Anda di halaman 1dari 52

LAPORAN PENDAHULUAN

POSTPARTUM SC : GEMELLI

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Stase Keperawatan Maternitas

Dosen Koordinator : Monna Maharani Hidayat, M.Kep., Ns.Sp.Kep.Mat


Dosen Pembimbing : Siti Nurbayanti Awaliyah, M.Kep., Ns.Sp.Kep.Mat

DISUSUN OLEH:

RIANA SEPTIANI

214121125

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KESEHATAN

UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI

2021
A. Konsep Postpartum
1. Definisi
Postpartum adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir
ketika alat - alat kandungan kembali pada keadaan sebelum hamil,
masa post partum berlangsung kira - kira selama 6 minggu
(Wahyuningsih, 2019).
Postpartum adalah masa pulih kembali mulai dari persalinan
selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil.
Lama masa nifas ini 6-8 minggu (Mochtar R, 2012).
Postpartum adalah masa yang dimulai setelah partus selesai
dan berakhir kira-kira 6 minggu. Akan tetapi, seluruh alat genital
baru pulih kembali seperti sebelum kehamilan dalam waktu 3
bulan. Batasan waktu nifas yang paling singkat tidak ada batas
waktunya, bahkan bisa jadi dalam waktu relatif pendek darah sudah
keluar sedangkan batasan maksimumnya adalah 40 hari (Anggraini
2010).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
postpartum merupakan masa pemulihan setelah melahirkan yang
dimulai setelah plasenta keluar sampai alat-alat kandungan kembali
seperti sebelum hamil, lamaya kira-kira 6-8 minggu.

2. Periode postpartum
Menurut Ambarwati 2010, ada tiga tahap masa postpartum:
a. Puerperium dini
Merupakan masa pemulihan awal dimana ibu
diperbolehkan untuk berdiri dan berjalan-jalan. Ibu yang
melahirkan pervaginam tanpa komplikasi dalam 6 jam pertama
setelah kala VI dianjurkan untuk mobilisasi segera.
b. Puerperium intermedial
Suatu masa pemulihan dimana organ-organ reproduksi
berangsur-angsur akan kembali ke keadaan sebelum hamil.
Masa ini berlangsung selama kurang lebih 6 minggu atau 42
hari.

c. Remote puerperium
Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat kembali dalam
keadaan sempurna terutama apabila ibu selama hamil atau
waktu persalinan mengalami komplikasi. Rentang remotre
puerperium berbeda untuk setiap ibu, tergantung dari berat
ringannya komplikasi yang dialami selama hamil dan
persalinan.

3. Adaptasi Fisiologis Dan Psikologis Ibu Postpartum


a. Adaptasi Fisiologis Ibu Post Partum SC
1) Tanda – tanda vital
Suhu 24 jam pertama meningkat kurang lebih 38oC
akibat adanya dehidrasi dan perubahan hormoral,
relaksasi otot. Dan normal kembali dalam waktu 24 jam
pertama. Bila kenaikan suhu lebih dari 2 hari maka
pasien menunjukkan adanya sepsis puerpuralis, infeksi
traktus urinarius, endometriosis, mastitas atau adanya
infeksi lain. Pembengkakan payudara pada hari kedua
atau ketiga dapat meningkatkan suhu pasien.
2) Sistem kardiovaskuler
Dapat terjadi bradikardi segera persalinan, tachikardi
bila terjadi mereflesikan, infeksi traktus urinarius,
endometriosis, mastitis atau adanya infeksi lain.
Pembengkakan payudara pada hari kedua atau ketiga
dapat meningkatkan suhu pasien.

3) Tekanan darah
Tekanan darah normal setelah melahirkan,
penambahan sistolik 30 mmHg atau penambahan diastolik
15 mmHg khususnya bila disertai adanya sakit kepala
atau gangguan penglihatan merupakan adanya tanda
preeklamsi.
4) Komponen darah
Darah Hb, Ht dan eritrosit seorang ibu post partum
normalnya harus mendekati tingkat sebelumnya,
penurunan pada kadar hematokrit menunjukan adanya
kehilangan darah selama periode intrapartum. Mekanisme
pembekuan darah diaktifka pada periode postpartum.

5) Sistem pernapasan
Paru – paru dan pernapasan, letak diafragma berubah
karena pertumbuhan janin. Efek anestasi menyebabkan
penumpukan sekret sehingga merangsang terjadinya
batuk.
6) Sistem endokrin
Mengalami perubahan secara tiba – tiba dalam kala IV
setelah bersalin. Setelah plasenta lahir terjadi penurunan
estrogen dan progresteron. Prolaktin menurun tonus pada
wanita yang tidak meneteki bayinya dan akan meningkat
pada wanita yagn meneteki. Menstruasi biasanya terjadi
setelah 12 minggu post partum pada ibu yang tidak
menyusui dan 36 hari pada ibu yang menyusui.
7) Laktasi
Produksi ASI mulai hari ke-3 post partum.
Pembesaran payudara, puting susu menonjol, kolostrum
berwarna kuning keputihan/ jernih, areola mamai
berwarna gelap atau hitam.
8) Sistem gastrointestinal
Pengembangan fungsi defekasi lambat dalam minggu
pertama post partum dan kembali normal setelah minggu
pertama, efek enestesi pada SC menyebabkan mortilitas
usus terjadi penurunan segera setelah bayi lahir. Terjadi
gangguan pola eliminasi buang air besar (BAB).
9) Sistem muskuloskeletal
Terjadi perengangan dan penekanan otot, oedem
ekstremitas bawah akan berkurang pada minggu pertama.
Pada post SC terdapat luka insisi dengan bentuk sesuai
jenis SC sebagai efek enestesi maskuloskeletul mengalami
hilangnya rasa atau baal.
10) Sistem perkemihan
Kandung kemih oedem dan sensitivitas menurun
sehingga menimbulkan over distension. Terpasang DC
untuk mengobservasi balance cairan.
11) Sistem reproduksi
Involusio uteri terjadi segera setelah melahirkan dan
prosesnya cepat, setelah melahirkan uterus membersihkan
dirinya dengan debris yaitu pengeluaran lochea. Macam –
macam lochea berdasarkan jenis dan warnanya :

a) Lochea rubra : 1-3 hari berwarna merah.


b) Lochea sanguilenta : 3-7 hari berwarna putih campur
merah.
c) Lochea serosa : 7-14 hari, berwarna kekuningan.
d) Lochea alba : setelah hari ke-14, berwarna putih

b. Adaptasi psikologis Ibu Post Partum SC


1) Fase Taking In (Dependent)
Terjadi pada jam pertama persalinan dan berlangsung
sampai hari ke-2 persalinan. Pada setiap tahap ini ibu
mengalami ketergantungan pada orang lain termasuk
dalam merawat bayinya. Lebih berfokus pada dirinya
sendiri, pasif dan memerlukan istirahat serta makanan
yang adekuat.
2) Fase Taking Hold (Dependent – Independent)

Terjadi pada hari ke-3 setelah persalinan, ibu mulai


berfokus pada bayi dan perawatan dirinya. Pada fase ini
merupakan tahap yang tepat untuk melakukan penyuluhan.
3) Fase Letting Go (Independent)
Tahap ini dimulai pada hari terakhir minggu pertama
persalinan, pada fase ini ibu dan keluarga memulai
penyesuaian terhadap kehadiran anggota keluarga yang
baru serta peran yang baru.
4. Kebutuhan Ibu Postpartum
Menurut Kumalasari 2015, ibu yang telah melahirkan perlu
mendapatkan perawatan sebaik-baiknya. Penyediaan asuhan
postpartum adalah berdasarkan prinsip yang bertujuan untuk:
a. Meningkatkan, mempertahankan, dan mengembalikan
kesehatan,
b. Memfasilitasi ibu untuk merawat bayinya dengan rasa aman,
nyaman, dan penuh percaya diri,
c. Memastikan pola menyusui yang mampu meningkatkan
perkembangan bayi.
d. Meyakinkan wanita dan pasangannya untuk mengembangkan
kemampuanyya sebagai orangtua dan untuk mendapatkan
pengalaman berharga sebagai orang tua.
e. Membantu keluarga mengidentifikasi dan memenuhi
kebutuhan dan mengemban tanggung jawab terhadap
kesehatannya sendiri.
Perawatan fisik dan pemenuhan kebutuhan dasar pada masa
puerperium harus mengarah pada tercapainya kesehatan baik,
dengan upaya perawat/bidan diarahkan pada identifikasi dan
penatalaksanaan masalah kesehatan yang muncul pada masa nifas
tersebut. adapun kebutuhan dasar ibu nifas diantaranya sebagai
berikut.
a. Nutrisi dan cairan
Pada masa nifas masalah diet perlu mendapat perhatian
yang serius, karena dengan nutrisi yang baik dapat
mempercepat penyembuhan ibu dan sangat memengaruhi
susunan air susu. Diet yang diberikan harus bermutu, bergizi
tinggi, cukup kalori, tinggi protein, dan banyak mengandung
cairandan serat untuk mencegah konstipasi. obat-obatan
dikonsumsi sebatas yang dianjurkan dan tidak berlebihan,
selain itu ibu memerlukan asupan sebagai berikut.

