Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN ILMIAH

ASUHAN KEBIDANAN BALITA SAKIT


PADA An. N USIA 1 TAHUN 3 BULAN DENGAN BATUK BUKAN
PNEUMONIA DI PUSKESMAS BANGETAYU

Di Susun Oleh :

NISMA NUR OKTAVIANA

P1337424417048

PRODI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN SEMARANG


JURUSAN KEBIDANAN POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
TAHUN AJARAN 2019
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Ilmiah ini disusun oleh:

Nama : Nisma Nur Oktaviana


NIM : P1337424417048
Kelas : Sarjana Terapan Kebidanan Semester V

Laporan ilmiah berjudul “LAPORAN ILMIAH ASUHAN KEBIDANAN BALITA


SAKIT PADA An. N USIA 1 TAHUN 3 BULAN DENGAN BATUK BUKAN
PNEUMONIA DI PUSKESMAS BANGETAYU”
Dalam Rangka Praktik Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas yang telah diperiksa
dan disetujui oleh pembimbing klinik dan pembimbing akademik Prodi Sarjana Terapan
Kebidanan Jurusan Kebidanan Semarang Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan
Semarang Tahun 2018.
Semarang, November 2019

Pembimbing Klinik Mahasiswa

Ambarwati, S.S.T.Keb Nisma Nur Oktaviana


NIP.197502092002122006 NIM. P1337424417048

Mengetahui,
Pembimbing Akademik

Elisa Ulfiana, S.ST, M.Kes


NIP. 197901082005012001
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat-
Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan Asuhan Kebidanan Neonatus Bayi
Balita dan Anak usia prasekolah.
Penulisan laporan ini merupakan salah satu persyaratan untuk
menyelesaikan tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan Neonatus Bayi Balita dan
Anak usia prasekolah di Prodi Sarjana Terapan Kebidanan Semarang Poltekkes
Kemenkes Semarang. Dalam penulisan laporan ini, tidak lepas dari adanya
bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis menyampaikan terimakasih kepada:
1. Ibu Ambarwati, SST selaku pembimbing klinik Asuhan Kebidanan
Neonatus Bayi Balita dan Anak usia prasekolah
2. Ibu Elisa Ulfiana, S.ST, M.Kes selaku dosen pembimbing institusi
3. Keluarga yang selalu mendukung penulis.
4. Semua pihak yang ikut membantu penulisan laporan yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu
Dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan
baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang
dimiliki oleh penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis
harapkan demi penyempurnaan pembuatan laporan ini.

Semarang, November 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Batuk dan demam merupakan faktor risiko untuk


