OLEH:
NAMA : MURSIYAH
NIM : P1337424822180
PEMBIMBING INSTITUSI:
Dewi Andang Prastika, S.ST, M.Kes
Hari :
Tanggal :
Mengetahui,
Pembimbing Institusi
LAPORAN PENDAHULUAN
TINJAUAN TEORI
2) Motilitas
Kelebihan analgesia dan anestesia bisa memperlambat
pengembalian tonus dan motilitas ke keadaan normal.
3) Pengosongan usus
Sistem pencernaan pada masa nifas membutuhkan waktu yang
berangsur-angsur untuk kembali normal. Pola makan ibu nifas tidak
akan seperti biasa dalam beberapa hari dan perinium ibu akan
terasa sakit dalam beberapa hari. Faktor-faktor tersebut yang
mendukung konstipasi pada ibu nifas dalam minggu pertama.
Pasca melahirkan, ibu dapat mengalami konstipasi yang
diakibatkan karena peningkatan hormon progesteron selama masa
kehamilan yang akan menetap selama beberapa hari pertama, efek
progesteron dapat menyebabkan relaksasi dinding abdomen
sehingga meningkatkan teriko konstipasi dan dinding abdomen
tegang karena berisi gas. (Handayani & Pujiastuti, 2016)
d. Sistem Urinaria
Diuresis postpartum normal terjadi dalam 24 jam setelah
melahirkan sebagai respon terhadap penurunan estrogen. Kemungkinan
terdapat spasme sfingter dan edema leher buli-buli sesudah bagian ini
mengalami kompresi antara kepala janin dan tulang pubis selama
persalinan.Protein dapat muncul didalam urine akibat perubahan otolitik
didalam uterus.(Rukiyah, 2013b)
Kandung kencing masa nifas mempunyai kapasitas yang bertambah
besar dan relative tidak sensitive terhadap tekanan cairan intravesika.
Urin dalam jumlah besar akan dihasilkan dalam waktu 12-36 sesudah
melahirkan.Ibu postpartum dianjurkan segera buang air kecil, agar tidak
mengganggu proses involusi uteri dan ibu merasa nyaman. Namun
demikian, pasca melahirkan ibu merasa sulit buang air kecil. (Rukiyah,
2013b)
Perubahan hormonal pada masa hamil (kadar steroid yang tinggi)
turut menyebabkan peningkatan fungsi ginjal, sedangkan penurunan
kadar steroid setelah wanita melahirkan sebagian menjelaskan sebab
penurunan fungsi ginjal selama masa pascapartum. Fungsi ginjal
kembali normal dalam waktu satu bulan setelah wanita melahirkan.
Diperlukan kira-kira 2-8 minggu supaya hipotonia pada kehamilan dan
dilatasi ureter serta pelvis ginjal kembali ke keadaan sebelum hamil.
(Marmi, 2014)
Menurut (Handayani & Pujiastuti, 2016) fungsi ginjal akan pulih
dalam 2-3 minggu pasca melahirkan, kondisi anatomi akan kembali
pada akhir minggu ke 6-8 meskipun ada sebagian ibu yang baru pulih
dalam 16 minggu pasca melahirkan.
1) Komposisi Urine
Bisa dijumpai protein urine ringan (+) selama 1-2 hari setelah
melahirkan akubat pemecahan kelebihan protein didalam sel otot
uterus. Akibat autolisis uterus yang berinvolusi menyebabkan
timbulnya BUN (Blood Urea Nitrogen).
2) Uretra dan Kandung kemih
Selama proses persalinan uretra dan kandung kemih bisa
mengalami trauma, terjadi edema dan disertai hemoragi.Penurunan
berkemih, seiring diuresis masa nifas menyebabkan kandung kemih
yang dapat menyebabkan perdarahan berlebihan, distensi yang
berlebihan bisa menyebabkan penurunan sensitifitas syaraf yang
akan menyebabkan proses berkemih lebih lanjut. Untuk
mempercepat penyembuhan keadaan ini dapat dilakukan latikan
pada otot dasar panggul (senam kegel).
e. Muskuluskeletal
Adaptasi sistem muskuluskeletal ibu yang terjadi mencakup hal-hal
yang dapat membantu relaksasi dan hipermobilitas sendi dan perubahan
pusat berat ibu akibat pembesaran uterus. stabilitas sendi lengkap akan
terjadi pada minggu ke-6 sampai ke-8 setelah wanita melahirkan.
(Rukiyah, 2013b)
Ligament-ligament, diafragma pelvis, serta fasia yang meregang
pada waktu persalinan, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih
kembali sehingga tak jarang uterus jatuh ke belakang dan menjadi
retrofleksi karena ligamentum rotundum menjadi kendor. Stabilisasi
secara sempurna terjadi pada 6-8 minggu setelah persalinan.(Marmi,
2014)
Ibu dapat mengalami keluhan kelelahan otot dan aches terutama
daerah bahu, leher dan lengan karena posisi selama persalinan, hal ini
dapat berlangsung selama 1-2 hari pertama pascapersalinan. Dinding
abdomen lunak setelah melahirkan karena meregang selama kehamilan
atau disebut sebagai diastasis rekti (pemisahan oto rektus abdomen).
berat derajat diastasis bergantung pada kondisi umum dan tonus otot.
