Anda di halaman 1dari 19

TUGAS KELOMPOK IV

KEPERAWATAN KELUARGA

Disusun oleh :

Nama NPM
Martha Nikijuluw 12114201190168
Meiske G Hawandama 12114201190173
Melvy C Lessy 12114201190178
Melisa Mahakena 12114201190186
Meysy Corputty 12114201190187

FAKULTAS KESEHATAN

PROGRAM STUDY ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA MALUKU

2021
1. Tahap Perkembangan Dan Peran Keluarga Dan Gangguan Pada Peran
Dan Proses Keluarga

RINGKASAN

1. Tahap perkembangan

Salah satu aspek terpenting dari keperawatan keluarga adalah pemberian asuhan pada
unit keluarga. Keluarga bersama dengan individu, kelompok dengan komunitas adalah
klien atau resipien keperawatan.

Keluarga mempunyai siklus perkembangan sebagaimana layaknya individu.


Perkembangan itu terutama dalam hal besarnya keluarga dan kemampuannya, mulai
dari pasangan yang baru menikah, baru memiliki anak, memiliki anak remaja, memiliki
anak dewasa, sampai keluarga yang salah seorang anggotanya meninggal dunia.

Menurut tapia, keluarga juga memiliki tahap- tahap perkembangan seperti tahap bayi,
tahap kanak-kanak, tahap remaja, tahap dewasa, keluarga dewasa.
8 Tahap Perkembangan Kehidupan Keluarga.

Secara akademis diketahui, perkembangan ini terjadi melalui beberapa tahapan (stage)
dan kurun waktu tertentu . Para ahli menyebutkan, pada setiap tahapan mempunyai
tugas perkembangan yang harus dipenuhi agar dapat dilalui dengan positif dan
konstruktif.

Friedman (1986) menyatakan, meskipun setiap keluarga melalui tahapan


perkembangannya masing-masing secara unik, namun pada dasarnya seluruh keluarga
mengikuti pola yang relatif sama. Masing-masing memiliki kondisi dan memerlukan
waktu yang berbeda-beda untuk menempuh setiap tahapan perkembangan, namun ada
pola yang sama.

Dan menurut Duvall dan Milller mengajukan teori "8 Stages of The Family Life Cycle"
yang banyak digunakan oleh dunia akademik untuk menjelaskan tahap-tahap perjalanan
kehidupan sebuah keluarga dari awal sampai akhirnya. Pada dasarnya perkembangan
sebuah keluarga melalui delapan tahap, sebagai berikut:

1. Tahap Beginning Family / Keluarga Baru

Tahap pertama sebuah keluarga dimulai pada saat seorang laki-laki dan seorang
perempuan membentuk keluarga melalui proses perkawinan. Setelah menikah, mereka
berdua mulai diakui sebagai sebuah keluarga yang eksis di tengah kehidupan
masyarakat.

Pengantin laki-laki dan pengantin perempuan meninggalkan keluarga masing-masing,


karena sudah memiliki keluarga baru. Mereka sudah dianggap mandiri dan bertanggung
jawab atas diri serta keluarga yang dibentuknya bersama pasangan. Istilah
"meninggalkan keluarga" tidak selalu terjadi secara fisik karena kenyataannya banyak
keluarga baru yang masih tinggal bersama orang tua atau mertua. Namun secara
psikologis mereka sudah "meninggalkan" lingkaran keluarga masing-masing, untuk
memulai sebuah keluarga baru.
Dalam keluarga baru ini, hanya ada suami dan istri. Mereka melakukan proses
penyesuaian peran dan fungsi. Masing-masing belajar hidup bersama serta beradaptasi
dengan kebiasaan sendiri dan pasangannya, seperti pola makan, tidur, bangun pagi,
kebiasaan berpakaian, bepergian, dan lain sebagainya.

Mereka akan melewati masa-masa indah saat fase romantic love, namun akan
mengalami pula masa ketegangan saat berada pada fase disappointment atau distress.

2. Tahap Childbearing Family / Keluarga dengan Kelahiran Anak Pertama

Keluarga baru yang sudah terbentuk, akan mulai mengalami perubahan ketika sudah
terjadi kehamilan. Ada yang mulai berubah dalam interaksi di antara suami dan istri
karena hadirnya "pihak ketiga" berupa janin yang harus dijaga dan dirawat oleh mereka
berdua.

Semula, hanya ada seorang suami dan seorang istri, yang mereka bebas melalkan
apapun dalam rumah tangganya. Namun, kehadiran janin membuat ada yang mulai
membatasi. Ada aktivitas tertentu sebagai suami-istri yang harus menenggang kondisi
janin dan ibu hamil.