pengembangan pneumonia. Walaupun kondisi anak usia 0-4 tahun
dengan batuk akut di puskesmas menjadi lebih baik namun 5%-10%
nya berkembang menjadi bronchitis dan atau pneumonia. Sebagian
besar kematian akibat ISPA di negara berkembang karena pneumonia.
Fokus manajemen ISPA adalah deteksi dan terapi pneumonia serta
manajemen anak batuk dan demam dengan memastikan kondisinya
bukan pneumonia (WHO, 2007).
Orang tua (ayah dan ibu) merupakan sasaran utama dalam
pencegahan suatu penyakit dikarenakan orang tua harus mengetahui dan
mengerti mengenai perawatan balita ISPA yang baik agar anak tidak
bertambah parah dan cepat tertangani. Beberapa faktor yang
mempengaruhi terjadinya ISPA yaitu pengetahuan, status gizi, lingkungan
iklim atau cuaca, sikap dan peran keluarga. Peran orang tua yang belum
tepat dalam merawat balita dengan ISPA, seperti terlambat membawa ke
fasilitas kesehatan dan penanganan yang kurang tepat dalam mengatasi
tanda da gejala. Hal ini bisa dikarenakan orang tua belum mengerti bahwa
penyakit ISPA adalah penyakit yang berbahaya dan dapat mengakibatkan
penyebaran infeksi yang lebih luas, sehingga akhirnya infeksi menyerang
saluran nafas bagian bawah dan selanjutnya akan menyebabkan radang
paru-paru atau pneumonia yang sangat berbahaya dan menyebabkan
kematian.
Hidayat , A dan Wahyono , B(2011) MTBS adalah suatu bentuk
pengelolaan balita yang mengalami sakit dengan tujuan meningkatkan
derajat kesehatan serta kualitas pelayanan kesehatan anak (Mann, 2011).
Pada pelaksanaannya manajeman terpadu balita sakit ini meliputi upaya
kuratif, promotif, dan preventif. Upaya kuratif dilakukan dengan
pengobatan secara langsung bagi balita yang sakit, seperti adanya penyakit
pneumonia, diare, malaria, DBD, campak, maupun masalah gizi.
Sedangkan upaya promotif dan preventif dilakukan dengan cara konseling
gizi, pemberian vitamin A, ataupun imunisasi untuk mencegah terjadinya
penyakit. Penerapan pendekatan MTBS selain untuk menangani masalah
pneumonia, juga ditujukan untuk mengelola penyakit lain terutama
penyakit yang merupakan penyebab kematian anak umur.
Dengan pelayanan puskesmas yang lengkap sesuai aturan
tatalaksana MTBS yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI yaitu
menilai dan membuat klasifikasi anak sakit, menentukan tindakan dan
memberi pengobatan, memberikan konseling kepada ibu, dan memberi
pelayanan tindak lanjut pada kunjungan ulang, maka akan memberi
kemudahan dalam menilai dan mengklasifikasikan jenis sakit yang diderita
anak serta memberikan kemudahan dalam memberikan penanganan sesuai
dengan gejala sakit yang muncul.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana aplikasi asuhan kebidanan pada balita sakit sesuai dengan
Manajemen Terpadu Balita Sakit di Puskesmas Bangetayu?

C. Tujuan
Untuk mengetahui aplikasi asuhan kebidanan pada anak balita sesuai
dengan Manajemen Terpad Balita Sakit di Puskesmas Bangetayu
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Balita
Menurut Marmi dan Raharjo (2012), bayi lima tahun atau yang
sering disingkat sebagai balita merupakan salah satu periode usia
manusia setelah bayi sebelum masa anak awal. Sedangkan menurut
Septiari (2012) anak balita adalah anak yang menginjak usia di atas 1
tahun atau lebih populer dengan pengertian usia anak dibawah 5 tahun.
Balita adalah istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak
prasekolah (3-5 tahun) (Sutomo dan Anggraeni,2010).

B. Definisi ISPA
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah radang akut
saluran pernafasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh
infeksi jasad renik atau bakteri, virus, maupun reketsia tanpa atau
disertai dengan radang parenkim paru.ISPA merupakan masuknya
mikroorganisme (bakteri, virus, reketsia) ke dalam saluran
pernafasan yang menimbulkan gejala penyakit yang dapat
berlangsung sampai 14 hari (Wijayaningsih, 2013).

C. Etiologi ISPA
Etiologi ISPA terdiri dari 300 lebih jenis virus, bakteri dan
ricketsia serta jamur. Virus penyebab ISPA antara lain golongan
Miksovirus (termasuk didalamnya virus influensa, virus para-
influensa), Adenovirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma,
Herpesvirus. Bakteri penyebab ISPA antara lain Streptokokus
hemolitikus, stafilokokus, Pneumokokus, Hemofilus influenza,
Bordetella pertusis, Korinebakterium diffteria. Bakteri dan virus
yang paling sering menjadi penyebaran ISPA adalah bakteri
stafilokokus dan streptokokus serta virus influenza yang berada di
udara bebas masuk dan menempel pada saluran pernafasan bagian
atas (Wijayaningsih, 2013). Faktor lain yang menyebabkan ISPA
mudah menjangkit adalah lemah dan belum sempurnanya
kekebalan tubuh bayi, sehingga lebih mudah terjangkiti ISPA.
Rendahnya asupan gizi, status gizi kurang dan buruknya sistem
sanitasi lingkungan juga diperkirakan berkontribusi dalam
kejadian ISPA terlebih lagi apabila ada peralihan dari musim
kemarau ke musim hujan (Wijayaningsih, 2013).

