Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN KASUS

PK FISIOLOGI HOLISTIK NIFAS DAN MENYUSUI

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU ‘LT’ UMUR 29 TAHUN


P2002 POST PARTUM HARI KE 14

Asuhan dilaksanakan di UPT Kesmas Ubud I

Oleh :
NI Putu Rima Retno Pratiwi
NIM. P07124319 009

KEMENTERIAN KESEHATAN R.I.


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR
JURUSAN KEBIDANAN PROGRAM PROFESI BIDAN
DENPASAR
2019
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS
PK FISIOLOGI HOLISTIK NIFAS DAN MENYUSUI

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU ‘LT’ UMUR 29 TAHUN


P2002 POST PARTUM HARI KE 14

Oleh :

NI PUTU RIMA RETNO PRATIWI


NIM. P07124319 009

Telah disahkan,
Ubud, 30 Oktober 2019

Mengetahui Mengetahui
Pembimbing Institusi Pembimbing Praktik

Ni Made Dwi Purnamayanti,S.Si.T.,M.Keb Ni Putu Kasihati, Amd.Keb


NIP. 198002012008122001 NIP. 197006212006042008

Mengetahui
Penanggung Jawab MK

I Komang Lindayani, SKM., M.Keb


NIP. 198007122002122001

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan rahmat-Nya lah penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus PK
Fisiologi Holistik Nifas dan Menyusui, Asuhan Kebidanan Pada Ibu ‘LT’ Umur
29 Tahun P2002 Post Partum hari Ke 14. Dalam penyusunan laporan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
kelancaran pembuatan laporan ini, yakni yang terhormat:
1. Ibu Dr. Ni Nyoman Budiani, SST.,M.Biomed selaku Ketua Jurusan
Kebidanan Poltekkes Kemenkes Denpasar.
2. Ibu I Komang Lindayani, SKM., M.Keb selaku Penanggung Jawab Mata
Kuliah (PJMK) PK Fisiologi Holistik Nifas dan Menyusui.
3. Ibu Ni Made Dwi Purnamayanti, S.Si.T, selaku dosen pembimbing PK
Fisiologi Holistik Nifas dan Menyusui.
4. Ibu Ni Putu Kasihati, Amd.Keb selaku pembimbing praktik yang telah
meluangkan waktunya untuk membimbing penulis selama melaksanakan
praktik di UPT Kesmas Ubud I.
5. Semua Pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang telah
membantu dalam penyusunan laporan kasus ini.
Dalam laporan kasus ini penulis menyadari bahwa laporan ini masih
memiliki berbagai kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari para pembaca demi perbaikan dan kesempurnaan laporan
ini.
Demikianlah kiranya para pembaca dapat memahami dan apabila terdapat
hal-hal yang kurang berkenan di hati para pembaca, pada kesempatan ini
perkenankanlah penulis memohon maaf. Semoga laporan ini bermanfaat bagi
semua pihak.
Ubud, 30 Oktober 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman Judul..................................................................................................... i
Lembar Pengesahan............................................................................................. ii
Kata Pengantar..................................................................................................... iii
Daftar Isi.............................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................... 1
B. Tujuan ..................................................................................................... 2
C. Waktu dan Tempat Pengambilan Kasus.................................................. 2
D. Manfaat Penulisan Laporan..................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Manajemen Kebidanan Pada Masa Nifas dan Menyusui. 4
B. Perubahan Anatomi Fisiologis Pada Ibu Nifas dan Menyusui................ 7
C. Manajemen Laktasi dan Menyusui.......................................................... 12
D. Pemenuhan Dasar Ibu Nifas dan Menyusui............................................. 17
E. Evidence Based Asuhan Kebidanan Masa Nifas dan Menyusui............. 22
BAB III TINJAUAN KASUS............................................................................. 35
BAB IV PEMBAHASAN .................................................................................. 40
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan................................................................................................. 43
B. Saran........................................................................................................ 43
Daftar Pustaka

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masa nifas merupakan periode kritis dalam keberlangsungan hidup ibu
dan bayi baru lahir. Sebagian besar kematian ibu dan bayi baru lahir terjadi dalam
satu bulan pertama setelah persalinan (World Health Organization, 2014).
Perawatan kesehatan selama periode ini sangat dibutuhkan oleh ibu dan bayi baru
lahir agar dapat terhindar dari risiko kesakitan dan kematian.
Menurut Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
2017, Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, persentase wanita yang memperoleh
perawatan masa nifas dalam kurun waktu 2 hari pertama setelah persalinan
meningkat dari 80% pada SDKI 2012 menjadi 87% pada SDKI 2017.
Menurunkan angka kematian ibu, pemerintah membuat program dan kebijakan
teknis yang lebih baru mengenai jadwal Kunjungan masa nifas World Health
Organization (WHO) menganjurkan agar pelayanan kesehatan masa nifas
(postnatal care) bagi ibu mulai diberikan dalam kurun waktu 24 jam setelah
melahirkan oleh tenaga kesehatan yang kompeten, misalnya dokter, bidan atau
perawat (World Health Organization, 2014).
Dalam hal ini, ibu nifas dianjurkan untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan pasca persalinan (selanjutnya disebut KF) minimal 3 kali, meliputi 6
jam sampai 3 hari setelah melahirkan (KF 1), 4 sampai 28 hari setelah melahirkan
(KF 2), dan 29 sampai 42 hari setelah melahirkan (KF 3) (Kementerian
Kesehatan, 2015). Kunjungan ini dilakukan untuk menilai keadaan ibu serta untuk
mencegah dan mendeteksi dan menangani masalah – masalah atau penyulit yang
di alami ibu nifas Dengan demikian ibu nifas perlu di berikan asuhan kebidanan
yang komprehensif (Walyani, 2015).
Berdasarkan tingginya angka kematian ibu dan, maka WHO
menetapkan salah satu usaha yang sangat penting untuk dapat mencapai
peningkatan pelayanan kebidanan yang menyeluruh dan bermutu yaitu
dilaksanakannnya praktek berdasar pada bidan dapat berpikir kritis tentang
masalah yang dapat mengancam nyawa ibu serta dapat memberikan tindakan

1
berdasarkan evidence based. Dimana bukti secara ilmiah telah dibuktikan dan
dapat digunakan sebagai dasar praktek terbaru yang lebih aman dan diharapkan
dapat mengendalikan asuhan kebidanan sehingga mampu memberikan
pelayanan yang lebih bermutu dan menyeluruh.

Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengambil kasus Asuhan


Kebidanan Nifas dan Menyusui pada Ibu ‘LT’ Umur 29 Tahun P2002 Post
Partum hari ke 14. Kasus ini diangkat dengan tujuan agar dapat memberikan
asuhan kebidanan nifas dan menyusui yang tepat dan sesuai standar dalam
pelayanan kebidanan kepada ibu nifas dan menyusui.

B. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan laporan kasus ini adalah
mengetahui Asuhan Kebidanan Pada Ibu ‘LT’ Umur 29Tahun P2002 Post Partum
hari ke 14 yang menerima asuhan kebidanan sesuai standar secara holistik.

C. Waktu dan Tempat Pengambilan Kasus


Asuhan Kebidanan Pada Ibu ‘LT’ Umur 29 Tahun P1001 Post Partum hari
ke 14 dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 23 Oktober 2019 di Ruang KIA UPT
Kesmas Ubud I.

D. Manfaat Penulisan Laporan


1. Manfaat teoritis
Penulisan laporan kasus ini dapat dipertimbangkan sebagai bahan bacaan
serta pengembangan tulisan selanjutnya yang berkaitan dengan asuhan kebidanan
fisiologi holistik nifas dan menyusui.
2. Manfaat praktis
a. Bagi institusi kesehatan dan petugas kesehatan
Hasil laporan kasus ini diharapkan dapat dijadikan gambaran dalam
meningkatkan mutu pelayanan kebidanan dan bahan masukan bidan di institusi
pelayanan kesehatan dalam memberikan asuhan kebidanan pada ibu nifas dan
menyusui secara holistik.

2
b. Bagi ibu nifas dan keluarga
Hasil laporan kasus ini diharapkan dapat menambah informasi ibu nifas
sehingga dapat mengenali dan menambah wawasan tentang masalah kesehatan
yang dialami. Selain itu penulisan laporan kasus ini juga dapat memberikan
pengalaman dan pengetahuan bagi suami dan keluarga ibu sehingga dapat ikut
terlibat dalam pelaksanaan asuhan.
c. Bagi Mahasiswa dan Institusi Pendidikan

Hasil penulisan laporan kasus ini diharapkan dapat dijadikan contoh


asuhan kebidanan pada ibu nifas dan menyusui dalam penerapan pelayanan
kebidanan sesuai dengan standar.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Manajemen Kebidanan Pada Masa Nifas dan Menyusui


1. Pengertian Masa Nifas
Menurut Mochtar (2010) dalam Wahyuni (2018) Masa nifas (puerperium)
adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat
kandungan kembali seperti prahamil. Lama masa nifas 6-8 minggu. Berdasarkan
uraian yang menjelaskan tentang pengertian masa nifas, dapat disimpulkan bahwa
masa nifas adalah dimulai setelah persalinan selesai dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil yang berlangsung selama 6
minggu (Wahyuni, 2018).
2. Tujuan Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui
Tujuan asuhan kebidanan nifas dan menyusui menurut Wahyuni (2018)
sebagai berikut:
a. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya baik fisik maupun pisikologis dimana
dalam asuhan pada masa ini peranan keluarga sangat penting, dengan
pemberian nutrisi, dukungan psikologi maka kesehatan ibu dan bayi selalu
terjaga.
b. Melaksanakan skrining yang komprehensif (menyeluruh) dimana bidan harus
melakukan manajemen asuhan kebidanan pada ibu masa nifas secara
sistematis yaitu mulai pengkajian, interpretasi data dan analisa masalah,
perencanaan, penatalaksanaan dan evaluasi. Sehingga dengan asuhan
kebidanan masa nifas dan menyusui dapat mendeteksi secara dini penyulit
maupun komplikasi yang terjadi pada ibu dan bayi.
c. Melakukan rujukan secara aman dan tepat waktu bila terjadi penyulit atau
komplikasi pada ibu dan bayinya, ke fasilitas pelayanan rujukan.
d. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan nifas dan
menyusui, kebutuhan nutrisi, perencanaan pengaturan jarak kelahiran,
menyusui, pemberian imunisasi kepada bayinya, perawatan bayi sehat serta
memberikan pelayanan keluarga berencana, sesuai dengan pilihan ibu.

4
3. Peran dan Tanggung Jawab Bidan dalam Masa Nifas
Peran dan tanggung jawab bidan dalam masa nifas, antara lain sebagai
berikut:

a. Teman terdekat, sekaligus pendamping ibu nifas dalam menghadapi saat-saat


kritis masa nifas.
b. Pendidik dalam usaha pemberian pendidikan kesehatan terhadap ibu dan
keluarga.
c. Pelaksana asuhan kepada pasien dalam hal tindakan perawatan, pemantauan,
penanganan masalah, rujukan, deteksi dini komplikasi masa nifas.
Dalam menjalankan peran dan tanggung jawabnya, bidan sangat dituntut
kemampuannya dalam menerapkan teori yang telah didapatnya kepada pasien.
Perkembangan ilmu dan pengetahuan yang paling terbaru sesuai evidence harus
selalu diikuti agar bidan dapat memberikan pelayanan yang berkualitas kepada
pasien.
4. Tahapan Masa Nifas
Tahapan masa nifas dibagi menjadi 3 tahap, yaitu :
a. Periode immediate postpartum Masa segera setelah plasenta lahir sampai
dengan 24 jam. Pada masa ini merupakan fase kritis, sering terjadi insiden
perdarahan postpartum karena atonia uteri. Oleh karena itu, bidan perlu
melakukan pemantauan secara kontinu, yang meliputi; kontraksi uterus,
pengeluaran lokia, kandung kemih, tekanan darah dan suhu.
b. Periode early postpartum (>24 jam-1 minggu) Pada fase ini bidan memastikan
involusi uteri dalam keadaan normal, tidak ada perdarahan, lokia tidak berbau
busuk, tidak demam, ibu cukup mendapatkan makanan dan cairan, serta ibu
dapat menyusui dengan baik.
c. Periode late postpartum (>1 minggu-6 minggu) Pada periode ini bidan tetap
melakukan asuhan dan pemeriksaan sehari-hari serta konseling perencanaan
KB.
d. Remote puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat
terutama bila selama hamil atau bersalin memiliki penyulit atau komplikasi.

