan Anak Sehat dengan Kebutuhan
Imunisasi Pentabio Ulang telah diperiksa dan disahkan oleh Pembimbing pada :

Hari :

Tanggal : Desember 2022.

Dalam Rangka Praktik Klinik Kebidanan Fisiologis Neonatus, Bayi dan Balita
yang telah diperiksa dan disetujui oleh Pembimbing Klinik dan Pembimbing Institusi
Prodi Profesi Kebidanan Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan Kementerian
Kesehatan Semarang Tahun 2022.

Kab. Semarang, Desember 2022

Pembimbing Klinik Mahasiswa

Siti Muslikah,S.S.T.Keb Maimunah Hidayati


NIP :196708211991032005 NIM. P1337424822082

Mengetahui,
Pembimbing Institusi

Elisa Ulfiana, SSiT, M.Kes


NIP. 19790108 200501 2 001
KATA PENGANTAR

Kami mengucapkan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa, karena berkat
rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan laporan Asuhan Kebidanan Anak
C Usia 18 Bulan Bayi Sehat dengan Kebutuhan Imunisasi Pentabio Ulang. Penulisan
laporan ini merupakan salah satu persyaratan untuk menyelesaikan tugas praktek
kebidanan Stage Neonatus, Bayi dan Balita.
Dalam penulisan laporan ini kami mengucapkan terima kasih kepada pihak
yang telah membantu penyelesaian laporan ini:
1. Marsum, BE, S.Pd, MHP, sebagai Direktur Politeknik Kesehatan
Kementerian Kesehatan Semarang.
2. Sri Rahayu, SKp, Ns. S.Tr.Keb, M.Kes, sebagai Ketua Jurusan Kebidanan
Semarang Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Semarang
3. Ida Ariyanti, S.SiT, M.Kes, sebagai Ketua Program Studi Profesi Kebidanan
Semarang Politekniknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Semarang.
4. Elisa Ulfiana,S.SiT,M.Kes selaku Pembimbing Institusi Poltekkes Kemenkes
Semarang.
5. Siti Muslikah S.S.T.Keb selaku Pembimbing Lahan Praktik yang telah
memberikan bimbingan kepada penulis selama praktik di Puskesmas Suruh.
6. Orang tua, suami dan anak-anak yang telah memberikan dukungan dan doa
sehingga laporan ini terselesaikan.
7. Semua pihak yang terlibat dalam penyelesaian laporan ini.
Dalam penulisan laporan ini penulis merasa masih banyak kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki
penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi
penyempurnaan pembuatan laporan ini.

Semarang, Juli 2022

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bayi adalah anak usia 0 sampai 12 bulan. Usia perkembangan bayi terbagi
menjadi 2 yaitu, neonatus sejak lahir sampai usia 28 hari dan bayi dari usia 29
hari sampai 12 bulan (WHO, 2013). Setiap bayi mengalami tahap pertumbuhan
dan perkembangan dalam masa hidupnya. Pertumbuhan dan perkembangan
merupakan proses yang berkesinambungan, bersifat kontinyu dan pertumbuhan
merupakan bagian dari proses perkembangan (Wong, 2009).
Angka kematian neonatal di Indonesia sebesar 15 per 1.000 kelahiran
hidup berdasarkan hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI).
Beberapa upaya dilakukan untuk mengendalikan resiko pada kelompok ini
diantaranya dengan mengupayakan agar persalinan ditolong tenaga kesehatan
serta menjamin tersedianya pelayanan kesehatan sesuai standar pada kunjungan
bayi baru lahir (Kementrian Kesehatan RI, 2017).
Angka kematian bayi (0-1 tahun) di Jawa Tengah pada tahun 2017 yaitu
sebesar 4.791 kasus. Pada tahun 2018 sebesar 4.481. Pada tahun 2019 mengalami
penurunan menjadi 4.450, tahun 2020 sebesar 4.189 dan hingga tahun 2021
triwulan pertama sebesar 962 kasus (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah,
2018).
Kabupaten Blora merupakan salah satu kabupaten di Jawa Tengah yang
menyumbang Angka Kematian Bayi (AKB) yang tinggi. Pada tahun 2019 Angka
Kematian Bayi (AKB) mencapai 11,1 per 1.000 kelahiran hidup. Pada tahun 2020
sebesar 99 kasus dan pada tahun 2021 triwulan pertama sebesar 18 kasus (Profil
Kesehatan Jawa Tengah, 2019).
Masalah pada neonatus biasanya timbul sebagai akibat yang spesifik terjadi
pada masa perinatal. Tidak hanya merupakan penyebab kematian tetapi juga
kecacatan. Masalah ini timbul sebagai akibat  buruknya  buruknya kesehatan
kesehatan ibu, perawatan perawatan kehamilan kehamilan yang kurang memadai,
memadai, manajemen persalinan yang tidak tepat dan tidak bersih, kurangnya
perawatan bayi baru l  perawatan bayi baru lahir (Depkes,2008). Berdasarkan data
yang diperoleh, maka tingkat kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu
indikator kesehatan di suatu negara. Salah satu faktor penting dalam upaya
penurunan angka tersebut adalah dengan memberikan pelayanan kesehatan
maternal dan neonatal yang berkualitas. Untuk mampu mewujudkan koordinasi
dan standar pelayanan yang berkualitas maka petugas kesehatan dibekali
pengetahuan dan ketrampilan untuk dapat melaksanakan pelayanan esensial pada
neonatal bayi dan balita.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu Melaksanakan Asuhan Kebidanan Pada An. C Usia 18 Bulan Anak
Sehat Dengan Kebutuhan Imunisasi Pentabio Ulang di Puskesmas Suruh.
2. Tujuan Khusus
a. Memperoleh pengalaman nyata dalam melaksanakan Asuhan Kebidanan
Holistik Pada An. C usia 18 Bulan Anak Sehat Dengan Kebutuhan
Imunisasi Pentabio Ulang di Puskesmas Suruh.
b. Mampu menggambarkan dan melakukan pengkajian data subyektif
Asuhan Kebidanan Holistik Pada An. C Usia 18 Bulan Anak Sehat
Dengan Kebutuhan Imunisasi Pentabio Ulang di Puskesmas Suruh.
c. Mampu menggambarkan dan melakukan pengkajian data obyektif
kepada Asuhan Kebidanan Holistik Pada An. C Usia 18 Bulan Anak Sehat
Dengan Kebutuhan Imunisasi Pentabio Ulang di Puskesmas Suruh.
d. Mampu menentukan analisa berdasarkan data subjektif dan data objektif.
e. Menyusun perencanaan, implementasi, dan mengevaluasi respon dari An.
C terhadap asuhan yang telah diberikan
f. Mendokumentasikan hasil tindakan asuhan dalam bentuk catatan SOAP.
C. Manfaat
1. Bagi Klien
Mendapatkan pelayanan asuhan kebidanan prakonsepsi yang bermutu sesuai
dengan standar pelayanan kebidanan dan evidence based practice.
2. Bagi mahasiswa
Menambah referensi dan pengalaman dalam mengaplikasikan teori serta
evidence based practice pada pemberian asuhan kebidanan Bayi Sehat.
3. Bagi Puskesmas
Memberikan gambaran dan masukan bagi tenaga kesehatan yang ada di lahan
praktik dalam memberikan asuhan kebidanan
4. Bagi Prodi Kebidanan Poltekkes Kemenkes Semarang
Asuhan kebidanan pada bayi sehat ini dapat dijadikan bahan bacaan terhadap
materi asuhan kebidanan bayi sehat serta refensi di perpustakaan Prodi
Kebidanan Poltekkes Kemenkes Semarang dalam memahami pelaksanaan
asuhan kebidanan dan untuk di jadikan refrensi .
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Tinjauan Teori Medis


