Anda di halaman 1dari 28

TELAAH JURNAL

“DUKUNGAN ORANG TUA TERHADAP PRESTASI ANAK TUNANETRA


DI SEKOLAH INKLUSI”

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Stase Keperawatan Anak

Dosen Koordinator : Sri Wulandari, S.Kep.,Ners.,M.Kep.,Sp.An


Dosen Pembimbing : Dewi Umu Kulsum, S.Kep.,Ners.,M.Kep

Disusun Oleh :
Carla Kania Norman
214121126

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU TEKNOLOGI DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI
2021
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap Orang tua sangat mengharapkan anaknya lahir dalam keadaan yang
sehat, dari segi fisik maupun sehat secara psikis atau mental, orang tua pasti
menginginkan anaknya tumbuh menjadi anak yang cerdas, berhasil dalam
pendidikannya, dan sukses dalam hidupnya. Keadaan bisa berubah ketika anak
yang dilahirkan, berbeda dengan anak lainnya (anak kebutuhan khusus) salah
satunya yaitu tunanetra (Warhamni, 2019).
Gangguan penglihatan sering disebut dengan istilah “tunanetra”, tuna
artinya rusak, luka, kurang, tidak memiliki, Sementara netra artinya penglihatan
(mata), jadi tunanetra artinya rusak matanya atau luka matanya atau tidak
memiliki mata yang berarti buta atau kurang dalam penglihatannya. Anak yang
mengalami gangguan daya penglihatannya berupa kebutaan menyeluruh atau
sebagian walaupun sudah diberi pertolongan dengan alat-alat bantu khusus,
mereka masih tetap memerlukan pelayanan pendidikan khusus, jadi orang yang
buta sudah pasti tunanetra tetapi tunanetra belum tentu mengalami kebutaan total
(Abdullah, 2012:9). Sedangan menurut Koestler (Smith 2013:241)
mengungkapkan bahwa tunanetra yang memiliki ketajaman penglihatan pusat
20/200 atau kurang pada bagian mata yang lebih baik dengan kaca mata koreksi
atau ketajaman penglihatan pusat lebih dari 20/200 jika terjadi penurunan ruang
penglihatan dimana terjadi pengerutan suatu bidang penglihatan sampai tingkat
tertentu sehingga diameter terlebar dari ruang penglihatan membentuk sudut yang
besarnya tidak lebih dari 20 derajat pada bagian mata yang lebih baik.
Menurut Pusat Data Dan Informasi Kementrian Kesehatan RI
(InfoDATIN) menunjukkan angka kebutaan di Indonesia sebanyak 1,5% dari total
penduduk atau sekitar 3,6 juta orang, sedangkan berdasarkan presentasi penduduk
umur 10 tahun ke atas untuk jenis kelamin laki-laki dan perempuan yang

2
mengalami kesulitan melihat (tunanetra) sebanyak 6,36%, dimana presentasi pada
tunanetra ini merupakan yang tertinggi dari penyandang disabilitas yang lain
(Kemenkes RI, 2018). Sedangkan menurut data Sistem Informasi Management
Penyandang Disabilitas memperlihatkan prevalensi penyandang disabilitas
menurut provinsi di Indonesia dimana provinsi Jawa Barat sebesar 13,02%,
berdasarkan jenis kelamin penyandang disabilitas lebih banyak terjadi pada laki-
laki sebesar 56,7%, sedangkan penyandang disabilitas pada tunanetra di Jawa
Barat sebanyak 430 ribu orang dimana jumlah tersebut merupakan jumlah
terbesar atau setara 1,5% penduduk di Indonesia (Kementrian Sosial RI, 2018).
Dukungan dan penerimaan dari anggota keluarga dan orang tua akan
memberikan energi dan kepercayaan dalam diri anak berkebutuhan khusus agar
lebih berusaha mempelajari dan mencoba hal-hal baru yang terkait dengan
keterampilan hidupnya hingga pada akhirnya dapat berprestasi. Sebaliknya,
penolakan atau minimnya dukungan dari orang-orang terdekat akan membuat
anak semakin rendah diri dan menarik diri dari lingkungan, enggan berusaha
karena selalu diliputi oleh ketakutan ketika berhadapan dengan orang lain. Jadi
Dukungan orang tua sangat penting dalam mewujudkan keberhasilan pendidikan
anaknya. Namun masih banyak orang tua yang kurang memahami dan menyadari
akan perannya dalam mendukung pendidikan anak dan menyerahkan sepenuhnya
pada sekolah. Tetapi orang tua yang mendukung terhadap pendidikan anaknya
tentunya akan mengusahakan yang terbaik dan sedemikian rupa agar anak-
anaknya dapat menempuh pendidikan yang layak hingga ke jenjang yang tertinggi
(Warhamni, 2019).
Adapun berbagai bentuk dukungan orang tua untuk memotivasi agar anak
berprestasi di sekolah, terlebih bagi anak tunanetra yang dapat bersaing dengan
anak normal seusianya. Salah satu bentuk dukungan orang tua adalah dukungan
sosial. Dukungan sosial terdiri dari 4 jenis diantaranya : dukungan emosional,
dukungan instrumental, dukungan penghargaan, dan dukungan informatif (Astuti,
P. (2018)).