D. Patofisiologi ISPA
ISPA disebabkan oleh lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan
ricketsia.Virus merupakan penyebab tersering infeksi saluran
nafas. Pada paparan pertama virus akan menyebabkan mukosa
membengkak dan menghasilkan banyak lendir sehingga akan
menghambat aliran udara melalui saluran nafas. Batuk merupakan
mekanisme pertahan tubuh untuk mengeluarkan lendir keluar dari
saluran pernafasan. Bakteri dapat berkembang dengan mudah
dalam mukosa yang terserang virus, sehingga hal ini menyebabkan
infeksi sekunder, yang akan menyebabkan terbentuknya nanah dan
memperburuk penyakit (Nurhidayah, dkk, 2008).

E. Tanda dan Gejala


Menurut Wijayaningsih (2013), adapun pembagian tanda dan
gejala ISPA sebagai berikut:
a. ISPA ringan.
Di tandai dengan satu atau lebih gejala berikut:
1) Batuk tanpa pernafasan cepat atau kurang dari 40 kali/menit
2) Hidung tersumbat atau berair
3) Telinga berair
4) Tenggorokan merah

b. ISPA sedang
Meliputi gejala ISPA ringan di tambah satu atau lebih gejala
berikut:
1) Pernafasan cepat tanpa stridor
2) Gendang telinga merah
3) Sakit/keluar cairan dari telinga kurang dari 2 minggu
4) Faringitis purulen dengan pembesaran kelenjar limfe
leher yang nyeri tekan.
c. ISPA berat
Meliputi gejala ISPA sedang / ringan tambah satu atau lebih
gejala berikut:
1) Pernafasan cepat dan stridor
2) Membran keabuan di faring
3) Bibir / kulit kebiruan (sianosis)
4) Kejang, apnea, dehidrasi berat

F. Klasifikasi ISPA
Menurut Kementrian Kesehatan RI pada buku bagan manajemen
terpadu balita sakit tahun 2016 klasifikasi nya yaitu sebagai berikut
:
a. Pneumonia berat: bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan
dinding dada bagian bawah kedalam pada waktu anak menarik
napas (pada saat diperiksa anak harus dalam keadaan tenang
tldak menangis atau meronta). Atau saturasi oksigen <90%
b. Pneumonia: bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah
untuk usia 2 -12 bulan adalah 50 kali per menit atau lebih dan
untuk usia 1 -4 tahun adalah 40 kali per menit atau lebih.
c. Batuk bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak
ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada
napas cepat.

