Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH INFECTION CONTROL

Dosen Pembimbing :
Ratna Puji Priyanti.S.Kep.,Ns.M.S

Oleh kelompok 1 :
1. Daniel Tanaem (151001007)
2. Okvita Tri Susanti (151001035)
3. Tita Heni Febrianti (151001041)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


(STIKES) PEMKAB JOMBANG
PRODI S1 KEPERAWATAN
TAHUN 2018/2019

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan
lancar, serta tepat pada waktunya.
Makalah ini telah dibuat berdasarkan dari berbagai sumber dan beberapa bantuan dari
berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan makalah ini. Oleh karena itu, kami
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini.
Oleh karena itu, kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat
membangun kami. Kritik dan saran pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan
makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi semuanya.

Jombang,02 Desember 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii


DAFTAR ISI...................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................... 2
1.3 Tujuan ..................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Manajemen Pasca Bencana ....................................................................... 3
2.2 Tujuan Manajemen Bencana................................................................................... 3
2.3 Penanggulangan Pasca Bencana ............................................................................. 3
2.4 Masalah Yang Terjadi Pasca Bencana .................................................................... 4
2.5 Tahapan Penanggulangan Pasca Bencana .............................................................. 4
2.6 Peran Perawat Dalam Fase Post Impact.................................................................. 5
2.7 Tindakan Perawat Dalam Pasca Bencana ............................................................... 5
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................. 9
3.2 Saran ........................................................................................................................ 9
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 10

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Indonesia, selain terkenal karena kekayaan dan keindahan alamnya, juga merupakan
negara yang rawan terhadap bencana. Hal ini disebabkan posisi geografis dan
geodinamiknya, sehingga Indonesia memiliki aktivitas vulkanik dan kegempaan yang
cukup tinggi. Posisi ini juga menyebabkan bentuk relief Indonesia yang sangat
bervariasi, mulai dari pegunungan dengan lereng yang curam sampai daerah landai di
sepanjang garis pantai yang sangat panjang, yang kesemuanya memiliki kerentanan
terhadap ancaman bahaya tanah longsor, banjir, abrasi dan tsunami. Kondisi
hidrometeorologis yang beragam juga kadang-kadang menimbulkan ancaman bahaya
banjir dan longsor, angin ribut atau angin puting beliung, bahaya kekeringan yang
berkaitan dengan kebakaran hutan dan lain-lain. Ancaman lainnya adalah bencana yang
disebabkan oleh berbagai kegagalan teknologi.

Umumnya bencana yang terjadi mengakibatkan penderitaan bagi masyarakat baik berupa
korban jiwa manusia, kerugian harta benda maupun kerusakan lingkungan serta
musnahnya hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai antara lain kerusakan sarana dan
prasarana serta fasilitas umum, penderitaan masyarakat dan sebagainya.

Terjadinya bencana besar tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam pada tahun 2004 dan
gempa bumi di Yogyakarta dan Jawa Tengah (Kabupaten Klaten) pada tahun 2006 dan
beberapa bencana lain sebelum dan sesudahnya telah mendorong bangsa Indonesia untuk
menerima kenyataan hidup berdampingan dengan bencana. Sebagai konsekuensi atas
penerimaan tersebut, bangsa Indonesia telah melahirkan Undang Undang Nomor 24
Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Untuk merealisasikan Undang-Undang
tersebut, pada tahun 2008 telah diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, Peraturan Pemerintah Nomor 22 tentang
Pendanaan dan Pengelolaan Bencana, Peraturan Pemerintah Nomor 23 tentang
Peranserta Lembaga Internasional dan Lembaga Asing Nonpemerintah dalam
Penanggulangan Bencana.

Dari latar belakang diatas, pentingnya pemahaman mengenai manajemen bencana akan
menjadi landasan atau dasar dalam mengembangkan intervensi pengurangan risiko
bencana dalam penanggulangan bencana yang tepat dan akurat.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Bagaimana manajemen penanggulangan pasca bencana ?

1.3 TUJUAN PENULISAN

Memberikan pengetahuan dasar tentang manajemen pasca bencana


4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Manajemen Bencana


Manajemen Pasca Bencana adalah serangkaian kegiatan yang berkesinambungan
yang dikelola untuk pengendalian dampak bencana untuk mempersiapkan kerangka
kerja bagi masyarakat untuk menghindari atau mengatasi dampak bencana yang
melanda wilayah/lingkungannya;

Manajemen Pasca Bencana adalah serangkaian kegiatan, yang dilaksanakan sejak


sebelum terjadinya suatu peristiwa bencana, selama kejadian bencana, dan sesudah
terjadinya bencana, dalam rangka mencegah, mengurangi dan mengatasi dampak
bencana, yang ditimbulkannya;

2.2. Tujuan Manajemen Bencana


1. Mengurangi, menghindari tingkat ancaman terhadap kelangsungan hidup
manusia,potensi kerugian fisik dan ekonomi serta kerusakan infrastruktur;
2. Mengurangi dampak yang merugikan terhadap Individu;
3. Mencapai upaya pemulihan yang cepat dan berkelanjutan;
Tujuan utama manajemen pasca bencana

2.3. Pasca Bencana


Kondisi pasca bencana adalah keadaan suatu wilayah dalam proses pemulihan setelah
terjadinya bencana. Pada kondisi ini dipelajari langkah apa yang dilakukan oleh berbagai
pihak terkait dalam hal upaya untuk mengembalikan tatanan masyarakat seperti semula
sebelum terjadinya bencana. Beberapa hal yang dipelajari dalam kondisi pasca bencana
ini adalah kecepatan dan ketepatan terutama dalam hal:
1. Penanganan korban (pengungsi)
2. Livelyhood recovery (pemulihan hidup)
3. Pembangunan infrastruktur
4. Konseling trauma
5. Tindakan-tindakan preventif ke depan
6. Organisasi kelembagaan
7. Stakeholders yg terlibat

