Oleh :
Npp. 26.05.83
Jakarta, 2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya
maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul
Penanggulangan Pasca Bencana. Penulisan makalah merupakan salah satu tugas
terstruktur dan persyaratan untuk mengikuti mata pelatihan Penanggulangan Korupsi
Prodi Manajemen Pemerintahan Fakultas Manajemen Pemerintahan Institut
Pemerintahan Dalam Negeri Program S1.
Penulis
1.1 LATAR BELAKANG
Indonesia, selain terkenal karena kekayaan dan keindahan alamnya, juga
merupakan negara yang rawan terhadap bencana. Hal ini disebabkan posisi geografis
dan geodinamiknya, sehingga Indonesia memiliki aktivitas vulkanik dan kegempaan
yang cukup tinggi. Posisi ini juga menyebabkan bentuk relief Indonesia yang sangat
bervariasi, mulai dari pegunungan dengan lereng yang curam sampai daerah landai di
sepanjang garis pantai yang sangat panjang, yang kesemuanya memiliki kerentanan
terhadap ancaman bahaya tanah longsor, banjir, abrasi dan tsunami. Kondisi
hidrometeorologis yang beragam juga kadang-kadang menimbulkan ancaman bahaya
banjir dan longsor, angin ribut atau angin puting beliung, bahaya kekeringan yang
berkaitan dengan kebakaran hutan dan lain-lain. Ancaman lainnya adalah bencana yang
disebabkan oleh berbagai kegagalan teknologi.
Umumnya bencana yang terjadi mengakibatkan penderitaan bagi masyarakat
baik berupa korban jiwa manusia, kerugian harta benda maupun kerusakan lingkungan
serta musnahnya hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai antara lain kerusakan
sarana dan prasarana serta fasilitas umum, penderitaan masyarakat dan sebagainya.
Terjadinya bencana besar tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam pada tahun
2004 dan gempa bumi di Yogyakarta dan Jawa Tengah (Kabupaten Klaten) pada tahun
2006 dan beberapa bencana lain sebelum dan sesudahnya telah mendorong bangsa
Indonesia untuk menerima kenyataan hidup berdampingan dengan bencana.
Dari latar belakang diatas, pentingnya pemahaman mengenai manajemen
bencana akan menjadi landasan atau dasar dalam mengembangkan intervensi
pengurangan risiko bencana dalam penanggulangan bencana yang tepat dan akurat.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Bagaimana manajemen penanggulangan pasca bencana ?
1. Re-experience phenomena.
2. Avoidance or numbing reaction.
3. Symptoms of increased arousal.
Re-experience Phenomena
Munculnya kembali perasaan tertekan atau terancam baik dalam imajinasi, pikiran
ataupun persepsi.
Munculnya mimpi-mimpi yang menakutkan.
Adanya reaksi psikologis yang merupakan simbol/ terkait dengan peristiwa
trauma.
Adanya reaksi fisik yang merupakan simbol/ terkait dengan peristiwa trauma.
Kesulitan tidur.
Kemarahan yang tidak terkendali.
Kesulitan konsentrasi.
Hypervigilance (sangat siaga)\
Respon yang berlebihan (exaggerated)
Perlakuan pola khusus bentuk kegiatan rehabilitasi pasca bencana yang akan
diberlakukan, didasarkan atas hasil kajian masyarakat melalui Musyawarah Desa
(MD) dan Musyawarah Antar Desa – (MAD). Perlakuan pola khusus ini meliputi 3
tahapan pokok :
1. Persiapan Pemulihan
Terdiri dari serangkaian kegiatan yang merupakan bentuk respon cepat sebagai
bagian dari upaya pemulihan (recovery) sebelum dilakukan rehabilitasi dan rekontruksi
pasca bencana yang lebih terencana. Tahapan ini dilakukan melalui
proses review secara partisipatif dampak bencana dan kegiatan Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan yang sudah direncanakan dan
atau sedang dilaksanakan.
