Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

PASIEN DENGAN POST PARTUM MANUAL AID


DI RUANG DAHLIA RSD dr. SOEBANDI JEMBER

Di susun oleh :
TASYA ARTHAMEVIA PUTRI
14.401.21.051

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RUSTIDA


PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN
KRIKILAN – GLENMORE – BANYUWANGI
2024
PEMBAHASAN

A. Konsep Penyakit
1.1 Post paertum
1. Definisi
Jadi, Masa Nifas (puerperium) adalah masa setelah keluarnya plasenta sampai
pemulihan kembali alat-alat reproduksi seperti keadaan semula sebelum hamil yang
berlangsung 6 minggu (40 hari).(Mahnsyur & Dahlan, 2014)
Masa nifas merupakan periode yang akan dilalui oleh ibu setelah masa
persalanian, yang dimulai dari setelah kelahiran bayi dan plasenta, yakni setelah
berakhirnya kala IV dalam persalinan dan berakhir sampai dengan 6 minggu (42
hari) yang ditandai dengan berhentinya perdarahan. Masa nifas berasal dari bahasa
latin dari kata puer yang artinya bayi, dan paros artinya melahirkan yang berarti masa
pulihnya kembali, mulai dari persalinan sampai organ-organ reproduksi kembali
seperti sebelum kehamilan.(Nurul Azizah & Rosyidah, 2019)
2. Periode masa nifas
Menurut (Indriyani et al., 2023) periode masa nifas ada 3 yaitu:
a. Periode immediate postpartum (24 jam pertama)
Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Perawatan fase
immediate atau langsung kemungkinan besar akan berbasis fasilitas dibanyak
rangkaian, dan berfokus pada indikator klinis utama untuk bayi dan pemantauan
kesejahteraan umum ibu. Pada masa ini sering terdapat banyak masalah, misal
karena atonia uteri. Harus dilakukan pemeriksaan berkala kontraksi uterus,
pengeluaran lokea, tekanan darah dan suhu.
b. Periode early postpartum (hari 2–7)
Pada fase ini memastikan involusi uteri dalam keadaan normal, tidak ada
perdarahan, lokea tidak berbau busuk, tidak demam, ibu cukup mendapatkan
makanan dan cairan serta ibu dapat menyusui dengan baik.
c. Periode late postpartum (hari 8–42)
Pada periode ini tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan sehari hari serta
konseling KB. Perawatan early dan late postpartum lebih cenderung berbasis
komunitas dan berfokus pada memaksimalkan kesehatan dan kesejahteraan ibu
dan bayi baru lahir.
3. Perubahan Fisiologis pada Ibu Nifas
Sistem tubuh ibu akan kembali beradaptasi untuk menyesuaikandengan kondisi
postpartum. Organ-organ tubuh ibu yang mengalamiperubahan menurut (Wulandari,
2017) setelah melahirkan antara lain :
a. Perubahan Sistem Reproduksi
1). Uterus
Involusi merupakan suatu proses kembalinya uterus pada kondisi sebelum
hamil. Perubahan ini dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan palpasi
untuk meraba dimana TFU-nya (Tinggi Fundus Uteri).
2). Perubahan Vulva dan Vagina
Vulva dan vagina mengalami pebekanan serta peregangan yang sangat besar
selama proses melahirkan bayi, dalam beberapa hari pertama setelah partus
keadaan vulva dan vagina masih kendur, setelah 3 minggu secara perlahan
akan kembali ke keadaan sebelum hamil.
3). Perubahan Perineum
Perineum akan menjadi kendur karena sebeumnya teregang oleh tekanan
kepala bayi dan tampak terdapat robekan jika dilakukan episiotomi yang akan
terjadi masa penyembuhan selama 2 minggu.
4). Perubahan Serviks
Serviks mengalami involusi bersama uterus, setelah persalinan ostium
eksterna dapat dimasukioleh 2 hingga 3 jari tengah, setelah 6 minggu
persalinan serviks menutup.
5). Perubahan pada Payudara
Suplai darah ke payudara meningkat dan menyebabkan pembengkakan
vaskular sementara, air susu saat diproduksi diispan dialveoli dan harus
dikeluarkan dengan efektif dengan cara dihisap oleh bayi untuk pengadaan
dan keberlangsungan laktasi.
b. Perubahan Pada Abdomen
Pada ibu yang melahirkan dengan cara operasi Sectio Caesarea biasanya terdapat
luka post Sectio Caesarea dengan berbagai bentuk insisi. Selain luka insisi
terdapat perubahan pada pola pencernaan ibu post nifas yang biasanya
membutuhkan waktu sekitar 103 hari agar fungsi saluran cerna dan nafsu makan
dapat kembali normal. Dibandingkan ibu yang melahirkan secara spontan lebih
cepat lapar karena telah mengeluarkan energi yang begitu banyak pada proses
persalinan.
c. Perubahan Pada Genetalia
Lokhea adalah eksresi cairan rahim selama masa nifas. Lokhea berbau amis atau
anyir dengaan volume yang berbeda-beda pada setiap wanita. Lokhea yang berbau
tidak sedap menandakan adanya infeksi. Pengeluaran lokhea dibagi berdasarkan
jumlah dan warnanya sebagai berikut :
1). Lokhea Rubra
Lokhea ini keluar pada hari pertama sampai hari ke-4 masa postpartum.
Cairan yang keluar berwarna merah karena terisi darah segar, jaringan sisa-
sisa plasenta, dinding rahim, lemak bayi,lanugo (rambut bayi), dan
mekonium.
2). Lokhea Sanguinolenta
Lokhea ini berwarna merah kecokelatan dan berlendir, serta berlangsung dari
hari ke-4 sampai hari ke-7 postpartum.
3). Lokhea Serosa
Lokhea ini berwarna kuning kecokelatan karena mengandung serum, leukosit,
dan robekan atau laserasi plasenta. Keluar pada hari ke-7 sampai hari ke-14.
4). Lokhea Alba
Lokhea ini mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel, selapu tlendir serviks,
dan serabut jaringan yang mati, berupa cairan putih.Lokhea alba dapat
berlangsung selama 2-6 minggu postpartum.
5). Lokhea Purulenta
Lokhea ini disebabkan karena terjadinya infeksi, cairan yang keluarseperti
nanah yang berbau busuk.
6). Lochiostatis Pengeluaran lokhea yang tidak lancar.
d. Perubahan Sistem Perkemihan