G. Faktor- faktor yang mempengaruhi


Menurut Kemkes RI (2012), faktor-faktor risiko yang dapat
mempengaruhi peningkatan morbiditas dan mortalitas Pneumonia
antara lain:
a. Usia
Anak yang usianya leih muda, kemungkinan untuk
menderita atau terkena penyakit ISPA lebih besar bila dibandingkan
dengan anak yang usianya lebih tua karena daya tahannya lebih
rendah (Wijayaningsih, 2013).
b. Status gizi balita
Asupan gizi seseorang dapat mempengaruhi kerentanan
tubuh terhadap infeksi. Balita merupakan kelompok yang rentan
terhadap berbagai permasalahan kesehatan dan apabila asupan
gizinya kurang maka akan sangat mudah terserang oleh infeksi.
Agrina; Suyanto & Arneliwati (2014) Perlu adanya upaya untuk
meningkatkan status gizi dan kemampuan ibu dalam merawat
balita agar kejadian ISPA dapat dicegah sehingga komplikasi ISPA
dapat dihindari.
c. Imunisasi
Imunisasi merupakan salah satu cara untuk mendapatkan
kekebalan tubuh agar terhindar dari infeksi. Imunisasi yang lengkap
terdiri dari vaksin polio, vaksin campak, vaksin BCG, vaksin DPT,
dan vaksin Toxoid Difteri. Imunisasi yang tidak lengkap dapat
menjadi salah satu faktor risiko terjadinya penyakit ISPA karena
tubuh balita menjadi lebih rentan. Hidayat (2011) Pelayanan puskesmas
dan sarana pendukung MBTS mempengaruhi kejadian pneumonia
d. Polusi udara dan lingkungan
Polusi udara dapat menimbulkan penyakit ISPA dan dapat
memperberat kondisi seseorang yang sudah menderita pneumonia,
terutama pada balita. Asap dapur yang masih menggunakan kayu
bakar dapat menjadi faktor penyebab polusi apabila ventilasi rumah
kurang baik dan tata letak rumah yang kurang sesuai. Selain itu asap
rokok yang terdapat pada udara rumah juga dapat menjadi salah satu
faktor penyebab ISPA. Pajanan di dalam ruangan terhadap polusi
udara sangat penting karena anak-anak menghabiskan sebagian besar
waktunya di rumah.
Syahidi, M; Gayatri, D & Bantas, K (2016) yang
mempengaruhi kejadian ISPA pada balita di wilayah Puskesmas
Tebet Barat adalah pendidikan dan pengetahuan pengawas anak,
pendapatan keluarga, kepadatan hunian, dan perilaku merokok
anggota keluarga. Dongky, P & Kadrianti (2016) kepadatan hunian
dalam rumah memberikan kontribusi terhadap kejadian ISPA pada
balita di Kabupaten Polewali Manda
e. Perilaku hidup bersih dan sehat
Perilaku hidup bersih dan sehat menjadi salah satu
kebutuhan dasar yang penting untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat. Kondisi sehat dapat dicapai dengan mengubah perilaku
yang tidak sehat menjadi perilaku sehat dan menciptakan lingkungan
sehat di rumah tangga. Keluarga yang melaksanakan PHBS dapat
meningkatkan derajat kesehatan keluarga tersebut dan anggota
keluarganya menjadi tidah mudah sakit. Ibu dan keluarga juga
diharapkan dapat menggali informasi mengenai ISPA, oleh karena itu
penting bagi tenaga kesehatan dalam memberikan penyuluhan tentang
ISPA. Maharani, D; Yani, F & Lestari, Y (2017) diperlukan
peningkatan pemberian informasi kepada ibu yang mempunyai
bayi dan balita mengenai penyakit ISPA serta faktor-faktor yang
mempengaruhinya agar angka morbiditas akibat ISPA dapat
berkurang.

H. Pencegahan
Bagian yang penting dalam pencegahan dan penanggulangan
penyakit menular adalah dengan memutus rantai penularan.
Pemutusan rantai penularan dapat dilakukan dengan menghentikan
kontak agen penyebab penyakit dengan pejamu.
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit
Pneumonia pada anak antara lain (Wijayaningsih, 2013):
a. Mengusahakan agar anak memperoleh gizi yang baik
diantaranya dengan cara memberikan makanan kepada anak
yang mengandung cukup gizi.
Dalam penelitian Siwi,Bejo dan Kusuma yang berjudul
“Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian Pneumonia Pada
Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Pedan Klaten”
disimpulkan bahwa ada hubungan antara status gizi dengan
kejadian pneumonia. Gizi kurang akan merusak sistem
pertahanan mekanik, sehingga mudah sekali terkena penyakit
infeksi seperti pneumonia.
b. Memberikan imunisasi yang lengkap kepada anak agar daya
tahan tubuh terhadap penyakit baik.
Dalam penelitian Feby,zulhaida, dan Ernawati yang berjudul
“Hubungan Kelengkapan Imunisasi Dengan Kejadian ISPA
Pada Anak Balita Diwilayah Kerja Puskesmas Sawit
Kabupaten Langkat Tahun 2017” semakin lengkap status
imunisasi maka kejadian infeksi saluran pernapasan akut
semakin kecil.
Dalam penelitian puspita dan vitawati yang berjudul
“Hubungan Pemberian Imunisasi DPT Dan Campak Terhadap
Kejadian Pneumonia Pada Anak Usia 10 Bulan-5 Tahun Di
Puskesmas Sagurara Kota Palu Tahun 2015” pemberian
imunisasi lengkap sebelum anak mencapai usia 1 tahun anak
akan terlindung dari berbagai penyakit yang paling utama
adalah infeksi saluran pernafasan. Dengan pemberian
imunisasi berarti mencegah kematian pneumonia yang
diakibatkan oleh komplikasi penyakit campak dan pertusis.
c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan rumah agar
tetap bersih.
Dalam penelitian suryani,suharyo,dan sidartani yang
berjudul ”faktor risiko lingkungan yang berhubungan
dengan kejadian pneumonia pada balita” anak yang tinggal
didalam rumah yang bersih dan berventilasi baik memiliki
angka indeks ISPA yang lebih rendah dibanding anak yang
berada dalam rumah yang berventilasi buruk.
d. Mencegah anak berhubungan dengan klien pneumonia .
Salah satunya adalah dengan memakai penutup hidung dan
mulut bila kontak langsung dengan anggota keluarga atau
orang yang sedang menderita penyakit ISPA.
e. Menghindari anak dari paparan langsung asap rokok
Dalam penelitian Dinar,Moch,dan Rara yang berjudul
“Hubungan Antara Faktor Perilaku Orangtua Dengan Kejadian
Pneumonia Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Dinoyo Kota
Malang” terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan
merokok didalam rumah dengan kejadian pneumonia balita.
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa balita yang memiliki
anggota keluarga merokok didalam rumah memiliki resiko
lebih tinggi terjangkit pneumonia dibandingkan dengan balita
yang tidak memiliki anggota keluarga yang merokok di dalam
rumah.

