Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KELUARGA


TAHAP PERKEMBANGAN VII USIA PERTENGAHAN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Profesi Ners


Keperawatan Keluarga
Dosen Pembimbing : Ns. Wahyuni Safitri., S.Kep., M.Kep

Disusun oleh :
Danar Fauzan Adi Prayitno
SN211024

PROGRAM STUDI PROFESI NERS PROGRAM PROFESI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA
TAHUN AJARAN 2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KELUARGA
TAHAP PERKEMBANGAN VII USIA PERTENGAHAN

A. PENGERTIAN
Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala
keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah
satu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Departemen Kesehatan RI, 2014).
Keluarga adalah anggota rumah tangga yang saling berhubungan melalui pertalian
darah, adopsi, atau perkawinan (Margaretha, 2018).
Tahap ketujuh dari siklus kehidupan keluarga, tahap usia pertengahan bagi
orangtua, dimulai ketika anak terakhir meninggalkan rumah dan berakhir pada saat
pensiun atau kematian salah satu pasangan. Tahap ini biasanya dimulai ketika
orangtua memasuki usia 45-55 tahun dan berakhir pada saat seorang pasangan
pensiun, biasanya 16-18 tahun kemudian. Biasanya pasangan suami istri dalam usia
pertengahannya merupakan sebuah keluarga inti meskipun masih berinteraksi
dengan orangtua mereka yang lanjut usia dan anggota keluarga lain dari keluarga
asal mereka dan juga anggota keluarga dari hasil perkawinan keturunannya.
Pasangan postparental (pasangan yang anak-anaknya telah meninggalkan rumah)
biasanya tidak terisolasi lagi saat ini ; semakin banyak pasangan usia pertengahan
hidup hingga menghabiskan sebagian masa hidupnya dalam fase postparental,
dengan hubungan ikatan keluarga hingga empat generasi, yang merupakan hal yang
biasa (Levin, 2013).
Akan tetapi bagi sejumlah pasangan, tahun-tahun ini umumnya sulit dan berat,
karena masalah-masalah penuaan, hilangnya anak, dan adanya suatu perasaan dalam
diri mereka bahwa mereka gagal menjadi membesarkan anak dan usaha kerja.
Selanjutnya, tidak jelas apa yang terjadi dengan kepuasan perkawinan dan keluarga
melewati siklus kehidupan berkeluarga. Beberapa studi tentang kepuasan
perkawinan memperlihatkan bahwa kepuasan perkawinan menurun tajam setelah

2
perkawinan berlangsung dan terus menurun hingga tahun pertengahan (Leslie,
2013).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah unit
terkecil yang berupa dua atau lebih individu yang terdiri dari kepala keluarga serta
beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di satu atap yang tergabung karena
adanya ikatan berupa hubungan darah, perkawinan atau adopsi untuk saling berbagi
pengalaman dan melakukan pendekatan emosional serta mengidentifikasikan diri
sebagai bagian dari anggota keluarga yang selalu berinteraksi satu sama lain.

B. TUGAS PERKEMBANGAN KELUARGA


Tahap dan siklus tumbuh kembang keluarga menurut Friedman 2012, ada 8
tahap tumbuh kembang keluarga, yaitu :
1. Tahap I (Keluarga dengan pasangan baru / Beginning family)
Pembentukan pasangan menandakan pemulaan suatu keluarga baru
dengan pergerakan dari membentuk keluarga asli sampai kehubungan intim
yang baru. Tahap ini juga disebut sebagai tahap pernikahan. Tugas
perkembangan keluarga tahap ini adalah membentuk pernikahan yang
memuaskan bagi satu sama lain, berhubungan secara harmonis dengan jaringan
kekerabatan, perencanaan keluarga.
2. Tahap II (Keluarga kelahiran anak pertama / Childbearing family)
Mulai dengan kelahiran anak pertama dan berlanjut samapi berusia 30
bulan. Transisi ke masa menjadi orang tua adalah salah satu kunci menjadi
siklus kehidupan keluarga. Tugas perkembangan tahap ini adalah membentuk
keluarga muda sebagai suatu unit yang stabil (menggabungkan bayi yang baru
kedalam keluarga), memperbaiki hubungan setelah terjadinya konflik mengenai
tugas perkembangan dan kebutuhan berbagai keluarga, mempertahankan
hubungan pernikahan yang memuaskan, memperluas hubungan dengan
hubungan dengan keluarga besar dengan menambah peran menjadi orang tua
dan menjadi kakek/nenek.

