Oleh :
Avifa Ramawati
(171030200015)
1. Konsep Keluarga
A. Pengertian Keluarga
Keluarga adalah sekumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama
melalui ikatan perkawinan dan kedekatan emosi yang masing-masing
mengidentifikasi diri sebagai bagian dari keluarga (Ekasari, 2000).
Menurut Duval, 1997 (dalam Supartini, 2004) mengemukakan bahwa
keluarga adalah sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan,
adopsi, dan kelahiran yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya
yang umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial
setiap anggota.
Bailon, 1978 (dalam Achjar, 2010) berpendapat bahwa keluarga sebagai
dua atau lebih individu yang berhubungan karena hubungan darah, ikatan
perkawinan atau adopsi, hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama
lain dalam peranannya dan menciptakan serta mempertahankan budaya.
Keluarga adalah suatu sistem sosial yang dapat menggambarkan adanya
jaringan kerja dari orang-orang yang secara regular berinteraksi satu sama lain
yang ditunjukkan oleh adanya hubungan yang saling tergantung dan
mempengaruhi dalam rangka mencapai tujuan (Leininger, 1976).
Jadi dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah sekumpulan dua orang atau
lebih yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, hubungan darah, hidup
dalam satu rumah tangga, memiliki kedekatan emosional, dan berinteraksi satu
sama lain yang saling ketergantungan untuk menciptakan atau mempertahankan
budaya, meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial setiap
anggota dalam rangka mencapai tujuan bersama.
B. Tahap dan Tugas Perkembangan Keluarga
Tahap dan siklus tumbuh kembang keluarga menurut Duval 1985 dan
Friedman 1998, ada 8 tahap tumbuh kembang keluarga, yaitu :
1. Tahap I : Keluarga Pemula
Keluarga pemula merujuk pada pasangan menikah/tahap pernikahan. Tugas
perkembangan keluarga saat ini adalah membangun perkawinan yang
saling memuaskan, menghubungkan jaringan persaudaraan secara
harmonis, merencanakan keluarga berencana.
2. Tahap II : Keluarga sedang mengasuh anak (anak tertua bayi sampai umur
30 bulan)
Tugas perkembangan keluarga pada tahap II, yaitu membentuk keluarga
muda sebagai sebuah unit, mempertahankan hubungan perkawinan yang
memuaskan, memperluas persahabatan dengan keluarga besar dengan
menambahkan peran orang tua kakek dan nenek dan mensosialisasikan
dengan lingkungan keluarga besar masing-masing pasangan.
3. Tahap III : Keluarga dengan anak usia pra sekolah (anak tertua berumur
2-6 tahun)
Tugas perkembangan keluarga pada tahap III, yaitu memenuhi kebutuhan
anggota keluarga, mensosialisasikan anak, mengintegrasikan anak yang
baru sementara tetap memenuhi kebutuhan anak yang lainnya,
mempertahankan hubungan yang sehat dalam keluarga dan luar keluarga,
menanamkan nilai dan norma kehidupan, mulai mengenalkan kultur
keluarga, menanamkan keyakinan beragama, memenuhi kebutuhan
bermain anak.
4. Tahap IV : Keluarga dengan anak usia sekolah (anak tertua usia 6-13
tahun)
Tugas perkembangan keluarga tahap IV, yaitu mensosialisasikan anak
termasuk meningkatkan prestasi sekolah dan mengembangkan hubungan
dengan teman sebaya, mempertahankan hubungan perkawinan yang
memuaskan, memenuhi kebutuhan kesehatan fisik anggota keluarga,
membiasakan belajar teratur, memperhatikan anak saat menyelesaikan
tugas sekolah.
5. Tahap V : Keluarga dengan anak remaja (anak tertua umur 13-20 tahun)
Tugas perkembangan keluarga pada tahap V, yaitu menyeimbangkan
kebebasan dengan tanggung jawab ketika remaja menjadi dewasa dan
mandiri, memfokuskan kembali hubungan perkawinan, berkomunikasi
secara terbuka antara orang tua dan anak-anak, memberikan perhatian,
memberikan kebebasan dalam batasan tanggung jawab, mempertahankan
komunikasi terbuka dua arah.