1. Pengertian Bayi
a. Masa bayi adalah usia 0-11 bulan dan masa bayi dibagi 2 yaitu:
b. Masa neonatal (usia 0-28 hari)
1) Masa neonatal dini (usia 0-7 hari)
2) Masa neonatal lanjut (usia 8-28 hari)
c. Masa pasca neonatal lanjut (usia 28 hari-1 tahun)
2. Pertumbuhan dan Perkembangan
a. Pertumbuhan
1) Kenaikan berat badan
Kenaikan berat badan pada anak tahun pertama kehidupan berkisar
antara:
a) 0,7 sampai 0,9 per bulan pada TM I
b) 0,45 sampai 0,56 kg per bulan pada TM II
c) 0,34 sampai 0,45 kg per bulan pada TM III
2) Tinggi badan
Pertambahan panjang badan pada tahun pertama kehidupan berkisar
antara:
a) 2,5 sampai 4 cm pada bulan pertama sampai bulan keempat
b) 5 cm pada usia 4 sampai 7 bulan
c) Meningkat 50% dengan rata-rata 72,5 cm pada usia 8 sampai 12 bulan
3) Lingkar kepala
a) Antara usia 0 dan 6 bulan lingkar kepala meningkat 1,32 cm per bulan
hingga ukuran rata-rata 37,4 cm
b) Antara usia 6 sampai 12 bulan lingkar kepala meningkat 0,4 cm per
bulan hingga mencapai ukuran rata-rata 45 cm pada usia 12 bulan
lingkar kepada meningkat sepertiganya dan berat otak bertambah 2,5
kali dari berat lahir
b. Perkembangan
1) Usia 1 bulan : Menggenggam kuat, menggumam
2) Usia 2 bulan : Tersenyum spontan
3) Usia 3 bulan : Mengangkat kepala, reflek menggenggam bayi
memudar dan dapat memegang mainan, tertawa
4) Usia 5 bulan : Berguling dari depan ke belakang, menggenggam
secara sadar, memindahkan benda dari tangan k tangan, tersenyum, pada
bayangan di cermin
5) Usia 6 bulan : Takut terhadap orang asing, meniru suara
6) Usia 7 bulan : Duduk bersandar, menggenggam ibu jari dari jari-jari
lain
7) Usai 8 bulan : Duduk tanpa ditopang, melafalkan suku kata
kombinasi (ma-ma)
8) Usia 9 bulan : Mulai naik untuk berdiri, mengerti kata “tidak”
9) Usia 10 bulan : Bayi merambat, mengembangkan gerakan menjepit,
mengatakan dan mengerti ma-ma dan da-da
10) Usia 12 bulan : Berjalan sambil memegang tangan seseorang,
mencoba membangun menara 2 blok, memperlihatkan emosi (cemburu
dan rasa sayang), mengatakan antara 4 dan 10 kata.
3. Imunisasi
a. Pengertian Imunisasi
Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak
dengan memasukan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti
untuk mencegah terhadap penyakit tertentu. Sedangkan yang dimaksud
dengan vaksin adalah bahan yang dipakai untuk merangsang pembentukan
zat anti yang dimasukan kedalam tubuh melalui suntikan misalnya vaksin
BCG, DPT-HB, Campak dan melalui mulut misalnya vaksin polio (Hidayat,
2009).
Imunisasi merupakan suatu program yang dengan sengaja memasukkan
antigen lemah agar merangsang antibodi keluar sehingga tubuh dapat resisten
terhadap penyakit tertentu. sistem imun tubuh mempunyai suatu sistem
memori (daya ingat), ketika vaksin masuk ke dalam tubuh, maka akan
dibentuk antibodi untuk melawan vaksin tersebut dan sistem memori akan
menyimpannya sebagai suatu pengalaman. Jika nantinya tubuh terpapar dua
atau tiga kali oleh antigen yang sama dengan vaksin maka antibodi akan
tercipta lebih kuat dari vaksin yang dihadapi sebelumnya (Atikah, 2010).
b. Tujuan Imunisasi
Tujuan pemberian imunisasi adalah diharapkan anak menjadi kebal
terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan
mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit yang dapat
dicegah (Hidayat, 2009).
Tujuan imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu
pada seseorang dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok
masyarakat atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia seperti
pada imunisasi cacar variola. Keadaan terakhir ini lebih mungkin terjadi pada
penyakit yang hanya dapat ditularkan melalui manusia seperti penyakit
difteria (Matondang, C.S, & Siregar S.P, 2009).
c. Manfaat Imunisasi
Menurut Atikah (2010) manfaat imunisasi tidak hanya dirasakan oleh
pemerintah dengan menurunnya angka kesakitan dan angka kematian
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, tetapi dirasakan juga oleh :
1) Bagi anak, dapat mencegah penderitaan yang disebabkan penyakit atau
kecacatan.
2) Bagi keluarga, menghilangkan kecemasan dan biaya pengobatan yang
dikeluarkan bila anak sakit. Hal ini akan mendorong penyiapan keluarga
terencana agar sehat dan berkualitas.
3) Bagi negara, memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang
kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara dan
memperbaiki citra bangsa
d. Macam – macam Imunisasi
Menurut Hidayat (2009), berdasarkan proses atau mekanisme
pertahanan tubuh imunisasi dibagi menjadi dua yaitu : imunisasi aktif dan
imunisasi pasif.
1) Imunisasi Aktif
Imunisasi aktif merupakan pemberian zat sebagai antigen yang
diharapkan akan terjadi suatu proses infeksi buatan, sehingga tubuh
mengalami reaksi imunologi spesifik. Jika benar terjadi infeksi maka
tubuh secara cepat merespon. Dalam imunisasi terdapat empat macam
kandungan dalam setiap vaksinnya, yang dijelaskan sebagai berikut :
a) Antigen merupakan bagian dari vaksin yang berfungsi sebagai zat atau
mikroba guna terjadinya semacam infeksi buatan (berupa polisakarida,
toksoid, virus yang dilemahkan, atau bakteri yang dimatikan).
b) Pelarut dapat berupa air steril atau berupa cairan kultur jaringan.
c) Preservatif, stabilizer, dan antibiotik yang berguna untuk mencegah
tumbuhnya mikroba sekaligus untuk stabilisasi antigen.
d) Adjuvans yang terdiri atas garam aluminium yang berfungsi untuk
meningkatkan imunogenitas antigen
2) Imunisasi Pasif
Imunisasi pasif merupakan pemberian zat (imunoglobulin), yaitu suatu
zat yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang berasal dari plasma
manusia atau binatang yang digunakan untuk mengatasi mikroba yang
diduga sudah masuk dalam tubuh yang terinfeksi.
e. Jenis – Jenis Imunisasi Dasar
Di Indonesia terdapat jenis imunisasi yang diwajibkan oleh
pemerintah yang disebut dengan imunisasi dasar. Beberapa imunisasi
tersebut dijelaskan sebagai berikut :
1) Imunisasi BCG
Imunisasi BCG (basillus calmette guerin) merupakan imunisasi
yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit TBC yang berat,
sebab terjadinya penyakit TBC yang primer atau yang ringan dapat terjadi
walaupun sudah dilakukan imunisasi BCG. TBC yang berat contohnya
adalah TBC pada selaput otak, TBC milier pada seluruh lapangan paru,
atau TBC tulang. (Hidayat, 2009).
Vaksin BCG merupakan vaksin yang mengandung kuman TBC
yang dilemahkan (Hidayat, 2009). Vaksin ini merupakan vaksin hidup,
sehingga tidak diberikan pada pasien imunokompromise jangka panjang
seperti leukimia, pengobatan steroid jangka panjang, HIV
(Muslihatun.2010).
Diberikan pada bayi umur kurang dari atau sama dengan dua bulan.
Pemberian imunisasi ini diberikan kepada anak apabila uji Mantoux
negatif. Dosis yang diberikan untuk bayi adalah 0,05 ml dan untuk anak
0,10 ml. Vaksin diberikan melalui suntikan intrakutan di daerah insersio
muskulus deltoideus kanan (Muslihatun, 2010).
Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) pada imunisasi BCG yaitu
lokal superfisial 3 minggu setelah penyuntikan. Sembuh dalam 2-3 bulan,
meninggalkan parut bulat dengan diameter 4-8 mm. Apabila dosis terlalu
tinggi, maka ulkus yang timbul lebih besar dan apabila penyuntikan yang
terlalu dalam membuat parut yang terjadi tertarik ke dalam (Muslihatun,
2010).
2) Imunisasi Hepatitis B
Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya
penyakit hepatitis yang kandungannya adalah HbsAg dalam bentuk cair.
Frekuensi pemberian imunisasi hepatitis sebanyak 3 kali dan penguatnya
dapat diberikan pada usia 6 tahun. Dosis imunisasi hepatitis B sebayak
0,5 ml dan diberikan secara intra muskular (Hidayat, 20009).
Menurut Muslihatun (2010) jadwal imunisasi hepatitis sebagai berikut :
