Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEBIDANAN FISIOLOGIS HOLISTIK NIFAS & MENYUSUI

Disusun untuk Memenuhi Tugas Praktik


Stase Asuhan Kebidanan Holistik Nifas dan Menyusui

OLEH:
NAMA : MURSIYAH
NIM : P1337424822180

PEMBIMBING INSTITUSI:
Dewi Andang Prastika, S.ST, M.Kes

PRODI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN


JURUSAN KEBIDANAN POLITEKNIK KESEHATAN
KEMENKES SEMARANG
TAHUN 2022/2023
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Asuhan Kebidanan Fisiologis Holistik Nifas & Menyusui di


Puskesmas Karanggayam II, telah disahkan oleh pembimbing pada :

Hari :
Tanggal :

Kebumen, November 2022

Pembimbing Klinik Praktikan

Sri Rejeki Wahyuningsih, S.ST, M.H Mursiyah


NIP. 197805112008012013 NIM. P1337424822180

Mengetahui,
Pembimbing Institusi

Dewi Andang Prastika, S.ST, M.Kes


NIP. 199102252018012001

LAPORAN PENDAHULUAN
TINJAUAN TEORI

A. TINJAUAN TEORI MEDIS


1. Pengertian Masa Nifas
Masa nifas atau puerperium dimulai sejak 1 jam setelah lahirya
plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu. Pelayanan
pascapersalinan harus terselengggara pada masa itu untuk memenuhi
kebutuhan ibu dan bayi, yang meliputi upaya pencegahan, deteksi dini dan
pengobatan komplikasi dan penyakit yang mungkin terjadi, serta penyediaan
pelayanan pemberian ASI, cara menjarangkan kehmilan, imunisasi, dan
nutrisi bagi ibu. (Prawirohardjo, 2014)
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir
ketika alat-alat kandungan kembali keadaan sebelum hamil. Masa nifas
berlangsung selama kira-kira 6 minggu atau 42 hari, namun secara
keseluruhan akan pulih dalam waktu 3 bulan. (Kemenkes RI, 2015)

2. Tahapan Masa Nifas


Menurut (Handayani & Pujiastuti, 2016) tahapan pada masa nifas
adalah sebagai berikut :
a. Periode nifas (Berdasarkan tingkat kepulihan):
1) Puerperium dini, merupakan masa pemulihan di mana ibu telah
diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.
2) Puerperium Intermedial, Merupakan masa kepulihan menyeluruh
alat-alat genetalia yang lamanya 6-8 minggu.
3) Remote Puerperium, merupakan masa wahtu yang diperlukan
untuk pulih dan sehat sempurna, terutama bila setelah hamil atau
waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat
sempurna membutuhkan waktu berminggu-minggu, bulanan, atau
tahunan.
b. Tahapan Masa Nifas (Berdasarkan Waktu):
1) Immediate puerperium, merupakan sampai 24 jam post partum.
2) Early Puerperium, merukapan masan setelah 24 jam sampai dengan
waktu minggu pertama.
3) Late Puerperium merupakan setelah 1 minggu sampai selesai.
3. Perubahan Fisiologi Masa Nifas
a. Sistem Reproduksi
Menurut (Handayani & Pujiastuti, 2016) involusi uteri adalah
proses kembalinya uterus kekeadaan sebelum hamil setelah melahirkan,
merupakan perubahan retrogresif pada uterus, meliputi reorganisasi dan
pengeluaran deciduadan eksfoliasi tempat perlekatan plasenta sehingga
terjadi penurunan ukuran dan berat serta perubahan pada lokasi uterus
yang juga ditandai dengan warna dan jumlah lokea.
1) Tinggi Fundus Uteri (TFU)
Setelah bayi lahir tinggi fundus uteri berada pada pertengahan
simpisi pubis dan pusat, 12 jam kemudian akan naik menjadi
setinggi pusat atau sedikit diatas atau dibawah. Pada hari kedua
tinggi fundus uteri turun 1 cm atau turun 1 jari setiap hari.Pada hari
ke-14 TFU akan masuk kedalam panggul dan tidak dapat dipalpasi.
(Maritalia, 2014b)
2) Lokhea
Karakteristik lochea pada masa nifas menurut (Maritalia, 2014b)
adalah sebagai berikut:
Lokhea merupakan sekret uterus yang keluar melalui vagina selama
puerperium (3 Tahap) :
a) Lochea rubra/ kruenta
Timbul pada hari 1-2 postpartum, terdiri dari darah segar
bercampur sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, sisa-sisa
verniks kaseosa, lanugo dan mekonium.
b) Lochea Sanguinolenta
Timbul pada hari ke 3 sampai dengan hari ke 7 postpartum.
Karakteristik lochea adalah berupa darah bercampur lendir.
c) Lochea Serosa
Merupakan cairan berwarna agak kuning, timbul setelah 1
minggu postpartum.
d) Lochea Alba
Timbul setelah 2 minggu postpartum dan hanya merupakan
cairan putih.
3) Serviks
Setelah persalinan serviks terbuka sehingga dapat dilalui oleh 2-3
jari dan setelah 7 hari hanya dapat dilalui 1 jari. Pada akhir minggu
pertama serviks akan teraba lunak dan diameter 1 cm, edema bisa
menetap sampai 3-4 bulan pasca melahirkan.
a) Ligamen
Panjang dan regangan kembali seperti keadaan tidak hamil
pada akhir puerperium (4 minggu). Tonus pulih setelah 6
bulan.
b) Vagina
Dalam waktu 3-4 minggu mukosa vagina akan sembuh dan
ruggae pulih, namun diperlukan waktu 6-10 minggu untuk
involusi dan mencapai ukuran wanita yang tidak hamil.
c) Perineum
Perineum mengalami edema dan memar. Luka episiotomy
memerlukan waktu 4-6 minggu untuk sembuh total.
(Handayani & Pujiastuti, 2016)
b. Sistem Kardiovaskuler
Pada minggu ketiga dan keempat setelah melahirkan, volume darah
menurun sampai mencapai volume sebelum hamil melalui mekanisme
kehilangan darah sehingga terjadi penurunan volume darah total yang
cepat dan perpindahan normal cairan tubuh  volume darah menurun
dengan lambat.
1) Cardiac Output
Peningkatan cardiac output menetap sampai sekitar 48 jam setelah
melahirkan, secara perlahan cardiac output akan menurun mencapai
kondisi tidak hamil pada sekitar 6-12 minggu setelah persalinan.
2) Volume plasma
Mekanisme tubuh dalam mengurangi volume plasenta melalui
proses deuresis dan diaphoresis. (Handayani & Pujiastuti, 2016)
c. Sistem Gastrointestinal
Menurut (Handayani & Pujiastuti, 2016) setelah melahirkan akan
terjadi penurunan hormon progesteron, namun demikian, faal usus
memerlukan wktu 3-4 hari untuk kembali normal. Beberapa hal yang
berkaitan dengan perubahan pada sistem pencernaan, antara lain :
1) Nafsu makan
Pemulihan nafsu makan diperlukan untuk 3-4 hari sebelum faal
usus kembali normal. Meskipun kadar progesteron menurun setelah
melahirkan, asupan makan juga mengalami penurunan selama satu
atau dua hari.