6. Tahap VI : Keluarga yang melepas anak usia dewasa muda (mencakup
anak pertama sampai anak terakhir yang meninggalkan rumah)
Tahap ini adalah tahap keluarga melepas anak dewasa muda dengan tugas
perkembangan keluarga antara lain : memperluas siklus keluarga dengan
memasukkan anggota keluarga baru yang didapat dari hasil pernikahan
anak-anaknya, melanjutkan untuk memperbaharui dan menyelesaikan
kembali hubungan perkawinan, membantu orang tua lanjut usia dan sakit-
sakitan dari suami dan istri.
7. Tahap VII : Orang tua usia pertengahan (tanpa jabatan atau pensiunan)
Tahap keluarga pertengahan dimulai ketika anak terakhir meninggalkan
rumah dan berakhir atau kematian salah satu pasangan. Tahap ini juga
dimulai ketika orang tua memasuki usia 45-55 tahun dan berakhir pada saat
pasangan pensiun. Tugas perkembangannya adalah menyediakan
lingkungan yang sehat, mempertahankan hubungan yang memuaskan dan
penuh arah dengan lansia dan anak-anak, memperoleh hubungna
perkawinan yang kokoh.
8. Tahap VIII : Keluarga dalam tahap pensiunan dan lansia
Dimulai dengan salah satu atau kedua pasangan memasuki masa pensiun
terutama berlangsung hingga salah satu pasangan meninggal dan berakhir
dengan pasangan lain meninggal. Tugas perkembangan keluarga adalah
mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan, menyesuaikan
terhadap pendapatan yang menurun, mempertahankan hubungan
perkawinan, menyesuaikan diri terhadap kehilangan pasangan dan
mempertahankan ikatan keluarga antara generasi.
C. Tipe Keluarga
Menurut Maclin, 1988 (dalam Achjar, 2010) pembagian tipe keluarga, yaitu :
1. Keluarga Tradisional
a. Keluarga inti adalah keluarga yang terdiri dari suami, istri dan anak-
anak yang hidup dalam rumah tangga yang sama.
b. Keluarga dengan orang tua tunggal yaitu keluarga yang hanya dengan
satu orang yang mengepalai akibat dari perceraian, pisah, atau
ditinggalkan.
c. Pasangan inti hanya terdiri dari suami dan istri saja, tanpa anak atau
tidak ada anak yang tinggal bersama mereka.
d. Bujang dewasa yang tinggal sendiri
e. Pasangan usia pertengahan atau lansia, suami sebagai pencari nafkah,
istri tinggal di rumah dengan anak sudah kawin atau bekerja.
f. Jaringan keluarga besar, terdiri dari dua keluarga inti atau lebih atau
anggota yang tidak menikah hidup berdekatan dalam daerah geografis.
2. Keluarga non tradisional
a. Keluarga dengan orang tua yang mempunyai anak tetapi tidak menikah
(biasanya terdiri dari ibu dan anaknya).
b. Pasangan suami istri yang tidak menikah dan telah mempunyai anak
c. Keluarga gay/ lesbian adalah pasangan yang berjenis kelamin sama
hidup bersama sebagai pasangan yang menikah
d. Keluarga kemuni adalah rumah tangga yang terdiri dari lebih satu
pasangan monogamy dengan anak-anak, secara bersama menggunakan
fasilitas, sumber dan mempunyai pengalaman yang sama.
D. Fungsi Keluarga
Fungsi keluarga merupakan hasil atau konsekuensi dari struktur keluarga
atau sesuatu tentang apa yang dilakukan oleh keluarganya. Fungsi keluarga
menurut Friedman (1998) dalam Setiawati dan Darmawan (2005), yaitu:
1. Fungsi afektif
Fungsi afektif merupakan fungsi keluarga dalam memenuhi kebutuhan
pemeliharaan kepribadian anggota keluarga.