1) Tambahan kalori 500 kalori tiap hari


Untuk menghasilkan setiap 100 ml susu, ibu
memerlukan asupan kalori 85 kalori. Pada saat minggu
pertama dari enam bulan menyusui (ASI eksklusif) jumlah
susu yang harus dihasilkan oleh ibu sebanyak 750 ml
setiap harinya. Mulai minggu kedua susu yang harus
dihasilkan adalah sejumlah 600 ml, jadi tambahan jumlah
kalori yang harus dikonsumsi oleh ibu adalah 510 kalori.
2) Makan dengan diet berimbang untuk mendpatkan protein,
mineral, dan vitamin yang cukup, pedoman umum yang
baik untuk diet adalah 2-4 porsi/hari dengan menu empat
kebutuhan dasar makanan (daging, buah, sayuran, roti/biji-
bijian).
3) Pil zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi
setidaknya selama 40 hari pascapersalinan.
4) Minum kapsul vitamin A (200.000 unit) agar bisa
memberikan vitamin A kepada bayinya melalui ASI.
5) Minum sedikitnya tiga liter air setiap hari (anjurkan ibu
untuk minum setelah setiap kali menyusui).
6) Hindari makanan yang mengandung kafein/nikotin.
b. Ambulasi
Jika tidak ada kelainan lakukan mobilisasi sedini mungkin,
yaitu dua jam setelah persalinan normal. Pada ibu dengan
partus normal ambulasi dini dilakukan paling tidak 6-12 jam
postpartum, sedangkan pada ibu dengan partus sectio caesarea
ambulasi dini dilakukan paling tidak setelah 12 jam masa
postpartum setelah ibu sebelumnya beristirahat (tidur).
Tahapan ambulasi yaitu miring kiri atau kanan terlebih dahulu,
kemudian duduk dan apabila sudah cukup kuat berdiri maka
ibu dianjurkan untuk berjalan (mungkin ke toilet untuk
berkemih). Manfaat ambulasi dini adalah sebagai berikut.
1) Faal usus dan kandung kemih lebih baik
2) Menurunkan insiden tromboembolisme.
3) Memperlancar sirkulasi darah dan mengeluarkan cairan
vagina (lochea).
4) Mempercepat mengembalikan tonus otot dan vena.
c. Eliminasi
1) Buang air kecil
Pengeluaran urine akan meningkat pada 24-48 jam
pertama sampai hari kelima postpartum karena volume
darah ekstra yang dibutuhkan waktu hamil tidak
diperlukan lagi setelah persalinan. Sebaiknya ibu tidak
menahan buang air kecil ketika ada rasa sakit pada jahitan
karena dapat menghambat uterus berkontraksi dengan baik
sehingga menimbulkan perdarahan yang berlebihan.
Dengan mengosongkan kandung kemih secara adekuat,
tonus kandung kemih biasanya akan pulih kembali dalam
5-7 hari postpartum. Ibu harus berkemih spontan dalam 6-
8 jam postpartum. Pada ibu yang tidak bisa berkemih
motivasi ibu untuk berkemih dengan membasahi bagian
vagina atau melakukan kateterisasi.
2) Buang air besar
Kesulitan buang air besar (konstipasi) dapat terjadi
karena ketakutan akan rasa sakit, takut jahitan terbuka,
atau karena hemoroid. Kesulitan ini dapat dibantu dengan
mobilisasi dini, mengonsumsi makanan tinggi serat, dan
cukup minum sehingga bisa buang air besar dengan
lancar. Sebaiknya pada hari kedua ibu sudah bisa buang
air besar. Jika sudah pada hari ketiga ibu masih belum bisa
buang air besar, ibu bisa menggunakan pencahar
berbentuk supositoria sebagai pelunak tinja. Ini penting
untuk menghindarkan gangguan pada konraksi uterus yang
dapat menghambat pengeluaran cairan vagina. Dengan
melakukan pemulangan dini pun diharapkan ibu dapat
segera BAB.
d. Personal Hygiene/perawatan diri
Pada masa post partum, seorang ibu sangat rentan
terhadap infeksi. Oleh karena itu, kebersihan diri sangat
penting untuk mencegah terjadinya infeksi. Perawatan diri
yang dianjurkan diantaranya sebagai berikut.
1) Perawatan perineum
(a) Mengajarkan ibu membersihkan daerah kelamin
dengan sabun dan air. Bersihkan daerah di sekitar
vulva terlebih dahulu, dari depan ke belakang, baru
kemudian membersihakan daerah sekitar anus.
Nasihatkan kepada ibu untuk membersihkan vulva
setiap kali selesai BAK/BAB. Jika terdapat luka
episiotomi sarankan untuk tidak menyentuh luka.
(b) Sarankan ibu untuk mengganti pembalut atau kain
pembalut setidaknya dua kali sehari. Kain dapat
digunakan ulang jika telah dicuci dengan baik dan
dikeringkan di bawah matahari atau disetrika.
(c) Sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan
air sebelum dan sesudah membersihkan kelaminnya.
2) Pakaian
Sebaiknya, pakaian terbuat dari bahan yang mudah
menyerap keringat karena produksi keringat menjadi
banyak (disamping urine). Prosukdi keringat yang tinggi
berguna untuk menghilangkan ekstra volume saat hamil.
Sebaiknya pakaian agak longgar di daerah dada sehinga
payudara tidak tertekan dan kering. Demikian juga dengan
pakaian dalam, agar tidak terjadi iritasi pada daerah
sekitarnya akibat lochea.
3) Kebersihan rambut
Setelah bayi lahir, mungkin ibu akan mengalami
kerontokan akibat adanya perubahan hormon sehingga
keadaanya menjadi lebih tipis. Cuci rambut dengan
kondisioner rambut yang cukup, lalu sisir menggunakan
sisir yang lembut. Hindari penggunaan pengering rambut.
4) Kebersihan kulit
Setelah persalinan, ekstra cairan tubuh yang dibutuhkan
saat hamil akan dikeluarkan kembali melalui air seni dan
keringat untuk menghilangkan pembengkakkan pada wajah,
kaki, betis, dan tangan ibu. Oleh karena itu, dalam minggu-
minggu pertama setelah melahirkan, ibu akan merasakan
jumlah keringat yang lebih banyak dari biasanya. Usahakan
mandi lebih sering dan jaga agar kulit tetap kering.
5) Perawatan payudara
Perawatan yang dilakukan terhadap payudara bertujuan
untuk melancarkan sirkulasi darah dan mencegah
tersumbatnya saluran susu sehingga memperlancar
pengeluaran susu. Lakukan perawatan payudara secara
teratur. Perawatan payudara hendaknya dimulai sedini
mungkin, yaitu 1-2 hari setelah bayi dilahirkan dan
dilakukan dua kali sehari.
e. Istirahat dan tidur
Hal-hal yang bisa dilakukan pada ibu untuk memenuhi
kebutuhan istirahat dan tidur adalah sebagai berikut.
1) Anjurkan ibu agar istirahat cukup untuk mencegah
kelelahan yang berlebihan.
2) Sarankan ibu untuk kembali pada kegiatan-kegiatan rumah
tangga secara perlahan-lahan, serta untuk tidur siang atau
istirahat selagi bayi tidur.
3) Mengurangi jumlah ASI yang di produksi.
4) Memperlambat proses involusi uterus dan memperbanyak
perdarahan.
5) Menghindari depresi dan ketidakmampuan untuk merawat
bayi dan dirinya sendiri.
f. Aktivitas Seksual
Secara fisik aman untuk melakukan hubungan suami istri
begitu darah merah berhenti dan ibu dapat memasukkan satu
atau dua jarinya ke dalam vagina tanpa rasa nyeri. Hubungan
seksual dapat dilanjutkan setiap saat ibu merasa nyaman untuk
memulai dan aktivitas itu dapat dinikmati.
g. Latihan senam nifas
Setelah persalinan terjadi involusi uterus. Involusi ini
sangat jelas terlihat pada alat- alat kandungan. Sebagai akibat
kehamilan, dinding perut menjadi lembek disertai adanya striae
gravidarum yang membuat keindahan tubuh akan sangat
terganggu. Cara untuk mengembalikan bentuk tubuh menjadi
indah dan langsing seperti semula adalah dengan melakukan
aktivitas dan senam nifas.

B. Konsep Sectio Caesarea


1. Definisi
Sectio Caesarea adalah suatu pembedahan guna melahirkan
anak lewat insisi pada dinding abdomen dan uterus (Hakimi, 2010).
Sectio caesarea adalah cara melahirkan anak dengan cara
melakukan pembedahan/operasi lewat dinding perut dan dinding
uterus untuk melahirkan anak yang tidak bisa dilahirkan
pervaginam atau oleh keadaan lainnya yang mengancam ibu dan
bayi yang mengharuskan kelahiran dengan cara segera sedangkan
persyaratan pervaginam tidak memungkinkan (Amrusofian, 2012).
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin
dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan
dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat
janin di atas 500 gram. Sectio Caesaria ialah tindakan untuk
melahirkan janin dengan berat badan diatas 500 gram melalui
sayatan pada dinding uterus yang utuh . Sectio caesaria adalah
pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding
perut dan dinding rahim (Muchtar. 2014).