I. Upaya penatalaksanaan
Menurut Kementrian Kesehatan RI pada buku bagan manajemen
terpadu balita sakit tahun 2016 upaya penatalaksaan nya yaitu
sebagai berikut :
a. Pneumonia berat: bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan
dinding dada bagian bawah kedalam pada waktu anak menarik
napas (pada saat diperiksa anak harus dalam keadaan tenang
tldak menangis atau meronta). Atau saturasi oksigen <90%
Upaya penatalaksanaan :
Berikan oksigen maksimal 2-3 liter per menit dengan
menggunakan nasal prong dan berikan dosis pertama antibiotik
yang sesuai jika keadaan tidak membaik rujuk segera ke
fasilitas kesehatan yang lebih tinggi.
b. Pneumonia: bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah
untuk usia 2 -12 bulan adalah 50 kali per menit atau lebih dan
untuk usia 1 -4 tahun adalah 40 kali per menit atau lebih.
Upaya penatalaksanaan :
Berikan amoxicilin selama 3 hari atau 5 hari, beri pelega
tenggorokan dan pereda batuk yang aman, obati wheezing bila
ada, apabila batuk >14 hari atau wheezing berulang lakukan
rujukan untuk pemeriksaan lanjutan, dan lakukan kunjungan
ulang 2 hari.
c. Batuk bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak
ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada
napas cepat.
Upaya penatalaksanaan :
Beri pelega tenggorokan dan pereda batuk yang aman, obati
wheezing bila ada, apabila batuk >14 hari lakukan rujukan
untuk pemeriksaan batuk karena sebab lain , apabila batuk >21
hari lakukan rujukan untuk pemeriksaan TB, apabila wheezing
berulang rujuk untuk pemeriksaan lanjutan dan lakukan
kunjungan ulang 2 hari jika tidak ada perbaikan.
BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEBIDANAN BALITA SAKIT
PADA An. N UMUR 1 TAHUN 3 BULAN
DENGAN BATUK BUKAN PNEUMONIA DI PUSKESMAS BANGETAYU

