Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN ILMIAH

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS FISIOLOGIS


PADA NY. V UMUR 30 TAHUN P2A0 6 JAM POST PARTUM
DI BPM INDRIYATI

DISUSUN OLEH :
WARDHA FATIMAH TUZZAHRO
P1337424416014
SARJANA TERAPAN KEBIDANAN/SEMESTER 3

PRODI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN SEMARANG


JURUSAN KEBIDANAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SEMARANG
TAHUN 2017/2018
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan ilmiah ini disusun oleh:


Nama : Wardha Fatimah Tuzzahro
NIM : P1337424416014
Kelas : Sarjana Terapan Kebidanan Semarang
Judul Laporan Ilmiah : “Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas Fisiologis pada Ny. di
BPM Indriyati”

Telah disahkan dan disetujui untuk memenuhi Laporan Pra Praktek Asuhan
Kehamilan,Persalinan, Nifas, dan Neonataldi BPM Indriyati

Semarang, November 2017


Pembimbing Klinik Praktikan

Indriyati S,SiT Wardha Fatimah Tuzzahro


NIP. NIM. P1337424416014

Mengetahui
Pembimbing Institusi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat –
Nya maka penulis dapat menyelesaikan penulisan Asuhan Keidanan Pra Praktik
Kilinik.
Penulisan makalah ini merupakan salah satu persyaratan untuk
penyelesaian tugas mata kuliah Pra Praktek Asuhan Kebidanan Kehamilan,
Persalinan, Nifas dan Neonatus,Bayi,Balita dan Pra Sekolah di Sarjana Terapan
Kebidanan Semarang Politeknik Kesehatan Kemeterian Kesehatan Semarang.
Dalam penulisan makalah ini, tidak lepas dari adanya bantuan dari
berbagai pihak, untuk itu penulisan menyampaikan terima kasih kepada :
1. Allah SWT yang telah melimpahkan karunia-Nya
2. Ibu Indriyati, S.SiT selaku bidan pembimbing klinik pada Pra Praktik
Kebidanan
3. Bapak Drs. Ngadiyono, S.Kep, Ns, MH.Kes dan Ibu Intan Nugraheni,
SSiT.M.Kes selaku dosen pembimbing institusi Kebidanan Politeknik
Kesehatan Kementerian Kesehatan Semarang
4. Orang tua dan keluarga yang selalu mendukung penulis.
5. Rekan – rekan yang mengikuti mata kuliah Pra Praktek Asuhan Kebidanan
Kehamilan, Persalinan, Nifas dan Neonatus,Bayi,Balita dan Pra Sekolah
6. Semua pihak yang ikut membantu penulisan makalah yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu.
Dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang
dimiliki penulis untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis
harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Demak, November 2017

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Masa nifas atau post partum adalah masa setelah persalinan selesai
sampai 6 minggu atau 42 hari. Setelah masa nifas, organ reproduksi secara
berlahan akan mengalami perubahan seperti sebelum hamil.
Di Indonesia AKI dikarenakan oleh infeksi dan pendarahan pervaginam
yang tidak segera ditangani, akan berakibat kematian ibu . Semua itu dapat terjadi,
jika ibu post partum tidak mengetahui tanda bahaya selama masa nifas. Menurut
Soetedjo,2009 Tanda bahaya masa nifas yaitu perdarahan pervaginam, suhu
tubuh meningkat, infeksi, sakit kepala yang hebat ,penglihatan kabur , dan oedem
pada wajah. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan tentang masalah
informasi yang diperoleh ibu nifas kurang .
Selama masa nifas perlu mendapat perhatian lebih dikarenakan angka
kematian ibu 60%terjadi pada masa nifas. Dalam angka kematian ibu (AKI)
adalah penyebab banyaknya wanita meninggal dari suatu penyebab kurangnya
perhatian pada wanita post partum (Maritalia,2012).
Di Negara berkembang seperti indonesia, masa nifas merupakan masa
yang kritis bagi ibu yang sehabis melahirkan. Dirpekirakan bahwa 60% kematian
ibu terjadi setelah persalinan dan 50% diantaranya terjadi dalam selang waktu 24
jam pertama (Prawirardjo,2006).
Tingginya kematian ibu nifas merupakan masalah yang komlpeks yang
sulit diatasi. AKI merupakan sebagai pengukuran untuk menilai keadaan
pelayanan obstretri disuatu negara. Bila AKI masih tinggi berarti pelayanan
obstretri masih buruk, sehingga memerlukan perbaikan. Dari laporan WHO di
Indonesia merupakan salah satu angka kematian ibu tergolong tinggi yaitu 420 per
100.000 kelahiran hidup, bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN
lainnya.
Sementara menurut Depkes tahun 2009, mengalami penurunan menjadi
226 per 100.000 kelahiran hidup. Dari data tersebut didapatkan penurunan angka
kematian ibu di Indonesia penyebab kematian ibu post partum di Indonesia
dikarenakan oleh infeksi dan pendarahan pervaginam yang tidak segera ditangani .
Masa nifas akan menyebabkan terjadinya perubahan – perubahan pada organ
reproduksi. Begitupun halnya dengan kondisi kejiwaan ( psikologis ) ibu, juga
mengalami perubahan. Dari yang semula belum memiliki anak, kemudian lahirlah
seorang bayi mungil nan lucu yang kini mendampingi ibu. Menjadi orangtua
merupakan suatu krisis tersendiri dan ibu harus mampu melewati masa transisi.
Secara psikologi, seorang ibu akan mengalami gejala – gejala psikiatrik setelah
melahirkan.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah memberikan pelayanan
kesehatan maternal yang efektif pada kehamilan, persalinan, nifas dengan
komplikasi sehingga angka kematian dan kesakitan dapat dikurangi. Dalam
melaksanakan upaya tersebut diperlukan SDM yang mempunyai kemampuan
untuk memberikan pelayanan yang optimal dan bukti acuan yang disepakati oleh
semua pihak. Konsep perawatan pasca melahirkan yang dikembangkan pada
persalinan normal sebenarnya mengkuti pola tradisional yang dikemas secara
modern yaitu mobilisasi dini, rooming in, pemberian ASI awal. Pola ini melalui
penelitian terbukti mempunyai keuntungan bagi ibu maupun bayinya. Dalam
pengawasan setelah melahirkan, dokter/bidan yang merawat akan datang setiap
hari atau setiap saat untuk memberikan petunjuk perawatan. Pemeriksaan pada
masa nifas tidak banyak mendapat perhatian ibu, karena sudah dirasa baik dan
selanjutnya semua berjalan lancar. Pemeriksaan kala nifas sebenarnya sangat
penting dilakukan untuk mendapatkan penjelasan yang berharga dari dokter/bidan
yang menolong persalinan itu. Diantara masalah penting tersebut adalah
melakukan evaluasi secara menyeluruh tentang alat kelamin dan mulut rahim
yang mungkin masih luka akibat proses persalinan. Mengingat masa nifas adalah
masa transisi dimana ibu mengalami perubahan-perubahan sehingga diperlukan
dukungan baik dari petugas maupun keluarga segera setelah kelahiran,
pengalaman dramatis wanita berhubungan dengan perubahan anatomi dan
psikologi sebagai transisi ke keadaan sebelum hamil. Secara psikologis wanita
mengalami proses menuju tercapainya menjadi seorang ibu yang dipengaruhi oleh
kepercayaan individu dan kebudayaan. Pelayanan kesehatan profesional yang baik
mendukung wanita melewati masa ini dengan mengembalikan kemampuan wanita
untuk merawat bayinya. Pengaruh kebudayaan yang baik sangat penting untuk
wanita dan keluarganya, dapat meningkatkan konseling dan penilaian fisik dan
psikologis.