3
Alasan penulis memilih tema tentang tunanetra dikarenakan prevalensi
tunanetra di Indonesia terus meningkat terutama diprovinsi jawa barat
penyandang tunanetra merupakan salah satu yang tertinggi dibandingkan dengan
penyandang disabilitas yang lain. Selain itu orang dengan penyandang tunanetra
perlu mendapatkan pendampingan untuk memudahkan dalam memberikan
pengenalan kepada lingkungan sekitar, terutama sarana dan prasarana yang dapat
membantu mempermudah pada orang penyandang tunanetra, hal ini dilakukan
karena orang dengan tunanetra mengalami kerusakan terutama pada area
penglihatannya.

B. Tujuan
1. Tujuan umum
untuk melakukan telaah jurnal mengenai “dukungan orang tua terhadap
prestasi anak tunanetra disekolah inklusi”
2. Tujuan khusus
a. Dukungan orang tua
b. Tunanetra
c. Intervensi dalam jurnal
d. Ringkasan jurnal
C. Rumusan Masalah
1. Untuk mengetahui dukungan orang tua
2. Untuk mengetahui tunanetra
3. Untuk mengetahui intervensi dalam jurnal
4. Untuk mengetahui ringkasan jurnal

4
BAB 2
TINJAUAN TEORI

A. Dukungan Orang Tua


1. Definisi
Dukungan keluarga menurut Friedman (2013) adalah sikap, tindakan
penerimaan keluarga terhadap anggota keluarganya, berupa dukungan
informasional, dukungan penilaian, dukungan instrumental dan dukungan
emosional. Jadi dukungan keluarga adalah suatu bentuk hubungan
interpersonal yang meliputi sikap, tindakan dan penerimaan terhadap anggota
keluarga, sehingga anggota keluarga merasa ada yang memperhatikan. Orang
yang berada dalam lingkungan sosial yang suportif umumnya memiliki kondisi
yang lebih baik dibandingkan rekannya yang tanpa keuntungan ini, karena
dukungan keluarga dianggap dapat mengurangi atau menyangga efek
kesehatan mental individu.
Dukungan keluarga adalah bantuan yang dapat diberikan kepada
anggota keluarga lain berupa barang, jasa, informasi dan nasihat yang mampu
membuat penerima dukungan akan merasa disayang, dihargai, dan tenteram.
Dukungan ini merupakan sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap
penderita yang sakit. Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat
mendukung akan selalu siap memberi pertolongan dan bantuan yang
diperlukan. Dukungan keluarga yang diterima salah satu anggota keluarga dari
anggota keluarga yang lainnya dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi yang
terdapat dalam sebuah keluarga. Bentuk dukungan keluarga terhadap anggota
keluarga adalah secara moral atau material. Adanya dukungan keluarga akan
berdampak pada peningkatan rasa percaya diri pada penderita dalam
menghadapi proses pengobatan penyakitnya (Misgiyanto & Susilawati, 2014).

5
Berdasarkan definisi yang telah disebutkan di atas dapat disimpulkan
bahwa dukungan keluarga adalah sebuah bentuk dukungan dimana anggota
keluarga mampu memberikan informasi, nasihat, disayang dan dihargai
sehingga anggota keluaga merasa diperhatikan.
2. Bentuk dan Fungsi Dukungan Keluarga
Friedman (2013) membagi bentuk dan fungsi dukungan keluarga menjadi
4 dimensi yaitu:
a. Dukungan Emosional
Dukungan emosional adalah keluarga sebagai tempat yang aman dan
damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap
emosi. Aspek-aspek dari dukungan emosional meliputi dukungan yang
diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan, perhatian,
mendengarkan dan didengarkan. Dukungan emosional melibatkan ekspresi
empati, perhatian, pemberian semangat, kehangatan pribadi, cinta, atau
bantuan emosional (Friedman, 2013).
b. Dukungan Instrumental
Dukungan instrumental adalah keluarga merupakan sumber
pertolongan praktis dan konkrit, diantaranya adalah dalam hal kebutuhan
keuangan, makan, minum, dan istirahat (Friedman, 2013).
c. Dukungan informasional
Dukungan informasional adalah keluarga berfungsi sebagai pemberi
informasi, dimana keluarga menjelaskan tentang pemberian saran, sugesti,
informasi yang dapat digunakan mengungkapkan suatu masalah. Aspek-
aspek dalam dukungan ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan
pemberian informasi (Friedman, 2013).
d. Dukungan Penilaian atau Penghargaan
Dukungan penghargaan atau penilaian adalah keluarga bertindak
membimbing dan menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber dan

