Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

GANGGUAN SISTEM PERSYARAFAN


STROKE NON HAEMORAGIK (SNH)

A. PENGERTIAN
Stroke adalah serangan otak yang timbul secara mendadak dimana terjadi gangguan
fungsi otak sebagian atau menyeluruh sebagai akibat dari gangguan aliran darah oleh
karena sumbatan atau pecahnya pembuluh darah tertentu di otak sehingga menyebabkan
sel-sel otak kekurangan darah, oksigen atau zat - zat makanan dan akhirnya dapat terjadi
kematian sel-sel tersebut dalam waktu relatif singkat. (Yayasan Stroke Indonesia 2009). Di
bawah ini merupakan penjelasan stroke dari beberapa ahli, diantaranya :
1. Menurut Smeltzer C. Suzanne (2002), Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah
kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian
otak.
2. Menurut WHO, Stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi cerebral, baik
fokal maupun global, yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam
atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya penyebab selain daripada gangguan
vaskuler.
3. Menurut Chang (2010), Serangan otak merupakan istilah kontemporer untuk stroke
atau cedera serebrovaskuler yang mengacu kepada gangguan suplai darah otak secara
mendadak sebagai akibat dari oklusi pembuluh darah parsial atau total, atau akibat
pecahnya pembuluh darah otak.
4. Menurut Williams (2008), Stroke merupakan gangguan mendadak pada sirkulasi
serebral di satu pembuluh darah atau lebih yang mensuplai otak. Stroke
menginterupsi atau mengurangi suplai oksigen dan umumnya menyebabkan
kerusakan serius atau nekrosis di jaringan otak.
Dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian stroke adalah
gangguan sirkulasi serebral yang disebabkan oleh sumbatan atau penyempitan pembuluh
darah oleh karena emboli, trombosis atau perdarahan serebral sehingga terjadi penurunan
aliran darah ke otak yang timbulnya secara mendadak. Stroke dapat diklasifikasikan
menjadi dua, yaitu stroke non hemoragik (ischemic strokes) dan stroke hemoragik (primary
hemorrhagic strokes). Stroke hemoragik adalah suatu gangguan peredaran darah otak yang
ditandai dengan adanya perdarahan intra serebral atau perdarahan subarakhnoid. Tanda
yang terjadi adalah penurunan kesadaran, pernapasan cepat, nadi cepat, gejala fokal berupa
hemiplegi, pupil mengecil, dan kaku kuduk (Wanhari, 2008). Sedangkan pengertian dari
stroke non hemoragik dapat diartikan dari beberapa ahli dibawah ini, diantaranya :
1. Menurut Price (2006), stroke non hemoragik (SNH) merupakan gangguan sirkulasi
cerebri yang dapat timbul sekunder dari proses patologis pada pembuluh misalnya
trombus, embolus atau penyakit vaskuler dasar seperti artero sklerosis dan arteritis
yang mengganggu aliran darah cerebral sehingga suplai nutrisi dan oksigen ke otal
menurun yang menyebabkan terjadinya infark.
2. Menurut Padila (2012), stroke non haemoragik adalah cedera otak yang berkaitan
dengan obstruksi aliran darah otak terjadi akibat pembentukan trombus di arteri
cerebrum atau embolis yang mengalir ke otak dan tempat lain di tubuh.
3. Menurut Arif Mansjoer (2000), stroke non hemoragik adalah sindroma klinis yang
awalnya timbul mendadak, progresi cepat berupa deficit neurologis fokal atau global
yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbul kematian yang
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non straumatik.
4. Menurut Arif Muttaqin (2008), stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya
iskemia akibat emboli dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama
beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun
terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema
sekunder.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa stroke non hemoragik
adalah gangguan cerebrovaskular yang disebabakan oleh sumbatnya pembuluh darah
akibat penyakit tertentu seperti aterosklerosis, arteritis, trombus dan embolus.

B. TANDA DAN GEJALA


Menurut Smeltzer dan Bare (2002), stroke menyebabkan berbagai defisit neurologik,
gejala muncul akibat daerah otak tertentu tidak berfungsi akibat terganggunya aliran darah
ke tempat tersebut, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat),
ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder
atau aksesori). Manifestasi klinis (tanda dan gejala) dari stroke menurut Smeltzer & Bare
(2002) adalah sebagai berikut:
1. Kehilangan motorik
Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan kontrol
volunter terhadap gerakan motorik. Karena neuron motor atas melintas, gangguan
kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada
neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling
umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang
berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan pada salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang
lain.
2. Kehilangan komunikasi
Fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan komunikasi.
Stroke adalah penyebab afasia paling umum. Disfungsi bahasa dan komunikasi dapat
dimanifestasikan oleh hal berikut:
a. Disartria (kesulitan berbicara): ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang
disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara.
b. Disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara), yang terutama ekspresif
atau reseptif.
3. Gangguan persepsi
Gangguan persepsi adalah ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi.
Stroke dapat mengakibatkan disfungsi persepsi visual, gangguan dalam hubungan
visual spasial dan kehilangan sensori.
4. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik
Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam
pemahaman, lupa, dan kurang motivasi, yang menyebabkan pasien ini menghadapi
masalah frustasi dalam program rehabilitasi mereka.
5. Disfungsi kandung kemih
Setelah stroke pasien mungkin mengalami inkontinensia urinarius sementara
karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena kerusakan control motorik dan
postural.
Tanda dan gejala yang muncul sangat bergnatung kepada bagian/daerah otak mana
yang terkena dan dapat mempengaruhi terhadap :
1. Pengaruh terhadap status mental: tidak sadar, konfus, lupa tubuh sebelah
2. Pengaruh secara fisik: paralise, disfagia, gangguan sentuhan dan sensasi, gangguan
penglihatan
3. Pengaruh terhadap komunikasi, bicara tidak jelas, kehilangan bahasa.
Dilihat dari bagian hemisfer yang terkena tanda dan gejala dapat berupa:
Hemisfer kiri Hemisfer kanan
 Mengalami hemiparese kanan  Hemiparese sebelah kiri tubuh
 Perilaku lambat dan hati-hati  Penilaian buruk
 Kelainan lapan pandang kanan  Mempunyai kerentanan terhadap sisi
 Disfagia global kontralateral sehingga

 Afasia memungkinkan terjatuh ke sisi yang

 Mudah frustasi berlawanan tersebut

C. PATHWAY
D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut Muttaqin, (2008), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ialah sebagai
berikut :
1. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan
arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma
atau malformasi vaskular.
2. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairaan lumbal
menunjukkan adanya hernoragi pada subaraknoid atau perdarahan pada intrakranial.
Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan
likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang
kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
3. CT scan.
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi henatoma, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya secara pasti.Hasil pemeriksaan
biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel, atau
menyebar ke permukaan otak.
4. MRI
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang magnetik untuk
menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan otak.Hasil pemeriksaan biasanya
didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
5. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis).
6. EEG
Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari
jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.