I. PENGKAJIAN

Tanggal : 12 November 2019

Waktu : 09.40 WIB

Tempat : Puskesmas Bangetayu

II. IDENTITAS

a. Identitas Bayi
Nama : An. M

Tanggal/Jam lahir : 11 Mei 2018 / 08.15 WIB

Jenis kelamin : Perempuan

b. Identitas Orang tua

Nama ibu : Ny N Nama suami : Tn B

Umur : 23 tahun Umur : 24 tahun

Agama : Islam Agama : Islam

Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA

Pekerjaan : IRT Pendidikan : Swasta


Alamat : Palebon 6/5 Alamat : Palebon 6/5

III. DATA SUBYEKTIF

1. Alasan Datang : Ibu mengatakan ingin memeriksakan anaknya


Keluhan Utama : Ibu mengatakan anaknya batuk sejak 3 hari yang
lalu
2. Riwayat Kesehatan:
a. Dahulu
Ibu mengatakan anaknya tidak memiliki cacat bawaan, anak tidak
pernah menderita penyakit yang memerlukan penanganan khusus.
1 bulan yang lalu anak menderita demam, batuk, dan pilek.
b. Sekarang
Ibu mengatakan saat ini anaknya deman, batuk, pilek namun
demam biasanya pada saat malam hari dan anak sering rewel
c. Keluarga
Ibu mengatakan dalam keluarga tidak ada yang menderita
penyakit yang mengarah ke penyakit jantung, hipertensi, hepatitis,
malaria, asma, DM, TBC, PMS, HIV/ AIDS. Dalam keluarga tidak
ada riwayat kembar maupun cacat bawaan. Ibu mengatakan
suaminya adalah seorang perokok aktif.

3. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas:


Dahulu : -
Sekarang:

Hamil Persalinan Nifas

Ke Komplika Tahun UK Jenis Peno Tem Penyu BB L Jk Lakt Kompli


si long Pat lit asi kasi
1 Tidak ada 2018 39 Nor Bidan Puske Tidak 3200 P Ya Tidak
mg mal smas ada gr ada

Kelainan bawaan: Tidak ada kelainan bawaan

5. Riwayat Imunisasi :

Pemberian Usia
Jenis imunisasi

Sudah 0 hari
Hb 0

BCG Sudah 1 bulan


OPV 1

DPT-HB-Hib1 Sudah 2 bulan


OPV 2

DPT-HB-Hib2 Sudah 3 bulan


OPV 3

DPT-HB-Hib3
Sudah 4 bulan
OPV 4
IPV

Sudah 9 bulan
MR

DPT–HB-Hib Sudah 18 bulan


lanjutan

Sudah 24 bulan
MR lanjutan

6. Pola kebiasaan sehari- hari:


a. Pola nutrisi : Ibu mengatakan nafsu makan anaknya berkurang
makannya tidak lahap 2x dalam sehari dengan menu : nasi, sayur
bervariasi, ayam, tahu.. Minum : 4-5 gelas/ hari (air putih)
b.Pola eliminasi : Ibu mengatakan anaknya BAB 1x dalam sehari,
konsistensi lembek, warna kuning kecoklatan ,bau khas feces.
Sedangkan BAK 4-5x dalam sehari konsistensi cair, warna kuning
jernih, bau khas urine. Tidak ada keluhan pada pola eliminasi
c. Pola istirahat : Ibu mengatakan anaknya tidur siang selam 2 jam
per hari dan tidur malam 7 jam per hari anak nampak gelisah saat
tidur
d.Pola aktifitas : Ibu mengatakan anaknya rewel dan tidak mau
bermain bersama temannya
e. Personal hygiene : Ibu mengatakan anaknya mandi 2x /hari,
gosok gigi 2-3x/hari, keramas 2 hari sekali, ganti baju 2-3x/hari
setelah mandi
f. Pola Sosial Ekonomi : Ibu mengatakan anak diasuh langsung oleh
orang tuanya, dalam keluarga yang harmonis. Ibu mengatakan
penopang perekonomian keluarga adalah ayah, penghasilan
keluarga mampu untuk mencukupi kebutuhan keluarga dan
kebutuhan anaknya.