Tahap kedua ini, menurut Duvall, dimulai dari kelahiran anak pertama hingga bayi
pertama ini berusia 30 bulan atau 2,5 tahun. Namun saya cenderung menarik ke garis
yang lebih awal,yaitu sejak mulai terjadi kehamilan, karena sudah ada perubahan yang
nyata pada keluarga baru setelah sang istri hamil.

Ada status yang mulai berubah pada diri suami dan istri tersebut. Kini mereka menjadi
calon ayah dan calon ibu bagi janin yang tengah dikandung. Mereka harus mulai belajar
dan bersiap untuk menyambut kelahiran anak pertama.

Apalagi ketika sudah lahir bayi pertama, maka status sudah berubah lagi. Kini mereka
resmi menjadi ayah dan ibu. Mereka tidak lagi berdua, namun sudah nyata bertiga. Ada
bayi di antara mereka. Dulu mereka tidur, bangun, berkegiatan, berdua saja. Kini harus
bertiga, di mana si bayi tidak mungkin ditinggalkan begitu saja tanpa pengawasan salah
satu dari mereka atau bahkan kedua-duanya.

3. Tahap Family With Preschoolers / Keluarga dengan Anak Pra-Sekolah


Tahap ketiga sebuah keluarga dimulai ketika anak pertama melewati usia 2,5 tahun, dan
berakhir saat ia berusia 5 tahun. Pada rentang waktu sekitar 2,5 tahun ini, ada hal yang
spesifik pada sebuah keluarga. Anak pertama mereka sudah mulai menjadi balita yang
mungil, imut, dan lucu, dengan segala tingkah polahnya.

Orangtua mulai disibukkan oleh seorang balita yang menyita habis waktu serta
perhatian, terutama dari sang ibu. Anak mulai berulah, anak mulai punya keinginan, dan
anak mulai dipersiapkan untuk memasuki bangku sekolah.

Di Indonesia, ada Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang menampung anak-anak
usia prasekolah. Pada contoh orangtua yang keduanya bekerja serta sibuk, anak-anak
dititipkan di PAUD, karena di rumah tidak ada yang menjaga.

Corak interaksi sudah sangat berubah dibandingkan dengan dua tahap sebelumnya.
Kondisi keluarga pada tahap ketiga ini lebih majemuk. Ada status sebagai suami dan
istri, ada status sebagai ayah dan ibu, serta ada anak balita yang sudah mulai
menyibukkan orang tua dengan segala tingkah lakunya.

Pada beberapa keluarga, di tahap ketiga ini mereka sudah memiliki lebih dari satu anak.
Pada keluarga muda dengan dua atau tiga anak kecil-kecil, menjadikan suasana yang
sangat dinamis dalam keluarga tersebut. Orangtua merasakan kesibukan yang sangat
berubah dibanding dengan tahap sebelumnya.

4. Tahap Family With School-age Children / keluarga dengan Anak Sekolah

Tahap keempat dalam kehidupan keluarga dimulai ketika anak pertama mulai berumur
6 tahun, berakhir pada saat anak berumur 12 tahun. Anak pertama mulai masuk Sekolah
Dasar, maka orangtua harus menyesuaikan diri dengan kebutuhan anak pada usia
sekolah tersebut.

Saat masih usia prasekolah, kendatipun anak mengikuti program PAUD, akan tetapi
isinya relatif lebih banyak bermain dan bersenang-senang. Begitu sudah masuk SD,
anak mulai mengenal stress karena memasuki lingkungan dan tantangan baru. Mulai ada
PR yang harus dikerjakan di rumah.
Pada tahap ini biasanya keluarga mencapai jumlah maksimal sehingga suasana menjadi
sangat sibuk. Selama enam tahun pada tahap keempat, rata-rata keluarga di Indonesia
sudah memiliki lebih dari satu anak.

Jika anak pertama sudah kelas 6 SD, anak kedua mungkin sudah kelas 3 SD dan anak
ketiga mungkin sudah TK. Jika kita bayangkan satu keluarga dengan tiga anak yang
sekolah di SD dan TK seperti ini, tampak jelas betapa tingkat kesibukan, kerepotan,
keributan dalam keluarga tersebut sangat tinggi.

Ayah dan ibu yang harus mempersiapkan keperluan sekolah anak-anak, urusan PR,
urusan pembagian perhatian terhadap tiga anak. Di sisi yang lain, suami dan istri sudah
mencapai posisi yang lebih "tinggi" dalam pekerjaan atau karier mereka, sehingga
memiliki kesibukan yang juga sangat padat. 