2) Motilitas
Kelebihan analgesia dan anestesia bisa memperlambat
pengembalian tonus dan motilitas ke keadaan normal.
3) Pengosongan usus
Sistem pencernaan pada masa nifas membutuhkan waktu yang
berangsur-angsur untuk kembali normal. Pola makan ibu nifas tidak
akan seperti biasa dalam beberapa hari dan perinium ibu akan
terasa sakit dalam beberapa hari. Faktor-faktor tersebut yang
mendukung konstipasi pada ibu nifas dalam minggu pertama.
Pasca melahirkan, ibu dapat mengalami konstipasi yang
diakibatkan karena peningkatan hormon progesteron selama masa
kehamilan yang akan menetap selama beberapa hari pertama, efek
progesteron dapat menyebabkan relaksasi dinding abdomen
sehingga meningkatkan teriko konstipasi dan dinding abdomen
tegang karena berisi gas. (Handayani & Pujiastuti, 2016)
d. Sistem Urinaria
Diuresis postpartum normal terjadi dalam 24 jam setelah
melahirkan sebagai respon terhadap penurunan estrogen. Kemungkinan
terdapat spasme sfingter dan edema leher buli-buli sesudah bagian ini
mengalami kompresi antara kepala janin dan tulang pubis selama
persalinan.Protein dapat muncul didalam urine akibat perubahan otolitik
didalam uterus.(Rukiyah, 2013b)
Kandung kencing masa nifas mempunyai kapasitas yang bertambah
besar dan relative tidak sensitive terhadap tekanan cairan intravesika.
Urin dalam jumlah besar akan dihasilkan dalam waktu 12-36 sesudah
melahirkan.Ibu postpartum dianjurkan segera buang air kecil, agar tidak
mengganggu proses involusi uteri dan ibu merasa nyaman. Namun
demikian, pasca melahirkan ibu merasa sulit buang air kecil. (Rukiyah,
2013b)
Perubahan hormonal pada masa hamil (kadar steroid yang tinggi)
turut menyebabkan peningkatan fungsi ginjal, sedangkan penurunan
kadar steroid setelah wanita melahirkan sebagian menjelaskan sebab
penurunan fungsi ginjal selama masa pascapartum. Fungsi ginjal
kembali normal dalam waktu satu bulan setelah wanita melahirkan.
Diperlukan kira-kira 2-8 minggu supaya hipotonia pada kehamilan dan
dilatasi ureter serta pelvis ginjal kembali ke keadaan sebelum hamil.
(Marmi, 2014)
Menurut (Handayani & Pujiastuti, 2016) fungsi ginjal akan pulih
dalam 2-3 minggu pasca melahirkan, kondisi anatomi akan kembali
pada akhir minggu ke 6-8 meskipun ada sebagian ibu yang baru pulih
dalam 16 minggu pasca melahirkan.
1) Komposisi Urine
Bisa dijumpai protein urine ringan (+) selama 1-2 hari setelah
melahirkan akubat pemecahan kelebihan protein didalam sel otot
uterus. Akibat autolisis uterus yang berinvolusi menyebabkan
timbulnya BUN (Blood Urea Nitrogen).
2) Uretra dan Kandung kemih
Selama proses persalinan uretra dan kandung kemih bisa
mengalami trauma, terjadi edema dan disertai hemoragi.Penurunan
berkemih, seiring diuresis masa nifas menyebabkan kandung kemih
yang dapat menyebabkan perdarahan berlebihan, distensi yang
berlebihan bisa menyebabkan penurunan sensitifitas syaraf yang
akan menyebabkan proses berkemih lebih lanjut. Untuk
mempercepat penyembuhan keadaan ini dapat dilakukan latikan
pada otot dasar panggul (senam kegel).
e. Muskuluskeletal
Adaptasi sistem muskuluskeletal ibu yang terjadi mencakup hal-hal
yang dapat membantu relaksasi dan hipermobilitas sendi dan perubahan
pusat berat ibu akibat pembesaran uterus. stabilitas sendi lengkap akan
terjadi pada minggu ke-6 sampai ke-8 setelah wanita melahirkan.
(Rukiyah, 2013b)
Ligament-ligament, diafragma pelvis, serta fasia yang meregang
pada waktu persalinan, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih
kembali sehingga tak jarang uterus jatuh ke belakang dan menjadi
retrofleksi karena ligamentum rotundum menjadi kendor. Stabilisasi
secara sempurna terjadi pada 6-8 minggu setelah persalinan.(Marmi,
2014)
Ibu dapat mengalami keluhan kelelahan otot dan aches terutama
daerah bahu, leher dan lengan karena posisi selama persalinan, hal ini
dapat berlangsung selama 1-2 hari pertama pascapersalinan. Dinding
abdomen lunak setelah melahirkan karena meregang selama kehamilan
atau disebut sebagai diastasis rekti (pemisahan oto rektus abdomen).
berat derajat diastasis bergantung pada kondisi umum dan tonus otot.
(Handayani & Pujiastuti, 2016)
f. Sistem Integumen
Setelah melahirkan akan terjadi penurunan hormon progesteron,
estrogen dan melanosit stimulating hormon sehingga akan terjadi
penurunan kadar warna pada chloasma gravidarum (melasma) dan linea
nigra. (Handayani & Pujiastuti, 2016)
g. Sistem Neurologi
Ibu dapat mengalami kelelahan dan ketidaknyamanan,
ketidaknyamanan yang sering terjadi antar lain afterpain, akibat
episiotomy atau insisi, nyeri otot dan pembengkakan payudara. Rasa
kelelahan dan ketidaknyamanan tersebut dapat menghambat pemenuhan
kebutuhan tidur ibu. (Handayani & Pujiastuti, 2016)
h. Sistem Endokrin
Setelah persalinan akan terjadi penurunan kadar hormon estrogen,
progesteron dan human placental lactogen akan menurun secara cepat.
Hormon HCG akan kembali ke kadar tidak hamil dalam waktu 1-2
minggu. Penurunan hormon plasenta (human placental lactogen) akan
mengembalikan efek diabetogenik kehamilan sehingga menyebabkan
kadar gula darah menurun pada masa nifas. (Handayani & Pujiastuti,
2016)
Menurut (Rukiyah, 2013b) keadaan hormon plasenta menurun
dengan cepat, hormon plasenta laktogen tidak dapat terdeteksi dalam 24
jam post partum,hormon HCG menurun dengna cepat,estrogen turun
sampai 10%. Adanya perubahan dari hormone plasenta yaitu estrogen
dan progesterone yang menurun. Hormon-hormon pituitary
menyebabkan prolaktin meningkat, FSH menurun, dan LH menurun.
Produksi ASI mulai pada hari ke-3 post partum yang mempengaruhi
hormone prolaktin, oksitosin, reflek let down dan reflek sucking.
1) Hormon Plasenta
Pengeluaran plasenta menyebabkan peburunan hormone yang di
produksi oleh plasenta. Hormon plasenta menurun dengan cepat
pasca persalinan. Penurunan hormone plasenta menyebabkan kadar
gula darah menurun pada masa nifas. Human Chorionic
Gonadotropin (HCG) menurun dengan cepat dan menetap sampai
10 % dalam 3 jam hingga hari ke-7 post partum dan sebagai onset
pemenuhan mamae pada hari ke-3 postpartum.
2) Hormon Pituitary
Hormon pituitary antara lain : hormone prolaktin, FSH dan LH.
Hormon prolaktin darah meningkat dengan cepat,pada wanita tidak
menyusui menurun dalam waktu 2 minggu. Hormon prolaktin
berperan dalam pembesaran payudara untuk merangsang produksi
susu. FSH dan LHmeningkat pada fase konsentrasi folikuler pada
minggu ke-3 dan LH tetap rendah hingga ovulasi terjadi.

3) Hipotalamik pituitary ovarium


Hipotalamik pituitary ovarium akan mempengaruhi lamanya
mendapatkan menstruasi pada wanita yang menyusui maupun tidak
menyusui. Pada wanita menyusui mendapatkan menstruasi pada 6
minggu pasca melahirkan berkisar 16% dan 45% setelah 12 minggu
pasca melahirkan. Sedangkan pada wanita yang tidak menyusui,
akan mendapatkan menstruasi berkisar 40% setelah 6 minggu pasca
melahirkan dan 90% setelah 24 minggu.
4) Hormon Oksitosin
Hormon oksitosin disekresikan dari kelenjar otakbagian
belakang,bekerja terhadap otot uterus dan jaringan payudara.
Selama tahap ketiga persalinan,hormone oksitosin berperan dalam
pelepasan plasenta dan emempertahankan kontraksi, sehingga
mencegah perdarahan. Isapan bayi dapat merangsang produksi ASI
dan sekresi oksitosin,sehingga dapat membantu involusi uteri.
5) Hormonestrogen dan progesterone
Volume darah normal selama kahamilan, akan meningkat. Hormon
estrogen yang tinggi memperbesar hormone antidiuretik yang dapat
meningkatkan volume darah.Sedangkan hormone progesterone
mempengaruhi otot halus yang mengurangi perangsangan dan
peningkatan pembuluh darah. Hal ini mempengaruhi saluran
kemih,ginjal,usus,dinding vena dasar panggul, perineum dan vulva
serta vagina.
i. Penurunan Berat Badan
Menurut (Handayani & Pujiastuti, 2016) setelah melahirkan, akan
terjadi pengurangan berat badan ibu dari janin, plasenta, cairan ketuban
dan kehilangan darah selam persalinan sekitar 4,5 kg sampai 5,9 kg.
Setelah proses dieresis ibu akan mengalami pengurangan berat badan
2,3 kg sampai 2,6 kg dan berkurang 0,9 kg sampai 1,4 kg karena proses
involuio uteri. Ibu berusia muda lebih banyak mengalami penurunan
berat badan.
j. Tanda-tanda vital
1) Suhu
Suhu tubuh wanita inpartu tidak lebih dari 37,2 derajat Celcius.
Pasca melahirkan, suhu tubuh dapat naik kurang lebih 0,5 derajat
celcius dari keadaan normal. Apabila suhu diatas 38 derajat celcius,
waspada terhadap infeksi postpartum. (Rukiyah, 2013b)