2. Klasifikasi
a. Sectio caesarea abdomen
Menurut arah sayatan pada Rahim, section dapat dilakukan
sebagai berikut :
1) Sayatan memanjang (longitudinal) menurut Kronig
2) Sayatan melintang (transversal) menurut Kerr
3) Sayatan huruf T (T-incision)
b. Sectio caesarea klasik (Corporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada
korpus uteri kira-kira sepanjang 10 cm, tetapi saat ini teknik ini
jarang dilakukan karena memiliki banyak kekurangan namun
pada kasus seperti operasi berulang yang memiliki banyak
perlengketan organ cara ini dapat dipertimbangkan.
c. Sectio caesarea ismika (Profunda)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada
segmen bawah rahim (low cervical transfersal) kira-kira
sepanjang 10 cm.

3. Etiologi
a. Etiologi dari ibu
Pada primigravida dengan kelaianan letak, primi para tua
disertai kelainan letak, disproporsi sefalo pelvik (disproporsi
janin/panggul), riwayat persalinan buruk,terdapat kesempitan
panggul, placenta previa terutama pada primigravida,sulotio
placenta tingkat I-II, komplikasi kehamilan.
b. Etiologi janin
Fetal distress/gawat janin, mal presentasi dan mal posisi
janin, prolapses tali pusat dengan pembukaan kecil, kegagalan
persalinan vakum atau forceps ekstraksi.
4. Manifestasi klinis
a. Plasenta previa sentralis dan lateralis ( posterior)
b. Panggul sempit
c. Disporsi sefalopelvik, yaitu ketidakseimbangan antara ukuran
kepala dan ukuran panggul
d. Rupture uteri mengancam
e. Partus lama (prolonged labor)
f. Partus tak maju (obstructed labor)
g. Distosia serviks
h. Pre-eklampsia dan hipertensi
i. Malpresentasi janin
1) Letak lintang
2) Letak bokong
3) Presentasi dahi dan muka (reflek defleksi)
4) Presentasi rangkap jika reposisi tidak berhasil
5) Gemeli

5. Penatalaksanaan anastesi
a. Evaluasi praanastesi
Evaluasi pra anestesi merupakan suatu langkah awal dari
serangkaian tindakan anestesi yang dilakukan kepada pasien,
yang sedang direncanakan untuk menjalani tindakan operatif.
Tujuan utama dilakukannya evaluasi pra anestesi adalah
menurunkan resiko, untuk meningkatkan kualitas operatif,
mengembalikan pasien ke dalam kondisi fungsional yang
diharapkan, serta mendapatkan persetujuan atas tindakan
anestesi. Sedangkan tujuan utama evaluasi pra anestesi pada
wanita yang sedang hamil adalah untuk mencari kemungkinan
kesulitan-kesulitan yang dapat ditemukan dalam manajemen
anestesi dan mengatasi kecemasan yang berhubungan dengan
tindakan yang akan dilakukan.
Pada evaluasi pra anestesi harus dicari masalah masalah
yang berkaitan dengan faktor resiko atau penyulit selama
tindakan anestesi yang ada pada ibu termasuk kontraksi rahim
dan kondisi janin di dalam rahim. Selain itu, evaluasi pra
anestesi juga harus menyediakan kesempatan kepada ibu atau
pasien untuk bertanya maupun berdiskusi, serta mengatasi rasa
cemas dan ketakutan. Pemeriksaan laboratorium yang harus
dilakukan adalah pemeriksaan darah yang meliputi hemoglobin
(Hb), hematokrit (Ht), leukosit, trombosit, waktu pendarahan
dan pembekuan; pemeriksaan kimia darah yang meliputi SGPT,
SGOT, BUN, SC, dan elektrolit jika diperlukan; dan dilakukan
pemeriksaan urin yakni reduksi dan protein.
Pada kasus sectio caesarea yang elektif, evaluasi pra
anestesi dilakukan beberapa hari sebelum dilakukan operasi.
Setelah itu dilakukan kembali evaluasi ulang sehari sebelum
operasi, evaluasi kembali pada pagi hari menjelang pasien
dikirim ke ruang operasi untuk dilakukan tindakan operasi,
serta evaluasi ulang terakhir dilakukan di kamar persiapan
Instalasi Bedah Sentral untuk dapat menentukan status fisik
ASA pada pasien. Pada kasus sectio caesarea yang darurat,
evaluasi harus segera dilakukan pada saat itu juga di ruang
persiapan operasi di Instalasi Rawat Darurat. Hal tersebut
dilakukan karena waktu evaluasi yang sangat terbatas sehingga
kemungkinan informasi penyakit yang diderita pasien menjadi
kurang akurat.
b. Persiapan praanastesi
Persiapan pra anestesi merupakan langkah lanjutan dari
hasil evaluasi pra anestesi untuk mempersiapkan pasien, baik
psikis maupun fisik agar pasien menjadi siap dan optimal untuk
menjalani prosedur anestesi dan diagnostik atau proses
pembedahan yang akan direncanakan.
1) Persiapan rutin
Pada persiapan rutin dapat meliputi menenangkan pasien,
menghentikan kebiasaan-kebiasaan tertentu misalnya
merokok, melepaskan segala macam asesoris, anjurkan
puasa pada pasien, pemasangan infus dan terapi cairan serta
pemasangan monitor.
2) Persiapan khusus
Koreksi keadaan patologis yang dijumpai pada pasien.
Berikan obat antagonis reseptor H₂ secara intravena 5-10
menit atau dengan cara intramuskular yang diberikan satu
jam prainduksi Berikan antasid peroral pada 45 menit
prainduksi. Berikan juga ondansentron 4-8 mg secara
intravena. Posisi tidur diatur yakni posisi miring ke kiri
untuk mencegah "supine hypotension syndrome"
c. Pramedikasi
Premedikasi merupakan tindakan pemberian obat-obatan
pendahuluan dalam rangka penatalaksanaan anestesi dengan
tujuan untuk memberikan rasa nyaman bagi pasien,
memudahkan dan memperlancar induksi, mengurangi dosis
obat anestesi, menekan refleks yang tidak diinginkan serta
menekan dan mengurangi sekresi dari kelenjar. Premedikasi
yang dapat diberikan antara lain: Berikan atropin 0,01/kgbb
secara intramuskular 30-45 menit atau setengah dosis secara
intravena 5-10 menit pada prainduksi. Tidak dianjurkan untuk
memberikan sedatif atau narkotik.
d. Pemilihan anastesi
Sebelum memilih teknik anestesi yang digunakan, terdapat
beberapa hal yang perlu diperhatikan diantaranya keselamatan
dari ibu, keselamatan bayi, kenyamanan ibu serta kemampuan
operator di dalam melakukan operasi pada penggunaan anestesi
tersebut. Pada sectio caesarea terdapat dua kategori umum
anestesi diantaranya General Anethesta (GA) dan Regional
Anesthesia (RA) dimana pada RA termasuk dua teknik yakni
teknik spainal dan teknik epidural. Tekn anestesi dengan GA
biasanya digunakan untuk operasi yang emergensi dimana
tindakan tersebut memerlukan anestesi sesegera dan scocpat
mungkin. Teknik anestesi GA juga diperlukan apabila terdapat
kontraindikasi pada teknik anestesi RA, misalnya terdapat
peningkatan pada tekanan intrakranial dan adanya penyebaran
infeksi di sekitar vertebra.
Terdapat beberapa resiko dari GA yang dapat dihindari
dengan menggunakan teknik RA, oleh karena itu lebih
disarankan penggunaan teknik anestesi RA apabila waktu
bukan merupakan suatu prioritas. Penggunaan RA spinal dan
RA epidural lebih disarankan untuk digunakan dibandingkan
dengan teknik GA pada sebagian kasus sectio caesarea. Salah
satu alasan utama pemilihan teknik anestesi RA dibandingkan
dengan GA adalah adanya resiko gagalnya intubasi trakea serta
aspirasi dari isi lambung pada teknik anestesi GA. Selain itu,
GA juga meningkatkan kebutuhan resusitasi pada neonatus.
1) General anasthesia
Dewasa ini penggunaan teknik anestesi GA pada sectio
caesarea sudah mulai banyak ditinggalkan. Meskipun
kontraindikasi absolut dari GA sedikit, para operator lebih
menyukai penggunaan teknik anestesi RA dibandingkan
GA karena dapat mencegah dan menghindari resiko adanya
gangguan jalan nafas. Para ibu lebih banyak memilih untuk
tetap sadar selama proses kelahiran dengan menggunakan
sectio caesarea dengan alasan agar dapat melihat kelahiran
dari anaknya. Meskipun demikian, teknik, GA tetap
memiliki beberapa keuntungan misalnya uterus menjadi
relaksasi untuk mempermudah keluarnya bayi dengan posisi
yang sungsang.