B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana aplikasi Asuhan Kebidanan Ibu Nifas Fisiologis Pada Ny. V Usia
30 Tahun P2A0 6 jam post partum di BPM POEDJI LESTARI STr.Keb ?
C. Tujuan
a. Tujuan Umum
Dapat melakukan asuhan kebidanan pada ibu hamil dalam memecahkan masalah
dengan menggunakan pendekatan masalah atau manajemen kebidanan dan
mendokumentasikan dalam bentuk SOAP.
b. Tujuan Khusus
1) Melakukan pengkajian dengan cara semua data yang dibutuhkan
untuk menilai keadaan ibu hamil secara keseluruhan.
2) Menginterpretasikan data untuk mengidentifikasi diagnosis atau
masalah.
3) Mengidentifikasi diagnosa dan masalah potensial dan
mengantisipasinya.
4) Menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera, melakukan
tindakan konsultasi, kolaborasi dengan tenaga medis lain dan tim
berdasarkan kondisi klien.
5) Menyusun rencana asuhan secara menyeluruh dengan tepat dan
rasional berdasarkan keputusan yang dibuat pada langkah-langkah
sebelumnya.
6) Pelaksanaan langsung asuhan secara efisien dan aman.
7) Mengevaluasi keefektifan asuhan yang diberikan, dan mengulang
kembali asuhan kebidanan yang tidak efektif.
8) Mendokumentasikan asuhan kebidanan kedalam SOAP.
BAB II
TINJAUAN TEORI

I. Tinjauan Teori Medis


A.  Masa nifas
1.    Pengertian Masa Nifas
Masa Nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir
ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa Nifas
atau puerperium dimulai sejak 2 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6
minggu atau 42 hari setelah itu. Puerperium adalah masa pulih kembali, mulai dari
persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti prahamil (Sunarsih
dkk, 2011; h. 1).
Masa nifas atau purpurium dimulai sejak 1 jam setelah lahir plasenta sampai
dengan 6 minggu (42hari) (Prawirohardjo, 2010; h. 356).

2.    Prinsip dan Sasaran Asuhan Masa Nifas


Berdasarkan standar pelayanan kebidanan, standar pelayanan untuk ibu nifas
meliputi perawatan bayi baru lahir (standar 13), penanganan 2 jam pertama
setelah persalinan (standar 14), serta pelayanan bagi ibu dan bayi pada masa nifas
(standar 15). Apabila merujuk pada kompetensi 5 (standar kompetensi bidan),
maka prinsip asuhan kebidanan pada masa nifas dan menyusui harus yang
bermutu tinggi serta tanggap terhadap budaya setempat. Jika dijabarkan lebih luas
sasaran asuhan kebidanan bagi ibu pada masa nifas meliputi hal-hal sebagai
berikut :
a. Peningkatan kesehatan fisik dan psikologis.
b. Identifikasi dari penyimpangan dari kondisi normal baik fisik maupun
psikis.
c. Mendorong agar dilaksanakannya metode yang sehat tentang pemberian
makanan anak dan peningkatan pengembangan hubungan antara ibu dan
anak yang baik.
d. Mendukung dan memperkuat percaya diri ibu dan memungkinkan ia
melaksanakan peran ibu dalam situasi keluarga dan budaya khusus.
e. Pencegahan, diagnosis dini, dan pengobatan komplikasi pada ibu.
f. Merujuk ibu ke tenaga yang lebih ahli jika perlu (Sunarsih dkk, 2011; h.
1).

3.    Tujuan Asuhan Masa Nifas


Asuhan masa nifas diperlukan dalam periode ini karena merupakan masa
kritis baik ibu maupun bayinya. Diperkirakan 60% kematian ibu akibat kehamilan
terjadi setelah persalinan dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam
pertama (Rukiyah dkk, 2011; h. 3).
Tujuan yang diberikannya asuhan pada ibu selama masa nifas antara lain:
a. Menjaga kesehatan ibu dan bayi baik fisik maupun psikologinya.
b. Mendeteksi masalah, mengobati dan merujuk bila tejadi komplikasipada
ibu maupun bayi.
c. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri,
nutrisi,KB, cara dan manfaat. menyusui, imunisasi serta perawatan bayi
sehari-hari.
d. Memberikan pelayanan KB (Saleha, 2009; h. 4).

