Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Stase Keperawatan Gerontik Profesi Ners

Dosen Koordinator : Lina Safarina, S.Kp., M.Kep

Dosen Pembimbing : Suharjiman, S.Kep., Ners., M.Kep

OLEH:

MUTHIA GITA PRATIWI

214121034

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
2022
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN
GANGGUAN SISTEM NEUROVASKULER (STROKE)

I. KONSEP DASAR PENYAKIT


A. DEFINISI
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah
kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun. (Smeltzer C.
Suzanne, 2002 dalam ekspresiku-blogspot 2008).
Stroke adalah kehilangan fungsi otak secara mendadak yang disebabkan
oleh gangguan suplai darah ke bagian otak (Brunner & Suddart:2002).
Menurut (Marilyn E,Doenges:2000) stroke/penyakit serebrovaskuler
menunjukkan adanya beberapa kelainan otak baik secara fungsional maupun
structural yang disebabkan oleh keadaan patologis dari pembuluh darah
serebral atau dari seluruh system pembuluh darah otak.

Gangguan peredaran darah diotak (GPDO) atau dikenal dengan CVA


( Cerebro Vaskuar Accident) adalah gangguan fungsi syaraf yang disebabkan
oleh gangguan aliran darah dalam otak yang dapat timbul secara mendadak
( dalam beberapa detik) atau secara cepat ( dalam beberapa jam ) dengan gejala
atau tanda yang sesuai dengan daerah yang terganggu.(Harsono, 1996).
Stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral, baik lokal
maupun menyeluruh (global), yang berlangsung dengan cepat, berlangsung
lebih dari 24 jam, atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya penyebab
selain daripada gangguan vascular.
B. ETIOLOGI
Penyebab-penyebabnya antara lain:
1. Trombosis (bekuan cairan di dalam pembuluh darah otak).
Merupakan penyebab stroke yang paling sering di temui yaitu 40% dari
semua kasus stroke yang telah dibuktikan oleh ahli patologis. Biasanya
berkaitan erat dengan kerusakan lokal dinding pembuluh darah akibat
aterosklerosis.
2. Embolisme cerebral (bekuan darah atau material lain)

Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu flowess dalam jantung


sehingga masalah yang dihadapi sesungguhnya merupakan perwujudan
dari penyakit jantung.
3. Iskemia (Penurunan aliran darah ke area otak).(Smeltzer C. Suzanne,
2002)
Faktor resiko pada stroke :
a. Hipertensi
b. Penyakit kardiovaskuler: arteria koronaria, gagal jantung kongestif,
fibrilasi atrium, penyakit jantung kongestif)
c. Kolesterol tinggi
d. Obesitas
e. Peningkatan hematokrit ( resiko infark serebral)
f. Diabetes Melitus (berkaitan dengan aterogenesis terakselerasi)
g. Kontrasepasi oral( khususnya dengan disertai hipertensi, merkok, dan
kadar estrogen tinggi)
h. Penyalahgunaan obat ( kokain)
i. Konsumsi alkohol (Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131).
C. PATOFISIOLOGI
Infark ischemic cerebri sangat erat hubungannya dengan aterosklerosis
dan arteriosklerosis. Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam
manifestasi klinis dengan cara:
1. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi
aliran darah.
2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus dan
perdarahan aterm.
3. Dapat terbentuk thrombus yang kemudian terlepas sebagai emboli.
4. Menyebabkan aneurisma yaitu lemahnya dinding pembuluh darah atau
menjadi lebih tipis sehingga dapat dengan mudah robek.
Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak:
1. Keadaan pembuluh darah.
2. Keadan darah : viskositas darah meningkat, hematokrit meningkat, aliran
darah ke otak menjadi lebih lambat, anemia berat, oksigenasi ke otak
menjadi menurun.
3. Tekanan darah sistemik memegang peranan perfusi otak. Otoregulasi otak
yaitu kemampuan intrinsik pembuluh darah otak untuk mengatur agar
pembuluh darah otak tetap konstan walaupun ada perubahan tekanan perfusi
otak.
4. Kelainan jantung menyebabkan menurunnya curah jantung dan karena
lepasnya embolus sehingga menimbulkan iskhemia otak.
Suplai darah ke otak dapat berubah pada gangguan fokal (thrombus,
emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum
(Hypoksia karena gangguan paru dan jantung).
Arterosklerosissering/cenderung sebagai faktor penting terhadap otak.
Thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik atau darah dapat beku pada
area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi.
Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan oedema
dan nekrosis diikuti thrombosis dan hypertensi pembuluh darah. Perdarahan
intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian dibandingkan
dari keseluruhan penyakit cerebrovaskuler. Anoksia serebral dapat
reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversible dapat
anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena
gangguan yang bervariasi, salah satunya cardiac arrest.