6
validator identitas anggota keluarga diantaranya memberikan support,
penghargaan, dan perhatian (Friedman, 2013).
3. Faktor yang Mempengaruhi Dukungan Keluarga
Menurut Friedman (2013) ada bukti kuat dari hasil penelitian yang
menyatakan bahwa keluarga besar dan keluarga kecil secara kualitatif
menggambarkan pengalaman-pengalaman perkembangan. Anak-anak yang
berasal dari keluarga kecil menerima lebih banyak perhatian daripada anak-
anak yang berasal dari keluarga yang lebih besar. Selain itu dukungan keluarga
yang diberikan oleh orang tua (khususnya ibu) juga dipengaruhi oleh usia. Ibu
yang masih muda cenderung untuk lebih tidak bisa merasakan atau mengenali
kebutuhan anaknya dan juga lebih egosentris dibandingkan ibu-ibu yang lebih
tua.
Friedman (2013) juga menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi
dukungan keluarga adalah kelas sosial ekonomi meliputi tingkat pendapatan
atau pekerjaan dan tingkat pendidikan. Dalam keluarga kelas menengah, suatu
hubungan yang lebih demokratis dan adil mungkin ada, sementara dalam
keluarga kelas bawah, hubungan yang ada lebih otoritas dan otokrasi. Selain
itu orang tua dan kelas sosial menengah mempunyai tingkat dukungan, afeksi
dan keterlibatan yang lebih tinggi daripada orang tua dengan kelas sosial
bawah. Faktor lainnya adalah adalah tingkat pendidikan, semakin tinggi tingkat
pendidikan kemungkinan semakin tinggi dukungan yang diberikan pada
keluarga yang sakit.
4. Manfaat Dukungan Keluarga
Menurut Setiadi (2008), dukungan sosial keluarga memiliki efek
terhadap kesehatan dan kesejahteraan yang berfungsi secara bersamaan.
Adanya dukungan yang kuat berhubungan dengan menurunnya mortalitas,
lebih mudah sembuh dari sakit, fungsi kognitif, fisik, dan kesehatan emosi.
Selain itu, dukungan keluarga memiliki pengaruh yang positif pada
pemyesuaian kejadian dalam kehidupan yang penuh dengan stress. Dukungan

7
sosial keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang masa kehidupan,
sifat dan jenis dukungan sosial keluarga berbeda-beda dalam berbagai tahap-
tahap siklus kehidupan. Namun demikian dalam semua tahap siklus kehidupan,
dukungan sosial keluarga membuat keluarga mampu berfungsi dengan
berbagai kepandaian dan akal. Sebagai akibatnya hal ini meningkatkan
kesehatan dan adaptasi keluarga (Friedman, 2013). Adapun beberapa yang
akan meningkatkan dukungan keluarga yaitu :
a. Kesehatan fisik, individu yang mempunyai hubungan dekat dengan orang
lain jarang terkena penyakit dan lebih cepat sembuh jika terkena penyakit
dibanding individu yang terisolasi.
b. Manajemen reaksi stres, melalui perhatian, informasi, dan umpan balik yang
diperlukan untuk melakukan koping terhadap stres.
c. Produktivitas, melalui peningkatan motivasi, kualitas penalaran, kepuasan
kerja dan mengurangi dampak stres kerja
d. Kesejahteraan psikologis dan kemampuan penyesuaian diri melalui perasaan
memiliki, kejelasan identifikasi diri, peningkatan harga diri, pencegahan
neurotisme dan psikopatologi, pengurangan dister dan penyediaan sumber
yang dibutuhkan.
B. Tunanetra
1. Definisi
Gangguan penglihatan sering disebut dengan istilah “tunanetra”, tuna
artinya rusak, luka, kurang, tidak memiliki, Sementara netra artinya
penglihatan (mata), jadi tunanetra artinya rusak matanya atau luka matanya
atau tidak memiliki mata yang berarti buta atau kurang dalam penglihatannya.
Dikatakan buta jika anak sama sekali tidak mampu menerima rangsang
cahaya dari luar (visusnya=0). Dan dikatakan low vision jika anak masih bisa
menerima rangsang cahaya dari luar, tetapi ketajaman lebih dari 6/21, atau
anak mampu membaca headline pada surat kabar (Abdullah, 2012).