5
5. Kebijakan Program Nasional Masa Nifas

Kunjunga Waktu Tujuan


n
1 6-8 jam setelah 1. Mencegahan perdarahan masa
persalinan nifas karena atonia uteri
2. Mendeteksi dan merawat
penyebab lain perdarahan; rujuk
jika perdarahan berlanjut
3. Meberikan konseling pada ibu
atau salah satu anggota keluarga
mengenai bagaimana cara
mencegah perdarahan masa
nifas karena atonia uteri.
4. Pemberian ASI awal
5. Melakukan hubungan antara ibu
dengan bayi yang baru lahir.
6. Menjaga bayi tetap sehat dengan
cara mencegah hypothermi.
7. Jika petugas kesehatan
menolong persalinan, ia harus
tinggal dengan ibu dan bayi baru
lahir selama 2 jam pertama
setelah kelahiran atau sampai
ibu dan bayinya dalam keadaan
stabil.
2 6 hari setelah persalinan 1. Memastikan involusi uterus
berjalan normal: uterus
berkontraksi, fundus dibawah
umbilicus, tidak ada perdarahan
abnormal, tidak ada bau.
2. Menilai adanya tanda-tanda
demam, infeksi, dan perdarahan

6
abnormal.
3. Memastikan ibu cukup
makanan, cairan, dan istirahat.
4. Memastikan ibu menyusui
dengan baik dan tidak
memperlihatkan tanda-tanda
penyulit.
5. Memberikan konseling pada ibu
mengenai asuhan pada bayi, tali
pusat, menjaga bayi tetap
hangat, dan merawat bayi
sehari-hari.
3 2 minggu setelah Sama seperti diatas
persalinan
4 6 minggu setelah 1. Menanyakan pada ibu tentang
persalinan kesulitan-kesulitan yang ia atau
bayinya alami
2. Memberikan konseling KB
secara dini

B. Perubahan Anatomi Fisiologis Pada Ibu Nifas Dan Menyusui


1. Perubahan Sistem Repoduksi (Uterus, Vagina dan Perineum)
a. Perubahan Pada Uterus
1) Pengerutan Rahim (involusi)
Involusi merupakan suatu proses kembalinya uterus pada kondisi sebelum
hamil. Dengan involusi uterus ini, lapisan luar dari desidua yang
mengelilingi situs plasenta akan menjadi neurotic (layu/ mati). Perubahan
ini dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan palpasi untuk meraba
TFU (tinggi fundus uteri).
a) Pada saat bayi lahir, fundus uteri setinggi pusat dengan berat 1000
gram
b) Pada akhir kala III, TFU teraba 2 jari dibawah pusat.

7
c) Pada 1 minggu post partum, TFU teraba pertengahan pusat simfisis
dengan berat 500 gram
d) Pada 2 minggu post partum, TFU teraba diatas simfisis dengan berat
350 gram.
e) Pada 6 minggu post partum, fundus uteri mengecil (tak teraba) dengan
berat 50 gram
2) Lokhea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas. Lokhea
mengandung darah dan sisa jaringan desidua yang nekrotik dari dalam
uterus. Lokhea dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan warna dan waktu
keluarnya:
a) Lokhea rubra/merah
Lokhea ini keluar pada hari pertama sampai hari ke-4 masa post
partum.
b) Lokhea sanguinolenta
Lokhea ini berwarna merah kecoklatan dan berlendir, serta
berlangsung dari hari ke-4 sampai hari ke-7 postpartum.
c) Lokhea serosa
Lokhea ini berwarna kuning kecoklatan karena mengandung serum,
leukosit,dan robekan atau laserasi plasenta. Keluar pada hari ke-7
sampai hari ke-14
d) Lokhea alba/putih
Lokhea ini mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel, selaput lender
serviks, dan serabut jaringan yang mati. Lokhea alba ini dapat
berlangsung selam 2-6 minggu post partum.
b. Perubahan Pada Serviks
Perubahan yang terjadi pada serviks ialah bentuk serviks agak menganga
seperti corong, segera setelah bayi lahir. Bentuk ini disebabkan oleh corpus uteri
yang dapat mengadakan kontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi sehingga
seolah-olah pada perbatasan antara korpus dan serviks berbentuk semacam cincin.
Serviks berwarna merah kehitam-hitaman karena penuh dengan pembuluh darah.
Konsistensinya lunak, kadang-kadang terdapat laserasi atau perlukaan kecil.

8
Karena robekan kecil yang terjadi selama berdilatasi maka serviks tidak akan
pernah kembali lagi ke keadaan seperti sebelum hamil.
c. Vulva dan vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan, serta peregangan yang sangat
besar selama proses melahirkan bayi. Dalam beberapa hari pertama sesudah
proses tersebut kedua organ ini tetap dalm keadaan kendur. Setelah 3 minggu,
vulva dan vagina kembali kepada keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina
secara berangsur-angsur akan muncul kembali, sementara labia menjadi lebih
menonjol.
d. Perineum
Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena sebelumnya
teregang oleh tekanan kepala bayi yang bergerak maju. Pada post natal hari ke-5,
perineum sudah mendapatkan kembali sebagian tonusnya, sekalipun tetap lebih
kendur daripada keadaan sebelum hamil.
2. Perubahan Sistem Pernafasan
Frekuensi pernafasan normal pada orang dewasa adalah 16-24 kali per
menit. Pada ibu post partum umumnya pernafasan lambat atau normal. Hal ini
dikarenakan ibu dalam keadaan pemulihan atau dalam kondisi istirahat.
Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu dan denyut nadi.
Bila suhu nadi tidak normal, pernafasan juga akan mengikutinya, kecuali apabila
ada gangguan khusus pada saluran nafas. Bila pernafasan pada masa post
partum menjadi lebih cepat, kemungkinan ada tanda-tanda syok.
3. Perubahan Sistem Pencernaan
Biasanya, ibu akan mengalami konstipasi setelah persalinan. Hal ini
disebabkan karena pada waktu persalinan, alat pencernaan mngalami tekanan
yang menyebabkan kolon menjadi kosong, pengeluaran cairan berlebih pada
waktu persalinan, kurangnya asupan cairan dan makanan, serta kurangnya
aktivitas tubuh. Supaya buang air besar kembali normal, dapat diatasi dengan diet
tinggi serat, peningkatan asupan cairan, dan ambulasi awal.
Selain konstipasi, ibu juga mengalami anoreksia akibat penurunan dan
sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi, serta
penurunan kebutuhan kalori yang menyebabkan kurang nafsu makan.

9
4. Perubahan Sistem Perkemihan
Setelah proses persalinan berlangsung, biasanya ibu akan sulit untuk
buang air kecil dalam 24 jam pertama. Kemungkinan penyebab dari keadaan ini
adalah terdapat spasme sfinkter dan edema leher kandung kemih sesudah bagian
ini mengalami kompresi (tekanan) antara kepala janin dan tulang pubis selama
persalinan berlangsung.
Dinding kandung kemih meperlihatkan odem dan hyperemia, Kadang-
kadang odeme trigonum yang menimbulkan alostaksi dari uretra sehingga menjadi
retensio urine. Kandung kemih dalam masa nifas menjadi kurang sensitive dan
kapasitas bertambah sehingga setiap kali kencing masih tertinggal urine residual
(normal kurang lebih 15 cc). Dalam hal ini, sisa urine dan trauma pada kandung
kemih sewaktu persalinan dapat menyebabkan infeksi.
5. Perubahan Dalam Sistem Muskuloskeletal
Otot-otot uterus berkontraksi segera setelah partus. Pembuluh-pembuluh
darah yang berada di antara anyaman otot-otot uterus akan terjepit. Proses ini akan
menghentikan perdarahan setelah plasenta dilahirkan.
Ligamen-ligamen, diafragma pelvis, serta fasia yang meregang pada waktu
persalinan, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali sehingga tak
jarang uterus jatuh ke belakang dan menjadi retrofleksi karena ligamentum
rotundum menjadi kendor. Stabilisasi secara sempurna terjadi pada 6-8 minggu
setelah persalinan.
6. Perubahan Sistem Endokrin
a. Hormon Plasenta
Hormone plasenta menurun dengan cepat sesetelah persalinan. HCG (Human
Chorionic Gonadotropin) menurun dengan cepat dan menetap sampai 10%
dalam 3 jam hingga hari ke 7 postpartum dan sebagai onset pemenuhan
mamae pada hari ke 3 postpartum.
b. Hormon Pituitari
Prolaktin darah akan meningkat dengan cepat. Pada wanita yang tidak
menyusui, prolaktin menurun dalam waktu 2 minggu. FSH dan LH akan
meningkat pada fase konsentrasi folikuler (minggu ke-3) dan LH tetap rendah
hingga ovulasi terjadi.

10
c. Hipotalamik Pituitari Ovarium
Lamanya seorang wanita mendapat menstruasi juga dipengaruhi oleh faktor
menyusui. Seringkali menstruasi pertama ini bersifat anovulasi karena
rendahnya kadar estrogen dan progesteron.
d. Kadar Estrogen
Setelah persalinan, terjadi penurunan kadar estrogen yang bermakna sehingga
aktivitas prolaktin yang juga sedang meningkat mempengaruhi kelenjar
mamae dalam menghasilkan ASI.
7. Perubahan Sistem Kardiovaskuler
Selama kehamilan, volume darah normal digunakan untuk menampung
aliran darah yang meningkat, yang diperlukan oleh plasenta dan pembuluh darah
uteri. Penarikan kembali estrogen menyebabkan dieresis yang terjadi secara cepat
sehingga mengurangi volume plasma kembali pada proporsi normal. Aliran ini
terjadi dalam 2-4 jam pertama setelah kelahiran bayi. Selama masa ini, ibu
mengeluarkan banyak sekali jumlah urine. Hilangnya pengesteran membantu
mengurangi retensi cairan yang melekat dengan meningkatnya vaskuler pada
jaringan tersebut selama kehanilan bersama-sama dengan trauma masa persalinan.
Pada persalinan vagina kehilangan darah 200-500 ml, sedangkan pada persalinan
SC, pengeluaran dua kali lipatnya. Perubahan terdiri dari volume darah dan kadar
Hmt ( hematokrit).
8. Perubahan Sistem Hematologi
Selama minggu-minggu terakhir kehamilan, kadar fibrinogen dan plasma,
serta faktor-faktor pembekuan darah makin meningkat. Pada hari postpartum,
kadar fibrinogen dan plasma akan sedikit menurun, tetapi darah akan mengental
sehingga meningkatkan faktor pembekuan darah putih dapat mencapai 15.000
selama proses persalinan akan tetap tinggi dalam beberapa hari postpartum.
Jumlah sel darah tersebut masih dapat naik lagi sampai 25.000-30.000 tanpa
adanya kondisi patologis jika wanitra tersebut mengalami persalinan yang lama.
Jumlah Hb, Hmt, dan erytrosit sangat bervariasi pada saat awal-awal masa
postpartum sebagai akibat dari volume darah, plasenta, dan tingkat volume darah
yang berubah-ubah. Semua tingakatan ini akan dipengaruhi oleh status gizi dan
hidrasi wanita tersebut. Selama kelahiran dan postpartum, terjadi kehilangan darah

11
sekitar 200-500 ml. Penurunan volume dan peningkatan sel darah pada kehamilan
diasosiasikan dengan peningkatan Hmt dan Hb pada hari ke-3 sampai hari ke-7
postpartum, yang akan kembali normal dalam 4-5 minggu postpartum.