E. PENATALAKSAAN MEDIS
Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) penatalaksanaan stroke dapat dibagi menjadi dua,
yaitu :
1. Phase Akut :
a. Pertahankan fungsi vital seperti : jalan nafas, pernafasan, oksigenisasi dan
sirkulasi.
b. Reperfusi dengan trombolityk atau vasodilation : Nimotop. Pemberian ini
diharapkan mencegah peristiwa trombolitik / emobolik.
c. Pencegahan peningkatan TIK. Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari
flexi dan rotasi kepala yang berlebihan, pemberian dexamethason.
d. Mengurangi edema cerebral dengan diuretik
e. Pasien di tempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan kepala tempat
tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral berkurang
2. Post phase akut
a. Pencegahan spatik paralisis dengan antispasmodik
b. Program fisiotherapi
c. Penanganan masalah psikososial
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan melakukan
tindakan sebagai berikut:
1. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendiryang
sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan
2. Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk untuk usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi
3. Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung
4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin
pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif
5. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
6. Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang
berlebihan
Pengobatan Konservatif
1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan, tetapi
maknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
3. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi
pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
4. Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/ memberatnya trombosis
atau emboli di tempat lain di sistem kardiovaskuler.
Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :
1. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka
arteri karotis di leher.
2. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling
dirasakan oleh pasien TIA.
3. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
4. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma

F. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register,
diagnose medis.

2. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak badan sebagian , bicara pelo, dan tidak
dapat berkomunikasi.
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke seringkali berlangsung sangat mendadak. Biasanya terjadi nyeri
kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan
separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma
kepala, kontrasepsi oral yang lama, obat-obat adiktif dan kegemukan.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus.
6. Pengkajian Fokus:
a. Aktivitas/istirahat
Klien akan mengalami kesulitan aktivitas akibat kelemahan, hilangnya rasa,
paralisis, hemiplegi, mudah lelah, dan susah tidur.
b. Sirkulasi
Adanya riwayat penyakit jantung, katup jantung, disritmia, CHF, polisitemia dan
hipertensi arterial.
c. Integritas Ego
Emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan untuk mengekspresikan
diri.
d. Eliminasi
Perubahan kebiasaan BAB dan BAK . Misalnya inkoontinentia urine, anuria,
distensi kandung kemih, distensi abdomen, suara usus menghilang.
e. Makanan/cairan
Nausea, vomiting, daya sensori hilang di lidah, pipi dan tenggorokan serta
dysphagia.
f. Neuro Sensori
Pusing, sakit kepala, perdarahan sub intrakranial. Kelemahan dengan berbagai
tingkatan, gangguan penglihatan, kabur, dyspalopia, lapang pandang menyempit.
Hilangnya daya sensori pada bagian yang berlawanan dibagian ekstremitas dan
kadang-kadang pada sisi yang sama di muka.
g. Nyaman/nyeri
Sakit kepala, perubahan tingkah laku kelemahan, tegang pada otak/muka.
h. Respirasi
Ketidakmampuan menelan, batuk, melindungi jalan nafas.
i. Keamanan
Sensorik motorik menurun atau hilang mudah terjadi injury. Perubahan persepsi
dan orientasi.
j. Interaksi social
Gangguan dalam bicara dan ketidakmampuan berkomunikasi.
7. Pengkajian Tingkat Kesadaran
a. Kualitatif
Adalah fungsi mental keseluruhan dan derajat kewasapadaan.
1) CM → sadar akan diri dan punya orientasi penuh
2) APATIS → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan mengantuk
3) LATARGIE → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan mengantuk
4) DELIRIUM → penurunan kesadaran disertai penurunan abnormal
aktifitas psikomotor → gaduh gelisah
5) SOMNOLEN → keadaan pasien yang selalu ingin tidur → dirangsang
bangun lalu tidur kembali
6) KOMA → kesadaran yang hilang sama sekali
b. Kuantitatif
Dengan Menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS)
1) Respon membuka mata ( E = Eye )
a) Spontan (4)
b) Dengan perintah (3)
c) Dengan nyeri (2)
d) Tidak berespon (1)
2) Respon Verbal ( V= Verbal )
a) Berorientasi (5)
b) Bicara membingungkan (4)
c) Kata-kata tidak tepat (3)
d) Suara tidak dapat dimengerti (2)
e) Tidak ada respons (1)
3) Respon Motorik (M= Motorik )
a) Dengan perintah (6)
b) Melokalisasi nyeri (5)
c) Menarik area yang nyeri (4)
d) Fleksi abnormal/postur dekortikasi (3)
e) Ekstensi abnormal/postur deserebrasi (2)
f) Tidak berespon (1)
8. Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan bahasa, lobus
frontal, dan hemisfer.
a. Status Mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan aktivitas
motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut biasanya status mental klien
mengalami perubahan.
b. Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek maupun
jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa
kasus klien mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan
dan perbedaan yang tidak begitu nyata.
c. Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang memengaruhi fungsi
dari serebral. Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian posterior dari
girus temporalis superior (area Wernicke) didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien
tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis. Sedangkan lesi pada
bagian posterior dari girus frontalis inferior (area Broca) didapatkan disfagia
ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan
bicaranya tidak lancar. Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara
yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab
untuk menghasilkan bicara. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan
yang dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan
berusaha untuk menyisir rambutnya.
d. Lobus Frontal
Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan jika kerusakan telah
terjadi pada lobus frontal kapasitas, memori, atau fungsi intelektual kortikal yang
lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian
terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi, yang
menyebabkan klien ini menghadapi masalah frustrasi dalam program rehabilitasi
mereka. Depresi umum terjadi dan mungkin diperberat oleh respons alamiah klien
terhadap penyakit katastrofik ini. Masalah psikologis lain juga umum terjadi dan
dimanifestasikan oleh emosi yang labil, bermusuhan, frustrasi, dendam, dan kurang
kerja sama.
e. Hemisfer
Stroke hemisfer kanan didapatkan hemiparese sebelah kiri tubuh, penilaian buruk
dan mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral sehingga kemungkinan terjatuh
ke sisi yang berlawanan tersebut. Pada stroke hemifer kiri, mengalami hemiparese
kanan, perilaku lambat dan sangat hati-hati, kelainan bidang pandang sebelah
kanan, disfagia global, afasia, dan mudah frustrasi.
9. Pengkajian Saraf Kranial
Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial I-XII.
a. Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.
b. Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di antara
mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan
hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada Mien dengan
hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena
ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
c. Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada satu sisi otot-
otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi
yang sakit.
d. Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigenimus,
penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang
bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan
eksternus.
e. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot
wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
f. Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
g. Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut.
h. Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
i. Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta indra
pengecapan normal.
10. Pengkajian Sistem Motorik
Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan kehilangan
kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN bersilangan, gangguan
kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada
UMN di sisi yang berlawanan dari otak.
a. Inspeksi Umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena
lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu
sisi tubuh adalah tanda yang lain.
b. Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
c. Tonus Otot. Didapatkan meningkat.
11. Pengkajian Sistem Sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi terdapat ketidakmampuan untuk
menginterpretasikan sensasi. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori
primer di antara mata dan korteks visual.
12. Pemeriksaan Fisik Sistem Neurologis
a. Menilai Kekuatan Otot
Kaji cara berjalan dan keseimbangan
Observasi cara berjalan, kemudahan berjalan dan koordinasi gerakan tangan, tubuh
sampai kaki. Periksa tonus otot dan kekuatan. Kekualan otot dinyatakan dengan
menggunakan angka dari 0-5
0 = tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot ; Iumpuh total
1 = terlihat kontraksi tetap ; tidak ada gerakan pada sendi.
2 = ada gerakan pada sendi tetapi tidak dapat melawan gravitasi
3 = bisa melawan gravitasi tetapi tidak dapat menahan tahanan pemeriksa
4 = bisa bergerak melawan tahanan pemeriksa tetapi kekuatannya
berkurang
5 = dapat melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan maksimal
b. Pemeriksaan reflek
Pemeriksaan refleks biasanya dilakukan paling akhir. Klien biasanya dalam posisi
duduk atau tidur jika kondisi klien tidak memungkinkan. Evaluasi respon klien
dengan menggunakan skala 0 - 4
0 = tidak ada respon
1 = Berkurang (+)
2 = Normal (++)
3 = Lebih dari normal (+++)
4 = Hiperaktif (++++)
1) Reflek Fisiologis
a) Reflek patella
Pasien bebaring terlentang lutut diangkat keatas fleksi kurang lebih dari 30 o.
tendon patella (ditengah-tengah patela dan Tuberositas tibiae) dipukul dengan
reflek hamer. respon berupa kontraksi otot guardrisep femoris yaitu ekstensi
dari lutut.
b) Reflek Bisep
Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 90o supinasi dan lengan bawah
ditopang ada atas (meja periksa) jari periksa ditempat kan pada tendon m.bisep
(diatas lipatan siku) kemudian dipukul dengan reflek hamer.normal jika ada
kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila ada fleksi sebagian ada pronasi,
hiperaktif maka akan tejadi penyebaran gerakan-gerakan pada jari atau sendi.
c) Reflek trisep
Lengan bawah disemifleksikan, tendon bisep dipukul dengan dengan reflek
hamer (tendon bisep berada pada jarak 1-2 cm diatas olekronon) respon yang
normal adalah kontraksi otot trisep, sedikit meningkat bila ada ekstensi ringan
dan hiperaktif bila ekstensi bila ekstensi siku tersebut menyebar keatas sampai
ke otot - otot bahu.
d) Reflek Achiles
Posisi kaki adalah dorso fleksi untuk memudah kan pemeriksaan reflek ini kaki
yang diperiksa diletakan/disilangkan diatas tungkai bawah kontral
lateral.tendon achiles dipukul dengan reflek hamer, respon normal berupa
gerakan plantar fleksi kaki.
e) Reflek Superfisial
(1) Reflek kulit perut
(2) Reflek kremeaster
(3) Reflek kornea
(4) Reflek bulbokavernosus
(5) Reflek plantar
2) Reflek Patologis
a) Babinski
Merupakan reflek yang paling penting ia hanya dijumpai pada penyakit traktus
kortikospital.
b) Rangsangan Meningeal
Untuk mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya pada meningitis)
dilakukan pemeriksaan :
(1) Kaku kuduk
Bila leher di tekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat
menempel pada dada --- Kaku kuduk positif (+)
(2) Tanda Brudzunsky I
Letakkan satu tangan pemeriksa di bawah kepala klien dan tangan lain di
dada klien untuk mencegah badan tidak terangkat. Kemudian kepala klien
di fleksikan kedada secara pasif. Brudzinsky I positif (+)
(3) Tanda Brudzinsky II
Tanda brudzinsky II positif (+) bila fleksi klien pada sendi panggul secara
pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan lutut.
(4) Tanda kerniq
Fleksi tungkai atas tegak lurus,lalu dicoba meluruskan tungkai bawah pada
sendi lutut normal-,bila tungkai membentuk sudut 1350 terhadap tungkai
atas. Kerniq + bila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit tibia
ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit terhadap hambatan.
(5) Test lasegue
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan nyeri
sepanjang Mischiadicus.
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan aliran
darah ke otak
2. Hambatan mobilitas fisik  berhubungan dengan kerusakan neuromuscular
3. Resiko dekubitus berhubungan dengan imobilitas fisik
4. Resiko jatuh berhubungan dengan penurunan kemampuan otot, kelemahan otot atau
perubahan ketajaman penglihatan
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk mencerna makanan, penurunan fungsi nervus hipoglosus
6. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan fungsi otot
facial/oral
7. Gangguan menelan berhubungan dengan penurunan fungsi nervus vagus atau
hilangnya refluks muntah
8. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan
kelemahan fisik
9. Gangguan perubahan persepsi sensori berhubungan dengan kerusakan nervus dan
Perubahan ketajaman sensori penghidu, penglihatan, dan pengecap
10. Konstipasi berhubungan dengan perubahan psikologi