8
Orang tuna netra adalah mereka yang tidak memiliki penglihatan sama
sekali (buta total) hingga mereka yang masih memiliki sisa penglihatan tetapi
tidak mampu menggunakan penglihatnnya untuk membaca tulisan biasa
berukuran 12 point pada keadaan cahaya normal meskipun dibantu dengan
kacamata (kurang awas) (Ardhi, 2012).
Tunanetra berasal dari kata tuna yang berarti rusak atau rugi dan netra
yang berarti mata. Jadi tunanetra yaitu individu yang mengalami kerusakan
atau hambatan pada organ mata (Esty, 2014). Sesangkan dari sudut pandang
medis seseorang dikatakan megalami tunanetra apabila “memiliki visus dua
puluh per dua ratus atau kurang dan memiliki lantang pandangan kurang dari
dua puluh derajat (Kosasih, 2012).
Berdasarkan definisi yang telah disebutkan di atas dapat disimpulkan
bahwa tunanetra adalah rusaknya mata sehingga menyebabkan penglihatan
mengalami buta total, selain itu dikatakan tunanetra apabila memiliki visus
20/200 kurang dan memiliki lantang pandangan kurang dari dua puluh derajat.
2. Faktor Penyebab Tunanetra
Anak-anak yang mengalami gangguan penglihatan memiliki faktor
penyebab yang berbeda, ada yang berasal dari dalam diri mereka sendiri
ataupun dari luar diri mereka. Berikut adalah klasifikasi faktor penyebab
individu mengalami tunanetra:
a. Prenatal (Sebelum Kelahiran)
Tahap prenatal yaitu sebelum anak lahir pada saat masa anak di
dalam kandungan dan diketahui sudah mengalami ketunaan. Faktor
prenatal berdasarkan periodisasinya dibedakan menjadi periode embrio,
periode janin muda, dan periode janin aktini. Pada tahap ini anak sangat
rentan terhadap pengaruh trauma akibat guncangan, atau bahan kimia
(Laili, 2013).
b. Neonatal (Saat Kelahiran)

9
Periode neonatal yaitu periode dimana anak dilahirkan. Beberapa
faktornya yaitu anak lahir sebelum waktunya (prematurity), lahir dengan
bantuan alat (tang verlossing), posisi bayi tidak normal, kelahiran ganda
atau kesehatan bayi.
c. Postnatal (Setelah Kelahiran)
Kelainan pada saat posnatal yaitu kelainan yang terjadi setelah anak lahir
atau saat anak dimasa perkembangan. Pada periode ini ketunaan bisa
terjadi akibat kecelakaan, panas badan yang terlalu tinggi, kekurangan
vitamin, bakteri, serta kecelakaan yang sifatnya ekstern seperti masuknya
benda keras atau tajam, cairan kimia yang berbahaya, kecelakaan
kendaraan, dan lain-lain (Aqilah, 2014).
3. Klasifikasi Tunanetra
Menurut (Aqila, 2014) tunanetra diklasifikasikan menjadi dua
kelompok yaitu buta total dan kurang penglihatan (low fision). Berikut
penjelasan klasifikasi tunanetra:
a. Buta total
Buta total yaitu kondisi penglihatan yang tidak dapat melihat dua jari
di mukanya atau hanya melihat sinar atau cahaya. Mereka tidak bisa
menggunakan huruf selain huruf braille. Ciri-ciri buta total diantaranya
secara fisik mata terlihat juling, sering berkedip,menyipitkan mata, kelopak
mata merah, mata infeksi, gerakan mata tak beraturan dan cepat, mata
selalu berair dan pembengkakan pada kulit tempat tumbuh bulu mata.
Secara perilaku menggosok mata secara berlebihan, menutup atau
melindungi mata sebelah, memiringkan kepala, atau mencondongkan
kepala ke depan, sukar membaca atau mengerjakan tugas yang memerlukan
penggunaan mata, berkedip lebih banyak, membawa buku ke dekat mata,
tidak dapat melihat benda yang agak jauh, menyipitkan mata atau
mengerutkan dahi.
b. Low fision

10
Low fision yaitu kondisi penglihatan yang apabila melihat sesuatu
maka harus didekatkan atau mata harus dijauhkan dari objek yang
dilihatnya atau memiliki pemandangan kabur ketika melihat objek. Ciri-ciri
low fision diantaranya menulis dan membaca dengan jarak yang sangat
dekat, hanya dapat membaca huruf yang berukuran besar, mata tampak
terlihat putih di tengah mata atau kornea (bagian bening di depan mata)
terlihat berkabut, terlihat tidak menatap lurus ke depan, memincingkan
mata atau mengerutkan kening terutama di cahaya terang atau saat melihat
sesuatu, lebih sulit melihat pada malam hari, pernah mengalami operasi
mata dan atau memakai kacamata yang sangat tebal tetapi masih tidak
dapat melihat dengan jelas.
4. Karakteristik Anak Tunanetra
Anak tunanetra secara fisik sama dengan anak-anak pada umumnya,
namun terdapat beberapa hal yang membedakan antara keduanya. Terdapat
beberapa karakteristik yang ada pada anak tunanetra diantaranya:
a. Kognitif
Keterbatasan atau ketidakmampuan penglihatan berpengaruh pada
perkembangan dan proses belajar siswa. Lowenfeld sebagaimana yang
dikutip oleh (Ardhi, 2012) menggambarkan dampak kebutaan dan
lowfision terhadap perkembangan kognitif anak. Ia mengidentifikasi
keterbatasan anak pada tiga area yaitu:
1) Tingkat dan keanekaragaman pengalaman
Pengalaman anak tunanetra diperoleh dari indra-indra yang
masih berfungsi pada tubuhnya, terutama indra pendengaran dan
perabaan. Namun kedua indra tersebut tidak dapat menyeluruh dalam
memberikan informasi seperti informasi warna, ukuran, dan ruang.
Dalam memperoleh informasi anak haruslah melakukan kontak
langsung dengan benda yang ia pelajari, sehingga untuk benda yang
terlampau jauh seperti langit dan bintang, benda yang terlalu besar

11
seperti gunung, benda yang terlalu rapuh seperti hewan kecil, atau
benda yang membahayakan seperti api mereka sulit untuk mengakses
dan memperoleh informasi karena sulit diteliti dengan indra perabaan.