Pada keluarga yang belum mapan secara ekonomi, maka mengurus tiga anak usia
sekolah ini benar-benar membuat mereka harus bekerja ekstra untuk biaya sekolah
maupun biaya keperluan hidup keluarga secara layak.

5. Tahap Family With Teenagers / Keluarga dengan Anak Remaja

Tahap kelima kehidupan sebuah keluarga dimulai ketika anak pertama mencapai umur
13 tahun, berlangsung sampai 6 atau 7 tahun kemudian ketika anak pertama berumur 19
atau 20 tahun.

Suasana keluarga kembali berubah, karena mulai ada anak usia remaja di antara mereka,
di mana pada tahap sebelumnya belum ada. Orangtua harus kembali belajar, bagaimana
mendidik anak remaja. Pada saat yang sama, bisa jadi mereka masih tetap harus
mendidik anak-anak lain yang masih sekolah SD dan TK.

Pada tahap kelima ini, orangtua harus mulai memberikan tanggung jawab serta
pendidikan yang lebih baik guna mempersiapkan anak mencapai kedewasaan baik
secara biologis maupun psikologis.

Corak interaksi di antara suami dan istri, demikian pula corak interaksi antara orangtua
dengan anak, termasuk interaksi antar-anak, sudah berubah lagi, dibandingkan pada
empat tahap sebelumnya.
Anak usia remaja, yang sekolah SMP dan SMA, memiliki kepribadian dan karakter
yang khas. Di Indonesia kita menyaksikan fenomena kenakalan remaja yang marak,
yang menjadi salah satu persoalan yang harus dihadapi dalam keluarga.

Pada contoh Keluarga  di Indonesia, banyak anak usia SMP dan SMA yang belajar di
sekolah boarding ataupun pondok pesantren. Ketika anak masuk asrama atau pesantren,
artinya mereka sudah meninggalkan rumah sejak masa remaja. Interaksi dengan
orangtua menjadi minim, dan bergenti dengan interaksi di asrama atau di pesantren.

Kondisi keluarga pun mengalami perubahan, karena ada yang berkurang pada anggota
keluarga. Meski demikian, orangtua tetap memiliki tanggung jawab mendidik anak
remaja mereka yang tengah belajar di boarding school atau pesantren.

6. Tahap Launching Family / Keluarga dengan Anak Dewasa

Tahap keenam dimulai sejak anak pertama meninggalkan rumah, berakhir pada saat
anak terakhir meninggalkan rumah sehingga rumah menjadi kosong. Maka disebut
sebagai Launching Family, karena ada peristiwa "pelepasan" anak meninggalkan rumah
induk. Lamanya tahapan ini tergantung jumlah anak dan ada tidaknya anak yang belum
berkeluarga serta tetap tinggal bersama orangtua.

Pada contoh anak tunggal, maka tahap keenam ini menjadi sangat pendek. Saat satu-
satunya anak pergi meninggalkan rumah, maka suasana keluarga kembali tinggal suami
dan istri saja, tanpa anak. Namun pada keluarga dengan sepuluh anak, maka tahap ini
menjadi panjang.

Sebagian lagi memilih langsung bekerja, baik di kota yang sama taupun di kota yang
berbeda dari orangtua, tidak mengikuti studi lanjut ke perguruan tinggi. Namun, anak
yang sudah dewasa, memiliki kebutuhan yang berbeda, dibanding pada tahap-tahap
sebelumnya.

Pada tahap keenam ini, mulai ada sangat banyak perubahan dalam komposisi keluarga.
Ada yang berkurang, namun juga ada yang bertambah. Berkurang pada contoh anak
lulus SMA yang pergi kuliah atau bekerja di kota lain, sehingga mereka meninggalkan
rumah orangtua.
Namun ada saatnya bertambah, yaitu ketika anak sudah menikah. Setelah anak menikah,
maka dalam keluarga ada status baru, yaitu anak menantu. Ditambah lagi ada relasi
kekeluargaan yang baru, yaitu besan. Lagi-lagi, ada perubahan corak interaksi, baik
yang bersifat mengecil maupun membesar, menyempit maupun meluas.

Bertambah lagi ketika anak yang sudah menikah sudah memiliki anak. Maka ada anak
"baru" yang statusnya adalah cucu dalam keluarga inti. Perubahan ini sangat nyata, yang
pada tahap sebelumnya belum ada. Hal-hal baru pada tahap ini adalah adanya menantu,
besan dan cucu. Maka anak-anak dalam keluarga ini pun mengalami perubahan karena
mulai memiliki saudara baru bernama ipar, dan keluarga baru bernama kemenakan.
Semua harus berusaha menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan ini.