Efek iskemik bervariasi bergantung derajat lamanya gannguan aliran


darah, dimana pengurangan aliran darah dalam derajat sedang hanya dapat
menimbulkan.
D. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Pujianto (2008), stroke dapat menyebabkan berbagai defisit
neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang
tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah
kolateral (sekunder atau aksesori). Tanda dan gejala ini muncul pada penderita
stroke antara lain :
1. Kehilangan motorik : hemipelgi (paralisys pada suatu sisi) karena lesi
pada sesi otak yang berlawanan,hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi
tubuh.
2. Kehilangan komunikasi:disartria (kesulitan bicara),disfasia atau afasia
(bicara deektif atau kehilangan bicara), apraksia (ketidakmampuan untuk
melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya).
3. Gangguan persepsi: disfungsi persepsi visual,gangguan hubungan visual
spasial,kehilangan sensori.
4. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis.
5. Disfungsi kandung kemih.
Asosiasi pemulihan stroke di New South Wales tampil dengan
suatu akronim untuk membuat orang tahu bila mereka dalam bahaya akan
terkena serangan stroke, atau telah mengalaminya tanpa menyadarinya
yaitu DANGER (Henderson,2002:10)
a. Dizziness or unsteadiness (rasa pening atau rasa tidak tetap pada tangan
atau pada tangan dan atau pandangan mata).
b. A change in mental abilities (suatu perubahan dalam kemampuan-
kemampuan mental).
c. Numbness,weakness,or paralisys in the face,arm or leg on one side of
the body (mati rasa, rasa lemah,atau lumpuh wajah, atau tungkai pada
satu sisi tubuh).
d. Garbled speech or inability to speak (bicaranya kacau, atau kata katanya
terbolak-balik,atau ketidakmampuan untuk berbicara).
e. Eye problem (masalah-masalah mata) penglihatan suram yang tiba-tiba
pada satu mata atau terjadi penglihatan ganda.
f. Report to your doctor immediately (laporkan pada dokter dengan
segera) karena gejala-gejala ini pulih dengan cepat dan barangkali tidak
akan ada peringatan kedua.
E. PENATALAKSANAAN
1. MEDIS
Penatalaksaan medis menurut menurut Smeltzer & Bare (2002) meliputi:
 Diuretik untuk menurunkan edema serebral yang mencapai tingkat
maksimum 3 sampai 5 hari setelah infark serebral.
 Antikoagulan untuk mencegah terjadinya thrombosis atau embolisasi
dari tempat lain dalam sistem kardiovaskuler.
 Antitrombosit karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam
pembentukan thrombus dan embolisasi.
2. KEPERAWATAN
a. Phase Akut :
 Pertahankan fungsi vital seperti : jalan nafas, pernafasan, oksigenisasi
dan sirkulasi.
 Pencegahan peningkatan TIK. Dengan meninggikan kepala 15-30
menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan, pemberian
dexamethason.
 Pasien di tempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan
kepala tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral
berkurang.
b. Post phase akut :
 Pencegahan spatik paralisis dengan antispasmodik
 Program fisiotherapi
 Penanganan masalah psikososial
F. KOMPLIKASI
1. Hipoxia serebral, diminimalkan dengan memberikan oksigen ke darah yang
adekuat ke otak, pemberian oksigen, suplemen dan mempertahankan
hemoglobin dan hematokrit pada tingkat dapat di terima akan membantu
dalam mempertahankan oksigen jaringan.
2. Aliran darah serebral, bergantung pada tekanan darah, curah jantung dan
integritas pembuluh darah serebral. Hipertensi atau hipotensi eksterm perlu di
hindari untuk mencegah perubahan pada aliran darah serebral dan potensi
meluasnya area cedera.
3. Embolisme serebral, dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium.
Embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya
menurunkan aliran darah serebral.
4. Pneumonia terjadi akibat gangguan pada gerakan menelan. Mobilitas dan
pengembangan paru serta batuk yang parah setelah serangan stroke, maka
dapat terjadi peradangan di dalam rongga dada dan kadang-kadang pnemonia.
5. Dekubitus, karena penderita mengalami kelumpuhan dan kehilangan
perasaannya. Dekubitus selalu menjadi ancaman khususnya di daerah
bokong, panggul, pergelangan kaki, tumit bahkan telinga.
6. Kejang atau konvulsi, serangan ini lebih besar kemungkinannya terjadi bila
korteks serebri sendiri telah terkena dari pada serangan stroke yang mengenai
struktur otak yang lebih dalam.
7. Vasospasme, terjadi stroke hemorogic juga sebelum pembedahan. Pada
individu dengan aneurisme biasanya terjadi dari 3-12 hari setelah hemoragi
subaraknoid.
8. Hidrosefalus, menandakan adanya ketidakseimbangan antara pembentukan
dan reabsorbsi dari CSS. Hidrosefalus terjadi pada 15-20 % pasien dengan
hemoragi subaraknoid.
9. Disritmia, karena darah dalam CSS yang membasahi batang otak mengiritasi
area tersebut. Batang otak mempengaruhi frekuensi jantung sehingga adanya
iritasi kimia, dapat mengakibatkan ketidakteraturan ritme jantung.
II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Identitas Klien Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua),
jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal
dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
b. Keluhan utama Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
kesehatan adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak
dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang Serangan stroke non hemoragik sering kali
berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas.
Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak
sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak
yang lain. Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran
disebabkan perubahan di dalam intrakranial. Keluhari perubahan perilaku
juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi,
tidak responsif, dan konia.
d. Riwayat penyakit dahulu Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke
sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat t rauma
kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan,
aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan. Pengkajian
pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti pemakaian obat
antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya. Adanya riwayat
merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi oral.
Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit
sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk
memberikan tindakan selanjutnya.
e. Riwayat penyakit keluarga Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita
hipertensi, diabetes melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi
terdahulu.
1) Pengkajian psiko-sosio-spiritual Pengkajian psikologis klien stroke
meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat untuk
rnemperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan
perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga
penting untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat
serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik
dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
f. Pemeriksaan Fisik Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada
keluhan keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung
data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan
secara per sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan
B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.
1) B1 (Breathing) Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan
produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan
peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan
seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan
kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien
stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma. Pada klien dengan
tingkat kesadaran compos mends, pengkajian inspeksi pernapasannya
tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil premitus seimbang
kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
2) B2 (Blood) Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan
(syok hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah
biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan
darah >200 mmHg).
3) B3 (Brain) Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung
pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang
perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau
aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya.
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
4) B4 (Bladder) Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine
sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan
kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih
karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter
urine eksternal hilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan
kateterisasi intermiten dengan teknik steril. Inkontinensia urine yang
berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
5) B5 (Bowel) Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan
menurun, mual muntah pada fase akut. Mual sampai muntah disebabkan
oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah
pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologis luas.
6) B6 (Bone) Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan
kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas
menyilang, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh
dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang
berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia
(paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan.
Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain.
Pada kulit, jika klien kekurangan 02 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga
dikaji tandatanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena
klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik.
g. Pengkajian Saraf Kranial
1) Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
2) Saraf II : Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer
di antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial
(mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering
terlihat pada Mien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat
memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk
mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
3) Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada satu
sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan
konjugat unilateral di sisi yang sakit.
4) Saraf V : Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf
trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah,
penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu
sisi otot pterigoideus internus dan eksternus.
5) Saraf VII : Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan
otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
6) Saraf VIII : Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
7) Saraf IX dan X : Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan
membuka mulut.
8) Saraf XI : Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
9) Saraf XII : Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi,
serta indra pengecapan normal.
h. Pengkajian Tingkat Kesadaran Kualitas kesadaran klien merupakan
parameter yang paling mendasar dan parameter yang paling penting yang
membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan respons terhadap
lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persarafan.
Beberapa sistem digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam
kewaspadaan dan keterjagaan.
i. Pengkajian Fungsi Serebral Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi
intelektual, kemampuan bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
j. Status Mental Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara,
ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut
biasanya status mental klien mengalami perubahan.
k. Fungsi Intelektual Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik
jangka pendek maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung
dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami brain damage yaitu
kesulitan untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata.
l. Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang memengaruhi
fungsi dari serebral. Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian
posterior dari girus temporalis superior (area Wernicke) didapatkan disfasia
reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis.
Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis inferior (area Broca)
didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi tidak dapat
menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancar. Disartria (kesulitan
berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan
oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara.
Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari
sebelumnya), seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan berusaha untuk
menyisir rambutnya.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN (SDKI)
a. Resiko perfusi serebral tidak efektif b/d penurunan kinerja ventrikel
kiri, tumor otak, cidera kepala, infark miokard akut, hipertensi dan
hiperkolesteronemia.
b. Pola napas tidak efektif b/d depresi pusat pernapasan, hambatan
upaya napas, gangguan neuromuskular dan gangguan neurologis.
c. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d spasme jalan napas, disfungsi
neuromuskuler dan sekresi yang tertahan.
d. Gangguan mobilitas fisik b/d gangguan neuromuskuler dan
kelemahan anggota gerak