C. Manajemen Laktasi dan Menyusui


1. Produksi Air susu ibu
Terjadi peningkatan suplai darah yang beredar lewat payudara dan dapat
ekstraksi bahan penting untuk pembentukan air susu. Globulin, lemak dan
molekul-molekul protein dari dasar sel-sel sekretoris akan membengkakkan acini
dan mendorongnya menuju ke tubuli lactifer.
Peningkatan kadar prolaktin akan menghambat ovulasi dan dengan
demikian juga mempunyai fungsi kontrasepsi, tetapi ibu perlu memberikan air
susu 2 sampai 3 kali tiap jam agar pengaruhnya benar-benar efektif.
2. Pengeluaran Air Susu
Apabila bayi disusui, maka gerakan menghisap yang berirama akan
menghasilkan rangsangan saraf yang terdapat di dalam grandula pituitaria
posterior. Akibat langsung reflek ini adalah dikeluarkanyya oksitosin dari
pituitaria posterior: hal ini akan menyebabkan sel-sel mioepitel (sel keranjang atau
sel laba-laba) disekitar alveoli akan berkontraksi dan mendorong air susu masuk
ke dalam pembuluh lactifer, dan dengan demikian lebih banyak air susu yang
mengalir ke dalam ampullae. Reflek ini dapat dihambat oleh adanya rasa sakit,
misalnya jahitan perineum.
3. Dukungan Bidan dalam Pemberian ASI
Bidan mempunyai peranan yang sangat istimewa dalam
menunjang pemberian ASI. Peran bidan dapat membantu ibu untuk memberikan
ASI dengan baik dan mencegah masalah-masalah umum terjadi.
Peranan awal bidan dalam mendukung pemberian ASI adalah :
a. Meyakinkan bahwa bayi memperoleh makanan yang cukup dari payudara
ibunya.
b. Membantu ibu sedemikian rupa sehingga ia mampu menyusui bayinya
sendiri.

12
Bidan dapat memberikan dukungan dalam pemberian ASI, dengan :
a. Membiarkan bayi bersama ibunya segera sesudah lahir selama beberapa jam
pertama.
b. Mengajarkan cara merawat payudara yang sehat pada ibu untuk mencegah
masalah umum yang timbul.
c. Membantu ibu pada waktu pertama kali memberi ASI.
d. Menempatkan bayi didekat ibu pada kamar yang sama (rawat gabung).
e. Memberikan ASI pada bayi sesering mungkin.
f. Memberikan kolustrum dan ASI saja.
g. Menghindari susu botol dan “dot empeng”.
4. Manfaat Pemberian ASI
a. Manfaat ASI Bagi Bayi
1) ASI sebagai Nutrisi.
2) Makanan terlengkap untuk bayi terdiri dari proporsi yang seimbangdan
cukup mengandung zat gizi yang diperlukan untuk 6 bulan pertama
3) Mengandung antibody (terutama kolostrum) yang melindungi terhadap
penyakit terutama diare dan gangguan pernapasan.
4) Menunjang perkembangan motorik sehinggga bayi yang diberikan ASI
Ekslusif akan lebih cepat bisa berjalan.
5) Meningkatkan jalinan kasih sayang
6) Selalu siap sedia dan dalam suhu yang sesuai
7) Mudah dicerna dan zat gizi mudah diserap
8) Melindungi terhadap alergi
b. Bagi Ibu
1) Mengurangi pendarahan setelah melahirkan
2) Menjarangkan kehamilan
3) Menempelkan segera bayi pada payudara membantu pengeluaran plasenta
karena hisapan bayi merangsang kontraksi rahim dan menurunkan risiko
perdarahan pasca persalinan
4) Memberikan ASI segera (dalam waktu 60 menit) membantu meningkatkan
produksi ASI dan proses Laktasi.

13
5) Hisapan putting yang segera dan sering membantu mencegah payudara
membengkak
6) Pemberian ASI membantu mengurangi beban kerja ibu karena ASI
tersedia kapan dan dimana saja ASI selalu bersih, sehat, dan dalam suhu
yang sesuai
7) Pemberian ASI ekonomis atau murah
8) Menurunkan risiko kanker payudara
5. Upaya Memperbanyak ASI
Berikut ini adalah cara memperbanyak ASI yang dapat dilakukan ibu
untuk menunjang tumbuh kembang anak anda :
a. Berikan ASI sesering mungkin, meskipun ASI tidak begitu banyak akan
tetapi dengan cara merangsang produksi ASI maka akan meningkat.
b. Memberikan kesempatan bayi untuk mengkonsumsi ASI dalam waktu
lama. Tujuan dari cara ini adalah untuk mengosongkan ASI yang telah
diproduksi sehingga merespon produksi ASI selanjutnya.
c. Berikan ASI bergantian sehingga bayi tidak bosan dengan bagian kiri atau
kanan saja. Bayi akan menyesuaikan dengan cara menghisap.
d. Pijatan yang benar dan tepat akan membantu dalam memperbanyak ASI.
e. Memompa ASI setelah selesai menyusui untuk menstimulasi produksi
ASI.
f. Buat suasana yang tenang dan relaks sehingga membuat bayi lebih lama
menyusui.
g. Mengkonsumsi air putih.
h. Hindari merokok karena akan menghambat ASI dan memberikan
pengaruh negatif dari bahan kimia yang berbahaya pada bayi.
i. Rileks saat menyusui merupakan salah satu cara untuk memperbanyak
ASI.
6. Tanda Bayi Cukup ASI
a. Bayi kencing setidaknya 6 kali dalam sehari dan warnanya jernih sampai
kuning muda.
b. Bayi buang air besar 1-2 kali dalam sehari dan berwarna kekuningan
c. Bayi tampak puas, sewaktu-waktu merasa lapar, bangun, dan tidur cukup.

14
Bayi setidaknya menyusui 10-12 kali dalam 24 jam
d. Payudara ibu terasa lembut dan kosong setiap kali selesai menyusui.
e. Ibu dapat merasakan geli karena aliran ASI, setiap kali bayi menyusu
f. Bayi bertambah berat badan
7. ASI Ekslusif
ASI esklusif adalah pemberian ASI saja sejak bayi dilahirkan sampai
sekitar usia 4-6 bulan. Selama itu bayi tidak diharapkan mendapatkan tambahan
cairan lain seperti susu formula, air jeruk, ait teh, madu, air putih. Pada pemberian
ASI esklusif bayi juga tidak diberikan makanan tambahan seperti pisang, biskuit,
bubur susu, bubur nasi, tim dan sebagainya. ASI esklusif diharapkan dapat
diberikan sekurang-kurangnya selama empat bulan dan kalau memungkinkan
sampai enam bulan. Pemberian ASI secara benar akan dapat mencukupi
kebutuhan bayi sampai usia enam bulan tanpa makanan pendamping. Di atas usia
enam bulan bayi memerlukan makanan tambahan tetapi pemberian ASI dapat
dilanjutkan sampai ia berumur dua tahun.
8. Cara Merawat Payudara
Bagi ibu yang menyusui bayinya perawatan putting susu merupakan suatu
hal yang sangat penting. Payudara harus dibersihkan denga teliti setiap hari
selama mandi dan sekali lagi ketika hendak menyusui. Hal ini akan mengangkat
kolostrum yang kering atau sisa  susu untuk mencegah akumulasi dan masuknya
bakteri baik ke putting maupun ke mulut bayi. Salep atau krim khusus dapat
digunakan untuk mencegah pecah-pecah pada putting.
9. Cara Menyusui yang Benar
Posisi Badan Ibu dan Badan Bayi (Mufdlilah, 2017)
a. Cuci tangan dengan sabun menggunakan air bersih yang mengalir.
b. Keluarkan sedikit ASI dan oleskan pada putting dan areola sekitarnya.
c. Letakkan bayi menghadap perut ibu atau payudara, mulailah menyusui dari
payudara yang terakhir belum dikosongkan.
d. Jika payudara besar, pegang payudara dengan ibu jari dan jari lainnya
menopang bagian payudara.
e. Rangsang bayi menggunakan jari yang didekatkan ke sisi mulut bayi (bisa
menggunakan kelingking).

15
f. Dekatkan dengan cepat kepala bayi ke payudara ibu, kemudian masukkan
putting dan areola ke mulut bayi.
g. Setelah payudara yang dihisap terasa kosong, lepaskan isapan bayi dengan
menekan dagu ke bawah atau jari kelingking ibu ditempelkan ke mulut bayi.
Susui berikutnya mulai dari payudara yang belum terkosongkan.
h. Keluarkan sedikit ASI dan oleskan pada putting dan areola sekitarnya,
kemudian biarkan kering dengan sendirinya (jangan dilap).
i. Sendawakan bayi
j. Selalu minum air putih minimal 1 gelas setelah menyusui.
10. Masalah dalam Pemberian ASI
a. Putting susu nyeri atau lecet
Penyebabnya adalah kesalahan dalam teknik menyusui.
Penatalaksaannya :
1) Bayi disusukan terlebih dahulu pada putting yang tidak lecet atau yang
lecet lebih sedikit
2) Setelah menyusui, bekas ASI pada putting tidak perlu dibersihkan,
diangin-anginkan saja agar kering dengan sendirinya karena bekas ASI
berfungsi sebagai pelembut putting dan sekaligus anti infeksi
b. Payudara Bengkak
Penyebabnya adalah sisa ASI yang terkumpul banyak pada saluran ASI.
Penatalaksanaannya :
1) Massase payudara
2) ASI diperas sebelum menyusui
3) Kompres dengan air hangat
4) Menyusui lebih sering dan lebih lama
c. Mastitis
Penyebabnya adalah :
1) Sisa ASI yang menyumbat saluran ASI
2) Putting lecet sehingga mudah masuk kuman
3) BH yang terlalu ketat
4) Kurang gizi dan istirahat, anemia
Penatalaksanaan :

16
1) Tetap menyusui
2) Kompres dengan air hangat pada payudara
3) Pakailah baju dan BH yang longgar
4) Istirahat cukup dan makan bergizi
d. Abses payudara
Abses payudara merupakan kelanjutan dari mastitis, hal ini dikarenakan
meluasnya peradangan payudara. Payudara tampak merah sehingga perlu
insisi untuk mengeluarkannya.
e. Kelainan anatokis pada puting susu (putting tenggelam/datar)
Pada putting susu yang mengalami kelainan dapat diatasi dengan perawatan
payudara dan perasat Hoffman secara teratur. Jika hanya salah satu putting
yang tenggelam maka masih dapat menyusui di putting yang lainnya. Jika
putting masih tidak bisa diatasi maka untuk mengeluarkan ASI dapat
dilakukan dengan tangan/pompa kemudian dapat diberikan dengan sendok
atau pipet.

D. Pemenuhan Dasar Ibu Nifas dan Menyusui


1. Nutrisi dan Cairan
Mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari; makan dengan diet
berimbang untuk mendapatkan protein, mineral dan vitamin yang cukup; minum
sedikitnya 3 liter air setiap hari (anjurkan ibu untuk minum satiap kali menyusui);
pil zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi setidaknya selama 40 hari
pasca bersalin; minum kapsul vitamin A (200.000 unit) agar bisa memberikan
vitamin A kepada bayinya melalui ASI nya (Rukiyah, 2010).
2. Ambulasi
Ambulasi dini adalah kebijaksanaan untuk selekas mungkin membimbing
pasien keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya untuk berjalan. Ambulasi
dini mempunyai peranan penting dalam setelah masa melahirkan.
Ambulasi sedini mungkin sangat dianjurkan, kecuali ada kontraindikasi.
Ambulasi ini akan meningkatkan sirkulasi dan mencegah risiko tromboflebitis,
meningkatkan fungsi kerja peristaltik dan kandung kemih, sehingga mencegah
distensi abdominal dan konstipasi.