3
3. Tahap III (Keluarga dengan anak prasekolah / Families with preschool)
Tahap ketiga siklus kehidupan keluarga dimulai ketika anak pertama
berusia 2,5 tahun dan diakhiri ketika anak berusia 5 tahun. Keluarga saat ini
dapat terdiri dari tiga sampai lima orang, dengan posisi pasangan suami-ayah,
istri-ibu, putra-saudara laki-laki, dan putrisaudara perempuan. Tugas
perkembangan keluarga tahap ini adalah memenuhi kebutuhan anggota keluarga
akan rumah, ruang, privasi dan keamanan yang memadai, menyosialisasikan
anak, mengintegrasi anak kecil sebagai anggota keluarga baru sementara tetap
memenuhi kebutuhan anak lain, mempertahankan hubungan yang sehat didalam
keluarga dan diluar keluarga. Peralatan dan fasilitas juga harus aman untuk
anak-anak.
4. Tahap IV (Keluarga dengan anak sekolah / Families with school children)
Tahap ini dimulai ketika anak pertama memasuki sekolah dalam waktu
penuh, biasanya pada usia 5 tahun, dan diakhiri ketika ia mencapai pubertas,
sekitar 13 tahun. Keluarga biasanya mencapai jumlah anggota keluarga
maksimal dan hubungan keluarga pada tahap ini juga maksimal. Tugas
perkembangan keluarga pada tahap ini adalah menyosialisasikan anak- anak
termasuk meningkatkan restasi, mempertahankan hubungan pernikahan yang
memuaskan.
5. Tahap V (Keluarga dengan anak remaja / Families with teenagers)
Ketika anak pertama berusia 13 tahun, tahap kelima dari siklus atau
perjalanan kehidupan keluarga dimulai. Biasanya tahap ini berlangsung selama
enam atau tujuh tahun, walaupun dapat lebih singkat jika anak meninggalkan
keluarga lebih awal atau lebih lama, jika anak tetap tinggal dirumah pada usia
lebih dari 19 atau 20 tahun. Tujuan utama pada keluarga pada tahap anak remaja
adalah melonggarkan ikatan keluarga untuk meberikan tanggung jawab dan
kebebasan remaja yang lebih besar dalam mempersiapkan diri menjadi seorang
dewasa muda. Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah
menyeimbangkan kebebasan dengan tanggung jawab seiring dengan

4
kematangan remaja dan semakin meningkatnya otonomi.
6. Tahap VI (Keluarga melepaskan anak dewasa muda / Launching center
families)
Permulaan fase kehidupan keluarga in ditandai dengan perginya anak
pertama dari rumah orang tua dan berakhir dengan “kosongnya rumah”, ketika
anak terakhir juga telah meninggalkan rumah. Tahap ini dapat cukup singkat
atau cukup lama, bergantung pada jumlah anak dalam keluarga atau jika anak
yang belum menikah tetap tinggal di rumah setelah mereka menyelesaikan SMU
atau kuliahnya. Tugas perkembangan keluarga disini adalah keluarga membantu
anak tertua untuk terjun ke dunia luar, orang tua juga terlibat dengan anak
terkecilnya, yaitu membantu mereka menjadi mandiri.
7. Tahap VII (Orang tua paruh baya / Middle age families)
Merupakan tahap masa pertengahan bagi orang tua, dimulai ketika anak
terakhir meninggalkan rumah dan berakhir dengan pensiun atau kematian salah
satu pasangan. Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah wanita
memprogramkan kembali energi mereka dan bersiap-siap untuk hidup dalam
kesepian dan sebagai pendorong anak mereka yang sedang berkembang untuk
lebih mandiri.
8. Tahap VIII (Keluarga lansia dan pensiunan)
Tahap terakhir siklus kehidupan keluarga dimulai dengan pensiun salah
satu atau kedua pasangan, berlanjut sampai salah satu kehilangan pasangan dan
berakhir dengan kematian pasangan lain. Tugas perkembangan keluarga tahap
ini adalah mempertahankan penataan kehidupan yang memuaskan. Kembali ke
rumah setelah individu pensiun/berhenti bekerja dapat menjadi problematik.