IV. DATA OBYEKTIF


1. Pemeriksaan Umum:
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Vital signs : N = 90 x/mnt
RR = 36 x/mnt
T = 36,8℃

2. Pengukuran antropometri:

BB : 9 KG
PB : 79 CM

3. Status Present:
Kepala : rambut hitam, tidak ada benjolan abnormal
Muka : sedikit pucat, tidak oedema
Mata : simetris, konjungtiva merah muda, sklera tidak kuning
Hidung : hidung tersumbat dan terdapat sekret, tidak ada polip,
simetris
Mulut : tidak ada stomatitis, tidak ada labiopalatosis
Telinga : tidak ada penumpukan serumen, tidak ada benjolan
abnormal
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar thyroid, kelenjar limfe, dan
vena jugularis. Tidak ada nyeri tekan
Dada :simetris, tidak ada tarikan dinding dada, tidak ada nyeri
tekan
Pulmo : terdapat wheezing, tidak ada ronkhi .
Abdomen : tidak ada pembesaran limpa dan hepar, tidak kembung
Genetalia : tidak dilakukan pemeriksaan
Punggung : tidak ada kelainan tulang punggung
Anus : tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : ekstrimitas atas dan bawah pergerakan normal, tidak ada
oedem, jari lengkap, kuku bersih dan tidak pucat
Kulit : Turgor kulit baik,tidak sianosis, tidak ikterik

V. ANALISA
An N usia 1 tahun 3 bulan dengan batuk bukan pneumonia

VI. PENATALAKSANAAN
1. Memberi tahu hasil pemeriksaan An. N kepada ibunya
Hasil: ibu mengetahui hasil pemeriksaan pada anaknya dan merasa lega
2. Memberi tahu ibu bahwa batuk yang diderita anaknya adalah batuk
bukan pneumonia
Hasil: ibu merasa lega dan tersenyum
3. Memberitahu ibu untuk tidak memberikan es, makanan pemicu batuk
dan coklat terlebih dahulu kepada anaknya
Hasil : Ibu bersedia untuk melakukan anjuran
4. Memberitahu ibu untuk menghindarkan anaknya terlebih dahulu dari
keluarga atau orang yang sedang batuk dan orang yang sedang merokok
Hasil : Ibu bersedia melakukan anjuran yang diberikan
5. Memberikan obat pelega tenggorokan dan pereda batuk yang aman
serta menjelaskan bagaimana cara pemberiannya
Hasil : ibu mengerti dan bersedia memberikan untuk anaknya
6. Memberitahu ibu untuk kunjungan ulang 5 hari lagi jika batuk,pilek dan
demam yang di derita anaknya belum membaik
Hasil : Ibu mengerti dan bersedia untuk segera memeriksakan anaknya
ke tenaga kesehatan apabila ada keluhan
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada bab ini, penulis membandingkan antara teori yang diperoleh