17
Ambulansi sangat bervariasi, tergantung pada komplikasi persalinan, nifas,
atau sembuhnya luka (jika ada luka). Jika tidak ada kelainan, lakukan ambulansi
sedini mungkin, yaitu dua jam setelah persalinan normal.Ini berguna untuk
memperlancar sirkulasi darah dan mengeluarkan cairan vagina (lochea).
3. Eliminasi
a. Buang air kecil (BAK)
1) Dalam 6 jam ibu sudah harus bisa BAK spontan, kebanyakan ibu dapat
berkemih spontan dalam waktu 8 jam.
2) Urin dalam jumlah yang banyak akan diproduksi dalam waktu 12-36
jam setelah melahirkan.
3) Ureter yang berdilatasi akan kembali dalam waktu 6 minggu.
b. Buang air besar (BAB)
1) BAB biasanya tertunda selama 2-3 hari, karena trauma persalinan, diet
cairan, obat-obatan analgetik, dan perineum yang sangat sakit.
2) Bila lebih dari 3 hari belum BAB bisa diberikan obat laksantia.
3) Ambulasi secara dini dan teratur akan membantu dalam regulasi BAB.
4) Asupan cairan yang adekuat dan diet tinggi serat sangat dianjurkan.
4. Kebersihan diri dan perineum
Kebersihan diri ibu membantu mengurangi sumber infeksi dan
meningkatkan perasaan nyaman pada ibu. Anjurkan ibu untuk menjaga kebersihan
diri dengan cara mandi yang teratur minimal 2 kali sehari, mengganti pakaian dan
alas tempat tidur serta lingkungan dimana ibu tinggal.
Sarankan ibu untuk mengganti pembalut atau kain pembalut setidaknya
dua kali sehari. Kain dapat digunakan ulang. Jika telah dicuci dengan baik, dan
dikeringkan dibawah sinar matahari atau disetrika. Sarankan ibu untuk mencuci
tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah membersihkan daerah
kelaminnya. jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi, sarankan ibu untuk
menghindari menyentuh daerah luka. (Rukiyah,2010)
5. Istirahat
Ibu selama masa nifas perlu beristirahat cukup untuk mencegah kelelahan
yang berlebihan. Sarankan ibu untuk kembali ke kegiatan-kegiatan rumah tangga
biasa perlahan-lahan, serta tidur siang atau beristirahat selagi bayi tidur. Ibu nifas

18
memerlukan istirahat yang cukup, istirahat tidur yang dibutuhkan ibu nifas sekitar
8 jam pada malam hari dan 1 jam pada siang hari.
Posisi ibu waktu beristirahat sesudah melahirkan harus tidur terlentang,
hanya dengan satu bantal yang tipis. Tetapi ada juga pendapat lain mengatakan
bahwa ibu bebas memilih posisi tetapi untuk memudahkan pengawasan
sebenarnya tidur terlentang lebih baik karena dengan tidur terlentang mudah
mengawasi keadaan kontraksi uterus dan mengawasi pendarahan. Biasanya
setelah melahirkan ibu akan merasa lelah dan dapat tidur sehingga merasa nyaman
berada di tempat tidur.
6. Seksual
Secara fisik, aman untuk melakukan hubungan seksual begitu darah merah
berhenti dan ibu dapat memasukkan satu atau dua jari ke dalam vagina tanpa rasa
nyeri. Banyak budaya dan agama yang melarang untuk melakukan hubungan
seksual sampai waktu tertentu, misalnya setelah 40 hari atau 6 minggu setelah
kelahiran. Keputusan bergantung pada pasangan yang bersangkutan.
7. Latihan Senam Nifas
Senam nifas adalah senam yang dilakukan ibu nifas secara mandiri yaitu
berupa latihan kegel panggul untuk memperkuat tonus otot yang hilang karena
jaringan panggul meregang selam ibu hamil dan melahirkan (Bobak, 2005).
Senam nifas adalah senam kesegaran jasmani setelah persalinan yang bertujuan
untuk mengecilkan dan megencangkan otot perut, serta mengembalikan ukuran
liang senggama.
8. Pengurangan Ketidaknyamanan Ibu
a. Terapi Massage
Effleurage adalah bentuk masasse dengan menggunakan telapak tangan
yang memberi tekanan lembut ke atas permukaan tubuh dengan arah sirkular
secara berulang (Reeder, 2011). Teknik ini bertujuan untuk meningkatkan
sirkulasi darah, memberi tekanan, dan menghangatkan otot abdomen serta
meningkatkan relaksasi fisik dan mental. Langkah-langkah melakukan teknik ini
adalah kedua telapak tangan melakukan usapan ringan, tegas dan konstan dengan
pola gerakan melingkari abdomen, dimulai dari abdomen bagian bawah di atas
simphisis oubis, arahkan ke samping perut, terus ke fundus uteri kemudian turun

19
ke umbilikus dan kembali ke perut bagian bawah di atas simphisis pubis, bentuk
pola gerakan seperti kupu-kupu. Ulangi gerakan di atas selama 3-5 menit dan
berikan lotion atau minyak/baby oil tambahan jika dibutuhkan.
b. Aromatherapy
Aromatherapy dibuat dengan menggunakan minyak esensial yang terbuat
dari tanaman. Minyak esensial merupakan bahan penting dari aromaterapi yang
diolah menggunakan penyulingan air atau uap. Pemakaian aromaterapi bisa
digunakan untuk pijat, digunakan sebagai kompres, diletakkan di kamar mandi,
digunakan sebagi lotion dan inhalasi (dihirup). Aromaterapi sangat berguna dalam
penanganan intensitas stress.
c. Terapi Musik
Salah satu upaya penanganan nyeri dengan non farmakologi adalah dengan
teknik distraksi. Teknik distrasi antara lain dengan memberikan terapi musik.
Teknik distraksi sangat efektif digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri, hal ini
disebabkan karena distraksi merupakan suatu metode dalam upaya menurunkan
nyeri.
Musik mampu meringankan penderitaan dari rasa sakit karena saraf untuk
mendengarkan musik sama dengan saraf perasa, sehingga pada saat ibu
mengalami rasa sakitnya bisa dialihkan dengan cara mendengarkan musik dan
meringankan rasa sakit.

F. Evidence Based Asuhan Kebidanan Masa Nifas dan Menyusui

1. Pengertian Evidence Based 
Pengertian evidence based jika ditinjau dari pemenggalan kata ( inggris )
maka evidence based dapat diartikan sebagai berikut evidence adalah bukti atau
fakta dan based adalah dasar. Jadi evidence based adalah praktik berdasarkan
bukti. Evidence based midwifery (pranctice) didirikan oleh RCM dalam rangka
untuk membantu mengembangkan kuat profesional dan ilmiah dasar untuk
pertumbuhan tubuh bidan berorientasi akademis. EBM secara resmi diluncurkan
sebagai sebuah jurnal mandiri untuk penelitian murni bukti pada konferensi
tahunan di RSCM Harrogate, inggris 2003 (hemmings et al, 2003). Itu dirancang
untuk membantu bidan dalam mendorong maju yang terikat pengetahuan

20
kebidanan dengan tujuan utama meningkatkan perawatan untuk ibu dan bayi. Jadi
pengertian evidence based midwifery dapat disimpulkan sebagai asuhan
kebidanan berdasarkan bukti penelitian yang telah teruji menurut metodologi
ilmiah yang sistematis.
2. Menggunakan Bukti Terbaik (Evidence Based)
Dalam melaksanakan asuhan kebidanan nifas, kita harus berdasarkan bukti
yang terbaik (evidence based practice), pelaksanaan praktik asuhan kebidanan
bukan sekedar berdasarkan kebiasaan rutinitas praktik atau pengalaman klinis
saja, namun berdasarkan bukti yang terbaik. Adapun yang dimaksud bukti yang
terbaik (evidence based) adalah hasil-hasil riset yang terbukti terpilih dan
direkomendasikan untuk memperbaiki kualitas asuhan kebidanan. Semakin
banyak bukti penelitian yang tersedia untuk menginformasikan asuhan postnatal
atau nifas yang kita berikan, kita memiliki tugas untuk menerapkan pengetahuan
maupun kompetensi asuhan ini. Seperti yang dinyatakan dalam Kode NMC:
“Anda sebagai bidan harus memberikan asuhan berdasarkan bukti terbaik yang
ada atau praktik yang terbaik”. Bukti dalam praktik kebidanan meliputi banyak
aspek (Wickham, 2004) dan keputusan yang diambil oleh bidan tentang
praktiknya akan dipengaruhi oleh serangkaian faktor. Namun asuhan kebidanan
harus didasarkan pada bukti “terbaik” sebanyak mungkin, apa pun itu.
3. Asuhan Masa Nifas Berdasarkan Evidence Based 
a. Nutrisi ibu menyusui
Nutrisi pada masa nifas harus bermutu, bergizi dan cukup kalori.
Sebaiknya makan yang mengandung sumber tenaga (energi), sumber pembangun
(protein), sumber pengatur dan pelindung (mineral, vitamin dan air). Makanan
yang dikonsumsi berguna untuk melakukan aktifitas, metabolisme, cadangan
dalam tubuh, proses memproduksi Air Susu Ibu (ASI) serta sebagai ASI itu
sendiri yang akan dikonsumsi bayi untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi
(Waryana, 2010).
Nutrisi atau gizi adalah zat yang diperukan oleh tubuh untuk keperluan
metabolismenya. Kebutuhan gizi pada masa nifas terutama bila menyusui akan
meningkat 25% karena beruna untuk proses kesembuhan karena sehabis
melahirkan dan untuk memproduksi air susu yang cukup untuk menyehatkan bayi.

21
Semua itu kan meningkat tia kali dan kebutuhan biasa makanan yang dikonsumsi
berguna untuk melakukan aktivitas, metabolism, cadanan dalam tubuh, proses
memproduksi ASI serta sebagai ASI itu sendiri yang akan dikonsumsi bayi untuk
pertumbuhan dan perkembangan. (Wulandari dkk, 2011)
Mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari. Makanan dengan diet
berimbang untuk mendapatkan protein, mineral dan vitamin yang cukup. Minum
sedikitnya 3 liter air setiap hari (anjurkan ibu untuk minum setiap kali menyusui).
Pil zat besi harus diminum untuk meenambahkan zat gizi setidaknya selama 40
hari pasca bersalin. Minum ka kapsul vitamin A (200.000 unit) agar bisa
memberikan vitamin A kepada bayinya melalui ASInya. (Oktaviani, 2016).
b. Nutrisi yang perlu diperhatikan oleh ibu nifas:
1) Energi Kebutuhan energi ibu terdiri dari 60-70 % karbohidrat, 10-20 %
protein, dan 20-30 % lemak. Kebutuhan energi ibu setelah melahirkan
biasanya meningkat, bila ibu biasa makan tiga kali sehari bisa menjadi empat
kali atau tetap tiga kali dengan porsi yang ditambah.
2) Protein Setelah melahirkan hingga masa menyusui, ibu membutuhkan
tambahan protein. Meningkatnya kebutuhan protein ini, selain untuk
membentuk protein susu juga dibutuhkan dalam pembentukan hormon
prolaktin (untuk memproduksi ASI) dan hormon oksitosin (untuk
mengeluarkan ASI). Pemenuhan kebutuhan protein yang meningkat dapat
dipenuhi dengan cara menambah satu potong makanan sumber protein yang
biasa dikonsumsi. Sumber protein ini dapat diperoleh dari ikan, daging ayam,
daging sapi, telur, susu, kacang-kacangan, tahu, dan tempe. Jika kebutuhan
protein tidak terpenuhi dari makanan maka protein diambil dari protein ibu
yang berada di otot. Hal ini mengakibatkan ibu menjadi kurus dan setelah
menyusui akan lapar.
3) Lemak Lemak tak jenuh ganda (PUFA) diperlukan dalam pembentukan
ASI.Asam lemak tak jenuh ganda diperlukan dalam perkembangan otak dan
pembentukan retina.Asam lemak tak jenuh ganda dapat diperoleh dari minyak
jagung, minyak biji kapas serta ikan salmon.
4) Vitamin dan Mineral Kebutuhan vitamin dan mineral ibu menyusui diperlukan
dalam jumlah yang sedikit.Vitamin yang perlu mendapatkan perhatian khusus