a) Imunisasi Hepatitis B-1 diberikan sedini mungkin setelah lahir untuk
memutuskan rantai transmisi maternal ibu ke bayi.
b) Imunisasi Hepatitis B-2 diberikan dengan interval 1 bulan dari
Hepatitis B-1 yaitu saat bayi berumur 1 bulan.
c) Imunisasi hepatitis B-3 diberikan minimal dengan interval 2 bulan dari
Hepatitis B-2 yaitu saat bayi berumur 3-6 bulan.
3) Imunisasi Polio
Merupakan imunisasi yang bertujuan mencegah penyakit
poliomyelitis. Pemberian vaksin polio dapat dikombinasikan dengan
vaksin DPT. Terdapat 2 macam vaksin polio:
a) Inactivated Polio Vaccine (IPV = Vaksin Salk), mengandung virus
polio yang telah dimatikan dan diberikan melalui suntikan.
b) Oral Polio Vaccine (OPV = Vaksin Sabin), mengandung vaksin hidup
yang telah dilemahkan dan diberikan dalam bentuk pil atau cairan.
Bentuk trivalen (Trivalen Oral Polio Vaccine; TOPV) efektif
melawan semua bentuk polio, sedangkan bentuk monovalen (MOPV)
efektif melawan satu jenis polio.
Poliomielitis adalah penyakit pada susunan syaraf pusat yang
disebabkan oleh satu dari tiga virus yang berhubungan, yaitu virus polio
tipe 1, 2, atau 3. Struktur virus ini sangat sederhana, hanya terdiri dari
RNA genom dalam sebuah caspid tanpa pembungkus. Ada 3 macam
serotipe pada virus ini, tipe 1 (PV1), tipe 2 (PV2), dan tipe 3 (PV3),
ketiganya sama-sama bisa menginfeksi tubuh dengan gejala yang sama.
Penyakit ini ditularkan orang ke orang melalui fekal-oral-route. Ketika
virus masuk kedalam tubuh, partikel virus akan dikeluarkan dalam feses
selama beberapa minggu. Gaya hidup dengan sanitasi yang kurang akan
meningkatkan kemungkinan terserang poliomyelitis. Kebanyakan
poliomyelitis tidak menunjukan gejala apapun. Infeksi semakin parah jika
virus masuk dalam sistem aliran darah. Kurang dari 1% virus masuk
dalam sistem syaraf pusat, akan tetapi virus lebih menyerang dan
menghancurkan sistem syaraf motorik, hal ini menimbulkan kelemahan
otot dan kelumpuhan (lumpuh layu akut = acute flaccid paralysis/ AFP).
Kelumpuhan dimulai dengan gejala demam, nyeri otot dan kelumpuhan
terjadi pada minggu pertama sakit. Kematian bisa terjadi jika otot-otot
pernapasan terinfeksi dan tidak segera ditangani.
4) Imunisasi Pentabio
Pentabio merupakan vaksin kombo (satu vaksin memiliki lebih dari
satu komposisi vaksin) yang terdiri dari vaksin DPT untuk mencegah
penyakit difteri, pertusis, dan tetanus. Vaksin HB untuk mencegah
penyakit Hepatitis dan vaksin HiB yaitu untuk mencegah timbulnya
penyakit radang selaput otak Imunisasi Pentabio primer diberikan 3 kali
sejak umur 2 bulan (Pentabio tidak boleh diberikan sebelum umur 6
minggu) dengan interval 4-8 minggu. Interval terbaik diberikan 8 minggu.
Pemberian Pentabio 1 diberikan pada umur 2 bulan, Pentabio 2 pada
umur 3 bulan dan Pentabio 3 umur 4 bulan. Dosis Pentabio 0,5 ml, secara
IM (Kemenkes RI, 2015). Cara pemberiannya melalui intra muskular
(Atikah, 2010).
Reaksi KIPI vaksin ini antara lain reaksi lokal kemerahan,
pembengkakan dan nyeri pada tempat penyuntikan, demam ringan,
gelisah dan menangis terus menerus beberapa jam pasca penyuntikan.
Sedangkan reaksi KIPI yang paling serius adalah ensefalopati akut dan
reaksi anafilaksis (Muslihatun, 2010).
5) Imunisasi Campak atau Measles Rubella (MR)
Vaksin campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan.
Setiap dosis (0,5 ml) mengandung tidak kurang dari 1000 inektive unit
virus strain dan tidak lebih dari 100 mcg residu kanamycin dan 30 mcg
eritthromycin. Sebelum disuntikkan vaksin campak terlebih dahulu harus
dilarutkan dengan larutan sterile yang telah tersedia berisi 5 ml cairan
pelarut. Dosis pemberian 0,5 ml disuntikkan secara subkutan pada lengan
kiri atas pada usia 9-11 bulan. Dan ulangan pada usia di atas 24 bulan,
dan 6-7 tahun (Departemen Kemenkes RI, 2010).
Measles atau campak juga kerap menyebabkan komplikasi serius
seperti infeksi telinga, diare, pneumonia, kerusakan otak, dan bahkan
kematian. Sementara itu, rubella atau campak Jerman merupakan infeksi
virus yang menyebabkan penderitanya mengalami demam, sakit
tenggorokan, ruam, sakit kepala, mata merah, dan mata gatal.
Menurut Muslihatun (2010) reaksi KIPI dari imunisasi campak
sebagai berikut :
1) Demam lebih dari 39,5ᵒC pada hari ke 5-6 selama 2 hari yang dapat
merangsang terjadinya kejang demam.
2) Ruam pada hari ke 7-10 selama 2-4 hari.
3) Gangguan sistem saraf pusat seperti sensefalitis dan ensefalopati pasca
imunisasi.
b. Imunisasi Program
Imunisasi yang diberikan harus sesuai dengan jenis vaksin,jadwal atau
waktu pemberian yang ditetapkan.imunisasi program adalah imunisasi
yang diwajibkan pada seseorang untuk melindungi seseorang dan
masyarakat dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I)
(DEWI, 2021).
1) Imunisasi Rutin
a) imunisasi dasar
(1) 0-24 jam : Hepatitis HB0
(2) 1 bulan : BCG,Polio 1
(3) 2 bulan : DPT-HB-Hib 1,Polio 2
(4) 3 bulan : DPT-HB-Hib 2,Polio 3
(5) 4 bulan : DPT-HB-Hib 3,Polio 4,IPV
(6) 9 bulan : campak
b) imunisasi lanjutan
(1) 18 bulan : DPT-HB-Hib
(2) 24 bulan : campak
c) anak usia sekolah
(a) Kelas 1 SD : Campak pada bulan Agustus
DT pada bulan November
(b) Kelas 2 SD : Td pada bulan November
(c) Kelas 3 SD : Td pada bulan November
d) imunisasi tambahan
(a) Backlog fighting
(b) Crash program
(c) pekan imunisasi nasional (PIN)
(d) catch up compaign (kampanye)
(e) sub-PIN
(f) Imunisasi dalam penanggulangan KLB
c. Asuhan Kebidanan pada Bayi dengan Imunisasi
Pengkajian data subyektif didapatkan dari ibu, keluarga, tenaga kesehatan
bilamana terjadi rujukan (Marmi dan Rahardjo, 2015). Pengkajian data obyektif
didapatkan melalui pemeriksaan fisik, pemeriksaan obstetrik, hasil laboratorium,
dan penunjang lain misalnya rontgen, ultrasonografi dan lainnya (Marmi dan
Rahardjo, 2015).
Pengkajian antropometri bertujuan untuk menentukan keadaan gizi bayi
untuk menilai pertumbuhan fisik bayi berjalan normal atau tidak, menafsirkan
pertumbuhan otak untuk kepentingan menilai perkembangan fisik dan psikis
anak. Ukuran yang sering digunakan dalam pengkajian antropometri diantaranya
umur, berat badan (untuk usia 5 bulan 2x BB lahir), tinggi/panjang badan, lingkar
lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada (Bidan dan Dosen Kebidanan Indonesia,
2018).
Bayi usia setelah 29 hari sampai dengan 11 bulan terjadi proses
pertumbuhan yang pesat dan proses pematangan yang berlangsung secara terus-
menerus terutama meningkatnya fungsi sistem syaraf. Kemampuan yang dimiliki
bayi meliputi kemampuan motorik halus dan kasar, untuk usia 3-6 bulan tahap
perkembangan motorik kasar meliputi menyangga berat, mengembangkan
kontrol kepala duduk. Sedangkan untuk motorik halusnya diantaranya memegang
benda dengan kuat, memegang benda dengan kedua tangan, makan sendiri,
mengambil benda-benda kecil (Bidan dan Dosen Kebidanan Indonesia, 2018).
Kemampuan bicara dan bahasa untuk usia 3-6 bulan yaitu mencari sumber
suara, menirukan kata-kata, kemampuan sosialisasi dan kemandirian diantaranya
bermain ciluk ba, melihat dirinya dikaca, berusaha meraih mainan (Bidan dan
Dosen Kebidanan Indonesia, 2018).
Menurut Solihin R.D.M dkk (2013) dalam jurnal dengan judul kaitan antara
status gizi, perkembangan kognitif dan perkembangan motorik pada anak usia
prasekolah bahwa setiap dimensi perkembangan juga saling mempengaruhi satu
sama lain. Sebagaimana prinsip perkembangan, bahwa semua aspek
perkembangan saling mempengaruhi satu sama lain dengan arah hubungan yang
positif. Sebagaimana kemampuan motorik kasar, kemampuan motorik halus
mulai berkembang sejak hari pertama kelahiran dan keduanya berkembang
secara bersamaan dalam tingkat yang bervariasi tergantung pengalaman khusus
