Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN STROKE NON HEMORAGIK

DI BANGSAL CEMPAKA
RUMKIT TK III SLAMET RIYADI SURAKARTA

Disusun Oleh :
Nama : Danar Fauzan Adi Prayitno
NIM : SN211024

PROGRAM STUDI PROFESI NERS PROGRAM PROFESI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN STROKE NON HEMORAGIK
DI BANGSAL CEMPAKA
RUMKIT TK III SLAMET RIYADI SURAKARTA

A. KONSEP PENYAKIT
1. Pengertian Stroke
Stroke atau cedera cerebrovaskular (CVA) adalah kehilangan
fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian
otak (Smeltzer, 2013). Stroke menurut World Health Organization
(WHO) adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progesif,
cepat, berupa defisit neurologis fokal dan/ atau global, yang berlangsung
24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata–
mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik
(Mansjoer A, 2013; Rumantir CU, 2017). Menurut Price & Wilson
(2015) pengertian dari stroke adalah setiap gangguan neurologik
mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah
melalui sistem suplai arteri otak (Price, 2015).
Stroke adalah masalah neurologik primer di AS dan di dunia.
Meskipun upaya pencegahan telah menimbulkan penurunan pada insiden
dalam beberapa tahun terakhir, stroke adalah peringkat ketiga penyebab
kematian, dengan laju mortalitas 18% sampai 37% untuk stroke pertama
dan sebesar 62% untuk stroke selanjutnya. Terdapat kira-kira 2 juta orang
bertahan hidup dari stroke yang mempunyai beberapa kecacatan; dari
angka ini, 40% memerlukan bantuan dalam aktivitas kehidupan sehari-
hari. Di Indonesia, menurut SKRT tahun 2011, stroke termasuk penyebab
kematian utama, dengan 3 per 1000 penduduk menderita penyakit stroke
dan jantung iskemik. (Smeltzer, 2013).
Stroke non hemoragik atau disebut juga stroke iskemik
didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang berkembang oleh
sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada umumnya
terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan
cacat atau kematian. Stroke non hemoragik sekitar 85%, yang terjadi
akibat obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi

1
serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan (trombus) yang
terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau pembuluh atau organ distal.
Trombus yang terlepas dapat menjadi embolus (Price, 2015).
Sedangkan menurut Padila, (2014) Stroke Non Haemoragik adalah
cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak terjadi
akibat pembentukan trombus di arteri cerebrum atau embolis yang
mengalir ke otak dan tempat lain di tubuh.
Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat
emboli dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat,
baru bangun tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun
terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul
edema sekunder. (Arif Muttaqin, 2018).

2. Etiologi
Stroke non-hemoragik bisa terjadi akibat suatu dari tiga
mekanisme patogenik yaitu trombosis serebri atau emboli serebri dan
hipoperfusion sistemik (Sabiston, 2012; Nurarif, 2013).
a. Trombosis serebri merupakan proses terbentuknya thrombus yang
membuat penggumpalan. Trombosis serebri menunjukkan oklusi
trombotik arteri karotis atau cabangnya, biasanya karena
arterosklerosis yang mendasari. Proses ini sering timbul selama
tidur dan bisa menyebabkan stroke mendadak dan lengkap. Defisit
neurologi bisa timbul progresif dalam beberapa jam atau intermiten
dalam beberapa jam atau hari.
b. Emboli serebri merupakan tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan
darah. Emboli serebri terjadi akibat oklusi arteria karotis atau
vetebralis atau cabangnya oleh trombus atau embolisasi materi lain
dari sumber proksimal, seperti bifurkasio arteri karotis atau jantung.
Emboli dari bifurkasio karotis biasanya akibat perdarahan ke dalam
plak atau ulserasi di atasnya di sertai trombus yang tumpang tindih
atau pelepasan materi ateromatosa dari plak sendiri. Embolisme
serebri sering di mulai mendadak, tanpa tanda-tanda disertai nyeri

2
kepala berdenyut.
c. Hipoperfusion sistemik adalah berkurangnya aliran darah ke
seluruh bagian tubuh karena adanya gangguan denyut jantung.

3. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala dari stroke adalah (Baughman, C Diane.dkk,2014):
a. Kehilangan motoric
Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada
salah satu sisi) dan hemiparesis (kelemahan salah satu sisi) dan
disfagia 
b. Kehilangan komunikasi
Disfungsi bahasa dan komunikasi adalah disatria (kesulitan
berbicara) atau afasia (kehilangan berbicara).
c. Gangguan persepsi
Meliputi disfungsi persepsi visual humanus, heminapsia atau
kehilangan penglihatan perifer dan diplopia, gangguan hubungan
visual, spesial dan kehilangan sensori.
d. Kerusakan fungsi kognitif parestesia (terjadi pada sisi yang
berlawanan).
e. Disfungsi kandung kemih meliputi: inkontinensiaurinarius
transier, inkontinensia urinarius peristen atau retensi urin
(mungkin simtomatik dari kerusakan otak bilateral), Inkontinensia
urinarius dan defekasiyang berlanjut (dapat mencerminkan
kerusakan neurologi ekstensif).

3
Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung dengan daerah
otak yang terkena:
a. Pengaruh terhadap status mental: tidak sadar, konfus, lupa tubuh
sebelah
b. Pengaruh secara fisik: paralise, disfagia, gangguan sentuhan dan
sensasi, gangguan penglihatan
c. Pengaruh terhadap komunikasi, bicara tidak jelas, kehilangan
bahasa.
Dilihat dari bagian hemisfer yang terkena tanda dan gejala dapat
berupa:
Hemisfer kiri Hemisfer kanan
 Mengalami hemiparese  Hemiparese sebelah kiri
kanan tubuh
 Perilaku lambat dan hati-hati  Penilaian buruk
 Kelainan lapan pandang  Mempunyai kerentanan
kanan terhadap sisi kontralateral
 Disfagia global sehingga memungkinkan
 Afasia terjatuh ke sisi yang

 Mudah frustasi berlawanan tersebut

4. Komplikasi
Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi,
komplikasi ini dapat dikelompokan berdasarkan:
a. Berhubungan dengan immobilisasi : infeksi pernafasan, nyeri pada
daerah tertekan, konstipasidan thromboflebitis.
b. Berhubungan dengan paralisis : nyeri pada daerah punggung,
dislokasi sendi, deformitas dan terjatuh.
c. Berhubungan dengan kerusakan otak : epilepsi dan sakit kepala.
d. Hidrocephalus
Individu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang
mengontrol respon pernapasan atau kardiovaskuler dapat meninggal
(Nurarif, 2013).

4
5. Patofisiologi dan Pathway
a. Patofisiologi Stroke Iskemik
Stroke iskemik terjadi karena berkurangnya aliran darah ke otak
atau bagian otak sehingga terjadi kekurangan oksigen dan glukosa
serta zat-zat lain yang penting dan diperlukan untuk kehidupan sel-
sel, otak dan pembuangan CO2 dan asam laktat. Ada beberapa
faktor yang mempengaruhi aliran darah di otak, antara lain:
1) Keadaan pembuluh darah dapat menyempit akibat
aterosklerosis atau tersumbat oleh thrombus atau embolus
2) Keadaan darah : viskositas darah yang meningkat dan
hematokrit yang meningkat menyebabkan aliran darah ke otak
lebih lambat, anemia yang berat menyebabkan oksigenasi otak
menurun
3) Tekanan darah sistematik memgang peranan terhadap tekanan
perfusi otak
4) Kelainan jantung menyebbakan menurunnya curah jantung
serta lepasnya embolus yang menimbulkan iskemai otak.
Sebagai akibat dari menurunnya aliran darah ke sebagian otak
tertentu, maka akan terjadi seragkaian proses patologik pada
daerah iskemik. Perubahan ini dimulai ditingkat selular, berupa
perubahan fungsi dan struktur sel yang diikuti dengan
kerusakan pada fungsi utama serta integritas fisik dari susunan
sel, selanjutnya akan berakhir dengan kematian neuron.
b. Patofisiologi Stroke Hemoragik
1) Patofisiologi Perdarahan Intraserebral
Penyebab perdarahan intraserebral dapat bersifat primer akibat
hipertensi kronik dan sekunder akibat anomaly vaskuler
congenital, koagulopati, tumor otak, vaskulitis, post stroke
iskemik dan penggunaan obat anti koagulan.
2) Patofisiologi perdarahan subarachnoid
Perdarahan subarachnoid jumlahnya realtif kecil yaitu sekitar

5
4,2%. Perdarahan subarachnoid terjadi karena pecahnya
anuerisme sakuler 80% kasus perdarahan subarachnoid non
traumatic. Anuerisme sakuler merupakan proses degenerasi
vaskler akibat didapat proses hemodinamika pada bifurcation
pembuluh arteri otak terutama di daerah sirkulus willisi. Darah
masuk ke subarachnoid pada sebagian besar kasus
menyebabkan sakit kepala hebat diikuti penurunan kesadaran
dan rangsangan meningeal (Hariyanto dan Sulistyowati, 2015).

