Oleh :
Desy Ariyanti
P1337424821312
Pembimbing Institusi :
Dewi Andang Prastika, S.ST., M.Kes
Semarang, 2021
Pembimbing Klinik Praktikan
Mengetahui
Pembimbing Institusi
e. Komplikasi
Disseminated intravascular coagulation (DIC)merupakan
komplikasi perdarahan obstetric seperti PPH. Di awali dengan
masuknya tromboplastin jaringan atau endotoksin ke sirkulasi,
menginduksi aktifnya trombin. Hal ini berakibat agregasi trombosit
dan pembentukan monomer fibrin yang kemudian berpolimerase
menjadi fibrin intravaskular. Pembentukan mikrotrombus pada
pembuluh darah kecil akan merangsang pelepasan aktivator
plasminogen. Kemudian lisisnya mikrotrombus dan fibrin
intravascular akan melepaskan fibrinogen degradation products ke
dalam sirkulasi, dan terjadilah consumption coagulopathy dengan
akibat berkurangnya fibrinogen, factor pembekuan,dan trombosit
dalam sirkulasi. Hal ini akan berakibat pada kegagalan hemostasis
dengan perdarahan mikrovaskular dan meningkatnya kehilangan
darah dari berbagai daerah yang mengalami trauma vascular
tersebut(Pardede et al., 2017)
Kematian terjadi karena kegagalan multiorgan. Perdarahan
hebat menyebabkan penurunan volume sirkulasi sehingga terjadi
respons simpatis. Terjadi takikardia, kontraktilitas otot jantung
meningkat dan vasokonstriksi perifer. Sementara volume darah
beredar menurun, kemampuan sel darah merah untuk mengangkut
oksigen juga menurun sehingga memacu terjadinya kegagalan
miokardium. Vasokonstriksi perifer ditambah dengan menurunnya
kemampuan darah membawa oksigen menyebabkan terjadinya
hipoperfusi dan hipoksia jaringan. Hipoksia jaringan memacu
metabolisme anaerob dan terjadilah asidosis. Asidosis inilah yang
memacu terlepasnya berbagai mediator kimiawi dan memacu
respons inflamasi sistemik. Keadaan ini menyebabkan terlepasnya
radikal oksigen yang berakibat kematian sel. Kematian sel
menyebabkan lemahnya sistem barier mukosa sehingga
mikroorganisme dan endotoksin mudah tersebar ke seluruh jaringan
dan organ. Keadaan inilah yang mengakibatkan terjadinya Systemic
Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan kegagalan multiorgan
yang berakhir dengan kematian(Siswosudarmo, 2016)
f. Faktor risiko perdarahan post partum
a) Paritas
Paritas1danparitastinggi(lebihdari3) mempunyai angka
kejadian perdarahan postpartum lebih tinggi. Pada paritas yang
rendah (paritas satu), ketidaksiapan ibu dalam menghadapi
persalinan yang pertama merupakan faktor penyebab
ketidakmampuan ibu hamil dalam menangani komplikasi yang
terjadi selama kehamilan, persalinan dan nifas. Sedangkan pada
paritas tinggi (lebih dari 3), fungsi reproduksi mengalami
penurunan sehingga kemungkinan terjadi perdarahan
pascapersalinan menjadi lebih besar.
Paritas yang tinggi akan berdampak pada timbulnya
berbagai masalahkesehatan baik bagi ibu maupun bayi yang
dilahirkan. Kehamilan dan persalinanyang berulang-ulang
menyebabkan kerusakan pembuluh darah di dinding Rahim
dan kemunduran daya lentur (elastisitas) jaringan yang sudah
berulang kali diregangkan kehamilan sehingga cenderung timbul
kelainan letakataupunkelainan pertumbuhan plasenta dan
pertumbuhan janin sehingga melahirkan bayi berat badan lahir
rendah (Nur, Rahman and Kurniawan, 2019).
b) Umur
Umur reproduksi yang ideal bagi wanita untuk hamil dan
melahirkan adalah 20-35 tahun,keadaan ini disebabkan karena
pada umur kurang dari 20 tahun rahim dan panggul ibu belum
berkembang denganbaik dan belumcukup dewasa untuk menjadi
ibu, sedangkan pada umur 35 tahun keatas elastisitas otot-otot
pangguldansekitarnyaserta alat-alat reproduksi pada umumnya
telah mengalami kemunduran sehingga dapat mempersulit
persalinan dan selanjutnya dapat menyebabkan kematian pada
ibu.