22
diantaranya adalah Vitamin A, B, C, dan D. Mineral yang kebutuhannya perlu
diperhatikan adalah zat besi dan kalsium.Zat besi pada ASI diserap lebih baik
dibandingkan zat besi yang berasal dari susu formula. Ibu menyusui
diharapkan mengonsumsi makanan sumber zat besi seperti hati, telur, dan
sayuran hijau tua. Kekurangan kalsium pada ibu menyusui dapat
mengakibatkan kehilangan kalsium pada tulang ibu, sekresi kalsium pada ASI
rendah, dan gangguan pembentukan tulang pada bayi (Ramadhani,2016)
b. Mobilisasi
Ibu postpartum harus segera dimobilisasi dini karena mobilisasi dini
akan membantu aliran darah yang baik yang pada akhirnya juga berdampak pada
pengembalian rahim ke bentuk semula (involusi), pengeluaran lokia, proses
penyembuhan luka jahitan serta eliminasi pertama pada ibu postpartum. Tetapi
juga dapat mengurangi timbulnya komplikasi kandung kemih, sembelit, trombosis
vena nifas, emboli paru, fungsi usus dan kandung kemih yang lebih baik.
Mobilisasi dini dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain: keadaan umum ibu,
persepsi, motivasi, kelelahan, ketakutan, dan jenis persalinan lainnya.
Mobilisasi dini ibu nifas memberikan banyak manfaat salah satunya
mencegah komplikasi kandung kemih, salah satu hal yang dapat memicu
mobilisasi ibu nifas terlalu dini adalah motivasi bidan dan keluarga untuk ikut
membantu melakukan. Hal ini terbukti dari hasil penelitian di rumah sakit yang
menunjukkan bahwa 67,44% ibu nifas yang melakukan mobilisasi dini. Tetapi ada
juga ibu nifas yang memahami manfaat mobilisasi dini tetapi tidak melakukannya
karena rasa takut yang menakutkan pada jahitan perineum dan kelelahan akibat
persalinan.
Biasanya pada 2 jam pascapersalinan, ibu sudah bisa bangun dari tempat
tidur dan melakukan aktivitas seperti biasa. Mobilisasi dilakukan secara bertahap
mulai dari miring ke rigt atau ke kiri, duduk dan berjalan. Berdasarkan standar
perawatan nifas oleh WHO bahwa dalam waktu 2 jam setelah melahirkan, bidan
harus memberikan pendidikan pada ibu untuk mulai memobilisasi secara
bertahap. Kebijakan pemerintah telah dibuat, jika ada ibu nifas yang tidak
melakukan mobilisasi dini, peran bidan dalam memberikan penjelasan harus
ditingkatkan, untuk mengurangi risiko orang lain, karena tidak memobilisasi.

23
Dalam 6 jam pertama post partum, pasien harus dapat buang air kecil.
Semakin lama urin yang tertahan di kandung kemih dapat menyebabkan kesulitan
pada organ kemih, misalnya infeksi. Mengosongkan kandung kemih
meminimalkan risiko masalah seperti perdarahan atau infeksi perubahan tempat
uterus . Hal-hal yang dapat mempengaruhi pengeluaran eliminasi urin adalah
posisi, nyeri luka perineum, persalinan, mobilisasi dini, asupan cairan, tonus otot,
dan anestesi.
Dalam perawatan ibu nifas perlu dilakukan mobilisasi dini (ambulasi
dini) kurang dari 4 jam setelah melahirkan, karena mobilisasi dini dapat
mengembalikan otot panggul dan kembali normal. Ibu akan merasa lebih kuat,
dan ini menyebabkan otot-otot perut menjadi kuat, sehingga mengurangi nyeri
punggung. Dalam 6 jam pertama pascapersalinan, pasien harus dapat buang air
kecil. Semakin lama urin yang tertahan di kandung kemih dapat menyebabkan
kesulitan pada organ kemih, seperti infeksi. Sirkulasi darah yang lancar akan
mempercepat pemulihan dan mengurangi pendarahan yang diderita wasir karena
takut buang air besar serta banyak keluhan tentang sistem kemih, dengan
mobilisasi dini sesegera mungkin untuk membantu kelancaran berkemih dan
buang air besar dapat diatasi.
c. Payudara dengan keluhan nyeri, bengkak, gatal, dan ASI tidak lancar
Masa nifas terjadi perubahan-perubahan anatomi fisiologi pada payudara
ibu. Perubahan fisiologis terjadi sangat jelas walaupun dianggap normal.
Gangguan selama menyusui ysng terjadi meliputi produksi asi berkurang, nyeri
payudara, asi keluar tidak lancar dan payudara bengkak. Perawatan payudara juga
harus dilakukan untuk menjaga kelangsungan produksi ASI. Payudara yang
mengalami pembengkakan mengakibatkan pengeluaran ASI yang tidak sempurna.
Mengatasi hal ini maka ibu perlu menyusui bayi lebih sering, kompres payudara
yang bengkak dengan air hangat dan keluarkan ASI dengan pompa. Akibat
tersumbatnya salah satu saluran susu di dalam payudara, dapat terjadi timbunan
ASI dalam saluran tersebut sehingga timbul benjolan pada payudara (Hamid,
2011).
Pada penelitian Paryono (2014) didapatkan bahwa ibu-ibu yang pernah
menyusui mengalami produksi asi berkurang. Pembengkakan payudara terjadi

24
akibat adanya stasis di vena dan pembuluh darah bening. Hal tersebut sekaligus
merupakan tanda produksi asi mulai banyak sementara pengeluaran tidak tuntas
sehingga dindingnya semakin menegang. Akibat pembengkakkan timbulah nyeri
payudara, disamping nyeri dapat terjadi karena posisi yang tidak tepat pada saat
menyusui sehingga isapan dan tekanan secara terus menerus pada tempat tertentu
saja akan membuat puting susu. Untuk mempelancar produksi ASI sebaiknya ibu
nifas tidur dengan lampu yang redup supaya hormone prolaktin keluar dan
produksi ASI meningkat. Ibu menyusui memiliki pola istirahat kurang baik dalam
jumlah jam tidur maupun gangguan tidur. Faktor istirahat mempengaruhi produksi
dan pengeluaran ASI. Apabila kondisi ibu terlalu capek, kurang istirahat maka
ASI juga berkurang (Rini Susilo, 2011). Untuk mengimbangi frekuensi tidur ibu
dengan menyusui bayinya yaitu dengan cara membagi tugas dengan pasanganya
dan saat yang paling tepat untuk memenuhi kebutuhan tidur  ibu menyusui adalah
tidur ketika bayi sudah tertidur. Jika bayi sudah terlelap, jangan pernah menunda
waktu untuk beristirahat dan tidur karena kebutuhan tidur salah satu faktor
penting untuk meningkatkan produksi ASI.
Upaya untuk mengatasi keluhan ibu pada saat menyusui :
1) Pengobatan tradisional (jamu, boreh buwat, daun kol)
a) Jamu
Pada masyarakat jawa upaya menjaga kesehatan, mencegah penyakit
maupun pengobatan suatu penyakit yang diderita, biasa dilakukan dengan
meminum ramuan tradisional atau yang lebih dikenal dengan jamu. Jamu yang
digunakan untuk mengatasi keluhan payudara bengkak yaitu dengan jamu uyup-
uyup alias jamu gepyokan ini sangat baik bagi ibu-ibu yang dalam masa
menyusui. Bahan pembuatan jamu uyup-uyup ini terdiri dari kencur, jahe, bengle,
laos, kunir, temulawak, puyang, dan temugiring. Jamu ini berkhasiat untuk
meringankan payudara bengkak sehingga meningkatkan produksi ASI.
(1) Bahan-bahan
(a) 2-3 cm temulawak
(b) 3 rimpang sedang kencur
(c) 5 cm kunyit
(d) 1 bungkus kecil asam jawa

25
(e) 1 sdm munjung gula aren / gula merah
(f) 1 gelas air panas
(2) Langkah-langkah pembuatan
(a) Kupas bersih kunyit, kencur, dan temu lawak, cuci lalu iris tipis.
(b) Campur semua bahan kedalam gelas, lalu seduh dengan air panas, aduk
sampai rata.
(c) Tunggu dingin, lalu minum secara teratur, ibu yang mengkonsumsi jamu
gepyok minimal 3x seminggu.
Banyak wanita yang meminum jamu setelah melahirkan karena dipercaya
dapat membantu mengatasi berbagai berbagai keluhan usai persalinan. Hasil
analisa data dalam penelitian mariyati 2018 menunjukan bahwa salah satu jenis
perawatan yang dilakukan oleh ibu postpartum pada masa nifas adalah
mengkonsumsi ataupun menggunakan ramuan yang dibuat dari bahan-bahan
herbal seperti kunyit, tamarin dan tumbuhan lainnya.
Budaya meminum ramuan atau jamu-jamu tertentu selama masa nifas
sudah lazim ditemui di masyarakat. Jamu bagi ibu postpartum tidak hanya
dikonsumsi secara oral namun juga digunakan secara topical dengan mengoleskan
diseluruh tubuh atau pada bagian tertentu saja seperti perut dan dahi.
b) Daun Kol
Daun kol mengandung vitamin C, vitamin K, vitamin B6, folat, kalori atau
sumber energi, karbohidrat, protein, mangan, kalsium, kalium, dan thiamin atau
vitamin B1. Keuntungan terbesar adalah daun kol ini dapat memberikan bantuan
untuk mengurangi proses menyusui yang menyakitkan. Dalam pengobatan ini,
prosedur tersebut harus diulang setiap dua jam atau sebanyak mungkin dalam
sehari.
Cara membuat kompres daun kol untuk meredakan pembengkakan payudara
yaitu:
(1) Potong daun kubis hijau segar dan sesuaikan dengan bentuk payudara Anda.
(2) Letakan daun kubis di sekitar payudara di sela waktu menyusui, dan biarkan
selama sekitar 20 menit. Dua kali sehari sudah cukup.
(3) Hentikan penggunaan segera setelah  engorgement (pembengkakan) mulai
berkurang dan Anda menjadi lebih nyaman.

26
(4) Jika Anda mengalami benjolan besar di ketiak sekitar 3 atau 4 hari setelah
kelahiran bayi, Anda dapat menggunakan dlembaran kol di area itu juga.
Para peneliti tidak tahu mengenai kandungan di dalam daun kubis yang
membantu mengurangi rasa sakit dan bengkak. Namun, penelitian menunjukkan
bahwa jika ibu menyusui meletakkan daun kol yang didinginkan di payudara, hal
tersebut tidak hanya memberi efek menenangkan, tetapi juga dapat membantu
mengurangi rasa sakit dan pembengkakan di payudara. 
2) Pijat Oksitoksin
Pijat oksitosin adalah suatu cara pemijatan yang dilakukan pada ibu nifas
untuk meningkatkan produksi hormon oksitosin. Pemijatan yang dilakukan
disepanjang tulang belakang untuk merangsang hormon oksitosin dan prolaktin,
sesuai dengan prosedur yang dilakukan selama 15 menit pada hari 1-3 masa nifas
yang dilakukan 3 kali Pijat oksitosin dilakukan dengan memijat titik-titik tertentu
dipunggung ibu. Pijat ini sangat bermanfaat untuk ibu nifas terutama untuk
peningkatan kontraksi uterus saat nifas sehingga membantu proses involusi uterus
yang memacu pengeluaran hormon oksitosin yang dapat juga memacu
pengeluaran hormon prolaktin sehingga memperlancar pengeluaran ASI ibu
(Hardiyanti, 2010).
Berdasarkan penelitian kandini, dkk. (2017) menunjukan hasil bahwa ada
pengaruh pijat oksitosin terhadap waktu pengeluaran kolostrum ibu post partum.
Pijat oksitosin dilakukan untuk merangsang reflek hormon oksitosin atau let down
reflek dengan adanya pijat oksitosin pada punggung sepanjang kedua sisi tulang
belakang akan membuat ibu mersa rileks dan menghilangkan kelelahan. Ibu
merasa rileks dan tenang akan memproduksi hormon oksitosin yang lebih banyak.
Meningkatnya pengeluaran hormon oksitosin akan diimbangi dengan
meningkatnya hormon prolaktin, kedua hormon tersebut akan merangsang kerja
sel-sel alveoli dalam payudara untuk berkontraksi sehingga produksi ASI semakin
meningkat (Hardiyanti, 2010).
3) Pijat endorphine
Pijat endorphine dapat meningkatkan pelepasan endorphine yaitu zat
penenang yang mengalir ke peredaran darah ibu yang menimbulkan respon
vasodilatasi yang meningkatkan kelancaran aliran darah tubuh sehingga tubuh