H. RENCANA KEPERAWATAN

No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi (NIC)


Keperawatan (NOC)
1. Ketidakefektifan NOC NIC
perfusi jaringan 1. Circulation Status Cerebral Perfusion
serebral  2. Tissue prefusion: cerebral Promotion
1. Konsultasi dengan dokter
Kriteria Hasil : untuk menemukan
1. Mendemonstrasikan status parameter hemodinamik
sirkulasi yang ditandai dan menjaga parameter
dengan: hemodunamik dalam
2. Tekanan systole dan kisaran normal
diastole dalam rentang 2. Induksi hipertensi dengan
yang diharapkan ekspansi volume atau
3. Tidak ada ortostatik inotropik atau agen
hipertensi vasokonstriksi , seperti
4. Tidak ada tanda-tanda yang diperintahkan untuk
peningkatan tekanan mempertahankan
intrakranial (tidak lebih parameter hemodinamik
dari 15 mmHg) dan memelihara /
5. Mendemonstrasikan mengoptimalkan tekanan
kemampuan kognitif yang perfusi serebral
ditandai dengan: 3. Kelola dan titrasi obat
6. Berkomunikasi dengan vasoaktif , seperti yang
jelas sesuai dengan diperintahkan , untuk
kemampuan mempertahankan
7. Menunjukkan perhatian, parameter hemodinamik
konsentrasi, dan orientasi 4. Kelola agen untuk
8. Memproses informasi memperluas volume
9. Membuat keputusan intravaskular , yang sesuai
dengan benar ( mis , coloid , produk
10. Menunjukkan fungsi darah , dan kristaloid )
sensori motori cranial 5. Kelola volume expander
yang utuh: tingkat untuk mempertahankan
kesadaran membaik, tidak parameter hemodinamik ,
ada gerakan gerakan seperti yang diperintahkan
involunter 6. Monitor waktu
prothrombin (PT) dan
waktu tromboplastin
parsial (PTT) , jika
menggunakan hetastarch
sebagai volume ekspander
7. Kelola agen rheologic
( mis , manitol dosis
rendah atau dekstran
dengan berat molekul
rendah ) , seperti yang
diperintahkan
8. Jaga tingkat hematokrit
sekitar 33 % untuk terapi
hemodilusi hipervolemi
9. Keluarkan darah pasien ,
sesuai , untuk
mempertahankan tingkat
hematokrit di kisaran yang
diinginkan
10. Pertahankan tingkat
glukosa serum dalam
kisaran normal
11. Konsultasi dengan
dokter untuk menentukan
penempatan optimal
kepala tempat tidur ( mis ,
0 , 15 , 30 , derajat ) dan
monitor respon pasien
terhadap posisi kepala
12. Hindari fleksi leher atau
pinggul / lutut
13. Jaga tingkat pCO2 pada
25 mmHg atau lebih besar
14. Kelola calcium channel
blockers . seperti yang
diperintahkan
15. Kelola vasopressin ,
seperti yang diperintahkan
16. Kelola dan pantau efek
diuretik osmotik dan loop
- aktif dan kortikosteroid
17. Kelola obat nyeri , yang
sesuai
18. Kelola obat
antikoagulan , seperti yang
diperintahkan
19. Kelola obat
antiplatelet , seperti yang
diperintahkan
20. Kelola obat
trombolitik , seperti yang
diperintahkan
21. Monitor PT pasien dan
PTT untuk menjaga satu
sampai dua kali normal,
sesuai
22. Pantau efek samping
terapi antikoagulan
23. Monitor tanda-tanda
perdarahan (misalnya , tes
feses dan NG drainase
untuk darah )
24. Pantau status neurologis
25. Hitung dan memantau
CPP
26. Monitor ICP pasien dan
respon neurologis
27. Monitor tekanan arteri
rata-rata ( MAP )
28. Pantau CVP
29. Monitor PAWP dan
PAP
30. Monitor status
pernapasan ( mis , tingkat ,
irama , dan kedalaman
respirasi ; tekanan oksigen
parsial , pCO2 , pH , dan
tingkat bikarbonat )
31. Auskultasi suara paru
untuk crackles atau suara
adventif lainnya
32. Monitor tanda-tanda
overload cairan ( mis ,
ronki , distensi vena
jugularis ( IVD ) , edema ,
dan peningkatan sekresi
paru )
33. Pantau penentu
pengiriman oksigen
jaringan ( e , g . PaCO2 .
SaO2 , dan kadar
hemoglobin dan curah
jantung ) , jika tersedia
34. Pantau nilai-nilai
laboratorium untuk
perubahan oksigenasi atau
keseimbangan asam-basa ,
yang sesuai
35. Pantau asupan dan
output
Intracranial Pressure (ICP)
Monitoring
1. Bantu dengan perangkat
monitoring ICP penyisipan
2. Berikan informasi kepada
pasien dan keluarga /
orang lain yang signifikan
3. Kalibrasi transduser
4. Pantau kualias dan
karakteristik gelombang
ICP
5. Monitor tekanan perfusi
serebral
6. Pantau status neurologis
7. Monitor ICP pasien dan
respon neurologis
8. Monitor jumlah, tingkat ,
dan karakteristik cairan
serebrospinal ( CSF )
drainase
9. Pantau dan output
10. Jaga sterilitas sistem
pemantauan
11. Monitor tekanan tubing
untuk gelembung udara ,
puing-puing , atau darah
beku
12. Ubah transduser , sistem
flush , dan drainase bag ,
seperti yang ditunjukkan
13. Dapatkan sampel CSF
drainase , yang sesuai
14. Pantau suhu dan hitung
WBC
15. Periksa kaku kuduk pasien
16. Kelola antibiotic
17. Posisikan pasien dengan
kepala dan leher dalam
posisi netral , hindari
fleksi hip ekstrim
18. Sesuaikan kepala tempat
tidur untuk
mengoptimalkan perfusi
serebral
19. Monitor efek rangsangan
lingkungan pada ICP
20. Ubah prosedur penyedotan
untuk meminimalkan
peningkatan ICP dengan
pengenalan kateter ( mis ,
memberikan lidokain)
21. Monitor kadar CO2 dan
jaga dalam parameter yang
ditentukan
22. Pertahankan tekanan arteri
sistemik dalam jangkauan
tertentu
23. Kelola agen farmakologis
untuk mempertahankan
ICP dalam jangkauan
tertentu
Neurologic Monitoring
1. Pantau ukuran pupil,
bentuk, simetri, dan
reaktivitas
2. Pantau tingkat kesadaran
3. Monitor tingkat orientasi
4. Pantau tingkat kesadaran
pasien
5. Monitor tanda-tanda vital
6. Monitor status pernapasan
7. Monitor parameter
hemodinamik invasif,
yang sesuai
8. Monitor ICP Dan CPP
9. Pantau refleks kornea
10. Monitor batuk dan refleks
muntah
11. Monitor otot dan gerakan
motoric
12. Pantau kekuatan
cengkeraman
13. Pantau adanya tremor
14. Pantau simetri wajah
15. Monitor tonjolan lidah
16. Pantau gangguan visual:
diplopia, nistagmus,
pemotongan visual
lapangan, penglihatan
kabur, dan ketajaman
visual
17. Perhatikan keluhan sakit
kepala
18. Pantau respon terhadap
rangsangan: verbal, taktil,
dan berbahaya
19. Pantau paresthesia: mati
rasa dan kesemutan
20. Pantau indra penciuman
21. Monitor respon Babinski
22. Pantau respon terhadap
obat
23. Tingkatkan frekuensi
pemantauan neurologis ,
yang sesuai
24. Hindari aktivitas yang
meningkatkan tekanan
intrakranial
Vital Sign Monitoring
1. Monitor TD, suhu, dan RR
2. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
3. Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
4. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
5. Monitor suara paru
6. Monitor pola pernapasan
abnormal
7. Monitor suhu, warna dan
kelembaban kulit
8. Monitor sianosis perifer
9. Monitor adanya cushing
triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
10. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign

2. Hambatan NOC NIC


mobilitas fisik 1. Joint Movement: active Exercise Therapy : Joint
2. Mobility Level Mobility
3. Self Care : ADLs 1. Tentukan keterbatasan
4. Transfer performance gerakan sendi dan
pengaruh terhada fungsi
Kriteria Hasil: 2. Kolaborasikan dengan tim
1. Aktifitas fisik klien medis untuk
meningkat mengembangkan dan
2. Mengerti tujuan dari melaksanakan program
peningkatan mobilitas terapi
3. Memverbalisasikan 3. Jelaskan kepada
perasaan dalam pasien/keluarga pasien
meningkatkan kekuatan tntang tujuan dan rencana
dan kemampuan terapi
perpindahan 4. Lindungi pasien dari
4. Memperagakan trauma selama latihan
penggunaan alat 5. Bantu pasien untuk
5. Bantu untuk mobilisasi mengoptimalkan posisi
(walker) tubuh untuk melakukan
ROM pasif/aktif
6. Bantu pasien melakukan
ROM pssif/aktif
7. Ajarkan pasien/keluarga
pasien cara melakukan
ROM aktif/pasif
8. Dorong pasien untuk
memvisualisasikan gerak
tubuh sebelum memulai
gerakan
9. Anjurkan pasien untuk
duduk di atas tempat tidur,
di sisi tempat tidur, atau di
atas kursi
10. Bantu pasien melakukan
ambulasi
11. Berikan pujian terhadap
perkembangan
kemampuan latihan
3. Resiko dekubitus NOC NIC
1. Tissue Integrity : skin and Bed Rest Care
mucous 1. Jelaskan alasan untuk
2. Wound healing : primary membutuhkan istirahat
and secondary intention 2. Hindari menggunakan
seprei bertekstur kasar
Kriteria hasil : 3. Jaga sprei bersih, kering,
1. Perfusi jaringan normal dan terhindar dari kerutan
2. Tidak ada tanda-tanda 4. Tempatkan meja samping
infeksi tempat tidur dalam
3. Ketebalan dan tekstur jangkauan pasien
jaringan normal 5. Ubah posisi pasien
4. Menunjukkan pemahaman setidaknya setiap 2 jam
dalam proses, perbaikan 6. Monitor kondisi kulit
kulit dan mencegah 7. Lakukan latihan ROM
terjadinya cidera pasif dan aktif
5. Menunjukkan terjadinya 8. Pantau komplikasi tirah
proses penyembuhan luka baring (mis, hilangnya
tonus otot, sakit
punggung, sembelit,
peningkatan stres, depresi,
kebingungan, perubahan
siklus tidur, infeksi saluran
kemih, kesulitan dengan
buang air kecil,
pneumonia)
Pressure Management
1. Bantu pasien bergerak
setidaknya setiap 2 jam
2. Monitor kulit untuk daerah
kemerahan dan kerusakan
3. Pantau mobilitas dan
aktivitas pasien
4. Gunakan perangkat yang
tepat untuk menjaga tumit
dan tonjolan tulang dari
tempat tidur
5. Pantau status gizi pasien
6. Monitor sumber tekanan
dan gesekan
4. Resiko jatuh NOC NIC
1. Trauma risk for Fall Prevention
2. Injury risk for 1. Mengidentifikasikan
defisit kognitif atau fisik
Kriteria hasil pasien yang dapat
1. Keseimbangan: meningkatkan potensi
kemampuan untuk jatuh dalam lingkungan
mempertahankan tertentu.
ekuilibrium 2. Mengidentifikasikan
2. Gerakan terkoordinasi: perilaku dan faktor yang
kemampuan otot untuk mempengaruhi resiko
bekerja sama secara jatuh
volunter untuk melakukan 3. Mengidentifikasikan
gerakan yang bertujuan karakteristik lingkungan
3. Perilaku pencegahan jatuh: yang dapat meningkatkan
tindakan individu atau potensi untuk jatuh
pemberi asuhan untuk (misalnya lantai licin.
meminimalkan faktor resiko tangga terbuka dan lain-
yang dapat memicu jatuh lain)
dilingkungan individu 4. Sarankan perubahan
4. Kejadian jatuh : tidak ada dalam gaya berjalan
kejadian jatuh 5. Mendorong pasien untuk
5. Pengetahuan : pemahaman mengunakan tongkat atau
pencegahan jatuh alat pembantu berjalan
pengetahuan keselamatan 6. Kunci roda dari kursi roda,
anak fisik tempat tidur, atau brankar
6. Pengetahuan: kemanan selama transfer pasien
pribadi 7. Tempat artikel mudah
7. Pelanggaran perlindungan diangkau dari pasien
tingkat kebingungan akut 8. Ajarkan pasien bagaimana
8. Tingkat agitasi\ jatuh untuk meminimalkan
9. Komunitas pengendalian cedera
resiko 9. Memantau kemampuan
10.kekerasan untuk mentransfer dari
11.Komunitas pengendalian tempat tidur ke kursi dan
resiko demikian pula sebaliknya
12.Gerakan terkoordinasi 10. Gunakan teknik yang tepat
13.Kecenderungan resiko untuk mentransfer pasien
pelarianuntuk kawin ke dan dari kursi roda,
14.Kejadian terjun tempat tidur, toilet, dan
15.Mengasuh keselamatan sebagainya
fisik remaja 11. Menyediakan toilet
16.Mengasuh bayi/balita ditinggikan untuk
keselamatan fisik memudahkan trnsfer
17.Perilaku keselamatan 12. Menyediakan kursi dari
pribadi ketinggian yang tepat,
18.Keparahan cedera fisik dengan sandaran dan
19.Pengendalian resiko sandaran tangan untuk
20.pengendalian resiko memudahkan transfer
penggunaan alkohol, 13. Menyediakan tempat
narkoba tidurkasur dengan tepi
21.Pengendalian resiko : yang erat untuk
pencahayaan sinar matahari memudahkan transfer
22.Deteksi resiko 14. Gunakan rel sisi ranjang
23.Lingkugan rumah aman yang sesuai dengan tinggi
24.Aman berkeliaran utnuk mencegah jatuh dari
25.Zat penarikan keparahan temoat tidur, sesuai
26.Integritas jaringan : kulit kebutuhan
dan membran mukosa 15. Memberikan pasien
27.Perilaku kepatuhan visi tergantung dengan sarana
bantuanpemanggilan
(misalnya bel,atau cahaya
panggilan) ketika penjaga
tidak ada
16. Membatu toileting
seringkali, interval
dijadwalkan
17. Menandai amang pintu
dan tepi langkah sesuai
kebutuhan
18. Hapus dataran rendah
perabotan (misalnya
tumpuan atau tabel) yang