4.    Tahapan Masa Nifas


Nifas dibagi menjadi 3 tahap :
a.    Puerperium Dini
Kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan untuk berjalan-jalan, Dalam agama
islam dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.
b.    Puerperium Intermedial
Kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8 minggu.
c.    Remote Peurperium
Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama
hamil atau waktu persalinan memiliki komplikasi. Waktu untuk sehat
sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan, tahunan.
5.    Program dan Kebijakan Tehnis
Paling sedikit 4 kali kunjungan masa nifas dilakukan untuk menilai status ibu
dan BBL, dan untuk mencegah, mendeteksi, dan menangani masalah yang terjadi
antara lain sebagai berikut :
Kunjungan I : Asuhan 6-8 jam setelah melahirkan
Kunjungan II : Asuhan 6 hari setelah melahirkan
Kunjungan III : Asuhan 2 minggu setelah melahirkan
Kunjungan IV : Asuhan 6 minggu setelah melahirkan
(Sunarsih dkk, 2011; h. 4-5).
Tabel 2.1 Asuhan Kunjungan Nifas Normal
KUNJUNGAN WAKTU ASUHAN
I 6-8 jam post  Mencegah perdarahan masa nifas
partum karena atonia uteri
 Mendeteksi dan merawat
penyebab lain pendarahan
 Memberikan konseling pada ibu
mengenai bagaimana cara
pencegahan pendarahan
 Pemberian ASI awal
 Melakukan hubungan antara ibu
dengan bayi yang baru lahir
 Menjaga bayi tetap sehat dengan
cara mencegah hypothermi
II 6 hari post  Memastikan involusi uterus
partum berjalan normal, uterus
berkontraksi, fundus dibawah
umbilikus dan tidak ada tanda-
tanda perdarahan abnormal
 Menilai adanya tanda-tanda
demam, infeksi, perdarahan
abnormal
 Memastikan ibu mendapat cukup
makanan, cairan dan istirahat
 Memastikan ibu menyusui dengan
baik dan tidak memperlihatkan
tanda-tanda penyulit
 Memberikan konseling pada ibu
mengenai asuhan pada bayi,tali
pusat dan merawat bayi sehari-
hari
III 2 minggu post  Memastikan involusi uterus
partum berjalan normal, uterus
berkontraksi, fundus dibawah
umbilikus dan tidak ada tanda-
tanda perdarahan abnormal
 Menilai adaanya tanda-tanda
demam, infeksi, perdarahan
abnormal
 Memastikan ibu mendapat cukup
makan,cairan dan istirahat
 Memastikan ibu menyusui dengan
baik dan tidak memperlihatkan
tanda-tanda penyulit
 Memberikan konseling pada ibu
mengenai asuhan pada bayi, tali
pusat dan merawat bayi sehari-
hari
IV 6 minggu post  Menanyakan pada ibu tentang
partum penyulit-penyulit yang ia alami
 Memberikan konseling untuk KB
secara dini, imunisasi, senam
nifas, dan tanda-tanda bahaya
yang dialami oleh ibu dan bayi.
(Sumber: Sulistyawati, 2009; hal .6).

B.  PERUBAHAN FISIOLOGI MASA NIFAS


1.    Perubahan fisiologi masa nifas pada sistem reproduksi
a.    Involusi
1)   Pengertian
Involusi atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus
kembali kekondisi sebelum hamil dengan berat sekitar 60 gram. Proses ini dimulai
segera setelah plasenta lahir akibat kontraksi otot-otot polos uterus (Maryunani,
2009; h. 6).
2)   Proses involusi uteri
Pada akhir kala III persalinan, uterus berada digaris tengah, kira-kira 2 cm
dibawah umbilicus. Pada saat ini besar uterus kira-kira sama dengan uterus
sewaktu usia kehamilan 16 minggu dengan berat 1000 gram. Peningkatan kadar
estrogen dan progesterone bertanggung jawab untuk pertumbuhan massif uterus
selama masa hamil. Pertumbuhan uterus pada masa prenatal tergantung pada
hyperplasia, penigkatan jumlah sel – sel otot dan hipertropi, yaitu pembesaran sel
– sel yang sudah ada. Pada masa postpartum penurunan kadar hormone –
hormone ini menyebabkan terjadi autolysis (Maryunani, 2009; h. 6-7).
Proses involusi uterus adalah sebagai berikut :
a)    Autolysis
Autolysis merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi didalam otot
uterine. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang telah sempat
mengendur sehingga 10 kali panjangnya dari semula dan lima kali lebar dari
semula selama kehamilan.
b)   Atrofi jaringan
Jaringan yang berprolifersi dengan adanya estrogen dalam jumlah besar,
kemudian mengalami atrofi sebagai reaksi terhadap penghentian produksi
estrogen yang menyertai pelepasan plasenta.
c)    Efek oksitosin
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir,
diduga terjadi sebagai respon terhadap penurunan volume intrauterin yang sangat
besar. Hormon oksitosin yang dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan
mengatur kontraksi uterus, mengompresi hemostatis (Sulistyawati, 2009; h. 74-
75).
b.      Kontraksi
Kontraksi uterus terus meningkat secara bermakna setelah bayi keluar, yang
diperkirakan terjadi sebagai respon terhadap penurunan volume intrauterin yang
sangat besar. Kontraksi uterus yang meningkat setelah bayi keluar, ini
menyebabkan iskemia pada lokasi perlekatan plasenta sehingga jaringan
perlekatan antara plasenta dan dinding uterus menjadi nekrosis dan lepas
(Maryunani, 2009; h. 9).
Perubahan uterus Tabel 2.2 Perubahan Uterus
Involusi Tinggi Berat Diameter Keadaan Serviks
Fundus Uteri Uterus Bekas
(gr) Melekat
Plasenta
(cm)
Bayi Setinggi 1000
Lahir pusat
Uri Lahir 2 jari 750 12.5 Lembek
dibawah
pusat
Satu Pertengahan 500 7,5 Beberapa hari
Minggu pusat-simfisis setelah postpartum
dapat dilalui 2 jari
akhir minggu
pertama dapat
dimasuki 1 jari
Dua Tak teraba 350S 3-4
Minggu diatas
simfisis
Enam Bertambah 50-60 1-2
Minggu kecil
Delapan Sebesar 30
Minggu normal
Sumber (Sunarsih dkk, 2011; h. 57).
c.       Afterpains
Dalam minggu pertama sesudah bayi lahir, mungkin ibu mengalami
kram/mulas pada abdomen yang berlangsung sebentar, mirip sekali dengan kram
sewaktu periode menstruasi, keadaan ini disebut afterpains, yang ditimbulkan
karena kontraksi uterus pada waktu mendorong gumpalan darah dan jaringan yang
terkumpul didalam uterus.
d.   Tempat Plasenta
Dengan involusi uterus ini, maka lapisan luar dari decidua yang mengelilingi
tempat atau situs plasenta akan menjadi nekrotik (layu/mati). Decidua yang mati
akan keluar bersama dengan sisa cairan, suatu campuran antara darah dan yang
dinamakan lochea yang menyebabkan pelepasan jaringan nekrotik tadi adalah
karena pertumbuhan endometrium.
e.    Lochea
Lochea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan mempunyai
reaksi basa/alkalis yang membuat organisme berkembang lebih cepat dari pada
kondisi asam yang ada pada wanita normal. Lochea memiliki bau yang amis/anyir
dan mempunyai reaksi basa/alkalis yang membuat organisme berkembang lebih
cepat dari pada kondisi asam yang ada pada wanita normal. Lochea memiliki bau
yang amis/anyir meskipun tidak telalu menyengat dan volumenya berbeda-beda
pada setiap wanita. Lochea mengalami perubahan karena proses involusi.
Pengeluaran lochea dapat dibagi menjadi lochea rubra, sanguelenta, serosa, alba
(Maryunani, 2009; h. 10-11).
Tabel 2.3. Perubahan Lochea
Lochea Waktu Warna Ciri-ciri
Rubra 1-3 hari Merah Terdiri dari decidua, vernik
kehitaman caseosa, rambut lanugo, sisa
mekonium dan sisa darah
Sanguelen 3-7 hari Putih Sisa darah bercampur lendir
ta bercampur
merah
Serosa 7-14 Kekuningan/ Lebih sedikit darah dan lebih
hari kecoklatan banyak serum, juga terdiri dari
leukosit dan robekan laserasi
plasenta
Alba >14 Putih Mengandung leokosit, selaput
hari lendir serviks dan serabut jaringan
yang mati.
Sumber(Rukiyah DKK, 2011; h. 59-60).
f.       Perubahan Ligamentum
Setelah bayi lahir, ligamen dan diafragma pelvis fasia yang meregang
sewaktu kehamilan dan saat melahirkan, kembali ke sedia kala. Perubahan
ligamen yang dapat terjadi pasca melahirkan antara lain : ligamentum rotundum
menjadi kendor yang mengakibatkan letak uterus menjadi retrofleksi, ligamen
fasia, jaringan penunjang alat genetalia menjadi agak kendor.
Perubahan yang terjadi antara lain :
1)   Perubahan di serviks dan Segmen Bawah Uterus