2. Fungsi sosialisasi
Fungsi sosialisasi bercermin dalam melakukan pembinaan sosialisasi pada
anak, membentuk nilai dan norma yang diyakini anak, memberikan batasan
perilaku yang boleh dan tidak boleh pada anak, meneruskan nilai-nilai
budaya anak.
3. Fungsi perawatan kesehatan
Fungsi perawatan kesehatan keluarga merupakan fungsi keluarga dalam
melindungi keamanan dan kesehatan seluruh anggota keluarga serta
menjamin pemenuhan kebutuhan perkembangan fisik, mental, dan
spiritual, dengan cara memelihara dan merawat anggota keluarga serta
mengenali kondisi sakit tiap anggota keluarga.
4. Fungsi ekonomi
Fungsi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan keluarga seperti sandang,
pangan, dan papan, dan kebutuhan lainnya melalui keefektifan sumber
daya keluarga.
5. Fungsi biologis
Fungsi biologis bukan hanya ditujukan untuk meneruskn keturunan tetapi
untuk memelihara dan membesarkan anak untuk kelanjutan generasi
selanjutnya.
6. Fungsi psikologis
Fungsi psikologis terlihat bagaimana keluarga memberikan kasih saying
dan rasa aman/ memberikan perhatian diantara anggota keluarga, membina
pendewasaan kepribadian anggota keluarga dan memberikan identitas
keluarga.
7. Fungsi pendidikan
Fungsi pendidikan diberikan keluarga dalam rangka memberikan
pengetahuan, keterampilan membentuk perilaku anak, mempersiapkan
anak untuk kehidupan dewasa mendidik anak sesuai dengan tingkatan
perkembangannya.
E. Tugas Keluarga
Tugas keluarga merupakan pengumpulan data yang berkaitan dengan
ketidakmampuan keluarga dalam menghadapi masalah kesehatan. Asuhan
keperawatan keluarga mencantumkan lima tugas keluarga sebagai paparan
etiologi/ penyebab masalah dan biasanya dikaji pada saat penjajagan tahap II
bila ditemui data malaadapti pada keluarga. Lima tugas keluarga yang diaksud
adalah:
1. Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah, termasuk bagaimana
persepsi keluarga terhadap tingkat keparahan penyakit, pengertian, tanda
dan gejala, factor penyebab dan persepsi keluarga terhadap masalah yang
dialami keluarga.
2. Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan, termasuk sejauh mana
keluarga mengerti mengenai sifat dan luasnya masalah, bagaimana masalah
dirasakan keluarga, bagaimana keluarga menanggapi masalah yang
dihadapi, adakah rasa takut terhadap akibat atau adakah sifat negative dari
keluarga terhadap masalah kesehatan, bagaimana system pengambilan
keputusan yag dilakukan keluarga terhadap anggota keluarga yang sakit.
3. Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit, seperti
bagaimana keluarga mengetahui keadaan sakitnya, sifat, dan
perkembangan perawatan yang diperlukan, sumber-sumber yang ada dalam
keluarga serta sikap keluarga terhadap anggota keluarga yang sakit.
4. Ketidakmampuan keluarga memodifikasi lingkungan seperti pentingnya
hygiene sanitasi bagi keluarga, upaya pencegahan penyakit yang dilakukan
keluarga. Upaya pemeliharaan lingkungan yang dilakukan keluarga,
kekompakan anggota keluarga dalam menata lingkungan dalam dan
lingkungan luar rumah yang berdampak terhadap kesehatan keluarga.
5. Ketidakmampuan keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan,
seperti kepercayaan keluarga terhadap petugas kesehatan dan fasilitas
pelayanan kesehatan, keberadaan fasilitas kesehatan yang ada, keuntungan
keluarga terhadap penggunaan fasilitas kesehatan, apakah pelayanan
kesehatan terjangkau oleh keluarga, adakah pengalaman yang kurang baik
yang dipersepsikan keluarga.