(Handayani & Pujiastuti, 2016)
f. Sistem Integumen
Setelah melahirkan akan terjadi penurunan hormon progesteron,
estrogen dan melanosit stimulating hormon sehingga akan terjadi
penurunan kadar warna pada chloasma gravidarum (melasma) dan linea
nigra. (Handayani & Pujiastuti, 2016)
g. Sistem Neurologi
Ibu dapat mengalami kelelahan dan ketidaknyamanan,
ketidaknyamanan yang sering terjadi antar lain afterpain, akibat
episiotomy atau insisi, nyeri otot dan pembengkakan payudara. Rasa
kelelahan dan ketidaknyamanan tersebut dapat menghambat pemenuhan
kebutuhan tidur ibu. (Handayani & Pujiastuti, 2016)
h. Sistem Endokrin
Setelah persalinan akan terjadi penurunan kadar hormon estrogen,
progesteron dan human placental lactogen akan menurun secara cepat.
Hormon HCG akan kembali ke kadar tidak hamil dalam waktu 1-2
minggu. Penurunan hormon plasenta (human placental lactogen) akan
mengembalikan efek diabetogenik kehamilan sehingga menyebabkan
kadar gula darah menurun pada masa nifas. (Handayani & Pujiastuti,
2016)
Menurut (Rukiyah, 2013b) keadaan hormon plasenta menurun
dengan cepat, hormon plasenta laktogen tidak dapat terdeteksi dalam 24
jam post partum,hormon HCG menurun dengna cepat,estrogen turun
sampai 10%. Adanya perubahan dari hormone plasenta yaitu estrogen
dan progesterone yang menurun. Hormon-hormon pituitary
menyebabkan prolaktin meningkat, FSH menurun, dan LH menurun.
Produksi ASI mulai pada hari ke-3 post partum yang mempengaruhi
hormone prolaktin, oksitosin, reflek let down dan reflek sucking.
1) Hormon Plasenta
Pengeluaran plasenta menyebabkan peburunan hormone yang di
produksi oleh plasenta. Hormon plasenta menurun dengan cepat
pasca persalinan. Penurunan hormone plasenta menyebabkan kadar
gula darah menurun pada masa nifas. Human Chorionic
Gonadotropin (HCG) menurun dengan cepat dan menetap sampai
10 % dalam 3 jam hingga hari ke-7 post partum dan sebagai onset
pemenuhan mamae pada hari ke-3 postpartum.
2) Hormon Pituitary
Hormon pituitary antara lain : hormone prolaktin, FSH dan LH.
Hormon prolaktin darah meningkat dengan cepat,pada wanita tidak
menyusui menurun dalam waktu 2 minggu. Hormon prolaktin
berperan dalam pembesaran payudara untuk merangsang produksi
susu. FSH dan LHmeningkat pada fase konsentrasi folikuler pada
minggu ke-3 dan LH tetap rendah hingga ovulasi terjadi.
2) Nadi
Setiap denyut nadi diatas 100 x/menit selama masa nifas adalah
abnormal dan mengindikasikan pada infeksi atau haemoragic post
partum. Pada minggu ke-8 sampai ke-10 setelah melahirkan,
denyut nadi kembali ke frekuensi sebelum hamil. (Rukiyah, 2013b)
Kembali normal dalam beberapa jam setelah melahirkan, denyut
nadi yang melebihi 100 kali permenit, harus waspada kemungkinan
infeksi atau perdarahan post partum. (Handayani & Pujiastuti,
2016)
3) Tekanan Darah
Tekanan darah adalah tekanan yang dialami darah pada pembuluh
darah arteri ketika darah dipompa oleh jantung ke seluruh anggota
tubuh manusia. (Rukiyah, 2013b)
Pasca melahirkan secara normal, tekanan darah biasanya tidak
berubah, sistolik antara 90-120 mmHg dan diastolik 60-80 mmHg.
Jika tekanan darah menjadi lebih rendah pasca melahirkan dapat
diakibatkan oleh perdarahan. Tekanan darah tinggi pada post
partum merupakan tanda terjadinya preeklamsi post partum.
(Handayani & Pujiastuti, 2016)
4) Pernafasan
Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu dan
denyut nadi. Bila suhu tidak normal, pernafasan juga akan
mengikutinya, kecuali jika ada ganmgguan khusus pada saluran
pernafasan. (Rukiyah, 2013b)
Pada umumnya pernafasan lambat atau normal (16-24 kali per
menit), hal ini dikarenakan ibu dalam keadaan pemulihan atau
dalam kondisi istirahat. Bila pernafasan pada masa post partum
menjadi lebih cepat, kemungkinan ada tanda-tanda syok atau
embolus paru. (Handay(Handayani & Pujiastuti, 2016)
k. Sistem Hematologi
Pada awal post partum, jumlah hemoglobin, hematokrit dan
erotrosit sangat bervariasi. Hal ini disebabkan volume darah, volume
placenta dan tingkat volume darah yang berubah-ubah. tingkatan ini
dipengaruhi oleh status gizi dan hidrasi dari wanita tersebut. (Rukiyah,
2013b)
Selama kehamilan terjadi peningkatan plasma fibrinogen dan faktor
pembekuan lainnya sebagai mekanisme perlindungan terhadap
perdarahan masa nifas. (Handayani & Pujiastuti, 2016)
7. Teknik Menyusui
Menyusui adalah suatu cara yang tidak ada duanya dalam pemberian
makanan yang bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi yang sehat serta
mempunyai pengaruh biologis dan kejiwaan yang unik terhadap kesehatan
ibu dan bayi (Anggraini, 2010).