Setelah kelahiran, miometrium segmen bawah uterus yang sangat menipis
berkontraksi dan bertraksi tetapi tidak sekuat korpus uteri. Dalam perjalanan
beberapa minggu, segmen bawah diubah dari struktur yang jelas – jelas cukup
besar untuk memuat kebanyakan kepala janin cukup bulan menjadi isthmus uteri
hampir tidak dapat dilihat yang terletak diantar korpus diatas dan os iinterna
serviks dibawah. Segera setelah melahirkan, serviks menjadi lembek, kendor,
terkulai dan berbentuk seperti corong. Hal ini disebabkan korpus uteri
berkontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi sehingga perbatasan antara
korpus dan serviks uteri berbentuk cincin
2)   Perubahan pada Vulva, Vagina dan Perineum
Selama proses persalinan vulva dan vagina mengalami penekanan serta
peregangan, setelah beberapa hari persalinan kedua organ ini kembali dalam
keadaan kendor. Rugae timbul kembali pada minggu ketiga
Vagina pintu keluar pada bagian pertama masa nifas membentuk lorong
berdinding lunak dan luas ukurannya secara perlahan – lahan mengecil tetapi
jarang kembali ke ukuran nulipara (Rukiyah dkk, 2011; h. 60-62).
3)   Endometrium
Perubahan pada endometrium adalah timbulnya thrombosis, degenerasi, dan
nekrosis di tempat implantasi plasenta. Pada hari pertama tebal endometrium 2,5
mm, mempunyai permukaan yang kasar akibat pelepasan desidua, dan selaput
janin. Setelah tiga hari mulai rata, sehingga tidak ada pembentukan jaringan parut
pada bekas implantasi plasenta (Saleha, 2009; h. 56).
4)   Perubahan di Peritoneum dan Dinding Abdomen
Konsistensi abdomen lembek, peregangan selama kehamilan dapat memisahkan
otot perut ‘diastasis rekti abdomeminis’, yang normalnya adalah kurang dari 20
cm dan lebar 2 cm. Sementara itu, dilihat pada dinding abdomen, abdomen
tampak menonjol keluar pada hari pertama sesudah melahirkan. Dua mnggu
pertama melahirkan, dinding abdomen relaksasi, kurang lebih 6 minggu keadaan
abdomen kembali seperti sebelum hamil (Rukiyah dkk, 2011; h. 63).
5)   Payudara (mamae)
Proses menyusui mempunyai dua mekanisme fisiologis, yaitu sebagai berikut:
a.    Produksi susu
 Sekresi susu atau let down
Sampai hari ketiga setelah melahirkan, efek prolaktin pada payudara dapat
dirasakan. Pembuluh darah menjadi bengkak terisi darah, sehingga timbul rasa
hangat, bengkak, dan rasa sakit. Sel – sel acini yang menghasilkan ASI juga mulai
berfungsi. Ketika bayi menghisap puting, refleks saraf merangsang lobus posterior
pituitari untuk menyekresi hormone oksitosin. Oksitosin merangsang refleks let
down mengalirkan (Saleha, 2009; h. 58).
ASI mulai ada kira-kira pada hari ke-3 atau ke-4 setelah kelahiran bayi dan
kolostrum berubah menjadi ASI yang matur kira-kira 15 hari sesudah bayi lahir
(Sulistyawati, 2009; h. 12).
Isapan bayi memicu pelepasan ASI dari alveolus mamae malalui duktus sinus
laktiferus. Isapan merangsang produksi oksitosin oleh kelenjar hipofisi anterior.
Oksitosin memasuki drah dan menyebabkan kontraksi sel-sel khusus yang
mengelilingi alveolus dan duktus laktiferus. Kontraksi ini mendorong ASI keluar
dari alveolus melalui duktus laktiferus menuju sinus laktiferus dimana ia akan
tersimpan. Pada saat bayi menghisap, ASI dalam sinus tertekan keluar kemulut
bayi. Gerakan ASI dari sinus dinamakan let down atau pelepasan. Pada akhir let
down dapat dipicu tanpa rangsangan isapan, pelepasan dapat terjadi bila ibu
mendengar bayi menagis atau sekedar memikirkan bayinya. “pelepasan” penting
sekali bagi pemberian ASI yang baik. Tanpa “pelepasan” bayi dapat mengisap
terus-menerus, tetapi hanya memperoleh dari sebagian ASI yang tersedia dan
tersimpan. Bila “pelepasan” gagal terjadi berulang kali dan payudara berulang kali
tidak dikosongkan pada waktu pelepasan, reflek ini akan berhenti berpungsi dan
laktasi akan berhenti (Sunarsih dkk, 2011; h.10-11)
2)      Pengeluaran ASI
ASI sebagai makanan alamiah adalah makanan yang terbaik yang dapat
diberikan oleh seorang ibu pada anaknya yang baru dilahirkannya. Komposisi
berubah sesuai dengan kebutuhan bayi pada setiap saat, yaitu kolostrum pada hari
pertama sampai 4-7 hari, dilanjutkan dengan ASI peralihan sampai 3-4 minggu,
selanjutnya ASI matur (Prawirohardjo, 2010; h. 376).
3)      ASI Ekslusif
ASI ekslusif (menururt WHO) adalah pemberian ASI saja pada bayi sampai
usia 6 bulan tanpa tambahan cairan ataupun makanan lain. ASI dapat diberikan
sampai bayi berusia 2 tahun. Pemberian ASI ekslusif selama 6 bulan dianjurkan
oleh pedoman internasional yang didasarkan pada bukti ilmiah tentang manfaat
ASI baik bagi bayi, ibu, keluarga, maupun negara.
Menurut penelitian yang dilakukan di Dhaka pada 1.667 bayi selama 12
bulan mengatakan bahwa ASI ekslusif dapat menurunkan risiko kematian akibat
infeksi saluran nafas akut dan diare. WHO dan UNICEF merekomendasikan
kepada para ibu, bila memungkinkan ASI ekslusif diberikan sampai 6 bulan
dengan menerapkan hal-hal sebagai berikut.
a. Insisi menyusui dini selama satu jam setelah kelahiran bayi.
b. ASI ekslusif diberikan pada bayi hanya ASI saja tanpa makanan tambahan
atau minuman.
c. ASI diberikan secara on-demand atau sesuai kebutuhan bayi, setiap hari
setiap malam.
d. ASI diberikan tidak menggunakan botol, cangkir, maupun dot.