2) Regional anasthesia
Terdapat tiga jenis teknik RA yang digunakan dalam
sectio caesarea, diantaranya spinal, epidural, dan kombinasi
spinal-epidural. Masing-masing teknik tersebut memiliki
keuntungan dan kerugian. Komplikasi seperti hipotensi,
gagal nafas, kejang akibat kerusakan sistem sampai gagal
jantung kemungkinan dapat terjadi.
a) Anastesi spinal
Apabila kateter epidural belum siap, maka anestesi
spinal dapat digunakan untuk sectio caesarea yang tidak
gawat darurat. Dibandingkan dengan epidural, tipe
anestesi ini dapat memblokade neuroaksial dengan cepat
dan lebih mudah. Tetapi kemungkinan terjadinya
hipotensi yang signifikan lebih banyak terjadi pada
teknik anestesi spinal dibandingakan dengan anestesi
epidural.
b) Anastesi epidural
Sebuah kateter yang diletakkan pada ruang epidural
menjadi tempat untuk memasukkan injeksi obat pada
anestesi epidural. Injeksi ini dapat menyebabkan
berkurangnya sensasi raba dan rasa nyeri dengan
memblokade sinyal transmisi melalu saraf di sekitar
korda spinalis.
Untuk mencapai suatu kondisi yang sudah blok pada
operasi, dibutuhkan waktu lebih lama untuk epidural
dibandingkan dengan spinal tetapi cukup cepat
digunakan untuk keadaan yang daru pada analgesia
matemal. Kualitas dari blokade bisa dikembangkan
dengan pemberian epinephrine 1:200.000, fentanil 50-
100 µg, atau sufentanil 10-20 µg. Clonidine epidural 50-
100 µg berguna untuk pasien dengan nyeri yang kronis
atau hipertensi berat. Morfin epidural 3-5 mg dapat
digunakan untuk nyeri setelah operasi.
c) Kombinasi spinal – epidural
Penggunaan kombinasi spinal epidural pada
kelahiran dengan sectio caesarea mungkin bisa optimal
pada beberapa keadaan karena kombinasi ini memiliki
keuntungan keduanya baik dari spinal dan juga dari
epidural. Teknik ini memiliki onset yang cepat dan
dapat diperpanjang dengan menggunakan kateter
epidural. Kemungkinan timbulnya kerugian termasuk
adanya kateter yang tidak steril dan kemungkinan
epidural yang tidak pada tempatnya atau tidak
berfungsi.
Pada kombinasi spinal dan epidural, bupivacaine
2,5 mg akan diinjeksikan atau ropivacaine dengan
opioid intrathecal akan diberikan untuk analgesia pada
stadium pertama dari proses persalinan. Dosis
intrathecal untuk kombinasi spinal dan epidural adalah
fentanyl 5-10 mcg, atau sufentanyl 5 mcg.
Kateter epidural harus diaspirasi secara hati-hati
dan anestesi lokal harus selalu diberikan ara perlahan
dan sedikit demi sedikit untuk menghindari suntikan
intratekal yang tidak disengaja, Selain itu obat obatan
epidural harus dititrasi secara hati-hati karena lubang
dari dural akan memudahkan masuknya obat epidural ke
CSF (cerebrospinal fluid) dan meningkatkan efek
tersebut.

C. Konsep Gemelli
1. Definisi
Menurut Mochtar. R (2014) kehamilan ganda atau kembar
adalah kehamilan dengan dua jenis janin atau lebih (Mochtar. R,
2014).
Kehamilan kembar atau bisa disebut dengan kehamilan Gemelli
merupakan sebuah kondisi dimana kehamilan tersebut berasal dari
dua sel telur yang dibuahi (kembar dizigotik/ non identik), maupun
juga dapat berasal dari sebuah ovum yang setelah dibuahi terjadi
proses pembelahan menjadi dua bagian yang masing –masingnya
dapat berkembang menjadi mudigah (kembar monozigotik/identik)
(Parlindungan, 2016).
Kehamilan gemelli adalah kehamilan dengan lebih dua atau
janin yang dikandung. Diperkirakan 1 dari 10 bayi kehamilan
gemelli dilahirkan diusia kehamilan kurang dari 32 minggu
(Chauhan S, dkk 2010 dalam Novayani 2017).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
gemelli / kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dengan dua
jenis janin atau lebih yang ada didalam kandungan selama proses
kehamilan.

2. Etiologi
Herediter, dan paritas hanya mempunyai pengaruh terhadap
kehamilan kembar yang berasal dari dua telur. Juga obat klomid
dan hormon gonadotropin yang dipergunakan untuk menimbulkan
ovulasi dilaporkan menyebabkan kehamilan dizigot. Faktor-faktor
tersebut dan mungkin faktor lain dan mekanisme tertentu
menyebabkan matangnya dua atau lebih folikel de graf atau
terbentuknya dua ovum atau lebih dalam satu folikel.
Pada fertilisasi in vitro dapat pula terjadi kehamilan
kembar, jika telur-telur yang diperoleh dapat dibuahi lebih dari
stau dan jika semua embrio yang kemudian dimasukkan kedalam
rongga rahim ibu tumbuh berkembang lebih dari satu. Pada
kembar yang berasal dari satu telur, faktor bangsa, herediter,
umur dan paritas tidak atau sedikit sekali mempengaruhi terjadinya
kehamilan kembar itu. Diperkirakan disini sebabnya adalah
faktor penghambat pada masa pertumbuhan dini hasil konsepsi.
Faktor penghambat yang mempengaruhi segmentasi sebelum
blastula terbentuk, menghasilkan kehamilan kembar dengan 2
amnion, 2 korion dan 2 plasenta seperti kehamilan kembar
dizigot. Bila faktor penghambat terjadi setelah blastula tetapi
sebelum amnion terbentuk, maka akan terjadi kehaemilan
kembar dengan 2 amnion sebelum primitive streak tampak,
maka kan terjadi kehamilan kembar denagan satu amnion. Setelah
primitive streak terbentuk, maka akan terjadi kembar dempet dalam
berbagai bentuk

3. Patofisiologi
Menurut Wulan (2013) kehamilan kembar dibagi menjadi dua.
Monozigot, kembar yang berasal dari satu telur dan dizigot kembar
yang berasal dari dua telur. Dari seluruh jumlah kelahiran kembar,
sepertiganya adalah monozigot. Kembar dizigot berarti dua telur
matang dalam waktu bersamaan, lalu dibuahi oleh sperma.
Akibatnya kedua sel telur itu mengalami pembuahan dalam waktu
bersamaan. Sedangkan kembar monozigot berarti satu telur yang
dibuahi sperma, lalu membelah dua. Masa pembelahan inilah yang
akan bepengaruh pada kondisi bayi kelak.
Masa pembelahan sel telur terbagi dalam empat waktu, yaitu 0
72 jam, 4-8 hari, 9-12 dan 13 hari atau lebih. Pada pembelahan
pertama, akan terjadi diamnotik yaitu rahim punya dua selaput
ketuban, dan dikorionik atau rahim punya dua plasenta. Sedangkan
pada pembelahan kedua, selaput ketuban tetap dua, tapi rahim
hanya punya satu plasenta. Pada kondisi ini, bisa saja terjadi salah
satu bayi mendapat banyak makanan, sementara bayi satunya tidak.
Akbatnya, perkembangan bayi bisa terhambat. Lalu pada
pembelahan ketiga selaput ketuban dan plasenta masing – masing
hanya sebuah, tapi bayi masih membelah dengan baik.
Pada pembelahan keempat, rahim hanya punya satu plasenta
dan satu selaput ketuban , sehingga kemungkinan terjadi kembar
siam cukup besar. Pasalnya waktu pembelahan terlalu lama,
sehingga sel telur menjadi berdempet. Kembar siam biasanya
terjadi pada monozigot yang pemelahannya lebih dari 13 hari. Dari
keempat pembelahan terseut, tentu saja yang terbaik adalah
pemelahan pertama, karena bayi bisa membelah dengan sempurna.
Namun, keempat pembelahan ini tidakbisa diatur waktunya. Faktor
yang mempengaruhi waktu pembelahan,dan kenapa bisa membelah
tidak sempurna sehingga megakibatkan dempet, biasanya dikaitkan
dengan infeksi, kurang giiz, dan masalah lingkungan.
4. Pathway
Gemelli

Section caesarea

Luka post operasi

Psikologi Fisiologis

Kurang pengetahuan Perubahan psikologi Terputusnya Jaringan terbuka


jaringan

Penambahan anggota Proteksi kurang


Ansietas
baru Merangsang area
sensorik Invasi bakteri
Tuntutan anggota
baru Nyeri akut Resiko infeksi