C. POLA DAN PROSES KOMUNIKASI KELUARGA


Komunikasi merupakan hal yang penting dalam keluarga, tanpa adanya
komunikasi hubungan antar keluarga tidak akan dekat dan hangat. Didalam keluarga
juga perlu adanya interaksi yang terbuka, jujur dan positif. Pola interaksi yang

5
berfungsi dalam keluarga memiliki karakteristik sebagai berikut :
1. Saling terbuka, jujur, berfikir positif dan selalu berusaha menyelesaikan
problem dalam keluarga.
2. Komunikasi yang berkualitas antar pendengar dan pembicara atau biasa disebut
dengan stimulus-respon. Komunikasi stimulus-respon biasanya terjadi pada
orang tua dan bayi, orang tua memberikan stimulus dengan aktif dan kreatif
sementara bayi memberi tanggapan (respon). Komunikasi dengan pola stimulus-
respon berbeda dengan pola interaksional. Dalam pola interaksional, kedua
pihak sama-sama aktif dalam mencipkatan ide atau gagasan yang di sampaikan,
sehingga komunikasi berjalan lebih dinamis dan komunikatif. Bagi sebuah
keluarga pola komunikasi yang berfungsi dengan baik sangat penting, sementara
pola komunikasi yang tidak berfungsi dengan baik akan menyebabkan problem
dalam keluarga, terutama beban psikologis anggota keluarga.
Pola keluarga menurut Susanto, (2012) :
1. Nuclear family
Keluarga inti yang terdiri atas ayah, ibu dan anak yang tinggal dalam
satu rumah ditetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam suatu ikatan
perkawinan, satu/ keduanya dapat bekerja diluar rumah.
2. Etended Family
Keluarga inti ditambahkan dengan sanak saudara, misalnya nenek,
kakek, keponakan, saudara sepupu, paman, bibi, dsb.
3. Reconstitud Nuclear
Pembentukan baru dari keluarga inti melalui perkawinan kembali
suami istri, tinggal dalam pembentukan satu rumah dengan anak anaknya
baik itu bawaan dari perkawinan lama maupun hasil dari perkawinan baru.
Satu atau keduanya dapat bekerja diluar rumah.
4. Middle Age Aging
Couple suami sebagai pecari uang, istri dirumah / keduanya bekerja
dirumah, anak-anak sudah meninggalkan rumah karena sekolah /

6
perkawinan / menitih karier.

5. Dyadic Nuclear Single parent


Suami istri yang sudah berumur dan tidak mempunyai anak,
keduanya / salah satu bekerja dirumah.
6. Dual carier
Suami istri atau keduanya berkarier dan tanpa anak.
7. Commuter married
Suami istri / keduanya orang karier dan tinggal terpisah pada jarak
tertentu, keduanya saling mencari pada waktu-waktu tertentu.
8. Single adult
Wanita atau pria dewasa yang tinggal sendiri dengan tidak adanya
keinginan untuk menikah.
9. Three generation
Tiga generasi atau lebih tinggal dalam satu rumah.
10. Insstitutional
Anak-anak atau orang-orang dewasa tinggal dalam suatu panti-panti.
11. Comunnal
Satu rumah terdiri atas dua / lebih pasangan yang monogami dengan
anak-anaknya dan bersama-sama dalam penyediaan fasilitas.
12. Group marriage
Satu perumahan terdiri atas orangtua dan keturunan didalam suatu
kesatuan keluarga dan tiap individual adalah menikah yang lain dan semua
adalah orang tua dari anak-anak.
13. Unmarried parent and child
Ibu dan anak dimana perkainan tidak dikehendaki, anakna diadopsi.
14. Cohibing couple
Dua orang, satu pasangan yang tinggal bersama tanpa pernikahan.

7
D. STRUKTUR PERAN KELUARGA
Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat,
kegiatan, yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu.
Peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari
keluarga, kelompok dan masyarakat. Berbagai peranan yang terdapat di dalam
keluarga adalah sebagai berikut:
1. Peranan ayah : ayah sebagai suami dari istri, berperan sebagai pencari nafkah,
pendidik, pelindung, dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga, sebagai
anggota dari kelompok sosialnya, serta sebagai anggota masyarakat dari
lingkungannya.
2. Peranan ibu : sebagai istri dan ibu dari anak – anaknya, ibu mempunyai peranan
untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak – anaknya,
pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya, serta sebagai
anggota masyarakat dari lingkungannya, disamping itu juga dapat berperan
sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya.
3. Peranan anak : anak – anak melaksanakan peranan psiko – sosial sesuai dengan
tingkat perkembangannya, baik fisik, mental, sosial dan spiritual.