2) Nadi
Setiap denyut nadi diatas 100 x/menit selama masa nifas adalah
abnormal dan mengindikasikan pada infeksi atau haemoragic post
partum. Pada minggu ke-8 sampai ke-10 setelah melahirkan,
denyut nadi kembali ke frekuensi sebelum hamil. (Rukiyah, 2013b)
Kembali normal dalam beberapa jam setelah melahirkan, denyut
nadi yang melebihi 100 kali permenit, harus waspada kemungkinan
infeksi atau perdarahan post partum. (Handayani & Pujiastuti,
2016)
3) Tekanan Darah
Tekanan darah adalah tekanan yang dialami darah pada pembuluh
darah arteri ketika darah dipompa oleh jantung ke seluruh anggota
tubuh manusia. (Rukiyah, 2013b)
Pasca melahirkan secara normal, tekanan darah biasanya tidak
berubah, sistolik antara 90-120 mmHg dan diastolik 60-80 mmHg.
Jika tekanan darah menjadi lebih rendah pasca melahirkan dapat
diakibatkan oleh perdarahan. Tekanan darah tinggi pada post
partum merupakan tanda terjadinya preeklamsi post partum.
(Handayani & Pujiastuti, 2016)
4) Pernafasan
Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu dan
denyut nadi. Bila suhu tidak normal, pernafasan juga akan
mengikutinya, kecuali jika ada ganmgguan khusus pada saluran
pernafasan. (Rukiyah, 2013b)
Pada umumnya pernafasan lambat atau normal (16-24 kali per
menit), hal ini dikarenakan ibu dalam keadaan pemulihan atau
dalam kondisi istirahat. Bila pernafasan pada masa post partum
menjadi lebih cepat, kemungkinan ada tanda-tanda syok atau
embolus paru. (Handay(Handayani & Pujiastuti, 2016)
k. Sistem Hematologi
Pada awal post partum, jumlah hemoglobin, hematokrit dan
erotrosit sangat bervariasi. Hal ini disebabkan volume darah, volume
placenta dan tingkat volume darah yang berubah-ubah. tingkatan ini
dipengaruhi oleh status gizi dan hidrasi dari wanita tersebut. (Rukiyah,
2013b)
Selama kehamilan terjadi peningkatan plasma fibrinogen dan faktor
pembekuan lainnya sebagai mekanisme perlindungan terhadap
perdarahan masa nifas. (Handayani & Pujiastuti, 2016)

4. Kebutuhan Dasar Ibu Nifas


Menurut (Sulistyawati, 2013a)kebutuhan dasar ibu nifas meliputi
mobilisasi, nutrisi dan cairan, defekasi, perawatan payudara dan keluarga
berencana (KB).
a. Mobilisasi
Ambulasi dini adalah kebijaksanaan untuk secepat mungkin
membimbing penderita keluar dari tempat tidurnya dan
membimbingnya secepat mungkin untuk berjalan. Pada persalinan
normal sebaiknya ambulasi dikerjakan setelah 2 jam (Ibu boleh miring
ke kiri atau ke kanan untuk mencegah adanya trombosis). (Sulistyawati,
2013a)
Umumnya wanita sangat lelah setelah melahirkan, karenanya ia
harus cukup istirahat dan dianjurkan untuk tidur terlentang selama 8
jam pasca persalinan. Kemudian boleh miring kiri dan kanan, untuk
mencegah adanya trombosis. Pada hari ke-2 barulah ibu diperbolehkan
duduk, pada hari ke-3 jalan-jalan, dan hari ke-4 sampai ke-5 baru
diperbolehkan pulang. (Sulistyawati, 2013a)
b. Nutrisi dan Cairan
Ibu nifas membutuhkan nutrisi yang cukup, gizi seimbang,
terutama kebutuhan protein dan karbohidrat. Gizi pada ibu menyusui
sangat erat kaitannya dengan produksi air susu, yang sangat dibutuhkan
untuk tumbuh kebang bayi. Rata-rata ibu harus mengonsumsi 2.300-
2.700 kal ketika menyusui, tambahan 20 gr protein diatas kebutuhan
normal dan dianjurkan minum 2-3 liter perhari dalam bentuk air putih,
susu dan jus buah. Kapsul vitamin A (200.000 unit) sebanyak 2 kali
yaitu pada 1 jam setelah melahirkan dan 24 jam setelahnya agar dapat
memberikan vitamin A pada bayinya melalui ASI. (Dewi, 2013).
c. Defekasi
Ibu postpartum diharapkan dapat buang air besar (defekasi) setelah
hari ke dua post partum. Jika hari ketiga belum juga BAB, maka perlu
diberi obat pencahar per oral atau per rectal. Jika setelah pemberian
obat masih belum bisa BAB, maka dilakukan secara klisma atau hukna.
(Saleha, 2013)
d. Perawatan Payudara
Perawatan mammae harus sudah dilakukan sejak kehamilan, areola
mammae dan putting susu dicuci teratur dengan sabun dan diberi
minyak atau krem agar tetap lemas, jangan sampai nanti putting mudah
lecet dan pecah-pecah. Sebelum menyusui mammae harus dibuat lemas
dengan melakukan masase secara menyeluruh. Setelah areola mammae
dan putting susu dibersihkan, barulah bayi disusui. (Saifuddin, 2014)
e. Keluarga Berencana
Idealnya pasangan harus menunggu sekurang-kurangnya 2 tahun
sebelum ibu harus kembali hamil. Biasanya wanita tidak akan
menghasilkan sel telur (ovulasi) sebelum ia mendapatkan lagi haidnya
selama meneteki (amenore laktasi). Oleh karena itu amenore laktasi
dapat dipakai sebelum haid pertama kembali untuk mencegah terjadinya
kehamilan yang baru. Resiko cara ini ialah 2% kehamilan. (Saleha,
2013)
Kontrasepsi yang cocok untuk ibu pada masa nifas, antara lain
metode amenorrhea laktasi (MAL), pil progesin (mini pil), suntikan
progestin, kontrasepsi implant, dan alat kontrasepsi dalam rahim.
(Dewi, 2013)

5. Adaptasi Psikologi Ibu pada Masa Nifas


Kesejahteraan emosional ibu selama periode pascanatal dipengaruhi
oleh banyak faktor, seperti kelelahan, pemberian makan yang sukses, puas
dengan perannya sebagai ibu, cemas dengan kesehatannya sendiri atau
bayinya serta tingkat dukungan yang tersedia untuk ibu. (Rukiyah dkk,
2010:45)
Menurut Handayani dan Pujiastuti (2016:26-27) masa nifas merupakan
masa transisi peran seorang ibu dimana memerlukan adaptasi psikologis
yang tidak mudah. Masa nifas merupakan masa bertambahnya kecemasan
ibu berhubungan dengan pengalaman unik selama persalinan. Beikut
merupakan fase adaptasi psikologis masa nifas:
a. Fase Taking In
Merupakan periode ketergantungan (dependent), yang perlangsung hari
1 sampai 2 hari pertama, dengan ciri khas ibu fokus pada diri sendiri
dan pasif terhadap lingkungan, menyatakan adanya rasa
ketidaknyamanan yang dialami: rasa mules, nyeri luka jahitan, kurang
tidur dan kelelahan. Hal yang perlu diperhatikan: istirahat cukup,
komunikasi yang baik dan asupan nutrisi yang adekuat.
b. Fase Taking On
Pada fase ini disebut meniru, pada taking in fantasi wanita tidak hanya
meniru tapi sudah membayangkan peran yang dilakukan pada tahap
sebelumnya. Pengalaman yang berhubungan dengan masa lalu dirinya
yang menyenangkan, serta harapan untuk masa yang akan datang. Pada
tahap ini wanita akan meningkatkan perannya pada masa lalu.
c. Fase Taking Hold
Berlangsung dalam 3 sampai 10 hari setelah melahirkan, menunjukkan
bahwa ibu mengalami kekhawatiran ketidakmampuan dan rasa
tanggungjawab dalam merawat bayinya, ibu lebih sensitif sehingga
mudah tersinggung.
d. Fase Letting Go
Fase dimana ibu mulai menerima tanggung jawab peran barunya,
berlangsung setelah 10 hari setelah melahirkan, pada masa ini ibu mulai
dapat beradaptasi dengan ketergantungan bayinya, terjadi peningkatan
perawatan bayi dan dirinya, ibu merasa percaya diri, lebih mandiri
terhadap kebutuhan bayi dan dirinya. Ibu memerlukan dukungan
keluarga terhadap perawatan bayinya.