6
Pathway

Aterosklerosis Trombos dan Emboli

Perubahan Menyumbat pembuluh darah otak


perfusi
jaringan Suplai darah ke otak menurun
serebral
Iskemia dan hipoksia jaringan otak
Resiko
Kematian jaringan dan sel-sel otak
kerusakan
integritas kulit

Penurunan kesadaran dan tirah baring Defisit neurologis

mucus berlebihan Kerusakan system motorik dan sensorik

Hambatan
komunikasi verbal
Bersihan Kelemahan dan kelumpuhan
jalan nafas
tidak efektif

Hambatan
mobilitas fisik

Defisit perawatan
diri

(Hariyanto dan Sulistyowati, 2015)

8
6. Penatalaksanaan
Menurut Smeltzer dan Bare, (2012) penatalaksanaan stroke dapat dibagi
menjadi dua, yaitu :
a. Phase Akut :
1) Pertahankan fungsi vital seperti : jalan nafas, pernafasan,
oksigenisasi dan sirkulasi.
2) Reperfusi dengan trombolityk atau vasodilation : Nimotop.
Pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa trombolitik /
emobolik.
3) Pencegahan peningkatan TIK. Dengan meninggikan kepala 15-
30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan,
pemberian dexamethason.
4) Mengurangi edema cerebral dengan diuretik
5) Pasien di tempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup
dengan kepala tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan
vena serebral berkurang
b. Post phase akut
1) Pencegahan spatik paralisis dengan antispasmodik
2) Program fisiotherapi
3) Penanganan masalah psikososial

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Menurut Muttaqin, (2018) anamnesa pada stroke meliputi identitas klien,
keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu,
riwayat penyakit keluarga, dan pengkajian psikososial.
a. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal
dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis medis.

9
b. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongau kesehatan
adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak
dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat
mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya
terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar,
selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak
yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran
disebabkan perubahan di dalam intrakranial. Perubahan perilaku juga
umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi,
tidak responsif, dan konia.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes
melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala,
kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan,
aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan. Pengkajian
pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti pemakaian
obat antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya.
Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat
kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung
pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar
untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan
selanjutnya.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes
melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
f. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi bebera pa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas

10
mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian
mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai
respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons
atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam
keluarga ataupun dalam masyarakat.
g. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan
klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari
pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara
per sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada
pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan
keluhan-keluhan dari klien.
1) B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan
peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas
tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan
produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang
sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat
kesadaran koma.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mends, pengkajian
inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi toraks
didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi
tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
2) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan
(syok hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke.
Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi
hipertensi masif (tekanan darah >200 mmHg).

11
3) B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung
pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran
area yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral
(sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat
membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain) merupakan
pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian
pada sistem lainnya.
4) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine
sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan
kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung
kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang
kontrol sfingter urine eksternal hilang atau berkurang. Selama
periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik
steril. Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan
kerusakan neurologis luas.
5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan
menurun, mual muntah pada fase akut. Mual sampai muntah
disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga
menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi
biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan
kerusakan neurologis luas.
6) B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan
kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron
motor atas menyilang, gangguan kontrol motor volunter pada
salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron
motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi
motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah

12
satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan.
Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda
yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan 02 kulit akan
tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan
buruk. Selain itu, perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus
terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke
mengalami masalah mobilitas fisik.
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah
menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
7) Pengkajian Tingkat Kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling
mendasar dan parameter yang paling penting yang
membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan
respons terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif
untuk disfungsi sistem persarafan. Beberapa sistem digunakan
untuk membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan
keterjagaan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya
berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Jika
klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat
penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan
evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
8) Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual,
kemampuan bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
9) Status Mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi
wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut
biasanya status mental klien mengalami perubahan.