B. Etiologi
Sekitar 20% populasi dewasa mengalami hipertensi, lebih dari 90%
diantara mereka menderita hipertensi essensial (primer), dimana tidak dapat
ditentukan penyebab medisnya. Sisanya mengalami kenaikan tekanan darah
dengan penyebab tertentu (hipertensi sekunder). ( Smeltzer, 2001).
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi 2 jenis :
1. Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi yang tidak / belum
diketahui penyebabnya (terdapat pada kurang lebih 90 % dari seluruh
hipertensi).
2. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan/ sebagai akibat dari
adanya penyakit lain. ( Smeltzer, 2001).
Hipertensi primer kemungkinan memiliki banyak penyebab, seperti;
beberapa perubahan pada jantung dan pembuluh darah kemungkinan bersama-
sama menyebabkan meningkatnya tekanan darah. (Price, 2005)
Jika penyebabnya diketahui, maka disebut hipertensi sekunder. Pada sekitar
5-10% penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar
1-2%, penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu
(misalnya pil KB). ( Smeltzer, 2001)
Penyebab hipertensi lainnya yang jarang adalah feokromositoma, yaitu
tumor pada kelenjar adrenal yang menghasilkan hormon epinefrin (adrenalin)
atau norepinefrin (noradrenalin). (Price, 2005)
Beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunder :
1. Penyakit Ginjal
a. Stenosis arteri renalis
b. Pielonefritis
c. Glomerulonefritis
d. Tumor-tumor ginjal
e. Penyakit ginjal polikista (biasanya diturunkan)
f. Trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal)
g. Terapi penyinaran yang mengenai ginjal.
2. Kelainan Hormonal
a. Hiperaldosteronism
b. Sindroma Cushing
c. Feokromositoma
3. Obat-obatan
a. Pil KB
b. Kortikosteroid
c. Siklosporin
d. Eritropoietin
e. Kokain
f. Penyalahgunaan alkohol
g. Kayu manis (dalam jumlah sangat besar)
4. Penyebab Lainnya
a. Koartasio aorta
b. Preeklamsi pada kehamilan
c. Porfiria intermiten akut
d. Keracunan timbal akut
e. Peningkatan kecepatan denyut jantung
f. Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama
g. Peningkatan TPR yang berlangsung lama
C. Faktor predisposisi
Berdasarkan faktor pemicu, Hipertensi dapat disebabkan oleh beberapa hal
seperti umur, jenis kelamin, dan keturunan. Hipertensi juga banyak dijumpai
pada penderita kembar monozigot (satu telur), apabila salah satunya menderita
Hipertensi. Dugaan ini menyokong bahwa faktor genetik mempunyai peran
didalam terjadinya Hipertensi. (Smeltzer, 2001).
Sedangkan yang dapat dikontrol seperti kegemukan/obesitas, stress, kurang
olahraga, merokok, serta konsumsi alkohol dan garam. Faktor lingkungan ini
juga berpengaruh terhadap timbulnya hipertensi esensial. Hubungan antara
stress dengan Hipertensi, diduga melalui aktivasi saraf simpatis. Saraf simpatis
adalah saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas, saraf parasimpatis adalah
saraf yang bekerja pada saat kita tidak beraktivitas. (Price, 2005)
Peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat meningkatkan tekanan darah
secara intermitten (tidak menentu). Apabila stress berkepanjangan, dapat
mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti,
akan tetapi angka kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan
dengan di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang
dialami kelompok masyarakat yang tinggal di kota. (Price, 2005)
Berdasarkan penyelidikan, kegemukan merupakan ciri khas dari populasi
Hipertensi dan dibuktikan bahwa faktor ini mempunyai kaitan yang erat dengan
terjadinya Hipertensi dikemudian hari. Walaupun belum dapat dijelaskan
hubungan antara obesitas dan hipertensi esensial, tetapi penyelidikan
membuktikan bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah penderita
obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibandingan dengan penderita yang
mempunyai berat badan normal. ( Smeltzer, 2001).