enimbulkan bahaya
tersandung
19. Hindari kekacauan pada
permukaan lantai
20. Memberikan pencahayaan
yang memadai untuk
meningkatkan visibilitas
21. Menyediakan lampu
malam disamping tempat
tidur
22. Menyediakan pegangan
angan terlihat memegang
tiang
23. Menyediakan lajur anti
tergelinsir, permukaan
lantai notrip/tidak
tersandung
24. Menyediakan permukaan
nonslip/anti tergelincirdi
bak mandi atau pancuran
25. Menyediakan kokoh, tinja
curam nonslip untuk
memfasilitasi jangkauan
mudah
26. Pastikan pasien yang
memakai sepatu yang pas,
kecangkan aman, memiliki
sol tidak mudah tergelincir
27. Anjurkan pasien utnuk
memakai kacamata sesuai
ketika keluar dari tempat
tidur
28. Memdidik anggota
keluarga tentang resiko
yang berkontribusi
terhadap jatuh dan
bagaimana mereka dapat
menurunikan resiko
tersebut
29. Sarankan adaptasi rumah
untuk meningkatkan
keselamatan
30. Intruksikan keluarga pada
pentingnya pegangan
tangan untuk kamar
mandi, tangga, dan trotoar
31. Sarankan alas kaki yang
aman
32. Mengembangkan cara
untuk pasien berpartisipasi
keselamatan dalam
kegiatan rekreasi
33. Lembaga program latihan
rutin fisik yang meliputi
berjalan
34. Tanda-tanda psting untuk
mengingatkan staf bahwa
pasien yang beresiko
tinggi untuk jauh
35. Berkolaborasi dengan
anggota tim kesehatan
lainnya untuk
meminimalkan efek
samping dari obat yang
berkontribusi terhadap
jatuh : (misalnya hipotensi
ortostatik dan kiprah
goyah)
36. Memberikan pengawasan
yang ketat dan/perangkat
penahan.
5. Ketidakseimbangan NOC NIC
nutrisi kurang dari 1. Nutritional Status Nutrition Management
kebutuhan tubuh 2. Nutritional Status : food 1. Kaji adanya alergi makanan
and fluid intake 2. Kolaborasi dengan ahli gizi
3. Nutritional Status : untuk menentukan jumlah
nutrient intake kalori dan nutrisi yang
4. Weight control dibutuhkan pasien
3. Anjurkan pasien untuk
Kriteria Hasil : meningkatkan Intake Fe
1. Adanya peningkatan berat 4. Anjurka pasien untuk
badan sesuai tujuan meningkatkan protein dan
2. Berat badan ideal sesuai vitamin C
dengan tinggi badan 5. Berikan substansi gula
3. Mampu 6. Yakiknkan diet yang
mengidentifikasikan dimakan mengandung
kebutuhan nutrisi tinggi serat untuk
4. Tidak ada tanda-tanda mencegah konstipasi
malnutrisi 7. Berikan makanan yang
5. Menunjukkan peningkatan terpilih (sudah
fungsi pengecapan dari dikonsultasikan dengan ahli
menelan gizi
6. Tidak terjadi penurunan 8. Ajarkan pasien bagaimana
berat badanyang berarti cara membuat catatan
makanan harian
9. Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
10. Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
11. Kaji kemampuan pasien
untuk mendapatkan nutrisi
yang dibutuhan
Nutition Monitoring
1. BB pasien dalam batas
normal
2. Monitor adanya
penurunan berat badan
3. Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa
diakukan
4. Monitor interaksi anak dan
orang tua selamamakan
5. Monitor lingkungan selera
makan
6. Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam
makan
7. Monitor kulit keringdan
perubahan pigmentasi
8. Monitor turgor kulit
9. Monitir kekeringan,
rambut kusam, dan mudah
patah
10. Monitor mual dan muntah
11. Monitor kadar albumin,
kadar protein
12. Lepaskan impaksi tinja
secara manual, jika perlu
13. Timbang pasien secara
teratur
14. Ajarkan pasien atau
keluarga tentang proses
pencarian yang normal
15. Ajarkan pasien/keluarga
tentang kerangka waktu
untuk resolusi sembelit
6. Hambatan NOC NIC
komunikasi verbal 1. Anxiety self control Communication
2. Coping Enhancement : Speech
3. Sensori/function: hearing Defisit
& vision 1. Gunakan penerjemah, jika
4. Fear self control diperlukan
2. Beri satu kalimat
Kriteria hasil : sederhana satiap kali
1. Komunikasi : penerimaan, bertemu, jika diperlukan
intrepretasi dan 3. Konsultasikan dengan
ekspresipesan, lisan, tulisan dokter kebutuhan terapi
dan non cerbal meningkat wicara
2. Komunikasi ekspresif 4. Dorong pasien untuk
(kesulitan berbicara: berkomunikasi secara
ekspresi pesan verbal dan perlahan dan untuk
atau non verbal yang mengulangi permintaan
bermakna 5. Dengarkan dengan penuh
3. Kmunikasi resptif(kesulitan perhatian
mendengar) : penerimaan 6. Berdiri di depan pasien
komunikasi dan interpretasi ketika berbicara
pesan verbal dan non verbal 7. Gunakan kartu
4. Gerakan terkoordinasikan : baca,kertas,pensil,bahasa
mampu mengkoordinasi tubuh,gambar,daftar
gerakan dalam kosakata,bahasa
menggunakan bahasa asing,computer,dan lain-
isyarat lain untuk memfasilitasi
5. Pengolahan informasi : komunikasi dua arah yang
klien mampu untuk optimal
memperoleh, mengatur, dan 8. Ajarkan bicara dengan
menggunakan informasi esophagus, jika diperlukan
6. Mampu mengontrol respon 9. Beri anjuran kepada
ketakutan dan kecemasan pasien dan keluarga
terhadap ketidakmampuan tentang penggunaan alat
berbicara bantu bicara
7. Mampu memanajemen 10. Berika pujian positive,
kemampuan fisik yang jika diperlukan
dimiliki 11. Anjurkan pada pertemuan
8. Mampu kelompok
mengkomunikasikankebutu 12. Anjrkan kunjungan
han dengan lingkungan keluarga secara teratur
sosial untuk memberikan
stimulus komunikasi
13. Anjurkan ekspresi diri
dengan cara lain dalam
menyampaikan informasi
(bahasa isyarat)

7. Gangguan menelan NOC NIC


1. Pencegahan aspirasi Aspiration Precautions
2. Ketidakefektifan pola 1. Memantau tingkat
menyusui kesadaran, refleks batuk,
3. Status menelan: tindakan refleks muntah, dan
pribadi untuk mencegah kemampuan menelan
pengeluaran cairan dan 2. Monitor status paru,
partikel padat ke dalam menjaga/mempertahankan
paru jalan napas
4. Status menelan: fase 3. Posisi tegak 90 derajat
esofagus: penyaluran atau sejauh mungkin
cairan atau partikel padat 4. Jauhkan manset trakea
dari faring ke lambung meningkat
5. Status menelan: fase oral: 5. Jauhkan pengaturan hisap
persiapan, penahanan, dan yang tersedia
pergerakan cairan atau 6. Menyuapkan makanan
partikel padat ke arah dalam jumlah kecil/sedikit
posterior mulut 7. Periksa penempatan
6. Status menelan: fase tabung NG atau
faring penyaluran cairan gastrostomy sebelum
atau partikel padat dari menyusui
mulut ke esofagus 8. Periksa tabung NG atau
grastostomy sisa sebelum
Kriteria hasil: makan
1. Dapat mempertahankan 9. Hindari makan, jika residu
makanan dalam mulut tinggi temat "pewarna"
2. kemampuan menelan dalam tabung pengisi NG
adekuat 10. Hindari cairan atau
3. Pengiriman bolus ke menggunakan zat
hipofaring selaras dengan pengental
reflek menelan 11. Penawaran makanan atau
4. Kemampuan untuk cairan yang dapat dibentuk
mengosongkan rongga menjadi bolus sebelum
mulut menelan
5. Mampu mengontrol mual 12. Potong makanan menjadi
dan muntal potongan-potongan kecil
6. Imobilitas kensekuensi: 13. Permintaan obat dalam
fisiologis bentuk obat mujarab
7. Pengetahuan tentang 14. Istirahat atau
prosedur pengobatan menghancurkan pil
8. Tidak ada kerusakan otot sebelum pemberian
tenggorong atau otot 15. Jauhkan kepala tempat
wajah , menelan, tidur ditinggikan 30-45
menggerakkan lidah. atau menit setelah makan
reflek muntah 16. Sarankan pidato/berbicara
9. Pemulihan pasca prosedur patologi berkonsultasi
pengobatan
10. Kondisi pernapasan,
ventilasi adekuat
11. Mampu melakukan
perawatan terhadap non
pengobatan parenteral
12. Mengidentifikasi faktor
emosi atau psikologis
yang menghambat
menelan
13. Dapat mentoleransi ingesti
makanan tanpa
terdesakatau aspirasi
14. Menyusui adekuat
15. Kondisi menelan bayi
16. Memelihara kondisi
gizi:makanan dan asupan
cairan ibu dan bayi
17. Hidrasi tidak ditemukan
18. Pengetahuan mengenai
cara menyusui
19. Kondisi pernapasan
adekuat
20. Tidak terjadi gangguan
neurologis
8. Defisit perawatan NOC NIC
diri a. Activity intolerance 1. Bantuan Perawatan Diri:
b. Mobility : Physical Mandi, higiene mulut,
impaired penil/vulva, rambut, kulit
c. Fatique level a. Kaji kebersihan kulit,
d. Anxiety self control kuku, rambut, gigi,
e. Ambulation mulut, perineal, anus
b. Bantu klien untuk
Setelah dilakukan asuhan mandi, tawarkan
keperawatan selama 3 pemakaian lotion,
x24 jm perawatan kuku,
Klien mampu : rambut, gigi dan mulut,
a. Melakukan ADL mandiri : perineal dan anus,
mandi, hygiene sesuai kondisi
mulut,kuku, penis/vulva, c. Anjurkan klien dan
rambut, berpakaian, keluarga untuk
toileting, makan-minum, melakukan oral hygiene
ambulasi sesudah makan dan bila
b. Mandi sendiri atau dengan perlu
bantuan tanpa kecemasan d. Kolaborasi dgn Tim
c. Terbebas dari bau badan Medis / dokter gigi bila
dan mempertahankan kulit ada lesi, iritasi,
utuh kekeringan mukosa
d. Mempertahankan mulut, dan gangguan
kebersihan area perineal integritas kulit.
dan anus
e. Berpakaian dan 2. Bantuan perawatan diri :
melepaskan pakaian berpakaian
sendiri a. Kaji dan dukung
f. Melakukan keramas, kemampuan klien untuk
bersisir, bercukur, berpakaian sendiri
membersihkan kuku, b. Ganti pakaian klien
berdandan setelah personal
g. Makan dan minum sendiri, hygiene, dan pakaikan
meminta bantuan bila pada ektremitas yang
perlu sakit/ terbatas terlebih
h. Mengosongkan kandung dahulu, Gunakan
kemih dan bowel pakaian yang longgar
c. Berikan terapi untuk
mengurangi nyeri
sebelum melakukan
aktivitas berpakaian
sesuai indikasi

3. Bantuan perawatan diri :


Makan-minum
a. Kaji kemampuan klien
untuk makan :
mengunyah dan
menelan makanan
b. Fasilitasi alat bantu yg
mudah digunakan klien
c. Dampingi dan dorong
keluarga untuk
membantu klien saat
makan

4. Bantuan Perawatan Diri:


Toileting
a. Kaji kemampuan
toileting: defisit sensorik
(inkontinensia), kognitif 
(menahan untuk
toileting), fisik
(kelemahan fungsi/
aktivitas)
b. Ciptakan lingkungan
yang aman(tersedia
pegangan dinding/ bel),
nyaman dan jaga privasi
selama toileting
c. Sediakan alat bantu
(pispot, urinal) di tempat
yang mudah dijangkau
d. Ajarkan pada klien dan
keluarga untuk
melakukan toileting
secara teratur
10 Konstipasi NOC NIC
Setelah diberikan asuhan Constipation/Impaction
keperawatan selama 3 x 24 Management
jam keluhan pasien terpenuhi a. Monitor tanda dan
dengan outcome pola eliminasi gejala konstipasi
fekal pasien teratur 1 x sehari b. Monitor bising usus
dengan kriteria hasil : c. Monitor feses :
a. Bntuk feses lunak dan frekuensi, konsistensi,
berbentuk dan volume
b. Nyeri saat defekasi d. Konsultasi dengan
berkurang dokter tentang
c. Darah di dalam feses penurunan dan
tidak ada. peningkatan bising usus
d. Bebas dari e. Monitor tanda dan
ketidaknyamanan dan gejala ruptur
konstipasi usus/peritonitis
f. Jelaskan etiologi dan
rasionalisasi tindakan
terhadap pasien
g. Identifikasi faktor
penyebab dan
kontribusi konstipasi
h. Dukung intake cairan
i. Kolaborasikan
pemberian laksatif
j. Pantau tanda dan gejala
impaksi
k. Pantau gerakan usus,
termasuk konsistensi,
frekuensi, bentuk,
volume, dan warna
l. Susun jadwal ke toilet
m. Dorong peningkatan
asupan cairan, kecuali
dikontraindikasikan
n. Evaluasi profil obat
untuk efek samping
gastrointestinal
o. Anjurkan pasien atau
keluarga untuk
mencatat warna,
volume, frekuensi, dan
konsistensi tinja
p. Ajarkan
pasien/keluarga
bagaimana untuk
menjaga buku harian
makanan
q. Anjurkan
pasien/keluarga untuk
diet tinggi serat
r. Anjurkan
pasien/keluarga pada
penggunaan yang tepat
dari obat pencahar
s. Anjurkan
pasien/keluarga pada
hubungan asupan diet,
olahraga, dan cairan
sembelit/impaksi
t. Sarankan pasien untuk
berkonsultasi dengan
dokter jika sembelit
atau impaksi terus ada
u. Informasikan pasien
prosedur penghapusan
manual dari tinja, jika
perlu
v. Lepaskan impaksi tinja
secara manual, jika
perlu
w. Timbang pasien secara
teratur
x. Ajarkan
pasien/keluarga tentang
proses pencernaan yang
normal
y. Ajarkan
pasien/keluarga tentang
kerngka waktu untuk
resolusi sembelit

I. REFERENSI

Chang, Ester . 2010 . Patofisiologi : Aplikasi Pada Praktik Keperawatan. Jakarta:


EGC.
Brunner and Suddarth, 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 volume 2 Penerbit
Jakarta: EGC
NANDA. 2016.  Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi 2015 –
2017. Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif. 2008 . Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Hartina.2015.Laporan Pendahuluan Stroke Haemoragik. (Online) Available:
https://www.academia.edu.5948047/LAPORAN_PENDAHULUAN_NHS
(diakses pada tanggal 02 Desember 2018 pukul 07.30 Wita)
Nurarif & Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis
Medis & NANDA NIC – NOC. Yogyakarta: Mediaction
Nurarif & Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis
Medis & NANDA NIC – NOC Edisi revisi jilid 3. Yogyakarta: Mediaction

Anda mungkin juga menyukai