7. Tahap Middleage Family / Keluarga Usia Pertengahan

Tahap ketujuh dalam kehidupan sebuah keluarga dimulai saat anak yang terakhir telah
meninggalkan rumah, dan tahap ini berakhir saat masa pensiun kerja atau salah satu dari
suami atau istri meninggal dunia. Pada tahap sebelumnya, masih ada anak yang ikut
bersama orangtua, pada tahap ini sudah tidak ada lagi anak yang tinggal bersama
mereka.

Semua anak sudah "meninggalkan" rumah, baik dalam artian fisik maupun dalam artian
psikologis. Anak-anak sudah dewasa semua, sudah menikah, dan tinggal
bersama Keluarga  barunya. Pada beberapa pasangan, Tahap ketujuh ini dianggap berat
dan sulit dilalui karena adanya perubahan suasana kejiwaan akibat orangtua mulai
memasuki usia lanjut.

Ada sangat banyak hal yang berubah, dimulai dari peristiwa perpisahan dengan anak-
anak, di mana anak-anak mulai membentuk keluarga sendiri dan memulai tahapan
perkembangannya sendiri, hingga proses penuaan yang dalam beberapa kasus diserta
perasaan gagal sebagai orang tua. Pada contoh keluarga berantakan, anak-anak berulah
tidak seperti harapan orangtua, maka di masa ini orangtua merasakan kegagalan dalam
mendidik anak.

8. Tahap Aging Family / Keluarga Usia Lanjut


Tahap kedelapan yang menjadi tahap terakhir dari perjalanan sebuah keluarga, dimulai
ketika salah satu dari suami dan istri atau keduanya sudah mulai pensiun kerja, sampai
salah satu atau keduanya meninggal dunia.

Sebagian dari pasangan manula ini hidup berdua saja, karena sama sekali tidak ada anak
atau cucu atau anggota keluarga lain yang tinggal bersama mereka. Namun banyak pula
yang memilih untuk tinggal bersama keluarga salah satu anak mereka. Di negara-negara
Barat, ketika pasangan sudah meninggal dunia, banyak yang memutuskan untuk tinggal
di panti jompo sampai akhir usia. Pertimbangannya, daripada hidup sendiri dalam
kondisi sudah tua dan lemah, lebih baik tinggal di panti jompo dimana ada perawat dan
pangelolanya. 

b. Peran keluarga

Keluarga memiliki peranan utama dalam mengasuh anak, di segala norma dan etika
yang berlaku didalam lingkungan masyarakat, dan budayanya dapat diteruskan dari
orang tua kepada anaknya dari generasi-generasi yang disesuaikan dengan
perkembangan masyarakat. Keluarga memiliki peranan penting dalam meningkatkan
kualitas sumber daya manusia pendidikan moral dalam keluarga perlu ditanamkan pada
sejak dini pada setiap individu. Walau bagaimana pun, selain tingkat pendidikan, moral
individu juga menjadi tolak ukur berhasil tidaknya suatu pembangunan

1. Fungsi Biologis dalam Keluarga


Seperti yang kita ketahui, baik pria maupun wanita sama-sama memiliki kebutuhan
biologis. Fungsi keluarga dalam memenuhi kebutuhan biologis ini sangat penting. Saat
suami dan istri saling memenuhi kebutuhan biologis, aktivitas tersebut akan berlanjut
pada tahap reproduksi atau meneruskan keturunan. Keluarga adalah sarana reproduksi
yang paling tepat. Setelah fungsi biologis dari suami dan istri terpenuhi, maka terjadi
proses pengembangbiakan untuk melangsungkan keturunan dari keluarga tersebut.

2. Fungsi Pemeliharaan dalam Keluarga

Sebagaimana yang kita ketahui, keluarga adalah sarana yang sah secara hukum dan
agama untuk meneruskan keturunan. Akan tetapi, fungsi keluarga tidak hanya sebatas
memproduksi anak saja, tetapi juga memeliharanya dengan mencukupi segala
kebutuhan lahiriah dan batiniahnya. Membesarkan anak adalah salah satu fungsi dari
keluarga yang tidak bisa diganggu gugat. Nah, apa saja yang harus dilakukan oleh
sebuah keluarga untuk memberi perawatan yang terbaik untuk anaknya? Keluarga harus
menyediakan makanan, tempat tinggal, kasih sayang, perlindungan, dan keamanan bagi
anak maupun seluruh anggota keluarga.