c) Jarak persalinan
Ibu bersalin dengan jarak kelahiran beresiko mempunyai
peluang 2.074 kali untuk mengalami perdarahan
postpartum dibandingkan dengan ibu bersalin yang tidak
mengalami jarak kelahiran beresiko. jarak kelahiran beresiko
dapat menyebabkan perdarahan postpartum dikarnakan
seorang wanita setelahbersalin membutuhkan waktu 2 sampai 3
tahun untuk memulihkan tubuhnya dan mempersiapkandiri
untuk kehamilan dan persalinan berikutnya. Jarak kehamilan
terlaludekat dengan kehamilansebelumnya, akan banyak
resiko yangmenimpa ibu. Rahim yang masih belum pulih
benar akibat persalinan sebelumnya belum bisa memaksimalkan
pembentukan cadangan makanan bagi janin dan untuk tenaga
ibu sendiri. Akibatnya rahim belum siap untuk menghadapi
proses kehamilan dan persalinan lagi karena tenaga ibu (his)
melemah. Selainitu ibu juga beresiko mengalami
perdarahan pada kala IV karenakontraksi uterus yang
melemah sehingga luka bekas implantasi plasentatetap
terbuka dan menimbulkan perdarahan aktif (Maesaroh and
Iwana, 2018).
d) Peregangan uterus berlebih (macrosomia, gamelli dan
polihidramnion)
Peregangan uterus yang berlebihan antara lain kehamilan
ganda, polihidramnion, dan makrosomia. Peregangan uterus
yang berlebihan karena sebab-sebab tersebut akan
mengakibatkan uterus tidak mampu berkontraksi segera setelah
plasenta lahir sehingga sering menyebabkan perdarahan
postpartum pada ibu bersalin. Pada kondisi ini miometrium
renggang dengan hebat sehingga kontraksi setelah kelahiran bayi
menjaditidak kuat (Prawirohardjo, 2016)
e) Partus presipitatus
Partus presipitatus dapat menyebabkan robekan serviks yang
dapat mengakibatkan perdarahan pasca persalinan. Persalinan
yang terlalu cepat menyebabkan ibu mengejan kuat dan tidak
terkontrol.
Lama persalinan dapat mempengaruhi terjadinya rupture
perineum. Hal ini dikarenakan lama persalinan yang terlalu
cepatatau terlalu lama, seperti pada kasus partus presipitatus
dapat menyebabkan ruptur perineum bahkan robekan serviks
yang dapat mengakibatkan perdarahan pasca persalinan
(Saifuddin, 2014)
f) Induksi oksitosin
Stimulasi dengan oksitosin drip dapat merangsang
timbulnya kontraksi uterus yang belum berkontraksi dan
meningkatkan kekuatan serta frekuensi kontraksi pada uterus
yang sudah berkontraksi. Stimulasi oksitosin drip dengan tujuan
akselerasi pada dosis rendah dapat meningkatkan kekuatan serta
frekuensi kontraksi, tetapipadapemberian dengan dosis tinggi
dapat menyebabkan tetania uteri terjadi trauma jalan lahir ibu
yang luas dan menimbulkan perdarahan serta inversio uteri.
Sedangkan stimulasi oksitosin drip dengan tujuan induksi
oksitosin drip menyebabkan terjadinya stimulasi berlebihan
kepada uterus sehingga uterus secara berlebihan) dan
menyebabkan terjadinya hipotonia setelah persalinan.
g) Anemia
Anemia merupakan suatu keadaan yang dimana kadar
hemoglobin lebih rendah dari batas normal 11 g/dl untuk
kelompok ibu hamil dan ibu bersalin. Ibu hamil yang mengalami
anemia dapat mengurangi daya tahan tubuh ibu dan
meninggikan frekuensi komplikasi kehamilan serta
persalinan. Selain itu, juga menyebabkan peningkatan risiko
perdarahan pasca persalinan.
Risiko perdarahan postpartum meningkat pada ibu
bersalin dengan anemia berat, hal ini disebabkan
karena uterus kekurangan oksigen, glukosa, nutrisi
essensial dan tidak bekerja efesien pada saat persalinan.