6. Jadwal Kunjungan Masa Nifas


Paling sedikit kunjungan nifas 4 kali dilakukan untuk menilai status ibu
dan bayi baru lahir, untuk mencegah, mendeteksi dan menangani masalah-
masalah yang terjadi (Saifuddin, 2014).
Kunjungan Waktu Tujuan
I 6-8 jam 1. Mencegah perdarahan masa nifas akibat
setelah atonia uteri
persalinan 2. Mendeteksi dan merawat penyebab lain
perdarahan dan rujuk jika perdarahan
berlanjut
3. Member konseling pada ibu atau salah satu
anggota keluarga mengenai cara mencegah
perdarahan masa nifas akibat atonia uteri
4. Pemberian ASI awal
5. Melakukan hubungan antara ibu dan bayi
baru lahir
6. Menjaga bayi tetap sehat dengan mencegah
hipotermia
7. Petugas kesehatan yang menolong persalinan
harus mendampingi ibu dan bayi lahir selama
2 jam pertama setelah kelahiran atau sampai
dan bayi dalam keadaan stabil
II 6 hari 1. Memastikan involusi uterus berjalan normal,
setelah uterus berkontraksi, fundus di bawah
persalinan umbilicus, tidak ada perdarahan abnormal,
tidak ada bau
2. Menilai adanya demam
3. Memastikan agar ibu mendapatkan cukup
makanan, cairan, dan istirahat
4. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan
tidak memperlihatkan tanda penyulit
5. Member konseling pada ibu tentang asuhan
pada bayi, perawatan tali pusat, menjaga bayi
tetap hangat, dan perawatan bayi sehari-hari
III 2 minggu Sama seperti di atas (6 hari setelah persalinan)
setelah
persalinan
IV 6 minggu 1. Mengkaji tentang kemungkinan penyulit
setelah pada ibu
persalinan 2. Memberi konseling keluarga berencana
(KB) sedini mungkin
(Saifudin, 2014: 76)

7. Teknik Menyusui
Menyusui adalah suatu cara yang tidak ada duanya dalam pemberian
makanan yang bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi yang sehat serta
mempunyai pengaruh biologis dan kejiwaan yang unik terhadap kesehatan
ibu dan bayi (Anggraini, 2010).
Menyusui adalah cara yang optimal dalam memberikan nutrisi,
mengasuh bayi dengan penambahan makanan pelengkap pada paruh kedua
tahun pertama, kebutuhan nutrisi, imunologi, dan psikososial dapat
terpenuhi hingga tahun kedua dan tahun – tahun berikutnya (Wiji, 2013:31)
Menurut Wiji (2013:31-35) pada saat menyusui bayi ada beberapa cara
yang harus diketahui ibu tentang cara menyusui yang benar yaitu:
a. Posisi Menyusui
Agar proses menyusui berjalan dengan lancar, maka seorang ibu
harus mempunyai keterampilan menyusui agar ASI dapat mengalir dari
payudara ibu ke bayi secara efektif. Berikut ini 4 butir kunci memegang
bayi diantaranya:
1) Kepala bayi dan badan bayi harus dalam satu garis lurus, bayi tidak
dapat menetek atau menghisap dengan mudah apabila kepalanya
bergeser atau melengkung.
2) Muka bayi menghadap payudara dengan hidung menghadap putting
yaitu seluruh badan bayi menghadap badan ibu.
3) Ibu memegang bayi dekat dengan ibu.
4) Apabila bayi baru lahir, ia harus menopang bokong bayi bukan
hanya kepala dan bahu merupakan hal yang penting untuk bayi
baru lahir.
Ada beberapa posisi menyusui yaitu dengan posisi berdiri, posisi
rebahan, posisi duduk, posisi menggendong, posisi menggendong
menyilang (transisi), posisi football (mengepit), dan posisi berbaring.
Hal ini dapat diterapkan disesuaikan dengan kenyamanan ibu.
Berikut adalah posisi menyusui dengan posisi duduk.
1) Gunakan bantal atau selimut untuk menopang bayi, bayi ditidurkan
diatas pangkuan ibu,
2) Bayi dipegang satu lengan, kepala bayi diletakkan pada lengkung
siku ibu dan bokong bayi diletakkan pada lengan. Kepala bayi tidak
boleh tertengadah atau yang satu didepan.
3) Satu tangan diletakkan di belakang badan ibu dan yang satu di
depan.
4) Perut bayi menempel badan ibu, kepala bayi menghadap payudara.
5) Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus.
b. Cara Menyusui yang Benar
Ada beberapa cara yang harus diketahui tentang cara menyusui
yang benar.
1) Cara menyusu dengan sikap duduk.
2) Sebelum menyusui, ASI keluarkan sedikit kemudian di oleskan di
putting susu dan areola sekitarnya. Cara ini memiliki manfaat yaitu
sebagai desinfektan dan menjaga kelembapan putting susu.
3) Menggunakan bantal untuk menopang bayi diatas pangkuan ibu.
4) Tangan kanan menyangga payudara kiri dan keempat jari ibu dan
ibu jari ibu menekan payudara bagian atas areola.
5) Bayi diberikan rangsangan untuk membuka mulut dengan cara
menyentuh pipi dengan putting susu atau menyentuh mulut bayi.
6) Setelah bayi membuka mulut, dengan cepat kepala bayi didekatkan
ke payudara ibu dengan putting serta areola dimasukkan ke dalam
mulut bayi.
7) Usahakan areola sebagian besar dapat masuk kedalam mulut bayi,
sehingga putting susu berada di bawah langit-langit dan lidah bayi
menekan ASI keluar.
8) Setelah menyusu selesai, ASI dikeluarkan sedikit demi sedikit
kemudian dioleskan pada putting susu dan areola disekitarnya.
Biarkan kering sendiri.
9) Menyendawakan bayi.
c. Kendala dalam Pemberian ASI
Menurut Wiji (2013:60-68) ada beberapa masalah yang sering
ditemui pada ibu, yaitu:
1) Putting susu yang pendek/terbenam
Bila ditemui kasus ibu dengan putting susu terbenam, dilakukan:
a) Usahakan putting menonjol keluar dengan cara menarik
putting susu dengan jari telunjuk dan jari jempol.
b) Menggunakan pompa putting susu atau dengan jarum suntik 10
ml (disesuaikan dengan ukuran putting ibu) yang telah
dimodifikasi supaya putting susu keluar.
2) Putting susu lecet
Berikut penanganan pada putting susu lecet:
a) Mencari penyebab puting susu lecet (posisi menyusui yang
salah,candidiasis atau dermatitis).
b) Obati penyebab putting susu lecet terutama perhatikan posisi
menyusui.
c) Jika keadaan luka tidak begitu sakit dan parah, ibu tetap
dianjurkan memberikan ASI atau istirahatkan putting susu
yang sakit 1 x 24 jam, tetapi sebaiknya ASI tetap dikeluarkan
dengan tangan.
d) Setelah terasa membaik, dianjurkan mulai menyusui kembali
mula-mula dengan waktu yang lebih singkat.
e) Bila lecet tidak sembuh dalam 1 minggu rujuk ke puskesmas.
8. Menjaga Kehangatan Bayi
Kangaroo Mother Care (KMC) atau Perawatan Metode Kanguru (PMK)
merupakan perawatan untuk bayi berat lahir rendah atau kelahiran prematur
dengan melakukan kontak langsung antara kulit bayi dengan kulit ibu atau
skin-to-skin contact dimana ibu menggunakan suhu tubuhnya untuk
menghangatkan bayi. Selain dari pada itu, Perawatan Metode Kanguru
(PMK) mempermudah pemberian ASI, sehingga meningkatkan lama dan
jumlah pemberian ASI.
Berikut ini adalah cara Perawatan Metode Kanguru (PMK):
a) Cara memegang atau memposisikan bayi
1) Peluk kepala dan tubuh bayi dalam posisi lurus
2) Arahkan muka bayi ke puting payudara ibu
3) Ibu memeluk tubuh bayi, bayi merapat ke tubuh ibunya
4) Peluklah seluruh tubuh bayi, tidak hanya bagian leher dan bahu
b) Cara melekatkan bayi
1) Sentuhkan puting payudara ibu ke mulut bayi
2) Tunggulah sampai bayi membuka lebar mulutnya
3) Segerah arahkan puting dan payudara ibu ke dalam mulut bayi
c) Tanda-tanda posisi dan pelekatan yang benar:
1) Dagu bayi menempel ke dada ibu
2) Mulut bayi terbuka lebar
3) Bibir bawah bayi terposisi melipat ke luar
4) Daerah areola payudara bagian atas lebih terlihat daripadaareola
payudara bagian bawah
5) Bayi menghisap dengan lambat dan dalam, terkadang berhenti.
PATHWAY
Pelayanan Kesehatan

Pada Ibu Nifas

Pengkajian Data Subyektif

Konseling

1) Perubahan
psikologis
Asuhan KF 1 2) Ketidaknyamanan
masa nifas
a. Memastikan involusi
3) Cara menyusui
uteri Penegakan Diagnosis
dengan benar
b. Menilai adanya
4) Tanda bahaya
perdarahan, demam,
postpartum
atau tanda-tanda infeksi Pemberian asuhan pada ibu nifas
c. Mendapat cukup
makanan, cairan,
istirahat Pemeriksaan Penunjang
d. Memastikan menyusui (laboratorium)
dengan baik 1. HB
e. Perawatan bayi sehari-
Terlaksananya Pemeriksaan
hari Penurunan AKI & AKB
Kesehatan Bagi Ibu Hamil
B. TINJAUAN TEORI KEBIDANAN
1. Pengertian Manajemen Asuhan Kebidanan
Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan
sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan
berdasarkan teori ilmiah, temuan, keterampilan dalam rangkaian/ tahapan
yang logis untuk mengambil suatu keputusan yang terfokus pada klien.
Proses manajemen kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh
bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis
mulai dari pengumpulan data dasar dan berakhir dengan evaluasi.(Jannah,
2013)
2. Tahapan dalam Manajemen Kebidanan
Proses manajemen terdiri dari 7 langkah asuhan kebidanan yang dimulai
dari pengumpulan data dasar dan diakhiri dengan evaluasi. Tahapan dalam
proses asuhan kebidanan ada 7 langkah, yaitu:
a. Langkah 1 Pengumpulan Data Dasar
Pada langkah ini dilakukan pengkajian dengan pengumpulan semua
data yang diperlukan untuk mengevaluasi keadaan klien secara lengkap
seperti, riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik sesuai dengan
kebutuhannya, meninjau catatan terbaru atau catatan selanjutnya,
meninjau data laboratorium dan membandingkannya dengan hasil
studi.(Rukiyah, 2013a)
b. Langkah 2 Mengidentifikasi diagnosis atau masalah actual
Mengidentifikasi data dengan cepat untuk mengidentifikasi diagnosa
atau masalah aktual dengan klien berdasarkan data dasar, menguraikan
bagaimana suatu data pada kasus diinterpretasikan menjadi suatu
diagnosa atau secara teori data apa yang mendukung untuk timbulnya
diagnosa tersebut. Masalah lebih sering berhubungan dengan bagimana
klien menguraikan keadaan yang ia rasakan, sedangkan diagnosa lebih
sering diidentifikasi oleh bidan yang difokuskan pada apa yang di
alami oleh klien.(Rukiyah, 2013a)
c. Langkah 3 Mengidentifikasi diagnosis atau masalah potensial
Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosis
potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosis yang telah
di identifikasi, langkah ini membutuhkan antisipasi bila
memungkinkan dilakukan pencegahan sambil mengamati klien, bidan
di harapkan dapat bersiap-siap bila diagnosis atau masalah potensial ini
benar-benar terjadi. (Rukiyah, 2013a)
d. Langkah 4 Penetapan kebutuhan/ tindakan segera
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan
atau untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan aggota tim
kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien. Langkah keempat
mencerminkan kesinambungan dari proses manejemen kebidanan. Jadi
manejemen bukan hanya selama asuhan primer periodik atau
kunjungan prenatal saja, tetapi juga selama wanita tersebut bersama
bidan terus menerus misalnya pada waktu tersebut dalam persalinan.
(Jannah, 2013)
e. Langkah 5 Intervensi/ Perencanaan tindakan asuhan kebidanan
Pada langkah ini dilakukan perencanaan yang menyeluruh, ditentukan
langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan
manejemen terhadap diagnosis atau masalah yang telah diidentifikasi
atau di antisipasi, pada langkah ini informasi atau data dasar yang tidak
lengkap dapat di lengkapi. (Jannah, 2013)
f. Langkah 6 Implementasi/ pelaksanaan asuhan
Pada langkah ini rencana asuhan yang menyeluruh dilangkah lima
harus dilaksanakan secara efesien. Perencanaan ini bisa dilakukan
seluruhnya oleh bidan atau sebagian dilakukan oleh bidan dan sebagian
lagi oleh klien atau anggota tim kesehatan lainnya. Jika bidan tidak
melakukan sendiri, ia tetap memikul tanggung jawab untuk
mengarahkan pelaksanaannya, memastikan langkah-langkah tersebut
benar-benar terlaksana. Dalam situasi dimana bidan berkolaborasi
denga dokter untuk menangani klien yang mengalami komplikasi,
maka keterlibatan bidan dalam manejemen asuhan bagi klien adalah
bertanggung jawab terhadap terlaksananya rencana asuhan bersama
yang menyeluruh tersebut. (Jannah, 2013)
g. Langkah 7 Evaluasi
Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang
sudah diberikan meliputi kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar
telah terpenuhi sesuai denga kebutuhan sebagaimana telah
diidentifikasi di dalam maslah dan diagnosis. Rencana tersebut dapat di
anggap efektif juka memang benar efektif dalam pelaksanaanya.
Adapun kemungkinan bahwa sebagian rencana tersebut lebih efektif
sedang sebagian belum efektif. (Jannah, 2013)
3. Pendokumentasian Asuhan Kebidanan Dengan SOAP
Menurut (Asih & Risneni, 2016) pendokumentasian asuhan kebidanan
dengan SOAP, yaitu:
a. Subyektif
Pengkajian yang diperoleh dengan anamnesis, berhubungan dengan
masalah dari sudut pandang pasien. Ekspresi pasien mengenai
kekhawatiran dan keluhannya yang dicatat sebagai kutipan langsung
atau ringkasan yang akan berhubungan langsung dengan diagnosis.
b. Obyektif
Data berasal dari observasi yang jujur dari pemeriksaan fisik pasien,
pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan diagnostik lainnya.
c. Assesment
Pendokumentasian hasil analisis dan interpretasi (kesimpulan) dari
data subyektif dan obyektif.
d. Planning
Perencanaan dibuat saat ini dan yang akan datang. Rencana asuhan
akan disusun berdasarkan hasil analisis dan interpretasi data yang
bertujuan untuk mengusahakan tercapainya kondisi pasien seoptimal
mungkin dan mempertahankan kesejahteraan pasien
I. Pengkajian
Mengumpulkan semua data yang dibutuhkan untuk nilai kepada pasien
secara keseluruhan, antara lain:
1. Identitas Pasien
a. Nama
Nama merupakan identitas khusus yang membedakan seseorang
dengan orang lain.Hendaknya klien dipanggil sesuai dengan nama
panggilan yang biasa baginya atau yang disukainya agar ia merasa
nyaman serta lebih mendekatkan hubungan interpersonal bidan
dengan klien.(Widatiningsih, 2017)
b. Umur
Untuk mengetahui apakah ibu termasuk resiko tinggi atau tidak.
Untuk mengetahui apakah ibu termasuk resiko tinggi atau tidak.
Pada penelitian yang dilakukan oleh (Hadi & Fairus, 2014)
didapatkan hasil uji statistic yaitu terdapat hubungan antara umur
ibu dengan kembalinya uterus didapatkan p value 0,022 artinya
ada hubungan antara umur ibu dengan kejadian kembalinya uterus
ibu. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang dijelaskan oleh
Martasubrata (1987 dalam Martini, 2012) bahwa umur
mempengaruhi proses involusi uterus. Pada umur kurang dari 20
tahun elastisitas otot rahim belum maksimal dikarenakan organ
reproduksi belum matang, sedangkan usia diatas 35 tahun sering
terjadi komplikasi saat sebelum dan setelah kelahiran dikarenakan
elastisitas otot rahim sudah menurun, menyebabkan kontraksi
uterus tidak maksimal. Umur 20-35 tahun merupakan masa yang
sangat ideal untuk terjadinya proses involusi yang baik. Hal ini
disebabkan karena faktor elastisitas dari otot uterus dalam kondisi
vitalitas yang prima sehingga kontraksi otot dan kembalinya alat-
alat kandungan juga semakin cepat karena proses regenerasi dari
sel-sel alat kandungan yang sangat bagus pada usia-usia tersebut.
c. Pendidikan
Pendidikan merupakan suatu proses melalui pengajaran atau
pelatihan yang mampu meningkatkan perkembangan mental,
emosional dan intelektual individu. (Sari Priyanti, 2020)
Penelitian yang dilakukan oleh (UTAMI & Akmal, 2020)
menunjukkan hasil (p=0.000). Berdasarkan hasil kuesioner,
responden dengan pendidikan dasar dengan pengetahuan
manajemen laktasi yang tinggi sebesar 30,7%, Adanya hubungan
pendidikan dengan pengetahuan manajemen laktasi disebabkan
karena pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang, pendidikan pada
diri individu akan berpengaruh terhadap kemampuan berfikir,
kemudian pendidikan akan mempengaruhi tingkat 9 penerimaan
dan pemahaman terhadap suatu objek atau materi yang
dimanifestasikan dalam bentuk pengetahuan. Semakin tinggi
jenjang pendidikan seseorang akan mempengaruhi tingkat
penguasaan materi sesuai tujuan dan sasaran.
d. Agama
Tanyakan pilihan agama klien dan sebagai praktik terkait agama
yang harus diobservasi. (Marmi, 2017)
e. Pekerjaan
Pekerjaan ibu yang berat bisa mengakibatkan ibu kelelahan secara
tidak langsung dapat menyebabkan involusi dan laktasi terganggu
sehingga masa nifas pun jadi terganggu pada ibu nifas normal.
(Marmi,2017)
Penelitian yang dilakukan oleh (Sihombing, 2018) didapatkan
hasil uji statistik hubungan antara pekerjaan ibu dengan pemberian
ASI Eksklusif diperoleh nilai p value = 0,005 < 0,05 berarti ada
hubungan yang bermakna antara pekerjaan ibu dengan pemberian
ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Hinai Kiri . Pekerjaan
merupakan salah satu kendala ibu untuk memberikan ASI
Eksklusif kepada bayinya. Status pekerjaan diduga menjadi kaitan
dengan pola pemberian ASI. Bekeja selalu dijadikan alasan tidak
memberikan ASI Eksklusif pada bayi karena ibu meninggalkan
tumah sehingga waktu pemberian ASI berkurang.
f. Alamat
Memberi gambaran mengenai jarak dan waktu yang ditempuh
pasien menuju pelayanan kesehatan,serta mempermudah
kunjungan rumah bila diperlukan.(Widatiningsih, 2017)