E. FUNGSI KELUARGA
1. Fungsi biologis : meneruskan keturunan, memelihara dan membesarkan anak,
memenuhi kebutuhan gizi keluarga, memelihara dan merawat anggota keluarga.
2. Fungsi psikologis : memberikan kasih sayang dan rasa aman, memberikan
perhatian diantara anggota keluarga, membina pendewasaan kepribadian
anggota keluarga, memberikan identitas keluarga.
3. Fungsi sosialisasi : membina sosialisasi pada anak, membentuk norma – norma
tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak, meneruskan nilai – nilai
budaya keluarga.

8
4. Fungsi ekonomi : mencari sumber – sumber penghasilan untuk memenuhi
kebutuhan keluarga, mengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk
memenuhi kebutuhan keluarga, menabung untuk memenuhi kebutuhan –
kebutuhan keluarga di masa yang akan datang (pendidikan, jaminan hari tua).
5. Fungsi pendidikan : menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahuan,
ketrampilan dan membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang
dimilikinya, mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang
dalam memenuhi peranannya sebagai orang dewasa, mendidik anak sesuai
dengan tingkat – tingkat perkembangan.

F. STRES DAN KOPING KELUARGA


Menurut Wuryaningsih, dkk (2018) faktor yang mempengaruhi pola koping
keluarga adalah faktor keyakinan, faktor dukungan sosial, faktor ekonomi, faktor
pendidikan, faktor pola komunikasi keluarga.
1. Faktor keyakinan
Keluarga yang memiliki keyakinan penuh kepada Tuhan Yang Maha Esa
selalu meyakini bahwa setiap cobaan datang dari Tuhan. Keluarga ini cenderung
optimis dan berusaha menyelesaikan setiap masalah dengan positif. Sementara
pola koping keluarga yang maladaptif selalu merasa setiap masalah yang datang
adalah ketidakadilan dalam hidupnya.
2. Faktor dukungan sosial
Dukungan sosial akan mempengaruhi tingkat stres seseorang. Dengan
adanya dukungan sosial akan membuat seseorang merasa tidak sendiri dan
seseorang akan merasa bila ia berada didalam lingkungan dan keluarga yang
peduli dan mendukungnya. Dukungan keluarga yang merupakan support system
untuk mencari pertolongan ketika anggota keluarga mengalami masalah.
keluarga dapat menjadi salah satu faktor pendukung bagi anggota keluarga
dalam mencari soalusi yang tepat untuk masalahnya
3. Faktor ekonomi

9
Status ekonomi keluarga sangat mempengaruhi pola pikir dalam usaha
pengambilan keputusan dalam perawatan kesehatan keluarga. Keluarga dengan
status ekonomi rendah cenderung terfokus untuk mencari nafkah, sehingga
kurang fokus dalam memperhatikan anggota keluarga.
4. Faktor pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi koping
dalam keluarga. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka toleransi
terhadap masalah dan pemecahan masalah didalam keluarga akan semakin baik.
Keluarga yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi cenderung memiliki
akses informasi yang lebih luas di bandingkan keluarga yang memiliki tingkat
pendidikan lebih rendah, sehingga dalam pemecahan masalah akan lebih mudah
dalam mengambil keputusan.

G. ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA


1. Pengakajian
Pengkajian adalah suatu tahapan ketika seorang perawat mengumpulkan
data/informasi secara terus-menerus tentang keluarga yang dibinanya.
Pengkajian merupakan langkah awal pelaksanan asuhan keperawatan keluarga
(Gusti, 2013).
Pengumpulan data dalam pengkajian dilakukan dengan wawancara,
observasi, dan pemeriksaan fisik dan studi dokumentasi. Pengkajian asuhan
keperawatan keluarga menurut teori / model Family Centre Nursing, Friedman
(2012). Meliputi 7 komponen pengkajian yaitu :
a. Data umum
1) Identitas
2) Komposisi anggota keluarga
3) Genogram
4) Tipe keluarga
5) Suku bangsa

10
6) Agama
7) Status sosial ekonomi
8) Aktivitas rekreasi keluarga

b. Riwayat dan tahp perkembangan keluarga


1) Tahap perkembangan keluarga saat ini
2) Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
3) Riwayat keluarga inti
4) Riwayat keluarga sebelumnya
c. Lingkungan
1) Karakteristik rumah
2) Karakteristik tetangga dan komunitas
3) Mobilitas geografi keluarga
4) Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
5) Sistem pendukung keluarga
d. Struktur komunikasi keluarga
1) Pola komunikasi keluarga
2) Struktur kekuatan keluarga
3) Struktur pelan
4) Nila dan norma budaya
e. Fungsi keluarga
1) Fungsi afektif
2) Fungsi sosialisasi
3) Fungsi perawatan kesehatan
f. Stress dan koping keluarga
1) Stressor jangka panjang dan stressor jangka pendek serta kekuatan
keluarga