Akibat kurangnya jumlah oksigen yang diikat dalam darah
menyebabkan otot-otot uterus tidak berkontraksi secara
adekuat sehingga timbul atonia uteri yang mengakibatkan
perdarahan postpartum (Cunningham, 2013).
Penelitian Oktaviani (2017)menyatakan bahwa ibu hamil
dengan anemia merupakan salah satu faktor risiko ibu bersalin
mengalami perdarahan postpartum, bahwa ibu yang
mengalami anemia akan berisiko mengalami perdarahan
postpartum 1,8 kali lebih tinggi dibandingkan ibu yang tidak
mengalami anemia.
Wanita yang mengalami anemia dalam persalinan dengan
kadar hemoglobin <11gr/dl akan dengan cepat terganggu
kondisinya bila terjadi kehilangan darah meskipun hanya
sedikit. Anemia dihubungkan dengan kelemahan yang dapat
dianggap sebagai penyebab langsung perdarahan postpartum.
(Satriyandari and Hariyati, 2017)
Pencegahan dan pengobatan anemia dapat ditentukan
dengan memperhatikan faktor-faktor penyebabnya, jika
penyebabnya adalah masalah nutrisi, penilaian status gizi
dibutuhkan untuk mengidentifikasi nutrient yang berperan
dalam kasus anemia. Anemia gizi dapat disebabkan oleh
berbagai macam nutrient penting pada pembentukan
hemoglobin. Defisiensi Fe yang umum terjadi di dunia
merupakan penyebab utama terjadinya anemia gizi. Pemenuhan
keberuhan Zat besi pada ibu hamil trimester III dapat dicukupi
dengan pemberian suplemen Fe, selain itu juga dengan
pemenuhan gizi yang seimbang serta dapat mengkonsumsi
bahan makanan alami yang dapat meningkatkan kadar
Hemoglobin yang salah satu nya adalah ubi jalar ungu
(Ulfiana et al., 2019).
h) Pre eklamsia
Ibu hamil dapat mengalami preeklampsia beresiko 1.5 kali
lipat terkena perdarahan postpartum hal ini kemungkinan
karena patogenesis yang multifaktorial, diantaranya faktor
angiogenik, disfungsi endothelial, dan gangguan darah
uteroplasental yang dapat menyebabkan hipertensi dan
abnormalitas koagulasi. Pada ibu yang terkena preeklampsia
terjadi berbagai perubahan pada tubuhnya seperti perubahan
keseimbangan prostaglandin yang menyebabkan peningkatan
tromboksan sehingga dapat menyebabkan kerusakan pembuluh
darah danmemudahkan trombosit untuk mengadakan suatu
agrasi dan adhesi yang akhirnya mempersempit lumen yang
menyebabkan gangguan pada aliran darah. Upaya mengatasi
timbunan trombosit ini terjadi lisis yang mengakibatkan
turunnya trombosit darah serta dengan mudah menyebabkan
perdarahan(Rosidah, Shintami and Puspandhani, 2020).
Terdapat hubungan yang signifikan antara riwayat
preeklampsiadengan kejadian perdarahan postpartum, hal ini
karena preeklamsia dapat terjadi pada masa antenatal, intranatal
dan postnatal. Peningkatan kejadian preeklamsia yang
mengalami perdarahan postpartum dikarenakan pada ibu dengan
preeklamsia mengalami penurunan volume plasma yang
mengakibatkan hemokonsentrasi dan peningkatan hematokrit
maternal(Yuliana, 2019)
i) Riwayat perdarahan post partum sebelumnya
Persalinan buruk pada persalinan sebelumnya merupakan
keadaan yang perlu untuk diwaspadai. Riwayat persalinan
denganperdarahan postpartum sebelumnya memberikan
trauma buruk pada organ reproduksi seorangperempuan.