Dalam hal ini, dipelajari kebijakan pembangunan apa yang telah dilakukan sehingga
secara positif turut mencegah/menghambat terjadinya bencana, serta kebijakan
pembangunan apa yang telah dilakukan sehingga secara negatif turut
memacu/menyebabkan timbulnya bencana. Ruang lingkup studi ini meliputi kajian
berbagai aspek penanggulangan bencana alam yang terjadi di Indonesia, Fase pasca
bencana: meliputi penanggulangan korban (misalnya pengungsi), pendanaan, rehabilitasi
bangunan, rekonstruksi fisik dan non fisik, organisasi dan kelembagaan, dan social
capital (Sunarti, 2009).

5
2.4 Masalah Yang Terjadi Pasca Bencana

a. Kondisi Fisik

Pada umumnya masalah kesehatan pasca gempa dapat dibagi dalam 2 fase:
1. Penyakit akut pasca bencana.
Yaitu penyakit yang berhubungan langsung dengan bencana yang terjadi. Misalnya, kasus
gempa bumi di Padang tanggal 30 September 2009, penyakit yang berhubungan langsung
dengan gempa adalah cedera akibat reruntuhan. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa
cedera utama akibat gempa adalah cedera kepala dan patah tulang.
2. Penyakit ikutan pada beberapa hari-minggu pasca bencana
a. Malaria
Penyakit malaria dapat timbul misalnya saat masyarakat berada di pengungsian (
tenda-tenda darurat ), nyamuk anopheles bisa menginfeksi korban-korban bencana.
b. DBD
Misalnya banjir, air yang tergenang dapat menyebabkan bersarangnya nyamuk aides
aigypti. Kemudian menginfeksi korban-korban bencana.
c. Diare dan penyakit kulit
Penyakit ini bisa menginfeksi korban bencana karena sanitasi yang jelek. Misalnya
kuman-kuman penyebab diare seperti ; Vibrio kolera, Salmonella dysentriae pada
genangan banjir, diare akibat kurangnya asupan air bersih karena saluran air bersih
dan sanitari yang rusak.
Diare yang berat bisa menyebabkan dehidrasi dan bisa membahayakan jiwa.
Gejala-gejalanya seperti frekuensi buang air besar melebihi normal, kotoran
encer/cair, sakit/kejang perut, demam dan muntah. Penyebabnya bisa
dari Anxietas (rasa cemas), keracunan makanan, infeksi virus dari usus, alergi
terhadap makanan tertentu.
Penanggulangannya adalah dengan minum banyak cairan, hindari makanan padat atau
yang tidak berperasa selama 1-2 hari, minum cairan rehidrasi oral-oralit.
d. ISPA ( Infeksi Saluran Pernapasan Atas )
ISPA terjadi karena masuknya kuman atau mirkoorganisme ke dalam tubuh manusia
dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
Pencegahannya dengan pengadaan rumah dengan ventilasi yang memadai, perilaku
hidup bersih dan sehat, peningkatan gizi balita.
e. Leptospirosis
Leptospirosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri leptospira
berbentuk spiral dan hidup di air tawar. Penyakit ini timbul karena terkontaminasinya
air oleh air seni hewan yang menderita leptospirosis. Biasanya penyakit ini terdapat
pada korban banjir.
f. Tipes
Penyakit tipes sebenarnya juga berkaitan erat dengan faktor daya tahan tubuh
seseorang. Oleh sebab itu, untuk mencegah terkena penyakit tipes, masyarakat harus
menjaga kondisi tubuh dengan makan makanan bergizi dan jangan sampai kelelahan.

6
Dalam penangananan pemulihan kesehatan fisik perawat bisa melakukan home care
untuk pemulihan kesehatan post disaster seperti perawatan luka, mendirikan pos
kesehatan untuk korban bencana merujuk korban dengan trauma fisik kerumah sakit
untuk mendapatkan pertolongan.

b. Kondisi Psikis
Menurut Pusat Krisis Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (2012), ada tiga hal yang
mengakibatkan terganggunya keseimbangan psikologis akibat dari bencana, yaitu:
1. Peristiwa bencana itu sendiri yang mengerikan, mengejutkan, dan mengancam
keselamatan jiwa.
2. Meninggalnya orang-orang yang disayangi dan hilangnya harta benda yang dimiliki.
3. Kehilangan mata pencaharian dan sulitnya memenuhi kebutuhan dasar hidup.

Kondisi trauma pasca bencana atau musibah ini dalam terminologi psikologi
disebutdengan Post Traumatic Stress Disorder (PTSD). PTSD ini sering ditemukan
muncul pada diri korban yang kemudian memberikan pengaruh negatif terhadap kondisi
fisik,mental maupun sosial mereka.

PTSD memiliki 3 kelompok gejala utama, yaitu:

1. Re-experience phenomena (fenomena pengalaman ulang).


2. Avoidance or numbing reaction (reaksi penghindaran atau mati rasa).
3. Symptoms of increased arousal (Gejala peningkatan gairah).

Re-experience Phenomena (fenomena pengalaman ulang)

1. Munculnya kembali perasaan tertekan atau terancam baik dalam imajinasi, pikiran
ataupun persepsi.
2. Munculnya mimpi-mimpi yang menakutkan.
3. Adanya reaksi psikologis yang merupakan simbol/ terkait dengan peristiwa trauma.
4. Adanya reaksi fisik yang merupakan simbol/ terkait dengan peristiwa trauma.