bayi dengan lingkungannya yang dipengaruhi oleh kondisi fisik dan lingkungan.
Penatalaksanaan yang diberikan pada bayi usia 4 bulan meliputi
memberitahu ibu hasil pemeriksaan bayi saat ini, memberitahu ibu tentang
pemberian ASI eksklusif selama minimal 6 bulan, dan memberitahu ibu tentang
imunisasi bayi dasar wajib untuk bayi, pertumbuhan dan perkembangan (Bidan
dan Dosen Kebidanan Indonesia, 2018).
Imunisasi dasar pada bayi meliputi Hb-0, BCG, Polio, Pentavalen yang
terdiri dari DPT,Hb dan Hib. Imunisasi BCG diberikan pada bayi umur kurang
dari tiga bulan, imunisasi polio diberiksan pada bayi baru lahir atau bayi usia 0
hari, dan imunisasi polio selanjutnya diberikan dengan jarak interval pemberian
minimal empat minggu atau saat bayi berumur tiga bulan dan empat bulan
(Kemenkes, 2015).
Pentabio merupakan vaksin kombo (satu vaksin memiliki lebih dari satu
komposisi vaksin) yang terdiri dari vaksin DPT untuk mencegah penyakit difteri,
pertusis, dan tetanus. Vaksin HB untuk mencegah penyakit Hepatitis dan vaksin
HiB yaitu untuk mencegah timbulnya penyakit radang selaput otak Imunisasi
Pentabio primer diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan (Pentabio tidak boleh
diberikan sebelum umur 6 minggu) dengan interval 4-8 minggu. Interval terbaik
diberikan 8 minggu. Pemberian Pentabio 1 diberikan pada umur 2 bulan,
Pentabio 2 pada umur 3 bulan dan Pentabio 3 umur 4 bulan. Dosis Pentabio 0,5
ml, secara IM (Kemenkes RI, 2015).
Imunisasi ini memiliki efek berupa demam, nyeri pada area penyuntikan
yang kadang disertai bengkak. Namun, gejala tersebut merupakan gejala ikutan
yang hampir selalu ditemukan pada semua anak yang diberi imunisasi Pentabio.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah hal tersebut dengan memberikan
obat penurun demam (Kemenkes RI, 2015).
Berdasarkan penelitian dari Cynthia, Dora tahun 2015 dengan judul
“Perbedaan Respon Nyeri dan Lama Tangisan Pasca Penyuntikkan Imunisasi
BCG pada Bayi dengan Intervensi Fisik di Puskesmas Gondang Tulungagung”
bahwa 5 intervensi fisik secara signifikan dapat mengurangi respon nyeri bayi
pada detik ke -15, detik ke -30, dan detik ke- 45 pasca penyuntikkan imunisasi.
Secara signifikan mengurangi lama tangisan bayi pasca imunisasi BCG.
Berdasarkan penelitian Agustiningrum, dkk tahun 2019 dengan judul
“Efektifitas Kompres Hangat dan Kompres Dingin terhadap Tingkat Nyeri Balita
Pasca Otbreak response Immunization (ORI)” bahwa penggunaan kompres
hangat pada suhu 400 C selama 15 menit sebelum penyuntikkan dapat
menurunkan tingkat nyeri pada balita pasca imunisasi, penggunaan kompres
dingin lebih efektif dalam menurunkan tingkat nyeri pada balita pasca imunisasi
dan dapat dilakukan secara andiri oleh pelayanan kesehatan maupun orang tua
balita.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Handayani CU, dkk tahun 2015
dengan judul “Pengaruh Pemberian Madu Dalam Menurunkan Tingkat Nyeri
Pada Bayi Usia 2-18 Bulan Yang Dilakukan Imunisasi” bahwa madu sebagai anti
nyeri bekerja dalam sistim transmisi nyeri. Madu berperan memblok sistem saraf
otonom. Sesuai dengan teori gate control, sistem saraf otonom di blok, maka
nyeri tidak ditransmisikan ke otak atau sedikit saja impuls yang ditransmisikan
ke otak. Sehingga nyeri akan tidak dirasakan atau berkurang. Mekanisme nyeri
yang kedua yaitu madu sebagai antiinflamasi. Madu menurunkan stimulasi
keluarnya substansi kimia akibat cedera jaringan, misalnya suntikan. Jadi, madu
bisa disebut sebagai anti histamina. Mekanisme yang ketiga, karena rasa madu
yang manis. Maka, dapat merangsang orotaktil di lidah. Sehingga diteruskan ke
otak, menstimulus pengeluaran endorphin dan enkefalin (seperti morphine).
Selain itu, alpha-1 adrenergic antagonist juga merupakan sifat antinyeri madu.
Jadi sifat madu sebagai alpha-blocker.
Selain itu berdasarkan penelitian yang dilakukan Trimawati (2016) dengan
judul “Efektifitas Metode 5 S (Swaddling, Side/ Stomach Position, Sushing,
Swinging, Sucking) Terhadap Respon Nyeri Pada Bayi Saat Imunisasi
Pentavalen” bahwa Metode 5 S (swaddling, side/sto,ach position, shushing,
swinging and sucking) merupakan suatu metode kombinasi dari beberapa
manajemen nyeri secara non farmakologi. Adanya penggunaan bersamaan dari
beberapa metode tersebut efektif untuk menurunkan respon nyeri yang muncul
pada bayi. Menurut teori pengontrolan nyeri, tubuh mempunyai neuromodulator
atau pembunuh nyeri alami tubuh yang mampu melepaskan endorphin dan
dinorfin yang mampu menutup mekanisme pertahanan terhadap nyeri. Adapun
tindakan distraksi, konseling, pemberian placebo merupakan upaya yang dapat
melepaskan endorphin. Tindakan swaddling dan sucking secara bersamaan dapat
menurunkan respon setelah mendapat stimulus nyeri yang dibuktikan dengan
peningkatan saturasi oksigen dan pada bayi dengan gangguan otak mampu
menurunkan lama menangis dibandingkan dengan pemberian pijatan. Tindakan
tersebut berfungsi untuk melindungi otak dari stimulus intern Swinging
merupakan tindakan dengan menggendong bayi dan digerakan dengan lembut.
Tindakan ini biasanya digunakan bersama dengan shushing. Tindakan swinging
ini mengingatkan bayi ketika dalam rahim, bahwa setiap ibu bergerak bayi dalam
rahim juga ikut bergerak. Kombinasi dari keduanya menurut penelitian, mampu
menurunkan distress pada bayi dimana swinging berpengaruh dalam regulasi
sedangkan shushing berfungsi melanjutkan proses regulasi dan mempertahankan
neurobehavioral terhadap respon.
Difteri merupakan penyakit yang disebabkan oleh Corynebacterium
diptheria yang mudah ditularkan melalui udara dan makanan yang
terkontaminasi. Infeksi difteri dapat menyebabkan gangguan jantung sehingga
menimbulkan kematian pada bayi. Bayi yang terkena difteri mengalami gejala
demam tinggi, terjadi pembengkakan pada kelenjar tonsil dan sesak nafas.
Pertusis atau yang dikenal dengan batuk rejan merupakan penyakit yang
disebabkan oleh bakteri Bordetella pertusis dengan penyebaran melalui droplet di
udara serta makanan yang terkontaminasi. Bayi yang terinfeksi pertusis memiliki
gejala batuk terus-menerus dengan bunyi yang keras, sukar berhenti, muka
menjadi merah, atau kebiruan bahkan disertai muntah bercampur darah akibat
dari iritasi tenggorokan.
Tetanus merupakan penyakit berbahaya karena mempengaruhi sistem otot
dan saraf. Tetanus disebabkan oleh Clostridium tetani yang memproduksi toksin
tetanospasmin. Racun ini menempel pada bagian luka dan berkembang baik
sehingga menimbulkan gejala berupa kekakuan otot dan kejang. Masa inkubasi
tetanus berlangsung 3-14 hari, dan di hari ke 7 gejala mual muncul.
Polio merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus polio yang
hidup di dalam saluran pencernaan (kerongkongan dan usus). Infeksi terjadi
akibat penularan dari manusia ke manusia melalui sekret. Virus polio
menyebabkan kelumpuhan pada anak (lumpuh layu), dengan gejala otot kaki
tidak tumbuh (atrofi) dan menyebabkan kelumpuhan.
Menurut Permenkes RI (2013) pemberian imunisasi harus dilakukan
berdasarkan standar pelayanan, standar prosedur operasional dan standar profesi
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Proses pemberian imunisasi
harus memperhatikan keamanan vaksin dan penyuntikan agar tidak terjadi
penularan penyakit terhadap tenaga kesehatan pelaksana pelayanan imunisasi dan
masyarakat serta menghindari terjadinya KIPI, sebelum pelaksana pelayanan
imunisasi haru memberikan informasi lengkap tentang imunisasi meliputi vaksin,
cara pemberian, manfaat dan kemungkinan terjadinya KIPI.
Peningkatan pengetahuan, sikap, dan keterampilan pada kelompok
perlakuan merupakan tolok ukur dari keberhasilan pelatihan, yang pada akhirnya
akan meningkatkan kompetensi bidan dalam pelaksanaan imunisasi dan dapat