Oleh karena itu kewaspadaan harus dilakukan jika
setelahterdapat riwayat persalinan buruk pada masa
sebelumnya Hasil penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit
Umum Anutapura Palu didapatkan bahwa ibu yang memilki
riwayat perdarahan berisiko 6,025 kali lebih besar untuk
mengalami perdarahan postpartum dibandingkan ibu yang tidak
memiliki riwayat peradarahan (Nur, Rahman and Kurniawan,
2019)
j) Partus lama
Partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 24
jam pada primi dan lebih dari 18 jam pada multi. Partus lama
baik fase aktif memanjang maupun kala II memanjang
menimbulkan efek terhadap ibu maupun janin. Terdapat
kenaikan terhadap insidensi atonia uteri, laserasi, perdarahan,
infeksi, kelelahan ibu dan syok. Partus lama dapat
menyebabkan terjadinya inersia uteri karena kelelahan pada otot
- otot uterussehingga rahim berkontraksi lemah setelah bayi
lahir dan dapat menyebabkan terjadinya perdarahan postpartum.
Ibu yang mengalami partus lama mempunya peluang 1,1 kali
untuk perdarahan postpartum dibanding dengan ibu yang tidak
mengalami partus lama (Satriyandari and Hariyati, 2017).
1. Data Subyektif
a. Identitas Pasien dan Penanggungjawab/Suami
1) Nama
Ditanyakan nama denga tujuan agar dapat mengenal ibu
dan suami
2) Umur
Semakin tua usia seseorang berpengaruh terhadap semua
fase penyembuhan luka sehubungan dengan adanya gangguan
sirkulasi dan koagulasi, respon inflamasi yang lebih lambat dan
penurunan aktivitas fibroblast (Johnson dan Taylor, 2005)
3) Agama
Untuk mengetahui keyakinan ibu sehingga dapat
membimbing dan mengarahkan ibu untuk berdoa sesuai dengan
keyakinannya(Handayani and Mulyati, 2017)
4) Pendidikan
Untuk mengetahui tingkat intelektual ibu sehingga tenaga
kesehatan dapat melalukan komunikasi dengan istilah bahasa
yang sesuai dengan pendidikan terakhirnya, termasuk dalam hal
pemberian konseling(Handayani and Mulyati, 2017)
5) Pekerjaan
Perlu dikaji apakah pekerjaan ibu termasuk pekerjaan
yang membutuhakan aktivitas fisik berat, berdiri dalam jangka
waktu yang lama, pekerjaan dalam industri mesin, atau
pekerjaan yang memiliki efek samping lingkungan, contoh :
limbah, sehingga harus disesuaikan dengan kondisi ibu nifas.
(Sulistyawati, 2011).
Pekerjaan juga berhubungan dengan tingkat sosial
ekonomi. Pada ibu nifas dengan tingkat sosial ekonomi yang
baik, otomatis akan mendapatkan kesejahteraan fisik dan
psikologis yang baik pula. Status gizipun akan meningkatkan
karena nutrisi yang didapatkan berkualitas, selain itu ibu tidak
akan terbebani secara psikologis mengenai biaya persalinan dan
pemenuhan kebutuhan sehari-hari setelah bayinya lahir.
(Sulistyawati, 2011).
6) Suku Bangsa
Asal daerah atau bangsa seorang wanita berpengaruh
terhadap pola pikir mengenai tenaga kesehatan, pola kebiasaan
sehari-hari (Pola nutrisi, pola eliminasi, personal hygiene, pola
istirahat dan aktivitas) dan adat istiadat yang dianut.
b. Keluhan Utama
Persoalan yang dirasakan pada ibu nifas adalah rasa nyeri pada
jalan lahir, nyeri ulu hati, kelelahan, pusing, konstipasi, kaki
bengkak, nyeri perut setelah lahir, payudara membesar, nyeri tekan
pada payudara dan puting susu, puting susu pecah-pecah, keringat
berlebih serta rasa nyeri(Handayani and Mulyati, 2017).
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat kesehatan lalu
Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan
adanya riwayat atau penyakit akut, kronis seperti : jantung,
Diabetes Militus, hipertensi, asma yang dapat mempengaruhi
pada masa nifas (Aritonang and Simanjuntak, 2020)
2) Riwayat kesehatan sekarang
Untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit yang
diderita pada aat ini yang ada hubungannya dengan masa nifas
dan bayinya.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Dikaji untuk mengetahui kemungkinan adanya pengaruh
penyakit keluarga terhadap gangguan kesehatan ibu dan
bayinya.
d. Riwayat Obstetri
1) Riwayat Kehamilan, Persalinan, Nifas Yang Lalu
Dikaji berapa kali ibu hamil, apakah penah abortus,
jumlah anak, cara persalinan yang lalu, penolong persalinan dan
keadaaan nifas yang lalu.