3. Fungsi “Rumah” dalam Keluarga


Yang dimaksud dari fungsi keluarga sebagai “rumah” bukan hanya sekedar
menyediakan tempat tinggal saja, tapi juga membuat seluruh anggota keluarga merasa
seperti memiliki “rumah” sebagai tempat perlindungan yang menawarkan rasa aman
dan proteksi yang baik. Sebuah “rumah” di dalam keluarga akan memberikan dukungan
emosional dan psikologis untuk semua anggota keluarga. Di samping itu, fungsi
“rumah” dalam keluarga adalah memenuhi kebutuhan cinta bagi setiap anggota keluarga
tersebut.

4. Fungsi Sosialisasi dalam Keluarga


Fungsi keluarga yang satu ini juga tidak kalah penting dengan tiga fungsi yang sudah
disebutkan sebelumnya. Keluarga memainkan peran penting dalam proses sosialisasi.
Di dalam keluarga, seorang anak akan belajar tentang nilai, norma, moral, dan cara
untuk menjalin komunikasi dengan orang lain di luar keluarga. Selain itu, keluarga
adalah tempat untuk membentuk karakter pada masing-masing anggota keluarga,
terutama anak. Dari keluarga, anak bisa belajar mengenai hal-hal baik dan buruk
maupun yang salah atau benar. Melalui proses sosialisasi dalam keluarga, anak akan
menjadi manusia sosial dengan karakter yang baik.

5. Fungsi Ekonomi dalam Keluarga


Sejak zaman dahulu, fungsi ekonomi di dalam keluarga sudah berjalan tanpa kita sadari.
Keluarga adalah tempat di mana kita bisa memperoleh makanan, pakaian, tempat
tinggal, dan kebutuhan materi lainnya. Keluarga akan memberikan dukungan finansial
untuk masing-masing anggota keluarganya. Fungsi ekonomi dalam keluarga meliputi
pencarian nafkah, manajemen keuangan, dan penggunaan dana untuk memenuhi segala
kebutuhan yang diperlukan dalam sebuah keluarga.
6. Fungsi Pendidikan dalam Keluarga
Keluarga adalah tempat pertama untuk memberikan pendidikan dan didikan kepada
setiap anggota keluarganya,terutama bagi anak-anak. Keluarga adalah sarana pertama
untuk mengajarkan membaca atau berhitung, mengenalkan segala pengetahuan dalam
kehidupan, mengajarkan keterampilan, dan memberikan panduan mengenai proses jual-
beli.

PERAN KELUARGA DALAM TAHAP PERKEMBANGAN

Keluarga/ orangtua berfungsi untuk memastikan bahwa anaknya sehat dan aman,
memberikan sarana dan prasana untuk mengembangkan kemampuan sebagai bekal di
kehidupan sosial, serta sebagai media dalam menanamkan nilai sosial dan budaya sedini
mungkin. Orangtua memberikan kasih sayang, penerimaan, penghargaan, pengakuan,
dan arahan kepada anaknya.

Hubungan antara orangtua dan anak sangat penting untuk membangun kepercayaan
terhadap orang lain dan diri sendiri. Selain itu juga dapat membantu perkembangan
sosial, emosional, dan kognitif pada anak. Penelitian menyebutkan bahwa hubungan
antara orangtua dan anak yang hangat, terbuka, dan komunikatif; terdapat batas yang
wajar antar usia; menyampaikan alasan terkait hal-hal yang tidak boleh dilakukan anak,
akan meningkatkan rasa percaya diri dan juga performa di sekolah maupun lingkungan
masyarakat. Selain itu anak akan lebih terhindar dari hal-hal negatif seperti, depresi dan
penggunaan narkoba.

Budaya, kepercayaan, tradisi, dan nilai yang dianut dalam suatu keluarga juga
mempengaruhi tumbuh kembang anak. Dalam suatu penelitian yang dilakukan pada
orangtua Cina-Amerika menyebutkan bahwa para orang tua memiliki cukup andil dalam
mengatur tingkah laku anaknya, sehingga masalah terkait penyimpangan perilaku pada
anak jarang dijumpai.