Menyusui adalah cara yang optimal dalam memberikan nutrisi,
mengasuh bayi dengan penambahan makanan pelengkap pada paruh kedua
tahun pertama, kebutuhan nutrisi, imunologi, dan psikososial dapat
terpenuhi hingga tahun kedua dan tahun – tahun berikutnya (Wiji, 2013:31)
Menurut Wiji (2013:31-35) pada saat menyusui bayi ada beberapa cara
yang harus diketahui ibu tentang cara menyusui yang benar yaitu:
a. Posisi Menyusui
Agar proses menyusui berjalan dengan lancar, maka seorang ibu
harus mempunyai keterampilan menyusui agar ASI dapat mengalir dari
payudara ibu ke bayi secara efektif. Berikut ini 4 butir kunci memegang
bayi diantaranya:
1) Kepala bayi dan badan bayi harus dalam satu garis lurus, bayi tidak
dapat menetek atau menghisap dengan mudah apabila kepalanya
bergeser atau melengkung.
2) Muka bayi menghadap payudara dengan hidung menghadap putting
yaitu seluruh badan bayi menghadap badan ibu.
3) Ibu memegang bayi dekat dengan ibu.
4) Apabila bayi baru lahir, ia harus menopang bokong bayi bukan
hanya kepala dan bahu merupakan hal yang penting untuk bayi
baru lahir.
Ada beberapa posisi menyusui yaitu dengan posisi berdiri, posisi
rebahan, posisi duduk, posisi menggendong, posisi menggendong
menyilang (transisi), posisi football (mengepit), dan posisi berbaring.
Hal ini dapat diterapkan disesuaikan dengan kenyamanan ibu.
Berikut adalah posisi menyusui dengan posisi duduk.
1) Gunakan bantal atau selimut untuk menopang bayi, bayi ditidurkan
diatas pangkuan ibu,
2) Bayi dipegang satu lengan, kepala bayi diletakkan pada lengkung
siku ibu dan bokong bayi diletakkan pada lengan. Kepala bayi tidak
boleh tertengadah atau yang satu didepan.
3) Satu tangan diletakkan di belakang badan ibu dan yang satu di
depan.
4) Perut bayi menempel badan ibu, kepala bayi menghadap payudara.
5) Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus.
b. Cara Menyusui yang Benar
Ada beberapa cara yang harus diketahui tentang cara menyusui
yang benar.
1) Cara menyusu dengan sikap duduk.
2) Sebelum menyusui, ASI keluarkan sedikit kemudian di oleskan di
putting susu dan areola sekitarnya. Cara ini memiliki manfaat yaitu
sebagai desinfektan dan menjaga kelembapan putting susu.
3) Menggunakan bantal untuk menopang bayi diatas pangkuan ibu.
4) Tangan kanan menyangga payudara kiri dan keempat jari ibu dan
ibu jari ibu menekan payudara bagian atas areola.
5) Bayi diberikan rangsangan untuk membuka mulut dengan cara
menyentuh pipi dengan putting susu atau menyentuh mulut bayi.
6) Setelah bayi membuka mulut, dengan cepat kepala bayi didekatkan
ke payudara ibu dengan putting serta areola dimasukkan ke dalam
mulut bayi.
7) Usahakan areola sebagian besar dapat masuk kedalam mulut bayi,
sehingga putting susu berada di bawah langit-langit dan lidah bayi
menekan ASI keluar.
8) Setelah menyusu selesai, ASI dikeluarkan sedikit demi sedikit
kemudian dioleskan pada putting susu dan areola disekitarnya.
Biarkan kering sendiri.
9) Menyendawakan bayi.
c. Kendala dalam Pemberian ASI
Menurut Wiji (2013:60-68) ada beberapa masalah yang sering
ditemui pada ibu, yaitu:
1) Putting susu yang pendek/terbenam
Bila ditemui kasus ibu dengan putting susu terbenam, dilakukan:
a) Usahakan putting menonjol keluar dengan cara menarik
putting susu dengan jari telunjuk dan jari jempol.
b) Menggunakan pompa putting susu atau dengan jarum suntik 10
ml (disesuaikan dengan ukuran putting ibu) yang telah
dimodifikasi supaya putting susu keluar.
2) Putting susu lecet
Berikut penanganan pada putting susu lecet:
a) Mencari penyebab puting susu lecet (posisi menyusui yang
salah,candidiasis atau dermatitis).
b) Obati penyebab putting susu lecet terutama perhatikan posisi
menyusui.
c) Jika keadaan luka tidak begitu sakit dan parah, ibu tetap
dianjurkan memberikan ASI atau istirahatkan putting susu
yang sakit 1 x 24 jam, tetapi sebaiknya ASI tetap dikeluarkan
dengan tangan.
d) Setelah terasa membaik, dianjurkan mulai menyusui kembali
mula-mula dengan waktu yang lebih singkat.
e) Bila lecet tidak sembuh dalam 1 minggu rujuk ke puskesmas.
