Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

MASA NIFAS POST SECTIO CAESARIA


DENGAN PRE EKLAMSIA BERAT

DI SUSUN OLEH :
ROSANING HARUM MEDIANSARI, SST
NIP. 199111132015042001

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KANJURUHAN


KABUATEN MALANG
2022
DAFTAR ISI

Konsep Teori Masa Nifas


a. Pengertian..........................................................................................
b. Periode Masa Nifas
c. Perubahan Fisiologis Pada Ibu Nifas
d. Kebutuhan Dasar Ibu Nifas
Konsep Teori Sectio Caesaria
a. Pengertian
b. Etiologi
c. Patofisiologi
d. Klasifikasi
e. Komplikasi
f. Penatalaksanaan Post Op
g. Patway SC
Konsep Teori Pre Eklamsia
a. Definisi
b. Etiologi
c. Klasifikasi
d. Patofisiologi
e. Manifestasi Klinis
f. Pemeriksaan Penunjang
g. Penatalaksanaan Pre Eklamsi Post SC
h. Patway Pre Eklamsi
Daftar Pustaka
Konsep Teori Masa Nifas

a. Pengertian
Masa nifas adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi, plasenta,
serta selaput yang diperlukan untuk memulihkan kembali organ kandungan
seperti sebelum hamil dan waktu kurang lebih 6 minggu (Walyani & Purwoastuti,
2015).
Masa nifas adalah masa pemulihan kembali, mulai daripersalinan selesai sampai
alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil, lama masa nifas yaitu 6-8
minggu (Amru, 2012).
Wanita pasca persalinan harus cukup istirahat dengan tidur terlentang 8 jam
pasca persalinan. Setelah itu, ibu boleh miring ke kanan dan ke kiri untuk
mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli, hari kedua ibu diperbolehkan
duduk. Pada hari ketiga ibu dianjurkan berjalan-jalan dan pada hari ke empat
atau hari kelima ibu diperbolehkan pulang. Makanan yang dikonsumsi sebaiknya
mengandung protein, sayur-sayuran, dan buah-buahan (Mochtar, 2013)

b. Periode Masa Nifas


Adapun tahapan atau periode masa nifas menurut Walyani & Purwoastuti (2015)
dibagi menjadi 3, yaitu :
1. Masa nifas dini yaitu kepulihan ketika ibu telah diperbolehkan berdiri atau
berjalan, serta beraktivitas layaknya wanita normal.
2. Masa nifas intermedia yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang
lamanya sekitar 6-8 minggu.
3. Remote masa nifas yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat
sempurna, terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai
komplikasi.

c. Perubahan Fisiologis Pada Ibu Nifas


Sistem tubuh ibu akan kembali beradaptasi untuk menyesuaikan dengan kondisi
post partum. Organ-organ tubuh ibu yang mengalami perubahan menurut
(Wulandari,2017) setelah melahirkan antara lain :
1. Perubahan sistem reproduksi Uterus
Involusi merupakan suatu proses kembalinya uterus pada kondisi sebelum
hamil. Perubahan ini dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan palpasi
untuk meraba dimana TFU-nya (Tinggi Fundus Uteri).
2. Perubahan vukva dan vagina
Vulva dan vagina mengalami pebekanan serta peregangan yang sangat besar
selama proses melahirkan bayi, dalam beberapa hari pertama setelah partus
keadaan vulva dan vaginamasih kendur, setelah 3 minggu secara perlahan
akan kembali ke keadaan sebelum hamil.
3. Perubahan perineum
Perineum akan menjadi kendur karena sebelumnya teregang oleh tekanan
kepala bayi dan tampak terdapat robekan jika dilakukan episiotomi yang akan
terjadi masa penyembuhan selama 2 minggu.