Pada masa remaja-dewasa muda, orangtua memiliki tugas dan peran baru seiring
dengan berubahnya kebutuhan anak pada masa ini. Perubahan yang terjadi pada masa
ini adalah perubahan secara fisik, kognitif, dan juga sosial. Anak akan mulai
melepaskan diri dari ketergantungan pada keluarga dan mulai fokus pada kehidupan
sosial di luar rumah. Tantangan bagi orangtua adalah bagaimana harus
menyeimbangkan antara mempertahankan ikatan dalam keluarga dan meningkatkan
otonomi anak seiring dengan bertambahnya usia dan pendewasaan pada anak. Dalam
suatu penelitian disebutkan bahwa orangtua yang tetap mempertahankan komunikasi
yang baik dan hangat memiliki anak dengan luaran lebih baik dalam kehidupan
sosialnya, tidak menggunakan narkoba, mengalami gangguan cemas dan depresi yang
lebih sedikit daripada anak dengan orangtua yang tidak menjaga komunikasi pada masa
remaja-dewasa muda.

Keberhasilan tumbuh kembang anak dipengaruhi oleh faktor lingkungan, mulai dari
lingkungan keluarga hingga masyarakat luas. Peran keluarga utamanya orangtua sangat
penting dalam membentuk lingkungan keluarga yang harmonis, penuh kasih sayang,
dan pengertian. Mengapa peran keluarga utamanya orangtua sangat penting?
Lingkungan paparan pertama dan tersering bagi anak-anak adalah keluarga.
Pembentukan karakter dan proses tumbuh kembang pertama kali dimulai dari sini.
Anak-anak harus dipersiapkan sedini mungkin untuk menjadi penentu kehidupannya
nanti. Harus dipersiapkan untuk bisa membuat keputusan sendiri dan tumbuh menjadi
pribadi yang kompeten di masyarakat. Proses ini dapat didapatkan sedini mungkin
tergantung pada lingkungan tempat tinggal anak dibesarkan.

Kondisi yang optimal di rumah, pemenuhan nutrisi yang cukup, dan interaksi antar
orangtua maupun dengan anak sangat mempengaruhi perkembangan dan perilaku anak.
Orangtua bertanggungjawab untuk menyediakan lingkungan yang aman, memantau
aktivitas anak, membantu mengembangkan emosi sosial dan kognitif, serta
menyediakan arahan dan panduan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan menyediakan
lingkungan rumah yang aman dan kondusif, anak akan senang bermain, mengeksplorasi
hingga menemukan berbagai hal baru yang dapat meningkatkan level perkembangan
kognitif, sosial, dan emosional. Harapannya kelak dapat menjadi pribadi yang
bertanggungjawab dan produktif.

Pada Family and community practice that promote child survival, growth and
development terdapat 12 hal yang perlu diperhatikan dalam upaya mengoptimalkan
tumbuh kembang anak
1) Imunisasi
2) Pemberian ASI
3) Makanan pelengkap selain ASI
4) Micronutrients
5) Kebersihan
6) Treated bednets
7) Asupan makanan dan minuman
8) Perawatan di rumah
9) Care-seeking
10) Adherence
11) Stimulation
12) Antenatal care

Kedua belas hal di atas membutuhkan peran orangtua, keluarga, komunitas, hingga
pemerintah setempat agar dapat terlaksana dengan baik. Sehingga tumbuh kembang
anak bisa optimal dan angka harapan hidup khususnya pada anak pun bisa meningkat.

C. Gangguan pada peran dan proses keluarga

adalah untuk meningkatkan peran keluarga dan masyarakat dalam pengobatan pasien
gangguan jiwa sehingga dapat menurunkan jumlah penderita gangguan jiwa. Penelitian
ini menggunakan desain obsevasional dengan analisis deskriptif. Subjek penelitian
adalah anggota keluarga yang merawat pasien gangguan jiwa sebanyak 16
responden. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Oktober 2012. Data peran keluarga
dikelompokkan ke dalam kategori sesuai dan tidak sesuai. Hasil penelitian didapatkan
11 orang (68,75%) dalam kategori tidak sesuai, dan layak sebanyak 5 orang (31,25%),
dengan rata-rata peran keluarga 63,19%. Kategori tidak sesuai yang lebih tinggi
disebabkan karena 9 responden (56,25%) berusia lanjut (> 50 tahun). Kondisi ini
menyebabkan penurunan kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari, termasuk
perawatan kesehatan. Ada 4 pasien yang sudah dirawat selama 7-14 tahun, sehingga
keluarga merasa terbiasa dengan kondisi pasien. Ada 8 orang (50%) usia produktif yang
merawat pasien, sehingga tidak bisa dilakukan terus menerus. Berdasarkan kondisi
tersebut, Perlu adanya upaya penigkatan pengetahuan dan kemauan pasien dan keluarga,
dalam merawat pasien gangguan jiwa. Contoh kegiatan tersebut adalah berkonsultasi
dengan petugas kesehatan terdekat, dan melaporkan kepada petugas kesehatan jika
segera terjadi kondisi yang berisiko.