8. Menjaga Kehangatan Bayi
Kangaroo Mother Care (KMC) atau Perawatan Metode Kanguru (PMK)
merupakan perawatan untuk bayi berat lahir rendah atau kelahiran prematur
dengan melakukan kontak langsung antara kulit bayi dengan kulit ibu atau
skin-to-skin contact dimana ibu menggunakan suhu tubuhnya untuk
menghangatkan bayi. Selain dari pada itu, Perawatan Metode Kanguru
(PMK) mempermudah pemberian ASI, sehingga meningkatkan lama dan
jumlah pemberian ASI.
Berikut ini adalah cara Perawatan Metode Kanguru (PMK):
a) Cara memegang atau memposisikan bayi
1) Peluk kepala dan tubuh bayi dalam posisi lurus
2) Arahkan muka bayi ke puting payudara ibu
3) Ibu memeluk tubuh bayi, bayi merapat ke tubuh ibunya
4) Peluklah seluruh tubuh bayi, tidak hanya bagian leher dan bahu
b) Cara melekatkan bayi
1) Sentuhkan puting payudara ibu ke mulut bayi
2) Tunggulah sampai bayi membuka lebar mulutnya
3) Segerah arahkan puting dan payudara ibu ke dalam mulut bayi
c) Tanda-tanda posisi dan pelekatan yang benar:
1) Dagu bayi menempel ke dada ibu
2) Mulut bayi terbuka lebar
3) Bibir bawah bayi terposisi melipat ke luar
4) Daerah areola payudara bagian atas lebih terlihat daripadaareola
payudara bagian bawah
5) Bayi menghisap dengan lambat dan dalam, terkadang berhenti.
PATHWAY
Pelayanan Kesehatan
Konseling
1) Perubahan
psikologis
Asuhan KF 1 2) Ketidaknyamanan
masa nifas
a. Memastikan involusi
3) Cara menyusui
uteri Penegakan Diagnosis
dengan benar
b. Menilai adanya
4) Tanda bahaya
perdarahan, demam,
postpartum
atau tanda-tanda infeksi Pemberian asuhan pada ibu nifas
c. Mendapat cukup
makanan, cairan,
istirahat Pemeriksaan Penunjang
d. Memastikan menyusui (laboratorium)
dengan baik 1. HB
e. Perawatan bayi sehari-
Terlaksananya Pemeriksaan
hari Penurunan AKI & AKB
Kesehatan Bagi Ibu Hamil
B. TINJAUAN TEORI KEBIDANAN
1. Pengertian Manajemen Asuhan Kebidanan
Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan
sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan
berdasarkan teori ilmiah, temuan, keterampilan dalam rangkaian/ tahapan
yang logis untuk mengambil suatu keputusan yang terfokus pada klien.
Proses manajemen kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh
bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis
mulai dari pengumpulan data dasar dan berakhir dengan evaluasi.(Jannah,
2013)
2. Tahapan dalam Manajemen Kebidanan
Proses manajemen terdiri dari 7 langkah asuhan kebidanan yang dimulai
dari pengumpulan data dasar dan diakhiri dengan evaluasi. Tahapan dalam
proses asuhan kebidanan ada 7 langkah, yaitu:
a. Langkah 1 Pengumpulan Data Dasar
Pada langkah ini dilakukan pengkajian dengan pengumpulan semua
data yang diperlukan untuk mengevaluasi keadaan klien secara lengkap
seperti, riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik sesuai dengan
kebutuhannya, meninjau catatan terbaru atau catatan selanjutnya,
meninjau data laboratorium dan membandingkannya dengan hasil
studi.(Rukiyah, 2013a)
b. Langkah 2 Mengidentifikasi diagnosis atau masalah actual
Mengidentifikasi data dengan cepat untuk mengidentifikasi diagnosa
atau masalah aktual dengan klien berdasarkan data dasar, menguraikan
bagaimana suatu data pada kasus diinterpretasikan menjadi suatu
diagnosa atau secara teori data apa yang mendukung untuk timbulnya
diagnosa tersebut. Masalah lebih sering berhubungan dengan bagimana
klien menguraikan keadaan yang ia rasakan, sedangkan diagnosa lebih
sering diidentifikasi oleh bidan yang difokuskan pada apa yang di
alami oleh klien.(Rukiyah, 2013a)
c. Langkah 3 Mengidentifikasi diagnosis atau masalah potensial
Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosis
potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosis yang telah
di identifikasi, langkah ini membutuhkan antisipasi bila
memungkinkan dilakukan pencegahan sambil mengamati klien, bidan
di harapkan dapat bersiap-siap bila diagnosis atau masalah potensial ini
benar-benar terjadi. (Rukiyah, 2013a)
d. Langkah 4 Penetapan kebutuhan/ tindakan segera
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan
atau untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan aggota tim
kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien. Langkah keempat
mencerminkan kesinambungan dari proses manejemen kebidanan. Jadi
manejemen bukan hanya selama asuhan primer periodik atau
kunjungan prenatal saja, tetapi juga selama wanita tersebut bersama
bidan terus menerus misalnya pada waktu tersebut dalam persalinan.