Buang air kecil sulit selama 24 jam, urine dalam jumlah besarakan dihasilkan dalam
waktu 12-36 jam sesudah melahirkan. Keadaan ini meyebabkan dieresis, ureter yang
berdilatasi akan kembali normal dalam tempo 6 minggu. Maka hal ini baisanya di
perlukan katerisasi pada ibu karena kondisi organ reproduksi ibu belum berfungsi
secara optimal pasca operasi.
e. Perubahan Sistem Muskuloskeletal
Otot-otot uterus berkontraksi segera setelah partus, pembuluhdarah yang berada di
antara anyaman otot-otot uterus akan terjepit,sehingga akan menghentikan
perdarahan. Ambulasi dini sangatmembantu untuk mencegah komplikasi dan
mempercepat prosesinvolusi. Pada umumnya ambulasi dimulai 4-8 jam postpartum.
f. Perubahan Sistem Hematologi
Pada minggu-minggu terakhir kehailan, kadar fibrogen dan plasma serta faktor-
faktor pembekuan darah meningkat. Pada haripertama postpartum, kadar fibrinogen
dan plasma akan sedikit menuruntetapi darah lebih mengental dengan peningkatan
viskositas sehingga meningkatkan fakktor pembekuan darah.
g. Perubahan Sistem Kardiovaskuler
Kardiak output meningkat selama persalinan dan berlangsung sampai kala III ketika
volume darah uterus dikeluarkan. Penurunan terjadi pada beberapa hari pertama
postpartum dan akan kembali normal pada akhir minggu ke 3 postpartum.
h. Perubahan Sistem Endokrin
Kadar estrogen menurun 10% dalam waktu sekitar 3 jam postpartum, progesteron
turun pada hari ke 3 postpartum, kadar prolaktin dalam darah berangsur-angsur
hilang.
i. Perubahan Tanda-tanda Vital
Tanda-tanda vital yang sering digunakan sebagai indikator bagitubuh yang
mengalami gangguan atau masalah kesehatan adalah nadi, pernafasan, suhu dan
tekanan darah. Denyut nadi normal berkisar antara 60-80 kali permenit. Pada proses
persalinan biasanya akan mengalami peningkatan, tetapi pada masa nifas denyut nadi
akan kemabli normal. Frekuensi pernafasan normal berisar antara 18-24
kalipermenit. Setelah persalinan, frekuensi pernafasan akan kembali normal,keadaan
pernafasan biasanya berhubungan dengan suhu dan denyut nadi. Suhu tubuh dapat
meningkat sekitar 0,5o C dari keadaan normal36o - 37,5o C, hal ini disebabkan
karena meningkatnya metabolismetubuh pada saat proses persalinan. Tekanan darah
normal untuk sistol berkisar antara 110-140 mmHg dan untuk diastol antara 60-80
mmHg,setelah persalinan tekanan darah sedikit menurun karena terjadinya
perdarahan pada saat proses persalinan.
j. Perubahan Psikologis pada Ibu Nifas
Perubahan psikologis pada masa nifas menurut Walyani & Purwoastuti (2015),
yaitu :
1). Fase taking in
Fase taking in yaitu periode ketergantungan, berlangsung dari hari pertama
sampai hari kedua setelah melahirkan, pada fase ini ibu sedang berfokus
terutama pada dirinya sendiri, ibu akan berulang kali menceritakan proses
persalinan yang dialaminya dari awal sampai akhir.
2). Fase taking hold
Fase taking hold adalah periode yang berlangsung antara 3-10 hari setelah
melahirkan, pada fase ini timbul rasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa
tanggung jawabnya dalam merawat bayi.
3). Faseletting go
Fase letting go adalah periode menerima tanggung jawab akan peran barunya
sebagai orang tua, fase ini berlangsung 10 hari setelah melahirkan.
4. Kebutuhan dasar Ibu Nifas
Dalam masa nifas, alat-alat reproduksi khususnya post sectio caesarea belum bisa
berangsur pulih di bandingkan dengan ibu nifas yang melahirkan normal.Untuk
membantu proses penyembuhan makan diperlukanbeberapa kebutuhan dasar ibu saat
nifas menurut (Wulandari,2017), diantaranya :
a. Nutrisi dan Cairan
Nutrisi adalah zat yang diperlukan oleh tubuh untuk keperluan metabolismenya.
Kebutuhan gizi pada masa nifas terutama bila menyusui akan meningkat sekitar
25%, pada masa nifas masalah diitperlu mendapat perhatian yang serius, karena
dengan nutrisi yang baik mempercepat penyembuhan ibu dan untuk memproduksi
air susu yang cukup untuk menyehatkan bayi. Diit yang diberikan harus bermutu,
bergizi tinggi, cukup kalori, tinggi protein dan banyak mengandung cairan.
Konsumsi cairan sebanyak 8 gelas perhari. Minum sedikitnya 3 liter tiap hari.
b. Ambulasi Dini (Early Ambulation)
Pada pasien post sectio caesarea biasanya mulai ambulasi24-36 jam sesudah
melahirkan, jika pasien menjalani analgesiaepidural pemulihan sensibilitas yang
total harus dibuktikan dahulusebelum ambulasi dimulai. Adapun manfaat ambulasi
dini pada ibu post sectio caesarea, yaitu :
1). Ibu merasa lebih sehat dan kuat dengan early ambulation.
2). Faal usus dan kandung kemih lebih baik.
3). Mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli denganmobilisasi sirkulasi
darah normal sehingga resiko terjadinyatrombosis dan tromboemboli dapat
dihindari.
c. Istirahat
Istirahat merupakan salah satu kebutuhan dasar masa nifasyaitu dengan
menganjurkan ibu untuk :
1). Istirahat yang cukup untuk mengurangi rasa lelah
2). Tidur siang atau istirahat selagi bayi tidur.
3). Kembali ke kegiatan rumah tangga secara perlahan-lahan.
4). Menyediakan waktu untuk istirahat pada siang kira-kira 2 jam, danmalam 7-8
jam.
d. Kebutuhan Eliminasi
1). Buang Air Kecil (BAK). Kebanyakan pada pasien postpartum normal dapat
melakukan BAK secara spontan dalam 8 jam setelah melahirkan. Ibu diminta
untuk buang air kecil (miksi) 6 jam postpartum. Jika dalam 8 jam postpartum
belum dapat berkemih atau sekali berkemih belum melebihi 100cc, maka
dilakukan katerisasi. Tetapi apabila kandung kemih penuh, tidak perlu menunggu
8 jam untuk katerisasi (Saleha, 2013).