2) Kemampuan untuk berpindah tempat


Keterbatasan penglihatan membuat anak tunanetra harus
belajar berjalan dan mengenali lingkungannya agar mampu melakukan
mobilitas secara aman, efektif, dan efisien.
3) Interaksi dengan lingkungan
Anak tunanetra sulit untuk berinteraksi dengan lingkungan,
karena keterbatasan penglihatan mereka. Mereka membutuhkan waktu
yang relatif lebih lama dalam mengenali lingkungannya.
b. Akademik
Kemampuan akademik anak tunanetra secara umum sama dengan
anak normal lainnya. Ketunanetraan mereka berpengaruh pada
keterampilan membaca dan menulis mereka. Untuk memenuhi kebutuhan
membaca dan menulis mereka dibutuhkan media dan alat yang sesuai.
Anak dengan tunanetra total dapat membaca dan menulis dengan huruf
braille, sedangkan anak low fision menggunakan huruf cetak dengan
ukuran yang besar (Laili, 2013).
c. Fisik
Keadaan fisik anak tunanetra yang sangat mencolok yaitu kelainan
pada organ matanya. Terdapat beberapa gejala tunanetra yang dapat
diamati yaitu mata juling, sering berkedip, menyipitkan mata, kelopak
mata merah, mata infeksi, gerakan mata tak beraturan dan cepat, mata
selalu berair (mengeluarkan air mata), serta pembengkakan pada kulit
tempat tumbuh bulu mata (Esty, 2014).

12
d. Motorik
Hilangnya kemampuan penglihatan tidak memberi pengaruh besar
pada keadaan motorik anak. Anak hanya membutuhkan belajar dan waktu
yang sedikit lebih lama untuk melakukan mobilitas. Seiring berjalannya
waktu anak dapat mengenali lingkungannya dan beraktivitas dengan aman
dan efisien (Laili, 2013).
e. Perilaku
Secara tidak langsung kondisi ketunaan anak tunanetra
menimbulkan masalah pada perilaku kesehariannya. Wujud perilaku
tersebut dapat berupa menggosok mata secara berlebihan, menutup atau
melindungi mata sebelah, memiringkan kepala atau mencondongkan
kepala ke depan, sukar membaca atau dalam mengerjakan pekerjaan lain
yang sangat memerlukan penggunaan mata, berkedip lebih banyak
daripada biasanya atau lekas marah apabila mengerjakan suatu pekerjaan,
membawa bukunya ke dekat mata, tidak dapat melihat benda-benda yang
agak jauh, menyipitkan mata atau mengkerutkan dahi, tidak tertarik
perhatiannya pada objek penglihatan atau pada tugas-tugas yang
memerlukan penglihatan, janggal dalam bermain yang memerlukan
kerjasama tangan dan mata, dan menghindar dair tugas-tugas yang
memerlukan penglihatan atau memerlukan penglihatan jarak jauh (Esty,
2014).
f. Pribadi dan sosial
Keterbatasan penglihatan anak tunanetra berdampak pada
kemampuan sosial mereka. Mereka kesulitan dalam mengamati dan
menirukan perilaku sosial dengan benar. Mereka memerlukan latihan
dalam pengembangan persahabatan dengan sekitar, menjaga kontak mata
atau orientasi wajah, penampilan postur tubuh yang baik, mempergunakan
gerakan tubuh dan ekspresi wajah, mempergunakan intonasi suara dalam