11
2) Respon keluarga terhadap stress
3) Strategi koping yang digunakan
4) Strategi adaptasi yang disfungsional
g. Pemeriksaan fisik
1) Tanggal pemeriksaan fisik dilakukan
2) Pemeriksaan kesehatan dilakukan pada seluruh anggota keluarga
3) Aspek pemeriksaan fisik mulai dari vital sign, rambut, kepala, mata,
mulut, THT, leher, thoraks, abdomen, ekstremitas atas dan bawah,
system genetalia
4) Kesimpulan dari hasil pemeriksaan fisik
2. Diagnosa Keperawatan Yang Muncul
Diagnosis keperawatan keluarga yang dikembangkan adalah diagnosis
tunggal yang hampir serupa dengan diagnosis keperawatan klinik. (Sudiharto,
2012). Diagnosis keperawatan keluarga dirumuskan berdasarkan data yang
didapatkan pada pengkajian, yang terdiri dari masalah keperawatan yang akan
berhubungan dengan etiologi yang berasal dari pengkajian fungsi perawatan
keluarga. Diagnosa keperawatan mengacu pada rumusan PES (problem, etiologi
dan simptom) dimana untuk problem menggunakan rumusan masalah dari
SDKI
Dalam menyusun diagnosa keperawatan keluarga, perawat keluarga harus
mengacu pada tipologi diagnosa keperawatan keluarga (Sudiharto, 2012), yaitu :
a. Diagnosa keperawatan keluarga aktual (terjadi defisit/gangguan kesehatan).
b. Diagnosa keperwatan keluarga resiko (ancaman) dirumuskan apabila sudah
ada data yang menunjang namun belum terjadi gangguan.
c. Diagnosa keperawatan keluarga sejahtera (potensial) merupakan suatu
kedaan dimana keluarga dalam kondisi sejahtera sehingga kesehatan
keluarga dapat ditingkatkan.
Kemungkinan diagnosa keperawatan yang sering muncul pada
keluarga dengan diabetes mellitus yaitu

12
a. Defisit pengetahuan b/d Kurang terpapar informasi keluarga mengenal
masalah kesehatan Diabetes Melitus. (D.0111)
b. Resiko ketidakseimbangan kadar gula darah b/d Ketidakmampuan keluarga
merawat anggota keluarga yang sakit Diabetes Melitus (D.0038)
3. Tujuan dan kriteria hasil (SLKI)
Setelah dilakukan skoring menggunakan skala prioritas, maka didapatkan
diangnosa keperawatan keluarga berdasarkan SDKI dengan etiologi menurut
Friedman (2012), sebagai berikut :
a. Defisit pengetahuan b/d Kurang terpapar informasi keluarga mengenal
masalah kesehatan Diabetes Melitus. (D.0111)
b. Pemeliharaan Kesehatan Tidak Efektif b.d ketidakmampuan mengatasi
masalah ( D.0003)
Skala Prioritas
No Kriteria Skor Bobot
1 Sifat masalah Aktual : 3 1
Resiko : 2
Potensial : 1

2 Kemungkinan masalah dapatMudah : 2 2


diubah: Sebagian : 1
Tidak dapat : 0

3 Potensi masalah untuk dicegah Tinggi : 3 1


Sebagian : 2
Rendah : 1
4 Menonjolnya masalah Segera diatasi : 2 1
Tidak segera diatasi : 1
Tidak dirasakan adanya

13
masalah : 1
Skoring :
a. Tentukan skor untuk setiap kriteria
b. Skor dibagi dengan angka tertingi dan dikalikkan dengan bobot.
skor
X Bobot
Angka tertinggi
a. Jumlahkan skor untuk semua kriteria.
b. Tentukan skor, nilai tertinggi menentukan urutan nomor diagnosa
keperawatan keluarga
4. Intervensi keperawatan (SIKI)
Intervensi keperawatan keluarga dibuat berdasarkan pengkajian, diagnosis
keperawatan, pernyataan keluarga, dan perencanaan keluarga, dengan
merumuskan tujuan, mengidentifikasi strategi intervensi alternative dan sumber,
serta menentukan prioritas, intervensi tidak bersifat rutin, acak, atau standar,
tetapi dirancang bagi keluarga tertentu dengan siapa perawat keluarga sedang
bekerja (Friedman, 2012).

14
No Tanggal Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi keperawatan
(SLKI) (SIKI)
1 11-7-22 Defisit pengetahuan b/d Kurang terpapar Setelah dilakukan tindakan Edukasi proses penyakit
informasi keluarga mengenal masalah keperawatan selama 3 kali kunjungan, ( I.12444)
kesehatan Diabetes Melitus (D.0111) tingkat pengetahuan meningkat Observasi
dengan kriteria hasil : (L.12111) - Identifikasi kesiapan dan
- Perilaku sesuai anjuran meningkat kemampuan menerima
- Perilaku sesuia dengan informasi
pengetahuan meningkat Terapeutik
- Persepsi yang keliru terhadap - Sediakan materi dan
masalah meningkat media pendidikan
kesehatan
- Jadwalkan pendidikan
kesehatan sesuai
kesepakatan

15
Edukasi
- Jelaskan penyebab dan
faktor risiko penyakit
- Jelaskan tanda dan
gejala yang ditimbulkan
oleh penyakit
- Ajarkan cara meredakan
atau mengatasi gejala
yang dirasakan
- Anjurkan melaporkan
jika merasakan tanda
dan gejala memberat
2 11-7-22 Pemeliharaan kesehatan tidak efektif Setelah dilakukan asuhan keperawatan Edukasi Kesehatan (I.12383)
b/d Ketidakmampuan mengatasi selama 3 x Kunjungan, pemeliharaan Observasi
masalah (D.0003) kesehatan meningkat dengan kriteria - Identifikasi kesiapan dan
hasil : (L.12106) kemampuan menerima
- Menunjukan perilaku adaptif informasi

16
meningkat - Identifikasi faktor faktor
- Menunjukan pemahaman perilaku yang dapat
kesehatan meningkat meningkatkan dan
- Kemampuan menjalankan perilaku menurunkan motivasi
sehat meningkat perilaku hidup bersih
- Perilaku mencari bantuan dan sehat
meningkat Terapeutik
- Sediakan materi dan
media pendidikan
kesehatan
- Jadwalkan pendidikan
kesehatan sesuai
kesepakatan
Edukasi
- Ajarkan perilaku hidup
bersih dan sehat
- Jelaskan faktor risiko

17
yang dapat
mempengaruhi
kesehatan

18
5. Evaluasi
Komponen kelima dari proses keperawatan ini adalah evaluasi. Evaluasi
didasarkan pada bagaimana efektifnya tindakan keperawatan yang dilakukan oleh
keluarga, perawat, dan yang lainnya. Evaluasi merupakan kegiatan yang
membandingkan antar hasil, implementasi dengan kriteria dan standar yang telah
ditetapkan untuk melihat keberhasilan bila hasil dan evaluasi tidak berhasil sebagian
perlu disusun rencana keperawatan yang baru. Metode dari evaluasi keperawatan,
yaitu :
a. Evaluasi formatif (proses) Adalah evaluasi yang dilakukan selama proses
asuahan keperawatan dan bertujuan untuk menilai hasil implementasi secara
bertahap sesuai dengan kegiatan yang dilakukan, sistem penulisan evaluasi
formatif ini biasanya ditulis dalam catatan kemajuan atau menggunakan sistem
SOAP.
b. Evaluasi sumatif (hasil) Adalah evaluasi akhir yang bertujuan untuk menilai
secara keseluruhan, sistem penulisan evaluasi sumatif ini dalam bentuk catatan
naratif atau laporan ringkasan (Gusti, 2013).

19
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 5. Jakarta: Depkes RI, p441-448. http://repository.
maranatha. edu/22971/9/1410035_References. pdf.

Friedman, Marilyn M. (2013). Buku Ajar Keperawatan Keluarga. Jakarta : EGC.

Gusti. (2013). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta : TIM.

Harmoko. (2012). Asuhan Keperawatan Keluarga.Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Sudiharto. (2012). Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Pendekatan Keperawatan


Transkultural. Jakarta : EGC.

Susanto, Tantut. (2012). Buku Ajar Keperawatan Keluarga : Aplikasi Teori Pada
Praktik Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta : Trans Info
Media.http://repository. unissula. ac. id/1505/3/Daftar%20Pustaka. pdf.

Teli Margaretha. (2018). Pedoman Asuhan Keperawatan Individu, keluarga dan


Komunitas. Kupang : Lima Bintang.

20
21

Anda mungkin juga menyukai