2). Buang Air Besar (BAB). Biasanya 2-3 hari postpartum masih sulitbuang air
besar. Jika pasien belum juga BAB pada hari ketiga makaperlu diberi obat
pencahar per oral atau per rectal.
e. Aktivitas Seksual
Aktivitas seksual yang dapat dilakukan oleh ibu nifas harus memenuhi syarat
sebagai berikut :
1). Secara fisik aman untuk memulai hubungan suami istri begitu darahmerah
berhenti dan ibu dapat memasukan satu-satu dua jarinyakedalam vagina tanpa rasa
nyeri, maka ibu aman untuk melakukanhubungan suami istri.
2). Berbagai budaya mempunyai tradisi menunda hubungan suami istrisampai
waktu tertentu, misalnya setelah 40 hari atau 6 minggusetelah persalinan.
Keputusan ini bergantung pada keputusanpasangan yang bersangkutan (Saleha,
2013).
f. Personal Hygiene
Pada ibu pada masa postpartum sangat rentan terhadap infeksi. Oleh karena itu,
kebersihan diri sangat penting untuk mencegah terjadinya infeksi. Beberapa hal
yang perlu diperhatikan pada ibu nifasdalam personal hygiene adalah sebagai
berikut :
g. Perawatan
1). Perineum
Apabila setelah buang air kecil atau besar perineum dibersihkan secara rutin,
dengan lembut dari sekitar vulva terlebih dahulu dari depan ke belakang,
kemudian membersihkan daerah sekitar anus. Untuk cara mengganti pembalut
yaitu bagian dalam jangan sampai terkontamitasi dengan tangan. Pembalut
yang sudah kotor harus diganti paling sedikit 4 kali sehari.
2). Perawatan Payudara
Sebaiknya perawatan payudara telah dimulai sejak wanita hamil supaya
puting lemas, tidak keras, dan kering sebagai persiapan untuk menyusui
bayinya.
5. Komplikasi masa nifas
Menurut (Sumami & Nahira, 2019) komplikai masa nifas sebagai berikut:
a. Infeksi Nifas
Masuknya kuman- kuman dapat terjadi dalam kehamilan, waktu persalinan, dan
nifas. Demam nifas adalah demam dalam masa nifas oleh sebab apa pun.
Morbiditas puerpuralis adalah kenaikan suhu badan sampai 38⁰ C atau lebih
selama 2 hari dari dalam 10 hari postpartum.
b. Infeksi Saluran Kemih
sensitivitas kandung kemih terhadap tegangan air kemih di dalam vesika sering
menurun akibat trauma persalinan atau analgesia epidural atau spinal. Sensasi
peregangan kandung kemih juga mungkin berkurang akibat rasa tidak nyaman
yang ditimbulkan oleh episiotomi yang lebar, laserasi periuretra, atau hematoma
dinding vagina
c. Metritis
peradangan yang terjadi pada seluruh lapisan dinding uterus meliputi
endometrium, lapisan muskulus atau myometrium, hingga lapisan serosa atau
perimetrium, biasanya terjadi karena adanya infeksi bakteri patogen yang masuk
melalui vagina dan serviks sehingga mengkontaminasi uterus selama partus
d. Bendungan Payudara
Bendungan payudara adalah peningkatan aliran vena dan limfe pada payudara
dalam rangka mempersiapkan diri untuk laktasi. Bendungan terjadi akibat
bendungan berlebihan pada limfatik dan vena sebelum laktasi. Payudara bengkak
disebabkan karena menyusui yang tidak kontinu, sehingga sisa ASI terkumpul
pada daerah ductus. Hal ini dapat terjadi pada hari ke tiga setelah melahirkan.
Penggunaan bra yang keras serta keadaan puting susu yang tidak bersih dapat
menyebabkan sumbatan pada ductus.
e. Infeksi Payudara
Mastitis adalah peradangan pada payudara yang dapat disertai infeksi atau tidak,
yang disebabkan oleh kuman terutama Sraphylococcus aureus melalui luka pada
puting susu atau melalui peredaran darah.
f. Abses Payudara
Abses payudara merupakan komplikasi akibat peradangan payudara/ mastitis
yang sering timbul pada minggu ke dua postpartum (setelah melahirkan), karena
adanya pembengkakan payudara akibat tidak menyusui dan lecet pada puting
susu.
g. Abses Pelvis
Penyakit ini merupakan komplikasi yang umum terjadi pada penyakit- penyakit
meluar seksual (sexually transmitted disease/ STDs), utamanya yang disebabkan
oleh chlamydia dan gonorrhea.
h. Peritonitis
kondisi di mana peritoneum mengalami peradangan. Peritoneum merupakan
selaput yang melapisi dinding perut bagian dalam sebagai pembatas dari organ-
organ di dalam perut
i. Infeksi Luka Perineum dan Luka Abdominal
Luka perineum adalah luka perineum karena adanya robekan jalan lahir baik
karena rupture maupun karena episiotomy pada waktu melahirkan janin.
j. Perdarahan Pervagina
perdarahan postpartum adalah kehilangan darah sebanyak 500 cc atau lebih dari
traktus genetalia setelah melahirkan. Hemoragi postpartum primer mencakup
semua kejadian perdarahan dalam 24 jam setelah kelahiran.
1.2 Letak Sungsang
1. Pengertian
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan
kepala di fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Presentasi
bokong adalah janin terletak memanjang dengan bagian terendahnya bokong, kaki,
atau kombinasi keduanya.(Adeniran et al., 2015)
persalinan letak sungsang adalah suatu keadaan dengan letak janin memanjang dan
bokong atau tungkai janin berada di bagian terendah pintu atas panggul.(Wicaksana
& Rachman, 2019)
2. Klasifikasi
Menurut (Nur, 2016) Ada 4 tipe letak sungsang yaitu :
a. Letak Sungsang Sempurna (Complete/ flaxed brech)
yaitu letak bokong dimana kedua kaki ada di samping bokong (letak bokong
kaki sempurna). Pada posisi ini paha dan lutut bayi fleksi dan kaki menutupi
bokong. Tipe ini lebih sering pada multigravida. Frekuensi terjadinya 75%.
b. Letak Bokong (Extended brech/ frank brech)
pada presentasi bokong akibat ekstensi kedua sendi lutut, kedua kaki terangkat
ke atas sehingga ujungnya terdapat setinggi bahu atau kepala janin. Dengan
demikian pada pemeriksaan dalam hanya dapat diraba bokong. Frekuensi