e. Gangguan komunikasi verbal b/d penurunan sirkulasi serebral, dan


gangguan neuromuskuler
f. Gangguan persepsi sensori b/d gangguan penglihatan,
pendengaran, penghiduan, dan hipoksia serebral.
g. Defisit nutrisi b/d ketidakmampuan menelan makanan
h. Resiko gangguan integritas kulit/ jaringan b/d penurunan mobilitas
i. Deficit perawatan diri b/d gangguan neuromuskuler dan kelemahan.
3. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Tujuan (SLKI) Intervensi (SIKI)

Keperawatan

1. Resiko perfusi Setelah dilakukan Manajemen Peningkatan


tindakan Keperawatan Tekanan Intrakranial
serebral tidak
3x 24 jam diharapkan Observasi
efektif b/d perfusi jaringan 1. Identikasi penyebab

hipertensi serebral pasien peningkatan TIK


menjadi efektif 2. Monitor tanda/gejala
dengan kriteria hasil : peningkatan TIK
a) Tingkat kesadaran 3. Monitor MAP, CVP, PAWP,
kognitif meningkat PAP, ICP, dan CPP, jika perlu
b) Gelisah menurun 4. Monitor gelombang ICP
c) Tekanan 5. Monitor status pernapasan
intrakranial menurun 6. Monitor intake dan output
d) Kesadaran cairan
membaik 7. Monitor cairan serebro-spinal
Terapeutik
1. Minimalkan stimulus dengan
menyediakan lingkungan yang
tenang
2. Berikan posisi semi fowler
3. Hindari manuver Valsava
4. Cegah terjadinya kejang
5. Hindari penggunaan PEEP
6. Atur ventilator agar PaCO2
optimal
7. Pertahankan suhu tubuh
normal.
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian sedasi

dan anti konvulsan, jika perlu

2. Pola Nafas tidak Setelah dilakukan Manajemen Jalan Nafas


Efektif b/d tindakan asuhan Observasi
hambatan upaya keperawatan 3x 24 1. Monitor pola napas (frekuensi,
napas jam diharapkan pola kedalaman,usaha napas)
nafas pasien menjadi 2. Monitor bunyi napas
efektif dengan kriteria tambahan(mis: wheezing)
hasil: Terapeutik
1. Frekuensi napas 1. Posisikan semi fowler atau
membaik fowler
2. Kedalaman napas 2. Pertahankan kepatenan jalan
membaik nafas dengan head tilt dan chin-
Ekskursi dada lift
membaik 3. Berikan minum hangat
4. Lakukan fisioterapi dada
5. Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
6. Berikan oksigen Edukasi
7. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator,mukolitik.
3. Bersihan jalan Setelah dilakukan Pemantauan Respirasi
nafas tidak efektif Tindakan asuhan Observasi
b/d spasme jalan keperawatan 3x24 1. Monitor frekuensi, irama,
napas, disfungsi jam diharapkan kedalaman dan upaya napas.
neuromuskuler dan bersihan jalan napas 2. Monitor pola napas
sekresi yang tetap paten dengan 3. Monitor kemampuan batuk
tertahan. Kriteria Hasil : efektif
1. Batuk efektif 4. Monitor adanya produksi
meningkat sputum
2. Produksi sputum 5. Monitor adanya sumbatan
menurun jalan napas
3. Frekuensi napas 6. Monitor saturasi oksigen
dan pola napas 7. Monitor nilai AGD
membaik 8. Monitor hasil X-Ray toraks
Terapeutik
9. Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi
pasien
10. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur

pemantauan

2. Informasikan hasil

pemantauan, jika perlu.