1. Data Subyektif
Data subjektif yang didapatkan melalui anamnesa kepada ibu dan
keluarganya serta melihat dokumen persalinan yang ada di tempat
persalinan (Rukiyah dkk, 2010:161).
a. Keluhan Utama
Untuk mengetahui masalah yang dihadapi yang berkaitan dengan
masa nifas, misalnya pasien merasa mules, sakit pada jalan lahir
karena adanya jahitan pada perinium. Untuk mengetahui keluhan
yang dirasakan ibu setelah melahirkan.(Marmi, 2014)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Parulian et al., 2016)
kepada 20 ibu post partum hari ke-1 pada 0–2 jam setelah partus
yang mengalami nyeri kontraksi uterus. Penelitian ini dilakukan
dengan cara mengobservasi nyeri yang dirasakan oleh ibu post
partum, menggunakan lembar observasi dengan skala nyeri Numeric
Rating Scale (NRS). Nyeri kontraksi uterus meningkat secara
bermakna setelah bayi keluar, diakibatkan oleh keluarnya hormon
oksitosin yang dilepas oleh kelenjar hipofisis sehingga dapat
memperkuat dan mengatur kontraksi uterus. Rasa sakit (after pain)
seperti mulas-mulas disebabkan karena kontraksi uterus yang
berlangsung 2–4 hari post partum, sehingga ibu perlu mendapatkan
pengertian mengenai nyeri yang dirasakan.
b. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat kesehatan yang lalu
Untuk mengetahui kemungkinan adanya riwayat atau penyakit
akut, kronis seperti : Jantung, DM, Hipertensi, Asma yang dapat
mempengaruhi masa nifas ini
2) Riwayat kesehatan sekarang
Untuk mengetahui kemungkinana danya penyakit yang diderita
saat ini yang ada hubungannya dengan masa nifas dan bayinya
3) Riwayat kesehatan keluarga
Untuk mengetahui kemungkinan adanya pengaruh penyakit
keluarga terhadap gangguan kesehatan pasien dan bayinya, yaitu
apabila ada penyakit keluarga yang menyertainya. (Sulistyawati,
2013a)
c. Riwayat Obstetrik
Menurut Sulistyawati (2013) riwayat obstetri meliputi :
Riwayat Haid
Menarche
Menarche adalah usia pertama kali mengalami menstruasi.
Wanita Indonesia umumnya mengalami menarche sekitar usia 12
tahun sampai 16 tahun.
Siklus
Siklus menstruasi adalah jarak antara menstruasi yang dialami
dengan menstruasi berikutnya,dalam hitungan hari.Biasanya
sekitar 23 sampai 32 hari.
Volume
Jawaban yag diberikan oleh pasien biasanya bersifat subjektif,
namun kita dapat kaji lebih dalam lagi dengan beberapa
pertanyaan pendukung, misalnya sampai berapa kali mengganti
pembalut dalam sehari.
Keluhan
Beberapa wanita menyampaikan keluhan yang dirasakan ketika
mengalami menstruasi, misalnya nyeri hebat, sakit kepala sampai
pingsan atau jumlah darah yang banyak
d. Riwayat Kehamilan, Persalinan, dan Nifas yang Lalu
1) Mengkaji riwayat kehamilan yang lalu untuk mengetahui
apakah ada gangguan seperti perdarahan, muntah yang sangat
sering, toxaemia gravidarum.
2) Mengkaji riwayat persalinan yang lalu untuk mengetahui
apakah persalinan spontan atau buatan, aterm atau premature,
perdarahan, ditolong oleh sipa (bidan, dokter)
3) Mengkaji nifas yang lalu untuk mengetahui adakah panas atau
perdarahan, bagaimana laktasinya.
4) Mengkaji keadaan anak untuk mengetahui jenis kelamin,
hidup atau tidak, kalau meninggal umur berapa dan sebabnya
meninggal, berat badan waktu lahir. (Marmi, 2014)
e. Riwayat KB
Untuk mengetahui apakah pasien pernah ikut KB dengan
kontrasepsi jenis apa, berapa lama, adakah keluhan selama
menggunakan kontrasepsi serta rencana KB setelah masa nifas ini
dan beralih ke kontrasepsi apa. (Sulistyawati, 2013a)