D. Manifestasi Klinis
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala;
meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya
berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala
yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah
kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi,
maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal. (Price, 2005)
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala
seperti sakit kepala, kelelahan, mual, muntah, sesak nafas, gelisah, dll.
Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan
bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut
ensefalopati hipertensif, yang memerlukan penanganan segera. (Price, 2005)
E. Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit hipertensi menurut
TIM POKJA RS Harapan Kita (2003:64) dan Dr. Budhi Setianto (Depkes,
2007) adalah diantaranya :
1. Penyakit pembuluh darah otak seperti stroke, perdarahan otak, transient
ischemic attack (TIA).
2. Penyakit jantung seperti gagal jantung, angina pectoris, infark miocard acut
(IMA).
3. Penyakit ginjal seperti gagal ginjal.
4. Penyakit mata seperti perdarahan retina, penebalan retina, oedema pupil.
F. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak di pusat vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan
keluar dari kolumna medulla spinalis ke ganglia simpatis di torak dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak
ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini,
neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang merangsang serabut saraf
pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan
dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap
rangsangan vasokonstriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitive
terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal
tersebut bisa terjadi. (Smeltzer, 2001).
Pada saat bersamaan dimana system simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respon rangsang emosi. Kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi
epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi
kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokonstriktor
pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah
ke ginjal, mengakibatnkan pelepasan rennin. Renin merangsang pembentukan
angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, saat
vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh
korteks adrenal. Hormone ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus
ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut
cenderung mencetuskan keadaan hipertensi. (Price, 2005)
G. PATHWAY
(Smeltzer, 2001).
H. Klasifikasi
The Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of
High Blood Pressure membuat suatu klasifikasi baru yaitu :
Klasifikasi Tekanan Darah untuk Dewasa Usia 18 Tahun atau Lebih *
Kategori Sistolik (mmhg) Diastolik (mmhg)
Normal < 130 <85
Normal tinggi 130-139 85-89
Hipertensi
Tingkat 1 (ringan) 140-159 90-99
Tingkat 2 (sedang) 160-179 100-109
Tingkat 3 (berat) ≥180 ≥110
Tidak minum obat antihipertensi dan tidak sakit akut. Apabila tekanan
sistolik dan diastolik turun dalam kategori yang berbeda, maka yang dipilih
adalah kategori yang lebih tinggi. berdasarkan pada rata-rata dari dua kali
pembacaan atau lebih yang dilakukan pada setiap dua kali kunjungan atau lebih
setelah skrining awal. (Smeltzer, 2001).
Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang
lebih tinggi diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang
lebih rendah diperoleh pada saat jantung berelaksasi (diastolik). Tekanan darah
kurang dari 120/80 mmHg didefinisikan sebagai "normal". Pada tekanan darah
tinggi, biasanya terjadi kenaikan tekanan sistolik dan diastolik. Hipertensi
biasanya terjadi pada tekanan darah 140/90 mmHg atau ke atas, diukur di kedua
lengan tiga kali dalam jangka beberapa minggu. (Price, 2005)
Pada hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140 mmHg
atau lebih, tetapi tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg dan tekanan diastolik
masih dalam kisaran normal. Hipertensi ini sering ditemukan pada usia lanjut.
Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan
tekanan darah; tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan
tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian
berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis. (Price, 2005)
Disamping itu juga terdapat hipertensi pada kehamilan (pregnancy-induced
hypertension/PIH) PIH adalah jenis hipertensi sekunder karena hipertensinya
reversible setelah bayi lahir. PIH tampaknya terjadi akibat dari kombinasi
peningkatan curah jantung dan TPR. Selama kehamilan normal volume darah
meningkat secara drastis. Pada wanita sehat, peningkatan volume darah
diakomodasikan oleh penurunan responsifitas vascular terhadap hormon-
hormon vasoaktif, misalnya angiotensin II. Hal ini menyebabkan TPR
berkurang pada kehamilan normal dan tekanan darah rendah. Pada wanita
dengan PIH, tidak terjadi penurunan sensitivitas terhadap vasopeptida-
vasopeptida tersebut, sehingga peningkatan besar volume darah secara langsung
meningkatkan curah jantung dan tekanan darah. PIH dapat timbul sebagai
akibat dari gangguan imunologik yang mengganggu perkembangan plasenta.
PIH sangat berbahaya bagi wanita dan dapat menyebabkan kejang, koma, dan
kematian. (Smeltzer, 2001).
I. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut FKUI (2003:64) dan Dosen Fakultas
kedokteran USU, Abdul Madjid (2004), meliputi :
1. Pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi
bertujuan menentukan adanya kerusakan organ dan factor resiko lain atau
mencari penyebab hipertensi. Biasanya diperiksa urin analisa, darah perifer
lengkap, kimia darah (kalium, natrium, kreatinin, gula darah puasa,
kolesterol total, HDL, LDL
2. Pemeriksaan EKG. EKG (pembesaran jantung, gangguan konduksi), IVP
(dapat mengidentifikasi hipertensi, sebagai tambahan dapat dilakukan
pemerisaan lain, seperti klirens kreatinin, protein, asam urat, TSH dan
ekordiografi.
3. Pemeriksaan diagnostik meliputi BUN /creatinin (fungsi ginjal), glucose
(DM) kalium serum (meningkat menunjukkan aldosteron yang meningkat),
kalsium serum (peningkatan dapat menyebabkan hipertensi: kolesterol dan
tri gliserit (indikasi pencetus hipertensi), pemeriksaan tiroid (menyebabkan
vasokonstrisi), urinanalisa protein, gula (menunjukkan disfungsi ginjal),
asam urat (factor penyebab hipertensi).
4. Pemeriksaan radiologi : Foto dada dan CT scan
J. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a. Aktivitas / istirahat
Gejala :
1) Kelemahan
2) Letih
3) Napas pendek
4) Gaya hidup monoton
Tanda :
1) Frekuensi jantung meningkat
2) Perubahan irama jantung
3) Takipnea
b. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner /
katup, penyakit serebrovaskuler
Tanda :
1) Kenaikan TD
2) Nadi : denyutan jelas
3) Frekuensi / irama : takikardia, berbagai disritmia
4) Bunyi jantung : murmur
5) Distensi vena jugularis
6) Ekstermitas : perubahan warna kulit, suhu dingin ( vasokontriksi
perifer ), pengisian kapiler mungkin lambat
c. Integritas Ego
Gejala: Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria,
marah, faktor stress multiple ( hubungsn, keuangan, pekerjaan )
Tanda :
1) Letupan suasana hati
2) Gelisah
3) Penyempitan kontinue perhatian
4) Tangisan yang meledak
5) Otot muka tegang ( khususnya sekitar mata )
6) Peningkatan pola bicara
d. Eliminasi
Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu ( infeksi, obstruksi,
riwayat penyakit ginjal )
e. Makanan / Cairan
Gejala :
1) Makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi
garam, lemak dan kolesterol
2) Mual
3) Muntah
4) Riwayat penggunaan diuretik
Tanda :
Activity Therapy
Kolaborasikan dengan Tenaga
Rehabilitasi Medik
dalammerencanakan progran terapi
yang tepat.
Bantu klien untuk mengidentifikasi
aktivitas yang mampu dilakukan
Bantu untuk memilih aktivitas
konsisten yangsesuai dengan
kemampuan fisik, psikologi dan social
Goonasekera CDA, Dillon MJ, 2003. The child with hypertension. In: Webb NJA,
Postlethwaite RJ, editors. Clinical Paediatric Nephrology. 3 rd edition. Oxford:
Oxford University Press