Klien mengalami
Bayi menangis hambatan dalam
mobilisasi
Gangguan pola tidur
Gangguan
mobilitas fisik
5. Manifestasi klinis
Menurut Dutton, dkk (2012) tanda dan gejala pada kehamilan
kembar adalah sebagai berikut :
a. Pada kehamilan kembar distensi uterus berlebihan, sehingga
melewati batas toleransinya dan seringkali terjadi partus
prematurus. Usia kehamilan makin pendek dan makin
banyaknya janin padakehamilan kembar.
b. Mual dan muntah berat karena HCG meningkat.
c. Palpasi abdomen mendapatkan 3 atau lebih bagian tubuh yang
besar.
d. Auskultasi lebih dari satu denyut jantung yang terdengar jelas
dan berbeda (nonmaternal) lebih dari 10 denyut/menit.
Kecurigaan meningkat jika keluarga memiliki riwayat
kehamilan kembar.
e. Penggunaan stimulator vulasi.
f. Kebutuhan ibu akan zat-zat makanan pada kehamilan kembar
bertambh sehingga dapat menyebabkan anemia dan penyakit
defisiensi lain.
g. Frekuensi hidramnion kira- kira sepuluh kali lebih besar pada
kehamilan kembar dari pada kehamilan tunggal.
h. Frekuensi pre-eklamsia dan eklamsia juga dilaporkan lebih
sering pada kehamilan kembar.
i. Solusio plasenta dapat terjadi kemudian seperti sesak nafas,
sering kencing, edema dan varises pada tungkai bawah dan
vulva.
j. Pertumbuhan janin kembar
1) Berat badan 1 janin kehamilan kembar rata – rata 1000
gram lebih ringan dari jenis tunggal
2) Berat badan baru lahir biasanya pada kembar dua di
bawah 2500 gram, triplet dibawah 2000 gram, kuadriplet
1500 gram, dan quintuplet dibawah 1000 gram
3) Berat badan masing – masing janin dari kehamilan
kembar tidak sama, umumnya berselisih antara 50 sampai
1000 gram, dan karena pembegian sirkulasi darah tidak
sama, maka yang satu lebih kurang tumbuh dari yang
lainnya
k. Pada kehamilan kembar dizigotik:
Dapat terjadi janin yang satu meninggal dan janin yang
lain tumbuh sampai cukup bulan. Janin yang mati bisa
diresorbsi (Pada kehamilan muda ), atau pada kehamilan yang
agak tua, janin jadi pipih yang disebut fetus papyraseus atau
kompresus.
l. Pada kehamilan kembar monozogotik
Pembuluh darah janin yang satu beranastomis dengan
janin yang lainnya, karena itu setelah bayi satu lahir tali
pusat harus diikat untuk menghindari pendarahan. Karena itu
janin yang satu dapat terganggu pertumbuhannya dan
menjadi monstrum, seperti akardiakus dan kelainan lainnya.
Dapat terjadi sindroma transfuse fetal : pada janin yang
mendapat darah lebih banyak terjadi
hidramnion,polisitemia,oedema, dan pertumbuhan yang
baik. Sedangkan janin kedua terlihat kecil, anemis,
dehidrasi, oligohidrami, dan mikrokardia, karena kurang
mendapat darah.
m. Letak pada presentasi janin
Pada kehamilan kembar sering terjadi kesalahan
presentasi dan posisi kedua janin. Begitu pula letak janin
kedua, dapat berubah setelah janin pertama lahir, misalnya :
dari letak lintang dapat berubah menjadi letak sungsang atau
letak kepala. Berbagai kombinasi letak, presantasi dan
posisi bisa terjadi. Yang paling sering di jumpai adalah :
1) Kedua janin dalam letak membujur, presentasi kepala
( 44-47%)
2) Letak membujur, presentasi kepala bokong ( 37-38%)
3) Keduanya presentasi bokong ( 8-10 )
4) Letak lintang dan presentasi kepala ( 5-5,3%)
5) Letak lintang dan presentasi bokong ( 1,5-2%)
6) Dua-duanya letak lintang ( 0,2-0,6%)
7) Letak dan presentasi “69” adalah letak yang
berbahaya, karena dapat terjadi kunci-mengunci
(Interlocking)

6. Klasifikasi
a. Kembar dizigotik atau fraternal
Kembar dizigotik (dikenal sebagai "kembar non-identik")
terjadi karena zigot-zigot yang terbentuk berasal dari sel telur
yang berbeda. Terdapat lebih dari satu sel telur yang melekat
pada dinding rahim yang terbuahi oleh sel- sel sperma pada
saat yang bersamaan. Pada manusia, proses ovulasi kadang-
kadang melepaskan lebih dari satu sel telur matang ke tuba
fallopi yang apabila mereka terbuahi akan memunculkan lebih
dari satu zigot.
Kembar dizigotik secara genetik tidak berbeda dari
saudara biasa dan berkembang dalam amnion dan plasenta
yang terpisah. Mereka dapat memiliki jenis kelamin yang
berbeda atau sama. Kajian juga menunjukkan bahwa
bakat melahirkan kembar DZ diwariskan kepada
keturunannya (bersifat genetik), namun hanya keturunan
perempuan yang mampu menunjukkannya (karena hanya
perempuan/betina yang dapat mengatur pengeluaran sel telur).
Istilah kembar dampit diberikan bagi anak kembar dengan
kelamin berbeda.
b. Kembar Monozigotik atau Identik
Kembar monozigotik terjadi ketika sel telur tunggal
terbuahi dan membentuk satu zigot (monozigotik). Dalam
perkembangannya, zigot tersebut membelah menjadi
embrio yang berbeda. Kedua embrio berkembang menjadi
janin yang berbagi rahim yang sama. Tergantung dari tahapan
pemisahan zigot, kembar identik dapat berbagi amnion yang
sama (dikenal sebagai monoamniotik) atau berbeda amnion.
Hasil akhir dari proses pengembaran monozigotik
tergantung pada kapan pembelahan terjadi, dengan uraian
sebagai berikut :
1) Apabila pembelahan terjadi didalam 72 jam
pertama setelah pembuahan, maka dua embrio, dua
amnion serta dua chorion akan terjadi dan kehamilan
diamnionik dan di chorionik. Kemungkinan terdapat dua
plasenta yang berbeda atau suatu plasenta tunggal yang
menyatu.
2) Apabila pembelahan terjadi antara hari ke-4 dan ke-8
maka dua embrio akan terjadi, masing-masing dalam
kantong yang terpisah, dengan chorion bersama, dengan
demikian menimbulkan kehamilan kembar diamnionik,
monochorionik.
3) Apabila terjadi sekitar 8 hari setelah pembuahan dimana
amnion telah terbentuk, maka pembelahan akan
menimbulkan dua embrio dengan kantong amnion
bersama, atau kehamilan kembar monoamnionik,
monochorionik.
4) Apabila pembuahan terjadi lebih belakang lagi, yaitu
setelah lempeng embrionik terbentuk, maka
pembelahannya tidak lengkap dan terbentuk kembar
yang menyatu.
5) Lebih jauh lagi, kembar identik bukan monoamniotik
dapat berbagi plasenta yang sama (dikenal dengan
monokorionik, monochorionic) atau tidak. Semua
kembar monoamniotik pasti monokorionik. Berbagi
amnion yang sama (atau amnion dan plasenta yang sama)
dapat menyebabkan komplikasi dalam kehamilan.
Contohnya, tali pusar dari kembar monoamniotik
dapat terbelit sehingga mengurangi atau
mengganggu penyaluran darah ke janin yang berkembang.
6) Kembar monozigotik selalu berkelamin sama dan secara
genetik adalah sama (klon) kecuali bila terjadi mutasi pada
perkembangan salah satu individu. Tingkat kemiripan
kembar ini sangat tinggi, dengan perbedaan kadang-
kadang terjadi berupa keserupaan cerminan. Perbedaan
terjadi pada hal detail, seperti sidik jari. Bila individu
beranjak dewasa, tingkat kemiripan biasanya berkurang
karena pengalaman pribadi atau gaya hidup yang berbeda.

7. Pemeriksaan penunjang
Untuk mendiagnosa adanya suatu kehamilan kembar menurut
Mochtar (2014) dapat dilakukan pemeriksaan sebagai berikut :
a. Anamnesa
1) Perut lebih buncit dari semestinya tua kehamilan.
2) Gerakan janin lebih banyak dirasakan.
3) Uterus terasa lebih cepat membesar.
4) Pernah hamil kembar atau ada sejarah keturunan.
b. Infeksi dan Palpasi
1) Uterus lebih besar dan cepat tumbuhnya dari kehamilan
biasa.
2) Teraba gerakan – gerakan janin lebih banyak
3) Banyak bagian – bagian kecil teraba.
4) Teraba 3 bagian besar janin.
5) Teraba 2 balotemen.
c. Auskultasi
Terdengar 2 denyut jantung janinpada 2 tempat yang agak
berjauhan dengan perbedaan kecepatansedikitnya 10 denyut
permenit.
d. Rotgen Foto Abdomen
Tampak gambaran 2 janin.
e. Ultrasonografi
Tampak 2 janin, 2 jantung yang berdenyut telah dapat
ditentukan pada triwulan I
f. Elektrokardiogram Fetal
Diperoleh dua EKG yang berbeda dari kedua janin
g. Reaksi Kehamilan
Karena pada hamil kembar umumnya plasenta besar atau 2
plasenta, maka produksi HCG akan tinggi. Jadi reaksi kehamilan
bisa positif kadang kadang sampai 1/200. Hal ini dapat
meragukan dengan molahidatidosa. Kadang kala diagnosa baru
diketahui setelah bayi pertama lahir, uterus masih besar dan
ternyata ada satu janin lagi didalam rahm. Kehamilan kembar
sering terjadi bersamaan dengan hidramnion dan toksemia
gravidarum.

8. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan dalam kehamilan
Untuk kepentingan ibu dan janin, perlu dilakukan
pencegahan terhadap pre-eklampsia dan eklampsia, partus
prematurus, dan anemia. Agar tujuan tersebut dapat tercapai,
perlu dibuat diagnosis diagnosis dini kehamilankembar.
Pemeriksaan Pemeriksaan antenatal perlu dilakukan dilakukan
lebih sering. sering. Mulai dengan usia kehamilan 24 minggu
pemeriksaan dilakukan tiap 2 minggu, setelah usia kehamilan
36 minggu dilakukan tiap minggu, sehingga tanda-tanda pre-
eklampsia dapat diketahui sedini mungkin dan penanganan
dapat dilakukan dengan segera. Istirahat-baring dianjurkan
lebih banyak karena hal itu dapat menyebabkan aliran darah ke
plasenta meningkat, sehingga pertumbuhan janin lebih baik.
Setelah kehamilan mencapai 30 mencapai 30 minggu,
perjalanan minggu, perjalanan jauh dan jauh dan coitus
sebaiknya coitus sebaiknya dilarang dilarang karena dapat
karena dapat merupakan merupakan faktor predisposis faktor
predisposisi partus i partus prematurus. Oleh beberapa penulis
dianjurkan untuk merawat wanita dengan kehamilan kembar
setelah kehamilan mencapai mencapai 30 minggu untuk
menghindarkan partus prematurus, tetapi berapa jauh
pengaruhnya tidak diketahui dengan pasti.
Anemia hipokrom tidak jarang terjadi pada kehamilan
kembar karena kebutuhan besi dua bayi dan penambahan
volume darah ibu sangat meningkat. Pemberian sulfas ferrosus
sebanyak 3 x 100 mg secara rutin perlu di mg secara rutin
perlu dilakukan. Selain lakukan. Selain besi, dianjurkan pula u
dianjurkan pula untuk memberikan asam folat sebagai ntuk
memberikan asam folat sebagai tambahan. Pemakaian korset
sering meringankan beban pembesaran perut. Makanan
dianjurkan mengandung banyak protein dan makan
dilaksanakan lebih sering dalam jumlah lebih sedikit.
b. Penatalaksanaan dalam persalinan
Mengingat banyaknya komplikasi banyaknya komplikasi
kehamilan dan persalinan kembar, maka diperlukanperhatian
khusus. Rekomendasi untuk penatalaksanaan intrapartum
meliputi hal-hal sebagai berikut:
1) Tersedia tenaga professional yang senantiasa
mendampingi proses persalinan dan memonitor keadaan
janin.
2) Tersedia produk darah untuk transfuse
3) Terpasang akses intravena
4) Pemberian ampisilin 2 gram tiap 6 jam bila terdapat
persalinan prematur untuk mencegah infeksi neonatus.
5) Tersedia obstetrisian yang mampu mengidentifikasi bagian
janin intrauterin dan melakukan manipulasi intrauterin.
6) Jika memungkinkan tersedia mesin ultrasonograf
7) Ada dokter anestesi yang dapat segera Ada dokter anestesi
yang dapat segera dipanggil jik dipanggil jika diperlukan a
diperlukan
8) Ada tenaga terlatih untuk melakukan resusitasi neonatus
9) Tempat persalinan persalinan cukup luas cukup luas agar
memungkinkanan memungkinkan anggota tim bekerja
secara efektif.
c. Presentasi janin
Presentasi janin yang paling sering yang paling sering
adalah kepala-kepala (42%), kepala-bokong (27%), sisanya
kepala-lintang (18%), boko (18%), bokong-bokong (5%) dan
lain-lain (8%). Penting diketahui bahwa posisi ini selain
kepala-kepala adalah tidak stabil sebelum dan selama proses
persalinan.
Jika presentasi janin adalah kepala dan tidak ada
komplikasi, dapat dilakukan dilakukan partus pervaginam.
Jika pervaginamjanin presentasi kepala-bokong, janin pertama
dapat partus pervaginam dan pada janin kedua dapat dilakukan
versi luar sehingga presentasinya menjadi kepala kemudian
dilakukan partus pervaginam atau dilakukan persalinan
sungsang. Jika pada presentasi janin pertama bukan kepala,
kedua janin dilahirkan bukan kepala, kedua janin dilahirkan
per abdominam.
d. Induksi Persalinan
Usia kehamilan kembar biasanya berlangsung lebih
singkat. Keadaan seperti ketuban pecah dini, persalinan yang
tidak maju dengan atau tanpa ketuban pecah dapat terjadi juga
pada kehamilan kembar. Oleh karena itu diperlukan induksi
persalinan. Kehamilan kembar bukan merupakan kontra
indikasi untuk dilakukannya induksi persalinan asalkan
memenuhi syarat-syarat induksi.
e. Proses Persalinan
Kala I diperlakukan seperti biasa bila bayi I letaknya
memanjang. Karena sebagian besar persalinan kembar bersalin
prematur, maka pemakaian sedativa perlu dibatasi. dibatasi.
Episiotomi mediolateral dilakukan untuk memperpendek kala
II megurangi tekanan pada kepala bayi.
Setelah Setelah bayi I lahir, segera dilakukan pemeriksaan
luar dan vaginal mengetahui letak dan keadaan janin
Bila l janin dalam letak memanjang, selaput etak
memanjang, selaput ketuban dipecahkan dan air ketuban
dialirkan perlahan-lahan untuk menghindarkan prolaps
funikuli. Ibu dianjurkan meneran atau dilakukan terkendali
pada fundus uteri, agar bagian bawah janin masuk dalam
panggul. Janin II turun dengan cepat sampai ke dasar panggul
dan lahir spontan karena jalan lahir telah dilalui bayi I.
Bila janin II dalam letak lintang, denyut letak lintang,
denyut jantung jantung janin tidak teratur, terjadi teratur,
terjadi prolapsfunikuli, , solusio plasenta, atau p solusio
plasenta, atau persalinan spontan tidak terjadi dalam 15 menit,
maka janin perlu dilahirkan dengan tindakan obstetrik karena
risiko akan meningkat dengan meningkatnya waktu. Dalam
hal letak lintang dicoba untuk mengadakan versi luar dan bila
tidak berhasil, maka segera dilakukan versiekstraksi tanpa
narkosis. Pada janin dalam letak memanjang dapat dilakukan
ekstraksi cunam pada letak kepala dan ekstraksi kaki pada
letak sungsang. Seksio sesaria pada kehamilan kembar
dilakukan atas indikasi janin I dalam letak lintang, prolaps
funikuli, dan plasenta previa.
Masuknya dua bagian besar II janin dalam panggul sangat
luas. Kesulitan ini dapat diatasi dengan mendorong kepala
atau bokong yang belum masuk benar dalam rongga panggul
ke atas untuk memungkinkan janin yang lain lahir lebih dulu.
Segera setelah bayi II lahir, ibu disuntik oksitosin 10 IU, dan
tinggi fundus uteri diawasi. Bila tampak tanda-tanda plasenta
lepas, plasenta lepas, maka plasenta dilahirkan dan diberi 0,2
diberi 0,2 mg methergin methergin i.v. Kala IV diawasi secara
cermat dan cukup lama, agar perdarahan post partum dapat
diketahui dini dan penanggulangannya dilakukan segera.