2.      Perubahan sistem pencernaan


Biasanya, ibu mengalami konstipasi setelah persalinan. Hal ini disebabkan
karena pada waktu persalinan,alat pencernaan mengalami tekanan yang
menyebabkan kolon menjadi kosong, kurangnya asupan cairan dan makanan, serta
kurangnya aktivitas tubuh. Supaya buang air besar kembali normal,dapat diatasi
dengan diet tinggi serat,peningkatan asupan cairan saat ambulasi awal. Bila ini
tidak berhasil dalm 2-3 hari dapat diberikan obat laksansia.
3.      Perubahan Sistem Perkemihan
Setelah proses persalinan berlangsung,biasanya ibu akan sulit untuk buang
air kecil dalam 24 jam pertama. Kemungkinan penyebab dari keadaan ini adalah
terdapat spasme sfinkter dan edema leher kandung kemih sesudah bagian ini
mengalami kompresi (tekanan) antara kepala janin dan tulang pubis selama
persalinan berlangsung. Kandung kemih dalam masa nifas menjadi kurang sensitif
dan kapasitas bertambah sehingga setiap kali kencing masih tertinggal urine
residual (normal kurang lebih 15cc) (Sulistyawati, 2009; h. 78).
4.      Perubahan Sistem Muskuloskeletal
Adaptasi muskuloskeletal ini mencakup : peningkatan berat badan,
bergesernya pusat akibat pembesaran rahim, relaksasi dan mobilitas. Namun
demikian, pada saat post partum sistem muskuloskeletal akan berangsur-angsur
pulih kembali. Ambulasi dini dilakukan segera setelah melahirkan, untuk
membantu mencegah kompllikasi dan mempercepat involusi uteri (Rukiyah dkk,
2011; h. 67-68).
5.      Perubahan Sistem Endokrin
Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat perubahan pada sistem
endokrin. Hormon-hormon yang berperan pada proses tersebut, antara lain :
a. Hormon oksitosin
Disekresikan dari kelenjar otak bagian belakang. Hormon oksitosin
berperan dalam pelepasan plasenta dan mempertahankan kontraksi sehinga
mencegah pendarahan.
b. Hormon prolaktin
Menurunkan kadar ekstrogen menimbulkan terangsangnya kelenjar
pituitari bagian belakang untuk mengeluarkan prolaktin, hormon ini
berperan dalam pembesaran payudara untuk merangsang produksi susu.
c. Hormon estrogen dan progesteron
Selama hamil volume darah normal meningkat walaupun mekanismenya
secara penuh belum dimengerti (Saleha, 2009; h. 60).
6.      Perubahan Tanda-tanda Vital
Pada masa nifas, tanda-tanda vital yang harus dikaji antara lain :
a.       Suhu badan
24 jam post partum suhu badan akan naik sedikit (37,5 0C-380C). Sebagai akibat
kerja keras saat melahirkan, kehilangan cairan dan kelelahan, apabila keadaan
normal suhu badan akan biasa lagi. Pada hari ketiga suhu badan akan naik lagi
karena ada pembentukan ASI, buah dada akan menjadi bengkak, berwarna merah
karena banyaknya ASI bila suhu tidak turun kemungkinan adanya infeksi pada
endometrium, mastitis, dan lain-lain.
b.      Nadi
Denyut nadi orang dewasa 60-80 kali permenit. Sehabis melahirkan biasanya
denyut nadi itu akan lebih cepat. Setiap denyut nadi yang melebihi 100 adalah
abnormal dan hal ini mungkin disebabkan oleh infeksi atau perdarahan post
partum yang tertunda.
c.       Tekanan darah
Biasanya tidak berubah, kemungkinan tekanan darah akan akan rendah setelah ibu
melahirkan karena ada perdarahan. Tekanan darah tinggi pada post partum dapat
menandakan terjadinya pre-eklamsi post partum.
d.      Pernafasan
Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu dan
denyut nadi. Apabila suhu dan denyut nadi tidak normal pernafasan juga akan
akan mengikutinya kecuali ada gangguan khusus pada saluran pernafasan
(Sunarsih dkk, 2011; h. 60).
7.      Perubahan Sistem Kardiovaskuler
Pada persalinan pervaginam kehilangan darah sekitar 300-400 CC. Bila
persalinan dengan Sectio Caesaria kehilangan darah bisa dua kali lipat. Apabila
pada persalinan pervaginam haemokonsentrasi akan naik dan pada Seksio sesarea
haemokonsentrasi cenderung stabil dan kembali normal setelah 4-6 minggu.
Meskipun kadar estrogen mengalami penurunan yang sangat besar selama masa
nifas, namun kadarnya masih tetap lebih tinggi daripada normal. Plasma darah
tidak begitu mengandung cairan dengan demikian daya koagulasi meningkat.
Pembekuan darah harus dicegah dengan penanganan yang cermat dan penekanan
pada ambulasi dini
8.         Perubahan Perubahan Hematologi
Pada minggu-minggu terakhir kehamilan, kadar fibrinogen dan plasma
serta faktor-faktor pembekuan darah meningkat. Pada hari pertama post partum,
kadar fibrinogen dan plasma akan sedikit menurun tetapi darah lebih mengental
dengan peningkatan viskositas sehingga meningkatkan faktor pembekuan darah.
Pada ibu masa nifas 72 jam pertama biasanya akan kehilangan volume plasma
daripada sel darah, penurunan plasma ditambah peningkatan sel darah pada
waktu kehamilan diasosikan dengan peningkatan hematoktir dan haemoglobin
pada hari ketiga sampai tujuh hari setelah persalinan (Rukiyah dkk, 2011; h. 70-
71).
C.       PROSES ADAPTASI PSIKOLOGI IBU MASA NIFAS
Adaptasi psikologi ibu nifas dibagi 3 yaitu :
1. Fase taking in
Fase ini adalah fase ketergantungan yang berlangsung dari hari pertama
sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada saat itu, fokus perhatian ibu terutama
pada dirinya sendiri. Pengalaman selama proses persalinan sering berulang
diceritakannya. Kelelahan membuat ibu cukup istirahat untuk mencegah gejala
kurang tidur, seperti mudah tersinggung. Pada fase ini perlu diperhatikan
pemberian ekstra makanan untuk proses pemulihannya.
2. Fase taking hold
Fase ini berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Pada fase taking
hold, ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawab dalam
merawat bayinya. Selain itu perasaannya mudah tersinggung dan komunikasinya
kurang hati-hati. Oleh karena itu ibu memerlukan dukungan karena saat ini
merupakan kesempatan yang baik untuk menerima berbagai penyuluhan dalam
merawat diri dan bayinya sehingga tumbuh rasa percaya diri.
3. Fase leting go
Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya yang
berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah menyesuaikan diri dengan
ketergantungan bayinya. Keinginan untuk merawat diri dan bayinya meningkat
pada fase ini (Sunarsih dkk, 2011; h. 65-66).
D.       KEBUTUHAN DASAR IBU NIFAS
1.    Kebutuhan Nutrisi dan Cairan
a. Mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari
b. Makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral, dan
vitamin yang cukup
c. Minum sedikitnya 3 liter air setiap hari (anjurkan ibu untuk minum
setiap kali menyusui)
d. Pil zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi setidaknya selama
40 hari pasca bersalin
e. Minum kapsul vitamin A (200.000 unit) agar bisa memberikan vitamin
A kepada bayinya melalui ASI nya (Saleha, 2009; h. 71).
2.    Ambulasi/Mobilisasi
Ambulasi dapat dilakukan dalam 2 jam setelah bersalin ibu harus sudah bisa
melakukan mobilisasi yang dapat dilakukan secara perlahan-lahan dan bertahap
diawali dengan miring kanan atau kiri terlebih dahulu, kemudian duduk dan
berangsur-angsur untuk berdiri dan jalan.
a. Manfaat mobilisasi Dini (Early mobilization) yaitu:
1) Melancarkan pengeluaran lokia, mengurangi infeksi puerperium
2) Mempercepat involusi alat kandungan
3) Melancarkan fungsi alat gastrointestinal dan alat perkemihan
4) Meningkatkan kelancaran peredaran darah, sehingga mempercepat fungsi ASI
dan pengeluaran sisa metabolisme
b.    Keuntungan ambulasi dini adalah :
1) Ibu merasa lebih sehat dan kuat.
2) Fungsi usus, sirkulasi, paru-paru dan perkemihan lebih baik.
3) Memungkinkan untuk mengajarkan perawatan bayi pada ibu.
4) Mencegah thrombosis pada pembuluh tungkai (Sunarsih dkk, 2011; h. 73).
5) Sesuai dengan keadaan Indonesia ( sosial ekonomis )
3.      Eliminasi BAK/BAB
Miksi disebut normal bila dapat BAK spontan tiap 3-4 jam. Ibu diusahakan
mampu buang air kecil sendiri, bila tidak dilakukan tindakan berikut ini :
a. Dirangsang dengan mengalirkan air keran di dekat klien
b. Mengompres air hangat diatas simpisis
c. Saat site bath (berendam air hangat) klien disuruh BAK
Biasanya 2-3 hari post partum masih susah BAB maka sebaiknya diberikan laksan
atau paraffin (1-2 hari post partum), atau pada hari ke-3 diberi laksa supositoria
dan minum air hangat. Berikut adalah cara agar dapat BAB dengan teratur:
a. Diet teratur
b. Pemberian cairan yang banyak
c. Ambulasi yang baik
d. Bila takut buang air besar secara episiotomi, maka diberikan laksan
suposotria
4.      Kebersihan Diri/Perineum
a. Anjurkan kebersihan seluruh tubuh.
b. Mengajarkan ibu bagaimana membersihkan daerah kemaluan dengan sabun
dan air. Pastikan bahwa ia mengerti untuk membersihkan daerah disekitar
vulva terlebih dahulu, dari depan ke belakang, baru kemudian
membersihkan daerah sekitar anus. Nasehatkan kepada ibu untuk
membersihkan vulva setiap kali buang air besar atau buang air kecil.
c. Sarankan ibu untuk mengganti pembalut atau kain pembalut setidaknya dua
kali sehari. Kain dapat digunakan ulang jika telah dicuci dengan baik dan
dikeringkan di bawah matahari atau disetrika.
d. Sarankan ibu untuk cuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah
membersihkan daerah kelaminnya.
e. Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi, sarankan kepada ibu
untuk menghindari menyentuh daerah luka.
5.      Istirahat
a. Anjurkan ibu agar istirahat cukup untuk mencegah kelelahan yang
berlebihan
b. Sarankan ia untuk kembali ke kegiatan-kegiatan rumah tangga secara
perlahan-lahan serta untuk tidur siang atau beristirahat selagi bayi tidur
c. Kurang istirahat akan mempengaruhi ibu dalam beberapa hal :
1) Mengurangi jumlah ASI yang diproduksi
2) Memperlambat proses involusi uterus dan memperbanyak perdarahan
3) Menyebabkan depresi dan ketidak mampuan untuk merawat bayi dan
dirinya sendiri (Sunarsih dkk, 2011; h. 72-76)

6.      Seksual

a. Secara fisik aman untuk memulai hubungan suami istri begitu darah merah
berhenti dan ibu dapat memasukkan satu atau dua jarinya ke dalam vagina
tanpa rasa nyeri. Begitu darah merah berhenti dan ibu tidak merasa nyeri,
aman untuk memulai, melakukan hubungan suami istri kapan saja ibu siap
b. Banyak budaya yang mempunyai tradisi menunda hubungan suami istri
sampai masa waktu tertentu, misalnya 40 hari atau 6 minggu setelah
persalinan. Keputusan bergantung pada pasangan yang bersangkutan
(Saleha, 2009; h. 74-75).
7.    Perawatan Payudara
a. Sebaiknya perawatan payudara telah dimulai sejak wanita hamil supaya
puting lemas, tidak keras, dan kering sebagai persiapan untuk menyusui
bayinya
b. Perlu dilakukan perawatan payudara pada ibu nifas
c. Bila bayi meninggal, laktasi harus dihentikan dengan cara : pembalutan
payudara sampai tertekan, pemberian obat estrogen
d. Untuk supresi LH seperti tablet Lynoral dan Pardolel (Sunarsih dkk, 2011;
h. 29).
e. Proses laktasi atau menyusui
8.      Keluarga berencana
a. Idealnya pasangan harus menunggu sekurang-kurangnya 2 tahun sebelum
ibu hamil kembali.
b. Biasanya ibu post partum tidak menghasilkan telur (ovum) sebelum
mendapatkan haidnya selamaa meneteki, oleh karena itu Amenore Laktasi
dapat dipakai sebelum haid pertama kembali untuk mencegah terjadinya
kehamilan.
c. Sebelum menggunakan metode KB, hal-hal berikut sebaiknya dijelaskan
dahulu pada ibu, meliputi :
1) Bagaimana metode ini dapat mencegah kehamilan serta metodenya
2) Kelebihan dan keuntungan
3) Efek samping
4) Kekurangannya
5) Bagaimana memakai metode itu
6) Kapan metode itu dapat mulai digunakan untuk wanita pasca persalinan
yang menyusui.
7) Jika pasangan memilih metode KB tertentu, ada baiknya untuk bertemu
dengannya lagi dalam 2 minggu untuk mengetahui apakah ada yang ingin
ditanyakan oleh ibu atau pasangan dan untuk melihat apakah metode
tersebut bekerja dengan baik (Rukiyah dkk, 2011; h. 80)