 Pola kebutuhan sehari-hari


1) Pola Nutrisi
Nutrisi yang dikonsumsi harus bermutu tinggi, bergizi dan cukup
kalori. Kalori bagus untuk proses metabolisme tubuh, kerja organ
tubuh, proses pembentukan laktasi.Ibu menyusui memerlukan kalori
yang sama dengan wanita dewasa +700 kalori pada 6 bulan pertama
kemudian +500 kalori bulan selanjutnya. (Marmi, 2014)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Endah & Rizkyana,
2014) didapatkan hasil pvalue 0.0000 dapat disimpulkan terdapat
hubungan antara pola nutrisi ibu post partum dengan penyembuhan
luka jahitan perineum di Puskesmas Bajulmati tahun 2014. Proses
penyembuhan luka jahitan perinwum memerlukan nutrisi terutama
protein untuk membantu proses penggantian jaringan yang mati atau
rusak dengan jaringan yang baru dengan jalan regenerasi. Pada
dasarnya menu makanan untuk ibu nifas,tidak banyak berbeda dari
menu sebelum nifas. Ibu nifas dianjurkan untuk: makan dengan diet
berimbang, cukup, karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral,
mengkonsumsi makanan tambahan, nutrisi 800 kalori/hari pada bulan
pertama, 6 bulan selanjutnya 500 kalori dan tahun kedua 400 kalori.
Asupan cairan 3 liter/hari, 2 liter di dapat dari air minum dan 1 liter
dari cairan yang ada pada kuah sayur,buah dan makanan yang lain,
mengkonsumsi tablet besi 1 tablet tiap hari selama 40 hari,
mengkonsumsi vitamin A 200.000 IU. Pemberian vitamin A dalam
bentuk suplementasi dapat meningkatkan kualitas ASI, meningkatkan
daya tahan tubuh dan meningkatkan kelangsungan hidup anak.
2) Pola Eliminasi
Menggambarkan pola fungsi sekresi yaitu kebiasaan buang air besar
meliputi frekuensi, jumlah, konsistensi dan bau serta kebiasaan buang
air kecil meliputi frekuensi, warna jumlah. Miksi normal bila dapat
BAK spontan setiap 3-4 jam.Kesulitan BAK dapat disebabkan karena
springter uretra tertekan oleh kepala janin dan spasme oleh iritasi
muskulo springter ani selama persalinan, atau dikarenakan oedem
kandung kemih selama persalinan.Ibu diharapkan dapat BAB sekitar
3-4 hari post partum. (Marmi, 2014)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Ermiati et al., 2009)
didapatkan hasil pvalue 0.017 dapat disimpulkan terdapat hubungan
antara pola eliminasi dengan luka perineum ibu post partum. Rasa
nyeri dan ketakutan akibat trauma pada perineum seperti episiotomi
dan laserasi akan menyebabkan keterlambatan dalam berkemih.
Pemberian air hangat pada perineum meningkatkan suplai darah ke
jaringan yang luka dan memberikan rasa relaksasi yang akan
menstimulasi saraf sensorik, yang akhirnya akan menstimulasi refleks
berkemih. Pada saat persalinan terjadi trauma pada uretra dan kandung
kemih akibat penekanan kepala janin. Dinding kandung kemih
mengalami hiperemis dan edema, uretra, dan meatus externa juga
mengalami edema.Trauma yang terjadi pada otot-otot perkemihan
menyebabkan gangguan pada refleks dan keinginan berkemih.
3) Pola istirahat
Ibu post partum sangat membutuhkan istirahat yang berkualitas untuk
memulihkan kembali keadaan fisiknya. (Sulistyawati, 2013a)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Fatmawati, R., &
Hidayah, 2019) didapatkan rerata tidur siang 67,14±24,37 menit dan
tidur malam 424,6±50,77 menit. Hasil ini menunjukkan pola tidur
siang ibu nifas adalah 1 jam lebih 25 menit dan tidur malam selama 7
jam 45 menit. Data hasil penelitian menunjukkan pola tidur siang ibu
nifas termasuk dalam kategori normal dalam rentang 1-2 jam dan tidur
malam 7-8 jam serta ada peningkatan jam tidur.
Pada masa postpartum, ibu membutuhkan istirahat dan tidur yang
cukup. Istirahat sangat penting untuk ibu menyusui, serta untuk
memulihkan keadaannya setelah hamil dan melahirkan. (Bahiyatun,
2009). Kebutuhan istirahat bagi ibu menyusui minimal 8 jam sehari,
yang dapat dipenuhi melalui istirahat malam dan siang (Sulistyawati,
2009). Kurang istirahat atau tidur pada ibu postpartum akan
mengakibatkan kurangnya suplai ASI, memperlambat proses involusi
uterus, dan menyebabkan ketidakmampuan merawat bayi serta depresi.
(Laura et al., 2015)
4) Pola personal hygiene
Dikaji untuk mengetahui apabila pasien mempunyai kebiasaan yang
kurang baik dalam perwatan kebersihan dirinya, maka badan harus
dapat memberikan bimbingan mengenai cara perawatan kebersihan diri
dan bayinya sedini mungkin.(Sulistyawati, 2013a)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Tulas et al., 2017)
diperoleh hasil uji Chi-Square dengan p value 0.001 yang
menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara perawatan luka
perineum dengan perilaku personal hygiene pada pasien ibu post
partum di Rumah Sakit Pancaran Kasih GMIM Manado.Perilaku
personal hygiene (kebersihan diri) dapat memperlambat penyembuhan,
hal ini dapat menyebabkan adanya benda asing seperti debu dan
kuman. Adanya benda asing, pengelupasan jaringan yang luas akan
memperlambat penyembuhan luka dan kekuatan regangan luka
menjadi tetap rendah. Perawatan perineum yang tidak benar dapat
mengakibatkan kondisi perineum yang terkena lokhea dan lembab
akan sangat menunjang perkembangbiakan bakteri yang menyebabkan
infeksi pada perineum. Munculnya infeksi pada perineum dapat
merambat ke saluran kandung kemih ataupun pada jalan lahir yang
dapat berakibat pada munculnya komplikasi kandung kemih maupun
jalan lahir.
5) Pola Kebiasaan
Dikaji untuk mengetahui apakah pola kebiasaan yang merugikan
kesehatan ibu seperti merokok dan memakai obat-obatan yang tidak
dianjurkan. (Saifudin, 2014)
a. Merokok
Akan mengurangi hormon prolaktin di dalam tubuh ibu menyusui,
sehingga menurunkan produksi ASI. Dan apabila produksi ASI
berkurang secara tidak langsung akan memicu peluang untuk early
weaning atau menyapih terlalu dini
b. Konsumsi Jamu
Jamu yang menjadi pantangan untuk dikonsumsi adalah jamu yang
terbuat dari bahan sintetik dan merupakan jamu adukan. Karena
jamu adukan yang cenderung kental dan keruh akan mempengaruhi
jalannya ASI sekaligus membuat ASI keruh, yang tentunya tidak
baik bagi proses menyusui.
c. Konsumsi alkohol
Ibu yang mengkonsumsi alkohol selama massa nifas akan
berpengaruh pada produksi ASI. Menurut penjelasan Roger W.
Harms, M.D, spesialis kandungan dari Mayo Clinic apabila masa
menyusui seoran ibu tetapi mengkonsumsi alkohol, maka alkohol
tersebut dapat masuk ke dalam ASI, dengan konsentrasi yang sama
seperti yang ditemukan di dalam aliran darah
6) Riwayat psikososial spiritual
Untuk mengetahui bagaimana keadaan mental dan kepercayaan yang
digunakan ibu dalam menjalani masa nifas ini, dan respon keluarga
terhadap ibu dan bayinya. (Saifudin, 2014)
Suami merupakan du-kungan pertama dan utama dalam memberikan
dukungan sosial kepada istri sebelum pihak lain yang memberikan. Hal
ini karena suami adalah orang pertama yang menyadari adanya
perubahan fisik dan psikis diri pasangannya. Kepuasan dalam
hubungan suami istri terhadap kebutuhan pasangannya terutama suami
kepada istri dapat membantu mempercepat penyesuaian diri terhadap
peran barunya sebagai ibu. Besarnya manfaat yang dirasakan individu
terhadap hubungan pernikahannya dan berpengaruh positif terhadap
kesehatan psikologis inilah yang dinamakan sebagai kepuasan
pernikahan. Penelitian yang dilakukan oleh (Oktaputrining et al., 2018)
didapatkan hasil (p) = 0,001 yang berarti ada hubungan yang sangat
signifikan antara dukungan sosial dan kepuasan pernikahan dengan
kecenderungan post partum blues. Dukungan yang diberikan berupa
perhatian, komunikasi dan hubungan emosional yang hangat sangat
penting untuk mengurangi gejala munculnya post partum blues.
Kepuasan pernikahan menjadi faktor utama dalam membantu seorang
ibu melewati proses adaptasi dalam proses pasca melahirkan. Seorang
suami yang memberikan perhatiannya dengan membantu merawat
bayi, memandikan, dll serta ikut bangun dimalam hari mampu
membantu pencegahan dari timbulnya gejala post partum blues.