13
10) Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka
pendek maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan
berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami
brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan dan
perbedaan yang tidak begitu nyata.
11) Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang
memengaruhi fungsi dari serebral. Lesi pada daerah hemisfer
yang dominan pada bagian posterior dari girus temporalis
superior (area Wernicke) didapatkan disfasia reseptif, yaitu
klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis.
Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis inferior
(area Broca) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat
mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan
bicaranya tidak lancar. Disartria (kesulitan berbicara),
ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang
disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk
menghasilkan bicara. Apraksia (ketidakmampuan untuk
melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya), seperti terlihat
ketika klien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir
rambutnya.
h. Pengkajian Saraf Kranial
Menurut Muttaqin, (2018) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan
saraf kranial I-X11.
1) Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada
fungsi penciuman.
2) Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori
primer di antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan
visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek
dalam area spasial) sering terlihat pada Mien dengan hemiplegia
kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan

14
karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian
tubuh.
3) Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis,
pada
4) Satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan
gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit.
5) Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis
saraf trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan
mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral,
serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan
eksternus.
6) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
7) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
8) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan
membuka mulut.
9) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.
10) Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan
fasikulasi, serta indra pengecapan normal.
i. Pengkajian Sistem Motorik
Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan
mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan
motorik. Oleh karena UMN bersilangan, gangguan kontrol motor
volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan
pada UMN di sisi ng berlawanan dari otak.
1) Inspeksi Umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah
satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan.
Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda
yang lain.

15
2) Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
3) Tonus Otot. Didapatkan meningkat.
j. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Muttaqin, (2018), pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan ialah sebagai berikut :
1) Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik
seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk
mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi
vaskular.
2) Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada carran
lumbal menunjukkan adanya hernoragi pada subaraknoid atau
perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein
menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor
merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif,
sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih
normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
3) CT scan.
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema,
posisi henatoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia,
dan posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya
didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di
ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
4) MRI
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang
magnetik untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinya
perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area
yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
5) USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah
sistem karotis).

16
6) EEG
Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang timbul
dan dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya
impuls listrik dalam jaringan otak.

2. Diagnosa keperawatan
a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan
aliran darah ke otak
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan mucus
berlebihan
c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuscular
d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan neuromuscular
e. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan fisiologis
(misalnya: tumor otak, penurunan sirkulasi ke otak, sistem
muskuluskoletal melemah).
f. Resiko integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik (misalnya
daya gesek, tekanan imobiltas fisik)

3. Perencanaan Keperawatan
No Dx. Tujuan dan Intervensi Rasional
Keperawata Kriteria Hasil
n
1 Bersihan Setelah dilakukan a. Monitor a. Untuk
jalan nafas tindakan status mengetahui
tidak efektif keperawatan selama pernafasan TTV klien
berhubunga 3 x 24 jam di dan b. Untuk
n dengan harapkan klien oksigenasi, mengeluark
mucus mampu sebagaimana an secret
berlebihan meningkatkan dan mestinya yang
memepertahankan tertahan

17
keefektifan jalan b. Lakukan c. Memberikan
nafas dengan kriteria fisioterapi rasa
hasil: dada, nyaman
a. Frekuensi sebagimana pada pasien
pernafasan (3) semestinya d. Untuk
b. Akumulasi c. Posisikan melonggark
sputum (3) pasien untuk an
c. Irama pernafasan memaksimal pernafasan
(3) kan ventilasi klien
d. Kolaborasi
pemberian
nebulizer
2 Perubahan Setelah dilakukan a. Monitor a. Untuk
perfusi tindakan TTV dan mengetahui
jaringan keperawatan selamu tingkat TTV klien
berhubunga 3 x 24jam kesadaran b. Agar pasien
n dengan diharapkan klien b. Baringkan nyaman
penurunan perubahan perfusi klien c. Untuk
aliran darah jaringan dapat (bedrest) menghindar
ke otak diatasi dengan total dengan i terjadinya
kriteria hasil : posisi tidur perdarahan
a. Sakit kepala (4) terlentang di otak
b. Kegelisahan (4) tanpa bantal d. Agar TD
c. Refleks saraf c. Ajarkan klien turun
terggangu (4) klien untuk
d. Tekanan darah menghindari
sistolik (4) batuk dan
e. Tekanan darah mengejan
diastolik (4) berlebihan
d. Pemberian
terapi sesuai
instruksi
dokter