2) Riwayat Kehamilan dan Persalinan Sekarang
Riwayat kehamilan sekarang dikaji untuk menentukan
umurkehamilan dengan tepat. Keluhan yang dilami selama
kehamilan dan komplikasi selama kehamilan. Riwayat
kehamilan dikaji tangal dan jam persalinan, jenis persalinan ,
jenis kelamin anak, keadaan bayi meliputi PB, BB penolong
persalinan untuk mengetahui apakah proses persalinan
mengalami kelainan atau tidak yang bisa berpengaruh pada
masa nifas (Aritonang and Simanjuntak, 2020).
e. Riwayat KB
Untuk mengetahui apakah pasien pernah ikut KB dengan
kontrasepsi jenis apa, berapa lama, adakah kelihan selama
menggunakan kontrasepsi serta rencana KB setelah masa nifas ini.
f. Riwayat Perkawinan
Yang perlu dikaji adalah berapa kali menikah, status menikah
syah atau tidak, karena bila melahirkan tanpa status yang jelas akan
berkaitan dengan psikologisnya sehingga akan mempengaruhi proses
nifas.
g. Pola Pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari
1) Nutrisi : Ibu nifas harus mengkonsumsi makanan yang bermutu
tinggi, bergizi dan cukup kalori untuk mendapat protein,
mineral, vitamin yang cukup dan minum sedikitnya 2-3
liter/hari. Selain itu, ibu nifas juga harus minum tablet tambah
darah minimal selama 40 hari dan vitamin A
2) Pola eliminasi: Ibu nifas harus berkemih dalam 4-8 jam pertama
dan minimal sebanyak 200 cc (Bahiyatun, 2009). Sedangkan
untuk buang air besar, diharapkan sekitar 3-4 hari setelah
melahirkan
3) Personal Hygiene: Bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi
yang dilakukan dengan menjaga kebersihan tubuh, termasuk
pada daerah kewanitaannya dan payudara, pakaian, tempat tidur
dan lingkungan
4) Istirahat: Ibu nifas harus memperoleh istirahat yang cukup untuk
pemulihan kondisi fisik, psikologis dan kebutuhan menyusui
bayinya dengan cara menyesuaikan jadwal istirahat bayinya
5) Aktivitas: Mobilisasi dapat dilakukan sedini mungkin jika tidak
ada kontraindikasi, dimulai dengan latihan tungkai di tempat
tidur, miring di tempat tidur, duduk dan berjalan. Selain itu, ibu
nifas juga dianjurkan untuk senam nifas dengan gerakan
sederhana dan bertahap sesuai dengan kondisi ibu.
Pola aktivitas dikaji untuk memberikan gambaran tentang
seberapa berat aktivitas yang biasa dilakukan pasien di rumah.
Jika kegiatan pasien terlalu berat dikhawatirkan dapat
menimbulkan penyulit, maka perlu diberitahukan agar ibu
membatasi kegiatan sampai ia sehat dan pulih kembali.
6) Hidup Sehat
Dikaji apakah ibu merokok atau alkoholik apa tidak dan
kebiasaan lain yang merugikan kesehatan.
h. Data Psikososial Dan Spiritual
1) Respon orangtua terhadap kehadiran bayi dan peran baru
sebagai orangtua: Respon setiap ibu dan ayah terhadap bayinya
dan terhadap pengalaman dalam membesarkan anak berbeda-
beda dan mencakup seluruh spectrum reaksi dan emosi, mulai
dari tingginya kesenangan yang tidak terbatas hingga dalamnya
keputusasaan dan duka (Varney, dkk, 2007). Ini disesuaikan
dengan periode psikologis ibu nifas yaitu taking in, taking hold
atau letting go.
2) Respon anggota keluarga terhadap kehadiran bayi: Bertujuan
untuk mengkaji muncul tidaknya sibling rivalry.
3) Dukungan Keluarga: Bertujuan untuk mengkaji kerja sama
dalam keluarga sehubungan dengan pengasuhan dan
penyelesaian tugas rumah tangga.
4) Budaya
Budaya dikaji untuk mengetahui adanya pantangan makanan ibu
yang berkaitan dengan status gizi ibu dan adat istiadat yang
dapat berisiko terhadap masa nifasnya.