menurunkan KIPI (Usnawati dkk, 2014).
Menurut Afriani T, dkk (2013) dalam jurnal yang berjudul “faktor-faktor
yang berhubungan dengan kelengkapan imunisasi dasar pada anak dan
pengelolaan vaksin di Puskesmas dan Posyandu Kecamatan X Kota Depok”
mengatakan, penyimpanan vaksin di puskesmas tidak dilengkapi dengan genset
untuk menjaga kualitas vaksin apabila terjadi pemadaman listrik. Pendistribusian
vaksin dari puskesmas ke posyandu menggunakan kendaraan umum sehingga
rentan dengan kerusakan vaksin. Sisa penggunaan vaksin di posyandu tidak
berlangsung dikembalikan ke puskesmas karena petugas langsung pulang.
Menurut Lusiana N (2017) dalam jurnal yang berjudul ”Hubungan
pengetahuan bidan tentang imunisasi dengan perilaku pengelolaan vaksin”
bahwa sebagian bidan yang berpengetahuan tinggi berperilaku negatif dalam
pengelolaan vaksin disebabkan mahalnya biaya dalam pengelolaan vaksin yang
benar dan rumitnya dalam penjagaan vaksin dan karena mahalnya vaksin juga
yang membuat sebagian bidan memilih tidak menghiraukan prosedur
pengelolaan vaksin karena ingin hemat sehingga tidak memikirkan akibat yang
akan ditimbulkan karena pemakaian vaksin yang sudah rusak.
Imunisasi merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kekebalan
tubuh hingga tercapai kadar protektif. Kadar protektif dapat mencapai jika
imunisasi dilakukan sesuai dengan jadwal yang ditentukan. Berdasarkan hasil
penelitian, dengan menggunakan metode forward chaining dapat dibuat 98 aturan
penarikan anak usia 0-18 tahun beserta jenis vaksin yang dianjurkan berdasarkan
rekomendasi IDAI 2017 (Adharani Yana dan Popy Meilina, 2017).
Menurut penelitian Iswari B.M, Ikeu M dan Sri H (2017) dengan judul
“Hubungan status imunisasi DPT-HB-HIB dengan pneumonia pada balita usia
12-24 bulan di Puskesmas Babakan Sari Kota Bandung” bahwa balita yang tidak
mendapatkan imunisasi DPT-HB-HIB lengkap mempunyai risiko 3,946 kali
untuk menderita pneumonia dibandingkan balita yang mendapatkan imunisasi
DPT-HB-HIB lengkap.
Menurut Yuliani F (2014) dengan judul “Hubungan pengetahuan ibu
tentang asi eksklusif dengan pemberian mp-asi sebelum usia 6 bulan” bahwa
Pengetahuan merupakan hasil dari proses penginderaan terhadap suatu objek
tertentu melalui penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan perabaan yang
berawal dari keingintahuan seseorang terhadap informasi. Jadi pengetahuan
merupakan hasil penginderaan manusia dan merupakan domain yang sangat
penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Setelah ibu mengetahui dan
mendapatkan informasi tentang ASI eksklusif, selanjutnya ibu akan
mengevaluasi terhadap informasi yang di dapat, apakah dapat bermanfaat bagi
dirinya atau tidak. Apabila tidak bermanfaat bagi dirinya maka ia akan
meninggalkan dan tidak mengadopsi pengetahuan tersebut. Akan tetapi
sebaliknya apabila informasi tersebut dianggap menguntungkan, maka
selanjutnya ia akan mengadopsi pengetahuan tersebut, sehingga akan timbul
perilaku yang positif.
d. Tinjauan Teori Asuhan Kebidanan
1. Asuhan Kebidanan
Asuhan Kebidanan adalah penerapan fungsi dan kegiatan yang
menjadi tanggungjawab dalam memberikan pelayanan kepada klien yang
mempunyai kebutuhan/ masalah dalam bidang kesehatan ibu masa hamil, masa
persalinan, nifas, bayi setelah lahir serta keluarga berencana (Estiwidani dkk,
2008). Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh bidan
dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis, mulai dari
pengkajian, analisa data, diagnosa kebidanan, perencenaan, pelaksanaan dan
evaluasi (Estiwidani, 2012).
2. Langkah-langkah Manajemen Kebidanan
Terdapat 7 langkah proses manajemen kebidanan menurut Varney dalam
(WHO dan Pusdiknakes, 2011), yaitu :
a. Langkah I : Mengumpulkan semua data yang dibutuhkan untuk menilai
keadaan klien secara keseluruhan.
Data yang dikumpulkan meliputi data objektif dan subjektif, diperoleh
dengan melakukan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang
b. Langkah II : Menginterpretasikan data untuk mengidentifikasi
diagnosis/ masalah.
Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga dapat
merumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik. Diagnosa kebidanan
merupakan diagnosa yang ditegakkan bidan dalam praktek kebidanan
dan memenuhi standar nomenklatur diagnosis kebidanan.
c. Langkah III : Mengidentifikasi diagnosis potensial/ masalah potensial
dan mengantisipasi penanganannya.
d. Langkah IV : Menetapkan kebutuhan terhadap tindakana segera,
konsultasi, kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain serta melaksanakan
rujukan sesuai dengan kondisi klien.
e. Langkah V : Menyusun rencana asuhan yang menyeluruh dengan
tepat dan rasional berdasarkan keputusan yang dibuat pada langkah-
langkah sebelumnya
f. Langkah VI : Pelaksanaan langsung suhan secara efisien dan aman.
g. Langkah VII : Mengevaluasi keefektifan asuhan yang diberikan dan
mengulang kembali penatalaksanaan proses untuk aspek-aspek asuhan
yang tidak efektif.
3. Dokumentasi Asuhan Kebidanan
Menurut Muslihatun (2010) dokumentasi SOAP adalah catatan
tentang interaksi antara tenaga kesehatan, pasien, keluarga pasien, dan tim
kesehatan tentang hasil pemeriksaan, prosedur tindakan, pengobatan pada
pasien, pendidikan pasien, dan respon pasien terhadap semua asuhan yang
telah di berikan.
Pendokumentasian yang benar adalah pendokumentasian mengenai
asuhan yang telah dan akan di lakukan pada seorang pasien, di dalamnya
tersirat proses berfikir bidan yang simetris dalam menghadapi seseorang pasien
sesuai langkah-langkah manajemen kebidanan.
Adapun metode yang digunakan dalam proses pendokumentasian
asuhan kebidanan menggunakan pendekatan SOAP, yaitu catatan yang tertulis
secara singkat dan lengkap sehingga asuhan yang diberikan dapat berlangsung
secara berkesinambungan (continuity of care).
Prinsip dari metode SOAP merupakan proses pemikiran
penatalaksanaan manajemen yaitu:
a. Data Subjektif (S)
Data subjektif merupakan pendokumentasian manajemen
kebidanan menurut Helen Varney langkah pertama (pengkajian data),
terutama data yang di peroleh melalui annamnesis.Data subjektif ini
berhubungan debgan masalah dari sudut pandang pasien. Ekspresi
pasien mengenai kekhawatiran dan keluhannya yang di catat sebagai
kutipan langsung atau ringkasan yang akan berhubungan langsung
dengan diagnosis. Data subjektif ini nantinya akan menguatkan
diagnosis yang akan di susun.
b. Data Objektif (O)
Data objektif merupakan pendokumentasian manajemen
kebidanan menurut Helen Varney pertama (pengkajian data), terutama
data yang di peroleh melaui hasil observasi yang jujur dari pemeriksaan
fisik pasien, pemeriksaan laboratorium/ pemeriksaan diagnostik lainnya.
Catatan medik di informasi dari keluarga atau orang lain dapat di
masukkan dalam data objektif ini. Data ini akanmemberikan bukti gejala
klinis pasien data fakta yang berhubungan dengan diagnosis.
c. Assessment (A)
Assessement merupakan pendokumentasian manajemen
kebidanan menurut Helen Varney langkah kedua, ketiga, dan keempat
sehingga mencakup hal-hal sebagai berikut: diagnosis/ masalah
kebidanan, diagnosis/ masalah potensial serta perlunya mengidentifikasi
kebutuhan tindakan segera untuk antisipasi diagnosis/ masalah
potensial.
d. Perencanaan (P)
Pendokumentasian menurut Helen Varney langkah kelima, keenam, dan
ketujuh.Pendokumetasian P dalam SOAP ini adalah pelaksanaan asuhan sesuai
rencana yang telah di susun sesuai dengan keadaan dan dalam rangka mengatasi
masalah pasien
BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEBIDANAN HOLISTIK PADA ANAK C USIA 18 BULAN ANAK
SEHAT DENGAN KEBUTUHAN IMUNISASI PENTABIO ULANG
DI PUSKESMAS SURUH