9. Komplikasi
Menurut Wulan (2013) terdapat beberapa komplikasi pada
kehamilan bayi kembar :
a. Prematuritas
Janin dari kehamilan multipel cenderung dilahirkan preterm
dan kebanyakan memerlukan perawatan pada neonatal intensive
care unit (NICU). Sekitar 50 persen kelahiran kembar terjadi
sebelum usia kehamilan 37 minggu. Lamanya kehamilan akan
semakin pendek dengan bertambahnya jumlah janin di dalam
uterus. Sekitar 20% bayi dari kehamilan multipel merupakan
bayi dengan berat lahir rendah.
b. Hyalin Membrane Disease (HMD)
Bayi kembar yang dilahirkan sebelum usia kehamilan 35
minggu dua kali lebih sering menderita HMD dibandingkan
dengan bayi tunggal yang dilahirkan pada usia kehamilan yang
sama. HMD atau yang dikenal sebagai Respiratory Distres
Syndrom (RDS) adalah penyebab tersering dari gagal nafas pada
bayi prematur. Terjadi segera setelah atau beberapa saat setelah
bayi lahir. Ditandai dengan sukar bernafas, cuping hidung,
retraksi dinding dada dan sianosis yang menetap dalam 48-96
jam pertama kehidupan. Prevalensi HMD didapatkan lebih
tinggi pada kembar monozigotik dibandingkan dengan kembar
dizigotik. Bila hanya satu bayi dari sepasang bayi kembar yang
menderita HMD, maka bayi kedua lebih cenderung menderita
HMD dibandingkan dengan bayi pertama.
c. Asfiksia saat Kelahiran/Depresi Napas Perinatal
Bayi dari kehamilan multipel memiliki peningkatan
frekuensi untuk mengalami asfiksia saat kelahiran atau depresi
perinatal dengan berbagai sebab. Prolaps tali pusat, plasenta
previa, dan ruptur uteri dapat terjadi dan menyebabkan asfiksia
janin. Kejadian cerebral palsy 6 kali lebih tinggi pada bayi
kembar dua dan 30 kali lebih sering pada bayi kembar tiga
dibandingkan dengan janin tunggal. Bayi kedua pada kehamilan
kembar memiliki resiko asfiksia saat lahir/dpresi napas perinatal
lebih tinggi.
d. Infeksi Streptococcus group B
Infeksi onset cepat Streptococcus group B pada bayi berat
lahir rendah adalah 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan bayi
yang dilahirkan tunggal dengan berat badan yang sama.
e. Vanishing Twin Syndrome
Kemajuan teknologi ultrasonografi memungkinkan
dilakukannya studi sonografik pada awal gestasi yang
memperlihatkan bahwa insiden kembar trimester pertama jauh
lebih tinggi daripada insiden kembar saat lahir. Kehamilan
kembar sekarang diperkirakan terjadi pada 12 persen di antara
semua konsepsi spontan, tetapi hanya 14 persen di antaranya
yang bertahan sampai aterm. Pada sebagian kasus, seluruh
kehamilan lenyap, tetapi pada banyak kasus, satu janin yang
meninggal atau sirna (vanish) dan kehamilan berlanjut sebagai
kehamilan tunggal. Pada 21% - 26% konsepsi kembar
meninggal atau sirna (vanish) pada trimester kedua. Keadaan
ini dapat menyebabkan kelainan genetik atau kelainan
neurologik/defek neural tube pada janin yang tetap bertahan
hidup.
f. Kelainan Kongenital/Akardia/Rangkaian Perfusi Balik Arteri
pada Janin Kembar (twin reverse-arterial-perfusion/TRAP)
Pada plasenta monokorionik, vaskularisasi janin biasanya
tergabung, kadang-kadang amat kompleks. Anastomosis
vaskular pada plasenta monokorionik dapat dari arteri ke arteri,
vena ke vena atau arteri ke vena. Biasanya cukup berimbang
dengan baik sehingga tidak ada salah satu janin yang
menderita.
Pada TRAP terjadi pirau dari arteri ke arteri plasenta,
yang biasanya diikuti dengan pirau vena ke vena. Tekanan
perfusi pada salah satu kembar mengalahkan yang lain, yang
kemudian mengalami pembalikan aliran darah dari
kembarannya. Darah arteri yang sudah terpakai dan mencapai
kembar resipien cenderung mengalir ke pembuluh-pembuluh
iliaka sehingga hanya memberi perfusi bagian bawah tubuh
dan menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan
tubuh bagian atas. Gangguan atau kegagalan pertumbuhan
kepala disebut akardius asefalus. Kepala yang tumbuh parsial
dengan alat gerak yang masih dapat diidentifikasi disebut
akardius mielasefalus. Kegagalan pertumbuhan semua struktur
disebut akardius amorfosa.
g. Twin-to-twin Transfusion Syndrome
Darah ditransfusikan dari satu kembaran (donor) ke
dalam vena kembaran lainnya (resipien) sedemikian rupa
sehingga donor menjadi anemik dan pertumbuhannya
terganggu, sementara resipien menjadi polisitemik dan
mungkin mengalami kelebihan beban sirkulasi yang
bermanifestasi sebagai hidrops fetalis.
Menurut ketentuan, terdapat perbedaan hemoglobin 5
g/dl dan 20% berat badan pada sindrom ini. Kematian kembar
donor dalam uterus dapat mengakibatkan trombus fibrin di
seluruh arteriol yang lebih kecil milik kembar resipien. Hal ini
kemungkinan diakibatkan oleh transfusi darah yang kaya
tromboplastin dari janin donor yang mengalami maserasi.
Kembar yang bertahan hidup mengalami koagulasi
intravaskular diseminata.
h. Kembar Siam
Apabila pembentukan kembar dimulai setelah cakram
mudigah dan kantung amniom rudimenter sudah terbentuk dan
apabila pemisahan cakram mudigah tidak sempurna, akan
terbentuk kembar siam/kembar dempet. Terdapat beberapa
jenis kembar siam, yaitu:
1) Thoracopagus, bila kedua tubuh bersatu di bagian dada
(30-40%). Jantung selalu terlibat dalam kasus ini. Bila
jantung hanya satu, harapan hidup baik dengan atau tanpa
operasi adalah rendah.
2) Omphalopagus, bila kedua tubuh bersatu di bagian perut
(34%). Umumnya masing-masing tubuh memiliki jantung
masing- masing, tetapi kembar siam ini biasanya hanya
memiliki satu hati, sistem pencernaan, dan organ-organ
lain.
3) Xyphopagus, bila kedua tubuh bersatu di bagian xiphoid
cartilage.
4) Pyopagus (iliopagus), bila bersatu di bagian belakang
(19%).
5) Cephalopagus/craniopagus, bila bersatu di bagian kepala
dengan tubuh terpisah.
i. Intra Uterine Growth Retardation (IUGR)
Pada kehamilan kembar, pertumbuhan dan
perkembangan salah satu atau kedua janin dapat terhambat.
Semakin banyak jumlah janin yang terbentuk, maka
kemungkinan terjadinya IUGR semakin besar.
j. Hidramnion
k. Anemia defisiensi besi pada bumil
l. Pre eklamsia atau eklamsia
m. Perdarahan
n. Prolaps tali pusat
o. Malforasi janin

D. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan
yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang
klien, agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah,
kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien baik secara bio,pisiko,
sosial dan spiritual (Dermawan, 2012).
Pada pengkajian klien dengan sectio caesarea, data yang
ditemukan meliputi distres janin, kegagalan untuk melanjutkan
persalinan, malposisi janin, prolaps tali pusat, abrupsio plasenta
dan plasenta previa.
a. Identitas atau biodata klien
Identitas klien biasanya meliputi nama, umur, agama, jenis
kelamin, alamat, suku bangsa, pekerjaan, pendidikan, tanggal
masuk rumah sakit, nomor registrasi, dan diagnosa
keperawatan.
b. Keluhan utama
Keluhan yang dirasakan klien pada saat ini dikumpulkan
untuk menentukan prioritas intervensi keperawatan, keluhan
utama pada post operasi SC biasanya adalah nyeri dibagian
abdomen, pusing dan sakit pinggang.
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat pada saat sebelum inpartus di dapatkan cairan
yang keluar pervaginan secara spontan kemudian tidak di
ikuti tanda-tanda persalinan.
2) Riwayat kesehatan dahulu
Didapatkan data klien pernah riwayat SC sebelumnya,
panggul sempit, serta letak bayi sungsang. Meliputi
penyakit yang lain dapat juga mempengaruhi penyakit
sekarang.

3) Riwayat kesehatan keluarga


Adakah penyakit turunan dalam keluarga seperti
jantung, HT, TBC, DM, penyakit kelamin, abortus yang
mungkin penyakit tersebut diturunkan kepada klien.
d. Pemeriksaan fisik
1) Kepala
a) Rambut
Bagaimana bentuk kepala, warna rambut, kebersihan
rambut, dan apakah ada benjolan.
b) Mata
Terkadang adanya pembengkakan pada kelopak mata,
konjungtiva, dan kadang-kadang keadaan selaput mata
pucat (anemia) karena proses persalinan yang
mengalami perdarahan, sclera kuning.
c) Telinga
Biasanya bentuk telinga simetris atau tidak, bagaimana
kebersihannya, adakah cairan yang keluar dari telinga.
d) Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum
terkadang ditemukan pernapasan cuping hidung.
e) Mulut dan gigi
Mulut bersih atau kotor, mukosa bibir kering atau
lembab.
2) Leher
Saat dipalpasi ditemukan ada atau tidak pembesaran
kelenjar tiroid, karna adanya proses penerangan yang
salah.
3) Thorak
a) Payudara
Simetris kiri dan kanan, tidak ada kelainan pada
payudara, areola hitam kecoklatan, putting susu
menonjol, air susu lancar dan banyak keluar.

b) Paru-paru
(1) Inspeksi : Simetris atau tidak kiri dan kanan, ada
atau tidak terlihat pembengkakan.
(2) Palpasi : Ada atau tidak nyeri tekan, ada atau tidak
teraba massa.
(3) Perkusi : Redup atau sonor.
(4) Auskultasi : Suara nafas vesikuler atau ronkhi atau
wheezing.
c) Jantung
(1) Inspeksi : Ictus cordis teraba atau tidak
(2) Palpasi : Ictus cordis teraba atau tidak
(3) Perkusi : Redup atau tympani
(4) Auskultasi : Bunyi jantung lup dup
d) Abdomen
(1) Inspeksi : Terdapat luka jahitan post op ditutupi
verban, adanya strie gravidarum
(2) Palpasi : Nyeri tekan pada luka,konsistensi uterus
lembek atau keras
(3) Auskultasi : Bising usus
(4) Perkusi : Redup
e) Genetalia
Pengeluaran darah bercampur lendir, pengeluaran
air ketuban, bila terdapat pengeluaran mekomium yaitu
feses yang dibentuk anak dalam kandungan
menandakan adanya kelainan letak anak.
f) Ekstremitas
Pemeriksaan odema untuk melihat kelainan-
kelainan karena membesarkan uterus, karena pre
eklamsia atau karena penyakit jantung atau ginjal.

g) Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada post partum
tekana darah turun, nadi cepat, pernafasan meningkat,
suhu tubuh turun.