terjadinya 50-70%.
c. Letak Sungsang Tidak Sempurna (Incomplete Breech),
Presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki (incomplete or
footling), frekuensi terjadinya 10-30%. Pada presentasi bokong kaki tidak
sempurna hanya terdapat satu kaki di samping bokong, sedangkan kaki yang
lain terangkat ke atas. Pada presentasi kaki bagian paling rendah adalah satu
atau dua kaki. Selain bokong bagian terendah juga kaki dan lutut, terdiri dari:
1) kedua kaki: letak kaki sempurna;
2) satu kaki: letak kaki tidak sempurna,
3) kedua lutut: letak lutut sempurna;
4) satu lutut: letak lutut tidak sempurna
3. Etiologi
a. Multiparitas Ibu telah melahirkan banyak anak sehingga rahimnya sudah sangat
elastis dan membuat janin berpeluang besar untuk berputar hingga minggu ke-
37 dan seterusnya
b. Berat lahir rendah pada pelahiran preterm dan menyebabkan pertumbuhan
terhambat
c. Gemelli Adanya lebih dari satu janin dalam rahim menyebabkan terjadinya
perebutan tempat. Setiap janin beusaha mencari tempat yang lebih nyaman,
sehingga ada kemungkinan bagian tubuh yang lebih besar yakni bokong janin
berada di bagian bawah Rahim
d. Hidramnion Jumlah air ketuban yang melebihi normal menyebabkan janin lebih
leluasa bergerak walau sudah memasuki trimester ketiga.
e. Hidrosefalus Besarnya ukuran kepala akibat kelebihan cairan (hidrosefalus)
membuat janin mencari tempat yang lebih luas yakni di bagian atas rahim
(fundus uteri).
f. Plasenta
1) Adanya plasenta previa yang menutupi jalan lahir dapat mengurangi luas
ruangan dalam rahim. Akibatnya, janin berusaha mencari tempat yang lebih
luas yakni di bagian atas rahim
2) Adanya lilitan tali pusat dan tali pusat yang pendek akibatnya bayi tidak bisa
memutar .
g. Panggul sempit Sempitnya ruang panggul mendorong janin mengubah posisinya
menjadi sungsang. Kepala di fundus dan bokong di bagian terendah janin.
h. Kelainan panggul Terdapat berbagai tumor dalam ruang panggul sehingga
menyebabkan janin letak sungsang.(Adeniran et al., 2015)
4. Patofisiologi
Faktor yang dapat meningkatkan insiden letak sungsang meliputi prematuritas
atau restriksi pertumbuhan intra uterus. Sebelum usia gestasi 34 minggu, janin
memiliki ruang yang luas untuk melakukan manuver in utero yang dapat
mengakibatkan kelahiran bayi menjadi BBLR. Malformasi congenital seperti
hidrosefalus juga menjadi predisposisi letak sungsang, kepala janin diperkirakan
lebih baik di tampung di fundus uteri. Janin juga memiliki ruang yang luas untuk
bergerak saat uterus distensi, seperti pada polihidramnion yang berpengaruh
terhadap peningkatan resiko prolaps tali pusat saat ketuban pecah. Sebaliknya
oligohidramnion dapat menjadi predisposisi pada letak sungsang di karenakan
cairan amnion sedikit menyebabkan gerakan janin terhambat dan janin
“terperangkap” dalam presentasi yang di ambil pada trimester kedua. Kehamilan
multiple, abnormalitas uterus misal berseptum atau septum parsial, neoplasma
uterus seperti leimiomata, adanya fibroid uterus dan implantasi plasenta baik pada
regio kornu fundus maupun pada segmen bawah uterus (Plasenta Previa). Walaupun
klasifikasi panggul controversial, teks obstetric sering merujuk peningkatan resiko
letak sungsang dengan beberapa bentuk panggul meliputi bentuk panggul
platipeloid (datar anterioposterior) dan android (berbentuk jantung) dimana kondisi
masuknya kepala ke panggul lebih sulit.(Adeniran et al., 2015)
5.
6. Tanda dan Gejala
a. Ketidaknyamanan di daerah subcostal: Rasa tidak nyaman pada bagian panggul
hingga tulang rusuk. Rasa sakit seperti perut melilit, nyeri saat haid pada
penderita kista.
b. Letak kepala: Jika diperiksa, akan terlihat kepala bayi berada di bagian atas
umbilikus atau bagian pusar sang ibu. Bagian punggung bayi akan bergerak
terus hingga terasa kepala bayi ada di bagian fundus.
c. Letak detak jantung: Melalui pemeriksaan USG pada minggu ke-32 hingga ke-
35. Letak detak jantung janin yang berada dalam posisi normal akan terdengar
dari bagian bawah pusar ibu.
d. Pemeriksaan vagina: Saat ibu sudah mengalami tanda-tanda akan melahirkan.
Pemeriksa tidak menemukan massa keras yang terlihat seperti kepala bayi dan
yang terlihat di bagian pertama bayi yaitu pantat bayi atau kaki bayi.
e. Bentuk massa yang tidak teratur di bagian panggul ibu: Saat pemeriksaan
palpasi abdomen, biasanya akan terlihat bentuk massa yang tidak teratur pada
bagian panggul. Hal ini menjadi pertanda bukan kepala janin yang pertama
turun ke bagian panggul, melainkan punggung bayi.(Adeniran et al., 2015)
7. Komplikasi
a. Impaksi bokong
Persalinan menjadi macet jika janin berukuran terlalu besar untuk pelvis
maternal.
b. Prolaps tali pusat
kondisi tali pusat bayi turun melewati janin, menutupi jalan lahir, atau bahkan
keluar lebih dulu daripada janin
c. Cedera lahir
d. Hipoksia janin
Hal ini dapat terjadi akibat prolaps tali pusat atau kompresi tali pusat atau
plasenta terlepas sebelum waktunya.
e. Plasenta terlepas sebelum waktunya
Retraksi yang cukup kuat pada uterus terjadi pada saat kepala masih berada di
dalam vagina dan plasenta mulai terlepas. Keterlambatan pelahiran kepala yang
lama dapat menyebabkan hipoksia berat pada janin.
f. Trauma maternal
Komplikasi maternal akibat pelahiran presentasi bokong sama dengan
komplikasi pelahiran pervaginam operatif lainnya. (Wicaksana & Rachman,
2019)
1.3 Prosedur Manual Aid
Manual aid (partial breech extractions; assisted breech delivery) adala proses Janin