Avoidance or Numbing Phenomena (Fenomena reaksi menghindari atau mati rasa)

1. Menghindari pikiran, perasaan atau pembicaraan yang berkaitan dengan peristiwa


traumatic.
2. Menghindari kegiatan, tempat atau orang-orang yang terkait dengan trauma
3. Ketidakmampuan untuk mengingat aspek penting dari trauma.
4. Berkurangnya minat atau partisipasi dalam kegiatan yang terkait.
5. Kekakuan perasaan atau ketidakmampuan mengekspresikan perasaan seperti kasih
sayang.
6. Kehilangan harapan seperti tidak memiliki minat terhadap karir, perkawinan,
keluarga atau kehidupan jangka panjang.

7
Symptoms of Increased Arousal (Gejala peningkatan gairah)

1. Kesulitan tidur.
2. Kemarahan yang tidak terkendali.
3. Kesulitan konsentrasi.
4. Hypervigilance (sangat siaga)
5. Respon yang berlebihan (exaggerated)

Perawat melakukan intervensi psikososial untuk mengatasi trauma pasca bencana pada
anak-anak dan remaja. Intervensi psikososial dapat berupa pemberian terapi seni atau
drama, sehingga gejala PTSD dapat segera teratasi untuk pemulihan rehabilitasi di Aceh.
Perawat juga bisa melakukan pemulihan kesehatan mental melalui sharing dan
mendengarkan segala keluhan keluhan yang dihadapinya, selanjutnya diberikan sebuah
solusi dan diberi penyemangat untuk tetap bangkit. Sedangkan pada anak anak, cara yang
efektif adalah dengan mengembalikan keceriaan mereka kembali, hal ini mengingat sifat
lahiriah anak anak yang berada pada masa bermain. Perawat dapat mendirikan sebuah
taman bermain, dimana anak anak tersebut akan mendapatkan permainan, cerita lucu,
dan lain sebagainnya. Sehingga kepercayaan diri mereka akan kembali seperti sedia kala.

2.5 Tahapan Penanggulangan Pasca Bencana


Perlakuan pola khusus bentuk kegiatan rehabilitasi pasca bencana yang akan
diberlakukan, didasarkan atas hasil kajian masyarakat melalui Musyawarah Desa (MD)
dan Musyawarah Antar Desa – (MAD). Perlakuan pola khusus ini meliputi 3 tahapan
pokok :
1. Persiapan Pemulihan
Terdiri dari serangkaian kegiatan yang merupakan bentuk respon cepat sebagai bagian
dari upaya pemulihan (recovery) sebelum dilakukan rehabilitasi dan rekontruksi pasca
bencana yang lebih terencana. Tahapan ini dilakukan melalui proses review secara
partisipatif dampak bencana dan kegiatan Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan yang sudah direncanakan dan atau sedang
dilaksanakan.
Kegiatan tindak cepat adalah kegiatan-kegiatan yang dapat secara cepat diidentifikasi
dan dikuantifikasi bersama masyarakat tanpa harus menunggu selesainya semua
pendataan kerusakan sarana prasarana social ekonomi pedesaan. Dari
hasil review tersebut, masyarakat bisa memilih dan memutuskan pendanaan kegiatan-
kegiatan yang dapat memberikan pendapatan kepada warga/keluarga yang terkena
dampak bencana, terutama misalnya kegiatan-kegiatan yang dilakukan secara padat
karya.
Kegiatan-kegiatan padat karya yang dilakukan misalnya : kegiatan untuk pembersihan
puing, penataan lokasi atau padat karya untuk pemulihan cepat sarana-prasarana
umum perdesaan yang rusak akibat bencana (jalan tertimbun longsoran, pembersihan
kawasan pemukiman yang dapat dipergunakan kembali). Secara parallel, sambil
melakukan kegiatan tindak cepat juga terus dilakukan pendataan atau pemetaan
terhadap sarana – prasana umum social atau ekonomi yang mengalami kerusakan
secara lebih teliti, sebagai bahan perencanaan untuk tahap rehabilitasi selanjutnya.

8
2. Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau
masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran
utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan
kehidupan masyarakat pada wilayah pasca bencana.
Rehabilitasi dilakukan melalui kegiatan : perbaikan lingkungan daerah bencana,
perbaikan prasarana dan sarana umum, pemberian bantuan perbaikan rumah
masyarakat, pemulihan sosial psikologis, pelayanan kesehatan, rekonsiliasi dan
resolusi konflik, pemulihan sosial ekonomi budaya, pemulihan keamanan dan
ketertiban, pemulihan fungsi pemerintahan, dan pemulihan fungsi pelayanan publik.

Dalam penentuan kebijakan rehabilitasi prinsip dasar yang digunakan adalah sebagai
berikut :
1. Menempatkan masyarakat tidak saja sebagai korban bencana, namun juga sebagai
pelaku aktif dalam kegiatan rehabilitasi.
2. Kegiatan rehabilitasi merupakan rangkaian kegiatan yang terkait dan terintegrasi
dengan kegiatan prabencana, tanggap darurat dan pemulihan dini serta kegiatan
rekonstruksi.
3. “Early recovery” dilakukan oleh “Rapid Assessment Team” segera setelah terjadi
bencana.
4. Program rehabilitasi dimulai segera setelah masa tanggap darurat (sesuai dengan
Perpres tentang Penetapan Status dan Tingkatan Bencana) dan diakhiri setelah
tujuan utama rehabilitasi tercapai.