4. Gangguan Setelah dilakukan Dukungan Mobilisasi
mobilitas fisik b/d Tindakan asuhan Observasi
gangguan keperawatan 3x24 jam 1. Identifikasi adanya nyeri atau
neuromuskuler dan diharapkan mobilitas keluhan fisik lainnya
kelemahan anggota fisik tidak terganggu 2. Identifikasi toleransi fisik
gerak dengan kriteria hasil : melakukan pergerakan
1. Pergerakan 3. Monitor frekuensi jantung dan
ekstremitas tekanan darah sebelum
meningkat memulai mobilisasi
2. Kekuatan otot 4. Monitor kondisi umum selama
meningkat melakukan mobilisasi
3. Rentang gerak( Terapeutik
ROM) meningkat 1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi
4. Kelemahan fisik dengan alat bantu( mis; duduk
menurun diatas tempat tidur
2. Fasilitasi melakukan
pergerakan
3. Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
2. Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
3. Ajarkan mobilisasi sederhana
yang harus dilakukan (mis:
5. Gangguan Setelah dilakukan Promosi Komunikasi Defisit
mobilitas fisik b/d tindakan asuhan Bicara
gangguan keperawatan 3x 24 Observasi
neuromuskuler dan jam diharapkan 1. Monitor frustasi, marah,
kelemahan anggota komunikasi verbal depresi, atau hal lain yang
gerak meningkat dengan mengganggu bicara
kriteria hasil: 2. Identifikasi perilaku
1. Kemampuan emosional dan fisik sebagai
berbicara meningkat bentuk komunikasi
2. Kemampuan Terapeutik
mendengar 1. Gunakan metode
meningkat komunikasi alternatif
3. Kesesuaian ekspresi (mis: menulis, mata
wajah/ tubuh berkedip, isyarat tangan)
meningkat 2. Berikan dukungan
4. Pelo menurun psikologis
5. Pemahaman 3. Ulangi apa yang
komunikasi disampaikan pasien
membaik 4. Gunakan juru bicara
Edukasi
1. Anjurkan berbicara perlahan

2. Ajarkan pasien dan keluarga

proses kognitif dengan

kemampuan berbicara

Kolaborasi

1. Rujuk keahli patologi bicara

atau terapis
4. Implementasi
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan dengan tujuan
untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal. Pada tahap ini perawat
menerapkan pengetahuan intelektual, kemampuan hubungan antar
manusia (komunikasi) dan kemampuan teknis keperawatan, penemuan
perubahan pada pertahanan daya tahan tubuh, pencegahan komplikasi,
penemuan perubahan sistem tubuh, pemantapan hubungan klien dengan
lingkungan, implementasi pesan tim medis serta mengupayakan rasa
aman, nyaman dan keselamatan klien.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan perbandingan yang sistemik dan terencana mengenai
kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan dan dilakukan secara
berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.
Penilaian dalam keperawatan bertujuan untuk mengatasi pemenuhan
kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses
keperawatan.