2. Data Obyektif
a. Pemeriksaan Umum
1) Keadaan Umum
Diketahui dengan mengamati keadaan pasien secara
keseluruhan. Pada kasus pre-eklampsia berat keadaan umum
klien bisa dikatakan baik maupun lemah tergantung terhadap
kondisi klien (Manuaba, 2007).
a) Baik
Jika pasien memperlihatkan respon yang baik terhadap
lingkungan dan orang lain, serta secara fisik pasein tidak
mengalami ketergantungan dalam berjalan.
b) Lemah
Jika pasien kurang atau tidak memberikan respon yang baik
terhadap lingkungan dan orang lain, dan pasien sudah tidak
mampu lagi untuk berjalan sendiri. (Sulistyawati, 2011)
2) Kesadaran
Dikaji untuk mengetahui tingkat kesadaran mulai dari
composmentis (kesadaran maksimal) sampai dengan koma
(pasien tidak dalam keadaan sadar) (Sulistyawati, 2011).
3) Berat Badan
Perlu dipertimbangkan faktor resiko timbulnya hipertensi dalam
kehamilan, bila didapatkan kenaikan berat badan > 0,57
kg/minggu. (Prawirohardjo, 2010)
4) Tanda-tanda vital :
Segera setelah melahirkan, banyak wanita mengalami
peningkatan sementara tekanan darah sistolik dan diastolik
kemudian kembali secara spontan setelah beberapa hari. Pada
saat bersalin, ibu mengalami kenaikan suhu tubuh dan akan
kembali stabil dalam 24 jam pertama pasca partum. Denyut nadi
yang meningkat selama persalinan akhir, kembali normal setelah
beberapa jam pertama pasca partum. Sedangkan fungsi
pernapasan kembali pada keadaan normal selama jam pertama
pasca partum.
a) Tekanan Darah
Tekanan darah pada ibu nifas tidak boleh mencapai 140
mmHg sistolik atau 90 mmHg diastolik. Pada beberapa
kasus data ditemukan keadaan hipertensi post partum dan
pada ibu yang mengalami syok akan ditemukan keadaan
hipotensi.
b) Nadi
Nilai denyut nadi digunakan untuk menilai sistem
kardiovaskular. Nadi harus dihitung 1 menit penuh. Tiga
komponen yang harus diperhatikan dalam mengukur nadi
adalah frekuensi, teratur tidaknya, dan isi. Frekuensi normal
orang dewasa adalah 60-90 kali permenit
c) Suhu
Mengukur suhu bertujuan untuk mengetahui keadaan pasien
apakah suhu tubuhnya dalam keadaan normal (36,5 C –
37,5 C) atau tidak. Pasien dikatakan hipotermi apabila suhu
badan < 36,5 C dan pasan bila suhu badan > 37,5 C
(Kusmiyati, 2009).
d) Pernafasan
Tujuan pengukuran pernapasan adalah mempertahankan
penukaran oksigen dan karbondioksida dalam paru-paru dan
pengaturan asam basa. Pernapasan normal orang dewasa
adalah 16-20 kali permenit.
5) LILA
Standar minimal untuk ukuran lingkar lengan atas pada wanita
dewasa atau usia reproduksi adalah 23,5 cm. jika ukuran LILA
kurang dari 23,5 cm maka interpretasinya adalah kurang energy
kronis (KEK). Keadaan ibu yang KEK dapat mempengaruhi
proses penyembuhan masa nifas dan juga proses laktasi.
b. Status Present
1) Kepala : warna rambut, kebersihan, rambut mudah rontok atau
tidak
2) Mata : konjungtiva, sklera, kebersihan, kelainan, gangguan
penglihatan (rabun jauh/dekat),
3) Hidung : kebersihan, polip, nafas cuping hidung, kebersihan
4) Mulut : karies gigi, kebersihan mulut dan lidah, kelembapan
bibir, stomatitis, perdarahan gusi.
5) Telinga : kebersihan, gangguan pendengaran, terlihat massa
6) Leher : pembesaran kelenjar limfe, tiroid, vena jugularis
7) Dada : bentuk, retraksi dada, denyut jantung, gangguan
pernapasan (auskultasi),
8) Perut : bentuk, bekas luka operasi,
9) Vulva : pengeluaran pervaginam, keputihan, kebersihan.