(Jannah, 2013)
e. Langkah 5 Intervensi/ Perencanaan tindakan asuhan kebidanan
Pada langkah ini dilakukan perencanaan yang menyeluruh, ditentukan
langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan
manejemen terhadap diagnosis atau masalah yang telah diidentifikasi
atau di antisipasi, pada langkah ini informasi atau data dasar yang tidak
lengkap dapat di lengkapi. (Jannah, 2013)
f. Langkah 6 Implementasi/ pelaksanaan asuhan
Pada langkah ini rencana asuhan yang menyeluruh dilangkah lima
harus dilaksanakan secara efesien. Perencanaan ini bisa dilakukan
seluruhnya oleh bidan atau sebagian dilakukan oleh bidan dan sebagian
lagi oleh klien atau anggota tim kesehatan lainnya. Jika bidan tidak
melakukan sendiri, ia tetap memikul tanggung jawab untuk
mengarahkan pelaksanaannya, memastikan langkah-langkah tersebut
benar-benar terlaksana. Dalam situasi dimana bidan berkolaborasi
denga dokter untuk menangani klien yang mengalami komplikasi,
maka keterlibatan bidan dalam manejemen asuhan bagi klien adalah
bertanggung jawab terhadap terlaksananya rencana asuhan bersama
yang menyeluruh tersebut. (Jannah, 2013)
g. Langkah 7 Evaluasi
Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang
sudah diberikan meliputi kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar
telah terpenuhi sesuai denga kebutuhan sebagaimana telah
diidentifikasi di dalam maslah dan diagnosis. Rencana tersebut dapat di
anggap efektif juka memang benar efektif dalam pelaksanaanya.
Adapun kemungkinan bahwa sebagian rencana tersebut lebih efektif
sedang sebagian belum efektif. (Jannah, 2013)
3. Pendokumentasian Asuhan Kebidanan Dengan SOAP
Menurut (Asih & Risneni, 2016) pendokumentasian asuhan kebidanan
dengan SOAP, yaitu:
a. Subyektif
Pengkajian yang diperoleh dengan anamnesis, berhubungan dengan
masalah dari sudut pandang pasien. Ekspresi pasien mengenai
kekhawatiran dan keluhannya yang dicatat sebagai kutipan langsung
atau ringkasan yang akan berhubungan langsung dengan diagnosis.
b. Obyektif
Data berasal dari observasi yang jujur dari pemeriksaan fisik pasien,
pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan diagnostik lainnya.
c. Assesment
Pendokumentasian hasil analisis dan interpretasi (kesimpulan) dari
data subyektif dan obyektif.
d. Planning
Perencanaan dibuat saat ini dan yang akan datang. Rencana asuhan
akan disusun berdasarkan hasil analisis dan interpretasi data yang
bertujuan untuk mengusahakan tercapainya kondisi pasien seoptimal
mungkin dan mempertahankan kesejahteraan pasien
I. Pengkajian
Mengumpulkan semua data yang dibutuhkan untuk nilai kepada pasien
secara keseluruhan, antara lain:
1. Identitas Pasien
a. Nama
Nama merupakan identitas khusus yang membedakan seseorang
dengan orang lain.Hendaknya klien dipanggil sesuai dengan nama
panggilan yang biasa baginya atau yang disukainya agar ia merasa
nyaman serta lebih mendekatkan hubungan interpersonal bidan
dengan klien.(Widatiningsih, 2017)
b. Umur
Untuk mengetahui apakah ibu termasuk resiko tinggi atau tidak.
Untuk mengetahui apakah ibu termasuk resiko tinggi atau tidak.
Pada penelitian yang dilakukan oleh (Hadi & Fairus, 2014)
didapatkan hasil uji statistic yaitu terdapat hubungan antara umur
ibu dengan kembalinya uterus didapatkan p value 0,022 artinya
ada hubungan antara umur ibu dengan kejadian kembalinya uterus
ibu. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang dijelaskan oleh
Martasubrata (1987 dalam Martini, 2012) bahwa umur
mempengaruhi proses involusi uterus. Pada umur kurang dari 20
tahun elastisitas otot rahim belum maksimal dikarenakan organ
reproduksi belum matang, sedangkan usia diatas 35 tahun sering
terjadi komplikasi saat sebelum dan setelah kelahiran dikarenakan
elastisitas otot rahim sudah menurun, menyebabkan kontraksi
uterus tidak maksimal. Umur 20-35 tahun merupakan masa yang
sangat ideal untuk terjadinya proses involusi yang baik. Hal ini
disebabkan karena faktor elastisitas dari otot uterus dalam kondisi
vitalitas yang prima sehingga kontraksi otot dan kembalinya alat-
alat kandungan juga semakin cepat karena proses regenerasi dari
sel-sel alat kandungan yang sangat bagus pada usia-usia tersebut.