Gangguan pada peran keluarga (remaja)

Yang dimaksud dengan perilaku menyimpang adalah suatu tindakan yang tidak sesuai
atau tidak dapat menyesuaikan diri dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat.
Tindakan perilaku menyimpang tersebut dilakukan baik secara sadar ataupun tidak
sadar.Perilaku menyimpang apabila terus berkembang akan menyebabkan timbulnya
penyakit sosial dalam masyarakat.

Adapun bentuk-bentuk penyimpangan yang ada dalam masyarakat antara lain:

1) Minuman keras;
2) Menyalahgunaan narkotika;
3) Perkelahian antarpelajar
4) Perilaku seks di luar nikah;
5) Berjudi
6) Tindak kejahatan (kriminalitas).

Hal yang lebih rinci dikemukakan oleh Kartini Kartono (1992,.21) bahwa wujud dari
perilaku antara lain:

1) Kebut-kebutan di jalanan yang akibatnya mengganggu keamanan lalu lintas.


Disamping itu juga membehayakan diri Sendiri dan orang lain.
2) Perilaku ugal-ugalan, berandalan, urakan yang mengacaukan ketentraman
masya-rakat sekitar.
3) Perkelahian antar geng, antar kelompok, antar sekolah, antar suku sehingga
kadang-kadang membawa korban jiwa.
4) Membolos sekolah lalu menggelandang sepanjang jalan, atau bersembunyi di
tempat-tempat terpencil sambil melakukan eksperimen bermacam-macam
tindakan kriminal.
5) Kriminalitas anak, remaja, adolesens antara lain berupa perbuatan mengancam,
intimidasi, memeras, mencuri, mencopet, merampas, menjambret, menyerang,
merampok, membunuh, tindak kekerasan dan pelanggaran lainnya.
6) Berpesta pora sambil mabuk-mabukan, melakukan hubungan seks bebas, atau
orgi (mabuk-mabukan hebat dan menim-bulkan keadaan yang kacau balau yang
mengganggu lingkungan).
7) Perkosaan, agresivitas seksual dan pembunuhan dengan motif seksual, atau
didorong oleh reaksi-reaksi kompensatoris dari perasaan inferior, menuntut
pengakuan diri, depresi hebat, rasa kesunyi-an, emosi balas dendam,
kekecewaan ditolak cintanya.
8) Kecanduan dan ketagihan bahan narkotika yang akhirnya erat kaitannya dengan
tindak kejahatan.
9) Tindakan-tindakan amoral seksual secara terang-terangan tanpa tedeng aling-
aling, tanpa rasa malu dengan cara yang kasar.
10) Homoseksualitas, erotisme anal dan oral, peran orang tua dalam pengasuhan
anak berubah seiring pertumbuhan dan perkembangan anak.

Ayah dan ibu sama-sama memiliki peran yang penting sejak anak dalam kandungan.
Namun ada sedikit perbedaan sentuhan dari apa yang ditampilkan oleh ayah dan ibu
(Roslina dalam Silalahi, 2010, p.180). Ibu cenderung menumbuhkan perasaan mencintai
dan mengasihi anak melalui interaksi yang melibatkan sentuhan fisik dan kasih sayang.
Sedangkan ayah cenderung menumbuhkan rasa percaya diri dan kompeten pada anak
melalui kegiatan bermain yang melibatkan fisik. Orang tua memiliki peran penting
dalam pengasuhan dan pembinaan terhadap perilaku anaknya. Dalam perkembangan
anakorang tua berperan sebagai pemuas kebutuhan anak, tumbuh kembang anak,
teladan bagi anak, dan pembentuk konsep diri dalam keluarga.
Menurut Silalahi (2010, p.186) kegagalan-kegagalan dalam menjalankan fungsi
keluarga dapat disebabkan karena beberapa faktor. Adapun faktor-faktor tersebut antara
lain:

1) Faktor pribadi. Dimana suami-istri kurang menyadari akan arti dan fungsi
perkawinan yang sebenarnya. Misalnya, sifat egoisme, kurang adanya toleransi,
kurang adanya kepercayaan satu sama lain.
2) Faktor situasi khusus dalam keluarga, beberapa diantaranya adalah :
 Kehadiran terus menerus dari salah satu orang tua baik dari pihak suami
ataupun istri.
 Karena istri bekerja dan mendan-bakan kedudukan yang lebih tinggi dari
suaminya.
 Tinggal bersama keluarga lain dalam satu rumah.Suami-istri sering
meninggalkan rumah karena kesibukan di luar.