13
mengekspresikan perasaan, serta menyampaikan pesan yang tepat saat
berkomunikasi (Esty, 2014).
5. Media Pembelajaran Anak Tunanetra
Anak-anak tunanetra memiliki kebutuhan khusus dalam proses
pembelajarannya. Untuk itu mereka memerlukan media khusus untuk
menunjang pembelajarannya. Diantara media khusus yang menunjang proses
pembelajaran anak tunanetra yaitu:
a. Huruf Braille
Huruf braille digunakan untuk keperluan membaca dan menulis
bagi anak tunanetra. E. Kosasih menjelaskan bahwa “huruf braille
merupakan kumpulan titik-titik timbul yang disusun untuk menggantikan
huruf biasa untuk para penyandang tunanetra (Kosasih, 2012). Huruf
braille tersusun dari enam buah titik, dua dalam posisi vertikal, dan tiga
dalam posisi horizontal. Semua titik yang ditimbulkan dapat ditutup oleh
satu jari sehingga memudahkan anak dalam membaca ataupun menulis
braille.
b. Kamera Khusus untuk Tunanetra
Kamera khusus tunanetra ini diciptakan oleh Chueh Lee dari
Samsung China. Kamera ini disebut dengan touch sight. Kamera ini
memiliki layar braille fleksibel yang menampilkan gambar tiga dimensi
dengan gambar timbul di bagian permukaan. Cara kerja kamera ini dengan
menaruh kamera di jidat user. Kamera ini dapat merekam suara selama
tiga detik setelah tombol shutter ditekan. Suara ini yang menjadi petunjuk
user untuk mengatur foto (Kosasih, 2012).
c. Mesin Baca Kurzweil
Mesin ini dapat membaca suatu buku yang tercetak, hasil huruf-
hurufnya dikeluarkan dalam bentuk suara. Mesin dapat membaca buku
dari awal sampai akhir atau mengulang-ulang kata, kalimat, paragraf
dengan terus menerus, bahkan mesin juga dapat mengeja kata.

14
d. Optacon
Optacon adalah singkatan dari (Optical-to-Tactile converter) di alat
ini dapat mengubah tulisan menjadi getaran. Optacon terdiri dari satu
kamera dengan elemen photosensitive yang dihubungkan ke susunan sandi
raba yang sesuai dengan huruf tertentu. Satu huruf yang dipindai oleh
kamera akan menghasilkan pola getaran tertentu yang bisa dirasakan
dengan meraba.
e. Reglet
Untuk keperluan menulis anak tunanetra memerlukan alat khusus
untuk memudahkannya. Alat khusus ini dikenal dengan sebutan reglet.
f. Mesin ketik Braille
Mesin ketik braille lebih dikenal dengan keyboard khusus untuk
tunanetra. Ketrampilan menggunakan keyboard ini sangat berguna untuk
proses pembelajaran dan keahliannya
g. Papan hitung sempoa
Untuk belajar menghitung anak tunanetra biasanya menggunakan
papan hitung khusus ataupun sempoa. Bulir-bulir pada sempoa
memudahkan indra anak untuk belajar matematika.
C. Intervensi Yang ada Dalam Jurnal
Adapun tindakan yang dilakukan memberikan dukungan sosial “Sosial
Provisions Scale” pada anak tunanetra, untuk meningkatkan prestasi belajar pada
anak tunanetra. Terdapat enam aspek di dalamnya, yaitu: (1) Attachment (kasih
sayang atau kelekatan). (2) Social integration (integrasi social). (3) Reassurance
or worth (penghargaan atau pengakuan). (4) Reliable alliance (ikatan atau
hubungan yang dapat diandalkan). (5) Guidance (bimbingan). (6) Opportunity for
nurturance (kemungkinan dibantu) adapun pembahasannya sebagi berikut :
1. Komponen Dukungan Sosial
Menurut Weiss (dalam Nathania & Godwin, 2012) sebagai berikut:
a. Attachment (kasih sayang atau kelekatan)

15
Jenis dukungan social semacam ini memungkinkan seseorang memperoleh
kerekatan (kedekatan) emosional, sehingga menimbulkan rasa aman bagi
yang menerima. Orang yang menerima dukungan social semacam ini
merasa tentram, aman dan damai yang ditunjukan dengan sikap tenang dan
bahagia. Sumber dukungan social semacam ini yang palings sering dan
umum duperoleh dari pasangan hidup, anggota keluarga, teman dekat, sanak
keluarga yang akrab dan memiliki hubungan yang harmonis.
b. Social integration (integrasi social)
Jenis dukungan social semacam ini memungkinkan individu untuk
memperoleh perasaan memiliki suatu kelompok yang memungkinkannya
untuk membagi minat, perhatian serta melakukan kegiatan yang sifatnya
reaktif atau bermain secara bersama-sama. Sumber dukungan semacam ini
mungkin individu mendapatkan rasa aman, nyaman serta memiliki dan
dimiliki oleh kelompok.
c. Reassurance or worth (penghargaan atau pengakuan)
Pada dukungan social jenis ini individu mendapat pengakuan atas
kemampuan dan keahliannya serta mendapat penghargaan dari orang lain
atau lembaga. Sumber dukungan semacam ini dapat berasal dari keluarga
lembaga atau sekolah, perusahaan atau organisasi dimana individu pernah
kerja.
d. Reliable alliance (ikatan atau hubungan yang dapat diandalkan)
Dalam dukungan social ini jenis ini, individu mendapat dukungan sosial
berupa jaminan bahwa ada orang yang dapat diandalkan bantuannya ketika
individu membutuhkan bantuan tersebut. Dukungan sosial jenis ini pada
umumnya berasal dari keluarga diri sendiri.
e. Guidance (bimbingan)
Dukungan social jenis ini adalah berupa adanya hubungan kerja ataupun
hubungan social yang memungkinkan individu mendapatkan informasi,
saran atau nasihat yang diperlukan dalam memenuhi kebutuhan dan