10) Ekstremitas : bentuk, kelainan, pucat di ujung jari, ada tidaknya
oedem, varises, reflek patella,
11) Anus : hemoroid, kebersihan (Sulistyawati, 2011)
12)
c. Status Obstetrik
1) Inspeksi
a) Muka : dilihata adanya cloasma dan edema muka
b) Mammae : bentuk, hiperpigmentasi areola, teraba massa,
nyeri atau tidak, kolostrum, keadaan putting (menonjol,
datar, masuk ke dalam), kebersihan dan ASI sudah keluar
atau belum.
c) Abdomen : striae, linea nigra.
d) Vulva : varises, hematoma, keadaan perineum dan
pengeluaran darah/lochea.
2) Palpasi
Dilakukan pemeriksaan palpasi untuk mengetahui tinggi fundus
uteri dan keadaan kontraksi uteri.
d. Pemeriksaan Penunjang
1) Darah : pemeriksaan darah rutin, pemeriksaan golongan darah
jika diperlukan tranfusi darah dan pemeriksaan hemoglobin
karena pada awal masa nifas jumlah hemoglobin sangat
bervariasi akibat fluktuasi volume darah, volume plasma dan
kadar volume sel darah merah (Varney, dkk, 2007).
2) Protein Urine dan glukosa urine: Urine negative untuk protein
dan glukosa (Varney, dkk, 2006)
3. Assessment
Merupakan kesimpulan yang dibuat berdasarkan data subjektif dan data
objektif yang didapatkan, meliputi :
a. Diagnosa kebidanan
Diagnosis kebidanan adalah diagnosis yang ditegakkan bidan dalam
lingkup praktik kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur
diagnosis kebidanan.
b. Masalah
Masalah adalah hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman klien
yang ditemukan dari hasil pengkajian atau yang menyertai diagnosis
(Hani dkk, 2011).
c. Diagnosa Potensial
Pada langkah ini mengidentifikasi masalah atau diagnosis potensial
lain berdasarkan rangkaian masalah yang lain juga. Pada kasus
perdarahan postpartum potensial terjadi syok haemorrage bila tidak
segera ditangani (Sulistyawati, 2011).
d. Identifikasi Perlunya Tindakan Segera, Konsultasi, Kolaborasi
Berdasarkan diagnosa potensial yang telah dirumuskan, bidan
secepatnya melakukan tindakan antisipasi agar diagnosis potensial
tidak benar – benar terjadi(Sulistyawati, 2011).
4. Pelaksanaan
a. Resusitasi cairan untuk menambah volume cairan intravaskuler
sehingga memperbaiki perfusi jaringan sehingga penyebab syok dapat
teratasi
b. Penilaian kegawatdaruratan, tanda-tanda syok, dan pemberian oksigen
c. Melakukan identifikasi dan penanganan penyebab terjadinya
perdarahan post partum
d. Monitoring tanda vital dan memasang kateter tinggal untuk
memonitor jumlah urin yang keluar
e. Pemberian obat-obatan berupa preparat uterotonika seperti
oksitosin, metilergometrin, dan misoprostol
Estimasi waktu menuju kematian pada perdarahan pospartum diperkirakan
hanya berlangsung selama 2 jam, sementara itu perdarahan antepartum
membutuhkan waktu kira-kira 12 jam, oleh sebab itu sangat penting untuk
mengenali lebih dini dan memberikan penanganan segera. Terdapat
kecenderungan penurunan kematian maternal oleh karena perdarahan hal
ini disebabkan antara lain penanganan yang semakin baik tetapi angka ini
seharusnya masih bisa diturunkan lebih rendah lagi (Simanjuntak, 2020).
DAFTAR PUSTAKA
Runjati dkk (2017) Kebidanan Teori dan Asuhan. 1st edn. Edited by Runjati and
S. Umar. Jakarta: EGC
Sukma, F., Hidayati, E. and Jamil, S. N. (2017) Buku Ajar Asuhan Kebidanan
Pada Masa Nifas. Jakarta: Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Jakarta
Wahyuni, E. D. (2018) Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. 1st edn. Jakarta:
Kemenkes RI Pusdik SDMK BPPSDMK