Prinsip – prinsip yang diutamakan dalam Rehabilitasi :


a. Partisipatif, artinya dalam setiap tahapan proses (perencanaan, pelaksanaan dan
pertanggungjawaban) selalu melibatkan masyarakat sebagai pelaku sekaligus
penerima manfaat.
b. Transparan dan Akuntabel, artinya dalam setiap langkah dan kegiatan harus
dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat
luas.
c. Sederhana, artinya pelaksanaan seluruh proses kegiatan diupayakan sederhana dan
bisa dilakukan masyarakat dengan tahap mengacu pada tujuan dan ketentuan dasar
pelaksanaan program rehabilitasi ini.
d. Akuntabilitas, artinya seluruh proses pelaksanaan dan pendanaan dilakukan
dengan penuh tanggung jawab.

Ruang lingkup pelaksanaan dalam rehabilitasi adalah :


a. Perbaikan Lingkungan Daerah Bencana
Perbaikan lingkungan fisik meliputi kegiatan : perbaikan lingkungan fisik untuk
kawasan pemukiman, kawasan industri, kawasan usaha dan kawasan gedung.
Indikator yang harus dicapai pada perbaikan lingkungan adalah kondisi
lingkungan yang memenuhi persyaratan teknis, sosial, ekonomi, dan budaya serta
ekosistem

9
b. Perbaikan Prasarana dan Sarana Umum
Prasarana dan sarana umum adalah jaringan infrastruktur dan fasilitas fisik yang
menunjang kegiatan kehidupan sosial dan perekonomian masyarakat. Prasarana
umum atau jaringan infrastruktur fisik disini mencakup : jaringan jalan/
perhubungan, jaringan air bersih, jaringan listrik, jaringan komunikasi, jaringan
sanitasi dan limbah, dan jaringan irigasi/ pertanian.
Sarana umum atau fasilitas sosial dan umum mencakup : fasilitas kesehatan,
fasilitas perekonomian, fasilitas pendidikan, fasilitas perkantoran pemerintah, dan
fasilitas peribadatan.
c. Pemberian Bantuan Perbaikan Rumah Masyarakat
Yang menjadi target pemberian bantuan adalah masyarakat korban bencana yang
rumah/ lingkungannya mengalami kerusakan struktural hingga tingkat sedang
akibat bencana, dan masyarakat korban berkehendak untuk tetap tinggal di tempat
semula. Kerusakan tingkat sedang adalah kerusakan fisik bangunan sebagaimana
Pedoman Teknis (DepPU, 2006) dan/ atau kerusakan pada halaman dan/ atau
kerusakan pada utilitas, sehingga mengganggu penyelenggaraan fungsi huniannya.
Untuk bangunan rumah rusak berat atau roboh diarahkan untuk rekonstruksi.
Tidak termasuk sasaran pemberian bantuan rehabilitasi adalah rumah/ lingkungan
dalam kategori:
1. Pembangunan kembali (masuk dalam rekonstruksi)
2. Pemukiman kembali (resettlement dan relokasi)
3. Transmigrasi ke luar daerah bencana
d. Pemulihan Sosial Psikologis
Pemulihan sosial psikologis adalah pemberian bantuan kepada masyarakat yang
terkena dampak bencana agar dapat berfungsi kembali secara normal. Sedangkan
kegiatan psikososial adalah kegiatan mengaktifkan elemen-elemen masyarakat
agar dapat kembali menjalankan fungsi sosial secara normal. Kegiatan ini dapat
dilakukan oleh siapa saja yang sudah terlatih.
Pemulihan sosial psikologis bertujuan agar masyarakat mampu melakukan tugas
sosial seperti sebelum terjadi bencana, serta tercegah dari mengalami dampak
psikologis lebih lanjut yang mengarah pada gangguan kesehatan mental.
e. Pelayanan Kesehatan
Pemulihan pelayanan kesehatan adalah aktivitas memulihkan kembali segala
bentuk pelayanan kesehatan sehingga minimal tercapai kondisi seperti sebelum
terjadi bencana.
Pemulihan sistem pelayanan kesehatan adalah semua usaha yang dilakukan untuk
memulihkan kembali fungsi sistem pelayanan kesehatan yang meliputi : SDM
Kesehatan, sarana/prasarana kesehatan, kepercayaan masyarakat.
f. Rekonsiliasi dan Resolusi Konflik
Kegiatan rekonsiliasi adalah merukunkan atau mendamaikan kembali pihak-pihak
yang terlibat dalam perselisihan, pertengkaran dan konflik. Sedangkan kegiatan
resolusi adalah memposisikan perbedaan pendapat, perselisihan, pertengkaran
atau konflik dan menyelesaikan masalah atas perselisihan, pertengkaran atau
konflik tersebut.

10
Rekonsiliasi dan resolusi ditujukan untuk membantu masyarakat di daerah
bencana untuk menurunkan eskalasi konflik sosial dan ketegangan serta
memulihkan kondisi sosial kehidupan masyarakat.
g. Pemulihan Sosial Ekonomi Budaya
Pemulihan sosial ekonomi budaya adalah upaya untuk memfungsikan kembali
kegiatan dan/ atau lembaga sosial, ekonomi dan budaya masyarakat di daerah
bencana.
Kegiatan pemulihan sosial, ekonomi, dan budaya ditujukan untuk menghidupkan
kembali kegiatan dan lembaga sosial, ekonomi dan budaya masyarakat di daerah
bencana seperti sebelum terjadi bencana.
h. Pemulihan Keamanan dan Ketertiban
Pemulihan keamanan adalah kegiatan mengembalikan kondisi keamanan dan
ketertiban masyarakat sebagaimana sebelum terjadi bencana dan menghilangkan
gangguan keamanan dan ketertiban di daerah bencana.
Pemulihan keamanan dan ketertiban ditujukan untuk membantu memulihkan
kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat di daerah bencana agar kembali
seperti kondisi sebelum terjadi bencana dan terbebas dari rasa tidak aman dan
tidak tertib.
i. Pemulihan Fungsi Pemerintahan
Indikator yang harus dicapai pada pemulihan fungsi pemerintahan adalah :
1. Keaktifan kembali petugas pemerintahan.
2. Terselamatkan dan terjaganya dokumen-dokumen negara dan pemerintahan.
3. Konsolidasi dan pengaturan tugas pokok dan fungsi petugas pemerintahan.
4. Berfungsinya kembali peralatan pendukung tugas-tugas pemerintahan.
5. Pengaturan kembali tugas-tugas instansi/lembaga yang saling terkait.
j. Pemulihan Fungsi Pelayanan Publik
Pemulihan fungsi pelayanan publik adalah berlangsungnya kembali berbagai
pelayanan publik yang mendukung kegiatan/ kehidupan sosial dan perekonomian
wilayah yang terkena bencana.
Pemulihan fungsi pelayanan publik ini meliputi : pelayanan kesehatan, pelayanan
pendidikan, pelayanan perekonomian, pelayanan perkantoran umum/pemerintah,
dan pelayanan peribadatan.

3. Rekontruksi
Rekonstruksi adalah perumusan kebijakan dan usaha serta langkah-langkah nyata
yang terencana baik, konsisten dan berkelanjutan untuk membangun kembali secara
permanen semua prasarana, sarana dan sistem kelembagaan, baik di tingkat
pemerintahan maupun masyarakat, dengan sasaran utama tumbuh berkembangnya
kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan
bangkitnya peran dan partisipasi masyarakat sipil dalam segala aspek kehidupan
bermasyarakat di wilayah pasca bencana.
Rencana Rekonstruksi adalah dokumen yang akan digunakan sebagai acuan bagi
penyelenggaraan program rekonstruksi pasca-bencana, yang memuat informasi
gambaran umum daerah pasca bencana meliputi antara lain informasi kependudukan,
sosial, budaya, ekonomi, sarana dan prasarana sebelum terjadi bencana, gambaran
kejadian dan dampak bencana beserta semua informasi tentang kerusakan yang

11
diakibatkannya, informasi mengenai sumber daya, kebijakan dan strategi
rekonstruksi, program dan kegiatan, jadwal implementasi, rencana anggaran,
mekanisme/prosedur kelembagaan pelaksanaan.
Pelaksana Rekonstruksi adalah semua unit kerja yang terlibat dalam kegiatan
rekonstruksi, di bawah koordinasi pengelola dan penanggungjawab kegiatan
rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana pada lembaga yang berwenang
menyelenggarakan penanggulangan bencana di tingkat nasional dan daerah.

Lingkup Pelaksanaan Rekontruksi :


1. Program Rekonstruksi Fisik
Rekonstruksi fisik adalah tindakan untuk memulihkan kondisi fisik melalui
pembangunan kembali secara permanen prasarana dan sarana permukiman,
pemerintahan dan pelayanan masyarakat (kesehatan, pendidikan dan lain-lain),
prasarana dan sarana ekonomi (jaringan perhubungan, air bersih, sanitasi dan
drainase, irigasi, listrik dan telekomunikasi dan lain-lain), prasarana dan sarana
sosial (ibadah, budaya dan lain-lain.) yang rusak akibat bencana, agar kembali ke
kondisi semula atau bahkan lebih baik dari kondisi sebelum bencana.

Cakupan kegiatan rekonstruksi fisik mencakup, tapi tidak terbatas pada, kegiatan
membangun kembali sarana dan prasarana fisik dengan lebih baik dari hal-hal
berikut:
a. Prasarana dan sarana
b. Sarana sosial masyarakat;
c. Penerapan rancang bangun dan penggunaan peralatan yang lebih baik dan
tahan bencana.
2. Program Rekonstruksi Non Fisik
Rekonstruksi non fisik adalah tindakan untuk memperbaiki atau memulihkan
kegiatan pelayanan publik dan kegiatan sosial, ekonomi serta kehidupan
masyarakat, antara lain sektor kesehatan, pendidikan, perekonomian, pelayanan
kantor pemerintahan, peribadatan dan kondisi mental/sosial masyarakat yang
terganggu oleh bencana, kembali ke kondisi pelayanan dan kegiatan semula atau
bahkan lebih baik dari kondisi sebelumnya.

Cakupan kegiatan rekonstruksi non-fisik di antaranya adalah:


a. Kegiatan pemulihan layanan yang berhubungan dengan kehidupan sosial dan
budaya masyarakat.
b. Partisipasi dan peran serta lembaga/organisasi kemasyarakatan, dunia usaha,
dan masyarakat.
c. Kegiatan pemulihan kegiatan perekonomian masyarakat.
d. Fungsi pelayanan publik dan pelayanan utama dalam masyarakat.
e. Kesehatan mental masyarakat.

Prinsip – prinsip pemulihan :


Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 17
Tahun 2010 Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Rehabilitasi dan

12
Rekonstruksi Pasca Bencana, maka prinsip dasar penyelenggaraan rehabilitasi dan
rekonstruksi pasca bencana adalah
a. Merupakan tanggung jawab Pemerintah Daerah dan Pemerintah
b. Membangun menjadi lebih baik (build back better) yang terpadu dengan konsep
pengurangan risiko bencana dalam bentuk pengalokasian dana minimal 10% dari
dana rehabilitasi dan rekonstruksi
c. Mendahulukan kepentingan kelompok rentan seperti lansia, perempuan, anak dan
penyandang cacat
d. Mengoptimalkan sumberdaya daerah
e. Mengarah pada pencapaian kemandirian masyarakat, keberlanjutan program dan
kegiatan serta perwujudan tatakelola pemerintahan yang baik
f. Mengedepankan keadilan dan kesetaraan gender.

2.6 Peran Perawat Dalam Fase Post Impact (Fase Pasca Dampak)
a. Memfasilitasi jadwal kunjungan konsultasi medis dan cek kesehatan sehari-hari.
b. Tetap menyusun rencana prioritas asuhan keperawatan harian.
c. Merencanakan dan memfasilitasi transfer pasien yang memerlukan penanganan
kesehatan di RS.
d. Mengevaluasi kebutuhan kesehatan harian.
e. Memeriksa dan mengatur persediaan obat, makanan, makanan khusus bayi, peralatan
kesehatan.
f. Membantu penanganan dan penempatan pasien dengan penyakit menular maupun
kondisi kejiwaan labil hingga membahayakan diri dan lingkungannya berkoordinasi
dengan perawat jiwa.
g. Mengidentifikasi reaksi psikologis yang muncul pada korban (ansietas, depresi yang
ditunjukkan dengan seringnya menangis dan mengisolasi diri) maupun reaksi
psikosomatik (hilang nafsu makan, insomnia, fatigue, mual muntah, dan kelemahan
otot).
h. Membantu terapi kejiwaan korban khususnya anak-anak, dapat dilakukan dengan
memodifikasi lingkungan misal dengan terapi bermain.
i. Memfasilitasi konseling dan terapi kejiwaan lainnya oleh para psikolog dan psikiater.
j. Konsultasikan bersama supervisi setempat mengenai pemeriksaan kesehatan dan
kebutuhan masyarakat yang tidak mengungsi.

2.7 Tindakan Perawat Dalam Pasca Bencana


Berikut beberapa tindakan yang bisa dilakukan oleh perawat dalam situasi tanggap
bencana:
1. Pengobatan dan pemulihan kesehatan fisik
Bencana alam yang menimpa suatu daerah, selalu akan memakan korban dan
kerusakan, baik itu korban meninggal, korban luka luka, kerusakan fasilitas pribadi
dan umum, yang mungkin akan menyebabkan isolasi tempat, sehingga sulit
dijangkau oleh para relawan. Hal yang paling urgen dibutuhkan oleh korban saat itu
adalah pengobatan dari tenaga kesehatan. Perawat bisa turut andil dalam aksi ini,
baik berkolaborasi dengan tenaga perawat atau pun tenaga kesehatan profesional,
ataupun juga melakukan pengobatan bersama perawat lainnya secara cepat,
menyeluruh dan merata di tempat bencana. Pengobatan yang dilakukan pun bisa

13
beragam, mulai dari pemeriksaan fisik, pengobatan luka, dan lainnya sesuai dengan
profesi keperawatan.
2. Pemberian bantuan
Perawatan dapat melakukan aksi galang dana bagi korban bencana, dengan
menghimpun dana dari berbagai kalangan dalam berbagai bentuk, seperti makanan,
obat obatan, keperluan sandang dan lain sebagainya. Pemberian bantuan tersebut bisa
dilakukan langsung oleh perawat secara langsung di lokasi bencana dengan
memdirikan posko bantuan. Selain itu, Hal yang harus difokuskan dalam kegiatan ini
adalah pemerataan bantuan di tempat bencana sesuai kebutuhan yang di butuhkan
oleh para korban saat itu, sehinnga tidak akan ada lagi para korban yang tidak
mendapatkan bantuan tersebut dikarenakan bantuan yang menumpuk ataupun tidak
tepat sasaran.
3. Pemulihan kesehatan mental
Para korban suatu bencana biasanya akan mengalami trauma psikologis akibat
kejadian yang menimpanya. Trauma tersebut bisa berupa kesedihan yang mendalam,
ketakutan dan kehilangan berat. Tidak sedikit trauma ini menimpa wanita, ibu ibu,
dan anak anak yang sedang dalam massa pertumbuhan. Sehingga apabila hal ini terus
berkelanjutan maka akan mengakibatkan stress berat dan gangguan mental bagi para
korban bencana. Hal yang dibutukan dalam penanganan situasi seperti ini adalah
pemulihan kesehatan mental yang dapat dilakukan oleh perawat. Pada orang dewasa,
pemulihannya bisa dilakukan dengan sharing dan mendengarkan segala keluhan
keluhan yang dihadapinya, selanjutnya diberikan sebuah solusi dan diberi
penyemangat untuk tetap bangkit. Sedangkan pada anak anak, cara yang efektif
adalah dengan mengembalikan keceriaan mereka kembali, hal ini mengingat sifat
lahiriah anak anak yang berada pada masa bermain. Perawat dapat mendirikan sebuah
taman bermain, dimana anak anak tersebut akan mendapatkan permainan, cerita lucu,
dan lain sebagainnya. Sehinnga kepercayaan diri mereka akan kembali seperti sedia
kala.
4. Pemberdayaan masyarakat
Kondisi masyarakat di sekitar daerah yang terkena musibah pasca bencana biasanya
akan menjadi terkatung katung tidak jelas akibat memburuknya keaadaan pasca
bencana., akibat kehilangan harta benda yang mereka miliki. sehinnga banyak
diantara mereka yang patah arah dalam menentukan hidup selanjutnya. Hal yang bisa
menolong membangkitkan keadaan tersebut adalah melakukan pemberdayaan
masyarakat. Masyarakat perlu mendapatkan fasilitas dan skill yang dapat menjadi
bekal bagi mereka kelak. Perawat dapat melakukan pelatihan pelatihan keterampilan
yang difasilitasi dan berkolaborasi dengan instansi ataupun LSM yang bergerak dalam
bidang itu. Sehinnga diharapkan masyarakat di sekitar daerah bencana akan mampu
membangun kehidupannya kedepan lewat kemampuan yang ia miliki.

14
BAB III

LITERATUR REVIEW

Jurnal 1

Penulis Jurnal Bart GJ Knols1 *, Marit Farenhorst1, Rob Andriessen1


Sumber http://creativecommons.org/licenses/by/4.0/
Judul Jurnal Comments eave tubes for malaria control in abride of africa

Halaman jurnal 401-404


Teori
Metode metode saat ini, atau dikombinasikan dengan pendekatan alternatif seperti
manajemen sumber larva sebagai bagian dari kampanye manajemen vektor
terpadu .
Meskipun perbaikan rumah untuk pengendalian malaria memiliki sejarah
panjang dan berkontribusi secara signifikan terhadap eliminasi malaria di
Eropa dan Amerika Serikat , perannya di negara berkembang tetap sangat
kecil.
Hasil Penelitian proyek perangkat pengendalian nyamuk (MCD), yang berlangsung antara
2012 dan 2015. Ini adalah proyek kolaborasi yang dilakukan oleh ahli
biologi vektor, pengembang produk, pembuat mod, ilmuwan, dan
pengusaha dari lima negara berbeda.

Jurnal 2

Penulis Jurnal Dyshelly Nurkartika Pascapurnama(1) , Aya Murakami(2), Haorile


Chagan-Yasutan(3)
Sumber https:// Tetanus Tohoku J. Exp. Med., 2016, 238, 219-227 Wabah
Pascabencana di Indonesia 219 Tinjauan

Judul Jurnal Prevention of tetanus outbreaks following natural disaster in indonesia


lessons from previous disaster.
Halaman jurnal 219-227
Teori
Metode
Hasil Penelitian Hasilnya menunjukkan bahwa 106 kasus tetanus terjadi di Aceh, dengan
rasio kasus kematian (CFR) sebesar 18,9%; 71 kasus terjadi di
Yogyakarta, dengan CFR 36,6%. Untuk kedua wabah itu, kebanyakan
pasien terluka selama pemulungan atau evakuasi setelah bencana terjadi.
Akses yang buruk terhadap perawatan kesehatan karena terbatasnya
transportasi atau fasilitas rumah sakit, dan cakupan vaksinasi yang rendah
dan kurangnya kesadaran akan risiko tetanus berkontribusi pada perawatan
yang tertunda dan tingkat keparahan kasus.

15
Jurnal 3

Penulis Jurnal Christen M Fornade

Sumber https://www.researchgate.net/publication/294921501

Judul Jurnal Diverting malaria disaster will meccida foil malaria control
Halaman jurnal 419-425
Teori
Metode
Hasil Penelitian

Jurnal 4

Penulis Jurnal Terri Rebmann, PhD, RN


Sumber Science Direct.2008.
https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0261517712002063
Judul Jurnal Laporan APIC State-of-the-art: Peran pencegahan infeksi dalam
manajemen darurat

Halaman jurnal 77-85


Teori
Metode
Hasil Penelitian

Jurnal 5

Penulis Jurnal Yogesh Acharya., Reshma Fatteh


Sumber International Journal of Development Research · March 2018
https://www.researchgate.net/publication/324605781
Judul Jurnal INFECTIOUS DISEASES IN DISASTER: ANTICIPATION AND
MANAGEMENT STRATEGY
Halaman jurnal 19647-19648
Teori
Untuk mengambarkan jenis dan ukuran gangguan dan tindakan serta
strategi untuk penyampaian informasi publik global dan media geueral
(agganwal dan krawczynski, 2000)

16
Metode
Hasil Penelitian

Jurnal 6

Penulis Jurnal Bart G. J. Knols1*, Marit Farenhorst1

Sumber Science Direct.2016. Eave tubes for malaria control in Africa:


an introduction
(http://creativecommons.org/licenses/by/4.0/)
Judul Jurnal Eave tubes for malaria control in Africa:
an introduction
Halaman jurnal 2-7
Teori
Metode
Hasil Penelitian

Jurnal 7

Penulis Jurnal Mudatsir1.

Sumber Science Direct.2015. Upaya Pencegahan Penyakit Menular pada Bencana


Tsunami
Communicable Disease Prevention Efforts in Tsunami
https://www.sciencedirect.com/upaya-pencegahan-penyakit-malaria-pada-
bencana-stunami.
Judul Jurnal Upaya Pencegahan Penyakit Menular pada Bencana Tsunami

17
Communicable Disease Prevention Efforts in Tsunami

Halaman jurnal 127-131


Teori
Metode
Hasil Penelitian

Jurnal 8

Penulis Jurnal Kazutaka Sekine and Mellisa Roskosky


Sumber Science Direct.2018. Practical Paper
Emergency response in water, sanitation and hygiene
to control cholera in post-earthquake Nepal in 2016

https://iwaponline.com/washdev/article-
pdf/doi/10.2166/washdev.2018.016/475720/washdev2018016.pdf
by guest

Judul Jurnal Practical Paper


Emergency response in water, sanitation and hygiene
to control cholera in post-earthquake Nepal in 2016
Halaman jurnal 2-4
Teori
Metode
Hasil Penelitian

Jurnal 9

Penulis Jurnal Qingchun Pan, MS


Yongsheng Yu, MD
Sumber Science Direct. 2018. Haze, a hotbed of respiratory-associated infectious
diseases, and a new challenge for disease control and prevention in China
http://language.chinadaily.com.cn/article-175355-1.html. Accessed
December 26, 2013.
Judul Jurnal Haze, a hotbed of respiratory-associated infectious diseases, and a new
challenge for disease control and prevention in China
Halaman jurnal 688
Teori
Metode
Hasil Penelitian

18
Jurnal 10

Penulis Jurnal Sharif A. Ismail


Sumber Science Direct.2016. Communicable disease surveillance and control in
the context of conflict and mass displacement in Syria
https://www .elsevier .co m /loc ate/i j i d
Judul Jurnal Communicable disease surveillance and control in the context of conflict
and mass displacement in Syria

Halaman jurnal 15-22


Teori

Metode Data dikumpulkan melalui program TB aktif dan polio pada pengukuran
pravelensi TB dari 85 per 100000 di howe 1990 menjadi 23 per 100000 di
tahun 2011.
Hasil Penelitian Program ini akan membantu mengurangi beban pada penderita perawatan
kesehatan Dengan kata lain, tata kelola AFP yang efektif dapat berfungsi
sebagai instrumen penting untuk pengurangan risiko bencana khusunya di
perkotaan. Peningkatan ketahanan terhadap risiko bencana memerlukan
kolaborasi dan jejaring yang lebih efektif di antara para pemangku
kepentingan yang terlibat dalam berbagai sektor sehinga
memninimalisirkan hambatan AFP tersebut. Beberapa faktor yang
menghambat tata kelola WASH antara lain masalah pendanaa dan tidak
adanya struktur pemerintah efektif dalam pengelolahan,hasilnya 52 %
tidak adanya struktur yang efektif. Mayoritas pemangku kepentingan yang
berpartisipasi dalam survei kuesioner (75%) menyatakan bahwa tidak
adanya struktur tata kelola yang spesifik untuk kota merupakan faktor
utama yang menghambat tata kelola AFP yang efektif.

Jurnal 11

Penulis Jurnal Mariano Ciccolini


Sumber Science Direct.2018.Wildlife hazards and disaster risk reduction.2018.
https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2212420918302887

Judul Jurnal Wildlife hazards and disaster risk reduction


Halaman jurnal ....-....
Teori
Metode

19
Hasil Penelitian

Jurnal 12

Penulis Jurnal
Sumber
Judul Jurnal
Halaman jurnal
Teori
Metode
Hasil Penelitian

Jurnal 13

Penulis Jurnal
Sumber
Judul Jurnal
Halaman jurnal
Teori
Metode
Hasil Penelitian

Jurnal 14

Penulis Jurnal
Sumber
Judul Jurnal
Halaman jurnal
Teori
Metode
Hasil Penelitian

Jurnal 15

20
Penulis Jurnal
Sumber
Judul Jurnal
Halaman jurnal
Teori
Metode
Hasil Penelitian

21
BAB IV
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Bencana alam merupakan sebuah musibah yang tidak dapat diprediksi kapan
datangnya. Apabila bencana tersebut telah datang maka akan menimbulkan kerugian dan
kerusakan yang membutuhkan upaya pertolongan melalui tindakan tanggap bencana yang
dapat dilakukan oleh perawat.
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau
masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana dengan sasaran utama
untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan
masyarakat pada wilayah pascabencana.
Rehabilitasi dilakukan melalui kegiatan : perbaikan lingkungan daerah bencana,
perbaikan prasarana dan sarana umum, pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat,
pemulihan sosial psikologis, pelayanan kesehatan, rekonsiliasi dan resolusi konflik,
pemulihan sosial ekonomi budaya, pemulihan keamanan dan ketertiban, pemulihan fungsi
pemerintahan, dan pemulihan fungsi pelayanan publik.
Rekonstruksi adalah perumusan kebijakan dan usaha serta langkah-langkah nyata yang
terencana baik, konsisten dan berkelanjutan untuk membangun kembali secara permanen
semua prasarana, sarana dan sistem kelembagaan, baik di tingkat pemerintahan maupun
masyarakat, dengan sasaran utama tumbuh berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial
dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran dan partisipasi
masyarakat sipil dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat di wilayah pasca bencana.
Lingkup pelaksanaan rekonstruksi terdiri atas program rekonstruksi fisik dan program
rekonstruksi non fisik.

3.2 Saran
Sebagai seorang calon perawat diharapkan bisa turut andil dalam melakukan kegiatan
tanggap bencana. Sekarang tidak hanya dituntut mampu memiliki kemampuan intelektual
namun harus memilki jiwa kemanusiaan melalui aksi siaga bencana.

22
DAFTAR PUSTAKA
1. Pencegahan Wabah Penyakit Pasca-Bencana” dalam www.cybernet.cbn.id.
2. Isu Pasca Bencana” dalam www.menlh.go.id.
3. “ Waspadai Penyakit Pasca Bencana” dalam www.lautanindonesia.com.
4. http://www.scribd.com/doc/36278905/Pedoman-Manajemen-Sdm-Kesehatan-Dalam-
Penanggulangan-Bencana
5. http://indonews.org/berbagai-penyakit-mengincar-pascabencana/
6. http://regional.kompas.com/read/2010/10/29/04294798/Berbagai.Penyakit.Menginca
r.Pascabencana

23

Anda mungkin juga menyukai