c. Pendidikan
Pendidikan merupakan suatu proses melalui pengajaran atau
pelatihan yang mampu meningkatkan perkembangan mental,
emosional dan intelektual individu. (Sari Priyanti, 2020)
Penelitian yang dilakukan oleh (UTAMI & Akmal, 2020)
menunjukkan hasil (p=0.000). Berdasarkan hasil kuesioner,
responden dengan pendidikan dasar dengan pengetahuan
manajemen laktasi yang tinggi sebesar 30,7%, Adanya hubungan
pendidikan dengan pengetahuan manajemen laktasi disebabkan
karena pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang, pendidikan pada
diri individu akan berpengaruh terhadap kemampuan berfikir,
kemudian pendidikan akan mempengaruhi tingkat 9 penerimaan
dan pemahaman terhadap suatu objek atau materi yang
dimanifestasikan dalam bentuk pengetahuan. Semakin tinggi
jenjang pendidikan seseorang akan mempengaruhi tingkat
penguasaan materi sesuai tujuan dan sasaran.
d. Agama
Tanyakan pilihan agama klien dan sebagai praktik terkait agama
yang harus diobservasi. (Marmi, 2017)
e. Pekerjaan
Pekerjaan ibu yang berat bisa mengakibatkan ibu kelelahan secara
tidak langsung dapat menyebabkan involusi dan laktasi terganggu
sehingga masa nifas pun jadi terganggu pada ibu nifas normal.
(Marmi,2017)
Penelitian yang dilakukan oleh (Sihombing, 2018) didapatkan
hasil uji statistik hubungan antara pekerjaan ibu dengan pemberian
ASI Eksklusif diperoleh nilai p value = 0,005 < 0,05 berarti ada
hubungan yang bermakna antara pekerjaan ibu dengan pemberian
ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Hinai Kiri . Pekerjaan
merupakan salah satu kendala ibu untuk memberikan ASI
Eksklusif kepada bayinya. Status pekerjaan diduga menjadi kaitan
dengan pola pemberian ASI. Bekeja selalu dijadikan alasan tidak
memberikan ASI Eksklusif pada bayi karena ibu meninggalkan
tumah sehingga waktu pemberian ASI berkurang.
f. Alamat
Memberi gambaran mengenai jarak dan waktu yang ditempuh
pasien menuju pelayanan kesehatan,serta mempermudah
kunjungan rumah bila diperlukan.(Widatiningsih, 2017)
1. Data Subyektif
Data subjektif yang didapatkan melalui anamnesa kepada ibu dan
keluarganya serta melihat dokumen persalinan yang ada di tempat
persalinan (Rukiyah dkk, 2010:161).
a. Keluhan Utama
Untuk mengetahui masalah yang dihadapi yang berkaitan dengan
masa nifas, misalnya pasien merasa mules, sakit pada jalan lahir
karena adanya jahitan pada perinium. Untuk mengetahui keluhan
yang dirasakan ibu setelah melahirkan.(Marmi, 2014)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Parulian et al., 2016)
kepada 20 ibu post partum hari ke-1 pada 0–2 jam setelah partus
yang mengalami nyeri kontraksi uterus. Penelitian ini dilakukan
dengan cara mengobservasi nyeri yang dirasakan oleh ibu post
partum, menggunakan lembar observasi dengan skala nyeri Numeric
Rating Scale (NRS). Nyeri kontraksi uterus meningkat secara
bermakna setelah bayi keluar, diakibatkan oleh keluarnya hormon
oksitosin yang dilepas oleh kelenjar hipofisis sehingga dapat
memperkuat dan mengatur kontraksi uterus. Rasa sakit (after pain)
seperti mulas-mulas disebabkan karena kontraksi uterus yang
berlangsung 2–4 hari post partum, sehingga ibu perlu mendapatkan
pengertian mengenai nyeri yang dirasakan.
b. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat kesehatan yang lalu
Untuk mengetahui kemungkinan adanya riwayat atau penyakit
akut, kronis seperti : Jantung, DM, Hipertensi, Asma yang dapat
mempengaruhi masa nifas ini
2) Riwayat kesehatan sekarang
Untuk mengetahui kemungkinana danya penyakit yang diderita
saat ini yang ada hubungannya dengan masa nifas dan bayinya
3) Riwayat kesehatan keluarga
Untuk mengetahui kemungkinan adanya pengaruh penyakit
keluarga terhadap gangguan kesehatan pasien dan bayinya, yaitu
apabila ada penyakit keluarga yang menyertainya. (Sulistyawati,
2013a)
c. Riwayat Obstetrik
Menurut Sulistyawati (2013) riwayat obstetri meliputi :
Riwayat Haid
Menarche
Menarche adalah usia pertama kali mengalami menstruasi.
Wanita Indonesia umumnya mengalami menarche sekitar usia 12
tahun sampai 16 tahun.
Siklus
Siklus menstruasi adalah jarak antara menstruasi yang dialami
dengan menstruasi berikutnya,dalam hitungan hari.Biasanya
sekitar 23 sampai 32 hari.
Volume
Jawaban yag diberikan oleh pasien biasanya bersifat subjektif,
namun kita dapat kaji lebih dalam lagi dengan beberapa
pertanyaan pendukung, misalnya sampai berapa kali mengganti
pembalut dalam sehari.
Keluhan
Beberapa wanita menyampaikan keluhan yang dirasakan ketika
mengalami menstruasi, misalnya nyeri hebat, sakit kepala sampai
pingsan atau jumlah darah yang banyak
d. Riwayat Kehamilan, Persalinan, dan Nifas yang Lalu
1) Mengkaji riwayat kehamilan yang lalu untuk mengetahui
apakah ada gangguan seperti perdarahan, muntah yang sangat
sering, toxaemia gravidarum.