16
mengatasi permasalahan yang dihadapi. Jenis dukungan ini bisa berasal dari
guru, alim ulama, pamong dalam masyarakat, figure yang dituakan, dan juga
orang tua yang berpengaruh.

f. Opportunity for nurturance (kemungkinan dibantu)


Suatu aspek penting dalam hubungan interpersonal akan perasaan
dibutuhkan oleh orang lain. Jenis dukungan social semacam ini
memungkinkan individu untuk memperoleh perasaan bahwa orang lain
tergantung padanya untuk memperoleh kesejahteraan.

17
BAB 3
TELAAH JURNAL

A. Ringkasan Jurnal
Gambaran Singkat Artikel
Judul Dukungan orang tua terhadap prestasi anak tunanetra di
sekolah inklusi
Penulis Bunga shashilya tanjung, Mega iswari
Tujuan Untuk menggambarkan hal hal yang membuat siswa tunanetra
dapat berprestasi di sekolah inklusi
Populasi dan Sampel Subjek penelitian ini adalah anak tunanetra yang berinisal
DWNS, orangtua dari tunanetra yaitu ibu R, sedangkan
sumber data pendukung ada 2 orang
Metode Penelitian kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif kualitatif
Tahun Terbit Tahun 2019
Jurnal Penerbit Jurnal penelitian pendidikan kebutuhan khusus

B. Abstrak
1. Kelebihan : hasil pengamatan penulis dimana kelebihan dari abstrak ini
memudahkan pembaca untuk memahami isi penelitian dan memberikan
gambaran awal terkait hasil peneletian dukungan orang tua terhadap prestasi
anak dengan tunanetra. Selain itu pada jurnal ini peneliti sudah memasukan
tujuan, metode, sampel penelitian, pengumpulan data serta hasil dari
penelitian tersebut.
2. Kekurangan : hasil pengamatan penulis terhadap jurnal dimana kekurangan
pada penulisan abstrak yaitu tidak menjabarkan terlebih dahulu tentang latar

18
belakang terkait penelitian tersebut, selain itu peneliti juga tidak menuliskan
saran dan kata kunci yang digunakan pada penelitian tersebut.

C. Pembahasan Hasil Penelitian


1. Kelebihan :
hasil pengamatan penulis terhadap hasil jurnal dimana orang tua dari
anak tunanetra mampu memberikan dukungan dimana dukungan yang
diberikan berupa dukungan instrumental, dukungan emosional dan
memberikan praktek pengasuhan (attachment), hal ini sesuai dengan teori di
Bab 2 oleh (Friedman, 2013) bahwa salah satu fungsi bentuk dukungan
keluarga itu salah satunya dukungan instrumental dimana keluarga merupakan
sumber pertolongan praktis dan konkrit, diantaranya adalah dalam hal
kebutuhan keuangan, makan, minum, istirahat serta medis sedangkan
dukungan emosional melibatkan ekspresi empati, perhatian, pemberian
semangat, kehangatan pribadi, cinta, atau bantuan emosional, kemudian hal ini
sesuai dengan teori di Bab 2 oleh Weiss (dalam Nathania & Godwin, 2012)
bahwa attachment (kasih sayang atau kelekatan) jenis dukungan sosial
semacam ini memungkinkan seseorang memperoleh kerekatan (kedekatan)
emosional, sehingga menimbulkan rasa aman bagi yang menerima. Orang yang
menerima dukungan sosial semacam ini merasa tentram, aman dan damai yang
ditunjukan dengan sikap tenang dan bahagia.
Dari dukungan yang diberikan oleh orang tua tersebut membuat anak
tunanetra yang berinisial DWNS ini banyak sekali mendapat prestasi-prestasi
yang diraih baik pretasi akademik maupun non-akademik, prestasi ini diraih
sejak anak tunanetra memasuk sekolah TK hingga ke jenjang SMP. Hal ini
karena orang tua ingin memberikan yang terbaik kepada anak terutama dari
segi pendidikan, walaupun anak tunanetra yang berinisial DWNS memiliki
keterbatasan tetapi bisa untuk bersekolah disekolah normal seperti pada anak

19
umumnya. Hasil dari penelitian ini dimana dukungan orang tua sangat
berpengaruh terhadap prestasinya di sekolah inklusi sejak jenjang pendidikan
di taman kanak-kanak.