dilahirkan sebagian dengan tenaga dan kekuatan ibu dan sebagian lagi dengan tenaga
penolong. (Widyatun, 2017)
1. Indikasi
a. Persalinan secara Bracht mengalami kegagalan, misalnya bila terjadi kemacetan
baik pada waktu melahirkan bahu atau kepala.
b. Dari semula memang hendak melakukan pertolongan secara manual aid, Di
negara Amerika sebagian besar ahli kebidanan cenderung untuk melahirkan letak
Sungsang secara manual aid, karena mereka menganggap bahwa sejak pusar lah,
adalah fase 10 yang sangat berbahaya bagi janin, karena pada saat itulah kepala
masuk ke dalam pintu atas panggul, dan kemungkinan besar tali pusat terjepit di
antara kepala janin dan pintu atas panggul.
2. Tahapan
a. Tahap pertama, lahirnya bokong sampai pusar yang dilahirkan dengan kekuatan
tenaga ibu sendiri.
b. Tahap kedua, lahirnya bahu dan lengan yang memakai tenaga penolong.
Cara/teknik untuk melahirkan bahu dan lengan ialah secara:
1) Klasik (yang seringkali disebut Deventer)
a) Prinsip melahirkan bahu dan lengan secara klasik ini ialah melahirkan
lengan belakang lebih dahulu, karena lengan belakang berada di ruangan
yang lebih luas (sakrum), baru kemudian melahirkan lengan depan yang
berada di bawah simfisis. Tetapi bila lengan depan sukar dilahirkan, maka
lengan depan diputar menjadi lengan belakang, yaitu dengan memutar
gelang bahu ke arah belakang dan bayi kemudian lengan belakang ini
dilahirkan.
b) Kedua kaki janin dipegang dengan tangan kanan penolong pada
pergelangan kakinya dan dielevasi ke atas sejauh mungkin, sehingga perut
janin mendekat perut ibu.
c) Bersamaan dengan itu tangan kiri penolong dimasukkan ke dalam jalan
lahir dan dengan jari tengah dan telunjuk menelusuri bahu janin sampai
pada fosa kubiti kemudian lengan bawah dilahirkan dengan gerakan
seolah-olah lengan bawah mengusap muka janin.
d) Untuk melahirkan lengan depan, pegangan pada pergelagan kaki janin
diganti dengan tangan kanan penolong dan ditarik curam ke bawah
sehingga punggung janin mendekati punggung ibu.
e) Dengan cara yang sama lengan depan dilahirkan.
f) Bila lengan depan sukar dilahirkan, maka harus diputar menjadi lengan
belakang. Gelang bahu dan lengan yang sudah lahir dicengkam dengan
kedua tangan penolong sedemikian rupa sehingga kedua ibu jari tangan
penolong terletak di punggung dan sejajar dengan sumbu badan janin
sedang jari-jari lain mencengkam dada. Putaran diarahkan ke perut dan
dada janin, sehingga lengan depan terletak di belakang. Kemudian lengan
belakang ini dilahirkan dengan teknik tersebut di atas.
g) Deventer melakukan cara Klasik ini dengan tidak mengubah lengan depan
menjadi lengan belakang. Cara ini lazim disebut cara Deventer.
Keuntungan cara Klasik ralah pada umumnya dapat dilakukan pada semua
persalinan letak sungsang, tetapi kerugiannya ialah lengan janin masih
relatif tinggi di dalam panggul, sehingga jari penolong harus masuk ke
dalam jalan lahir yang dapat menimbulkan infeksi.
2) Mueller
a) Prinsip melahirkan bahu dan lengan secara Mueller ialah melahirkan bahu
dan lengan depan lebih dahulu dengan ekstraksi, baru kemudian
melahirkan bahu dan lengan belakang.
b) Bokong janin dipegang secara femuro-pelviks (duimbekken greep) yaitu
kedua ibu jari penolong diletakkan sejajar spina sakralis media dan jari
telunjuk pada krista iliaka dan jari-jari lain mencengkam paha bagian
depan. Dengan pegangan ini badan janin ditarik curam ke bawah sejauh
mungkin sampai bahu depan tampak di bawah simfisis, dan lengan depan
dilahirkan dengan mengait lengan bawahnya.
c) Setelah bahu depan dan lengan depan lahir, maka badan janin yang masih
dipegang secara femuro-pelviks ditarik ke atas, sampai bahu belakang
lahir. Bila bahu belakang tidak lahir dengan sendirinya, maka lengan
belakang dilahirkan dengan mengait lengan bawah dengan kedua jari
penolong. Keuntungan dengan teknik Mueller ini ialah tangan penolong
tidak masuk jauh ke dalam jalan lahir, sehingga bahaya infeksi minimal.
3) Lovset
a) Prinsip persalinan secara Lovset ialah memutar badan janin dalam
setengah lingkaran bolak-balik sambil dilakukan traksi curam ke bawah
sehingga bahu yang sebelumnya berada di belakang akhirnya lahir di
bawah simfisis. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa adanya inklinasi
antara pintu atas panggul dengan sumbu panggul dan bentuk lengkungan
panggul yang mempunyai lengkungan depan lebih pendek dari lengkungan
di belakang, sehingga setiap saat bahu belakang selalu dalam posisi lebih
rendah dari bahu depan.
b) Badan janin dipegang secara femuro-pelviks dan sambil dilakukan traksi
curam ke bawah badan janin diputar setengah lingkaran, sehingga bahu
belakang menjadi bahu depan. Kemudian sambil dilakukan traksi, badan
janin dipurar kembali ke arah yang berlawanan setengah lingkaran,
demikian seterusnya bolak-balik, sehingga bahu belakang tampak di
bawah simfisis dan lengan dapat dilahirkan.
c) Bila lengan janin tidak dapat lahir dengan sendirinya, maka lengan janin
ini dapat dilahirkan dengan mengait lengan bawah dengan jari penolong.
4) Bickenbach‟s
Prinsip persalinan secara Bickenbach‟s ialah merupakan kombinasi antara
cara Mueller dengan cara Klasik. Teknik ini hampir sama dengan cara Klasik.
a) Melahirkan lengan menunjuk (nuchal arm)
 Yang dimaksud lengan menunjuk ialah bila salah satu lengan janin
melingkar di belakang leher dan menunjuk ke suatu arah. Berhubung
dengan posisi lengan semacam ini tidak mungkin dilahirkan karena
tersangkut di belakang leher, maka lengan tersebut harus dapat diubah