27
menjadi rileks dan tenang, sehingga memicu pengeluaran hormon oksitosin yang
berperan dalam mekanisme let down reflex (pengeluaran ASI) yang
mempengaruhi juga pengeluaran hormon prolaktin
Hasil penelitian masning, dkk. (2017) menunjukan ada pengaruh endorphin
massage terhadap pengeluaran ASI pada ibu post partum. Endorphin massage
merupakan salah satu terapi non farmakologis yang mudah dan murah untuk ibu.
Berkaitan dengan masa postpartum, hormon endorphin meningkatkan produksi
hormon oksitosin yang berperan dalam peningkatan volume ASI (let down reflex).
Disamping itu, endorphin menimbulkan sensasi rileks dan nyaman pada ibu
postpartum, menurunkan stress dan kecemasan. Faktor yang menghambat sekresi
hormon oksitosin adalah stress dan kecemasan tersebut (Pamuji, 2014)
d. Abdominal
1) Diastasis rektus abdominis

Diastasis rektus abdominis adalah regangan pada otot rektus abdominis


akibat pembesaran uterus. Jika dipalpasi ,regangan ini menyerupai celah
memanjang dari prosessus Xiphoideus ke umbilikus sehingga dapat diukur
panjang dan lebarnya. Diastasis ini tidak dapat menyatu kembali seperti sebelum
hamil tetapi dapat mendekat dengan memotivasi ibu untuk melakukan senam
nifas.
Linea alba adalah struktur yang penting karena merupakan titik penyisipan
sentral dari rektus abdominis serta 3 lainnya otot perut penting di setiap sisi: (1)
internal Obliques, (2) Obliques eksternal, dan (3) transversus abdominis. 4 otot
dari setiap sisi bergabung di linea alba secara tipis, disebut aponeuroses. Koneksi
ini menjadi rentan selama kehamilan karena rahim berkembang dan selanjutnya
peregangan otot perut, ditambah dengan perubahan hormonal yang mencakup
peningkatan progesteron, estrogen, dan relaxin (Meredy, 2009).
Cara memeriksa diastasis rektus abdominis adalah dengan meminta ibu
untuk tidur terlentang tanpa bantal dan mengangkat kepala, tidak diganjal.
Kemudian palpasi abdomen dari bawah prosessus xipoideus ke umbilikus
kemudian ukur panjang dan lebar diastasis.
Selama masa nifas ibu dalam kondisi mengalami perubahan sehingga
pemulihan kembali alat reproduksi sangat di perhatikan, bidan dalam memberikan

28
asuhan pelayanan kebidanan secara evidance based yaitu mengurangi rasa nyeri
atau sakit pada ibu nifas dengan melakukan latihan-latihan yang dapat
memulihkan kondisi fisik dan psikis ibu. Melalui latihan penguatan otot rectus
abdominis inilah tinggi fundus uteri ibu dapat turun dengan perlahan, tetapi jika
ibu nifas melakukannya dengan rutin dan teratur, penurunan TFU ini akan lebih
cepat di banding yang tidak melakukan latihan.
Perubahan kedua selain penurunan TFU latihan penguatan rectus
abdominis dapat mengembalikan kondisi uterus seperti sebelum hamil dan dapat
juga mengencangkan perut terutama diastatis recti dextra dan sinistra. Hal
tersebut dikarenakan tahap awal dari kerja fisik berat, satu bagian dari
kemampuan energy aerobic dalam otot seseorang akan berkurang. Keadaan ini
disebabkan oleh dua efek yaitu yang disebut dengan hutang oksigen dan
pengurangan cadangan glikogen dari otot. Pada kerja otot yang berat hampir
semua cadangan oksigen digunakan untuk metabolism aerob sehingga setelah
kerja otot selesai cadangan oksigen harus segera digantikan. Sedangkan
pemulihan cadangan glikogen otot membutuhkan waktu yang lebih lama karena
hal ini dipengaruhi oleh kebiasaan diet sebelum dan sesudahnya (Guyton, 2010).
Bengkung merupakan kain pembebat yang dililitkan di perut ibu setelah
melahirkan berupa kain tenun yang mempunyai lebar 20 cm dan mempunyai
panjang 5 meter dengan warna standar yaitu putih, hitam, hijau dan kuning.
Cara pemakaian bengkung/ stagen adalah dililitkan di pinggang/ perut
berkali-kali hingga kain habis. Biasanya wanita setelah melahirkan akan
menggunakan kain ini karena diyakini bisa membantu membentuk tubuh terutama
bagian perut dan pinggang menjadi langsing kembali. Bengkung atau stagen ini
sebaiknya dipakai minimal 40 hari dan sampai 100 hari setelah bersalin agar ibu
nifas memaksimalkan involusi uterus, memulihkan tonus abdomen, mengurangi
nyeri punggung dan menyangga punggung ibu nifas sehingga membantu
pembentukan postur tubuh menjadi lebih cepat terbentuk (Kaewsarn dalam
Amalia, 2014)
Menggunakan bengkung apalagi disertai dengan latihan fisik yang bagus
akan mengurangi insiden nyeri punggung bagian bawah pada ibu nifas, karena
gurita bisa membantu menjaga kestabilan pelvik ( Motolla, 2012). Penggunaan

29
bengkung menurut Barakbah ( 2007) adalah sesuai urutan sebagai berikut :Ibu
mandi dengan menggunakan air dengan suhu ruang, Kulit tubuh ibu harus
dikeringkan, ibu mengambil posisi berdiri, bengkung dililitkan memutar 1 arah
dimulai dari pinggul kemudian kearah perut, ujung bengkung yang pendek
ditindas dengan lilitan diatasnya, ketika melilitkan bengkung di perut, ibu diminta
menarik nafas dalam dan menghembuskannya dengan rileks agar selama
menggunakan bengkung Ibu tidak mengalami sesak nafas. Sisa bengkung yang
terakhir diselipkan atau dijepit agar tidak mudah terlepas, bengkung dipakai
minimal 2 kali sehari dengan minimal pemakaian adalah 4-6 jam. Bengkung
diganti setiap hari dan dipakai minimal 14 hari setelah persalinan. Setelah
dilakukan pemakaian bengkung selama 7 hari dengan tehnik yang benar sesuai
prosedur pada ibu nifas Di Desa Keling, tidak didapatkan kembali keluhan
ketidaknyamanan seperti pemakaian yang kurang tepat sebelumnya. Dengan
diadakannya pendidikan kesehatan pada kader diharapkan bisa turut
memberdayakan masyarakat untuk meningkatkan status kesehatan mereka sendiri.
Ibu nifas yang menggunakan kain penyangga ( bengkung/ tubigrip) bisa
mendapatkan kompresi atau tekanan pada perut sehingga membantu menyangga
perut dan daerah lumbopelvic dengan memberikan sedikit tekanan di otot
tranversus abdominis ( Benjamin dkk, 2013). Sehingga pada akhirnya akan
membantu agar otot abdomen bekerja lebih sempurna. Otot perut yang lemah ikut
menyumbang kejadian nyeri punggung selama dan sesudah kehamilan.
Berdasarkan hasil penelitian Ernawati (2013) diperoleh bahwa
penggunaan stagen tidak terdapat hubungan yang bermakna terhadap diastasis
rectus abdominis. Hal ini sesuai dengan pendapat Manga (2012) karena
penggunaan stagen tidak memberikan dampak positif dalam mengecilkan atau
mengencangkan otot perut setelah bersalin karena sifatnya yang pasif. Faktor
kepercayaan dan budaya yang turun temurun dari orang tualah yang hingga saat
ini para ibu-ibu masih menggunakan stagen karena menurut mereka diyakini bisa
mengencangkan otot perut setelah melahirkan. Dalam ilmu kesehatan,
penggunaan stagen sama sekali tidak memberikan manfaat bagi kesehatan ibu
pasca melahirkan. Karena stagen hanya akan menyamarkan perut ibu yang melar

30
pada saat menggunakan stagen, tetapi bila dilepas, bentuk tubuh ibu akan kembali
terlihat melar atau kendur.
2) Evidence practice menyamarkan stretch mark pada ibu postpartum
Penelitian yang dilakukan oleh Eko Julianto tentang pemberian
hidrokoloid kunyit pada kulit yang mengalami kerusakan, mengatakan bahwa
kulit yang terjadi kerusakan jaringan akibat luka setelah diberikan hidokoloid
kunyit terjadi penurunan jumlah mikrofag dan terjadi peningkatan jumlah
fibroblas. Pemberian krim di mana bahan aktif adalah ekstrak kunyit dapat
diterima secara farmasi sekaligus telah terbukti secara klinis efektif dalam
berbagai jenis penyakit. Setelah 15 hari pengobatan dengan krim menggunakan
ekstrak kunyit, terjadi perubahan pada eritema, infiltrasi dan skala menghilang
(Julianto, 2016).
Bahan atau zat yang terdapat dalam penelitian hidrogel kunyit dengan
ekstrak kunyit dimana kurcumin dan kurkuminoid hadir dalam rimpang dari
kurcuma dan keluarga Zingiberaceae, secara umum telah digunakan untuk
pengobatan berbagai macam penyakit. Contohnya adalah inhibitor NF kappa B
aktivasi, inhibitor dari delta 5 desaturase, pengobatan sindrom penyerapan yang
buruk, agen anti-virus, hiperlipidemia dan agregasi platelet peredam, pelindung
sel dan antioksidan dan anti-inflamasi, anti-inflamasi, melawan kerontokan
rambut, anti-platelet agregasi dan anti-kolesterol agen, pengobatan gangguan
neurologis, lipidic peroksida peredam, memodulasi density lipoprotein teroksidasi
tinggi dan rendah, melindungi terhadap keratinosit radikal bebas, serta proliferasi
sel meningkat dalam jaringan manusia.
Striae Distance (SD) yang baru atau immature bertekstur rata pada daerah
kulit dengan rona merah dan merah muda yang mungkin gatal dan sedikit
menonjol. Stretch Mark kemudian cenderung untuk bertambah panjang dan
berubah menjadi warna ungu gelap. Seiring bertambahnya waktu SD menjadi
putih, datar, dan depressed. Secara histologi, SD tahap awal atau immature
cenderung muncul dengan warna merah muda atau merah (striae rubra) dan dari
waktu ke waktu dengan perubahan atrofik menjadi putih (striae alba) (Mohamed
et al, 2009)

31
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bingan (2018) diketahui
bahwa pada kelompok intervensi maupun kontrol responden yang mengalami
Striae Gravidarum hanya sedikit mengalami penurunan warna garis, sedangkan
kelompok kontrol responden yang mengalami Striae Gravidarum sedikit
mengalami kenaikan warna garis. Studi dilakukan dengan menggunakan
kandungan 12% dari kunyit. Hasil yang diperoleh untuk bahan ini menunjukkan
perubahan yang signifikan secara statistik. Perubahan warna kulit menjadi baik
setelah yang pertama dan kedua perlakuan. Formulasi dengan 12% dari kunyit
setelah perlakuan yang dilakukan pertama warna kulit gelap dan telah mengubah
warna kulit menjadi cerah. Setelah bahan dihapuskan dari kulit, warna kulit
kembali ke keadaan sebelum perlakuan, yang menunjukkan bahwa pemberian
formulasi 12% dari kunyit tidak menyebabkan perubahan permanen dalam
kecerahan kulit.
e. Nyeri Perineum
Trauma atau luka perineum dengan jahitan mengharuskan penyembuhan
dan perawatan serta saran dari bidan untuk dapat mempercepat penyembukan luka
(Boyle, 2008). Normalnya penyembuhan luka perineum terjadi pada hari ke enam
dan hari ke tujuh postpartum serta ada yang mengalami keterlambatan dalam
penyembuhannya (Saleha, 2013). Keterlambatan penyambuhan luka perineum
dapat menyebabkan infeksi pada ibu postpartum. Keterlambatan penyembuhan
luka perineum dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kurang nutrisi, kurang
menjaga kebersihan diri atau perineum, kurang istirahat, kurang mobilisasi dan
olah raga seperti senam nifas (kegel) (Bahiyatun, 2009).
Mobilisasi dini merupakan salah satu kegiatan yang dapat membantu
mempercepat penyembuhan luka perineum juga dapat mengencangkan otot-otot
abdomen, pelvis dan perineum serta mencegah komplikasi lain pada masa
postpartum. Mobilisasi dini dilakukan secara bertahap sesuai kekuatan ibu
(Bahiyatun, 2009). Ibu postpartum diperbolehkan bangun dari tempat tidur dalam
6 jam pasca salin (Wirakusumah, 2010).
Selain mobilisasi dini latihan kegel juga dapat membantu penyembuhan
luka perineum serta pemulihan tonus otot dareah vagina, perineum, dan panggul
dengan meningkatkan sirkulasi dan aktivitas otot-otot isometrik. Latihan kegel