2. Data Obyektif
a. Kondisi Umum
1) Keadaan Umum/Kesadaran
Untuk mengetahui keadaan ibu, secara umum nifas normal
biasanya baik. (Marmi, 2017:180)
2) Suhu
Peningkatan suhu badan mencapai pada 24 jam pertama masa
nifas pada umumnya disebabkan oleh dehidrasi dan
meningkatnya metabolisme tubuh pada saat persalinan. Tetapi
umumnya setelah 12 jam post partum suhu tubuh kembali
normal. Kenaikan suhu umunya terjadi pada masa nifas sekitar
0,5℃ dari keadaan normal, bila suhu mencapai >38℃ perlu
dicurigai terhadap kemungkinan terjadinya infeksi. (Maritalia,
2014b)
3) Nadi
Nadi berkisar antara 60-80x/menit. Denyut nadi diatas 100
x/menit pada masa nifas mengindikasikan adanya suatu infeksi.
(Maritalia, 2014b)
4) Pernafasan
Pernafasan harus berada dalam rentang yang normal yaitu
sekitar 20-30x/menit. (Maritalia, 2014b)
Tekanan darah
Pada beberapa kausu ditemukan keadaan hipertensi postpartum,
tetapi keadaan ini akan menghilang dengan sendirinya apabila
tidak ada penyakit-penyakit lain yang menyertainya dalam 2
bulan postpartum. (Maritalia, 2014b)
b. Pemeriksaan Fisik
Menurut (Marmi, 2014) pemeriksaan fisik meliputi :
1) Kepala
Muka: Kelopak mata: ada edema atau tidak, Konjungtiva:
merah muda atau pucat Skelra: putih atau tidak. Mulut dan gigi:
Lidah bersih, gigi: tidak ada karies.
2) Leher
Kelenjar tyroid ada pembesaran atau tidak. Kelenjar getah
bening ada pembesaran atau tidak.
3) Dada
Jantung: irama jantung teratur, paru-paru; ada ronchi dan
wheezing atau tidak.
4) Punggung dan pinggang
Posisi tulang belakang: normal atau tidak.
5) Genitalia
Pemeriksaan pengeluaran lochea, warna, bau danjumlahnya,
Hematoma vulva (gumpalan darah), gejala yang palingjelas dan
dapat diidentifikasi dengan inspeksi vagina dan serviksdengan
cermat, lihat kebersihan pada genitalia ibu, ibu harus
selalumenjaga kebersihan pada alat genitalianya karena pada
masa nifas ini ibu sangat mudah sekali untuk terkenan infeksi.
6) Extremitas atas dan bawah
a) Edema: ada atau tidak
b) Kekakuan otot dan sendi: ada atau tidak
c) Kemerahan: ada atau tidak
d) Varices: ada atau tidak
e) Reflek patella: kanan, kiri +/- normalnya +
f) Reflek lutut negatif pada hypovitaminase B1 dan penyakit
urat syaraf
g) Tanda hooman: +/- bila ditemukan rasa nyeri.(
c. Pemeriksaan Obstetri
1) Payudara: bentuk simetris atau tidak, putting susu menonjol
atau tidak, pengeluaran colostrum. (Marmi, 2014)
2) Abdomen
Bekas luka operasi untuk mengetahui apakah pernah SC atau
operasi lain.
Konsistensi: keras atau tidak benjolan ada atau tidak;
Pembesaran (liver): ada atau tidak (Marmi, 2014)
Tabel 2.2 Involusi uteri
Involusi Tinggi Fundus Uterus Berat Uterus
Bayi lahir Setinggi pusat 1000 gram
Plasenta lahir 2 Jari dibawah pusat 750 gram
1 minggu Pertengahan pusat- 500 gram
simfisis
2 minggu Tidak teraba diatas 350 gram
simfisis
6 minggu Bertambah kecil 50 gram
8 minggu Sebesar normal 30 gram
(Marmi, 2014)
3. Asessment
a. Diagnosa Kebidanan
Diagnosa dapat ditegakkan yang berkaitan dengan Para, Abortus,
Anak hidup, umur ibu, dan keadaan nifas.
Data dasar meliputi :
1) Data subjektif
Pernyataan ibu tentang jumlah persalinan, apakah pernah abortus
atau tidak, keterangan ibu tentang umur, keterangan ibu tentang
keluhannya.
2) Data objektif
Palpasi tentang tinggi fundus uteri dan kontraksi, hasil
pemeriksaan tentang pengeluaran pervaginam, hasil pemeriksaan
tanda-tanda vital.
b. Masalah
Permasalahan yang muncul berdasarkan pernyataan pasien.
Data dasar yang meliputi :
1) Data subjektif
Data yang didapat dari hasul anamnesa pasien
2) Data objektif
Data yang didapat dari hasil pemeriksaan pasien
c. Diagnosa Potensial
Mengidentifikasi diagnosa potensial atau masalah potensial yang
mungkin akan terjadi. Pada langkah ini diidentifikasi masalah atau
diagnosa potensial berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa, hal
ini membutuhkan antisipasi, pencegahan, bila memungkinkan
menunggu mengamati dan bersiap-siap bila hal tersebut benar-benar
terjadi. Melakukan asuhan yang aman penting sekali dalam hal ini.
(Sulistyawati, 2013a)
d. Antisipasi tindakan segera
Pada langkah ini dilakukan tindakan segera oleh bidan atau dokter
atau untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota
tim yang lain sesuai dengan kondisi klien. (Marmi, 2014)

4. Pelaksanaan
Langkah ini merupakan pelaksanaan rencana asuhan penyuluhan pada
klien dan keluarga. Mengarahkan atau melaksanakan rencana asuhan scara
efektif dan efisien. (Rukiyah, 2013b)
Memberitahu ibu hasil pemeriksaan, meliputi; keadaan umum,
kesadaran, tekanan darah, nadi, suhu, respirasi, kandung kemih,tinggi
TFU, dan pengeluaran pervaginam
a. Memberitahu ibu untuk istirahat yang cukup seperti tidur siang sangat
diperlukan ibu untuk memulihkan tenaga ibu
b. Memberitahu ibu tentang gizi yang seimbang agar kebutuhan bayi
pada masa laktasi bisa terpenuhi dan tidak ada makanan yang
dipantang
c. Memberitahu ibu tentang perawatan tali pusat agar tidak
mengompresnya dengan menggunakan alkohol atau betadine
d. Memberitahu untuk menjaga kehangatan bayi dengan selalu
memakaikan selimut dan topi pada bayi untuk mencegah hipotermia
e. Memberitahu ibu tentang pemberian ASI eksklusif karena dapat
menambah kekebalan tubuh bagi bayi
f. Mendokumentasikan semua asuhan kebidanan
DAFTAR PUSTAKA

Asih, Y., & Risneni. (2016). Buku Ajar Dokumentasi Kebidanan (Pertama). Trans
Info Media.

Endah, E., & Rizkyana, S. (2014). HUBUNGAN POLA NUTRISI IBU POST
PARTUM DENGAN PENYEMBUHAN LUKA JAHITAN PERINEUM DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAJULMATI KABUPATEN
BANYUWANGI TAHUN 2014. 3(1), 49–58.

Ermiati, Rustini, Rachmawati, Y., & N., I. S. (2009). Efektivitas bladder training
terhadap fungsi eliminasi Buang Air Kecil (BAK) pada ibu postpartum
spontan. Maj Obstet Ginekol Indones, 32 No 4, 206–211.

Fatmawati, R., & Hidayah, N. (2019). (2019). Gambaran Pola Tidur Ibu Nifas.
Journal Infokes, 9(2), 44–47.

Hadi, Y., & Fairus, M. (2014). Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan
Involusi Uterus Pada Ibu Post Partum Di Wilayah Kerja Puskesmas
Ketapang Lampung Utara. Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai, VII(2), 1–7.

Handayani, E., & Pujiastuti, W. (2016). Asuhan Holistik Masa Nifas dan
Menyusui. Transmedika.

Jannah, N. (2013). Konsep Kebidanan. Ar Ruzz Media.

Laura, D. de, Misrawati, & Woferst, R. (2015). EFEKTIFITAS AROMATERAPI


LAVENDER TERHADAP KUALITAS TIDUR IBU POSTPARTUM. 2(2).

Maritalia. (2014a). Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. Pustaka Pelajar.

Maritalia, D. (2014b). Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. Pustaka Pelajar.

Marmi. (2014). Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Pustaka Pelajar.

Marmi. (2017). Asuhan Kebidanan Pada Masa Antenatal. Pustaka Pelajar.

Oktaputrining, D., C., S., & Suroso, S. (2018). Post Partum Blues: Pentingnya
Dukungan Sosial Dan Kepuasan Pernikahan Pada Ibu Primipara.
Psikodimensia, 16(2), 151. https://doi.org/10.24167/psiko.v16i2.1217

Parulian, T. S., Sitompul, J., & Oktrifiana, A. N. (2016). Pengaruh Teknik


Effleurage Massage terhadap Perubahan Nyeri pada Ibu Postpartum. Jurnal
Kesehatan, 1–9.

Prawirohardjo, S. (2014). Ilmu Kandungan. In Paper Knowledge . Toward a


Media History of Documents. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

RI, K. (2015). Buku Ajar Kesehatan Ibu dan Anak.

Rukiyah, A. Y. (2013a). Asuhan Kebidanan 1 Kehamilan. Trans Info Media.

Rukiyah, A. Y. (2013b). Asuhan Kebidanan III (Nifas). Trans Info Media.


Saifudin. (2014). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Sari Priyanti, Dian Irawati, & Agustin Dwi Syalfina. (2020). Frekuensi Dan
Faktor Risiko Kunjungan Antenatal Care. Jurnal Ilmiah Kebidanan
(Scientific Journal of Midwifery), 6(1), 1–9.
https://doi.org/10.33023/jikeb.v6i1.564

Sihombing, S. (2018). Hubungan Pekerjaan Dan Pendidikan Ibu Dengan


Pemberian Asi Ekslusif Di Wilayah Kerja Puskesmas Hinai Kiri Tahun
2017. Midwife Journal, 5(01), 40–45.

Sukma, F., Hidayati, E., & Jamil, S. N. (2017). Asuhan Kebidanan pada Masa
Nifas. Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Jakarta.

Sulistyawati, A. (2013a). Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas. Salemba Medika.

Sulistyawati, A. (2013b). Asuhan Kebidanan pada Masa Kehamilan. Salemba


Medika.

Syamsiah, S. (2013). Tingkat Pengetahuan Suami Mengenai ASI Eksklusif dan


Hubungannya dengan Penerapan Breastfeeding Father. Jurnal Kesehatan
Prima.

Tulas, V., Kundre, R., & Bataha, Y. (2017). Hubungan Perawatan Luka Perineum
Dengan Perilaku Personal Hygiene Ibu Post Partum Di Rumah Sakit
Pancaran Kasih Gmim Manado. Jurnal Keperawatan UNSRAT, 5(1),
104712.

UTAMI, R., & Akmal, S. D. (2020). Hubungan Antara Usia, Pendidikan, Dan
Pekerjaan Dengan Pengetahuan Manajemen Laktasi Pada Ibu Yang
Memiliki Anak Usia 0-23 Bulan Di Wilayah Kerja.

Widatiningsih, S. dan C. H. T. D. (2017). Praktik Terbaik Asuhan Kehamilan.


Trans Medika.

Anda mungkin juga menyukai