sedemikian rupa, sehingga terletak di depan dada.
 Bila lengan belakang yang menunjuk, maka badan atas janin
dicengkam dengan kedua tangan penolong, sehingga kedua ibu jari
diletakkan pada punggung janin sejajar sumbu panjang badan. Sedang
jari-jari lain mencengkam dada. Badan anak diputar seraha dengan
arah lengan menunjuk kea rah belakang (sakrum), sehingga lengan
tersebut terletak di depan dada dan menjadi lengan belakang.
Kemudian lengan ini dilahirkan dengan cara klasik.
 Bila lengan depan yang menunjuk, maka dilahirkan dengan cara yang
sama, hanya cara memegang badan atas dibalik, yaitu ibu jari
diletakkan di dada dan jari lain mencengkam punggung.
b) Melahirkan lengan menjungkit Yang dimaksud lengan menjungkit ialah
bila lengan dalam posisi lurus ke atas di samping kepala. Cara terbaik
untuk melahirkan lengan menjungkit ialah dengan cara Lovset. Perlu
diingat, bila sedang melakukan pimpinan persalinan secara Bracht,
kemudian terjadi kemacetan bahu dan lengan, maka harus dilakukan
periksa dalam apakah kemacetan tersebut karena kelainan posisi lengan
tersebut di atas.
c. Tahap ketiga, lahirnya kepala. Kepala dapat dilahirkan dengan cara:
1) Mauriceau (Veit-Smellie)
a) Tangan penolong yang sesuai dengan muka janin dimasukkan ke dalam
jalan lahir. Jari tengah dimasukkan ke dalam mulut dan jari telunjuk, dan
jari keempat mencengkam fosa kanina, sedang jari lain mencengkam leher.
Badan anak diletakkan di atas lengan bawah penolong, seolah-olah janin
menunggang kuda. Jari telunjuk dan jari ketiga penolong yang lain
mencengkam leher janin dari arah punggung.
b) Kedua tangan penolong menarik kepala janin curam ke bawah sambil
seorang asisten melakukan ekspresi Kristeller. Tenaga tarikan terutama
dilakukan oleh tangan penolong yang mencengkam leher janin dari arah
punggung. Bila suboksiput tampak di bawah simfisis, kepala janin
dielevasi ke atas dengan suboksiput sebagai hipomoklion sehingga
berturut-turut lahir dagu, mulut, hidung, mata, dahi, ubun-ubun besar dan
akhirnya lahirlah seluruh kepala janm.
2) Najouks Teknik ini dilakukan bila kepala masih tinggi, sehingga jari penolong
tidak dapat dimasukkan ke dalam mulut janin. Kedua tangan penolong
mencengkam leher janin dari arah depan dan belakang. Kedua tangan
penolong menarik bahu curam ke bawah dan bersamaan dengan itu seorang
asisten mendorong kepala janin kea rah bawah. Cara ini tidak dianjurkan
karena menimbulkan trauma yang berat pada sumsum tulang di daerah leher.
3) Prague terbalik Teknik Prague terbalik dipakai bila oksiput dengan ubun-ubun
kecil berada di belakang dekat sakrum dan muka janin menghadap simfisis.
Satu tangan penolong mencekam leher dari arah bawah dan punggung janin
diletakkan pada telapak tangan penolong. Tangan penolong yang lain
memegang kedua pergelangan kaki. Kaki janin ditarik ke atas bersamaan
dengan tarikan pada bahu janin, sehingga perut janin mendekati perut ibu.
Dengan laring sebagai hipomoklion, kepala janin dapat dilahirkan.
4) Cunam Piper
a) Cunam Piper dibuat khusus untuk melahirkan kepala janin pada lerak
sungsang, sehingga mempunyai bentuk khusus, yaitu:
1) daun cunam berfenestra, yang mempunyai lengkungan panggul yang
agak mendatar (baik untuk pemasangan yang tinggi).
2) tangkainya panjang, melengkung ke atas dan terbuka, keadaan ini
dapat menghindari kompresi yang berlebihan pada kepala janin.
b) Seorang asisten memegang badan janin pada kedua kaki, dan kedua lengan
janin diletakkan di punggung janin. Kemudian badan janin dielevasi ke
atas, sehingga punggung janin mendekati punggung ibu.
c) Pemasangan cunam pada after coming head tekniknya sama dengan
pemasangan cunam pada letak belakang kepala. Hanya pada kasus ini
cunam dimasukkan dari arah bawah, yaitu sejajar dengan pelipatan paha
belakang. Setelah suboksiput tampak di bawah simfisis, maka cunam
dielevasi ke atas dan dengan suboksiput sebagai hipomoklion, berturut-
turut lahir dagu, mulut, muka, dahi dan akhirnya seluruh kepala lahir.
1.4 Konsep askep
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
1) Nama perlu dikaji sehubungan dengan membedakan pasien atau supaya
tidakterjadi kesalahan pasien.
2) Umur perlu dikaji untuk mengetahui apakah ibu termasuk dalam usia resiko
ti nggi untuk hamil.
3) Agama perlu dikaji untuk mempermudah dalam melakukan pendekatan di
dalam asuhan kebidanan.
4) Pendidikan perlu dikaji sehubungan dengan tingkat penangkapan ibu
terhadap
5) pertanyaan yang diajukan, dan kie yang diberikan oleh petugas.
6) Pekerjaan perlu dikaji sehubungan dengan tingkat aktifitas ibu dan social
ekonominya.
7) Penghasilan untuk mengetahui tingkat social ekonomi yang dapat
berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan nutrisi.
8) Alamat untuk mempermudah jika melakukan kunjungan rumah
9) Biodata suami untuk mengetahui tingkat social ekonomi sehubungan dengan
pemberian obat atau terapi.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama Ditanyakan untuk mengetahui masalah yang dihadapi ibu
yang
dapat mempengaruhi jalannya persalinan, membuat intervensi
2) Riwayat haid Untuk mengetahui HPHT dan TP, meliputi umur menarche,
siklus, jumlah darah serta adakah gangguan waktu haid, misalnya:
dismenorhe, siklus yang tidak teratur.
3) Riwayat pernikahan, untuk mengetahui riwayat pernikahan
4) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu Perlu dikaji untuk
mengetahui kehamilan yang keberapa dan bagaimana dengan persalinan yang