E.  INFEKSI MASA NIFAS


infeksi puerpuralis adalah infeksi pada traktus genetalia setelah persalinan,
biasanya dari endometrium bekas insersi plasenta (Saleha, 2009; h. 96).
1. Infeksi vulva, vagina, servik
a.    Vulvitis
Pada infeksi bekas syatan episiotomy atau luka perinium jaringan sekitarnya
membengkak, tepi luka menjadi marah dan bengkak, jahitan mudah lepas,
serta luka yang terbuka menjadi ulkus dan mengeluarkan pus.
b.    Vaginitis
Infeksi pagina bias terjadi secara langsung pada luka pagina atau melalui
perineum. Permukaan mukosa membengkak dan kemerahan, terjadi ulkus,
serta getah mengandung nanah yang keluar dari daerah ulkus. Penyebaran
dapat terjadi, tetapi pada umumnya infeksi tinggal terbatas.
c.    Servisitis
Infeksi servik sering juga terjadi, tetapi biasanya tidak menimbulkan banyak
gejala. Luka servik yang dalam dan meluas dapat langsung kedasar
ligamentum latum sehingga menyebabkan infeksi menjalar keparametrium.
Gejala klinis yang dirasakan pada servisitis adalah:
 Nyeri dan rasa panas pada daerah infeksi
 Kadang perih bila BAK
 Demam dengan suhu badan 39 -40

2. Tromboflebilitis
Penyebaran infeksi melalui vena sering terjadi dan merupakan penyebab
terpenting dari kematian karna infeksi purpuralis.
Radang vena golongan 1 disebut tromboflebitis pelvis dan infeksi vena-vena
golongan 2 disebut tromboflebitis femoralis.
a. Tromboflebitis pelvis. Tromboflebitis pelvisyang sering meradang adalah
vena ovarika karna mengalirkan darah dan luka bekas plasenta didaerah
fundus uteri.
b. Tromboflebitis femoralis. Tromboflebitis femolis rdapat menjadi
Tromboflebitisvena safena magna atau peradangan vena femoralis sendiri,
penjalaran tromboflebitis vena uterin, dan akibat parametritis.
c. Peritonitis. Infeksi puerpuralis melalui saluran getah bening dapat menjalar
keperitonium hinga terjadi peritonitis atau keparametrium menyebabkan
parametritis.
d. Parametris dapat terjadi dengan 3 cara tersebut
 melalui robekan servik yang dalam.
 penjalaran endometritis atau luka servik yang terinfeksi melalui saluran
getah bening.
 sebagai lanjutan tromboflebitis pelvis.
3. Perdarahan dalam masa nifas
Penyebab dari pendarahan masa nifas adalah sebagai berikut.
 Sisa plasenta dan polip plasenta
 Endometritis purpuralis
 Sebab-sebab pungsional
 Perdarah luka
4. Infeksi saluran kemih
kejadian infeksi saluran kemih pada masa nifas relative tinggi dan hal ini
dihubungkan dengan hipotoni kandung kemih akibat trauma kandung kemih
waktu persalinan, pemeriksaan dalam yang terlalu sering, kontaminasi kuman dari
perineum atau kateterisasi yang sering.
5. Putting susu lecet
 kesalahan dalam teknik menyusui, bayi tidak menyusui sampai aerola
tertutup oleh mulut bayi.
 monoliasis pada mulut bayi yang menular pada puting susu ibu.
 akibat dari pemakaian sabun, alcohol, krim, atau zat iritan lainnya untuk
mencuci puting susu.
 pada bayi lidah yang pendek sehingga menyebabkan bayi sulit
menghisap.
 rasa nyeri juga dapat timbul apabila ibu menghentikan menyusui dengan
kurang hati-hati
6. Payudara bengkak
Pembengkakan payudara terjadi karena ASI tidak disusui dengan adekuat,
sehingga sisa ASI terkumpul pada sistem duktus yang mengakibatkan terjadinya
pembengkakan. Payudara bengkak ini sering terjadi pada hari ketiga atau keempat
sesudah melahirkan. Statis pada pembuluh darah dan limfe akan mengakibatkan
meningkanya tekanan intrakaudal, yang akan mempengaruhi segmen pada
payudaranya, sehingga takanan pada payudara meningkat. Akibatnya, payudara
sering terasa penuh, tegang serta nyeri. Kemudian diikuti oleh penurunan produksi
ASI dan penurunan let down. Penggunaan Bra yang ketat juga bisa menyebabkan
segmental engorgement, demikian pula puting yang tidak bersih dapat
menyebabkan sumbatan pada duktus
(Saleha, 2009; h. 96-105).
7. Saluran susu tersumbat
 Pada wanita yang kurus, gejalanya terlihat dengan jelas dan lunak pada
perabaan.
 Payudara pada daerah yang mengalami penyumbatan terasa nyeri dan
bengkak yang terlokalisir
8. Bendungan ASI
Bendungan ASI adalah terjadinya pembengkakan pada payudara karena
peningkatan aliran vena dan limfe sehingga menyebabkan bendungan ASI dan
rasa nyeri disertai kenaikan suhu badan (Prawirhajo, 2005; h. 700)
9. Mastitis
Mastitis adalah radang pada payudara
 Bengkak, nyeri pada seluruh payudara/nyeri local.
 Kemerahan pada seluruh payudara atau hanya local.
 Payudara keras dan berbenjol-benjol.
 Panas badan dan rasa sakit umum.
10. Abses payudara
Harus dibedakan antara mastitis dan abses. Abses payudara merupakan
kelanjutan/komplikasi dari mastitis. Hal ini disebabkan karena meluanya
peradangan dalam payudara tersebut.

Anda mungkin juga menyukai