Pendapat lain disampaikan oleh Kartini Kartono (1992, p.65) bahwa beberapa kasus
remaja yang delinkuen disebabkan terganggunya fungsi ibu sebagai pendidik dan
pelindung dalam keluarga. Adapun bentuk perilaku ibu tersebut antara lain:

1) Hubungan antara ibu dengan anak yang tidak harmonis.


2) Perpisahan dengan ibu kandung pada tahun-tahun awal usia anak.
3) Menjauhkan anak dari rasa aman terlindung
4) Terputusnya hubungan simbiotik antara ibu dengan anak

Munculnya kenakalan remaja merupa kan gejolak kehidupan yang disebabkan adanya
perubahan sosial di masyarakat. Perubahan tersebut misalnya pergeseran fungsi dan
peran keluarga.Peran dan fungsi keluarga telah mengalami pergeseran pada masyarakat
modern. Peran dan fungsi keluarga sebagai lembaga sosialisasi dan afeksi telah
mengalami perubahan. Hal ini menyebabkan terganggunya proses sosialisasi anak
dalam keluarga Secara umum telah terjadi pergeseran peran dan fungsi keluarga dalam
sebagian masyarakat Indonesia.
Dari beberapa kasus yang orang tuanya bekerja semua, ditemukan ada beberapa peran
dan fungsi keluarga yang telah mengalami pergeseran. Peran dan fungsi keluarga
tersebut antara lain

a) Fungsi Sosialisasi.

Fungsi sosialisasi ini berperan untuk mendidik anak mulai dari awal sampai
pertumbuhan anak sehingga terbentuk kepribadian. Anak-anak harus mendapat
sosialisasi oleh orang tuanya tentang nilai-nilai apa yang dibolehkan dan tidak boleh,
apa yang baik dan tidak baik, apa yang pantas dan tidak pantas dan sebagainya. Karena
kesibukan orang tua terkadang mereka lalai dalam memberikan sosialisasi kepada
anaknya. Bahkan mereka cenderung menyerahkan pada lembaga yang lain seperti
sekolah. Sementara anak hanya dalam waktu terbatas berada di sekolah, selebihnya
mereka cenderung mencari dari lingkungannya bahkan dari media massa.

b) Fungsi Perlindungan

Fungsi perlindungan dalam arti bahwa keluarga berfungsi untuk melindungi seluruh
anggota keluarga dari berbagai bahaya yang dapat mengancam kelangsungan hidup dan
keberadaan suatu keluarga. Seluruh anggota keluarga hendaknya bekerjasama untuk
salingDengan melindungi satu sama lain yang pada akhirnya dapat menimbulkan rasa
nyaman dan tentram di dalam diri masing-masing anggota keluarga tersebut.

c) Fungsi Rekreasi
Karena berkurangnya kuantitas dan kualitas pertemuan dalam keluarga, maka keluarga
bukan lagi menjadi tempat rekreasi bagi anggotanya. Dimana keluarga menjadi tempat
bertemu, bercengkrama, berbagi pekerjaan, masalah maupun afeksi untuk meringankan
beban fisik dan psikologis. Sikap mental yang tidak sehat Sikap mental yang tidak sehat
membuat banyaknya remaja merasa bangga terhadap pergaulan yang sebenarnya
merupakan pergaulan yang tidak sepantasnya, tetapi mereka tidak memahami karena
daya pemahaman yang lemah.
d) Pelampiasan rasa kecewa

Yaitu ketika seorang remaja mengalami tekanan dikarenakan kekecewaannya terhadap


orang tua yang bersifat otoriter ataupun terlalu membebaskan, sekolah yang
memberikan tekanan terus menerus(baik dari segi prestasi untuk remaja yang sering
gagal maupun dikarenakan peraturan yang terlalu mengikat), lingkungan masyarakat
yang memberikan masalah dalam sosialisasi. Sehingga menjadikan remaja sangat labil
dalam mengatur emosi.Kegagalan remaja menyerap norma Hal ini disebabkan karena
norma-norma yang ada sudah tergeser oleh modernisasi.

DAFTAR PUSTAKA

Pengantar keperawatan keluarga/ H. Zaidin Ali; editor fruriolina Ariani.-


Jakarta:EGC.2009

https://jnk.phb.ac.id/index.php/jnk/article/view/0156
kanalpengetahuan.fkkmk@ugm.ac.id
https://www.kompasiana.com/amp/pakcah/5b9b388143322f58582e8b93/8-tahap
perkembangan-kehidupan-keluarga

Anda mungkin juga menyukai