18
seperti
steroid,
aminofel,
antibiotika
3 Hambatan Setelah di lakukan a. Kaji a. Untuk
mobilitas tindakan kekuatan mengetahui
fisik keperawatan selama otot kekuatan
berhubunga 3 x 24 jam mobilitas b. Ajarkan otot klien
n dengan fisik teratasi, dengan klien Room b. Agar
gangguan ne kriteria hasil : pasif ototnya
uromuskular a. Kecepatan c. Instrusikan tidak kaku
berjalan (3) klien c. Agar posisi
b. Kekuatan tubuh mengenai klien
bagian atas (3) pemindahan nyaman
c. Kekuatan tubuh dan teknik d. Mempertah
bagian bawah ambulasi ankan
(3) yang aman mobilitas
d. Tekanan darah d. Konsultasika sendi
sistolik ketika n pada ahli e. Agar
beraktivitas (3) terapi fisik keluarga
e. Tekanan darah mengenai bisa
diastolic ketika rencana merawat
beraktivitas (3) ambulasi, klien secara
sesuai mandiri
kebutuhan
e. Libatkan
keluarga
dalam
mobilitas
fisik klien

4 Defisit Setelah di lakukan a. Monitor a. Untuk


perawatan tindakan integritas mengetahui

19
diri keperawatan selama kulit klien kulit klien
berhubunga 3 x 24 jam terjadi b. Letakan b. Agar kulit
n dengan prilaku peningkatan handuk, tetap
gangguan perawatan diri sabun, lembab
neuromusku dengan kriteria hasil deodoran, c. Agar tidak
lar : alat terjadi
a. klien bercukur, integritas
menunjukan dan asesoris kulit
perubahan gaya lain yang d. Agar klien
hidup untuk diperlukan dapat
kebutuhan disisi tempat merawat
merawat diri. tidur atau diri secara
b. klien mampu kamar mandi mandiri
melakukan c. Jaga ritual
aktivitas kebersihan
perawatna diri d. Berikan
sesuai dengan bantuan
tingkat sampai klien
kemampuan. benar- benar
c. Mempertahanka mampu
n kebersihan merawat diri
mulut (4) secara
d. Menyisir rambut mandiri
(3)
e. Mempertahanka
n kebersihan
tubuh (3)

5 Hambatan Setelah di lakukan a. Monitor a. Untuk


komunikasi tindakan klien terkait mengetahu
verbal keperawatan selama dengan i hanbatan
berhubunga 3 x 24 jam perasaan komunikas
n dengan Hambatan frustasi, i verbal

20
Gangguan komunikasi verbal kemerahan, klien
fisiologis teratasi dengan depresi atau
(mis : tumor kriteria hasil : respon –
otak, a. Klien berbicara respon lain
penurunan dengan jelas (4) disebabkan b. Untuk
sirkulasi ke b. Klien karena melatih
otak, sistem memastikan adanya bicara
musculoskel bahwa informasi gangguan pasien
etal dipahami (4) kemampuan c. Agar
melemah) c. Metode berbicara keluarga
komunikasi b. Instrusikan dapat
alternatif klien untuk melatih
digunakan jika berbicara klien
dibutuhkan (4) pelan d. Agar klien
c. Instrusikan bisa bicara
klien atau dengan
keluarga lancer
untuk
menggunaka
n proses
kognitif,
anatomis,
dan
fisiologi,
yang terlibat
dalam
kemampuan
berbicara
d. Sediakan
metode
alternative
untuk

21
berkomunik
asi dengan
berbicara
( misalnya
menulis
dimeja,
menggunaka
n kartu
kedipan
mata, papan
komunikasi
dengan
gambar dan
huruf, tanda
dengan
tangan atau
postur, dan
menggunaka
n computer)