32
terdiri atas kontraksi otot-otot perineum dengan kekuatan yang cukup untuk
menghentikan aliran urin. Kontraksi dilakukan dilakukan selama beberapa detik
kemudian dilepaskan. Latihan ini diulang 50 sampai 100 kali dan dapat dilakukan
beberapa kali dalam sehari. Ibu postpartum yang melakukan latihan kegel secara
teratur menunjukan pemulihan yang lebih cepat (Reeder, 2011). Menurut
penelitian yang dilakukan Rania Eid Farragtahun 2016 dengan judul “Effect Of
Postnatal Kegel Exercises on Episiotomy Pain and Wound Healing Among
Primiparous Women” menyatakan bahwa latihan kegel pada masa postpartum
memiliki dampak yang signifikan terhadap penurunan nyeri perineum dan
mempercepat penyembuhan luka perineum.
Penelitian lain yang mendukung manfaat senam kegel terhadap
penyembuhan luka perineum dilakukan oleh Anitini, dkk. (2016) menyatakan
waktu penyembuhan luka perineum pada ibu postpartum yang melakukan senam
kegel lebih cepat dibandingkan ibu yang tidak melakukan senam kegel. Rata-rata
waktu penyembuhan luka perineum pada kelompok ibu postpartum normal yang
melakukan senam kegel adalah 6 hari, sedangkan pada kelompok ibu postpartum
normal yang tidak melakukan senam kegel waktu penyembuhan luka yaitu selama
7 hari.
Selain membantu untuk penyembuhan luka perineum, senam kegel juga
bermanfaat untuk perbaikan ibu postpartum dengan inkontinensia urin.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Joshi, et al. (2016) dengan judul
“Role of postpartum Kegel exercises in the prevention and cure of stress
incontinence” menyatakan bahwa inkontinensia urin dalam post partum
merupakan masalah kesehatan yang signifikan pada wanita dengan konsekuensi
fisik, psikologis, dan sosial yang serius. Tingkat kesembuhan tinggi tergantung
pada faktor-faktor seperti bagaimana benar latihan kegel diinstruksikan.
Prinsip dari senam kegel adalah sebagai berikut:
1) Kencangkan otot vagina dengan gerakan seperti menahan buang air kecil
2) Tahan selama kurang lebih 5 detik
3) Kemudian lepaskan perlahan
4) Ulangi gerakan diatas selama 5 - 10 kali
Tahapan dari senam kegel yang dilakukan adalah sebagai berikut:

33
1) Senam kegel sangat mudah dan ringan dilakukan oleh siapa pun dan dapat
dilakukan dimana saja.
2) Tahap pertama, ambil dengan posisi duduk atau berbaring, cobalah untuk
mengkontraksikan otot panggul dengan cara yang sama ketika kita menahan
kencing. Anda harus dapat merasakan otot panggul anda meremas uretra dan
anus. Apabila otot perut atau bokong juga mengeras maka Anda tidak berlatih
dengan otot yang benar.
3) Ketika Anda sudah menemukan cara yang tepat untuk mengkontraksikan otot
panggul maka lakukan kontraksi selama 10 detik, kemudian istirahat selama
10 detik.
4) Lakukan latihan ini berulang-ulang sampai 10-15 kali per sesi. Sebaiknya
latihan ini dilakukan tiga kali sehari.
5) Latihan kegel hanya efektif bila dilakukan secara teratur dan baru terlihat
hasilnya 8-12 minggu setelah latihan teratur.

34
BAB III
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU ‘LT’ UMUR 29 TAHUN


P2002 POST PARTUM HARI KE 14

Tempat Pelayanan : UPT Kesmas Ubud I


Tanggal : 23 Oktober 2019

A. DATA SUBJEKTIF
1. Identitas Ibu Suami
Nama : Ibu ‘LT’ Bapak ‘WB’
Umur : 29 tahun 30 tahun
Agama : Hindu Hindu
Suku Bangsa : Bali, Indonesia Bali, Indonesia
Pendidikan : SMP SMA
Pekerjaan : Karyawan swasta Karyawan Swasta
Alamat/Tlp : Br. Kawan, Ds. Mas, Kec. Ubud
No. Telp : 081999458xxx
2. Alasan memeriksakan diri
Ibu datang mengatakan ingin melakukan kontrol masa nifas dan ibu
mengatakan tidak ada keluhan.
3. Riwayat perkawinan
Ibu menikah satu kali secara sah. Lama perkawinan ibu dan suami, yaitu 5
bulan.
4. Riwayat Keluarga Berencana
Ibu mengatakan pernah menggunakan KB suntik 3 bulan selama 3 tahun. Ibu
belum merencanakan pemakaian KB setelah melahirkan anak keduanya.
5. Riwayat kehamilan dan persalinan sebelumnya
Ibu mengatakan anak pertama lahir pada tanggal tahun 2015 di Klinik Ayura
Putri, usia kehamilan aterm, persalinan ditolong oleh dokter lahir secara
spontan, bayi lahir dengan berat 3000 gram jenis kelamin laki-laki, saat ini
dalam keadaan sehat. Anak kedua ibu lahir di klinik Ayura Putri, usia

35
kehamilan aterm, persalinan di tolong oleh dokter secara spontan, jenis
kelamin laki-laki dengan berat lahir 3.500 gram, saat ini
6. Data Bio-psiko-sosial dan spiritual
a. Bernafas
Ibu tidak mengalami keluhan bernafas baik sebelum dan selama masa nifas.
b. Pola makan/minum
Ibu mengatakan makan 3-4 kali dalam sehari dengan porsi sedang, menu
bervariasi seperti: nasi putih, ikan laut, ayam, sayur-sayuran terkadang disertai
buah. Ibu mengatakan tidak memiliki pantangan dalam makan. Ibu minum air
putih 8-9 gelas perhari.
c. Pola eliminasi
Ibu mengatakan biasanya buang air besar satu kali sehari, konsistensi lembek,
warna kecokelatan. Ibu mengatakan sering buang air kecil, yaitu sekitar lima
sampai enam kali sehari dengan warna kuning jernih. Ibu mengatakan tidak
memiliki keluhan saat BAB atau BAK.
d. Pola istirahat
Ibu dapat beristirahat di sea-sela mengasuh bayi selama 30 saat istirahat siang
dan 7 jam saat istirahat mlam.
e. Aktifitas saat ini
Aktifitas ibu saat ini hanya mengasuh bayinya dirumah serta membantu
mertua dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
f. Kebersihan diri
Ibu mengatakan mandi sebanyak 2 kali sehari serta mengganti pakaian dalam
2 kali sehari. Ibu membersihkan kelamin setiap mandi, setelah BAB/BAK
dengan arah dari depan lalu ke belakang. Ibu mengatakan selalu mencuci
tangan sebelum dan sesudah beraktifitas.
g. Kondisi psikologis
Ibu merasa senang dan bersemangat dalam mengasuh bayinya. Ibu
mengatakan masih memerlukan bantuan mertua dalam mengasuh bayinya.
Fase adaptasi ibu saat ini yaitu adaptasi psikologis Letting Go.

36
h. Sosial
Hubungan ibu dengan suami dan keluarga harmonis, ibu dan suami bersama-
sama dalam mengambil keputusan.

i. Rasa Nyeri
Ibu mengatakan tidak ada merasakan nyeri.
j. Rencana menyusui
Ibu mengatakan memberikan ASI eksklusif, dan ibu merencanakan akan
memberikan ASI sampai anaknya umur 1 tahun, sama seperti pengalaman
menyusui sebelumnnya. sama seperti anak pertamanya. Dalam mengasuh bayi
ibu dibantu oleh suami serta mertuanya.
k. Pengetahuan
1) Ibu mengatakan belum mengetahui cara senam kegel
2) Ibu belum mengetahui cara perbanyak produksi ASI dengan pijat oksitosin
3) Ibu belum merencanakan menggunakan KB

B. DATA OBJEKTIF
1. Pemeriksaan umum
Ibu datang ke UPT Kesmas Ubud I pada tanggal 23 Oktober 2019 dengan
Keadaan umum baik, kesadaran composmentis, Berat badan (BB) ibu yaitu 65 kg,
tinggi badan 160 cm, TD: 110/80 mmHg, N: 80x/menit, dan RR: 18 x/menit S:
36,5˚C.
2. Pemeriksaan fisik
Berdasarkan pemeriksaan fisik head to toe, didapatkan bahwa pada bagian
kepala ibu tidak ada kelaianan, rambut bersih dan hitam. Pada wajah, pemeriksaan
mata konjungtiva merah muda, skelra putih. Hidung tidak tampak ada polip, tidak
ada sekret. Pada bagian mulut, bibir ibu lembab dan gigi tidak ada karies. Telinga
ibu bersih dan tidak ada kelainan. Pada leher tidak terdapat pembesaran vena
jugularis dan kelenjar tiroid. Pada payudara simetris, tidak ada benjolan abnormal,
terdapat pengeluaran ASI, kebersihan baik, dan tidak ada bengkak pada payudara.
Pada pemeriksaan abdomen tidak tampak bekas luka operasi, kandung kemih

37
tidak penuh, TFU tidak teraba dan tidak ada nyeri tekan. Pada pemeriksaan
ekstremitas tidak ada kelainan, simetris, tidak ada oedema, tidak ada varises
3. Pemeriksaan khusus
a. Inspeksi Genetalia dan Anus
Genetalia ibu bersih, pengeluaran lochea serosa, jaritan perineum utuh,tida
ada oedema, tidak ada tanda infeksi. Kondisi anus ibu normal tidak ada
hemoroid.

C. ANALISA
Ibu ‘LT’ Umur 29 Tahun P2002 Post Partum hari ke 14
Masalah:
1) Ibu mengatakan belum mengetahui cara senam kegel
2) Ibu belum mengetahui cara perbanyak produksi ASI dengan pijat oksitosin
3) Ibu belum merencanakan menggunakan KB

D. PENATALAKSANAAN
1. Menginformasikan hasil pemeriksaan, ibu dan suami mengerti.
2. Memberikan KIE kepada ibu mengenai :
a. Cara melakukan senam kegel, ibu dapat merasakan dan mampu melakukan
senam kegel
b. Cara memperbanyak ASI, yaitu dengan melakukan pijat oksitosin, ibu dan
suami paham.
c. Memilih metode kontrasepsi yang akan digunakan untuk mengatur jarak
kehamilan bila direncanakan kehamilan berikutnya, ibu dan suami paham dan
akan berdiskusi kembali terkait pemilihan alat kontrasepsi yang akan
digunakan.
3. Mengingatkan ibu untuk :
a. Memperhatikan personal hygiene terutama pada bagian vagina agar tidak
lembab, ibu memahami dan mampu menjaga personal hygiene.
b. Memberikan ASI secara on demand, ibu memahami dan suami mendukung
memberikan ASI on demand

38
c. Pola nutrisi dan istirhat, ibu mampu mengatur jam istirahat di sela-sela
mengasuh bayi dan balitanya.
4. Menginformasikan kepada ibu untuk melakukan kunjungan ulang pada
tanggal 20 November 2019, ibu bersedia dan akan berkunjung kembali untuk
melakukan kontrol nifas.
5. Melakukan pendokumentasian, hasil tercatat pada buku KIA ibu.