III. KONSEP LANSIA


A. KONSEP LANSIA DAN PROSES MENUA
1. Definisi Lansia dan Proses Menua
Menurut World Health Organization(WHO), lansia adalah seseorang
yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan kelompok
umur pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase
kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu
proses yang disebut Aging Process atau proses penuaan.Seseorang
dikatakan lansia ialah apabila berusia 60 tahun atau lebih, karena faktor
tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya baik secara jasmani,
rohani maupun sosial (Nugroho, 2012).
Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan
tahapan-tahapan menurunnya berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai
dengan semakin rentannya tubuh terhadap berbagai serangan penyakit
yang dapat menyebabkan kematian misalnya pada sistem kardiovaskuler
dan pembuluh darah, pernafasan, pencernaan, endokrin dan lain
sebagainya. Hal tersebut disebabkan seiring meningkatnya usia sehingga
terjadi perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem
organ. Perubahan tersebut pada umumnya mengaruh pada kemunduran
kesehatan fisik dan psikis yang pada akhirnya akan berpengaruh pada
ekonomi dan sosial lansia. Sehingga secara umum akan berpengaruh pada
activity of daily living(Fatimah, 2010).
2. Proses menua
Menurut Depkes RI (2016) tentang proses menua yaitu :
a. teori-teori biologia.
1) Teori genetik dan mutasi (somatic mutatie theory)
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk
spesies-spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari
perubahan biokimia yang diprogram oleh molekul-molekul/DNA
dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasisehingga
terjadi penurunan kemampuan fungsional sel.
2) Pemakaian dan rusakKelebihan usaha dan stres menyebabkan sel
–sel tubuh lelah (rusak).
3) Reaksi dari kekebalan sendiri (auto immunetheory)Di dalam
proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat khusus.
Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut
sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.
4) Teori “immunology slow virus” (immunology slow virus
theory)Sistem immune menjadi efektif dengan bertambahnya usia
dan masuknya virus kedalam tubuh dapat menyebabkan
kerusakan organ tubuh.
5) Teori stresMenua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa
digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat
mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha
dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.
6) Teori radikal bebasRadikal bebas dapat terbentuk dialam bebas,
tidak stabilnya radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan
osksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan
protein. Radikal bebas ini dapat menyebabkan sel-sel tidak dapat
regenerasi.
7) Teori rantai silangSel-sel yang tua atau usang, reaksi kimianya
menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen.
Ikatan ini menyebabkankurangnya elastis, kekacauan dan
hilangnya fungsi.
8) Teori programKemampuan organisme untuk menetapkan jumlah
sel yang membelah setelahsel-sel tersebut mati.
b. Teori kejiwaan sosiala.
1) Aktivitas atau kegiatan (activity theory)
Lansia mengalami penurunan jumlah kegiatan yang dapat
dilakukannya. Teori ini menyatakan bahwa lansia yang sukses
adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial.
Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari
lansia berupa mempertahankan hubungan antara sistemsosialdan
individu agar tetap stabil.
2) Kepribadian berlanjut (continuity theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lansia.
Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada
seseorang yang lansia sangat dipengaruhi oleh tipe personality yang
dimiliki.
3) Teori pembebasan (disengagement theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang
secara berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan
sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia
menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering
terjaadi kehilangan ganda (triple loss),yakni:
a) Kehilangan peran
b) Hambatan kontak social
c) Berkurangnya kontak komitmen
3. Batasan Lanjut Usia
Menurut Nugroho (2008) ada beberapa pendapat para ahli mengenai
batasan lanjut usia diantaranya :
a. Menurut World Health Organization(WHO) ada empat tahapan lanjut
usia yaitu:
1) Usia pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun
2) Lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun
3) Lanjut usia tua (old) usia 75-90tahun
4) Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun
b. Menurut Koesoemanto Setyonegoro, lanjut usia dikelompokkan
sebagai berikut:
1) Usia dewasa muda (elderly adulthood) yaitu usia 18/20-25 tahun
2) Usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas (usia 25-60/65
tahun)
3) Lanjut usia (geriatric age) yaitu usia lebih dari 65/70 tahun,
4) Usia 70-75 tahun (young old)2)
5) Usia 75-80 tahun (old)
6) Usia lebih dari 80 tahun (very old)
c. Menurut Hurlock, perbedaan lanjut usia terbagi dalm dua tahap
yaitu:
1) Early old age (usia 60-70 tahun)
2) Advanced old age(usia 70 tahun ke atas

4. Karakteristik Lansia
Lansia memiliki karakteristik yang berusia lebih dari 60 tahun,
kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit,
kebutuhan biopsikososial dan spiritual, kondisi adaptif hingga kondisi
maladaptif (Maryam, 2008)