dengan praktek di lapangan khususnya dari pengkajian sampai pelaksanaan
asuhan. Pada umumnya pelaksanaan asuhan kebidanan pada anak balita dan
pra sekolah dilapangan sudah sesuai dengan teori, mulai dari pengkajian
sampai pelaksanaan asuhan.
Namun untuk pemeriksaan fisik ditemukan kesenjangan antara teori dan
praktek. Pada saat pemeriksaan fisik, pemeriksaan tidak dilakukan secara
lengkap karna keterbatasan waktu dan banyaknya pasien. Analisa masalah
pada praktik juga sudah sesuai dengan teori dengan menemukan masalah,
menetapkan kebutuhan dan diagnose potensial selanjutnya.
Asuhan kebidanan pada balita sakit yang diberikan pada An.M dengan
batuk bukan pneumonia adalah dengan memberikan anjuran untuk tidak
mengonsumsi makanan atau minuman pemacu batuk dan menganjurkan
kepada ibu untuk menghindari anak tersebut dari penderita batuk ataupun
penyakit yang berhubungan dengan infeksi saluran pernafasan akut (ISPA)
karena penularannya sangat cepat dan bisa memperburuk kondisi kesehatan
anak tersebut.
Asuhan yang sesuai dengan Manajemen Terpadu Bayi Sakit adalah
dengan memberikan obat pelaga tenggorokan dan pereda batuk yang aman
serta menjelaskan bagaimana dosis pemberiannya. Kemudian ibu dianjurkan
untuk kembali membawa anaknya ke fasilitas kesehatan jika batuknya tidak
sembuh sampai 5 hari.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Anak balita adalah anak yang menginjak usia di atas 1 tahun atau
lebih populer dengan pengertian usia anak dibawah 5 tahun. Balita adalah
istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak prasekolah (3-5
tahun). Penyakit tersering yang banyak diderita pada anak balita
diantaranya penyakit yang menyangkut infeksi saluran pernafasan akut
seperti halnya batuk,pilek, diare,demam. Batuk pilek dan menjadi penyakit
tersering yang di alami oleh balita . Batuk dan demam merupakan faktor
risiko untuk pengembangan pneumonia. Oleh karena itu Diagnosis
memainkan peran penting dalam perawatan medis .Salah satu
tantangan yang paling penting dalam manajemen pneumonia adalah
diagnosis dini dan tepat apa klasifikasi penyakit yang sedang di derita
oleh balita tersebut apakah masuk ke dalam pneumonia berat,
pneumonia atau batuk bukan pneumonia agar memberikan
penatalaksanaan yang tepat dan sesuai sehingga bisa tertangani dengan
baik.
B. Saran
1. Untuk ibu dan keluarga
Diharapkan dapat mengikuti apa yang dianjurkan oleh tenaga kesehatan
demi kesehatan ibu nifas
2. Bagi masyarakat
Dengan adanya karya tulis ini diharapkan dapat menjadi sumber
pengetahuan mengenai asuhan kebidanan pada ibu nifas bagi
masyarakat
3. Bagi Penulis
Penulis diharapkan selalu menerapkan ilmu yang telah diperoleh dalam
melaksanakan tugas sebagai bidan.
4. Bagi Institusi Pendidikan
Dengan adanya karya tulis ini diharapkan dapat dijadikan referensi
pembelajaran untuk selanjutnya.
5. Bagi Puskesmas/Tempat PKL
Dengan adanya karya tulis ini diharapkan puskesmas atau temapat PKL
dapat menjadikan referensi ilmu terbaru dalam memberikan asuhan
kepada klien.
DAFTAR PUSTAKA

Agrina; Suyanto & Arneliwati. 2014. Analisis Aspek Balita terhadap


Kejadian infeksi Saluran pernapasan Akut (ISPA) Di Rumah. Ejournal
umm Vol 5 No 2.

Departemen Kesehatan RI. 2012.Manajemen terpadu balita sakit.


Kementerian Kesehatan RI.Jakarta

Departemen Kesehatan RI. 2016.Manajemen terpadu balita sakit.


Kementerian Kesehatan RI.Jakarta

Dongky, P & Kandrianti. 2016. Faktor Resiko Lingkungan Fisik Rumah


dengan Kejadian ISPA Balita di Keluahan Takatidung Polewali
Mandar. Unnes Journal of Public Health Vol 5 No 4

Hidayat, A. 2011. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Pelayanan Puskesmas


Berbasis Manajemen Terpadu Balita Sakit Dengan Kejadian Pneumonia
Balita.

Maharani, D; Yani, F & Lestari, Y. 2017. Profil Balita Penderita infeksi


Saluran nafas Akut Atas di Poliklinik Anak RSUP DR. M. Djamil
Padang Tahun 2012-2013. Jurnal FK Unand.

Sutomo, B dan Anggraeni,DY. 2010. Menu Sehat Alami untuk Balita dan
Batita. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta

Syahidi, M; Gayatri, D & Bantas, K. 2016. Faktor-Faktor yang


Memepengaruhi Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
pada Anak Berumur 12-59 Bulan di Puskesmas Kleurahan Tebet Barat,
Kecematan Tebet, Jakarta Selatan. Jurnal Epidemiologi Kesehatan
Indonesia Vol 1

Wijayaningsih, K. 2013.Standar Asuhan Keperawatan: Jakarta. TIM.

World Healt Organization. 2007. Pencegahan dan pengendalian Infeksi


Saluran Pernapasan Akut. WHO_CD_EPR 2007

Anda mungkin juga menyukai