39
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS

Ibu “LT” berkunjung ke UPT Kesmas Ubud I pada tanggal 23 Oktober


2019 mengatakan ingin melakukan kontrol masa nifas dan imunisasi bayinya. Ibu
“LT” mengatakan ini merupakan persalinan yang kedua. Ibu “LT” melahirkan
pada tanggal 9 Oktober 2019, lahir spontan dengan usia kehamilan 40 minggu,
lahir anak laki-laki dengan berat lahir 3500 gram, PB : 50 cm, LK/LD: 31/32 cm.
Hasil dari pengkajian data subyektif, Ibu “LT” mengatakan sangat senang
dan menerima atas kehadiran bayinya. Saat ini Ibu “LT” sudah berhasil melewati
fase letting go, fase ini berlangsung 10 hari setelah melahirkan. fase di mana
seorang ibu nifas sudah menerima tanggung jawab dan peran barunya sebagai
seorang ibu. Seorang ibu nifas pada masa ini sudah mampu melakukan perawatan
diri sendiri dan bayinya secara mandiri dan sudah mampu menyesuaikan diri.
Pada masa post partum, ibu akan mengalami proses adaptasi psikologis, yaitu
suatu proses penerimaan peran baru sebagai orang tua yang dialami oleh seorang
wanita. Adaptasi ini dibagi menjadi beberapa fase, diantaranya fase taking in, fase
taking hold, dan fase letting go. Apabila ketiga fase ini tidak dapat dilewati
dengan baik, maka seorang ibu dapat mengalami gangguan depresi post partum
( Pamela Kenwa, 2008).
Ibu “LT” mengatakan pertama kali melakukan kontrol nifas KF 1 (6 jam-
3 hari) pada tanggal 10 Oktober 2019 di klinik Ayura Putri, catatan hasil
pelayanan ibu nifas KF 1 didapatkan hasil pemeriksaan Keadaan umum: Baik,
Kesadaran : Compos mentis, TD: 110/90 mmHg, Suhu :36,8˚C, Nadi: 80 x/menit,
Respirasi : 18 x/menit, Kondisi perineum : Jahitan rapi, tidak ada oedema, TFU :
2 jari di bawah pusat, kontraksi uterus baik, Lochea : rubra, ASI : Positif. KF 2
( 4-28 hari ) Ibu “LT” dilakukan di UPT. Kesmas Ubud I pada tanggal 23 Oktober
2019, ibu mengatakan tidak ada keluhan. Didapatkan hasil pemeriksaan Keadaan
umum: Baik, Kesadaran : Compos mentis, TD: 110/80 mmHg, Suhu :36,7˚C, N:
80 x/menit, R : 20 x/menit, Kondisi perineum : Jahitan terpaut, tidak lembab,
tidak ada oedema, TFU: Tidak teraba, Lochea : serosa, ASI : Positif.

40
Menurut Kemenkes RI (2015) ibu nifas dianjurkan untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan pasca persalinan (selanjutnya disebut KF) minimal 3 kali,
meliputi 6 jam sampai 3 hari setelah melahirkan (KF 1), 4 sampai 28 hari setelah
melahirkan (KF 2), dan 29 sampai 42 hari setelah melahirkan (KF 3). Berdasarkan
data yang didapatkan ibu “LT” sudah menadapatkan pelayanan kesehatan pasca
persalinan sampai dengan KF 2 yaitu 4-28 hari. Sehingga bidan mengingatkan ibu
untuk kunjungan ulang pada 20 November 2019 untuk pemantauan 29- 42 setelah
melahirkan (KF 3).
Perubahan trias nifas pada ibu “LT” diuraikan sebagai berikut :
a.Involusi uterus
Involusi merupakan suatu proses kembalinya uterus pada kondisi sebelum
hamil. Dengan involusi uterus ini, lapisan luar dari desidua yang mengelilingi
situs plasenta akan menjadi neurotic (layu/ mati). Perubahan ini dapat diketahui
dengan melakukan pemeriksaan palpasi untuk meraba TFU (tinggi fundus uteri).
Hasil pemeriksaan palpasi abdomen pada ibu ‘LT’ yaitu tinggi fundus uteri sudah
tidak teraba pada hasi ke 14, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
sulistyawati pada tahun 2009 yaitu pada 3-6 minggu postpartum, fundus uteri
mengecil (tak teraba) dengan berat 50 gram ( Sulistyawati, 2009)
b. Lokhea
Berdasarkan hasil pemeriksaan inspeksi genetalia pada ibu “LT” terdapat
pengeluaran lokhea berwarna kuning kecoklatan. Lokhea ini berwarna kuning
kecoklatan karena mengandung serum, leukosit,dan robekan atau laserasi
plasenta. Keluar pada hari ke-7 sampai hari ke-14
c.Proses laktasi
Ibu “LT” mengatakan pengeluaran ASI positif dan akan memberikan ASI
Ekslusif pada bayi keduanya kemudian pemberian ASI dilanjutkan sampai
anaknya umur 1 tahun. Hal itu dilakukan berdasarkan pada pengalaman
menyeususi ibu sebelumnya. Menurut Hidayat (2012), bayi yang diberikan ASI
eksklusif akan lebih sehat dan lebih jarang sakit dibandingkan dengan bayi yang
tidak mendapat ASI eksklusif karena di dalam ASI terdapat kolostrum yang
sangat berguna bagi bayi dimana terkandung zat kekebalan terutama
immunoglobulin A (IgA) untuk melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi

41
seperti diare, memiliki efek laksatif yaitu membantu bayi, pada awal – awal buang
air besar dimana kolostrum melindungi saluran pencernaan bayi dari zat asing
yang masuk ke tubuhnya.
Pengetahuan terkait personal hygiene dan vulva hygiene Ibu “LT” sudah
dilakukan dengan baik, diliat dari hasil pemeriksaan yaitu pada daerah genetalia
eksterna yaitu inspeksi vulva terlihat bersih dan tidak lembab sehingga tidak
menimbulkan bau, jahitan perinium terpaut, tidak terdapat oedema Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Fiolen Moloku Benny Wantouw,Jolie
Sambekayang dkk pada tahun 2013 bahwa ada hubungan antara pengetahuan ibu
dan pengalaman sebelumnya tentang perawatan perineum terkait dengan
penyembuhan luka episiotomi.
Ibu “LT” mengatakan belum memutuskan untuk menggunakan
merencanakan alat kontrasepsi. Ibu menyatakan bahwa mungkin akan
menggunakan alat kontrasepsi yang sama seperti sebelumnya yaitu KB dengan
metode suntik 3 bulan. KB Pasca Persalinan adalah penggunaan alat kontrasepsi
pada masa nifas sampai dengan 42 hari setelah melahirkan. Alasan pelaksanaan
KB pasca persalinan antara lain termasuk kembalinya fertilitas dan resiko
terjadinya kehamilan, jarak kehamilan yang dekat, resiko terhadap bayi dan ibu
Beberapa literature menunjukkan bahwa lebih kurang 63 persen wanita
menggunakan kontrasepsi dalam waktu 0-2 bulan pasca melahirkan atau
keguguran, sementara sisanya menggunakan kontrasepsi setelah 3 bulan keatas.
Hal ini perlu menjadi perhatian karena fertilitas akan meningkat kembali setelah 6
bulan melahirkan bagi wanita yang menyusui secara eksklusif, bagi wanita yang
tidak menyusui secara eksklusif kesuburannya akan lebih cepat kembalinya
(Flourisa Juliaan S dan Maria Anggraeni, 2012).

42
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat ditarik kesimpulan mengenai
masa nifas Ibu ‘LT’ pada kunjungan KF 2 (4-28 hari) dari hasil pemeriksaan
tanda-tanda vital dalam batas normal, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan khusus
kebidanan tidak ada masalah. Asuhan kebidanan nifas dan menyusui dengan
pendekatan holistik dapat dilakukan sesuai standar bidan.

B. Saran
1. Bagi Keluarga
Diharapkan keluarga ikut serta dalam memberikan asuhan kepada ibu
dalam memberikan dukungan secara menyeluruh bagi setiap siklus seorang
wanita, serta dapat mendeteksi secara dini penyulit dan komplikasi yang mungkin
saja terjadi pada ibu dan bayi.
2. UPT. Kesmas Ubud I
Bagi UPT. Kesmas Ubud I diharapkan agar tetap menjaga dan
mempertahankan kualitasnya dalam memberikan pelayanan sehingga pasien
merasakan kenyamanan sebagai penerima layanan.
3. Penulis Selanjutnya
Penulis selanjutnya diharapkan dapat melakukan pengkajian lebih dalam
agar data yang didapatkan lebih akurat dan asuhan yang diberikan sesuai dengan
standar.

43
DAFTAR PUSTAKA

Anitini, A, dkk. 2016. ‘Efektivitas senam kegel terhadap waktu penyembuhan


luka perineum pada ibu postpartum normal’ jurnal penelitian kesehatan
suara forikes, [Online], vol 7, no 4, pp 212-216. Dari : forikes- ejournal.
com/index.php/SF/article/view/sf201610.74.08

Bahiyatun. 2009. Buku ajar kebidanan asuhan nifas normal. Jakarta: EGC.

Bobak, J. 2005. Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta: EGC.

Hidayat, A. A. (2012). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba


Medika.

Kemenkes RI. 2015. Jurnal Pedoman Penatalaksanaan Pemberian Tablet


Tambah Darah.

Kuliah bidan. 2008. Perubahan dalam Masa Nifas.


https://kuliahbidan.wordpress.com/2008/09/19/perubahan-dalam-masa-
nifas/.

Koletzko et al., 2005. Global Standard for The Composition of Infant Formula :
Recommendations of an ESPGHAN Coordinated International Expert
Group. Journal Of Pediatric Gastroenterology and Nutrition. 41: 584-559.

Locitasari, Yandi. 2015. Perbedaan Pertumbuhan Bayi Usia 0-6 bulan yang
diberi ASI Eksklusif dengan yang Diberi Susu Formula di Kecamatan
Ngawi. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Lockhart & Saputra. 2014. Asuhan Kebidanan Neonatus Normal & Patologis.
Tangerang: Binarupa Aksara pp. 342-344.

Manga, M. 2012. Ilmu Sosial Budaya Dasar Kebidanan. Tersedia dalam


URL:http//leststudy-Ryni.diakses tanggal 8 Agustus 2019.

Mariyati, Gloria Silvana Tumansery. (2018). Perawatan Diri Berbasis Budaya


Selama Masa Nifas Pada Ibu Postpartum. Jurnal Ilmu Keperawatan

Masning. 2017. Pengaruh endorphin massage terhadap pengeluaran asipada ibu


post partum. Volume X No 2. Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai.

Pusat Promosi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2016). ASI Eksklusif


yang tidak tergantikan. Tersedia dalam http://promkes.depkes.go.id/2013/
09/03/asi-eksklusif-yang-tidaktergantikan/ diakses pada tanggal 26
Oktober 2019

Sulistyawati, Ari. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas.
Yogyakarta: Andi

44
Moloku Fiolen, Benny Wantouw, Jolie Sambeka.2013. HUBUNGAN
PENGETAHUAN TENTANG PERAWATAN DENGAN
PENYEMBUHAN LUKA EPISIOTOMI PADA IBU POST PARTUM DI
RUANGAN IRINA D BAWAH RSUP PROF Dr.R.D KANDOU
MALALAYANG. Ejournal Keperawatan (e-Kp) Volume 1. Nomor 1.

Utaminingrum & Sartono. 2012. Hubungan Pengetahuan Ibu, Pendidikan Ibu


dan Dukungan Suami dengan Praktek Pemberian ASI Eksklusif di
Kelurahan Muktiharjo Kidul Kecamatan Telogosari Kota Semarang.
Jurnal Gizi Universitas Muhammadiyah Semarang. 1: 1-9

Sulistyawati, Ari. 2009. Asuhan Kebidanan Nifas pada IbuNifas. Yogyakarta:


Penerbit C.V Andi Offset

Pamela Kenwa, Made Kornia Karkata, I Gusti Ayu Triyani.2015. PENGARUH


PEMBERIAN KONSELING TERHADAP DEPRESI POST PARTUM DI
PUSKESMAS II DAN IV DENPASAR SELATAN. Ners Journal Vol.3 No.
2,

45

Anda mungkin juga menyukai