2) Mengkaji riwayat persalinan yang lalu untuk mengetahui
apakah persalinan spontan atau buatan, aterm atau premature,
perdarahan, ditolong oleh sipa (bidan, dokter)
3) Mengkaji nifas yang lalu untuk mengetahui adakah panas atau
perdarahan, bagaimana laktasinya.
4) Mengkaji keadaan anak untuk mengetahui jenis kelamin,
hidup atau tidak, kalau meninggal umur berapa dan sebabnya
meninggal, berat badan waktu lahir. (Marmi, 2014)
e. Riwayat KB
Untuk mengetahui apakah pasien pernah ikut KB dengan
kontrasepsi jenis apa, berapa lama, adakah keluhan selama
menggunakan kontrasepsi serta rencana KB setelah masa nifas ini
dan beralih ke kontrasepsi apa. (Sulistyawati, 2013a)
2. Data Obyektif
a. Kondisi Umum
1) Keadaan Umum/Kesadaran
Untuk mengetahui keadaan ibu, secara umum nifas normal
biasanya baik. (Marmi, 2017:180)
2) Suhu
Peningkatan suhu badan mencapai pada 24 jam pertama masa
nifas pada umumnya disebabkan oleh dehidrasi dan
meningkatnya metabolisme tubuh pada saat persalinan. Tetapi
umumnya setelah 12 jam post partum suhu tubuh kembali
normal. Kenaikan suhu umunya terjadi pada masa nifas sekitar
0,5℃ dari keadaan normal, bila suhu mencapai >38℃ perlu
dicurigai terhadap kemungkinan terjadinya infeksi. (Maritalia,
2014b)
3) Nadi
Nadi berkisar antara 60-80x/menit. Denyut nadi diatas 100
x/menit pada masa nifas mengindikasikan adanya suatu infeksi.
(Maritalia, 2014b)
4) Pernafasan
Pernafasan harus berada dalam rentang yang normal yaitu
sekitar 20-30x/menit. (Maritalia, 2014b)
Tekanan darah
Pada beberapa kausu ditemukan keadaan hipertensi postpartum,
tetapi keadaan ini akan menghilang dengan sendirinya apabila
tidak ada penyakit-penyakit lain yang menyertainya dalam 2
bulan postpartum. (Maritalia, 2014b)
b. Pemeriksaan Fisik
Menurut (Marmi, 2014) pemeriksaan fisik meliputi :
1) Kepala
Muka: Kelopak mata: ada edema atau tidak, Konjungtiva:
merah muda atau pucat Skelra: putih atau tidak. Mulut dan gigi:
Lidah bersih, gigi: tidak ada karies.
2) Leher
Kelenjar tyroid ada pembesaran atau tidak. Kelenjar getah
bening ada pembesaran atau tidak.
3) Dada
Jantung: irama jantung teratur, paru-paru; ada ronchi dan
wheezing atau tidak.
4) Punggung dan pinggang
Posisi tulang belakang: normal atau tidak.
5) Genitalia
Pemeriksaan pengeluaran lochea, warna, bau danjumlahnya,
Hematoma vulva (gumpalan darah), gejala yang palingjelas dan
dapat diidentifikasi dengan inspeksi vagina dan serviksdengan
cermat, lihat kebersihan pada genitalia ibu, ibu harus
selalumenjaga kebersihan pada alat genitalianya karena pada
masa nifas ini ibu sangat mudah sekali untuk terkenan infeksi.
6) Extremitas atas dan bawah
a) Edema: ada atau tidak
b) Kekakuan otot dan sendi: ada atau tidak
c) Kemerahan: ada atau tidak
d) Varices: ada atau tidak
e) Reflek patella: kanan, kiri +/- normalnya +
f) Reflek lutut negatif pada hypovitaminase B1 dan penyakit
urat syaraf
g) Tanda hooman: +/- bila ditemukan rasa nyeri.(
c. Pemeriksaan Obstetri
1) Payudara: bentuk simetris atau tidak, putting susu menonjol
atau tidak, pengeluaran colostrum. (Marmi, 2014)
2) Abdomen
Bekas luka operasi untuk mengetahui apakah pernah SC atau
operasi lain.
Konsistensi: keras atau tidak benjolan ada atau tidak;
Pembesaran (liver): ada atau tidak (Marmi, 2014)
Tabel 2.2 Involusi uteri
Involusi Tinggi Fundus Uterus Berat Uterus
Bayi lahir Setinggi pusat 1000 gram
Plasenta lahir 2 Jari dibawah pusat 750 gram
1 minggu Pertengahan pusat- 500 gram
simfisis
2 minggu Tidak teraba diatas 350 gram
simfisis
6 minggu Bertambah kecil 50 gram
8 minggu Sebesar normal 30 gram
(Marmi, 2014)
3. Asessment
a. Diagnosa Kebidanan
Diagnosa dapat ditegakkan yang berkaitan dengan Para, Abortus,
Anak hidup, umur ibu, dan keadaan nifas.
Data dasar meliputi :
1) Data subjektif
Pernyataan ibu tentang jumlah persalinan, apakah pernah abortus
atau tidak, keterangan ibu tentang umur, keterangan ibu tentang
keluhannya.