I. PENGKAJIAN
Tanggal : 8 Desember 2022
Waktu : 09.00 WIB
Tempat : Posyandu Desa Tamansari Puskesmas Suruh

II. IDENTITAS
a. Identitas Bayi
Nama : An. C
Tanggal/Jam lahir : 4 Februari 2021 / 05.00 WIB
Jenis kelamin : Perempuan
b. Identitas Orang tua
Nama ibu : Ny. A Nama suami : Tn. D
Umur : 27 th Umur : 32 th
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta Pekerjaan : Swasta
Alamat : Tamansari 21/3 Alamat : Tamansari 21/3

III. DATA SUBYEKTIF


1. Alasan Datang : Ibu mengatakan datang untuk mengimunisasikan anaknya
Keluhan Utama : tidak ada (-)
2. Riwayat Kesehatan:
Dahulu : Ibu mengatakan bahwa selama ini nayinya tidak pernah sakit parah,
hanya panas, batuk, pilek biasa.
Sekarang : Ibu mengatakan saat ini bayinya dalam kondisi sehat.
Keluarga : Ibu mengatakan di dalam keluarga tidak ada yang memiliki riwayat
penyakit menular seperti Hepatitis, TBC,HIV, dll dan riwayat
penyakit menurun seperti Asma, Jantung, hipertensi,dll. Ibu
mengatakan di dalam keluarga An. C tidak ada yang menderita
penyakit menular (HIV/AIDS, TBC, IMS, dsb) maupun penyakit
menurun (Jantung, Hipertensi, DM, dsb) dan tidak ada yang sakit
batuk, pilek serta demam yang berkelanjutan.
3. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas :
Dahulu : -
Sekarang :
a. Riwayat kehamilan : ANC 8x, keluhan/penyulit (-)
b. Riwayat persalinan : IMD 1 jam, UK 38 minggu, jenis spontan, penolong
bidan, BB 2900 gram
c. Riwayat nifas : keluhan/penyulit (-), ASI eksklusif 6 bulan
4. Riwayat tumbang:
Pertumbuhan BB : BB lahir : 2,9 kg, sekarang 10 kg
Perkembangan anak : Ibu mengatakan An. C sudah bisa berjalan, menaiki
tangga, menirukan suara, bertepuk tangan saat diajak
bernyanyi, mencoret-coret kertas.
Kelainan bawaan : (-)
5. Riwayat Imunisasi :
a. Hb0 : 0 bulan
b. BCG, Polio 1 : 1 bulan
c. Pentabio 1 , Polio 2 : 2 bulan
d. Pentabio 2, Polio 3 : 3 bulan
e. Pentabio 3, Polio 4, IPV : 4 bulan
f. Campak : 9 bulan
6. Pola kebiasaan sehari- hari:
Pola nutrisi : Ibu mengatakan anaknya masih makan 2 x/hari (nasi,
lauk, sayur), minum susu 4x/hari
Pola eliminasi : BAB 2x sehari dengan warna kuning lembek, BAK 3-5x
sehari dengan warna kuning jernih.
Pola istirahat : Tidur siang 4 jam, tidur malam 8 jam
Pola aktifitas : An. C dapat berjalan, menaiki tangga, menirukan suara,
bertepu tangan, mencoret-coret kertas.
Personal hygiene : Mandi 2x sehari, keramas setiap hari, ganti baju 2-3x
sehari, potong kuku 2 minggu sekali
Pola Sosial Ekonomi : Jika tidak tidur, An. C sering bermsin dengan orang tua
dan keluarganya dengan diajak bercanda, bercerita, dsb.
IV. DATA OBYEKTIF
1. Pemeriksaan Umum :
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Vital signs : N : 90 x/mnt
RR : 35 x/mnt
S : 36,6 0C
2. Pengukuran antropometri :
BB : 10 kg Lingkar kepala/ LK : 48 cm
PB : 80 cm LILA : 13 cm