lalu, ditolong siapa, jenis persalinannya, tempat persalinan, bagaimana
keadaan setelah persalin, bagaimana keadaan bayi dan KB apa yang
digunakan setelah persalinan yang lalu
5) Riwayat kehamilan sekarang Untuk mengetahui berapa kali ANC selama
hamil ini dan apa saja yang diperoleh dari ANC.
6) Riwayat kesehatan yang lalu Untuk mengetahui ada tidaknya penyakit kroinis
atau penyakit menular misalnya DM, hipertensi yang dapat berpengaruh pada
kehamilannya.
7) Riwayat kesehatan sekarang Untuk mengetahui ada tidaknya penyakit yang
sedang diderita saat ini.
8) Riwayat psikososial dan budaya Untuk mengetahui keadaan kondisi klien
dalam keluarga dan lingkungan keluarga, mengetahui tradisi yang dianut klien
yang berpengaruh pada kehailan, persalinan, nifas, dan pertumbuhan dan
perkembangan janinnya.
9) Riwayat spiritual Untuk mengetahui kepecayaan dan agama yang dianut klien
agar lebih mudah melakukan pendekatan pada klien
c. Pola kebiasaan sehari-hari
1) Pola nutrisi Untuk mengetahui apakah nutrisi sudah terpenuhi apa belum ada
pantanganapa tidak.
2) Pola eliminasi Untuk mengetahui ibu berapa kali BAB dan BAK
3) Pola istirahat Untuk mengetahui waktu istirahat ibu dalam 24 jam
4) Pola aktivitas Aktivitas yang dilakukan apa saja, aktivitasnya berpengaruh
atau tidak terhadap kehamilannya.
5) Pola kebersihan (personal Hygiene) Mengetahui tingkat kebersihan klien
dengan dikaji berapa kali mandi, ganti baju dan ganti celana dalam berapa kali
sehari.
6) Pola hubungan seksual Untuk mengetahui hubungan seksual yang dilakukan
saat hamil dapat berpengaruh apa tidak pada kehamilannya.
7) Kebiasaan lain Untuk mengetahui kebiasaan lain yang ddilakukan oleh ibu
yang dapat membahayakan kehamilannya seperti merokok, minum alcohol
dan jamu jamuan
d. Pemeriksaan fisik: Data Fokus
1) Pemeriksaan umum
a) Untuk mengetahui keadaan pasien secara umum,
b) K/U : Baik/cukup/lemah Kesadaran : Composmentis
c) Tanda-tanda vital Tekanan darah : Normal 110/70 mmHg-120/80 mmHg,
Kenaikan systole batasnya 15 mmHg, Kenaikan diastole batasnya 30
mmHg.
d) Nadi : Normal 70-90 mmHg
e) Pernafasan : Normal 16-24 x/menit
f) Suhu Tubuh : Normal 36 oC-37 oC
g) BB : Pertambahan BB lebih dari ½ kg perminggu diwaspadai
kemungkinan PE, hingga akhir kehamilan pertambahan BB normal 9 -10
kg.
h) TB : Kurang dari 145 waspadai CPD
2) Pemeriksaan fisik
a) Leher : Teraba pembesaran kelenjar tyroid/tidak, teraba bendungan vena
jugularis/tidak.
b) Payudara : Kolostrum keluar/tidak, ada nyeri tekan/tidak,ada benjolan
abnormal/tidak
c) Abdomen : Sesuai usia kehamilan.
1. Leopold I : menentukan TFU (Dalam kondisi normal, tinggi fundus
uteri tidak jauh berbeda dengan usia kehamilan, misalnya:
a. Usia kehamilan 20 minggu: TFU berkisar antara 17-23 cm.
b. Usia kehamilan 22 hingga 28 minggu: TFU berkisar antara 24-25
cm.
c. Usia kehamilan 30 minggu: TFU kurang lebih 29,5 cm.
d. Sementara itu, tinggi fundus normal hamil 9 bulan mencapai 33-38
cm atau berkisar pada jarak dua jari di bawah tulang dada bagian
bawah.
2. Leopold II : menentukan letak janin puka/puki
3. Leopold III : menentukan bagian terbawah janin
4. Leopold IV : menentukan seberapa jauh bagian terbawah, masuk PAP
DJJ : berapa kali per menit, menentukan kesejahteraan janin
Frekuensi:teratur/tidak/bagaimana kekuatannya.
2. Diagnosa
a. Nyeri melahirkan (SDKI D.0079) b.d dilatasi servi
b. Risiko tinggi infeksi post partum b.d. luka perineum, ditandai dengan ibu takut
BAK, vesika urinaria penuh.
c. Keletihan (D.0057) b.d proses persalinan sungsang
d. Ansietas [SDKI D.0080] b.d Kecemasan yang berlebihan tentang proses
persalinan
e. Risiko Perdarahan [SDKI D.0012] b.d ketidak adekuatan pertahanan tubuh
f. Resiko cedera pada janin [SDKI D.0138] b.d malposisi janin
g. Resiko kekurangan volume cairan [SDKI D.0036] b.d prosedur pembedahan
mayor.(PPNI, 2018a)
3. Intervensi
Adapun beberapa intervensi keperawatan pada saat persalinan di antaranya: (PPNI,
2018b)
No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan SLKI SIKI(Tim Pokja SIKI DPP
(Tim Pokja SDKI PPNI, 2018)(Tim Pokja SIKI
DPP PPNI, 2017) DPP PPNI, 2018)(Tim Pokja
(Tim Pokja SDKI SIKI DPP PPNI, 2018)(Tim
DPP PPNI, 2017)
(Tim Pokja SDKI
DPP PPNI, 2017) Pokja SIKI DPP PPNI, 2018)
(Tim Pokja SDKI
DPP PPNI, 2017)
1. Nyeri melahirkan Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nyeri
[SDKI D.0079] keperawatan selama 1. Identifikasi lokasi,
proses persalinan karakteristik, durasi,
diharapkan masalah frekuensi, kualitas dan
keperawatan teratasi intensitas nyeri
dengan kriteria hasil: 2. Identifikasi skala nyeri
1. Keluhan nyeri 3. Control lingkuungan yang
skala 2 dapat memperberat nyeri
ditingkatkan ke 4. Fasilitasi istirahat dan
skala 5 tidur
2. Meringis nyeri 5. Jelaskan strategi
skala 2 meredakan nyeri
ditingkatkan ke 6. Mengajarkan teknik non
skala 5 farmakologis untuk
3. Dilatasi serviks mengatasi nyeri
nyeri skala 2 7. Kolaborasi pemberian
ditingkatkan ke analgesic jika perlu
skala 5 Pengaturan posisi
4. Perdarahan 1. Atur posisi tidur yang
pervagina nyeri disukai jika tidak
skala 2 kontraindikasi
ditingkatkan ke Terapi relaksasi
skala 5 1. Ciptakan lingkungan
5. Frekuensi tenang dan tanpa gagguan
kontraksi uterus dengan pencahayaan dan
nyeri skala 2 suhu ruang nyaman, jika
ditingkatkan ke memungkinkan
skala 5 2. Gunakan pakaian longgar
3. Jelaskan tujuan, manfaat,
bataan, dan jenis relaksasi
yang tersedia (Nafas
dalam)
4. Anjurkan rileks dan
merasakan sensasi
relaksasi
5. Anjrkan sering
mengulangi teknik nafas
dalam

2. Keletihan Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor kelelahan fisik


(D.0057) keperawatan selama 24 dan emosional
jam diharapkan masalah 2. Sediakan lingkungan dan
keperawatan teratasi rendah stimulus
dengan kriteria hasil: 3. Berikan aktivitas distraksi
1. Tenaga nyeri skala yang menyenangkan
2 ditingkatkan ke 4. Anjurkan melakukan
skala 5 aktivitas secara bertahap
2. Pola nafas skala 2 5. Ajarkan strategi koping
ditingkatkan ke ntuk mengurangi keletihan
skala 5
3. Verbalusasi lelah
nyeri skala 2
ditingkatkan ke
skala 5
4. Gelisah nyeri skala
2 ditingkatkan ke
skala 5
3. Ansietas Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor tanda – tanda
[SDKI D.0080] keperawatan selama 24 ansietas
jam diharapkan masalah 2. Temani pasien untuk
keperawatan teratasi mengurangi kecemasan
dengan kriteria hasil: 3. Pahami situasi yang
1. Verbalisasi membuat ansietas
khawatir akibat 4. Memberi edukasi
kondisi yang pencegahan covid 19
dihadapi nyeri 5. Memberi edukasi
skala 2 peningkatan imunitas
ditingkatkan ke fisik dan imunitas jiwa
skala 5 6. Motivasi
2. Perilaku tegang mengidentifikasi situasi
nyeri skala 2 yang memicu kecemasan
ditingkatkan ke 7. Diskusikan perencanaan
skala 5 realistis tentang peristiwa
3. Perilaku gelisah yang akan datang
nyeri skala 2 8. Anjurkan kelarga untuk
ditingkatkan ke tetap bersama pasien
skala 5 9. Latih teknik relaksasi
nafas dalam
4. Risiko infeksi Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor tanda gejala
[SDKI D.0142] keperawatan selama 24 infeksi local dan sistemik
jam diharapkan masalah 2. Cuci tangan sebelum dan
keperawatan teratasi sesudah kontak dengan
dengan kriteria hasil: pasien
1. Kemerahan nyeri 3. Pertahankan teknik aseptic
skala 2 pada pasien berisiko tinggi
ditingkatkan ke 4. Jelaskan tanda gejala
skala 5 infeksi
2. Nyeri nyeri skala 2 5. Ajarkan cara cci tangan
ditingkatkan ke yang benar
skala 5 6. Ajarkan cara memeriksa
3. Bengkak nyeri kondisi luka
skala 2
ditingkatkan ke
skala 5
4. Sel darah putih
memburuk nyeri
skala 2
ditingkatkan ke
skala 5

5. Risiko Perdarahan Setelah dilakukan asuhan 1. monitor tanda dan gejala


[SDKI D.0012] keperawatan selama 24 perdarahan
jam diharapkan masalah 2. monitor nilai haemoglobin
risiko perdarahan teratasi sebelum dan setelah
dengan kriteria hasil: kehilangan darah
1. Tekanan darah 3. pertahankan bedrest
skala 3 selama perdarahan
ditingkatkan ke 4. anjurkan peningkatan
skala 5 asupan cairan untuk
2. Kelembapan menghindari konstipasi
membrane mukosa 5. anjurkan segera melapor
skala 3 ditikatkan jika ada perdarahan
ke skala 5 6. kolaborasi pemberian
3. perdarahan produk darah

6 Resiko cedera pada Tujuan: Setelah Pemantauan DJJ


Observasi:
janin [SDKI D.0138] dilakukan tindakan
 Identifikasi status
keperawatan 3x24 obstetrik
jamkeparahan dan cedera  Identifikasi riwayat
obstetrik
yang diamati atau
 Identifikasi adanya
dilaporkan menurun. penggunaan obat, diet
1. Kejadian Cedera dan merokok
 Identifikasi
berkurang pemeriksaan kehamilan
2. Luka/lecet berkurang sebelumnya
 Periksa DJJ selama 1
3. Perdarahan berkurang
menit
4. Fraktur erkurang  Monitor DJJ
 Monitor tanda vital ibu
Terapeutik:
 Atur posisi pasien
 Lakukan manuver
leopold untuk
menentukan letak janin
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
 Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
Pencegahan Cidera
Observasi:
 Identifikasi obat yang
berpotensi
menyebabkan cidera
 Identifikasi kesesuaian
alas kaki atau stoking
elastis pada ekstremitas
bawah
Terapeutik:
 Sediakan pencahayaan
yang memadai
 Sosialisasikan pasien
dan keluarga dengan
lingkungan rawat inap
 Sediakan alas kaki
antislip
 Sediakan urinal atau
urinal untk eliminasi di
dekat tempat tidur, Jika
perlu
 Pastikan barang-barang
pribadi mudah
dijangkau
 Tingkatkan frekuensi
observasi dan
pengawasan pasien,
sesuai kebutuhan
Edukasi
 Jelaskan alasan
intervensi pencegahan
jatuh ke pasien dan
keluarga
Anjurkan berganti posisi
secara perlahan dan duduk
beberapa menit sebelum
berdiri
7 Resiko kekurangan Tujuan : mempertahankan 1. Pantau tanda dan gejala
volume cairan
[SDKI D.0036] volume cairan dengan kehilangan cairan berlebih
Kriteria hasil atau syok
1. Klien menunjukkan 2. Monitor TTV
TD, nadi dalam batas 3. Massase uterus dengan
normal perlahan setelah
2. Bibir lembab, tidak pengeluaran plasenta
kering 4. Catat waktu dan
3. Mata tidak cekung mekanismpe pelepasan
plasenta
5. Kolaborasi pemberian
cairan parenteral

DAFTAR PUSTAKA

Adeniran, A., Adeyemo, O. K., Emikpe, B. O., & Alarape, S. A. (2015). buku ajar persalinan
letak sungsang. Theoretical and Applied Genetics, 7(2), 1–37.
http://dx.doi.org/10.1016/j.tplants.2011.03.004%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/
j.pbi.2010.01.004%0Ahttp://www.biomedcentral.com/1471-2156/12/42%0Ahttp://
dx.doi.org/10.1016/j.biotechadv.2009.11.005%0Ahttp://www.sciencemag.org/content/
323/5911/240.short%0Apapers3://pu
Indriyani, E., Sari, N. I. Y., & Herawati, N. (2023). Buku Ajar Nifas Diii Kebidanan Jilid Iii.
Mahnsyur, N., & Dahlan, A. K. (2014). Buku Ajar: Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas.
Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
Nur, F. R. (2016). Modul Persalinan Letak Sungsang. Academia.Edu, 1–17.
Nurul Azizah, & Rosyidah, R. (2019). Buku Ajar Mata Kuliah Asuhan Kebidanan Nifas dan
Menyusui. In Buku Ajar Mata Kuliah Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui.
https://doi.org/10.21070/2019/978-602-5914-78-2
PPNI. (2018a). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. DPP PPNI.
PPNI. (2018b). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (edisi 1). DPP PPNI.
Sumami, & Nahira. (2019). asuhan kebidanan ibu post partum (S. FADJRIAH OHORELLA
(ed.)). CV. CAHAYA BINTANG CEMERLANG.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Dewan
Pengurus Pusat Persatan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Dewan
Pengurus Pusat Persatan Perawat Nasional Indonesia.
Wicaksana, A., & Rachman, T. (2019). Asuhan kebidanan intranatal pada Ny. P dengan
persalinan sungsang di RSUD sekarwangi sukabumi. Angewandte Chemie International
Edition, 6(11), 951–952., 3(1), 10–27. https://medium.com/@arifwicaksanaa/pengertian-
use-case-a7e576e1b6bf
Widyatun, D. (2017). Teknik Bracht , Lovset , Klasik dan Muller pada Sungsang. Journal
Bidan Diah, 1–13.

Anda mungkin juga menyukai