Untuk kelebihan secara umum dimana hasil dari jurnal penelitian ini
dijelaskan secara rinci, mudah untuk dipahami serta memudahkan pembaca
khusus nya pada orang tua yang memiliki anak dengan tunanetra untuk bisa
lebih mendalami dukungan yang harus diberikan pada anak dengan tunanetra,
karena pada jurnal tersebut dijelaskan cara memberikan sebuah dukungan
kepada anak tunanetra, kemudian aspek-aspek dukungan sosial.
2. Kekurangan :
Hasil pengamatan penulis adapun kekurangannya yaitu masih banyak
bagian-bagian seperti kata ilmiah yang tidak dijelaskan secara rinci kemudian
dalam penulisan masih banyak yang kurang tepat dan masih banyak penulisan
yang salah.
3. Manfaat intervensi untuk mengatasi masalah
Dukungan sosial yang diberikan oleh orang tua berupa dukungan
penghargaan dan rasa bangga orang tua terhadap anaknya membuat anak
tunanetra yang berinisial DWNS banyak mendapatkan prestasi-prestasi baik
akademik maupun non-akademik dan selalu diikut sertakan dalam berbagai
perlombaan baik tingkat sekolah maupun tingkat provinsi, serta anak
tunanetra merasa percaya diri dan merasa dicintai oleh lingkungan sekitar.
Sehingga dukungan sosial juga sangat berpengaruh terhadap prestasi pada
anak tunanetra.

20
BAB 4
SIMPULAN

A. Simpulan
Dukungan orang tua adalah sikap, tindakan penerimaan keluarga terhadap
anggota keluarganya, berupa dukungan informasional, dukungan penilaian,
dukungan instrumental dan dukungan emosional. Sedangkan tunanetra berasal
dari kata tuna yang berarti rusak atau rugi dan netra yang berarti mata. Jadi
tunanetra yaitu individu yang mengalami kerusakan atau hambatan pada organ
mata.
Berdasarkan hasil tinjauan dari jurnal penelitian yang telah dipaparkan
tentang ”Dukungan Orang Tua Terhadap Prestasi Anak Tunanetra Di Sekolah
Inklusi” dapat disimpulkan bahwa dukungan orangtua yang memiliki anak
berkebutuhan khusus sangatlah penting bagi prestasi, keberhasilan dan masa
depan anaknya. Seperti dukungan emosional, dukungan instrumental, dukungan
informatif serta dukungan sosial. Dukungan-dukungan ini yang membuat anak
tunanetra yang berinisial DWNS banyak mendapatkan prestasi-prestasi baik
akademik maupun non-akademik dan selalu diikut sertakan dalam berbagai
perlombaan baik tingkat sekolah maupun tingkat provinsi, serta anak tunanetra
merasa percaya diri dan merasa dicintai oleh lingkungan sekitar.

21
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Nandiyah. (2012) . Bagaimana Mengajar Anak Tunanetra. Jurnal. Klaten:


UNWIDHA.

Astuti, P. (2018). Dukungan Orang Tua Dalam Meningkatkan Kemandirian Anak


Tunagrahita Sedang di Sekolah Dasar Slb C. Ruhui Rahayu Samarinda.

Ardhi Widjaya. (2012). Seluk-Beluk Tunanetra & Strategi Pembelajarannya.


Yogyakarta: JAVALITERA.

Aqilah Smart. (2014). Anak Cacat Bukan Kiamat: Metode Pembelajaran dan Terapi
untuk Anak Berkebutuhan Khusus. Jogjakarta: Katahati

Esty Wikasanti. (2014). Pengembangan Life Skill Untuk Anak Berkebutuhan Khusus.
Jogakarta: Redaksi Maxima

Friedman. (2013). Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Gosyen Publishing


Kemenkes RI. (2018). Disabilitas “Indonesia Inklusi Dan Ramah Disabilitas”. Pusat
Data Dan Informasi Kementrian Kesehatan RI, 1–10.

Kementrian Sosial RI. (2018). Sistem Informasi Management Penyandang Disabilitas


(pp.1-4).

Kosasih. (2012). Cara Bijak Memahami Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung:


Yrama Widya

Laili S. Cahya. (2013). Buku Anak untuk ABK. Jogjakarta: Familia

Misgiyanto & Susilawati, D. (2014). Hubungan antara Dukungan Keluarga dengan


Tingkat Kecemasan Penderita Kanker Serviks Paliatif. Semarang: Universitas
Diponegoro.

22
Nathania, L. & Godwin, R. (2012). Pengaruh Dukungan Sosial Teman Sebaya
Terhadap Kecemasan dalam Menghadapi Ujian Nasional Pada Siswa Kelas XXI
SMA X Di Jakarta Barat. Jakarta: Universitas Bina Nusantara

Warhamni Rahimi, Syaiful Bahri, Fajriani. (2019). Dukungan Orang Tua Terhadap
Pendidikan Anak Tunanetra Di Sekolah Dasar Luar Biasa Kota Banda Aceh.
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bimbingan dan Konseling, 4(2), 114-120.

Setiadi. (2008). Konsep dan Proses Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Smith, David. (2013). Konsep dan Penerapan Pembelajaran Sekolah Inklusif.
Bandung: Nuansa Cendekia.

23
Lampiran

24
25
26
27
28

Anda mungkin juga menyukai