2. Analisa data

Data Etiologi Masalah


keperawatan
Gejala dan tanda Gemelli Nyeri akut
mayor (D.0077)
SC
Subjektif :

Mengeluh nyeri Luka post operasi


Objektif :
Terputusnya jaringan
- Tampak meringis
- Bersikap protektif
Merangsang area
- Gelisah
Sensorik
- Frekuensi nadi
meningkat
- Sulit tidur Nyeri akut

Gejala dan tanda


minor

Subjektif : -

Objektif

- Tekanan darah
meningkat
- Pola nafas berubah
- Nafsu makan
berubah
- Proses berpikir
terganggu
- Menarik diri
- Berfokus pada diri
sendiri
- Diaforesis

Gejala dan tanda Gemelli Gangguan mobilitas


mayor fisik
SC (D.0054)
Subjektif :

Mengeluh sulit Luka post operasi


menggerakan
ekstremitas Terputusnya jaringan
Objektif :
Merangsang area
- Kekuatan otot
Sensorik
menurun
- Rentang gerak
Nyeri akut
(ROM) menurun
Gejala dan tanda Klien mengalami
minor hambatan dalam
mobilisasi
Subjektif :

- Nyeri saat
Gangguan mobilitas
bergerak
fisik
- Enggan melakukan
pergerakan
- Merasa cemas saat
bergerak
Objektif
- Sendi kaku
- Gerakan tidak
terkoordinasi
- Gerakan terbatas
- Fisik lemah
Gejala dan tanda Gemelli Gangguan pola tidur
mayor (D.0055)
SC
Subjektif :

- Mengeluh sulit Luka post operasi


tidur
- Mengeluh tidak Perubahan psikologi
puas tidur
- Mengeluh pola Penambahan anggota
tidur berubah baru
- Mengeluh
oistirahat tidak Tuntutan anggota baru
cukup
Bayi menangis
Objektif : -

Gejala dan tanda Gangguan pola tidur


minor
Subjektif :

Mengeluh kemampuan
beraktivitas menurun

Gejala dan tanda Gemelli Ansietas


mayor (D.0080)
SC
Subjektif :

- Merasa bingung Luka post operasi


- Merasa khawatir
dengan akibat dari Kurang pengetahuan
kondisi yang
dihadapi Ansietas
- Sulit
berkonsentrasi

Objektif :

- Tampak gelisah
- Tampak tegang
- Sulit tidur

Gejala dan tanda


minor

Subjektif :
- Mengeluh
pusing
- Anoreksia
- Merasa tidak
berdaya
Objektif :
- Frekuensi nafas
meningkat
- Frekuensi nadi
meningkat
- Tekanan darah
meningkat
- Muka tampak
pucat
- Suara bergetar
- Kontak mata
buruk
- Sering
berkemih
Gejala dan tanda Gemelli Risiko infeksi
mayor (0142)
SC
Subjektif : -

Objektif : - Luka post operasi


Gejala dan tanda
minor Jaringan terbuka

Subjektif : -
Proteksi kurang
Objektif : -

invasi bakteri

Risiko infeksi

3. Diagnosa Keperawatan (SDKI)


a. Nyeri Akut Berhubungan Dengan Agen Pencedera Fisik
b. Gangguan Mobilitas Fisik Berhubungan Dengan Nyeri
c. Gangguan Pola Tidur Berhubungan Dengan Kurang Kontrol
Tidur
d. Ansietas Berhubungan Dengan Krisis Situasional
e. Risiko Infeksi Berhubungan Dengan Efek Prosedur Invasif
4. Rencana Keperawatan

NO DIAGNOSA TUJUAN (SLKI) INTERVENSI (SIKI)


1. Nyeri akut Tingkat nyeri (L.080066) Manajemen nyeri (I.08238)
(D.0077) Setelah dilakukan tindakah asuhan keperawatan a. Observasi
selama … x 24 jam tingkat nyeri menurun - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
dengan kriteria hasil : frekuensi, kualitas dan intensitas nyeri
a. Keluhan nyeri menurun - Identifikasi skala nyeri
b. Meringis menurun - Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
c. Sikap protektif menurun tentang nyeri
d. Gelisah menurun - Monitor keberhasilan terapi
e. Berfokus pada diri sendiri menurun komplementer yang sudah diberikan
f. Perasaan depresi menurun - Monitor efek samping penggunan
g. Perineum terasa tertekan menurun analgetik
h. Uterus teraba membulat menurun b. Terapeutik
i. Ketegangan otot menurun - Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (hipnosis,
akupresure, terapi musik, aromaterapi)
- Kontrol lingkungsn ysng memperberat
rasa nyeri (suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri
c. Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
d. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2. Ganguan mobilitas Mobilitas Fisik (L.05042) Dukungan mobilisasi (I.05173)
fisik (D.0054) Setelah dilakukan tindakah asuhan keperawatan a. Observasi
selama … x 24 jam mobilitas fisik meningkat - Identifikasi adanya keluhan nyeri atau
dengan kriteria hasil : keluhan fisik lainnya
a. Pergerakan ektremitas meningkat - Identifikasi toleransi fisik melakukan
b. Kekuatan otot meningkat pergerakan
c. Nyeri menurun - Monitor frekuensi jantung dan tekanan
d. Kecemasan menurun darah sebelum memulai mobilisasi
e. Gerakan terbatas menurun - Monitor kondisi umum selama
f. Kelemahan fisik menurun melakukan mobilisasi
b. Terapeutik
- Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan
alat bantu (pagar tempat tidur)
- Fasilitasi melakukan pergerakan
- Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan pergerakan
c. Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
- Anjurkan melakukan mobilisasi dini
- Ajarkan mobilisasi sederhana yang
harus dilakukan (duduk di tempat tidur,
duduk di sisi tempat tidur, pindah dari
tempat tidur ke kursi)

3. Gangguan pola tidur Pola tidur (L.05045) Dukungan tidur (I.05174)


(D.0055) Setelah dilakukan tindakah asuhan keperawatan a. Observasi
selama … x 24 jam pola tidur membaik dengan - Identifikasi pola aktivitas dan tidur
kriteria hasil : - Identifikasi faktor pengganggu tidur
a. Keluhan sulit tidur menurun (fisik atau psikologis)
b. Keluhan tidak puas tidur menurun - Mendekati waktu tidur, minum banyak
c. Keluhan pola tidur berubah menurun air sebelum tidur)
d. Keluhan istirahat tidak cukup menurun b. Terapeutik
- Modifikasi lingkungan (pencahayan,
e. Kemampuan beraktivitas meningkat kebisingan, suhu, matras, dan tempat
tidur)
- Fasilitasi menghilangkan stres
sebelum tidur
- Lakukan prosedur untuk
meningkatkan kenyamanan
c. Edukasi
- Jelaskan pentingnya tidur cukup
selama sakit
- Ajarkan faktor-faktor yang
berkontribusi terhadap gangguan pola
tidur
- Ajarkan relaksasi otot autogenik atau
cara nonfarmakologi lainnya
4. Ansietas (d.0080) Tingkat Ansietas (L.09093) Reduksi ansietas (I.09314)
Setelah dilakukan tindakah asuhan keperawatan a. Observasi
selama … x 24 jam tingkat ansietas menurun - Identifikasi saat tingkat ansietas
dengan kriteria hasil :
a. Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang berubah (kondisi, waktu, stresor)
dihadapi menurun - Identifikasi kemampuan mengambil
b. Perilaku gelisah menurun keputusan
c. Keluhan pusing menurun - Monitor tanda-tanda ansietas
d. Konsentrasi membaik
e. Pola tidur membaik
f. Perasaan keberdayaan membaik b. Terapeutik
- Temani pasien untuk mengurangi
kecemasan, jika memungkinkan
- Pahami situasi yang membuat ansietas
c. Edukasi
Latih teknik relaksasi
5. Risiko infeksi (0142) Tingkat infeksi (L.14137) Perawatan area insisi (I.14558)
Setelah dilakukan tindakah asuhan keperawatan a. Observasi
selama … x 24 jam integritas kulit dan jaringan - Periksa lokasi insisi adanya kemerahan,
meningkat dengan kriteria hasil : bengkak, atau tanda-tanda dehisen atau
a. Kerusakan jaringan menurun eviserasi
b. Kerusakan lapisan kulit menurun - Identifikasi krakteristik drainase
c. Nyeri menurun - Monitor penyembuhan area insisi
d. Perdarahan menurun - Monitor tanda dan gejala infeksi
e. Kemerahan menurun b. Terapeutik
f. Nekrosis - Bersihkan area insisi dengan pembersih
g. Suhu kulit yang tepat
- Usap area insisi dari area yang bersih
menuju area yang kurang bersih
- Banti balutan luka sesuai jadwal
c. Edukasi
- Ajarkan meminimalkan tekanan pada
tempat insisi
- Ajarkan cara merawat insisi
DAFTAR PUSTAKA

Mochtar. R (2014) Mochtar, R. (2014). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina


Pustaka.
Nugroho, T. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah Dan
Paenyakit Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika
Oxorn, H. (2015). Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi Persalinan.
Yogyakarta: ANDI.
Parlindungan, Y. B., F. W. Wagey, M. Mewengkang. 2016. Luaran
Persalinan Gemelli di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Periode 1
Januari 2014-31 Desember 2015. Jurnal e-Clinic (eCl). 4(2): 1-5.
PPNI (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Wahyuningsih, sri. (2019). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Post Partum Di
Lengkapi Dengan Panduan Persiapan Praktikum Mahasiswa
Keperawatan. Yogyakarta : Deepublish Publisher.
Wulan (2013). Wulan, E. 2013. Kehamilan Ganda. Diambil dari:
digilib.unimus.ac.id/download.php?id=14182.
Wilkinson, J M. 2012. Buku Saku Diagnosa Keperawatan NANDA NIC
NOC. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai