KEPERAWATAN KELUARGA
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Praktek Belajar Klinik ( PBK ) Keperawatan Keluarga
Disusun oleh :
19017
Tingkat 3A
Kelompok 10
3. Fungsi Keluarga
Fungsi keluarga menurut Friedman (1998) :
a. Fungsi Afektif
Fungsi afektif berhubugngan erat dengan fungsi internal keluarga, yang merupakan
basis kekuatan keluarga. Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan kebutuhan
psikososial. Keberhasilan melaksanakan fungsi afektif tampak pada kebahagiaan dan
kegembiraan dari seluruh anggota keluarga. Keluarga yang berhasil melaksanakan
fungsi afektif, seluruh anggota keluarga dapat mengembangkan konsep diri positif.
Menurut ( Murwani, 2007 ) komponen yang perlu dipenuhi oleh keluarga dalam
melaksanakan fungsi afektif adalah :
1) Saling mengasuh; cinta kasih, kehangatan, saling menerima, saling
mendukung antar anggota keluarga, mendapatkan kasih sayang dan dukungan dari
anggota yang lain. Maka, kemampuannya untuk memberikan kasih sayang akan
meningkat, yang pada akhirnya
tercipta hubungan yang hangat dan saling mendukung. Hubungan intim didalam
keluarga merupakan modal dasar dalam memberi hubungan dengan orang lain diluar
keluarga/masyarakat.
2) Saling menghargai. Bila anggota keluarga saling menghargai dan
mengakui keberadaan dan hak setiap anggota keluarga serta selalu mempertahankan
iklim yang positif, maka fungsi afektif akan tercapai.
3) Ikatan dan identifikasi ikatan keluarga dimulai sejak pasangan
sepakat memulai hidup baru. Ikatan antar anggota keluarga dikembangkan melalui
proses identifikasi dan penyesuaian pada berbagai aspek kehidupan anggota keluarga.
Orang tua harus mengembangkan proses identifikasi yang positif sehingga anak-anak
dapat meniru tingkah laku yang positif dari kedua orang tuanya.Fungsi afektif
merupakan “sumber energi” yang menentukan kebahagiaan keluarga. Keretakan
keluarga, kenakalan anak atau masalah keluarga, timbul karena fungsi afektif didalam
keluarga tidak dapat terpenuhi.
b. Fungsi Sosialisasi
Sosialisasi adalah proses perkembangan dan perubahan yang dilalui individu, yang
menghasilkan interaksi sosial. Sosialisasi dimulai sejak manusia lahir.Keluarga
merupakan tempat individu untuk belajar bersosialisasi.Keberhasilan perembangan
individu dan keluarga dicapai melalui interaksi atau hubungan antar anggota keluarga
yang diwujudkan dalam sosialisasi.Anggota keluarga belajar disiplin, belajar norma-
norma, budaya, dan perilaku melalui hubungan dan interaksi keluarga.
c. Fungsi Reproduksi
Keluarga berfungsi untuk meneruskan keturunan dan menambah sumber daya
manusia.Maka dengan ikatan suatu perkawinan yang sah, selain untuk memenuhi
kebutuhan biologis pada pasangan tujuan untuk membentuk keluarga adalah untuk
meneruskan keturunan.
d. Fungsi Ekonomi
Fungsi ekonomi merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan seluruh
anggoat keluarga seperti memenuhi kebutuhan akan makanan, pakaian, dan tempat
tinggal. Banyak pasangan sekarang kita lihat dengan penghasilan tidak seimbang
antara suami dan istri hal ini menjadikan permasalahan yang berujung pada
perceraian.
e. Fungsi Perawatan atau Pemeliharan Kesehatan
Keluarga juga berperan atau berfungsi untuk melaksanakan praktek asuhan kesehatan,
yaitu untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan dan atau merawat anggota
keluarga yang sakit.Kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan kesehatan
mempengaruhi status kesehatan keluarga.Kesanggupan keluarga melaksanakan
pemeliharaan kesehatan dapat dilihat dari tugas kesehatan keluarga yang
dilaksanakan.Keluarga yang dapat melaksanakan tugas kesehatan berarti sanggup
menyelesaikan masalah kesehatan
4. Koping Keluarga
Kemampuan koping diperlukan oleh setiap manusia untuk mampu bertahan hidup
dalam lingkungan yang selalu berubah dengan cepat.Koping adalah proses
pemecahan masalah dimana seseorang mempergunakannya untuk mengelola kondisi
stres. Derajat stres ditentukan oleh perbandingan antara apa yang terjadi (sumber
stresor) orang akan secara sadar atau tidak sadar untuk mengatasi situasi tersebut
(Smeltzer, 2001)
Konsep koping sangat penting dalam keperawatan karena semua pasien
mengalami stres sehingga sangat memerlukan kemampuan koping untuk dapat
mengatasinya. Kemampuan koping dan adaptasi terhadap stres merupakan faktor
penentu yang penting dalam kesejahteraan manusia
(Asih, 1999 ).
5. Struktur Keluarga
Menurut Firedman dalam Bakri (2017), ada empat struktur keluarga yaitu :
1. Pola komunikasi keluarga Pola interaksi dari dalam keluarga hendaknya memiliki
keterbukaan, kejujuran berfikir positif dan menyelesaikan konflik bersama dalam
keluarga, komunikasi yang bermakna antara pendengar dan pembicara yang
kemudian menimbulkan umpan balik dan melakukan valiasi. Bagi keluarga dengan
pola komunikasi kurang terbuka maka akan menyebabkan berbagai macam persoalan,
karakteristik pola komunikasi yang kurang baik yaitu, fokus pembicaraan hanya pada
satu orang saja, tidak ada diskusi dalam keluarga, anggota hanya menyetujui entah
benar atau salah, dan hilangnya rasa empati dalam keluarga sehingga menjadi
keluarga yang tertutup.
2. Struktur peran
Merupakan perilaku yang diinginkan berdasarkan posisi sosial yang diberikan. Peran
keluarga menggambarkan perilaku interpersial yang berhubungan dengan masalah
kesehatan dalam posisi dan situasi tertentu, Effendi (1998) dalam Bakri (2017).
3. Struktur kekuatan
Menggambarkan adanyakekuasaan atau kekuatan dalam sebuah keluarga yang
digunakan untukmengendalikan dan mempengaruhi anggota keluarganya yang lain
kearah postif. Kekuasaan merupakan kemampuan seseorang dalam mengontrol,
mempengaruhi dan mengubah tingkah laku seseorang
4. Nilai –nilai dalam kehidupan keluarga
Suatu sistem, sikap dan kepercayaan yang menyatukan anggotan keluaga dalam satu
budaya. Nilai keluarga menjadi petunjuk untuk kemajuan norma dan peraturan.
Norma yaitu tingkah laku yang baik bagi pandangan masyarakat yang bersumber
pada sistem nilai yang ada di keluarga
a. Tahap Persiapan/Pra-interaksi
Dalam tahapan ini perawat menggali perasaan dan menilik dirinya dengan cara
mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya. Pada tahap ini juga perawat mencari
informasi tentang klien sebagai lawan bicaranya. Setelah hal ini dilakukan perawat
merancang strategi untuk pertemuan pertama dengan klien. Tahapan ini dilakukan
oleh perawat dengan tujuan mengurangi rasa cemas atau kecemasan yang mungkin
dirasakan oleh perawat sebelum melakukan komunikasi terapeutik dengan klien.
Kecemasan yang dialami seseorang dapat sangat mempengaruhi interaksinya dengan
orang lain (Ellis, Gates dan Kenworthy, 20011 dalam Suryani, 2009). Hal ini
disebabkan oleh adanya kesalahan dalam menginterpretasikan apa yang diucapkan
oleh lawan bicara. Pada saat perawat merasa cemas, dia tidak akan mampu
mendengarkan apa yang dikatakan oleh klien dengan baik (Brammer, 2007 dalam
Suryani, 2009) sehingga tidak mampu melakukan active listening (mendengarkan
dengan aktif dan penuh perhatian). Tugas perawat dalam tahapan ini adalah:
1. Mengeksplorasi perasaan, mendefinisikan harapan dan mengidentifikasi
kecemasan.
2. Menganalisis kekuatan dan kelemahan diri.
3. Mengumpulkan data tentang klien.
4. Merencanakan pertemuan pertama dengan klien.
b. Tahap Perkenalan/Orientasi
Tahap perkenalan dilaksanakan setiap kali pertemuan dengan klien dilakukan. Tujuan
dalam tahap ini adalah memvalidasi keakuratan data dan rencana yang telah dibuat
sesuai dengan keadaan klien saat ini, serta mengevaluasi hasil tindakan yang telah
lalu (Stuart. G. W, 2009). Tugas perawat dalam tahapan ini adalah:
1. Membina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan dan komunikasi terbuka.
2. Merumuskan kontrak (waktu, tempat pertemuan, dan topik pembicaraan) bersama-
sama dengan klien dan menjelaskan atau mengklarifikasi kembali kontrak yang telah
disepakati bersama.
3. Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah klien yang
umumnya dilakukan dengan menggunakan teknik komunikasi pertanyaan terbuka.
4. Merumuskan tujuan interaksi dengan klien.
Sangat penting bagi perawat untuk melaksanakan tahapan ini dengan baik karena
tahapan ini merupakan dasar bagi hubungan terapeutik antara perawat dan klien.
c. Tahap Kerja
Tahap kerja merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik (Stuart, G.
W, 2009). Tahap kerja merupakan tahap yang terpanjang dalam komunikasi
terapeutik karena didalamnya perawat dituntut untuk membantu dan mendukung
klien untuk menyampaikan perasaan dan pikirannya dan kemudian menganalisa
respons ataupun pesan komunikasi verbal dan non verbal yang disampaikan oleh
klien. Dalam tahap ini pula perawat mendengarkan secara aktif dan dengan penuh
perhatian sehingga mampu membantu klien untuk mendefinisikan masalah yang
sedang dihadapi oleh klien, mencari penyelesaian masalah dan mengevaluasinya.
Dibagian akhir tahap ini, perawat diharapkan mampu menyimpulkan percakapannya
dengan klien. Teknik menyimpulkan ini merupakan usaha untuk memadukan dan
menegaskan hal-hal penting dalam percakapan, dan membantu perawat dan klien
memiliki pikiran dan ide yang sama (Murray, B. & Judith, P, 2011 dalam Suryani,
2010). Dengan dilakukannya penarikan kesimpulan oleh perawat maka klien dapat
merasakan bahwa keseluruhan pesan atau perasaan yang telah disampaikannya
diterima dengan baik dan benar-benar dipahami oleh perawat.
d. Tahap Terminasi
Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dan klien. Tahap terminasi dibagi
dua yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir (Stuart, G. W, 2009). Terminasi
sementara adalah akhir dari tiap pertemuan perawat dan klien, setelah hal ini
dilakukan perawat dan klien masih akan bertemu kembali pada waktu yang berbeda
sesuai dengan kontrak waktu yang telah disepakati bersama. Sedangkan terminasi
akhir dilakukan oleh perawat setelah menyelesaikan seluruh proses keperawatan.
Tugas perawat dalam tahap ini adalah:
1. Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan (evaluasi
objektif). Brammer dan McDonald (2009) menyatakan bahwa meminta klien untuk
menyimpulkan tentang apa yang telah didiskusikan merupakan sesuatu yang sangat
berguna pada tahap ini.
2. Melakukan evaluasi subjektif dengan cara menanyakan perasaan klien setelah
berinteraksi dengan perawat.
3. Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Tindak lanjut
yang disepakati harus relevan dengan interaksi yang baru saja dilakukan atau dengan
interaksi yang akan dilakukan selanjutnya. Tindak lanjut dievaluasi dalam tahap
orientasi pada pertemuan berikutnya.
D. REFERENSI
Aziz, Louis. 2012. Http. // Aziz Louis. Prenadamedia. Com /2011/ 03/ Praktika
Komunikasi Terapeutik. Html, diakses tanggal 12/ 02/ 2012 10: 20 Tersedia di :
http://dr-suparyanto.blogspot.com/2014/01/tahapan-komunikasi-terapeutik.html