5. Klasifikasi Lansia
Menurut Depkes RI (2013) klasifikasi lansia terdiri dari:
a. Pra lansia yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun
b. Lansia ialah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
c. Lansia resiko tinggi ialah seseorang yang berusia 60 tahun lebih
dengan masalah kesehatan
d. Lansia potensial ialah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan
dan kegiatan yang dapat mengahasilkan barang atau jasa
e. Lansia tidak potensial ialah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,
sehingga hidupnya tergantung pada bantuan orang lain
6. Ciri – Ciri Lansia
Menurut Depkes RI (2016), ciri-ciri lansia adalah sebagai berikut :
a. Lansia merupakan periode kemunduran
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor
psikologis sehingga motivasi memiliki peran yang penting dalam
kemunduran pada lansia. Misalnya lansiayang memiliki motivasi yang
rendah dalam melakukan kegiatan, maka akanmempercepat proses
kemunduran fisik, akan tetapi ada juga lansia yang memilikimotivasi
yang tinggi, maka kemunduran fisik pada lansia akan lebih lama terjadi.
b. Lansia memiliki status kelompok minoritas
Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan
terhadap lansiadan diperkuat oleh pendapat yang kurang baik, misalnya
lansia yang lebih senangmempertahankan pendapatnya maka sikap
sosial di masyarakat menjadi negatif, tetapiada juga lansia yang
mempunyai tenggang rasa kepada orang lain sehingga sikap
sosialmasyarakat menjadi positif.
c. Menua membutuhkan perubahan peran
Perubahan peran pada lansia sebaiknya dilakukan atas dasarkeinginan
sendiri bukan atas dasar tekanan dari lingkungan. Misalnya
lansiamenduduki jabatan sosial di masyarakat sebagai Ketua RW,
sebaiknya masyarakattidak memberhentikan lansia sebagai ketua RW
karena usianya.
d. Penyesuaian yang buruk pada lansia
Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka cenderung
mengembangkankonsep diri yang buruk sehingga dapat
memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk.Akibat dari perlakuan
yang buruk itu membuat penyesuaian diri lansia menjadi burukpula.
Contoh: lansia yang tinggal bersama keluarga sering tidak dilibatkan
untukpengambilan keputusan karena dianggap pola pikirnya kuno,
kondisi inilah yangmenyebabkan lansia menarik diri dari lingkungan,
cepat tersinggung dan bahkanmemiliki harga diri yang rendah
7. Perubahan – Perubahan pada Lansia
Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara
degeneratif yang akan berdampak pada perubahan-perubahan pada diri
manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan, sosial
dan seksual (Azizah dan Lilik M, 2011).
a. Perubahan Fisik
1) Sistem Indra
Sistem pendengaran:Prebiakusis(gangguan pada pendengaran) oleh
karenahilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga
dalam, terutamaterhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi,
suara yang tidak jelas, sulitdimengerti kata-kata, 50% terjadi pada
usia diatas 60 tahun.
2) Sistem Integumen
Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak elastiskering dan
berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis
danberbercak. Kekeringan kulit disebabkan atropi glandula
sebaseadan glandula sudoritera,timbul pigmen berwarna coklat
pada kulit dikenal dengan liver spot.
3) Sistem Muskuloskeletal
Perubahan system muskuloskeletal pada lansia: Jaringan
penghubung (kolagendan elastin), kartilago, tulang, otot dan sendi.
Kolagen sebagai pendukung utama kulit, tendon, tulang, kartilago
dan jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi bentangan
yang tidak teratur.
a) Kartilago: jaringan kartilagopada persendian menjadi lunak
dan mengalami granulasi, sehingga permukaansendi menjadi
rata. Kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang
dandegenerasi yang terjadi cenderung kearah
progresif,konsekuensinya kartilagopada persendiaan menjadi
rentan terhadap gesekan.
b) Tulang: berkurangnyakepadatan tulang setelah diamati adalah
bagian dari penuaan fisiologi, sehinggaakan mengakibatkan
osteoporosis dan lebih lanjut akan mengakibatkan
nyeri,deformitas dan fraktur.
c) Otot: perubahan struktur otot pada penuaan sangatbervariasi,
penurunan jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan
jaringanpenghubung dan jaringan lemak pada otot
mengakibatkan efek negatif. 4)Sendi: pada lansia, jaringan ikat
sekitar sendi seperti tendon, ligamendan fasiamengalami
