Anda di halaman 1dari 71

STAGE

KOLABORASI PADA ASUHAN KEBIDANAN IBU BERSALIN

NAMA MAHASISWA : NUR RIZKA ULFA

NIM : P1337424821135
RUANG : PONED
PUSKESMAS GABUS 1

TANGGAL PRAKTIK : 31 Januari-26 Februari 2022


PEMBIMBING :
BERKAS YANG : 1 LAPORAN PENDAHULUAN
DIKUMPULKAN

HARI TANGGAL :
PENYERAHAN
PENERIMA :
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEBIDANAN KOLABORASI PADA IBU BERSALIN DENGAN
KETUBAN PECAH DINI

Disusun Oleh:
NUR RIZKA ULFA
NIP: P1337424821135

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI BIDAN JURUSAN KEBIDANAN


POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
TAHUN AJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas
limpahan rahmat, karunia dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan
Kasus yang berjudul “Asuhan Kebidanan Holistik pada Persalinan dan BBL”.
Laporan Pendahuluan ini disusun sebagai tugas praktik klinik Pendidikan Profesi
Bidan Poltekkes Kemenkes Semarang.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak/Ibu:

1. Ida Ariyanti, S.SiT., M.Kes, selaku Kepala Program Studi Diploma IV


Kebidanan dan Profesi Bidan Poltekkes Kemenkes Semaran
2. SRI WAHYUNI.M,SKp.Ns,STr.Keb,M.Kes , selaku dosen pembimbing
Akademik
3. Rejeki Puji Hastuti Amd.Keb, selaku pembimbing lahan praktik yang telah
memberikan bimbingan kepada penulis selama praktik stage Persalinan dan
BBL di Puskesmas Doplang Kabupaten Blora
4. Suami dan anak anak tercinta yang telah memberikan doa dan dukungannya
5. Sahabat dan teman-teman khususnya Pendidikan Profesi Bidan Poltekkes
Kemenkes Semarang Tahun 2021
Serta semua pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu yang telah
terlibat banyak membantu sehingga tugas ini dapat diselesaikan.

Penulis mohon maaf karena tentunya masih banyak kekurangan dan


kesalahan dalam proses pembuatan dan penyusunan laporan ini. Kritik dan saran
yang bersifat membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan demi
perbaikan laporan ilmiah ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis
maupun kita bersama.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Semarang, Februari 2022

Penulis
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Praktek Stage Kolaborasi Pada Ibu Bersalin telah diperiksa

dan disahkan pada tanggal: 2022

Semarang , Februari 2022

Pembimbing Klinik Praktikan

REJEKI PUJI HASTUTI NUR RIZKA ULFA

NIP. 19730211 19303 2 004 NIM. P1337424821135

Mengetahui,

Pembimbing Institusi

SRI WAHYUNI.M,SKp.Ns,STr.Keb,M.Kes
NIP. 19710217 199803 2 001
BAB 1
TINJAUAN TEORI

I. Tinjauan Teori Medis


a. Pengertian
Dalam pengertian sehari-hari persalinan sering diartikan serangkaian
kejadian pengeluaran bayi yang sudah cukup bulan, disusul dengan
pengeluaran plasenta dan selaput janin dari tubuh ibu melalui jalan lahir
atau melalui jalan lain, berlangsung dengan bantuan atau tanpa bantuan
(kekuatan ibu sendiri)(Kurniarum Ari, 2016)
Dalam buku Oktarina Mika 2016 Ada beberapa pengertian persalinan,
yaitu sebagai berikut :
1. Persalinan normal menurut WHO (2010) adalah persalinan yang dimulai
secara spontan, beresiko rendah pada awal persalinan dan tetap demikian
selama proses persalinan, bayi lahir secara spontan dalam presentasi
belakang kepala pada usia kehamilan 37-42 minggu lengkap dan setelah
persalinan ibu maupun bayi berada dalam kondisi sehat.
2. Persalinan adalah suatu proses yang dimulai dengan adanya kontraksi
uterus yang menyebabkan terjadinya dilatasi progresif dari
serviks,kelahiran bayi, dan kelahiran plasenta dan proses tersebut
merupakan proses alamiah( Rohani, 2011).
3. Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang
dapat hidup di luar uterus melalui vagina ke dunia luar. Persalinan
normal atau persalinan spontan adalah bila bayi lahir dengan letak
belakang kepala tanpa melalui alat-alat atau pertolongan istimewa
serta tidak melukai ibu dan bayi dan umumnya berlangsung dalam
waktu kurang dari 24 jam (wiknjosastro, 2012)
b. Tanda dan Gejala
Tanda-tanda bahwa persalinan sudah dekat menurut Kurniarum Ari 2016
yaitu :
1. Terjadi Lightening
Beberapa minggu sebelum persalinan, calon ibu merasa bahwa
keadaannya menjadi lebih enteng. Ia merasa kurang sesak, tetapi
sebaliknya ia merasa bahwa berjalan sedikit ebih sukar, dan sering
diganggu oleh perasaan nyeri pada anggota bawah.
2. Pollikasuria
Pada akhir bulan ke-IX hasil pemeriksaan didapatkan epigastrium
kendor, fundus uteri lebih rendah dari pada kedudukannya dan kepala
janin sudah mulai masuk ke dalam pintu atas panggul. Keadaan ini
menyebabkan kandung kencing tertekan sehingga merangsang ibu
untuk sering kencing yang disebut Pollakisuria.
3. False labor
Tiga (3) atau empat (4) minggu sebelum persalinan, calon ibu diganggu
oleh his pendahuluan yang sebetulnya hanya merupakan peningkatan
dari kontraksi Braxton Hicks.
His pendahuluan ini bersifat:
a) Nyeri yang hanya terasa di perut bagian bawah
b) Tidak teratur
c) Lamanya his pendek, tidak bertambah kuat dengan majunya
waktu dan bila dibawa jalan malah sering berkurang
d) Tidak ada pengaruh pada pendataran atau pembukaan cervix
4. Perubahan cervix
Pada akhir bulan ke-IX hasil pemeriksaan cervix menunjukkan bahwa
cervix yang tadinya tertutup, panjang dan kurang lunak, kemudian
menjadi lebih lembut, dan beberapa menunjukkan telah terjadi
pembukaan dan penipisan. Perubahan ini berbeda untuk masingmasing
ibu, misalnya pada multipara sudah terjadi pembukaan 2 cm namun
pada primipara sebagian besar masih dalam keadaan tertutup.
5. Energy Sport
Beberapa ibu akan mengalami peningkatan energi kira-kira 24-28 jam
sebelum persalinan mulai. Setelah beberapa hari sebelumnya merasa
kelelahan fisik karena tuanya kehamilan maka ibu mendapati satu hari
sebelum persalinan dengan energi yang penuh. Peningkatan energi ibu
ini tampak dari aktifitas yang dilakukannya seperti membersihkan
rumah, mengepel, mencuci perabot rumah, dan pekerjaan rumah
lainnya sehingga ibu akan kehabisan tenaga menjelang kelahiran bayi,
sehingga persalinan menjadi panjang dan sulit.
6. Gastrointestinal Upsets
Beberapa ibu mungkin akan mengalami tanda-tanda seperti diare,
obstipasi, mual dan muntah karena efek penurunan hormon terhadap
sistem pencernaan.

Tanda-tanda Timbulnya Persalinan (Inpartu)


Yang merupakan tanda pasti dari persalinan adalah :
a) Timbulnya kontraksi uterus
Biasa juga disebut dengan his persalinan yaitu his pembukaan yang
mempunyai sifat sebagai berikut :
1) Nyeri melingkar dari punggung memancar ke perut bagian depan.
2) Pinggang terasa sakit dan menjalar kedepan
3) Sifatnya teratur, inerval makin lama makin pendek dan
kekuatannya makin besar
4) Mempunyai pengaruh pada pendataran dan atau pembukaan cervix
5) Makin beraktifitas ibu akan menambah kekuatan
kontraksi.Kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan pada
servix (frekuensi minimal 2 kali dalam 10 menit). Kontraksi yang
terjadi dapat menyebabkan pendataran, penipisan dan pembukaan
serviks.
b) Penipisan dan pembukaan servix
Penipisan dan pembukaan servix ditandai dengan adanya pengeluaran
lendir dan arah sebagai tanda pemula.
c) Bloody Show (lendir disertai darah dari jalan lahir)
Dengan pendataran dan pembukaan, lendir dari canalis cervicalis keluar
disertai dengan sedikit darah. Perdarahan yang sedikit ini disebabkan
karena lepasnya selaput janin pada bagian bawah segmen bawah rahim
hingga beberapa capillair darah terputus.
d) Premature Rupture of Membrane
Adalah keluarnya cairan banyak dengan sekonyong-konyong dari jalan
lahir. Hal ini terjadi akibat ketuban pecah atau selaput janin robek.
Ketuban biasanya pecah kalau pembukaan lengkap atau hampir lengkap
dan dalam hal ini keluarnya cairan merupakan tanda yang lambat sekali.
Tetapi kadang-kadang ketuban pecah pada pembukaan kecil, malahan
kadang-kadang selaput janin robek sebelum persalinan.Walaupun
demikian persalinan diharapkan akan mulai dalam 24 jam setelah air
ketuban keluar.

c. Tahapan Persalinan
Tahapan persalinan Dalam buku Sulfianti 2020 menurut Prawiroharjo
(1999) bahwa tahapan persalinan dibagi menjadi 4 kala yaitu :
1. Kala I Persalinan
Dimulai sejak adanya his yang teratur dan meningkat ( frekwensi dan
Kekuatannya)yang menyebabkan pembukaan, sampai serviks
membuka lengkap (10 cm).Kala I terdiri dari dua Fase, Yaitu Fase
laten dan fase aktif.
a. Fase Laten
Dimulai sejak awal kontraksi yang menyebabkan pembukaan
sampai pembukaan 3 cm.
Pada umumnya berlangsung selama 8 jam..
b. Fase Aktif, dibagi dalam 3 fase , yaitu:
1) Fase akselearsi, dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm menjadi
4 cm
2) Fase Dilatasi maksimal, dalam waktu 2 jam pembukaan
serviks berlangsung cepat dari 4 cm menjadi 9 cm.
3) Fase Deselerasi, pembukaan serviks menjadi lambat. Dalam
waktu 2 jam pembukaan 9 cm menjadi 10 cm
Pada primipara, berlangsung selama 12 jam dan multipara skitar 8
jam. Kecepatan pembukaan serviks 1 cm/jam ( premipara) tau
lebih dari 1 cm hingga 2 cm ( multipara).

2. Kala II(dua)Persalinan
Persalinan Kala II di mulai ketika pembukaan serviks sudah
lengkap (10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Kala II juga disebut
sebagai kala pengeluaran bayi. Tanda pasti Kala II ditentukan melalui
pemeriksaan dalam yang hasilnya adalah:
a. Pembukaan serviks telah lengkap (10 cm), atau
b. Terlihatnya bagian kepala bayi melalui introitus vagina.
Proses kala II berlangsung 2 jam pada primipara dan 1 jam pada
multipara. Dalam kondisi yang normal pada kala II kepala janin
sudah masuk dalam dasar panggul, maka pada saat his dirasakan
tekanan pada otot-otot dasar panggul yang secara reflek
menimbulkan rasa mengedan.wanita merasa adanya pada rectum
dan seperti akan buang air besar.
Kemudian perineum mulai menonjol dan melebar dengan
membukanya anus.Labia mulai membuka dan tidak lama kemudian
kepala janin tampak di vulva saat ada his. Jika dasar panggul sudah
berelaksasi , kepala janin tidak masuk lagi diluar his.Dengan
kekuatan his dan mengedan maksimal kepala dilahirkan dengan
suboksiput dibawah simpisis dan dahi, muka, dagu melewati
perineum. Setelah his istirahat sebentar, maka his akan mulai lagi
untuk mengeluarkan anggota badan bayi.
3. Kala III (tiga) persalinan
Persalinan kala III dimulai segera setelah bayi lahir dan berakhir
dengan lahirnya plasenta serta selaput ketuban yang berlangsung tidak
lebih dari 30 menit. Biasanya plsenta lepas dalam 6 sampai 15 menit
setelah bayi lahir dan keluar atau dengan tekanan dari fundus uteri.
4. Kala IV
Kala IV persalinan dimulai setelah lahirnya plasenta sampai 2 jam post
partum.(Nurasih et.al., 2012)

d. Perubahan Fisiologis Persalinan


1) Perubahan Fisiologis Persalinan Kala I
a. Perubahan pada uterus
Uterus terdiri dari dua komponen fungsional utama myometrium dan
serviks. Berikut ini akan dibahas tentang kedua komponen fungsional
dengan perubahan yang terjadi pada kedua komponen tersebut. Kontraksi
uterus bertanggung jawab terhadap penipisan dan pembukaan servik dan
pengeluaran bayi dalam persalinan. Kontraksi uterus saat persalinan sangat
unik karena kontraksi ini merupakan kontraksi otot yang sangat sakit.
Kontraksi ini bersifat involunter yang bekerja dibawah control saraf dan
bersifat intermitten yang memberikan keuntungan berupa adanya periode
istirahat/reaksi diantara dua kontraksi. (Rosyati H, 2017)
Terdapat 4 perubahan fisiologi pada kontraksi uterus yaitu :
1. Fundal dominan atau dominasi
Kontraksi berawal dari fundus pada salah kornu. Kemudian menyebar
ke samping dan kebawah. Kontraksi tersebar dan terlama adalah
dibagian fundus. Namun pada puncak kontraksi dapat mencapai
seluruh bagian uterus.
2. Kontraksi dan retraksi
Pada awal persalinan kontraksi uterus berlangsung setiap 15 – 20
menit selama 30 detik dan diakhir kala 1 setiap 2 – 3 menit selama 50
– 60 detik dengan intensitas yang sangat kuat. Pada segmen atas
Rahim tidak berelaksasi sampai kembali ke panjang aslinya setelah
kontraksi namun relative menetap pada panjang yang lebih pendek.
Hal ini disebut dengan retraksi.
3. Polaritas
Polaritas adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
keselarasan saraf – saraf otot yang berada pada dua kutub atau segmen
uterus ketika berkontraksi. Ketika segmen atas uterus berkontraksi
dengan kuat dan berertraksi maka segmen bawah uterus hanya
berkontraksi sedikit dan membuka.
4. Differensisiasi atau perbedaan kontraksi uterus
Selama persalinan aktif uterus berubah menjadi dua bagian yang
berbeda segmen atas uterus yang berkontraksi secara aktif menjadi
lebih tebal ketika persalinan maju. Segmen bawah uterus dan servik
relative pasif dibanding dengan dengan segmen atas dan bagian ini
berkembang menjadi jalan yang berdinding jauh lebih tipis untuk
janin. Cincin retraksi terbentuk pada persambungan segmen bawah
dan atas uterus. Segmen bawah Rahim terbentuk secara bertahap
ketika kehamilan bertambah tua dan kemudian menipis sekali pada
saat persalinan.
b. Perubahan serviks
Kala I persalinan dimulai dari munculnya kontraksi persalinan yang
ditandai dengan perubahan serviks secara progesif dan diakhiri dengan
pembukaan servik lengkap, Kala ini dibagi menjadi 2 fase yaitu fase laten
dan fase aktif :
a) Fase laten : fase yang dimulai pada pembukaan serviks 0 dan
berakhir sampai pembukaan servik mencapai 3 cm. pada fase ini
kontraksi uterus meningkat frekuensi, durasi, dan intensitasnya dari
setiap 10 – 20 menit, lama 15 – 20 detik dengan intensitas cukup
menjadi 5 – 7 menit, lama 30 – 40 detik dan dengan intensitas yang
kuat.
b) Fase aktif : fase yang dimulai pada pembukaan serviks 4 dan
berakhir sampai pembukaan serviks mencapai 10 cm. pada fase ini
kontraksi uterus menjadi efektif ditandai dengan meningkatanya
frekuensi, durasi dan kekuatan kontraksi. Tekanan puncak
kontraksi yang dihasilkan mencapai 40 – 50 mmHg. Diakhir fase
aktif kontraksi berlangsung 2 – 3 menit sekali, selama 60 detik
dengan intensitas lebih dari 40 mmHg. Fase aktif dibedakan
menjadi fase akselerasi, fase lereng maksimal dan fase deselarasi.
- Fase akselerasi : dari pembukaan servik 3 menjadi 4 cm.
fase ini merupakan fase persiapan menuju fase berikutnya.
- Fase lereng maksimal : fase ini merupakan waktu ketika
dilatasi servik meningkat dengan cepat. Dari pembukaan 4
cm menjadi 9 cm selama 2 jam. Normalnya pembukaan
servik pada fase ini konstan yaitu 3 cm perjam untuk
multipara dan 1.2 cm untuk primipara.
- Fase deselerasi : merupakan akhir fase aktif dimana dilatasi
servik dari 9 cm menuju pembukaan lengkap 10 cm.
dilatasi servik pada fase ini lambat rata – rata 1 cm perjam
namun pada multipara lebih cepat.
Ada 2 proses fisiologi utama yang terjadi pada servik :
a) Pendataran servik disebut juga penipisan servik pemendekan
saluran servik dari 2 cm menjadi hanya berupa muara melingkar
dengan tepi hampir setiis kertas. Proses ini terjadi dari atas
kebawah sebagai hasil dari aktivitas myometrium. Serabut –
serabut otot setinggi os servik internum ditarik keatas dan
dipendekkan menuju segmen bawah uterus, sementara os
eksternum tidak berubah
b) Pembukaan servik pembukaan terjadi sebagai akibat dari kontraksi
uterus serta tekanan yang berlawanan dari kantong membrane dan
bagian bawah janin. Kepala janin saat fleksi akan membantu
pembukaan yang efisien.
Pada primigravida pembukaan didahului oleh pendatara servik.
Sedangkan multi gravida pembukaan servik dapat terjadi
bersamaan dengan pendataran
c. Kardiovaskuler
Pada setiap kontraksi, 400 ml darah dikeluarkan dari uterus dan masuk
kedalam system vaskuler ibu. Hal ini akan meningkatjan curah jantung
meningkat 10% – 15%
d. Perubahan tekanan darah
Tekanan darah meningkat selama terjadi kontraksi (sistolik rata – rata naik
15 mmHg, diastolic 5 – 10 mmHg), antara kontraksi tekanan darah
kembali normal pada level sebelum persalinan. Rasa sakit, takut dan cemas
juga akan meningkatkan tekanan darah.
e. Perubahan metabolism
Selama persalinan metabolisme aerob maupun anaerob terus menerus
meningkat seiring dengan kecemasan dan aktivitas otot. Peningkatan
metabolisme ini ditandai dengan meningkatnya suhu tubuh, nadi,
pernafasan, cardiac output dan kehilangan cairan.
f. Perubahan ginjal
Poliuri akan terjadi selama persalinan selama persalinan. Ini mungkin
disebabkan karena meningkatnya curah jantung selama persalinan dan
meningkatnya filtrasi glomelurus dan aliran plasma ginjal.
g. Perubahan hematologi
Hemoglobin meningkat sampai 1.2 gram/100ml selama persalinan
dan akan kembali pada tingkat seperti sebelum persalinan sehari setelah
pasca salin kecuali ada perdarahan pot partum. (Rosyati H, 2017)

2) Perubahan Fisiologi kala II


a. Tekanan darah
Tekanan darah dapat meningkat 15 sampai 25 mmHg selama kontraksi
pada kala dua. Upaya mengedan pada ibu juga dapat memengaruhi
tekanan darah, menyebabkan tekanan darah meningkat dan kemudian
menurun dan pada akhirnya berada sedikit diatas normal. Oleh karena itu,
diperlukan evaluasi tekanan darah dengan cermat diantara kontraksi. Rata
– rata peningkatan tekanan darah 10 mmHg di antara kontraksi ketika
wanita telah mengedan adalah hal yang normal.
b. Metabolisme
Peningkatan metabolisme yang terus menerus berlanjut sampai kala dua
disertai upaya mengedan pada ibu yang akan menambah aktivitas otot –
otot rangka untuk memperbesar peningkatan metabolisme.
c. Denyut nadi
Frekuensi denyut nadi ibu bervariasi pada setiap kali mengedan. Secara
keseluruhan, frekuensi nadi meningkat selama kala dua persalinan disertai
takikardi yang mencapai puncaknya pada saat persalinan.
d. Suhu
Peningkatan suhu tertinggi terjadi pada saat persalinan dan segera
setelahnya. Peningkatan normal adalah 0.5 sampai 1ºC
e. Perubahan system pernafasan
Sedikit peningkatan frekuensi pernapasan masih normal diakibatkan
peningkatan lebih lanjut curah jantung selama persalinan dan
mencerminkan peningkatan metabolisme yang terjadi
f. Perubahan ginjal
Polyuria sering terjadi selama persalinan. Kondisi ini dapat diakibatkan
peningkatan lebih lanjut curah jantung selama persalinan dan
kemungkinan peningkatan laju filtrasi glomelurus dan aliran plasma ginjal.
Polyuria menjadi kurang jelas pada posisi terlentang karena posisi ini
membuat aliran urine berkurang selama kehamilan.
g. Perubahan gastrointestinal
Penurunan motilitas lambung berlanjut saampai kala dua. Muntah
normalnya hanya terjadi sesekali. Muntah yang konstan dan menetap
merupakan hal yang abnormal dan kemungkinan merupakan indikasi
komplikasi obstetric, seperti rupture uterus
h. Dorongan mengejan
Perubahan fisiologis terjadi akibat montinuasi kekuatan serupa yang telah
bekerja sejak jam – jam awal persalinan , tetapi aktivitas ini mengalami
akselerasi setelah serviks berdilatasi lengkap namun, akselerasi ini tidak
terjadi secara tiba – tiba. Beberapa wanita merasakan dorongan mengejan
sebelum serviks berdilatasi lengkap dan sebagian lagi tidak merasakan
aktivitas ini sebelum sifat ekspulsif penuh Kontraksi menjadi ekspulsif
pada saat janin turun lebih jauh kedalam vagina. Tekanan dan bagian janin
yang berpresentasi menstimulasi reseptor saraf di dasar pelvik (hal ini
disebut reflek ferguson) dan ibu mengalami dorongan untuk mengejan.
Reflex ini pada awalnya dapat dikendalikan hingga batas tertentu, tetapi
menjadi semakin kompulsif, kuat, dan involunter pada setiap kontraksi.
Respon ibu adalah menggunakan kekuatan ekspulsi sekundernya dengan
mengontraksikan otot abdomen dan diafragma
i. Pergeseran jaringan lunak
Saat kepala janin yang keras menurun, jaringan lunak pelvis mengalami
pergeseran. Dari anterior, kandung kemih terdorong keatas kedalam
abdomen tempat risiko cedera terhadap kandung kemih lebih sedikit
selama penurunan janin. Akibatnya, terjadi peregangan dan penipisan
uretra sehingga lumen uretra mengecil. Dari posterior rectum menjadi rata
dengan kurva sacrum, dan tekanan kepala menyebabkan keluarnya materi
fekal residual. Otot levator anus berdilatasi, menipis, dan bergeser kearah
lateral, dan badan perineal menjadi datar, meregang dan tipis. Kepala janin
menjadi terlihat pada vulva, maju pada setiap kontraksi dan mundur
diantara kontraksi sampai terjadinya crowning
j. Perubahan hematologi
Hemoglobin meningkat rata – rata 1.2 gm/ 100 ml selama persalinan
dan kembali ke kadar sebelum persalinan pada hari pertama paska partum
jika tidak ada kehilangan darah yang abnormal. .(Rosyati H, 2017)

3) Perubahan fisiologis kala III


Dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta yang
berlangsung tidak lebih dari 30 menit. Setelah bayi lahir uterus teraba
keras dengan fundus uteri diatas pusat beberapa menit kemudian uterus
berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta plasenta dari dindingnya.
Biasanya plasenta lepas dalam 6 menit – 15 menit setelah bayi lahir dan
keluar spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri. Pengeluaran
plasenta, disertai dengan pengeluaran darah. Komplikasi yang dapat
timbul pada kala II adalah perdarahan akibat atonia uteri, retensio plasenta,
perlukaan jalan lahir, tanda gejala tali pusat. Tempat implantasi plasenta
mengalami pengerutan akibat pengosongan kavum uteri dan kontraksi
lanjutan sehingga plasenta dilepaskan dari perlekatannya dan
pengumpulan darah pada ruang utero – plasenter akan mendorong plasenta
keluar. Otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti penyusutan
volume rongga uterus setelah lahirnya bayinya. Penyusutan ukuran ini
menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perlekatan plasenta. Karena
tempat perlekatan menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak
berubah maka plasenta akan terlipat, menebal dan kemudian lepas dari
dinding Rahim, setelah lepas, plasenta akan turun ke bagian bawah uterus
atau kedalam vagina. .(Rosyati H, 2017)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rafika pada tahun


2018, penelitian ini diperoleh nilai rata-rata kadar hemoglobin bayi baru
lahir pada kelompok 2 menit sebesar 14,5 gr/dl dan kelompok 3 menit
sebesar 15,9 gr/dl, berarti terdapat perbedaan kadar Hb bayi pada kedua
kelompok waktu penundaan pengkleman tali pusat. Penjepitan tunda
akan meningkatkan jumlah eritrosit yang ditransfusikan ke bayi, hal
tersebut tercermin dalam peningkatan kadar Hb bayi baru lahir baik pada
kelompok 3 menit dibandingkan kelompok 2 menit waktu penundaan
klem tali pusat. Hasil uji statistik didapatkan nilai p= 0.000 (p<0.05). Hal
ini berarti ada pengaruh waktu penundaan pengkleman tali pusat terhadap
kadar hemoglobin pada bayi baru lahir. Hal ini menunjukkan waktu
penundaan pengkleman tali pusat 3 menit lebih tinggi kadar
hemoglobinnya dibandingkan waktu 2 menit, namun keduanya
memberikan kadar hemoglobin yang normal. Berarti semakin lama waktu
penundaan pengkleman tali pusat, maka akan memberikan dampak yang
lebih baik terhadap peningkatan jumlah hemoglobin bayi, sehingga bisa
mengurangi defisiensi zat besi bayi baru lahir.

4) Perubahan Fisiologis kala IV


Persalinan kala IV dimulai dengan kelahiran plasenta dan berakhir 2
jam kemudian. Periode ini merupakan saat paling kritis untuk mencegah
kematian ibu, terutama kematian disebabkan perdarahan. Selama kala IV,
bidan harus memantau ibu setiap 15 menit pada jam pertama dan 30 menit
pada jam kedua setelah persalinan. Jika kondisi ibu tidak stabil, maka ibu
harus dipantau lebih sering. Setelah pengeluaran plasenta , uterus biasanya
berada pada tengah dari abdomen kira – kira 2/3 antara symphysis pubis
dan umbilicus atau berada tepat diatas umbilicus.(Rosyati H, 2017)
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Aprilian dkk tahun
2016, data dianalisis menggunakan uji Independent T-test didapatkan nilai
hasil t hitung sebesar 2.591, sehingga 2.591 > 2.021 dengan derajat nilai
signifikansi sebesar 0.000 atau < 0.05, maka (t hitung > t tabel) sehingga
Ho ditolak. Artinya ada perbedaan sebesar 37.95 cc antara yang diberi dan
tidak diberi masasse fundus uteri pada kala IV di Rumah Sakit Tugurejo
Semarang. Massase fundus uteri dapat merangsang uterus berkontraksi
baik dan kuat. Dengan terus berkontraksi ,rahim menutup pembuluh darah
yang terbuka pada daerah plasenta. Penutupan ini mencegah perdarahan
yang hebat dan mempercepat pelepasan lapisan rahim ekstra yang
terbentuk selama kehamilan.

e. Perubahan psikologis pada persalinan


Perubahan psikologis pada ibu bersalin wajar terjadi namun ia
memerlukan bimbingan dari keluarga dan penolong persalinan agar ia
dapat menerima keadaan yang terjadi selama persalinan dan dapat
memahaminya sehingga ia dapat beradaptasi terhadap perubahan yang
terjadi pada dirinya. fase laten dimana fase ini ibu biasanya merasa lega
dan bahagia karena masa kehamilannya akan segera berakhir. Namun,
pada awal persalinan wanita biasanya gelisah, gugup, cemas dan khawatir
sehubungan dengan rasa tidak nyaman karena kontraksi. Biasanya dia
ingin berbicara, perlu ditemani, tidak tidur, ingin berjalan – jalan dan
menciptakan kontak mata. Pada wanita yang dapat menyadari bahwa
proses ini wajar dan alami akan mudah beradaptasi dengan keadaan
tersebut dan pada fase aktif saat kemajuan persalinan sampai pada fase
kecepatan maksimum rasa khawatir wanita menjadi meningkat. Kontraksi
menjadi semakin kuat dan frekuensinya lebih sering sehingga wanita tidak
dapat mengontrolnya. Dalam keadaan ini wanita akan menjadi lebih serius.
Wanita tersebut menginginkan seseorang untuk mendampinginya karena
dia merasa takut tidak mampu beradaptasi.(Rosyati H,2017)
1) Perubahan Psikologi Kala I
Pada persalinan Kala I selain pada saat kontraksi uterus, umumnya ibu
dalam keadaan santai, tenang dan tidak terlalu pucat. Kondisi psikologis
yang sering terjadi pada wanita dalam persalinan kala I adalah :
a. Kecemasan dan ketakutan pada dosa-dosa atau kesalahan-
kesalahan sendiri. Ketakutan tersebut berupa rasa takut jika bayi
yang yang akan dilahirkan dalam keadaan cacat, serta takhayul
lain. Walaupun pada jaman ini kepercayaan pada ketakutan-
ketakutan gaib selama proses reproduksi sudah sangat berkurang
sebab secara biologis, anatomis, dan fisiologis kesulitan-kesulitan
pada peristiwa partus bisa dijelaskan dengan alasan-alasan
patologis atau sebab abnormalitas (keluarbiasaan).Tetapi masih ada
perempuan yang diliputi rasa ketakutan akan takhayul.
b. Timbulnya rasa tegang, takut, kesakitan, kecemasan dan konflik
batin. Hal ini disebabkan oleh semakin membesarnya janin dalam
kandungan yang dapat mengakibatkan calon ibu mudah capek,
tidak nyaman badan, dan tidak bisa tidur nyenyak, sering kesulitan
bernafas dan macam-macam beban jasmaniah lainnya diwaktu
kehamilannya.
c. Sering timbul rasa jengkel, tidak nyaman dan selalu kegerahan
serta tidak sabaran sehingga harmoni antara ibu dan janin yang
dikandungnya menjadi terganggu. Ini disebabkan karena kepala
bayi sudah memasuki panggul dan timbulnya kontraksi kontraksi
pada rahim sehingga bayi yang semula diharapkan dan dicintai
secara psikologis selama berbulan-bulan itu kini dirasakan sebagai
beban yang amat berat.
d. Ketakutan menghadapi kesulitan dan resiko bahaya melahirkan
bayi yang merupakan hambatan dalam proses persalinan :
1. Adanya rasa takut dan gelisah terjadi dalam waktu singkat
dan tanpa sebab sebab yang jelas
2. Ada keluhan sesak nafas atau rasa tercekik, jantung berdebar-
debar
3. Takut mati atau merasa tidak dapat tertolong saat persalinan
4. Muka pucat, pandangan liar, pernafasan pendek, cepat dan
takikardi
e. Adanya harapan harapan mengenai jenis kelamin bayi yang akan
dilahirkan. Relasi ibu dengan calon anaknya terpecah, sehingga
popularitas AKU-KAMU (aku sebagai pribadi ibu dan kamu
sebagai bayi) menjadi semakin jelas. Timbullah dualitas perasaan
yaitu:
1. Harapan cinta kasih
2. Impuls bermusuhan dan kebencian
f. Sikap bermusuhan terhadap bayinya
1. Keinginan untuk memiliki janin yang unggul
2. Cemas kalau bayinya tidak aman di luar Rahim
3. Belum mampu bertanggung jawab sebagai seorang ibu
g. Kegelisahan dan ketakutan menjelang kelahiran bayi:
1. Takut mati
2. Trauma kelahiran
3. Perasaan bersalah
4. Ketakutan riil. (Kurniarum Ari 2016)

Hal ini sesuai dengan penelitian Yuliastanti, T & Nurhidayati, N


2013 tentang Pendampingan Suami dan Skala Nyeri pada
Persalinan Kala I Fase Aktif bahwa proporsi ibu bersalin yang
didampingi suami dengan baik saat melahirkan di BPS Siti Lestari
sebanyak 56,3% dan 50% ibu bersalin mengalami skala nyeri
ringan, dengan pendampingan suami baik, maupun dengan
pendampingan suami kurang baik. Melalui uji statistik dengan Chi
Kuadrat dapat dilihat X2 hitung >X2 tabel (8,381>5,99) dan p
value sebesar 0,015 berarti ada hubungan pendampingan suami
dengan pengurangan rasa nyeri pada persalinan kala 1 fase aktif.
Persepsi nyeri selama persalinan meningkat jika wanita tersebut
gelisah dan takut serta pengetahuan tentang proses persalinan
sedikit. Salah satu alasan pendampingan melahirkan adalah untuk
mengurangi rasa takut dan memperbaiki pemahaman suami tentang
dampak dari pendampingan. Untuk mengatasi rasa nyeri dan mules
yang kuat, kehadiran dan perhatian suami akan membantu
memberikan kekuatan, harapan, atau sedikitnya dapat mengurangi
rasa sakit yang luar biasa.

2) Perubahan Psikologis Ibu Bersalin Kala II


Pada masa persalinan seorang wanita ada yang tenang dan bangga akan
kelahiran bayinya, tapi ada juga yang merasa takut. Adapun perubahan
psikologis yang terjadi adalah sebagai berikut:
a. Panik dan terkejut dengan apa yang terjadi pada saat pembukaan
lengkap
b. Bingung dengan adanya apa yang terjadi pada saat pembukaan
lengkap
c. Frustasi dan marah
d. Tidak memperdulikan apa saja dan siapa saja yang ada di kamar
bersalin
e. Rasa lelah dan sulit mengikuti perintah
f. Fokus pada dirinya sendiri (Kurniarum Ari 2016)

Masalah Psikologis Yang Terjadi Pada Masa Persalinan


Masalah psikologis yang terjadi pada masa persalinan adalah
kecemasan. Pada masa persalinan seorang wanita ada yang tenang dan
bangga akan kelahiran bayinya, tetapi ada juga yang merasa takut.
Kecemasan adalah gangguan alam perasaan yang ditandai dengan ketakutan
dan kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan. Ibu bersalin
mengalami gangguan dalam menilai realitas, namun kepribadian masih tetap
utuh. Perilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas batas normal
(Haward 2004). Kecemasan berbeda dengan rasa takut. Cemas adalah
respon emosi tanpa obyek yang spesifik yang secara subyektif dialami dan
dikomunikasikan interpersonal secara langsung. Kecemasan dapat
diekspresikan melalui respon fisiologis dan psikologis (Sulistyawati, dkk,
2003).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Happy dan Umi tahun
2009 didapatkan hubungan yang signifikan antara pendampingan keluarga
dengan lamanya kala II pada ibu multipara di puskesmas Mergangsan
Yogyakarta tahun 2009. Hal ini ditunjukan dengan nilai P = 0,009 < 0,050
dengan nilai r = 0,468. Hasil penelitian ini sesuai dengan apa yang
dikemukakan pada teori di atas, bahwa pada prinsipnya lamanya
persalinan salah satunya dipengaruhi oleh pendampingan keluarga.
Dengan arah hubungan yang positif, yaitu semakin tinggi kualitas dan
kuantitas pendampingan keluarga maka akan semakin normal dan cepat
dalam proses persalinan kala II.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wijaya 2015 Rata-rata
lamanya proses persalinan kala II pada responden yang didampingi suami
di Ruang Delima RSUD dr.H.Abdul Moeloek Provinsi Lampung
yaitu105,84 menit dengan standar deviasi 18,785. Lama proses persalinan
kala II paling cepat adalah 70 menit dan paling lama adalah145 menit,
sedangkan rata-rata lamanya proses persalinan pada responden yang tidak
didampingi suami di Ruang Delima RSUD dr.H.Abdul Moeloek Provinsi
Lampung yaitu136,61 menit dengan standar deviasi 30,122. Lama proses
persalinan kala II paling cepat adalah 80 menit dan paling lama adalah185
menit. Rata-rata lama persalinan kala II pada responden yang didampingi
suami adalah 105,84 menit dengan standar deviasi 18,785, sedangkan rata-
rata lama persalinan pada responden yang tidak didampingi suami adalah
136,61 menit dengan Pengaruh Pendampingan Suami Terhadap Lamanya
Persalinan Kala II di Ruang Delima RSUD dr.H.Abdul 13 Moeloek
Lampung Volume 6, Nomor 1 Versi online / URL: standar deviasi 30,122.
Hasil uji statistik didapatkan nilai p value = 0,000, berarti pada alpha 5%
terlihat ada perbedaan rata-rata lama persalinan kala II antara responden
yang didampingi suami dengan responden yang tidak didampingi suami.
Rata-rata lama persalinankala II responden yang didampingi suami tampak
lebih cepat dibandingkan dengan rata-rata lama persalinankala II
responden yang tidak didampingi suami. Hal ini menunjukkan ada
pengaruh pendampingan suamiterhadap lamanya persalinan kala II Di
Ruang Delima RSUD dr.H.Abdul Moeloek Provinsi Lampung Tahun
2014.
3) Perubahan Psikologi Persalinan Kala III
Perubahan psikologi pada Kala III persalinan, nyeri mulai
berkurang dan saat pelepasan plasenta ibu merasa gelisah, lelah, dan ingin
segera melihat bayinya.
a. Ibu ingin melihat, menyentuh dan memeluk bayinya.
b. Merasa gembira, lega dan bangga akan dirinya, juga merasa sangat
lelah
c. Memusatkan diri dan kerap bertanya apakah vaginanya perlu dijahit.
d. Menaruh perhatian terhadap plasenta.
Aktivitas Istirahat:
a. Perasaan bisa berkisar dari kelelahan sampai kesenangan.
b. Masih melaporkan nyeri dan ketidaknyamanan.
Intervensi: Mengurangi nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan
dan respon fisiologis sesudah melahirkan;
a. Bantu dengan tehnik relaksasi
b. Kompres es pada perineum
c. Beri penghangat (Sulisdiana, 2019)
4) Perubahan Psikologi Persalinan Kala IV
a. Reaksi emosional dapat bervariasi atau berubah-ubah:
b. Kurang minat
c. Menjauh
d. Tidak ada kedekatan
e. Kecewa
f. Dapat mengekspresikan masalah atau minta maaf untuk perilaku
inpartu atau kehilangan kontrol.
g. Dapat mengekspresikan kecemasan atas kondisi bayi atau perawatan
segera pada neonatal.
h. Inisiasi dini dan motivasi untuk ASI eksklusif. (Sulisdiana, 2019)

II. Pedoman Pelayanan Persalinan di Era PAndemi


Berdasarkan Kemenkes RI 2020 dalam buku Pedoman Pelayanan
Antenatal, Persalinan, Nifas, Dan Bayi Baru Lahir Di Era Adaptasi Kebiasaan
Baru, prinsip umum pencegahan COVID-19 pada ibu hamil, bersalin, nifas dan
bayi baru lahir di masyarakat meliputi universal precaution dengan selalu cuci
tangan, menggunakan masker, menjaga kondisi tubuh dengan rajin olah raga
dan istirahat cukup, makan dengan gizi yang seimbang, dan mempraktikan
etika batuk-bersin.
a. Upaya Pencegahan Umum Covid-19 Yang Dapat Dilakukan oleh Ibu yang
akan Bersalin
1) Membersihkan tangan secara teratur dengan cuci tangan memakai
sabun 40-60 detik atau menggunakan cairan antiseptik berbasis
alkohol (hand sanitizer) selama 20-30 detik. Hindari menyentuh mata,
hidung dan mulut dengan tangan yang tidak bersih. Gunakan hand
sanitizer berbasis alkohol yang setidaknya mengandung alkohol 70%,
jika air dan sabun tidak tersedia. Cuci tangan terutama setelah Buang
Air Besar (BAB) dan Buang Air Kecil (BAK), dan sebelum makan
(baca Buku KIA).
Gambar 1.1 Cara Cuci Tangan yang Benar.

2) Sebisa mungkin hindari kontak dengan orang yang sedang sakit.


3) Saat sakit tetap gunakan masker, tetap tinggal di rumah atau segera ke
fasilitas kesehatan yang sesuai, jangan banyak beraktivitas di luar.
4) Tutupi mulut dan hidung saat batuk atau bersin dengan tissue. Buang
tissue pada tempat yang telah ditentukan. Bila tidak ada tissue,
lakukan batuk sesuai etika batuk-bersin.
5) Bersihkan dan lakukan disinfeksi secara rutin permukaan dan benda
yang sering disentuh.
6) Menggunakan masker adalah salah satu cara pencegahan penularan
penyakit saluran napas, termasuk infeksi COVID-19. Akan tetapi
penggunaan masker saja masih kurang cukup untuk melindungi
seseorang dari infeksi ini, karenanya harus disertai dengan usaha
pencegahan lain. Pengunaan masker harus dikombinasikan dengan
hand hygiene dan usaha-usaha pencegahan lainnya, misalnya tetap
menjaga jarak.
7) Penggunaan masker yang salah dapat mengurangi keefektivitasannya
dan dapat membuat orang awam mengabaikan pentingnya usaha
pencegahan lain yang sama pentingnya seperti hand hygiene dan
perilaku hidup sehat.
8) Masker medis digunakan untuk ibu yang sakit dan ibu saat persalinan.
Sedangkan masker kain dapat digunakan bagi ibu yang sehat dan
keluarganya.
9) Cara penggunaan masker yang efektif :
 Pakai masker secara seksama untuk menutupi mulut dan hidung,
kemudian eratkan dengan baik untuk meminimalisasi celah antara
masker dan wajah.
 Saat digunakan, hindari menyentuh masker.
 Lepas masker dengan teknik yang benar (misalnya: jangan
menyentuh bagian depan masker, tapi lepas dari belakang dan
bagian dalam).
 Setelah dilepas jika tidak sengaja menyentuh masker yang telah
digunakan, segera cuci tangan.
 Gunakan masker baru yang bersih dan kering, segera ganti
masker jika masker yang digunakan terasa mulai lembab.
 Jangan pakai ulang masker yang telah dipakai.
 Buang segera masker sekali pakai dan lakukan pengolahan
sampah medis sesuai SOP.
10) Gunakan masker kain apabila dalam kondisi sehat. Masker kain yang
direkomendasikan oleh Gugus Tugas COVID-19 adalah masker kain 3
lapis. Menurut hasil penelitian, masker kain dapat menangkal virus
hingga 70%. Disarankan penggunaan masker kain tidak lebih dari 4
jam. Setelahnya, masker harus dicuci menggunakan sabun dan air, dan
dipastikan bersih sebelum dipakai kembali.
11) Keluarga yang menemani ibu hamil, bersalin dan nifas harus
menggunakan masker dan menjaga jarak.
12) Menghindari kontak dengan hewan seperti: kelelawar, tikus, musang
atau hewan lain pembawa COVID-19 serta tidak pergi ke pasar
hewan.
13) Bila terdapat gejala COVID-19, diharapkan untuk menghubungi
telepon layanan darurat yang tersedia (Hotline COVID-19 : 119 ext 9)
untuk dilakukan penjemputan di tempat sesuai SOP, atau langsung ke
RS rujukan untuk mengatasi penyakit ini.
14) Hindari pergi ke negara/daerah terjangkit COVID-19, bila sangat
mendesak untuk pergi diharapkan konsultasi dahulu dengan spesialis
obstetri atau praktisi kesehatan terkait.
15) Rajin mencari informasi yang tepat dan benar mengenai COVID-19 di
media sosial terpercaya.
b. Kesiapan Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Prinsip-prinsip manajemen COVID-19 di fasilitas kesehatan adalah
identifikasi kasus baik secara surveilans maupun klinis, isolasi
berdasarkan status pasien untuk pencegahan penularan bagi tenaga
kesehatan maupun pasien, dan tatalaksana kasus berdasarkan status
pasien serta tingkat keparahan gejala klinis yang ditimbulkan. Tindakan
tersebut dapat berupa :
 isolasi awal,
 prosedur pencegahan infeksi sesuai standar,
 terapi oksigen,
 hindari kelebihan cairan,
 pemberian antibiotik empiris (mempertimbangkan risiko sekunder
akibat infeksi bakteri),
 pemeriksaan SARS-CoV-2 dan pemeriksaan infeksi penyerta yang
lain,
 pemantauan janin dan kontraksi uterus,
 ventilasi mekanis lebih dini apabila terjadi gangguan pernapasan
yang progresif,
 perencanaan persalinan berdasarkan pendekatan individual/indikasi
obstetri,
 dan pendekatan berbasis tim dengan multidisipin.
c. Penyediaan Fasilitas Pelayanan Kesehatan
1) Pemerintah daerah berkewajiban untuk memastikan kesiapan Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL) dalam
memberikan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir dengan atau
tanpa status terinfeksi COVID-19.
2) Memastikan ketersediaan fasilitas cuci tangan dan air bersih di
fasilitas pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan
ibu dan bayi baru lahir.
3) Menerapkan triase dan alur tatalaksana layanan ibu hamil, bersalin,
nifas, dan bayi baru lahir.
d. Rekomendasi Utama untuk Tenaga Kesehatan yang Menangani Pasien
COVID-19 Khususnya Ibu Hamil, Bersalin, Nifas, dan Bayi Baru Lahir
1) Tetap lakukan protokol kesehatan pencegahan penularan COVID-19.
Penularan COVID-19 terjadi melalui kontak, droplet dan airborne.
Untuk itu perlu dijaga agar proses penularan ini tidak terjadi pada
tenaga kesehatan dan pasien. Isolasi tenaga kesehatan dengan APD
yang sesuai dan tatalaksana isolasi bayi dari ibu suspek / kontak erat /
terkonfirmasi COVID-19 merupakan fokus utama dalam manajemen
pertolongan persalinan. Selain itu, jaga jarak minimal 1 meter jika
tidak diperlukan tindakan.
2) Penggunaan APD yang sesuai
3) Tenaga kesehatan harus segera menginfokan kepada tenaga
penanggung jawab infeksi di tempatnya bekerja (Komite PPI) apabila
kedatangan ibu hamil yang telah terkonfirmasi COVID-19 atau
suspek.
4) Tempatkan pasien yang telah terkonfirmasi COVID-19, probable, atau
suspek dalam ruangan khusus (ruangan isolasi infeksi airborne) yang
sudah disiapkan sebelumnya bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang
sudah siap / sebagai pusat rujukan pasien COVID-19. Jika ruangan
khusus ini tidak ada, pasien harus sesegera mungkin dirujuk ke tempat
yang ada fasilitas ruangan khusus tersebut. Perawatan maternal
dilakukan di ruang isolasi khusus ini termasuk saat persalinan dan
nifas.
5) Untuk mengurangi transmisi virus dari ibu ke bayi, harus disiapkan
fasilitas untuk perawatan terpisah pada ibu yang telah terkonfirmasi
COVID-19 atau suspek dari bayinya sampai batas risiko transmisi
sudah dilewati. Apabila tidak ada fasilitas rawat terpisah, dapat
dilakukan rawat gabung dengan kriteria seperti yang tercantum pada
Bab VI pedoman ini.
6) Pemulangan pasien post partum harus sesuai dengan rekomendasi.
e. Himbauan untuk Pelayanan Kebidanan di Pelayanan Kesehatan
1) Mendorong semua PUS untuk menunda kehamilan dengan tetap
menggunakan kontrasepsi di situasi pandemi Covid-19, dengan
meningkatkan penyampaian informasi/KIE ke masyarakat
2) Petugas Kesehatan harus menggunakan APD dengan level yang
disesuaikan dengan pelayanan yang diberikan dan memastikan klien
yang datang menggunakan masker dan membuat perjanjian terlebih
dahulu.
3) Melaksanakan Pencegahan Infeksi sesuai standar
4) Membuat informasi ttg protokol pencegahan covid-19 dan
penyesuaian pelayanan (Pengumuman/Banner) di tempat praktek.
5) Bidan terus melakukan edukasi terhadap pasien, keluarga dan
masyarakat – beradaptasi dg era New Normal – menerapkan
protokol kesehtan saat kunjungan/on-line
6) PMB menerapkan protokol kesehatan pencegahan covid-19 -
Menyediakan masker dan tempat cuci tangan untuk pasien &
pengunjung
7) Bidan harus tetap menjalin komunikasi dan koordinasi dengan pihak
terkait (PKM, Dinkes, BKKBN, IBI serta lintas sektor lainnya)
8) PMB memberikan pelayanan memenuhi standar kilinis + standar
New Normal.
f. Pelayanan Persalinan
1) Semua persalinan dilakukan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
2) Pemilihan tempat pertolongan persalinan ditentukan berdasarkan:
 Kondisi ibu yang ditetapkan pada saat skrining risiko persalinan.
 Kondisi ibu saat inpartu.
 Status ibu dikaitkan dengan COVID-19.
 Persalinan di RS Rujukan COVID-19 untuk ibu dengan
status: suspek, probable, dan terkonfirmasi COVID19
(penanganan tim multidisiplin).
 Persalinan di RS non rujukan COVID-19 untuk ibu dengan
status: suspek, probable, dan terkonfirmasi COVID-19, jika
terjadi kondisi RS rujukan COVID-19 penuh dan/atau
terjadi kondisi emergensi. Persalinan dilakukan dengan
APD yang sesuai.
 Persalinan di FKTP untuk ibu dengan status kontak erat
(skrining awal: anamnesis, pemeriksaan darah normal (NLR
< 5,8 dan limfosit normal), rapid test non reaktif).
Persalinan di FKTP menggunakan APD yang sesuai dan
dapat menggunakan delivery chamber (penggunaan delivery
chamber belum terbukti dapat mencegah transmisi COVID-
19).
 Pasien dengan kondisi inpartu atau emergensi harus diterima di
semua Fasilitas Pelayanan Kesehatan walaupun belum
diketahui status COVID-19. Kecuali bila ada kondisi yang
mengharuskan dilakukan rujukan karena komplikasi obstetrik.
3) Rujukan terencana untuk :
 ibu yang memiliki risiko pada persalinan dan
 ibu hamil dengan status Suspek dan Terkonfirmasi COVID-19
4) Ibu hamil melakukan isolasi mandiri minimal 14 hari sebelum
taksiran persalinan atau sebelum tanda persalinan.
5) Pada zona merah (risiko tinggi), orange (risiko sedang), dan kuning
(risiko rendah), ibu hamil dengan atau tanpa tanda dan gejala
COVID-19 pada H-14 sebelum taksiran persalinan dilakukan
skrining untuk menentukan status COVID-19. Skrining dilakukan
dengan anamnesa, pemeriksaan darah NLR atau rapid test (jika
tersedia fasilitas dan sumber daya). Untuk daerah yang mempunyai
kebijakan lokal dapat melakukan skrining lebih awal.
6) Pada zona hijau (tidak terdampak/tidak ada kasus), skrining
COVID-19 pada ibu hamil jika ibu memiliki kontak erat dan atau
gejala.
7) Untuk ibu dengan status kontak erat tanpa penyulit obstetrik
(skrining awal: anamnesis, pemeriksaan darah normal (NLR < 5,8
dan limfosit normal), rapid test non reaktif), persalinan dapat
dilakukan di FKTP. Persalinan di FKTP dapat menggunakan
delivery chamber tanpa melonggarkan pemakaian APD
(penggunaan delivery chamber belum terbukti dapat mencegah
transmisi COVID-19).
8) Apabila ibu datang dalam keadaan inpartu dan belum dilakukan
skrining, Fasilitas Pelayanan Kesehatan harus tetap melayani tanpa
menunggu hasil skrining dengan menggunakan APD sesuai
standar. i. Hasil skrining COVID-19 dicatat/dilampirkan di buku
KIA dan dikomunikasikan ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan tempat
rencana persalinan. j. Pelayanan KB pasca persalinan tetap
dilakukan sesuai prosedur, diutamakan menggunakan Metode
Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP).
g. Pelayanan Persalinan di Rumah Sakit
1) Pemilihan metode persalinan juga harus mempertimbangkan
ketersediaan sumber daya, fasilitas di rumah sakit, tata ruang
perawatan rumah sakit, ketersediaan APD, kemampuan laksana,
sumber daya manusia, dan risiko paparan terhadap tenaga medis dan
pasien lain.
2) Indikasi induksi persalinan atau SC sesuai indikasi obstetrik, indikasi
medis, atau indikasi kondisi ibu atau janin.
3) Ibu dengan COVID-19 yang dirawat di ruang isolasi di ruang bersalin,
dilakukan penanganan tim multidisiplin yang terkait meliputi dokter
paru/penyakit dalam, dokter kebidanan dan kandungan, anestesi,
bidan, dokter spesialis anak dan perawat perinatologi.
4) Upaya harus dilakukan untuk meminimalkan jumlah anggota staf yang
memasuki ruangan dan unit, harus ada kebijakan lokal yang
menetapkan personil yang ikut dalam perawatan. Hanya satu orang
(pasangan/ anggota keluarga) yang dapat menemani pasien. Orang
yang menemani harus diinformasikan mengenai risiko penularan dan
mereka harus memakai APD yang sesuai saat menemani pasien.
5) Pengamatan dan penilaian ibu harus dilanjutkan sesuai praktik
standar, dengan penambahan pemeriksaan saturasi oksigen yang
bertujuan untuk menjaga saturasi oksigen > 94%, titrasi terapi oksigen
sesuai kondisi.
6) Menimbang kejadian penurunan kondisi janin pada beberapa laporan
kasus di Cina, apabila sarana memungkinkan dilakukan pemantauan
janin secara kontinyu selama persalinan.
7) Bila ada indikasi operasi terencana pada ibu hamil dengan suspek atau
terkonfirmasi COVID-19, dilakukan evaluasi urgency-nya, dan
apabila memungkinkan ditunda untuk mengurangi risiko penularan
sampai infeksi terkonfirmasi atau keadaan akut sudah teratasi. Apabila
operasi tidak dapat ditunda maka operasi dilakukan sesuai prosedur
standar dengan pencegahan infeksi sesuai standar APD.
8) Persiapan operasi terencana dilakukan sesuai standar.
9) Seksio sesarea dapat dilaksanakan di dalam ruangan bertekanan
negatif atau dapat melakukan modifikasi kamar bedah menjadi
bertekanan negatif (seperti mematikan AC atau modifikasi lainnya
yang memungkinkan).
10) Apabila ibu dalam persalinan terjadi perburukan gejala,
dipertimbangkan keadaan secara individual untuk melanjutkan
observasi persalinan atau dilakukan seksio sesaria darurat jika hal ini
akan memperbaiki usaha resusitasi ibu.
11) Ruang operasi kebidanan :
 Operasi elektif pada pasien COVID-19 harus dijadwalkan terakhir.
 Pasca operasi, ruang operasi harus dilakukan pembersihan penuh
sesuai standar.
 Jumlah petugas di kamar operasi seminimal mungkin dan
menggunakan Alat Perlindungan Diri sesuai standar.
12) Antibiotik intrapartum harus diberikan sesuai protokol. m. Plasenta
harus ditangani sesuai praktik normal. Jika diperlukan histologi,
jaringan harus diserahkan ke laboratorium, dan laboratorium harus
diberitahu bahwa sampel berasal dari pasien suspek atau terkonfirmasi
COVID-19.
13) Berikan anestesi epidural atau spinal sesuai indikasi dan menghindari
anestesi umum kecuali benar-benar diperlukan.
14) Dokter spesialis anak dan tim harus diinformasikan terlebih dahulu
tentang rencana pertolongan persalinan ibu dengan COVID-19, agar
dapat melakukan persiapan protokol penanganan bayi baru lahir dari
ibu tersebut.
Gambar Pathway Proses Persalinan
III. Penatalaksanaan Ibu Bersalin Normal
Penatalaksanaan ibu bersalin normal kala I sampai dengan kala IV
a. Asuhan Kala I
Menurut depkes RI (2004), asuhan kala I yaitu :
1) Melakukan pengawasan menggunakan partograf mulai pembukaan
4 – 10 cm.
2) Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai
pembukaan serviks melalui pemeriksaan dalam .
3) Menilai dan mencatat kondisi ibu dan bayi yaitu :
• DJJ setiap 30 menit.
• Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus tiap 30 menit
• Nadi setiap 30 menit
• Pembukaan serviks tiap 4 jam
• Penurunan kepala tiap 4 jam
• Tekanan darah tiap 4 jam
• Temperature tubuh timpat 2 jam
• Produksi urin, aseton, dan protein setiap 2 jam.
4) Pengawasan 10, menurut saifudin (2002) meliputi :
 Keadaan umum
 Tekanan darah
 Nadi
 Respirasi
 Temperature
 His/ kontraksi
 DJJ
 Pengluaran pevaginam
 Bandle ring
 Tanda – tanda kala II :
Menurut Azwar (2007), tanda tanda kala II :
 Ibu mempunyai untuk meneran
 Ibu merasakan tekanan yang semakin meningkat
pada rectum dan vaginanya
 Perineum menonjol
 Vulva, vagina spingter anal membuka
Menurut saifudin ( 2002 ), asuhan kala I adalah :
1. Bantulah ibu dalam poersalinan jika ibu tampak gelisah,
ketakutan dan kesakitan
 Berikan dukungan dan yakinkan dirinya.
 Berikan informasi mengenai proses dan
kemajuanpersalinannya.
 Dengarkanlah keluhannya
 Dan cobalah untuk lebih sensitive
2. Jika ibu tersebut tampak kesakitan, dukungan atau asuhan yang
dapat diberikan :
 Lakukan berubahan posisi
 Posisi sesuai dengan keinginan ibu, tetapi jika ibu ingin di
tempat tidur sebaiknya di anjurkan tidur miring ke kiri
 Sarankan ibu untuk berjalan
 Ajaklah orang untuk menemaninnya ( suami/ ibunya )
untuk memijat dan menggosok punggungnya atau
membasuh mukenya di antara kontraksi.
 Ibu di perbolehkan melakukan aktivitas sesuai dengan
kesanggupannya.
 Ajarkan kepadanya teknik bernafas : ibu di minta untuk
menarik nafas panjang, menahan nafasnya sebentar
kemudian di lepaskan dengan cara meniup udara keluar
sewaktu terasa kontraksi.
3. Penolong tetap menjaga hak privasi ibu dalam persalinan, antara
lain menggunakan penutup atau tirai, tidak menghadirkan orang
lain tanpa sepengetahuan dan seijin pasien/ibu.
4. Menjelaskan kemajuan persalinan dan perubahan yang terjadi
serta prosedur yang akan di laksanakan dan hasil2 pemeriksaan.
5. Memperbolehkan ibu untuk mandi dan membasuh sekitar
kemaluannya setelah BAK/BAB.
6. Ibu bersalin biasanya merasa panas dan bnyak keringat, atasi
dengan cara :
 Gunakan kipas angin atau AC dalam kamar.
 Menggunakan kipas biasa.
 Menganjurkan ibu untuk mandi sebelumnya.
7. Untuk memenuhi kebutuhan energy dan mencegah dehidrasi,
berikan cukup minum.
8. Sarankan ibu untuk berkemih sesegera mungkin.

Partograf
Partograf adalah alat untuk memantau kemajuan persalinan dan membantu
petugas kesehatan dalam menentukan keputusan dalam penatalaksanaan.
(saifudin, abdul bari.2002).
Partograf adalah alat bantu yang di gunakan selama fase aktif persalinan
(depkes RI, 2004).
Menurut depkes RI (2004), tujuan utama dari penggunaan partograf adalah
untuk:
1. Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai
serviks melalui pemeriksaan dalam.
2. Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan dengan normal.
Dengan demikian, juga dapat melakukan deteksi secara dini setiap
kemungkinan terjadinya partus lama.
Menurut depkes RI (2004) partograf harus digunakan :
a) Untuk semua ibu dalam fase aktif kala I persalinan sebagai elmen
penting asuhan persalinan. partograf harus di gunakan, baik ataupun
adanya penyulit.
b) Partograf akan membantu penolong persalinan dalam memantau,
menevaluasi dan membuat keputusan klinik baik persalinan normal
maupun yang disertai dengan penyulit.
c) Selama persalinan dan kelahiran di semua tempat ( rumah,
puskesmas,klinik bidan swasta, rumah sakit,DLL).
d) Secara rutin oleh semua penolong persalinan yang memberikan
asuhan kepada ibu selama pesalinan dan kelahiran ( dr. spesialis
obstetricginekologi, bidan, dokter umum, residen dan mahasiswa
kedokteron).
Penggunaan partograf secara rutin akan memastikan para ibu dan bayinnya
mendapatkan asuhan yang aman dan tepat waktu. Selain itu juga mecegah
terjadinya penyulit yang dapat mengancam keselamatan jiwa mereka.
Mencatat temuan pada partograf :
1. Informasi tentang ibu
Lengkapi bagian awal ( atas ) partograf secara teliti pada saat mulai
asuhan persalinan. Waktu kedatangan (tertulis sebagai : “jam” pada
partograf) dan perhatikan kemungkinan ibu datang dalam fase
latenpersalinan catat waktu terjadinya pecah ketuban.
2. Kesehatan dan kenyamanan janin
Kolom,lajur dan skala pada partograf adalah untuk pencatatn DJJ,
air ketuban dan penyusupan ( kepala janin ).
a) DJJ Dengan menggunakan metode seperti yang di urauikan
pada bagian pemeriksaan fisik, nilai dan catat DJJ setiap 30
menit ( lebih sering jika ada tanda – tanda gawat
janin).Kisaran normal DJJ terpapar pada partograf di antara
garis tebal 180.Tetapi,penolong harus sudah waspada bila
DJJ di bawah 120 atau di atas 160.
b) Warna dan adanya air ketuban Nilai air ketuban setiap kali
di lakukan pemeriksaan dalam, dan nilai warna air ketuban
pecah. Catat temuan – temuan dalam kotak yang sesuai di
bawah lajur DJJ.
Gunakan – gunakan lambang berikut ini :
U : ketuban utuh (belum pecah)
J : ketuban sudah pecah dan air ketuban jernih
M : ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur
meconium
D : ketuban sudah pecah dan air ketuan bercampur darah
K :ketuban sudah pecah dan tidak ada air ketuban
(“kering”)
c) Molase (penyusupan kepala janin)
Penyusupan adalah indicator penting tentang seberapa jauh
kepala bayi dapat menyesuaikan diri dengan bagian keras
panggul ibu. Tulang kepala yang saling menyusup atau
tumpang tindih, menunjujkan kemungkinan adanya Chepalo
Pelvic Disporportion(CPD). Ketidakmampuan akomodasi
akan benar – benar terjadi jika tulang kepala yang saling
menyusup tidak dapat dipisahkan. Apabila ada dugaan
disproporsi tulang panggul, penting sekali untuk tetap
memantau kondisi janin dan kemajuan persalinan. Lakukan
tindakan pertolongan awal yang sesuai dan rujuk ibu tangan
tanda – tanda disproporsi tulang panggul ke fasilitas
kesehatan yang memadai. Gunakan lambang lambing
berikut :
0 : tulang – tulang kepala janin terpisah, sutura dengan
mudah dapat di palpasi.
1 : tulang – tulang kepala janin hanya saling bersentuhan.
2 : tulang – tulang kepala janin saling tumpang tindih, tapi
masih dapat di
pisahkan.
3 : tulang – tulang kepala janin saling tumpang tindih dan
tidak dapat dipisahkan
3. Kemajuan persalinan
Menurut Depkes (2004), kolom dan lajur kedua pada partograf
adalah untuk pencatatan kemajuan persalinan.
 Pembukaan serviks
Dengan menggunakan metode yang di jelaskan di bagian
pemeriksaan fisik dalam bab ini, nilai dan catat pembukaan serviks
setiap 4 jam (lebih sering di lakukan jika ada tanda – tanda
penyulit). Saat ibu berada dalam fase aktif persalinan, catat pada
partograf hasil temuan dari setiap pemeriksaan. Tanda “X” harus di
tulis digaris waktu yang sesuai dengan jalur besarnya pembukaan
serviks. Beri tanda untuk temuan – temuan dari pemeriksaan dalam
yang di lakukakn pertama kali selama fase aktif persalinan di garis
waspada. Hubungkan tanda “X” dari setiap pemeriksaan dengan
garis utuh (tidak terputus).
 Penurunan bagian terbawah atau presentasi janin.
Dengan menggunakan metode yang di jelaskan di bagian fisik bab
ini.
Setiap kali melakukan pemeriksaan dalam(setiap 4 jam), atau lebih
sering jika ada tanda – tanda penyulit, nilai dan catat turunnya
bagian terbawah atau presentasi janin.
Pada persalinan normal, kemajuan pembukaan serviks umumnya di
ikuti dengan turunnya bagian terbawah/presentasi janin baru terjadi
setelah pembukaan serviks sebesar & cm.
 Garis waspada dan garis bertindak
Garis waspada di mulai pada pembukaan serviks 4 jam cm dan
berakhir pada titik dimana pembukaan 1 cm per jam. Pencatatan
selama fase aktif persalinan harus di mulai di garis waspada. Jika
pembukaan serviks mengarah ke sebelah kanan garis waspada. Jika
pembukaan serviks mengarah ke sebelah kanan garis waspada
(pembukaan kurang dari 1 cm per jam), maka harus di
pertimbangkan adanya penyulit (misalnya fase aktif yang
memanjang, macet,dll). Pertimbangkan pula adanya tindakan
intervensi yang di perlukan, misalnya persiapan rujukan ke
fasilitaskesehatan rujukan (rumah sakit atau puskesmas)yang
mampu menangani penyulit dan kegawat daruratan obsetetri. Garis
bertindak tertera sejajar dengan garis waspada, dipisahkan oleh 8
kotak atau 4 lajur ke sisi kanan. Jika pembukaan serviks berada di
sebelah kanan bertindak, maka tindakan untuk menyelesaikan
persalinan harus dilakukan. Ibu harus tiba di tempat rujukan
sebelum garis bertindak terlampui.
4. Jam dan waktu
a. Waktu mulainya fase aktif persalinan
Di bagian bawah partograf (pembukaan serviks dan
penurunan) tertera kotak – kotak yang di beri angka 1-
16. Setiap kotak menyatakan waktu satu jam sejak
dimulainnya fase aktif persalinan.
b. Waktu aktual saat pemeriksaan dilakukan Di bawah lajur
kotak untuk waktu misalnya fase aktif, tertera kotak –
kotak untuk mencatat waktu aktual saat pemeriksaan
dilakukan. Setiap kotak menyebabkan satu jam penuh
dan berkaitan dengan dua kotak waktu 30 menit pada
lajur kotak di atasnya atau lajur kontraksi di bawahnya.
Saat ibu masuk dalam fase aktifpersalinan, catatkan
waktu aktual pemeriksaan ini di kotak waktu yang
sesuai.
5. Kontraksi uterus
Di bawah lajur waktu partograf terdapat lima lajur kotak dengan
tulisan“kontraksi per 10 menit” di sebelah luar kolom paling kiri.
Setiap kotak menyatakan satu kontraksi. Setiap 30 menit, raba dan
catat jumlah kontraksi dalam 10 menit dengan mengisi angka pada
kotak yang sesuai.
6. Obat – obatan dan cairan yang di berikan
Di bawah lajur kotak observasi kontraksi uterus tertera lajur kotak
untuk mencatat oksitosin, obat – obat lainnya dan cairan IV.
 Oksitosin
Jika tetesan (drip) oksitosin sudah di mulai, dokumentasikan
setiap 30 menit jumlah unit oksitosin yang di berikan per
volume cairan IV dan dalam satuan tetesan per menit.
 Obat – obatan lain dan cairan IV
catat semua pemberian obat – obatan tambahan dan atau cairan
IV dalam kotak yang sesuai dengan kolom waktunya.
7. Kesehatan dan kenyamanan ibu
Bagian terakhir pada lembar depan partograf berkaitan dengan
keehatan dan kenyamanan.
a. Nadi, tekanan darah, dan temperature tubuh.
Angka di sebelah kiri bagian partograf ini berkaitan dengan nadi
dan tekanan darah ibu.
 Nilai dan catat nadi ibu setiap 30 menit selama fase
aktifpersalinan.
 Nilai dan catat tekanan darah ibu setiap 4 jam selama fase
aktif persalinan.
 Nilai dan catat temperature tubuh ibu (lebih sering jika
meningkat, atau di anggap adanya infeksi) setiap 2 jam dan
catat temperature tubuh dalam kotak yang sesuai.
b. Volume urine, protein atau aseton
Ukur dan catat jumlah produksi urine ibu sedikitnya setiap 2 jam
( setiap kali ibu berkemih).
8. Asuhan, pengamatan dan keputusan klinik lainnya
Catat semua asuhan lain, hasil pengamatan dan keputusan klinik
disisi luar kolom partograf, atau buat catatan terpisah tentang
kemajuanpersalinan.
Cantumkan juga tanggal dan waktu saat membuat catatanpersalinan.
Asuhan, pengamatan dan keputusan klinik mencakup :
a. Jumlah cairan peroral yang di berikan.
b. Keluhan sakit kepala atau penglihatan (pandangan) kabur.
c. Konsultasi dengan penolong persalinan lainnya (dokter obsgyn,
bidan, dokter umum).
d. Persiapan sebelum melakukan rujukan.
e. Upaya rujukan.

Pencatatan pada lembar belakang partograf :


Halaman belakang partograf merupakan bagian untuk mencatat hal – hal
yang terjadi selama proses persalinan dan kelahiran, serta tindakan –
tindakan yang di lakukan sejak pesalinan kala I hingga IV (termasuk bayi
baru lahir). Itulah sebabnya bagian ini di sebut sebagai catatn persalinan.
Nilai dan catatkan asuhan yang di berikan pada ib u dalam masa nifas
terutama selama persalinan kala IVuntuk memungkinkan penolong
persalinan mencegah terjadinya penyulit dan membuat keputusan klinik
yang sesuai. Dokumentasi ini sangat penting untuk membuat keputusan
klinik, terutamam pada pemantaun kala IV (mencegah terjadinya
perdarahan pasca persalinan). Selain itu, catatanpersalinan( yang sudah di
isi dengan lengkap dan tepat) dapat pula di gunakan untuk menilai atau
memantau sejauh mana telah di lakukan pelaksanaan asuhan persalinan
yang bersih dan aman.
b) Asuhan Persalinan Kala II
Untuk melakukan asuhan persalinan normal (APN) dirumuskan 60
langkah asuhan persalinan normal sebagai berikut:
1) Mendengar dan melihat adanya tanda persalinan kala dua.
2) Memastikan kelengkapan bahan dan obat-obatan esensial siap
digunakan termasuk mematahkan ampul oksitosin 10 unit &
menempatkan tabung suntik steril sekali pakai didalam partus set.
3) Mengenakan baju penutup atau celemek plastik yang bersih
4) Melepaskan semua perhiasan yang dipakai dibawah siku, mencuci
tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir dan mengeringkan
tangan dengan handuk satu kali pakai/ pribadi yang bersih.
5) Menggunakan sarung tangan DTT pada tangan kanan yang akan
digunakan untuk pemeriksaan dalam.
6) Mengambil alat suntik dengan tangan yang bersarung tangan, isi
dengan oksitosin 10 unit dan letakan kembali kedalam wadah partus
set.
7) Membersihkan vulva dan perineum dengan kapas basah yang telah
dibasahi oleh air matang (DTT), dengan gerakan vulva ke perineum.
8) Dengan menggunakan teknik aseptik melakukan pemeriksaan dalam
untuk memastikan bahwa pembukaan serviks sudah lengkap. Bila
selaput ketuban belum pecah sedangkan pembukaan sudah lengkap
lakukan amniotomi
9) Mendekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan
yang masih memakai sarung tangan kotor kedalam larutan klorin
0.5% dan kemudian melepaskannya dalam keadaan terbalik serta
merendamnya ke dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
10) Memeriksa DJJ seetelah kontraksi berakhir untuk memastikan DJJ
dalam batas normal (120-60 x/menit)
11) Memberitahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik.
Membantu ibu dalam keadaan yang nyaman sesuai dengan
keinginannya.
12) Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk
meneran (pada saat ada his, bantu ibu dalam posisi setengah duduk
dan pastikan ia merasa nyaman.
13) Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang
kuat untuk meneran. Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok
atau mengambil posisi nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan
untuk meneran dalam 60 menit
14) Jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm
15) Meletakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut ibu,
Meletakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian bawah bokong ibu.
16) Membuka tutup partus set dan memperhatikan kembali kelengkapan
alat dan bahan.
17) Memakai sarung tangan DTT pada kedua tangan.
18) Saat kepala janin terlihat pada vulva dengan diameter 5-6 cm,
memasang handuk bersih pada perut ibu untuk mengeringkan bayi
jika telah lahir dan kain kering dan bersih yang dilipat 1/3 bagian
dibawah bokong ibu. Setelah itu kita melakukan perasat stenan
(perasat untuk melindungi perineum dengan satu tangan, dibawah
kain bersih dan kering, ibu jari pada salah satu sisi perineum dan 4
jari tangan pada sisi yang lain pada belakang kepala bayi. Tahan
belakang kepala bayi agar posisi kepala tetap fleksi pada saat
keluarga secara bertahap melewati introitus dan perineum).
19) Setelah kepala keluar menyeka mulut dan hidung bayi dengan kasa
steril
20) Kemudian memeriksa adanya lilitan tali pusat pada leher janin.
21) Menunggu hingga kepala janin selesai melakukan putaran paksi luar
secara spontan.
22) Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara
biparietal. Menganjurkan kepada ibu untuk meneran saat kontraksi.
Dengan lembut gerakan kepala kearah bawah dan distal hingga bahu
depan muncul dibawah arkus pubis dan kemudian gerakan arah atas
dan distal untuk melahirkan bahu belakang.
23) Setelah bahu lahir, geser tangan bawah kearah perineum ibu untuk
menyanggah kepala, lengan dan siku sebelah bawah. Gunakan
tangan atas untuk menelusuri dan memegang tangan dan siku
sebelah atas.
24) Setelah badan dan lengan lahir, tangan kiri menyusuri punggung
kearah bokong dan tungkai bawah janin untuk memegang tungkai
bawah (selipkan jari telunjuk tangan kiri diantara kedua lutut janin)
25) Melakukan penilaian selintas (dalam 30 detik): apakah bayi
menangis kuat dan atau bernapas tanpa kesulitan? apakah bayi
bergerak aktif?
26) Segera membungkus kepala dan bayi dengan handuk dan biarkan
kontak kulit ibu ke bayi. Lakukan penyuntikan oksitosin IM
27) Menjepit tali pusat menggunakan klem kira-kira 3 cm dari pusat
bayi. Melakukan urutan pada tali pusat mulai dari klem kearah ibu
dan memasang klem kedua 2 cm dari klem pertama kearah ibu
28) Dengan satu tangan. Pegang tali pusat yang telah dijepit (lindungi
perut bayi), dan lakukan pengguntingan tali pusat diantara 2 klem
tersebut.
29) Mengeringkan bayi, mengganti handuk yang basah dan menyelimuti
bayi dengan kain atau selimut yang bersih dan kering menutupi
bagian kepala membiarkan tali pusat terbuka. Jika bayi mengalami
kesulitan bernafas, ambil tindakan yang sesuai
30) Memberikan bayi kepada ibunya dan menganjurkan ibu untuk
memeluk bayinya dan memulai pemberian ASI jika ibu
menghendakinya
31) Meletakkan kain yang bersih dan kering. Melakukan Palpasi untuk
menghilangkan kemungkinan adanya bayi kedua.
32) Memberitahu kepada ibu bahwa ia akan disuntik
33) Dalam waktu 2 menit setelah kelahiran bayi berikan suntikan
oksitosin 10 unit IM di gluteus atau 1/3 atas paha kanan ibu bagian
luar, setelah mengaspirasinya terlebih dahulu.

c. Asuhan Persalinan kala III


Melakukan manajmen aktif kala III meliputi :
34) Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5 - 10 cm dari
vulva.
35) Meletakkan satu tangan diatas kain pada perut ibu, di tepi atas
simfisis, untuk mendeteksi
36) Setelah uterus berkontraksi, menegangkan tali pusat dengan tangan
kanan, sementara tangan kiri menekan uterus dengan hati-hati kearah
dorso-kranial. Jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik, hentikan
penegangan tali pusat dan menunggu hingga timbul kontraksi
berikutnya dan mengulangi prosedur.
37) Melakukan penegangan dan dorongan dorsalkranial hingga plasenta
terlepas, minta ibu untuk meneran sambil penolong menarik tali
pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian kearah atas, mengikuti
proses jalan lahir (tetap lakukan tekanan dorso-kranial).
38) Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan plasenta
dengan hati-hati. Bila perlu (terasa ada tahanan), pegang plasenta
dengan kedua tangan dan lakukan putar searah untuk membantu
pengeluaran plasenta dan mencegah robekan robeknya selaput
ketuban.
39) Segera setelah plasenta lahir, melakukan masase pada fundus uteri
dengan menggosok fundus uteri secara sirkuler menggunakan bagian
palmar 4 jari tangan kiri hingga kontraksi uterus baik (fundus teraba
keras).
40) Periksa bagian maternal dan bagian fetal plasenta dengan tangan
kanan untuk memastikan bahwa seluruh kotiledon dan selaput
ketuban sudah lahir lengkap, dan masukkan kedalam kantong plastik
yang tersedia.
41) Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum.
Melakukan penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan.
42) Memastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi
perdarahan pervaginam.\
43) Mencelupkan kedua tangan yang memakai sarung tangan ke dalam
larutan klorin 0,5%; membilas kedua tangan yang masih bersarung
tangan tersebut dengan air desinfeksi tingkat tinggi dan
mengeringkannya dengan kain yang bersih dan kering
44) Menempatkan klem tali pusat desinfeksi tingkat tinggi atau steril atau
mengikat tali DTT dengan simpul mati sekeliling tali pusat sekitar
1cm dari pusat
45) Mengikat satu lagi simpul mati dibagian pusat yang berseberangan
dengan simpul mati yang pertama
46) Melepaskan klem bedah dan meletakkannya ke dalam larutan klorin
0,5%
47) Menyelimuti kembali bayi dan menutupi bagian kepalanya
memastikan handuk atau kainnya bersih atau kering
48) Menganjurkan ibu untuk pemberian ASI
49) Melanjutkan pemantaun kontraksi dan mencegah perdarahan
pervaginam.
50) Mengajarkan ibu /keluarga cara melakukan masase uterus dan
menilai kontraksi.
51) Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.
52) Memeriksakan nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit
selama 1 jam pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit selama
jam ke 2 pasca persalinan.
53) Menempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin
0,5% untuk dekontaminasi (10 menit) cuci dan bilas peralatan
setelah dekontaminasi.
54) Membuang bahan-bahan yang terkontaminasi ketempat sampah yang
sesuai.
55) Membersihkan ibu dengan menggunakan air DTT. Membersihkan
sisa cairan ketuban, lendir dan darah. bantu ibu memakai pakaian
bersih dan kering.
56) Memastikan ibu merasa nyaman dan beritahu keluarga untuk
membantu apabila ibu ingin minum.
57) Mendekontaminasi daerah tempat persalinan dengan larutan klorin
0,5% dan membilas dengan air bersih.
58) Mencelupkan sarung tangan didalam larutan klorin 0,5% melepas
sarung tangan dalam keadaan terbalik dan merendamnya dalam
larutan klorin 0,5% selama 10 menit
59) Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir.
60) Melengkapi patograf (PPIBI, 2016).
d. Asuhan Persalinan Kala IV
Satu jam setelah kelahiran observasi yang cermat pada pasien.
Tekanan darah, kecepatan denyut nadi, dan kehilangan darah harus
dipantau dengan cermat, selama waktu inilah biasanya terjadi perdarahan
masa nifas, biasanya karena relaksasi rahim, tertahannya fragmen
plasenta, atau laserasi yang tidak terdiagnosa. Perdarahan yang sama
(misalnya pembentukan hematomavagina) dapat muncul sebagai nyeri
pelvic. Oleh karena itu bidan tidak boleh meninggalkan pasien apda masa
ini.
Persalinan kala IV dimulai dengan kelahiran plasenta dan berakhir
2 jam kemudian. Periode ini merupakan saat paling praktis untuk
mencegah kematian ibu terutama kematian disebabkan karena
perdarahan. Selama kala IV, Bidan harus memantau ibu setiap 15 menit
pada jam pertama dan 30 menit pada jam ke 2 setelah persalinan. Jika
kondisi ibu tidak stabil, maka ibu harus dipantau lebih sering (Rukiyah
dkk., 2012).
Evaluasi Dan Pemantauan
a. Tinggi Fundus Uteri
Setelah pengeluaran plasenta, uterus biasannya berada pada garis
tengah ari abdomen kira – kira 2/3 antara simfisis pubis dan
umbilikus atau berada tepat di umbilicus. Uterus yang berada di
umbilicus atau berada tepat di umbilicus. Uterus yang berada di atas
umbilicus merupakan indikator adanya penggumpalan darah didalam
uterus. Uterus yang dijumpai berada diats umbilicus dan agak
menymping, biasanya tekanan, menunjukkan bahwa kandung kemih
sedang penuh harus dikosongan. Kandung kemih yang penuh
mendorong uterus tergeser dari posisinya dan menghalanginya
berkontraksi sebgain mana mestinya, dengan demikian
memungkinkan terjadinya perdarahan yang lebih banyak. Uterus
seharusnya tersa keras bila di raba. Uterus yang lembek, berayun
menunjukkan bahwa uterus dalam keadaan tidak berkontraksi
dengan baik, dengan kata lain mengalami atoni auteri. Atonia uterus
merupakan penyebab utama dari perdarahan segera setelah
persalinan.
b. Pemeriksaan Cerviks, Vagina, dan Perineum
Segera setelah Bidan merasa yakin bahwa uterus telah berkontraksi
dengan baik, ia harus memeriksa perineum, vagina bagian bawah,
laserasi dan luka berdarah, serta mengevaluasi kondisi dari
episiotomi jika memang ada. Laserasi diklasifikasikan berdasarkan
luasnya robekan. Derajat satu, luasnya robekan mengenai mukosa
vagina, foruchette posterior, dan kulit perineum. Derajat dua, seperti
derajat satu dan juga mengenai otot perineum. Derajat tiga ini seperti
derajat dua ditambah dengan otot sepinterani eksternal. Derajat
empat adalah sama seperti derajat tiga ditambah dengan dinding
rectum anterior. Apabila pada saat pemeriksaan jalan lahir nampak
perdarahan sebagai tetesan yang terus menerus atau memancar, perlu
dicurigai adanya laserasi vagina atau serviks atau adanya pembuluh
darah yang tidak diikat.
c. Pemantauan dan Evaluasi Lanjut
1. Tanda –tanda Vital
Pantau tanda –tanda vital ibu antara lain tekanan darah, denyut
jantung, dan pernapasan dilakukan selama kala IV persalinan
dimulai setelah kelahiran plasenta. Seterusnya kemudian
dievaluasi lagi setiap 15 menit sekali hingga keadaannya stabil.
Suhu ibu diukur sedikitnya sekali dalam kala IV dan
dehidrasinya juga harus dievaluasi. Denhyut nadi biasanya
berkisar 60 – 70 x/menit. Apabila denyut nadi lebih dari 90
x/menit perlu dilakukakn pemeriksaan dan pemantauan yang
terus menerus. Jika ibu menggigil tetapi tidak ada infeksi (ingat
bahwa peningkatan suhu dalam batas 20 F adalah normal) hal
tersebut akan berlalu jika bidan mengikuti beberapa langkah
dasar. Berilah kehangatan pada ibu, berilah rasa kepastian
mengapa ia menggigil dan berilah pujian tentang kinerjanya
dalam persalinan, ajari ibu untuk mengendalikan pernafsan.
Kadang – kadang suhu apat lebih tinggi dari 37,2 0C akibat
dehidrasi dan partus yang lama.

2. Kontraksi Uterus
Pemantauan kontraksi uterus harus dilakukan secara
simultan.jika uterus lembek, maka wanita itu bisa mengalami
perdarahan. Untuk mempertahankan kontraksi uterus dapat
dilakukan rangsangan taktil (pijatan) bila terus mulai melembek
atau dengan cara menyusukan bayi kepada ibunya, tetapi sibayi
biasanya tidak berada di dalam dekapan ibu berjam-jam
lamanya dan uterus mulai melembek lagi.
3. Lochea
Jika uterus berkontraksi kuat, lochea kemungkinan tidak lebih
dari menstruasi. Dengan habisnya efek oksitosik setelah
melahirkan, jumlah lochea akan bertambah karena miometrium
sedikit banyak berelaksasi.
4. Kandung kemih
Kandung kemih harus dievaluasi untuk memastikan kandung
kemih tidak penuh. Kandung kemih yang penuh mendorong
uterus ke atas dan menghalangi uterus berkontraksi sepenuhnya.
Jika kandung kemih penuh, bantu ibu untuk mengosongkan
kandung kemihnya dan anjurkan untuk mengosongkan kandung
kemihnya setiap kali diperlukan. Ingatkan ibu bahwa keinginan
untuk berkemih mungkin berbeda-beda setelah ia melahirkan
bayinya. Jika ibu tidak dapat berkemih, bantu ibu dengan cara
menyiramkan air bersih dan hangat kedalama perineumnya.
Atau masukkan jari-jari ibu kedalam air hangat untuk
merangsanga keinginan berkemih secara spontan. Jika setelah
tindakan-tindakan ini ibu tetap tidak dapat berkemih secara
spontan, mungkin diperlukan kateterisasi jika kandung kemih
penuh atau dapat dipalpasi, gunakan teknik aseptik pada saat
memasukkan khateter nelaton desinfesi tingkat tinggi atau steril
untuk mengosongkan kandung kemih. Setelah mengosongkan
kandung kemih, lakukan ransangan taktil (pemijatan) untuk
merangsang uterus berkontraksi lebih baik.
5. Perineum
Perineum dievaluasi untuk melihat adanya edema atau
hematoma. Bungkusan keping es yang dikenakan perineum
mempunyai efek ganda untuk mengurangi ketidaknyaman dan
edema bila telah mengalami episiotomi atau laserasi.
d. Pemantauan kala IV
Pantau tanda vital setiap 15 menit pada jam pertama dan setiap 30
menit pada jam kedua, nilai kontraksi uterus dan jumlah perdarahan,
ajarkan ibu dan keluarganya untuk melakukan ransangan taktil,
menilai kontraksi uterus dan estimasi perdarahan, rawat gabung ibu
dan bayi dan pemberian ASI, berikan asuhan esensial bayi baru
lahir.
e. Memperkirakan Kehilangan Darah
Sangat sulit untuk memperkirakan kehilangan darah secara tepat
karena darah sering kali bercampur dengan cairan ketuban atau urin
dan mungkin terserap handuk, kain, atau sarung. Tak mungkin
menilai kehilangan darah secara akurat melalui perhitungan jumlah
sarung karena ukuran sarung bermacam-macam dan mungkin telah
diganti jika terkena sedikit darah atau basah oleh darah. Letakkan
wadah atau pispot dibawah bokong ibu untuk mengumpulkan darah
bukanlah cara yang efektif untuk mengukur kehilangan darah dan
cerminan asuhan sayang ibu karena berbaring diatas wadah atau
pispot sangat tidak nyaman dan menyulitkan ibu untuk memegang
dan menyusui bayinya. Satu cara untuk menilai kehingan darah
adalah dengan cara melihat volume darah yang terkumpul dan
memperkirakan berapa banyak botol 500 ml dapat menampung
semua darah tersebut. Jika darah bisa mengisi 2 botol, ibu telah
kehingan 1 liter darah. Jika darah bisa mengisi setengah botol, ibu
kehilangan 250 ml darah. Memperkirakan kehilangan darah
hanyalah salah satu cara untuk menilai kondisi ibu.
f. Laserasi Atau Episiotomi Perineum
Tujuan menjahit laserasi atau luka episiotomi adalah untuk
menyatukan kembali jaringan tubuh (mendekatkan) dan mencegah
kehilangan darah yang tidak perlu (memastikan hemostatis). Pada
saat menjahit laserasi gunakan benang yang cukup panjang dan
gunakan sesedikit mungkin jahitan untuk mencapai tujuan
pendekatan dan hemostatis serta untuk memperkecil kemungkinan
terkena infeksi (Rukiyah dkk., 2012).

IV. Tinjauan teori (KPD)Ketuban Pecah Dini


Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya selaput
ketuban sebelum terjadinya persalinan. Ketuban pecah dini dapat terjadi pada
atau setelah usia gestasi 37 minggu dan disebut KPD aterm atau premature
rupture of membranes (PROM) dan sebelum usia gestasi 37 minggu atau KPD
preterm atau preterm premature rupture of membranes (PPROM).
Masalah KPD memerlukan perhatian yang lebih besar, karena
prevalensinya yang cukup besar dan cenderung meningkat. Kejadian KPD
aterm terjadi pada sekitar 6,46-15,6% kehamilan aterm dan PPROM terjadi
pada terjadi pada sekitar 2-3% dari semua kehamilan tunggal dan 7,4% dari
kehamilan kembar. PPROM merupakan komplikasi pada sekitar 1/3 dari
semua kelahiran prematur, yang telah meningkat sebanyak 38% sejak tahun
1981. Dapat diprediksi bahwa ahli obstetri akan pernah menemukan dan
melakukan penanganan kasus KPD dalam karir kliniknya.
Kejadian KPD preterm berhubungan dengan peningkatan morbiditas
dan mortalitas maternal maupun perinatal. Sekitar 1/3 dari perempuan yang
mengalami KPD preterm akan mengalami infeksi yang berpotensi berat,
bahkan fetus/neonatus akan berada pada risiko morbiditas dan mortalitas
terkait KPD preterm yang lebih besar dibanding ibunya, hingga 47,9% bayi
mengalami kematian. Persalinan prematur dengan potensi masalah yang
muncul, infeksi perinatal, dan kompresi tali pusat in utero merupakan
komplikasi yang umum terjadi. KPD preterm berhubungan dengan sekitar 18-
20% kematian perinatal di Amerika Serikat .
1. Pengertian
Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput sebelum terdapat tanda-tanda
persalinan mulai dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu terjadi pada
pembukaan< 4 cm yang dapat terjadi pada usia kehamilan cukup waktu
atau kurang waktu (Wiknjosastro, 2011; Mansjoer, 2010; Manuaba, 2009).
Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya
melahirkan. KPD preterm adalah KPD sebelum usia kehamilan 37
minggu. KPD yang memanjang adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam
sebelum waktunya melahirkan.
2. Etiologi
Penyebab ketuban pecah dini masih belum dapat diketahui dan
tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan ada
faktor-faktor yang berhubungan erat dengan ketuban pecah dini, namun
faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui. Adapun yang
menjadi faktor risiko menurut (Rukiyah, 2010; Manuaba, 2009;
Winkjosastro, 2011) adalah infeksi, serviks yang inkompeten, ketegangan
intrauterine, trauma, kelainan letak janin, keadaan sosial ekonomi,
peningkatan tekanan intrauterine, kemungkinan kesempitan panggul,
korioamnionitis, faktor keturunan, riwayat KPD sebelumnya, kelainan atau
kerusakan selaput ketuban dan serviks yang pendek pada usia kehamilan
23 minggu.
Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban dari
vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya
ketuban pecah dini. Ketegangan intra uterin yang meninggi atau
meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus) misalnya trauma,
hidramnion, gemelli. Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena
berkurangnya kekuatan membran atau meningkatnya tekanan intrauterin
atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan membran
disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks.
Selain itu ketuban pecah dini merupakan masalah kontroversi obstetrik
(Rukiyah, 2010) Inkompetensi serviks (leher rahim) adalah istilah untuk
menyebut kelainan pada otot-otot leher atau leher rahim (serviks) yang
terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit membuka di tengah-tengah
kehamilan karena tidak mampu menahan desakan janin yang semakin
besar. Inkompetensi serviks adalah serviks dengan suatu kelainan anatomi
yang nyata, disebabkan laserasi sebelumnya melalui ostium uteri atau
merupakan suatu kelainan kongenital pada serviks yang memungkinkan
terjadinya dilatasi berlebihan tanpa perasaan nyeri dan mules dalam masa
kehamilan trimester kedua atau awal trimester ketiga yang diikuti dengan
penonjolan dan robekan selaput janin serta keluarnya hasil konsepsi
(Manuaba, 2009). Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat
secara berlebihan dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini,
misalnya : Trauma (hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis),
Gemelli (Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau lebih).
Pada kehamilan gemelli terjadi distensi uterus yang berlebihan, sehingga
menimbulkan adanya ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini terjadi
karena jumlahnya berlebih, isi rahim yang lebih besar dan kantung
(selaput ketuban) relatif kecil sedangkan di bagian bawah tidak ada yang
menahan sehingga mengakibatkan selaput ketuban tipis dan mudah pecah.
Makrosomia adalah berat badan neonatus >4000 gram kehamilan dengan
makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over
distensi dan menyebabkan tekanan pada intra uterin bertambah sehingga
menekan selaput ketuban, menyebabkan selaput ketuban menjadi
teregang,tipis, dan kekuatan membran menjadi berkurang, menimbulkan
selaput ketuban mudah pecah. Hidramnion atau polihidramnion adalah
jumlah cairan amnion >2000mL. Uterus dapat mengandung cairan dalam
jumlah yang sangat banyak. Hidramnion kronis adalah peningkatan jumlah
cairan amnion terjadi secara berangsur-angsur. Hidramnion akut, volume
tersebut meningkat tiba-tiba dan uterus akan mengalami distensi nyata
dalam waktu beberapa hari saja (Winkjosastro, 2011).
3. Patogenesis KPD
Menurut Prawirohardjo (2011), patogenesis KPD berhubungan
dengan hal-hal berikut:
a. Adanya hipermotilitis rahim yang sudah lama terjadi sebelum ketuban
pecah dini. Penyakit-penyakit seperti pielonefritis, sistitis, servisitis,
dan vaginitis terdapat bersama-sama dengan hipermotilitas rahim ini,
b. Selaput ketuban terlalu tipis (kelainan ketuban)
c. Infeksi (amnionitis atau koroamnionnitis)
d. Faktor-faktor lain yang merupakan predisposisi ialah:
multipara,malposisi, servik inkompeten,dan lain-lain.
e. Ketuban pecah dini artificial (amniotomi),di mana berisi ketuban
dipecahkan terlalu dini
4. Cara Menentukan Terjadinya KPD
Menurut Prawirohardjo (2011) cara menentukan terjadinya KPD
dengan :
a. Memeriksa adanya cairan yang berisi mekoneum, verniks kaseosa,
rambut lanugo atau bila telah terinfeksi berbau,
b. Inspekulo: lihat dan perhatikan apakah memang air ketuban keluar
dari kanalis serviks dan apakah ada bagian yang sudah pecah,
c. Gunakan kertas lakmus (litmus) : bila menjadi biru (basa) berarti air
ketuban, bila menjadi merah (merah) berarti air kemih (urine),
d. Pemeriksaan pH forniks posterior pada KPD, PH adalah basa (air
ketuban),
e. Pemeriksaan histopatologi air ketuban.
5. Pengaruh KPD
Pengaruh KPD menurut Prawirohardjo (2011) yaitu:
a. Terhadap janin
Walaupun ibu belum menunjukkan gejala-gejala infeksi tetapi
janin mungkin sudah terkena infeksi, karena infeksi intrauterin lebih
dahulu terjadi (aminonitis,vaskulitis) sebelum gejala pada ibu
dirasakan sehingga akan meningkatkan mortalitas dan mobiditas
perinatal. Dampak yang ditimbulkan pada janin meliputi prematuritas,
infeksi, mal presentasi, prolaps tali pusat dan mortalitas perinatal.
b. Terhadap ibu
Karena jalan telah terbuka maka dapat terjadi infeksi
intrapartum, apa lagi terlalu sering diperiksa dalam, selain itu juga
dapat dijumpai infeksi puerpuralis (nifas), peritonitis dan seftikamia,
serta dry-labor. Ibu akan merasa lelah karena terbaring ditempat tidur,
partus akan menjadi lama maka suhu tubuh naik,nadi cepat dan
nampaklah gejala-gejala infeksi. Hal-hal di atas akan meninggikan
angka kematian dan angka morbiditas pada ibu. Dampak yang
ditimbulkan pada ibu yaitu partus lama, perdarahan post partum, atonia
uteri, infeksi nifas.
6. Prognosis
Prognosis ketuban pecah dini ditentukan oleh cara penatalaksanaan
dan komplikasi-komplikasi dari kehamilan (Mochtar, 2011). Prognosis
untuk janin tergantung pada :
a. Maturitas janin : bayi yang beratnya di bawah 2500 gram
mempunyai prognosis yang lebih jelek dibanding bayi lebih besar
b. Presentasi : presentasi bokong menunjukkan prognosis yang jelek,
khususnya kalau bayinya premature
c. Infeksi intra uterin meningkat mortalitas janin
d. Semakin lama kehamilan berlangsung dengan ketuban pecah,
semakin tinggi insiden infeksi
7. Komplikasi
Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini bergantung
pada usia kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal,
persalinan prematur, hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin,
meningkatnya insiden SC, atau gagalnya persalinan normal (Mochtar,
2011).
Persalinan prematur setelah ketuban pecah biasanya segera disusul
oleh persalinan. Periode laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan
aterm 90% terjadi persalinan dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada
kehamilan antara 28- 34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada
kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu
(Mochtar, 2011). Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban
pecah dini. Pada ibu terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi
septikemia, pneumonia, omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis
sebelum janin terinfeksi. Pada ketuban pecah dini premature, infeksi lebih
sering dari pada aterm. Secara umum insiden infeksi sekunder pada KPD
meningkat sebanding dengan lamanya periode laten (Mochtar, 2011)
Pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga
terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat
janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin
semakin gawat. Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan
pertumbuhan janin terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan
anggota badan janin, serta hipoplasi pulmonal (Mochtar, 2011).
8. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala ketuban pecah dini yang terjadi adalah keluarnya
cairan ketuban merembes melalui vagina, aroma ketuban berbau amis dan
tidak berbau amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes atau
menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah, cairan ini tidak akan
berhenti atau kering kerana tersu diproduksi sampai kelahiran tetapi bila
anda duduk atau berdiri kepala janin yang sudah terletak dibawah biasanya
mengganjal. Kebocoran untuk sementara, demam, bercak vagina yang
banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat, merupakan
tanda infeksi yang terjadi (Nugroho, 2012).
9. Diagnosis
Penegakkan diagnosis menurut Abadi (2008) adalah sebagai
berikut : bila air ketuban banyak dan mengandung mekonium verniks
maka diagnosis dengan inspeksi mudah ditegakkan, tapi bila cairan keluar
sedikit maka diagnosis harus ditegakkan pada :
a. Anamnesa : kapan keluar cairan, warna, bau, adakah partikel-partikel di
dalam cairan (lanugo serviks),
b. Inspeksi : bila fundus ditekan atau bagian terendah digoyangkan, keluar
cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada forniks posterior,
c. Periksa dalam : ada cairan dalam vagina dan selaput ketuban sudah tidak
ada lagi,
d. Pemeriksaan laboratorium : Kertas lakmus : reaksi basa (lakmus merah
berubah menjadi biru), Mikroskopik : tampak lanugo, verniks kaseosa
(tidak selalu dikerjakan)
e. Pemeriksaan penunjang
Menurut Abadi (2008), pemeriksaan penunjang pada kasus ketuban
pecah dini meliputi pemeriksaan leukosit/WBC (bila >15.000/ml)
kemungkinan telah terjadi infeksi. Ultrasonografi (sangat membantu dalam
menentukan usia kehamilan, letak atau presentasi janin, berat janin, letak
dan gradasi plasenta serta jumlah air ketuban), dan monitor bunyi jantung
janin dengan fetoskop Laennec atau Doppler atau dengan melakukan
pemeriksaan kardiotokografi ( bila usia kehamilan >32 minggu).
10. Diagnosa Banding
Diagnosa banding yang dikemukan oleh Abadi (2008) ada dua cara
yaitu cairan dalam vagina (bisa urine/flour albus) dan hand water dan fore
water rupture of membrane (pada kedua keadaan ini tidak ada perbedaan
penatalaksanaan).
11. Penyulit
Ada beberapa penyulit ketuban pecah dini antara lain infeksi intra
uterin (kematian perinatal meningkat dari 17% menjadi 68% apabila
ketuban sudah pecah 48 jam sebelum anak lahir), tali pusat menumbung,
persalinan preterm, dan amniotik band syndrome yakni kelainan bawaan
akibat ketuban pecah sejak hamil muda (Abadi, 2008).
12. Penatalaksanaan
Menurut Abadi (2008) membagi penatalaksanaan ketuban pecah
dini pada kehamilan aterm, kehamilan pretem, ketuban pecah dini yang
dilakukan induksi, dan ketuban pecah dini yang sudah inpartu.
a. Ketuban pecah dengan kehamilan aterm
Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm yaitu : diberi
antibiotika, observasi suhu rektal tidak meningkat, ditunggu 24 jam,
bila belum ada tanda-tanda inpartu dilakukan terminasi. Bila saat
datang sudah lebih dari 24 jam, tidak ada tanda-tanda inpartu
dilakukan terminasi
b. Ketuban pecah dini dengan kehamilan prematur
Penatalaksanaan KPD pada kehamilan preterm yaitu
1) EFW (Estimate Fetal Weight) < 1500 gram yaitu pemberian
Ampicilin 1 gram/ hari tiap 6 jam IM/ IV selama 2 hari dan
gentamicin 60-80 mg tiap 8-12 jam sehari selama 2 hari,
pemberian Kortikosteroid untuk merangsang maturasi paru
(betamethasone 12 mg intravena, 2x selang 24 jam), melakukan
observasi 2x24 jam kalau belum inpartu segera terminasi,
melakukan observasi suhu rektal tiap 3 jam bila ada kecenderungan
meningkat >37,6°C segera terminasi.
2) EFW (Estimate Fetal Weight) > 1500 gram yaitu melakukan
observasi 2x24 jam, melakukan observasi suhu rektal tiap 3 jam,
Pemberian antibiotika/kortikosteroid, pemberian Ampicilline 1
gram/hari tiap 6 jam IM/IV selama 2 hari dan Gentamycine 60-80
mg tiap 8-12 jam sehari selama 2 hari, pemberian Kortikosteroid
untuk merangsang maturasi paru (betamethasone 12 mg intravena,
2x selang 24 jam ), melakukan pemeriksaan dalam (vaginal
toucher) selama observasi tidak dilakukan, kecuali ada his/inpartu,
Bila suhu rektal meningkat >37,6°C segera terminasi. Bila 2x24
jam cairan tidak keluar, USG: bagaimana jumlah air ketuban : bila
jumlah air ketuban cukup, kehamilan dilanjutkan, perawatan
ruangan sampai dengan 5 hari, bila jumlah air ketuban minimal
segera terminasi. Bila 2x24 jam cairan ketuban masih tetap keluar
segera terminasi. Bila konservatif, sebelum pulang penderita diberi
nasehat : Segera kembali ke RS bila ada tanda-tanda demam atau
keluar cairan lagi, tidak boleh coitus, tidak boleh manipulasi
digital.
Satu tahap kortikosteroid ekstra sebaiknya dipertimbangkan
jika beberapa minggu telah berlalu sejak pemberian awal
kortikosteroid dan adanya episode baru dari KPD preterm atau
ancaman persalinan prematur pada usia gestasi awal. Satu tahapan
tambahan betametason terdiri dari 2x12 mg selang 24 jam, diterima
pada usia gestasi <33 minggu, minimal 14 hari setelah terapi
pertama, yaitu saat usia gestasi<30 minggu, berhubungan dengan
penurunan sindrom distres pernapasan, bantuan ventilasi,
penggunaan surfaktan, dan morbiditas neonatal. Akan tetapi,
pemberian kortikosteroid lebih dari dua tahap harus dihindari.
Tokolitik sebaiknya tidak digunakan tanpa penggunaan yang
serentak dengan kortikosteroid untuk maturasi paru-paru. Semua
intervensi lain untuk mencegah persalinan prematur, meliputi
istirahat total, hidrasi, sedasi dan lain-lain tidak menunjukkan
keuntungan dalam manajemen persalinan prematur. Pada neonatus
prematur, penundaan klem tali pusar selama 30-60 detik (maksimal
120 detik) berhubungan dengan angka transfusi untuk anemia,
hipotensi, dan perdarahan intraventrikel yang lebih sedikit
dibandingkan dengan klem segera (<30 detik).
Dalam PNPK POGI 2016 berikut daftar medikamentosa
pada kasus kehamilan dengan KPD:
Magnesium Untuk MAGNESIUM SULFAT IV: Bolus 6
efek neuroproteksi gram selama 40 menit dilanjutkan infus 2
pada PPROM < 31 gram/ jam untuk dosis pemeliharaan
minggu bila sampai persalinan atau sampai 12 jam
persalinan terapi
diperkirakan dalam
waktu 24 jam
Kortikosteroid untuk BETAMETHASONE: 12 mg IM setiap
menurunkan risiko 24 jam dikali 2 dosis Jika Betamethasone
sindrom distress tidak tersedia, gunakan deksamethason 6
pernapasan mg IM setiap 12 jam
Antibiotik Untuk AMPICILLIN 2 gram IV setiap 6 jam
memperlama masa dan ERYTHROMYCIN 250 mg IV
laten setiap 6 jam selama 48 jam, dikali 4 dosis
diikuti dengan AMOXICILLIN 250 mg
PO setiap 8 jam selama 5 hari dan
ERYTHROMYCIN 333 mg PO setiap 8
jam selama 5 hari, jika alergi ringan
dengan penisilin, dapat digunakan:
CEFAZOLIN 1 gram IV setiap 8 jam
selama 48 jam dan ERYTHROMYCIN
250 mg IV setiap 6 jam selama 48 jam
diikuti dengan : CEPHALEXIN 500 mg
PO setiap 6 jam selama 5 hari dan
ERYTHROMYCIN 333 mg PO setiap 8
jam selama hari Jika alergi berat penisilin,
dapat diberikan VANCOMYCIN 1 gram
IV setiap 12 jam selama 48 jam dan
ERYTHROMYCIN 250 mg IV setiap 6
jam selama 48 jam diikuti dengan
CLINDAMYCIN 300 mg PO setiap 8
jam selama 5 hari
V. Tinjauan Teori Asuhan Kebidanan (7 langkah Varney)
Dokumentasi dalam kebidanan adalah suatu bukti pencatatan dan
pelaporan yang di miliki oleh bidan dalam melakukan catatan perawatan
yang berguna untuk kepentingan Klien, bidan dan tim kesehatan dalam
memberikan pelayanan kesehatan dengan dasar komunikasi yang akurat
dan lengkap secara tertulis dengan tanggung jawab bidan. Dokumentasi
dalam asuhan kebidanan merupakan suatu pencatatan yang lengkap dan
akurat terhadap keadaan/kejadian yang dilihat dalam pelaksanaan asuhan
kebidanan (proses asuhan kebidanan)(Fauziah A dan Sudarti, 2010)
Tujuan dokumentasi Asuhan kebidanan adalah sebagai sarana
komunikasi antara bidan dalam memberikan asuhan kebidanan pada
pasien, sebagai sarana tanggungjawab dan tanggung gugat sebagai sarana
informasi statistic sebagai sarana pendidikan. Sebagai sumber data
penelitian, sebagai jaminan kualitas pelayanan kesehatan, dan sebagai
sumber data perencanaan asuhan kebidanan berkelanjutan.
Pendokumentasian Manajemen Kebidanan pada ibu bersalin :
1. Langkah I : Pengumpulan Data
Data subjektif pasien ibu bersalin atau data yang diperoleh dari
anamnesis, antara lain:
a. Biodata, data demografi
b. Riwayat kesehatan, termasuk faktor herediter dan kecelakaan
c. Riwayat menstruasi
d. Riwayat obstetric dan ginekologi termasuk nifas dan laktasi
e. Biopsikospiritual
f. Pengetahuan klien
Data objektif pasien ibu bersalin atau data yang diperoleh dari hasil
observasi dan pemeriksaan, antara lain:
a. Pemeriksaan fisik, sesuai kebutuhan dan tanda-tanda vital
b. Pemeriksaan khusus: Inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi
c. Pemeriksaan penunjang: Laboratorium, diagnosis lain: USG,
radiologi serta catatan terbaru dan sebelumnya
Data yang terkumpul ini sebagai data dasar untuk interpretasi kondisi
klien dan untuk menentukan langkah berikutnya.
2. Langkah 2. Interpretasi Data Dasar
Pada langkah ini dilakukan identifikasi terhadap, masalah atau
diagnosa berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah
dikumpulkan. Diagnosa kebidanan adalah ditegakkan bidan dalam
lingkup praktek kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur (tat
nama) diagnosa kebidanan dirumuskan secara spesifik. Masalah
psikologi berkaitan dengan hal-hal yang sedang dialami wanita
tersebut. Contoh :
a. Diagnosa : G2P1A0, hamil 38 minggu, ketuban pecah dini 2 jam
b. Masalah : kehamilan tidak diinginkan kehamilan atau takut untuk
menghadapi proses persalinan
c. Kebutuhan : konseling, atau rujukan konseling
3. Langkah 3. Mengidentifikasi Diagnosis Atau Masalah Potensial
Pada langkah ini bidan mengidentifikasi masalah atau diagnosis
masalah yang sudah teridentifikasi. Langkah ini membutuhkan
antisipasi, bila mungkin dilakukan pencegahan. Bidan diharapkan
waspada dan bersiap-siap menghadapinya bila diagnosis ata masalah
potensial ini benar-benar terjadi.
4. Langkah 4. Mengidentifikasi dan Menetapkan Kebutuhan Yang
Memerlukan Penanganan Segera
Pada kasus ibu bersalin dengan pemuaian uterus berlebihan, bidan
harus mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan penanganan segera
untuk mengantisipasi dan bersiap-siap terhadap kemungkinan terjadi
perdarahan postpartum karena atonia uteri karena pemuaian uterus
yang berlebih, dan mencegahnya dengan infus pitosin atau uterotonika
atau adaya premature atau BBLR.
5. Langkah 5. Merencanakan Asuhan Yang Menyeluruh
Langkah ini direncanakan asuhan menyeluruh yang ditentukan oleh
hasil kajian pada langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan
kelanjutan manajemen terhadap diagnosis atau masalah yang telah
teridentifikasi atau diantisipasi. Pada langkah ini informasi atau data
yang kurang lengkap dapat dilengkapi.
a. Rencana Asuhan Persalinan Kala I
1) Mengevaluasi kesejahteraan ibu, termasuk diantaranya:
a) Mengukur tekanan darah, suhu, pernafasan, setiap 2-4
jam apabila masih utuh setiap 1-2 jam apabila ketuban
pecah
b) Mengevaluasi kandung kemih minimal setiap 2 jam
c) Apabila diperlukan melakukan pemeriksaan urine
terhadap protein, keton
d) Mengevaluasi hidrasi dan turgor kulit
e) Mengevaluasi kondisi umum
2) Mengevaluasi kesejahteraan janin, termasuk diantaranya:
a) Letak janin, presentasi, gerak dan posisi
b) Adaptasi janin terhadap panggul, apakah ada DKP?
c) Mengukur DJJ dan bagaimana polanya, dapat dievaluasi
setiap 30 menit pada fase laten
3) Mengevaluasi kemajuan persalinan, termasuk melakukan
observasi penipisan, pembukaan, turunnya bagian terendah,
pola kontraksi, perubahan perilaku ibu, tanda dan gejala dari
masa transisi dan mulailah persalinan kala II, serta posisi dari
puctum maximum
4) Melakukan perawatan fisik ibu: menjaga kebersihan dan
kenyamanan, perawatan mulut.
5) Memberikan dukungan pada ibu dan keluarga
a. Bantulah ibu dalam perslainan jika ia tampak felisah,
keakutan dan kesakitan
b. Jika ibu tampak kesakitan dukungan atau masalah yang
dapat diberikan
c. Penolong tetap menjaga hak privasi dalam persalinan
d. Menjelaskan kemajuan persalinan dan perubahan yang
terjadi serta prosedur yang akan dilaksanakan dan hasil-
hasil pemeriksaan
6) Melakukan skrining untuk mengatisipasi komplikasi pada ibu
dan janin
7) Menentukan apakah ibu memerlukan 13 manajemen dasar
yaitu:
a. Apakah ibu perlu diklisma
b. Apakah ibu perlu dicukur, kalau iya variasi cukurnya
bagaimana
c. Apakah ibu perlu dipasang jalur intravena
d. Apakah ibuperlu diberi posisi tertentu atau pembatasan
gerak apabila ya sampai dimana batasannya
e. Apakah ibu perlu diberi makan, atau minum melalui oral,
apabila iya, makanan atau minuman apa saja yang
diperbolehkan
f. Apakah ibu perlu diberi obat, apabila ya obat apa, berapa
banyak, dan kapan pemberiannya
g. Frekuensi dari pemeriksaan DJJ dan dengan alat apa
pemeriksaan dilakukan
h. Frekuensi dari pemeriksaan dalam
i. Identifikasi siapa yang akan mendmpingi ibu dan
perannya apa bagi ibu
j. Apakah ketuban perlu dipecahan, kapan?
k. Menentukan kapan perlu untuk konsultasi pada dokter
spesialis
l. Kapan persalinan perlu disiapkan.
b. Rencana Asuhan Pada Persalinan Kala II
Manajemen pada perslainan kala II termasuk bertanggung jawab
terhadap:
1) Persiapan untuk persalinan
2) Menejmen persalainan
3) Membuat manajemen keputusan untuk persalinan kala II
termasuk hal-hal berikut:
a) Frekuensi untuk memeriksa tanda-tanda vital
b) Frekuensi dari memeriksa denyut jantung janin
c) Kapan ibu dipimpin meneran
d) Kapan melakukan persiapan persalinan
e) Posisi ibu berslain
f) Kapan ibu perlu kateter
g) Kapan menyokong perenium
h) Kapan perlu dilakukan episiotomi, tipe dari episiotomi
i) Kapan melahirkan kepala bayi, saat kontraksi atau diantara
kontraksi
j) Kapan mengeklem dan memotong tali pusat
k) Apakah perlu dikonsultasikan atau kolaborasi dengan
dokter ahli
c. Rencana Asuhan Persalinan Kala III
1) Melanjutkan evaluasi setiap tanda-tanda yang ditemukan
2) Melanjutkan evaluasi kemajuan dari persalinan
3) Melanjutkan evaluasi ibu termasuk mengukur tekanan darah,
nadi, suhu, pernafasan, dan aktivitas gastrointestinal
4) Memperhatikan tanda dan gejala perdarahan
d. Rencana Asuhan Pada Persalinan Kala IV
1) Melakukan evaluasi terhadap uterus
2) Inseksi dan evaluasi serviks, vagina, dan perineum
3) Inspeksi dan evaluasi terhadap plasenta, selaput plasenta dan
tali pusat
4) Menjahit luka jalan lahir akibat episiotomi atau laserasi
6. Langkah 6. Melaksanakan Perencanaan
Melaksanakan asuhan menyeluruh yang telah direncanakan secara
efektif dan aman. Bila perlu berkolaborasi dengan dokter misalnya
karena adanya komplikasi.
7. Langkah 7. Evaluasi
Merupakan tahap akhir dalam manajemen kebidanan yakni dengan
melakukan evaluasi dari perencanaan maupun pelaksanaan yang
dilakukan oleh bidan.Pada langkah ini dievaluasi keefektifan asuhan
yang telah diberikan. Apakah telah memenuhi kebutuhan asuhan yang
telah teridentifikasi dalam diagnosis maupun masalah. Manajemen
kebidanan yang terdiri dari tujuh langkah ini merupakan proses
berfikir dalam pengambilan keputusan klinis dalam memberikan
asuhan kebidanan yang dapat diaplikasikan atau diterapkan dalam
setiap situasi dalam praktiknya, langkah langkah asuhan kebidanan
tersebut ditulis dengan menggunakan SOAP(Fauziah A dan Sudarti,
2010)

VI. Sistem Rujukan


1. Pengertian

Sistem rujukan adalah suatu sistem jaringan fasilitas pelayanan

kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab

secara timbal balik atas masalah yang timbul baik secara vertikal maupun
horizontal ke fasilitas pelayanan yang lebih kompeten, terjangkau,

rasional, dan tidak dibatasi oleh wilayah administrasi (Syafrudin, 2009)

Menurut Triana, Ani, dkk (2015), terdapat perbedaan pengertian

antara konsultasi dan rujukan.

a) Konsultasi adalah upaya meminta bantuan profesional penanganan

kasus penyakit kepada yang lebih ahli berupa saran (bersifat

kesejawatan / kode etik)

b) Rujukan adalah upaya pelimpahan wewenang dan tanggung jawab

penanganan kasus penyakit dan atau masalah kesehatan kepada dokter

lain yang sesuai. Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo mendefinisikan

sistem rujukan sebagai suatu sistem penyelenggaraan pelayanan

kesehatan yang melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal balik

terhadap satu kasus penyakit atau masalah kesehatan secara vertikal

(dari unit yang lebih mampu menangani), atau secara horizontal (antar

unit-unit yang setingkat kemampuannya).

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No 31/Birhup/72, definisi

sistem rujukan adalah sistem di dalam pelayanan kesehatan dimana

terjadi pelimpahan tanggung jawab timbal balik atas kasus atau masalah

yang timbul baik secara vertikal maupun secara horizontal (Triana, Ani,

dkk, 2015).

Sedangkan menurut Oktarina, Mika (2015), rujukan adalah suatu

pelimpahan tanggung jawab timbal balik atas kasus atau masalah

kebidanan yang timbul baik secara vertikal (dari satu unit ke unit yang

lebih lengkap / rumah sakit) maupun horizontal (dari satu bagian ke bagian

lain dalam satu unit). Sangat sulit untuk menduga kapan penyulit terjadi

sehingga kesiapan merujuk ibu/bayi ke fasilitas rujukan secara optimal dan

tepat waktu menjadi syarat keberhasilan upaya penyelamatan.


Pelayanan kebidanan rujukan yaitu merupakan pengalihan

tanggung jawab pelayanan oleh bidan kepada sistem pelayanan yang lebih

tinggi atau lebih kompeten ataupun pengambilalihan tanggung jawab

pelayanan atau menerima rujukan dari penolong persalinan lainnya seperti

rujukan atau tanggung jawab dokter. Dalam situasi dimana rujukan yang

dilakukan oleh bidan kepada dokter untuk menangani klien yang

mengalami komplikasi, maka keterlibatan bidan dalam pengalihan

tanggung jawab diserahkan sepenuhnya kepada dokter (Megasari, 2015).

a. Tujuan

Tujuan sistem rujukan adalah untuk meningkatkan mutu, cakupan, dan

efisiensi pelayanan kesehatan secara terpadu (Syafrudin, 2009).

1) Agar setiap klien mendapat perawatan dan pertolongan yang lebih

baik.

2) Menjalin kerjasama dengan cara merujuk klien atau mendapatkan

perlengkapan laboratorium yang memiliki fasilitas lebih lengkap upaya

mendapatkan hasil tes laboratorium yang lebih meyakinkan (Megasari,

2015).

b. Jenis rujukan

Terdapat dua jenis istilah rujukan yaitu rujukan medik dan rujukan

kesehatan.

1) Rujukan medik yaitu pelimpahan tanggung jawab secara timbal balik

atas satu kasus yang timbul baik secara vertikal maupun horizontal

kepada yang lebih berwenang dan mampu menanganinya secara

rasional. Adapun jenis rujukan medik :

a) Transfer of patient. Konsultasi penderita untuk keperluan

diagnostik, pengobatan, tindakan operatif, dan lain-lain.


b) Transfer of specimen. Pengiriman bahan (specimen) untuk

pemeriksaan laboratorium yang lebih lengkap.

c) Transfer of knowledge/personel. Pengiriman tenaga yang lebih

kompeten atau ahli untuk meningkatkan mutu layanan pengobatan

setempat.

2) Rujukan kesehatan, yaitu hubungan dalam pengiriman, pemeriksaan

bahan atau specimen ke fasilitas yang lebih mampu dan lengkap. Ini

adalah rujukan yang menyangkut masalah kesehatan yang sifatnya

preventif dan promotif (Syafrudin, 2009). Sedangkan menurut Triana,

Ani, dkk (2015), maksud rujukan kesehatan adalah rujukan yang

terutama meliputi pencegahan dan peningkatan kesehatan. Pada

dasarnya rujukan kesehatan dilaksanakan secara bertahap, dan tingkat

bawah yaitu masyarakat melalui puskesmas kecamatan terus ke dinas

kesehatan kabupaten/kota dan terus ke provinsi, misal keadaan ini

adalah wabah.

c. Tata laksana rujukan

Menurut Syafrudin (2009), tata laksana rujukan antara lain :

1) Internal antar petugas di satu rumah

2) Antara puskesmas pembantu dan puskesmas

3) Antara masyarakat dan puskesmas

4) Antara satu puskesmas dan puskesmas lainnya

5) Antara puskesmas dan rumah sakit, laboratorium, atau fasilitas

pelayanan kesehatan lainnya.

6) Internal antar bagian/ unit pelayanan di dalam satu rumah sakit

7) Antara rumah sakit, laboratorium, atau fasilitas pelayanan lain dari

rumah sakit

d. Keuntungan sistem rujukan


1) Pelayanan yang diberikan sedekat mungkin ke tempat pasien, berarti

bahwa pertolongan dapat diberikan lebih cepat, murah, dan secara

psikologis memberi rasa aman pada pasien dan keluarganya.

2) Dengan adanya penataran yang teratur diharapkan pengetahuan dan

ketrampilan petugas daerah makin meningkat sehingga makin banyak

kasus yang dapat dikelola di daerahnya masing-masing.

3) Masyarakat desa dapat menikmati tenaga ahli (Syafrudin, 2009).

e. Hal-hal yang dapat dirujuk

1) Memberikan asuhan kebidanan pada klien dengan resiko tinggi dan

pertolongan pertama pada kegawatdaruratan yang memerlukan

tindakan kolaborasi antar dokter

2) Rujukan atas kasus-kasus patologik pada kehamilan, persalinan dan

nifas

3) Merujuk klien yang sedang menghadapi kasus atau masalah reproduksi

seperti kasus ginekologi atau kontrasepsi yang memerlukan

penanganan spesialis

f. Jenis kasus yang perlu dirujuk

Jenis kasus yang perlu dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap

fasilitas dan ketrampilan penanganan adalah kasus sebagai berikut (Triana,

Ani, dkk, 2015) :

Kasus pada bayi baru lahir dengan :

1) Gangguan nafas sedang dan berat, apapun penyebabnya

2) Asfiksia yang tidak memberi respon pada tindakan resusitasi,

sebaiknya dalam 10 menit pertama

3) Kasus bedah neonatus

4) BBLR<1.750 gram
5) BBLR 1.750-2.000 gram dengan kejang, gangguan nafas, gangguan

pemberian minum

6) Bayi hipotermi berat

7) Ikterus yang tidak memberi respon dengan fototerapi

8) Kemungkinan penyakit jantung bawaan

9) Bayi ibu diabetes mellitus dengan hipoglikemia simtomatik

10) Kejang yang tidak teratasi

11) Tersangka infeksi (sepsis, meningitis) berat / dengan komplikasi

12) Penyakit hemolisis

13) Tersangka renjatan yang tidak memberi respon baik

14) Hipoglikemia yang tidak dapat teratasi

g. Kegiatan rujukan dan pelayanan kebidanan

1) Pengiriman orang sakit dari unit kesehatan kurang lengkap ke unit

yang lebih lengkap.

2) Rujukan kasus-kasus patologik pada kehamilan, persalinan, dan nifas.

3) Pengiriman kasus masalah reproduksi manusia

4) Pengiriman bahan laboratorium

h. Perencanaan rujukan

Kaji ulang rencana rujukan dengan ibu dan keluarganya. Jika ibu

belum membuat rencana rujukan selama kehamilannya, penting untuk

dapat mendiskusikan rencana tersebut dengan ibu dan keluarganya di awal

persalinan. Jika timbul masalah pada saat persalinan dan rencana rujukan

belum dibicarakan maka seringkali sulit untuk melakukan semua

persiapan-persiapan secara cepat.

Singkatan BAKSOKUDA dapat digunakan untuk mengingat hal-

hal penting dalam mempersiapkan rujukan untuk ibu dan bayi.


B (bidan)  pastikan bahwa ibu dan bayi baru lahir didampingi oleh

penolong persalinan yang kompeten untuk dibawa ke

fasilitas rujukan.

A (Alat)  bawa perlengkapan dan bahan-bahan untuk asuhan

persalinan dan BBL bersama ibu ke tempat rujukan yang

mungkin diperlukan dalam perjalanan menuju fasilitas

rujukan.

K(keluarga) beritahu ibu dan keluarga mengenai kondisi terakhir ibu

dan bayi dan mengapa ibu dan bayi perlu dirujuk.

Suami/anggota keluarga yang lain harus menemani ibu dan

BBL hingga ke fasilitas rujukan.

S (surat)  berikan surat ke tempat rujukan. Surat ini harus

memberikan identifikasi mengenai ibu dan BBL,

cantumkan alasan rujukan dan uraikan hasil penyakit,

asuhan / obat-obatan yang diterima ibu dan BBL. Sertakan

juga partograf yang dipakai untuk membuat keputusan

klinik.

O (Obat)  bawa obat-obatan esensial pada saat mengantar ibu ke

fasilitas rujukan.

K(Kendaraan)siapkan kendaraan yang paling memnungkinkan untuk

merujuk ibu dalam kondisi cukup nyaman.

U (Uang)  ingatkan keluarga agar membawa uang dalam jumlah yang

cukup untuk membeli obat-obatan yang diperlukan dan

bahan-bahan kesehatan lain yang diperlukan selama ibu dan

bayi baru lahir tinggal di fasilitas rujukan.


Da(Darah & Doa)persiapan darah baik dari anggota keluarga maupun

kerabat sebagai persiapan jika terjadi perdarahan.

Doa sebagai kekuatan spiritual dan harapan yang

dapat membantu proses persalinan.

i. Hasil informasi dari kegiatan rujukan

1) Membahas secara lengkap data-data medis klien yang telah dikirim

dan advis rehabilitas kepada unit yang mengirim

2) Menjalin kerjasama sistem pelaporan tentang data-data medis pada

umumnya dan data-data parameter pelayanan kebidanan khususnya

mengenai kematian maternal dan perinatal.


DAFTAR PUSTAKA

Aprilian, Solechatin Venna, Wagiyo, dan Elisa (2016). Efektivitas Massase


Fundus Uteri Terhadap Volume Lochea Rubra pada Kala IV di Rumah
Sakit Tugurejo Semarang.
Ari Kurniarum(2016) Asuhan kebidanan persalinan dan Bayi Baru Lahir.Pusdik
SDM Kesehatan.Kementrian keshatan Republik Indonesia
Aritonang dan solihan (2013), Pengaruh dukungan suami terhadap lama
persalinan kala II di rumah bersalin ratna komala bekasi 2013.STIK
Medistra Indonesia

Diana dkk, (2019) Buku Ajar Asuhan Kebidanan Persalinan Dan Bayi Baru
Lahir. CV OASE Group .Surakarta
Fitriahadi & Utami (2019)Buku Ajar Asuhan Persalinan & Managemen Nyeri
Persalinan.Unisa Yogjakarta

Happy dan Umu Hani (2009). Hubungan Pendampingan Keluarga dengan


Lamanya Persalinan Kala II pada Ibu Multipara di Puskesmas
Mergangasan. Yogyakarta Tahun 2009.

JNPK-KR. Pelatihan klinik asuhan persalinan normal. Jakarta: Depkes RI; 2014.
Kementerian Kesehatan RI (2013). Buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas
kesehatan dasar dan rujukan. Jakarta: Kemenkes RI.
Kemenkes RI. 2020. Pedoman Pelayanan Antenatal, Persalinan, Nifas, dan Bayi
Baru Lahir di Era Adaptasi Kebiasaan Baru. Jakarta: Kemenkes RI.
Prismania (2013) Hubungan Pendampingan Suami Dengan Tingkat Kecemasan
Ibu Primigravida Dalam Menghadapi Proses Persalinan Kala I Di Rumah
Bersalin Kota Ungaran .

Rafika.(2018).Waktu Penundaan Pengkleman Tali Pusat Berpengaruh Terhadap


Kadar Hemoglobin pada Bayi Baru Lahir. Window of Health:Jurnal
Kesehatan. Vol (1):2
Rosyati H (2017) Buku Ajar Persalinan.Nakita Jakarta
Saifuddin, dkk. (2013). Determinan Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini.
Gorontalo.
Setyarini (2018 ) Pengaruh Candle Therapy Terhadap Tingkat Afterpain Ibu
Postpartum. Malang

Wahyuningsih & Tyastuti (2016) Praktikum Asuhan Kebidanan Kehamilan


Komprehensif.Pusdik SDM Keshatan.Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia

Simanullang E.(2017) Modul Askeb Kebidanan Kehamilan. Medan


Sugi Purwanti. (2017 ) Pengaruh Waktu Pemberian Oxytocin Dengan Lama
Pengeluaran Plasenta Pada Kala III Persalinan.
Sulfianti dkk, 2020 Asuhan kebidanan Persalinan. Yayasan kita menulis
Wijaya,dkk(2015) Pengaruh Pendampingan Suami Terhadap Lamanya
Persalinan Kala II Di Ruang Delima Rsud Dr.H.Abdul Moeloek
Lampung.Jurnal Keperwatan Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas
Malahayati.Lampung

Yuliastanti, Triani, dan Novita Nurhidayati (2013). Pendampingan Suami dan


Skala Nyeri Pada Persalinan Kala 1 Fase Aktif. Jurnal Publikasi
Kebidanan Akbid YLPP Purwokerto. Vol (4).
Yulizawati,dkk (2019) Buku Ajar Asuhan Kebidanan pada Persalinan. Indomedia
Sidoarjo

Anda mungkin juga menyukai