2) Data objektif
Palpasi tentang tinggi fundus uteri dan kontraksi, hasil
pemeriksaan tentang pengeluaran pervaginam, hasil pemeriksaan
tanda-tanda vital.
b. Masalah
Permasalahan yang muncul berdasarkan pernyataan pasien.
Data dasar yang meliputi :
1) Data subjektif
Data yang didapat dari hasul anamnesa pasien
2) Data objektif
Data yang didapat dari hasil pemeriksaan pasien
c. Diagnosa Potensial
Mengidentifikasi diagnosa potensial atau masalah potensial yang
mungkin akan terjadi. Pada langkah ini diidentifikasi masalah atau
diagnosa potensial berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa, hal
ini membutuhkan antisipasi, pencegahan, bila memungkinkan
menunggu mengamati dan bersiap-siap bila hal tersebut benar-benar
terjadi. Melakukan asuhan yang aman penting sekali dalam hal ini.
(Sulistyawati, 2013a)
d. Antisipasi tindakan segera
Pada langkah ini dilakukan tindakan segera oleh bidan atau dokter
atau untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota
tim yang lain sesuai dengan kondisi klien. (Marmi, 2014)
4. Pelaksanaan
Langkah ini merupakan pelaksanaan rencana asuhan penyuluhan pada
klien dan keluarga. Mengarahkan atau melaksanakan rencana asuhan scara
efektif dan efisien. (Rukiyah, 2013b)
Memberitahu ibu hasil pemeriksaan, meliputi; keadaan umum,
kesadaran, tekanan darah, nadi, suhu, respirasi, kandung kemih,tinggi
TFU, dan pengeluaran pervaginam
a. Memberitahu ibu untuk istirahat yang cukup seperti tidur siang sangat
diperlukan ibu untuk memulihkan tenaga ibu
b. Memberitahu ibu tentang gizi yang seimbang agar kebutuhan bayi
pada masa laktasi bisa terpenuhi dan tidak ada makanan yang
dipantang
c. Memberitahu ibu tentang perawatan tali pusat agar tidak
mengompresnya dengan menggunakan alkohol atau betadine
d. Memberitahu untuk menjaga kehangatan bayi dengan selalu
memakaikan selimut dan topi pada bayi untuk mencegah hipotermia
e. Memberitahu ibu tentang pemberian ASI eksklusif karena dapat
menambah kekebalan tubuh bagi bayi
f. Mendokumentasikan semua asuhan kebidanan
DAFTAR PUSTAKA
Asih, Y., & Risneni. (2016). Buku Ajar Dokumentasi Kebidanan (Pertama). Trans
Info Media.
Endah, E., & Rizkyana, S. (2014). HUBUNGAN POLA NUTRISI IBU POST
PARTUM DENGAN PENYEMBUHAN LUKA JAHITAN PERINEUM DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAJULMATI KABUPATEN
BANYUWANGI TAHUN 2014. 3(1), 49–58.
Ermiati, Rustini, Rachmawati, Y., & N., I. S. (2009). Efektivitas bladder training
terhadap fungsi eliminasi Buang Air Kecil (BAK) pada ibu postpartum
spontan. Maj Obstet Ginekol Indones, 32 No 4, 206–211.
Fatmawati, R., & Hidayah, N. (2019). (2019). Gambaran Pola Tidur Ibu Nifas.
Journal Infokes, 9(2), 44–47.
Hadi, Y., & Fairus, M. (2014). Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan
Involusi Uterus Pada Ibu Post Partum Di Wilayah Kerja Puskesmas
Ketapang Lampung Utara. Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai, VII(2), 1–7.
Handayani, E., & Pujiastuti, W. (2016). Asuhan Holistik Masa Nifas dan
Menyusui. Transmedika.
Oktaputrining, D., C., S., & Suroso, S. (2018). Post Partum Blues: Pentingnya
Dukungan Sosial Dan Kepuasan Pernikahan Pada Ibu Primipara.
Psikodimensia, 16(2), 151. https://doi.org/10.24167/psiko.v16i2.1217
Sari Priyanti, Dian Irawati, & Agustin Dwi Syalfina. (2020). Frekuensi Dan
Faktor Risiko Kunjungan Antenatal Care. Jurnal Ilmiah Kebidanan
(Scientific Journal of Midwifery), 6(1), 1–9.
https://doi.org/10.33023/jikeb.v6i1.564
Sukma, F., Hidayati, E., & Jamil, S. N. (2017). Asuhan Kebidanan pada Masa
Nifas. Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Jakarta.
Tulas, V., Kundre, R., & Bataha, Y. (2017). Hubungan Perawatan Luka Perineum
Dengan Perilaku Personal Hygiene Ibu Post Partum Di Rumah Sakit
Pancaran Kasih Gmim Manado. Jurnal Keperawatan UNSRAT, 5(1),
104712.
UTAMI, R., & Akmal, S. D. (2020). Hubungan Antara Usia, Pendidikan, Dan
Pekerjaan Dengan Pengetahuan Manajemen Laktasi Pada Ibu Yang
Memiliki Anak Usia 0-23 Bulan Di Wilayah Kerja.