6 Resiko Setelah di lakukan a. Monitor a. Agar


kerusakan tindakan penggunaan mencegah
integritas keperawatan selama alat bantu terjadinya
kulit 3 x 24 jam resiko misal (kruk, resiko
berhubunga kerusakan integritas kursi roda) intgritas
n dengan kulit teratasi dengan b. Jelaskan kulit
faktor kriteria hasil : pada klien b. Untuk
mekanik a. Tidak terdapat dan keluarga melatih
(misalnya penekanan (4) manfaat dan otot klien
daya gesek, b. Tidak tujuan c. Agar Otot
tekanan, menunjukan melakukan klien tidak
imobilitas f adanya kelainan latihan sendi kaku
isik) pada status c. Konsultasika

22
nutrisi (4) n kepada
ahli terapi
fisik
c. Tidak mengenai
menunjukan rencana
adanya kelainan ambulasi,
pada kekuatan sesuai
otot (4) kebutuhan
d. Tidak
menunjukan
adanya kelainan
pada persendian
(4)

23
DAFTAR PUSTAKA

Ackley BJ, Ladwig GB. (2012). Nursing Diagnosis Handbook. An Evidance-


Based Guide to Planning Care. Ninth Edition. United States of Amerika:
Elsevier.
Israr YA. Stroke. Riau: Faculty of Medicine, 2008. http://case-s-t-r-o-k-e.pdf
Diakses pada 1 Juni 2013.
Kneafsey R. (2017). A systematic review of nursing contributions to mobility
rehabilitation: examining the quality and content of the evidence, J Clin
Nurs 16(11c):325-340.
Kristofer D. (2013). Gambaran Profil Lipid Pada Penderita Stroke Di Rumah
Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2009. Medan: FK
USU, 2013. http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/21421 Diakses
pada 1 Juni 2013.
Madiyono B & Suherman SK. (2013). Pencegahan Stroke & Serangan Jantung
Pada Usia Muda. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan. (2015). Kapita Selekta
Kedokteran edisi ketiga jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius.
Mardjono M & Sidharta P. (2012). Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat.
Nurarif AH, Hardhi K. (2014). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosis Medis dan Nanda Nic Noc. Jilid 2. Yogyakarta: Mediaction.
Price, Sylvia A, Lorraine MW. (2015). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-
proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Rambe AS. (2012). Obat Obat Penyakit Serebrovaskular. Medan: FK USU.
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/3458. Diakses pada 1 Juni
2013.
Rismanto. (2016). Gambaran Faktor-Faktor Risiko Penderita Stroke Di Instalasi
Rawat Jalan Rsud Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto Tahun 2016.
Semarang: FKM UNDIP, 2016.
http://www.fkm.undip.ac.id/data/index.php?action=4&idx=3745. Diakses
pada 1 Juni 2016.

24
Ritarwan K. (2013). Pengaruh Suhu Tubuh Terhadap Outcome Penderita Stroke
Yang Dirawat Di Rsup H. Adam Malik Medan. Medan: FK USU.
Rubenstein D, Waine D & Bradley J. (2015). Kedokteran Klinis Edisi Ke 6.
Jakarta: Penerbit Erlangga.
Rumantir CU. (2017). Gangguan peredaran darah otak. Pekanbaru: SMF Saraf
RSUD Arifin Achmad/FK UNRI. Pekanbaru.
Sabiston. (2016). Buku Ajar Bedah Bagian 2. Jakarta: EGC.
Sinaga SA. (2013). Karakteristik Penderita Stroke Rawat Inap Di Rumah Sakit
Haji Medan Tahun 2010-2012. Medan: FKM USU, 2012.
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/16617. Diakses pada 1 Juni
2013.
Smeltzer SC, Brenda GB. (2013). Keperawatan Medikal-Bedah edisi 8 vol.1.
Jakarta: EGC.
Sudoyo AW. (2016). Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Swartz MH. (2012). Buku Ajar Diagnostic Fisik. Jakarta: EGC.
Utami IM. (2012). Gambaran Faktor - Faktor Risiko Yang Terdapat Pada
Penderita Stroke Di RSUD Kabupaten Kudus. Semarang: FK UNDIP,
2012. http://eprints.undip.ac.id/4021/1/2042.pdf . Dakses pada 1 Juni
2013.
Yeom HA, Keller C, Fleury J. (2017). Intervention for promoting mobility in
community-dwelling older adults, J Am Acad Nurse Pract 21 (2):95-100.

25

Anda mungkin juga menyukai