3. Status Present:
Kepala : mesochepal, rambut berwarna hitam, rambut hitam merata,
tidak ada benjolan abnormal
Muka : simetris, tidak pucat, tidak oedema
Mata : simetris, sklera tidak kuning, konjungtiva merah muda
Hidung : simetris, tidak ada secret, tidak ada polip
Mulut : bersih, tidak ada stomatitis, tidak ada oeral trush
Telinga : simetris, ada sedikit sekret
Leher : tidak ada pembengkakan kelenjar tyroid, limfe, maupun vena
jugularis
Dada : simetris, tidak ada retraksi dinding dada
Pulmo/COR : pernafasan vesikuler, denyut jantung reguler
Abdomen : simetris, tidak ada benjolan, tidak kembung
Genetalia : tidak dilakukan pemeriksaan
Punggung : tidak ada kelainan tulang belakang
Anus : tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : geraan aktif, simetris, tidak sianosis
Kulit : turgor kulit baik

V. ANALISA
Anak C usia 18 bulan anak sehat dengan kebutuhan imunisasi pentabio ulang
PENATALAKSANAAN
1. Memberitahukan hasil pemeriksaan pada ibu bahwa bayinya dalam keadaan
sehat dan memenuhi syarat untuk imunisasi.
Hasil : Ibu tampak senang bahwa anaknya dalam keadaan sehat dan memenuhi
syarat untuk imunisasi.
2. Memberikan pendidikan kesehatan tentang imunisasi pentabio yaitu untuk
memberikan kekebalan aktif pada bayi terhadap penyakit difteri, pertusis,
tetanus, hepatitis, heamophillus type B sehingga anak tidak mudah terkena
penyakit tersebut
Hasil : Ibu mengetahui fungsi dilakukannya imunisasi pentabio ulang dan dapat
menyebutkan kembali tujuan dari imunisasi pentabio ulang
3. Menjelaskan kepada ibu efek samping yang dapat terjadi setelah dilakukan
penyuntikkan imunisasi adalah muncul kemerahan di sekitar bekas suntikan,
dan dapat terjadi demam.
Hasil : Ibu mengerti tentang apa yang disampaikan.
4. Menganjurkan ibu untuk menyusui saat anaknya diimunisasi, pemberian ASI
memberikan efek analgesik karena membuat bayi merasa nyaman, adanya
sentuhan fisik, pengalih perhatian dan rasa manis pada ASI. supaya mengurangi
rasa nyeri.
Hasil : Ibu bersedia menyusui saat anaknya diimunisasi
5. Mengatakan kepada ibu untuk pencegahan yang dapat dilakukan diantaranya
dengan kompres air hangat pada area bekas suntikkan dan akan diberikan terapi
untuk penurun panas.
Hasil : Ibu merasa lega dan mengerti tentang apa yang disampaikan.
6. Memberikan inform consent imunisasi pentabio ulang
Hasil : Ibu bersedia tanda tangan
7. Meyuntikkan vaksin pentabio dosis 0,5 ml secara IM di lengan kanan atas
Hasil : Vaksin pentabio sudah dimasukkan dan tidak ada rekasi negatif
8. Memberikan obat penurun panas paracetamol dengan dosis ¼ apabila bayi
demam.
Hasil : Ibu paham dan akan memberikan obat penurun panas sesuai yang
dianjurkan apabila bayinya demam
9. Menganjurkan ibu untuk tetap memberikan stimulasi tumbuh dan kembang
bayinya bisa dilakukan di rumah atau mengajak bayinya untuk datang di
posyandu terdekat.
Hasil : Ibu mengerti dan bersedia memberikan stimulasi tumbuh dan kembang
bayinya.
10. Menganjurkan ibu untuk imunisasi lanjutan campak ulang saat anak berusia 2
tahun.
Hasil : Ibu mengerti dan mengatakan akan melakukan imunisasi saat anak
berumur 2 tahun.

Kab. Semarang, Oktober 2022

Pembimbing Klinik Mahasiswa

Siti Muslikah,S.S.T.Keb Maimunah Hidayati


NIP :196708211991032005 NIM. P1337424822082

Mengetahui,
Pembimbing Institusi

Elisa Ulfiana, SSiT, M.Kes


NIP. 19790108 200501 2 001
CATATAN PERKEMBANGAN

Nama Pasien : No . RM : 202138 Ruang :

By. C Poli Anak

Umur : 18 Bulan Tanggal : 9-12-2022

Tanggal /Jam : Catatan Perkembangan Nama &


Paraf
(SOAP)

9-12-2022/10.00 S : Subyektif

1. Ibu mengatakan anaknya bernama By. C

2. Ibu mengatakan anaknya berumur 18 bulan

3. Ibu mengatakan anaknya sudah diimunisasi

Pentabio ulang

4. Ibu mengatakan setelah diimunisasi


anaknya tidak panas

O : Obyektif

1. Keadaan umum : Baik

2. Kesadaran : Composmentis

3. TTV : Nadi 100 x/ menit, Suhu 36,30 C


Respiras 40 x/ menit

4. Bekas suntikan : Tidak ada tanda-tanda


infeksi

A : Analisa

Bayi C umur 18 bulan pasca imunisasi


Pentabio ulang hari kedua

P : Penatalaksanaan

Tanggal 9 -12-2022 Pukul 10.10 WIB

1. Memberitahu ibu tentang keadaan


anaknya saat ini, bahwa keadaannya

baik

Hasil : Ibu mengerti

2. Menganjurkan ibu agar tetap memberikan


makanan yang bergizi, seperti seperti nasi,
sayuran hijau, susu dan buah-buahan
sesuai panduan MPASI untuk anak usia
18 bulan

Hasil : Ibu bersedia menyiapkan MPASI


sesuai panduan

3. Memberitahu ibu bahwa imunisasi


selanjutnya yaitu campak lanjutan

Hasil : Ibu bersedia untuk imunisasi


mengimunisasikan campak lanjutan

4. Menganjurkan pada ibu untuk datang ke

Posyandu untuk memantau tumbuh kembang


anaknya

Hasil : Ibu bersedia untuk datang ke


Posyandu

5. Menganjurkan pada ibu untuk datang ke


puskesmas atau tenaga kesehatan apabila
ada keluhan-keluhan pada anaknya

Hasil : Ibu bersedia untuk ke pelayanan


kesehatan jika anaknya ada keluhan.
PEMBAHASAN

Dari hasil wawancara yang dilakukan pada Ny. A untuk Anak C didapatkan
hasil wawancara berupa data subyektif seperti yang tertera pada pengkajian tersebut
diatas. Saat ini kebutuhan bayi yang harus diberikan tenaga kesehatan adalah
imunisasi Pentabio ulang.
Imunisasi adalah cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang terhadap
suatu penyakit, sehingga bila kelaktertularpenyakit tersebut ia tidak menjadi sakit
(Gde Ranuh dkk, 2011). Sedangkan menurut Marmi,S.ST (2012), imunisasi adalah
suatu proses untuk membuat sistem pertahanan tubuh kebal terhadap invasi
mikroorganisme (bakteri dan virus) yang dapat menyebabkan infeksi sebelum
mikroorganisme tersebut memiliki kesempatan unuk menyerang tubuh kita. Dengan
imunisasi, tubuh kita akan terlindung dari infeksi begitu pula orang lain karena tidak
tertular dari kita.
Imunisasi merupakan salah satu upaya untuk mencegah terjadinya penyakit
menular dan juga salah satu upaya untuk menurunkan angka kematian pada anak.
Oleh karena itu upaya imunisasi perlu terus ditingkatkan untuk mencapai tingkat
kekebalan masyarakatyang tinggi sehingga Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan
Imunisasi (PD3I) dapat dieradikasi, dieliminasi dan direduksi melalui pelayanan
imunisasi yang semakin efektif, efisien dan berkualitas. Anak dapat tumbuh dan
berkembang secara optimal membutuhkan beberapa upaya untuk memenuhi
kebutuhan dasarnya. Salah satu kebutuhan penting dari anak adalah imunisasi, karena
imunisasi dapat mencegah beberapa penyakit yang berperan dalam penyebab
kematian pada anak. Seperti Tuberculosis, Difteri, Pertusis, Tetanus, Polio, Campak
dan Hepatitis ini merupakan (PD3I) (Kemenkes RI,2016).
Tujuan dari pemberian imunisasi adalah menurunkan angka kesakitan,
kematian serta kecacatan akibat Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi
(PD3I).
Vaksin adalah antigen berupa mikroorganisme yang sudah mati, masih hidup
tapi dilemahkan, masih utuh atau bagiannya, yang telah diolah berupa toksin
mikroorganisme yang telah diolah menjadi toksoid, protein rekombinan yang jika
diberikan kepada seseorang akan menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif
terhadap penyakit infeksi tertentu.
. Berdasarkan umur dan jadwal pemberan imunisasi pada Anak C adalah
jadwal pemberian imunisasi Pentabio ulang.
Vaksin DTP-HB-Hib (Pentabio ulang) digunakan untuk pencegahan terhadap
difteri, tetanus, pertusis (batuk rejan), hepatitis B, dan infeksi Haemophilus
influenzae tipe b secara simultan. Cara pemberian yaitu vaksin harus disuntikkan
secara intramuskular pada anterolateral paha atas. Dosisnya satu dosis anak adalah
0,5 ml.
Pemberian ASI memiliki pengaruh terhadap nyeri pada bayi yang diberikan
imunisasi melalui injeksi. Mekanisme potensi dari pemberian ASI memberikan efek
analgesik karena membuat bayi merasa nyaman, adanya sentuhan fisik, pengalih
perhatian dan rasa manis pada ASI. Kesimpulan: Pemberian ASI merupakan salah
satu teknik manajemen nyeri secara nonfarmakologi yang dapat menurunkan
intensitas nyeri pada bayi saat dilakukan imunisasi. Sehingga perawat dapat
mengedukasi terkait teknik pemberian ASI kepada ibu sebagai pilihan alternatif untuk
mengurangi nyeri pada bayi yang diberikan imunisasi.(Lela Alfina et all, 2021).
Terdapat perbedaan signifikan antara pemberian kompres hangat dan
breastfeeding terhadap perubahan respon nyeri pada bayi yang dilakukan prosedur
imunisasi pentavalen I di Klinik Pratama Hal ini menunjukan bahwa breastfeeding
lebih efektif dalam menurunkan respon nyeri pada bayi yang dilakukan imunisasi
pentabio dibandingkan kompres hangat karena rata-rata penurunannya lebih besar.
(Yusfar,2020).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sangat nyeri dan sedikit lebih nyeri
merupakan respon nyeri yang paling sering terjadi pada saat bayi dilakukan imunisasi
pentabio. Teknik distraksi dengan cara menyusui bayi merupakan teknik pengelolaan
nyeri yang paling sering dilakukan pada saat bayi diimunisasi dengan menunjukkan
respon nyeri hingga menangis. Teknik relaksasi dengan cara mendekap/memeluk
bayi dan mengusap/masasse area paha merupakan tindakan yang paling sering
dilakukan pada bayi saat respon sedikit lebih nyeri dan sangat nyeri. Simpulan respon
nyeri bayi berada pada rentang respon sangat nyeri, dan pengelolaan nyeri dilakukan
dengan distraksi menyusui dan relaksasi. Disarankan untuk mengaplikasikan
pengelolaan nyeri pada saat bayi diimunisasi untuk meningkatkan kenyamanan.
(Tiara et all,2020).
Pada pemberian imunisasi tidak ada masalah yang timbul dari anak.
Sedangakan sebagai antisipasi masalah potensial bisa ditemukan antara lain
ditemukannya masalah-masalah yang mungkin bisa terjadi pada anak tersebut, bidan
akan lebih mudah memberikan asuhan kebidanan dan penilaian pertumbuhan dan
penanganan anak sesuai dengan usia anak.
Bidan dapat memberikan penjelasan tentang perawatan dan penanganan efek
samping pasca pemberian imunisasi dirumah, sehingga dapat diperoleh tujuan yang
optimal.
Dalam intervensi dan implementasi langkah pemberian vaksin baik DPT
Combo (pentabio) tidak terdapat kesenjangan antara teori dan praktek. Dalam teori
disebutkan pemberian pemberian vaksin pentabio adalah dengan dosis 0,5 cc dan
disuntikkan pada 1/3 bagian atas paha kanan, langkah ini telah dilakukan dalam
praktek. Salah satunya yaitu pemberian obat anti piretik ditujukan untuk mencegah
demam karena vaksin pertusis. Dalam intervensi dan implementasi juga diberikan
KIE tentang efek samping sehingga dapat mengurangi tuntutan ibu pada petugas dan
ibu mempunyai gambaran tentang efek samping.
Pada langkah terakhir evaluasi tidak ditemukan kesenjangan antara teori dan
praktek.
DAFTAR PUSTAKA

Alfina et all (2021). Pemberian ASI Terhadap Respon Nyeri Pada Bayi Saat
Dilakukan Penyuntikan. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keris Husada Vol. 5 No. 1
Mei 2021.
Andi et all (2021).Perbandingan Pelaksanaan Imunisasi Dasar Pada Masa Pandemi
dan Non Pandemi Covid-19. UMI Medical Journal Vol.6 Issue:1 (Juni, 2021)
p-ISSN: 2548-4079/e-ISSN: 2685-7561 Penerbit: Fakultas Kedokteran
Universitas Muslim Indonesia
Bidan Dan Dosen Kebidanan Indonesia. (2018). Kebidanan Teori dan Asuhan. (E.
Yosefni & S. Yulia, Eds.) (Volume I). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Hasinuddin, M., & Fitriah. (2011). Modul Anticipatory Guidance Merubah Pola Asuh
Orang Tua Yang Otoriter Dalam Stimulasi Perkembangan Anak. Jurnal Ners,
6(1), 50–57.
Kementerian Kesehatan RI. (2015). Petunjuk Teknis Penggunaan Buku Kesehatan
Ibu Dan Anak. (Direktur Kesehatan Ibu dan Anak, Ed.), Departemen
Kesehatan RI (Pertama). Jakarta: Departemen Kesehatan JICA.
Kementerian Kesehatan RI. (2016). Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi Dan
Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak Di Tingkat Pelayanan Kesehatan
Dasar. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kepmenkes RI No 1995/Menkes/SK/XII/2010. (2011). Standar Antropometri
Penilaian Status Gizi Anak. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Gizi Dan
Kesehatan Ibu Dan Anak.
Khumaerah, & Rauf, S. (2017). Faktor Yang Mempengaruhi Kecerdasan Intelektual
Anak. Journal Of Islamic Nursing, 2(1), 21–24.
Maddeppungeng, M. (2018). Buku Panduan Kuisoner Pra Skrining Perkembangan
(KPSP). Makassar: Clinical Skill Lab Siklus Hidup CSL 5 Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Marmi, & Rahardjo, K. (2018). Asuhan Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Prasekolah
(VI). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Maryunani, A. (2016). Manajemen Kebidanan Terlengkap (Pertama). Jakarta:
CV.Trans Info Media.
Permenkes RI No 25 Tahun 2014. (2014). Upaya Kesehatan Anak. Jakarta: Menteri
Kesehatan Republik Indonesia.
Pusdatin Kemenkes RI. (2018). Situasi Balita Pendek (Stunting) Di Indonesia.
(Semester I, Ed.) (Vol. Semester I). Jakarta: Pusat Data Dan Informasi
Kementerian Kesehatan RI.
Setiawandari (2021). Efektivitas Ekstrak Bawang Merah (Allium ascalonicum L)
Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Anak dengan Demam Pasca Imunisasi DPT
Pentabio. Fakultas Sains Kesehatan, Universitas PGRI Adi Buana Surabaya.
Tiara et all.(2020). Respon Dan Pengelolaan Nyeri Pada Bayi Saat Imunisasi
Pentabio Di Wilayah Kerja Puskesmas Haurpanggung, Departemen
Keperawatan Anak, Fakultas Keperawatan, Universitas Padjadjaran,
Bandung.

Yusfar (2020). Perbandingan Antara Kompres Hangat Dan Breastfeeding Terhadap


Respon Nyeri Pada Bayi Yang Dilakukan Prosedur ImunisasiPentabio Di
Klinik Pratama. Healthy Journal, Prodi Ilmu Keperawatan, FIKES-
UNIBBA, Bandung.

Anda mungkin juga menyukai