penuaan elastisitas.
4) Sistem kardiovaskuler
Perubahan pada sistem kardiovaskuler pada lansia adalah massa
jantungbertambah, ventrikel kiri mengalami hipertropi sehingga
peregangan jantungberkurang, kondisi ini terjadi karena
perubahan jaringan ikat. Perubahan inidisebabkan oleh
penumpukan lipofusin, klasifikasi SA Node dan
jaringankonduksi berubah menjadi jaringan ikat.
5) Sistem Respirasi
Pada proses penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru,
kapasitas total parutetap tetapi volume cadangan paru bertambah
untuk mengkompensasi kenaikanruang paru, udara yang
mengalir ke paru berkurang. Perubahan pada otot,kartilago dan
sendi torak mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu
dankemampuan peregangan toraks berkurang.
6) Pencernaan dan Metabolisme
Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti
penurunan produksisebagai kemunduran fungsi yang nyata
karena kehilangan gigi, indra pengecap menurun, rasa lapar
menurun (kepekaan rasa lapar menurun), liver(hati)
makinmengecil dan menurunnya tempat penyimpanan, dan
berkurangnya aliran darah.
7) Sistem perkemihan
Pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang signifikan.
Banyak fungsi yangmengalami kemunduran, contohnya laju
filtrasi, ekskresi,danreabsorpsiolehginjal.
8) Sistem saraf
Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan
atropiyang progresifpada serabut saraf lansia. Lansia mengalami
penurunan koordinasi dankemampuan dalam melakukan
aktifitas sehari-hari.
9) Sistem reproduksi
Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan menciutnya
ovarydanuterus. Terjadi atropi payudara. Pada laki-laki testis
masih dapat memproduksispermatozoa, meskipun adanya
penurunan secara berangsur-angsur.
2. Perubahan Kognitif:
a. Daya Ingat (Memory)
b. IQ (Intellegent Quotient)
c. Kemampuan Belajar (Learning)
d. Kemampuan Pemahaman (Comprehension)
e. Pemecahan Masalah (Problem Solving)
f. Pengambilan Keputusan (Decision Making)
g. Kebijaksanaan (Wisdom)
h. inerja (Performance)
i. Motivasi (Motivation)
3. Perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :
a. Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa
b. Kesehatanumum
c. Tingkat pendidikan
d. Keturunan (hereditas)
e. Lingkungan
f. Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.
g. Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.
h. rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman
dankeluarga.
i. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap
gambaran diri,perubahan konsep diri. Perubahan spiritualagama atau
kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya. Lansia
semakinmatang (mature)dalam kehidupan keagamaan, hal ini terlihat
dalam berfikir danbertindak sehari-hari.
4. Perubahan Psikososial
a. Kesepian
Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat meninggal terutama
jikalansia mengalami penurunan kesehatan, seperti menderita penyakit
fisik berat,gangguan mobilitas atau gangguan sensorik terutama
pendengaran.
b. Duka cita (Bereavement)
Meninggalnya pasangan hidup, teman dekat, atau bahkan hewan
kesayangandapat meruntuhkan pertahanan jiwa yang telah rapuh pada
lansia. Hal tersebutdapat memicu terjadinya gangguan fisik dan
kesehatan.
c. Depresi
Duka cita yang berlanjut akan menimbulkan perasaan kosong, lalu
diikuti dengankeinginan untuk menangis yang berlanjutmenjadi suatu
episode depresi. Depresi juga dapat disebabkan karena stres lingkungan
dan menurunnya kemampuanadaptasi.
d. Gangguan cemas
Dibagi dalam beberapa golongan: fobia, panik, gangguan cemas
umum,gangguan stress setelah trauma dan gangguan obsesif
kompulsif, gangguan-gangguantersebut merupakan kelanjutan dari
dewasa muda dan berhubungandengan sekunder akibat penyakit
medis, depresi, efek samping obat, atau gejalapenghentian mendadak
dari suatu obat.
e. Parafrenia
Suatu bentukskizofrenia pada lansia, ditandai dengan waham (curiga),
lansiasering merasa tetangganya mencuri barang-barangnya atau
berniatmembunuhnya. Biasanya terjadi pada lansia yang
terisolasi/diisolasi ataumenarik diri dari kegiatan sosial.
f. Sindroma Diogenes
Suatu kelainan dimana lansia menunjukkan penampilan perilaku
sangatmengganggu. Rumah atau kamar kotor dan bau karena lansia
bermain-maindengan feses dan urinnya, sering menumpuk barang
dengan tidak teratur.Walaupun telah dibersihkan, keadaan tersebut
dapat terulang kembali.

Anda mungkin juga menyukai