4. Perubahan serviks
Serviks mengalami involusi bersama uterus, setelah persalinan ostium
eksterna dapat dimasuki oleh 2 hingga 3 jari tengah, setelah 6 minggu
persalinan serviks menutup.
5. Perubahan pada payudara
Suplai darah ke payudara meningkat dan menyebab pembengkakan vaskular
sementara air susu saat diproduksi diisapan di alveoli dan harus dikeluarkan
dengan efektif dengan cara dihisap oleh bayi untuk pengadaan dan
keberlangsungan laktasi.
6. Perubahan pada abdomen
Pada ibu yang melahirkan dengan cara operasi sectio caersare biasanya
terdapat luka post sc dengan berbagai bentuk insisi. Selain luka insisi
terdapat perubahan pada pola pencernaan ibu post nifas yang biasanya
membutuhkan waktu sekitar 103 hari agar fungsi saluran cerna dan nafsu
makan dapat kembali normal.
7. Perubahan pada genetalia
Lokhea adalah eksresi cairan rahim selama masa nifas. Lokhea berbau amis
dan anyir dengan volume yang berbeda-beda pada setiap wanita. Lokhea
yang berbau tidak sedap menandakan adanya infeksi. Pengeluaran lokhea
dibagi berdasarkan jumlah dan warnanya sebagai berikut :
- Lokhea rubra
Lokhea ini keluar pada hari pertama sampai hari ke-4 masa post partum.
Cairan yang keluar berwarna merah karena terisi darah segar, jaringan
sisa-sisa plasenta, dinding rahim, lemak bayi.
- Lokhea sanguinolenta
Lokhea ini berwarna merah kecoklatan dan berlendir, serta berlangsung
dari hari ke-4 sampai hari ke-7 post partum.
- Lokhea serosa
Lokhea ini berwarna kuning kecoklatan karena mengandung serum,
leukosit, robekan atau laserasi palsenta. Keluar pada hari ke-7 sampai hari
ke-14.
- Lokhea alba
Lokhea ini mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel, selaput lendir
serviks, dan serabut jaringan yang mati, berupa cairan putih. Lokhea alba
dapat berlangsung selama 2-6 minggu post partum.
- Lokhea purulenta
Lokhea ini disebabkan karena terjadinya infeksi, cairan yang keluar seperti
nanah yang berbau busuk.
8. Perubahan sistem perkemihan
Buang air kecil sulit selama 24 jam, urine dalam jumlah besar akan dihasilkan
selama waktu 12-36 jam sesudah melahirkan. Keadaan ini menyebabkan
dieresis, ureter yang berdilatasi akan kembali normal dalam tempo 6 minggu.
Maka hal ini biasanya diperlukan katerisasi pada ibu karena kondisi organ
reproduksi ibu belum berfungsi secara optimal.
9. Perubahan sistem muskuloskeletal
Otot-otot uterus berkontraksi segera setelah partus, pembuluh darah yang
berada di anatar anyaman otot-otot uterus akan terjepit, sehingga akan
menghentikan perdarahan. Ambulasi dini sangat membantu untuk mencegah
komplikasi dan mempercepat proses involusi. Pada umumnya ambulasi
dimulai 4-8 jam post partum.
10. Perubahan sistem endokrin
Kadar estrogen menurun 10% dalam waktu sekitar 3 jam postpartum,
progesteron turun pada hari ke-3 postpartum, kadar prolaktin dalam darah
berangsur-angsur hilang.
11. Perubahan tanda-tanda vital
Tanda-tanda vital yang sering digunakan sebagai indikator bagi tubuh yang
mengalami gangguan atau masalah kesehatan adalah nadi, pernafasan, suhu,
dan tekanan darah. Denyut nadi normal berkisar antara 60-80x/menit. Pada
proses persalinan biasanya akan mengalami peningkatan, tetapi pada masa
nifas denyut nadi akan kembaku normal. Frekuensi pernafasan normal
berkisar antara 18-24x/menit. Setelah persalinan frekuensi pernafasan akan
kembali normal. Keadaan pernafasan biasanya berhubungan dengan suhu
dan denyut nadi. Suhu tubuh dapat meningkat sekitar 0,5 derajad celcius dari
keaadan normal.
12. Perubahan psikologis pada ibu nifas
Perubahan psikologis pada nifas menurut walyani & purwoastuti (2015) yaitu:
1. Fase taking in
Fase ini merupakan periode ketergantungan, berlangsung dari hari
pertama sampai hari kedua setelah melahirkan, pada fase ini ibu sedang
berfokus pada dirinya sendiri, ibu akan berulang kali menceritakan proses
persalinan yang dialaminya dari awal sampai akhir. Fase ini terjadi 1-3
hari.
2. Fase taking hold
Fase taking hold adalah periode yang berlangsung anatar 3-10 hari
setelah melahirkan, pada fase ini timbul rasa khawatirr akan
ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi.
3. Fase letting go
Fase letting go adalah periode menerima tanggung jawab akan peran
barunya sebagai orang tua, fase ini berlangsung 10 hari setelah
melahirkan.

d. Kebutuhan dasar ibu nifas


Dalam masa nifas, alat-alat reproduksi khususnya post sectio caesare belum
bisa berangsur pulih dibandingkan dengan ibu nifas yang melahirkan normal.
Untuk membantu proses penyembuhan maka diperlukan beberapa kebutuhan
dasar ibu saat nifas menurut (Wulandari, 2017) diantaranya :
1. Nutrisi dan cairan
Nutrisi adalah zat yang diperlukan oleh tubuh untuk keperluan
metabolismenya. Kebutuhan gizi pada masa nifas terutama bila menyusui
akan meningkat sekitar 25%, pada masa nifas masalah diit perlu
mendapat perhatian yang serius, karena dengan nutrisi yang baik
mempercepat penyembuhan ibu dan untuk memproduksi air susu yang
cukup untuk menyehatkan bayi.
2. Ambulasi dini
Pasien pada post sc biasanya mulai ambulasi 24-36 jam sesudah
melahirkan, jika pasien menjalani pemulihan sensibilitas yang total harus
dibuktikan dahulu sebelum ambulasi dimulai.
3. Istirahat
Istirahat merupakan salah satu kebutuhan dasar masa nifas yaitu dengan
menganjurkan ibu untuk :
- Istirahat yang cukup untuk mengurangi rasa lelah
- Kembali ke kegiatan rumah tangga secara perlahan-lahan
- Menyediakan waktu untuk istirahat pada siang kira-kira 2 jam, dan malam 7-
8 jam.
4. Personal hygiene
Pada ibu masa postpartum sangat rentan terhadap infeksi. Oleh karena
itu, kebersihan diri sangat penting untuk mencegah terjadinya infeksi.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada ibu nifas dalam personal
hygiene adalah sebagai berikut :
- Perawatan perineum
Apabila setelah BAK atau BAB perineum dibersihkan secara rutin,
dengan lembut dan sekitar vulva terlebih dahulu dari belakang ke
depan, kemudia membersihkan daerah sekitar anus.
Untuk cara mengganti pembalut yaitu bagian dalam jangan sampai
terkontaminasi dengan tangan. Pembalut yang sudah kotor harus
diganti paling sedikit 4 kali sehari.
- Perawatan payudara
Sebaiknya perawatan payudara telah dimulai sejak wanita hamil
supaya puting lemas, tidak keras, dan kering sebagai persiapan untuk
menyusui bayinya.
- Senam nifas
Selama kehamilan dan persalinan ibu banyak mengalami perubahan
fisik, kegiatan seperti ini akan meningkatkan paru-paru, meningkatkan
otot kandung kemih dan usus besar yang agak lamban kerjanya akibat
pembiusan pada saat menjalani sc.
- Keluarga berencana
Keluarga berencana adalah salah satu usaha membantu
keluarga/individu merencanakan kehidupan keluarganya dengan baik,
sehingga dapat mencapai keluarga berkualitas.
Konsep Teori Sectio Caesarea

a. Pengertian
Sectio Caesarea adalah sebuah bentuk melahirkan anak dengan melakukan
sebuah irisan pembedahan yang menembus abdomen seorang ibu dan uterus
untuk mengeluarkan satu bayi atau lebih. Cara ini biasanya dilakukan ketika
kelahiran melalui vagina akan mengarah pada komplikasi-komplikasi kendati cara
ini semakin umum sebagai pengganti kelahiran normal (Mitayani, 2012).
Sectio Caesarea merupakan suatu persalinan buatan, yaitu janin dilahirkan
melalui insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam
keadaan utuh serta bobot janin diatas 500 gram (Solehati, 2015).

b. Etiologi
Menurut Amin & Hardi (2013) sectio caesarea dilakukan atas indikasi sebagai
berikut :
1. Indikasi yang berasal dari ibu
Yaitu pada primigravida dengan kelainan letak cefalo oelvik disproportion
(disprosisi janin/panggul), ada sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk,
ketidakseimbangan ukuran kepala bayi dan panggul ibu, keracunan
kehamilan yang parah, komplikasi kehamilan yaitu pre eklampsiadan
eklampsia berat, atas permitaan, kehamilan yang disertai penyakit (jantung,
DM), gangguan perjalanan persalinan (kista, ovarium, mioma uteri).
2. Indikasi yang berasal dari janin
Fetal distress/gawat janin, mal presentasi dan mal posisi kedudukan janin
seperti bayi yang terlalu besar, kelainan letak bayi seperti sungsang dan
lintang, kelainan tali pusat dengan pembukaan kecil seperti prolapsus tali
pusat, terlilit tali pusat, adapun faktor plasenta yaitu plasenta previa, solutio
plasenta, kegagalan persalinan vakum atau firseps ekstraksi, dan bayi
kembar.

c. Patofisiologi
Adanya beberapak kelainan/hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal/spontan, misalnya karena
ketidakseimbangan ukuran kepala bayi dan panggul ibu, keracunan kehamilan
yang parah, pre eklampsia dan pre eklampsia berat, kelainan letak bayi seperti
sungsang dan lintang, kemudian sebagian kasus mulut rahim tertutup plasenta
yang lebih dikenal dengan plasenta previa, bayi kembar, kehamilan pada ibu
yang lanjut usia, persalinan yang berkepanjangan, plasenta keluar dini, ketuban
pecah dan bayi belum keluar dalam 24 jam, kontraksi lemah dan sebagainya.
Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedaan yaitu
sectio caesarea (Sari,2016).

d. Klasifikasi
Bentuk pembedahan sectio caesarea menurut Manuaba 2012, meliputi :
1. SC klasik
SC klasik dibuat vertikal pada bagian atas rahim. Pembedahan dilakukan
dengan sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira sepanjang 10 cm.
Tidak dianjurkan kehamilan berikutnya melahirkan melalui vagina apabila
sebelumnya telah dilakukan tindakan pembedahan ini.
2. SC transperitonel profunda
Sayatan vertikal pada segmen lebih bawah rahim. Sayatan jenis ini dilakukan
jika bagian bawah rahim tidak berkembang atau tidak cukup tipis untuk
memungkinkan dibuatnya sayatan transversal. Sebagian sayatan vertikal
dilakukan sampai ke otot-otot bawah rahim.
3. SC histerektomi
Suatu pembedahan dimana setelah janin dilahirkan dengan SC, dilanjutkan
dengan pengangkatan rahim.
4. SC ekstraperitoneal
Yaitu SC berulang pada seorang pasien yang sebelumnya melakukan SC.
Biasanya dilakukan di atas bekas sayatan lama. Tindakan ini dilakukan dengan
insisi dinding dan faisa abdomen sementara peritoneum dipotong ke arah
kepala untuk memaparkan segmen bawah uterus sehingga uterus dapat
dibuka secara eksraperitoneum.

e. Komplikasi
Menurut jitowiyono & kristiyanasari (2012) komplikasi SC sebagai berikut :
1. Infeksi peurperal
Komplikasi ini berifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari
dalam masa nifas.
2. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang-bangan
arteri ikut terbuka. Darah yang hilang lewat pembedahan SC dua kali lipat
dibanding lewat persalinan normal.
3. Luka kandung kemih dan embolisme paru
4. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya parut
pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptur
utrti.
5. Persalinan SC juga dapat menimbulkan masalah keperawatan pada ibu
diantaranya nyeri bekas luka operasi, kelemahan, kerusakan integritas kulit,
hambatan mobilitas fisik, resiko infeksi, gangguan pola tidur.

f. Penatalaksanaan Post Op
1. Ruang pemulihan
Pasien dipantau dengan cermat jumlah perdarahan dari vagina dan
dilakukan palpasi fundus uteri untuk memastikan bahwa uterus berkontraksi
dengan kuat. Selain itu, pemberian cairan iv juga dibutuhkan karena 6 jam
pertama penderita puasa pasca operasi, makapemberian cairan iv harus
cukup banyaj dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipotermi,
dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya.
2. Ruang perawatan
- Monitor tanda-tanda vital
- Pemberian obat-obatan
- Terapi caitan dan diet
- Pengawasan fungsi vesika urinaria dan usus
- Ambulasi
- Perawatan luka
- Pemeriksaan laboraturium
- Menyusui
g. Patway SC

Indikasi sectio caesarea

Indikasi dari ibu :


Indikasi dari bayi:
- Primigravida
kelainan letak - Fetal distress
- Disproposi - Giant baby
sefalopelvik - Kelainan letak bayi
- Ketuban pecah dini

Tindakan sectio caesarea

Adaptasi post Ansietas Pembatasan cairan Insisi


partum neroral

bedrest Risiko LUKA


psikologi Fisiologis
ketidakseimbangan
cairan
Taking in, Nyeri akut
taking hold, laktasi involusi Penurunan saraf Resiko
letting go simpatis infeksi

Prolaktin Pelepasan
menurun desidua Kondisi diri
Belajar menurun
mengenai
perawatan Produksi kontraksi
bayi dan diri ASI uterus
Risiko
cedera

Butuh Hisapan lochea


informasi menurun

Defisit Menyusui tidak


pengetahuan efektif
Konsep Teori Pre-Eklampsia

a. Definisi
Pre eklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin,
dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema, dan protein uria tetapi tidak menunjukkan
tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya
biasanya muncul setelah kehamilan berumur 28 minggu atau lebih (Nanda, 2012).
Preeklamsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin dan
nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan proteinuria yang muncul pada kehamilan 20
minggu sampai akhir minggu pertama setelah persalinan (Muzalfah et al, 2018).

b. Etiologi
Penyebab pre eklampsi sampai sekarang belum diketahui secara pasti, tapi pada
penderita yang meninggal karena pre eklampsi terdapat perubahan yang khas pada
berbagai alat. Tapi kelainan yang menyertai penyakit ini adalah spasmus arteriole,
retensi Na dan air dan coogulasi intravaskuler.
Walaupun vasospasmus mungkin bukan merupakan sebab primer penyakit ini,
akan tetapi vasospasmus ini yang menimbulkan berbagai gejala yang menyertai pre
eklampsi.
Sebab pre eklampsi belum diketahui :
1. Vasospasmus menyebabkan :
- Hipertensi
- Pada otak (sakit kepala, kejang)
- Pada placenta (solution placenta, kematian ginjal)
- Pada ginjal (oliguri, insuffsiensi)
- Pada hati (icterus)
- Pada retina (amourose)
2. Ada beberapa teori yang dapat menjelaskan tentang penyebab pre eklampsi yaitu :
- Bertambahnya frekuensi pada primigravida, kehamilan ganda, hidramnion, dan
molahidatidosa
- Bertambahnya frekuensi seiring makin tuanya kehamilan
- Dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam
uterus
- Timbulnya hipertensi, edema, protein uria, kejang, dan koma.
3. Faktor predisposisi pre eklampsi
- Molahidatidosa
- Diabetes militus
- Kehamilan ganda
- Hidrocepalus
- Obesitas
- Umur yang lebih dari 35 tahun.

c. Klasifikasi
Pre eklampsi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
1. Pre eklampsi ringan
- Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang di ukur pada posisi yang berbaring
terlentang. Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada 2x pemeriksaan dengan
jarak periksa 1 jam, dan sebaliknya 6 jam.
- Edema umum (kaki, jari tangan dan muka atau BB meningkat)
- Protein urin kuwantatif 0,3 gr atau lebih per liter, sedangkan kuwalitatif 1+&2+
pada urine katater atau midstream
2. Pre eklampsi berat
- TD 160/110 mmHf atau lebih
- Proteoinuria 5 gr atau lebih perliter
- Oliguria (jumlah urine < 500cc/24 jam)
- Adanya gangguan serebri, gangguan visus, dan rasa nyeri pada efigastrium
- Terdapat edema paru dan sianosis

d. Patofisiologi
Pada pre eklampsi terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan terjadi
peningkatan hematokrit . perubahan ini menyebabkan penurunan perfusi ke organ,
termasuk ke utero plasental fatal unit. Vasospasme merupakan dasar dari timbulnya
proses pre eklampsi. Konstriksi vaskuler menyebabkan resistensi aliran darah dan
timbulnya hipertensi arterial.
Vasopasme dapat diakibatkan karena adanya peningkatan sensifilitas dari sirvilating
proses. Pre eklampsi yang berat dapat mengakibatkan kerusakan organ tubuh yang lain,
gangguan perfusi plasenta dapat sebagai pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan
plasentan sehingga dapat berakibat terjadinya intra uterin growth retardation.

e. Manifestasi klinis
1. Penambahan berat badan yang berlebihan, terjadi kenaikan 1 kg seminggu beberapa
kali.
2. Edema terjadi peningkatan berat badan, penbengkakan kaki,jari tangan dan muka.
3. Hipertensi (di ukur setelah pasien beristirahat selama 30 menit)
- TD > 140/90 mmHg atau
- Tekanan sistolik meningkat > 30 mmHg
- Diastolik > 15 mmHg
- Tekanan diastolic pada trimester ke II yang >85 mmHg patut di curigai sebagai
preeklampsi
4. Proteinuria
- Terdapat protein sebanyak 0,3 g/l dalam urin 24 jam atau pemeriksaan
kuwalitatif +1 / +2
- Kadar protein >1 g/l dalam urine yang dikeluarkan dengan kateter aau urine
porsi tengah, di ambil 2 kali dalam waktu 6 jam.

f. Pemeriksaan penunjang

Menurut Saifuddin (2016), Pemeriksaan Laboratorium Preeklamsia adalah sebagai


berikut:

1. Pemeriksaan darah lengkap, hemoglobin menurun kadar normal Hb pada ibu yang
sedang hamil adalah 12-14 gram%, peningkatan hemaktrosit (dengan nilai 37-43 vol%), dan
trombosit mengalami penurunan (dengan nilai 150.000-450.000/mm 3)
2. Tes urin, yang ditemukan proteinuria
3. Tes fungsi hati, Bilirubin mengalami peningkatan (yang Normalnya <1 mg / dl),
serum Glutamat Pirufat trasaminase (SGPT) mengalami peningkatan dari nilai normal (N =
15-45 u / ml), Aspartat aminomtrasferase (AST) >60 ul, SGOT juga mengalami peningkatan
(N

= <31 u/l), maka total protein serum menurun (N = 6,7-8,7 g/dl)


4. Tes asam urat, peningkatan asam urat (N = 2,4-2,7 mg/dl)
5. Radiologi
- Ultrasonografi, adanya perlambatan pertumbuhan janin intrauterin, respirasi
intrauterin melambat, aktivitas pada janin melambat, dan cairan ketubahn
dengan volume sedikit.
- Kardiografi, ditemukan DJJ dapat diketahui bahwa mengalami kelemahan.

g. Penatalaksanaa pre eklampsi


Menurut adriani & wirajatmadi (2016), penatalaksanaan pre eklampsi memiliki beberapa
prinsip dan beberapa penatalaksanaan sesuai dengan tingkat klarifikasinya, yaitu :
Prinsip penatalaksanaan pre eklampsi
1. Melindungi klien dari penyebab tekanan darah meningkat
2. Menceah progresovitas penyakit menjadi eklampsi
3. Menurunkan atau mengatasi resiko janin (pertumbuhan janin yang terlambat,
solusio plasenta, hipoksia sampai terjadi kematian pada janin).
4. Melahirkan dengan cara yang aman dan cepat segera mungkin setelah matur, atau
imatur jika diketahui adanya resiko pada janin dan klien juga lebih berat jika
persalinan ditunda lebih lama.

Penatalaksaan pre eklampsi ringan :


1) Dapat dikatakan tidak mempunyai resiko bagi ibu maupun janin
2) Lakukan istirahat yang cukup
3) Bila klien tidak bisa tidur berikan luminal 1-2 x 30 mg/hari
4) Pemberian asam asetilsalisilat (aspirin) 80 mg/hari
5) Jika tekanan darah tidak menurun, anjurkan beri obat antihipertensi
6) Diet rendah garam dan diuretik
7) Jika maturitas janin masih lama, lanjutkan kehamilan, periksa tiap satu kali dalam
seminggu
8) Pengakhiran kehamilan: ditunggu sampai usia kehamilan 40 minggu, kecuali
ditemukan pertumbuhan janin terhambat, gawat janin, solusio plasenta, eclampsia,
atau indikasi terminasi lainnya. Minimal usia 38 minggu, janin sudah dinyatakan matur.

Penatalaksaan pre eklampsi berat, dapat ditangani secara aktif atau konservatif :
1) Aktif berarti kehamilan diakhiri/diterminasi bersama dengan pengobatan medisinal
2) Konsevatif berarti kehamilan dipertahankan Bersama dengan pengobatan medisinal
3) Prinsip tetap pemantauan janin dengan klinis, USG, kardiografi.
h. Patway Pre Eklampsi Post Sc

Kelainan/ hambatan selama hamil dan proses


persalinan (misalnya : pre eklampsi)

Kurang
Sectio caesarea (SC) informasi ANSIETAS

Luka post SC Insisi dinding Tindakan anastesi


abdomen

RESIKO Terputusnya inkonuitas Imobilisasi


INFEKSI jaringan, pembuluh darah,
dan saraf-saraf di sekitar
insisi
Hambatan
Perubahan psikososial mobilitas fisik

Merangsang pengeluaran
Perubahan peran histamin dan prostagladin

Tidak mampu
beradaptasi dengan
peran baru NYERI AKUT

Ibu tidak mampu


merawat diri dan bayi

KETIDAKEFEKTIFAN
PROSES KEHAMILAN
MELAHIRKAN
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, M, Bazrad, A, & Prabowo, R. P. (2011). Ilmu Kandungan. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

Bothamley, J., & Boyle, M. (2013). Buku Ajar Keperawatan Maternitas : Patofisiologi dan Kebidanan
(Edisi 4). Jakarta: EGC.

Departemen Kesehatan RI. (2015). Departemen Kesehatan RI. Profil Kesehatan 2015.

Lalenoh, D. C. (2018). Preeklamsia Berat dan Eklampsia : Tatalaksana Anastesia Periopertif (1st ed.).
Yogyakarta: Deepublish.

Lyall, F., & Belfort, M. (2007). Pre-eclampsia Etiology and Clinical Practic. New York: University Press.

Widiastuti, A., Rusmini, Siti, M., & Haryati, W. (2018). Terapi Dzikir dan Murottal untuk Mengurangi
Kecemasan pada Preeklamsia Ringan. Jurnal LINK, 2, 98– 105.

Yuliani, D. R., Widyawati, M. N., Rahayu, D. L., Widiastuti, A., & Rusmini. (2020). Terapi Murottal
Sebagai Upaya Menurunkan Kecemasan Dan Tekanan Darah Pada Ibu Hamil Dengan
Preeklamsia : Literature. (October

Anda mungkin juga menyukai