Kegiatan tindak cepat adalah kegiatan-kegiatan yang dapat secara cepat
diidentifikasi dan dikuantifikasi bersama masyarakat tanpa harus menunggu selesainya
semua pendataan kerusakan sarana prasarana social ekonomi pedesaan. Dari
hasil review tersebut, masyarakat bisa memilih dan memutuskan pendanaan kegiatan-
kegiatan yang dapat memberikan pendapatan kepada warga/keluarga yang terkena
dampak bencana, terutama misalnya kegiatan-kegiatan yang dilakukan secara padat
karya.
Kegiatan-kegiatan padat karya yang dilakukan misalnya : kegiatan untuk
pembersihan puing, penataan lokasi atau padat karya untuk pemulihan cepat sarana-
prasarana umum perdesaan yang rusak akibat bencana (jalan tertimbun longsoran,
pembersihan kawasan pemukiman yang dapat dipergunakan kembali). Secara parallel,
sambil melakukan kegiatan tindak cepat juga terus dilakukan pendataan atau pemetaan
terhadap sarana – prasana umum social atau ekonomi yang mengalami kerusakan
secara lebih teliti, sebagai bahan perencanaan untuk tahap rehabilitasi selanjutnya.
2. Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau
masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran
utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan
kehidupan masyarakat pada wilayah pasca bencana.
Rehabilitasi dilakukan melalui kegiatan : perbaikan lingkungan daerah bencana,
perbaikan prasarana dan sarana umum, pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat,
pemulihan sosial psikologis, pelayanan kesehatan, rekonsiliasi dan resolusi konflik,
pemulihan sosial ekonomi budaya, pemulihan keamanan dan ketertiban, pemulihan
fungsi pemerintahan, dan pemulihan fungsi pelayanan publik.
Dalam penentuan kebijakan rehabilitasi prinsip dasar yang digunakan adalah
sebagai berikut :
Menempatkan masyarakat tidak saja sebagai korban bencana, namun juga sebagai
pelaku aktif dalam kegiatan rehabilitasi.
Kegiatan rehabilitasi merupakan rangkaian kegiatan yang terkait dan terintegrasi
dengan kegiatan prabencana, tanggap darurat dan pemulihan dini serta kegiatan
rekonstruksi.
“Early recovery” dilakukan oleh “Rapid Assessment Team” segera setelah terjadi
bencana.
Program rehabilitasi dimulai segera setelah masa tanggap darurat (sesuai dengan
Perpres tentang Penetapan Status dan Tingkatan Bencana) dan diakhiri setelah
tujuan utama rehabilitasi tercapai.
3. Rekontruksi
Rekonstruksi adalah perumusan kebijakan dan usaha serta langkah-langkah
nyata yang terencana baik, konsisten dan berkelanjutan untuk membangun kembali
secara permanen semua prasarana, sarana dan sistem kelembagaan, baik di tingkat
pemerintahan maupun masyarakat, dengan sasaran utama tumbuh berkembangnya
kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan
bangkitnya peran dan partisipasi masyarakat sipil dalam segala aspek kehidupan
bermasyarakat di wilayah pasca bencana.
Rencana Rekonstruksi adalah dokumen yang akan digunakan sebagai acuan
bagi penyelenggaraan program rekonstruksi pasca-bencana, yang memuat informasi
gambaran umum daerah pasca bencana meliputi antara lain informasi kependudukan,
sosial, budaya, ekonomi, sarana dan prasarana sebelum terjadi bencana, gambaran
kejadian dan dampak bencana beserta semua informasi tentang kerusakan yang
diakibatkannya, informasi mengenai sumber daya, kebijakan dan strategi rekonstruksi,
program dan kegiatan, jadwal implementasi, rencana anggaran, mekanisme/prosedur
kelembagaan pelaksanaan.
Pelaksana Rekonstruksi adalah semua unit kerja yang terlibat dalam kegiatan
rekonstruksi, di bawah koordinasi pengelola dan penanggungjawab kegiatan
rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana pada lembaga yang berwenang
menyelenggarakan penanggulangan bencana di tingkat nasional dan daerah.
Lingkup Pelaksanaan Rekontruksi :
a) Program Rekonstruksi Fisik
Rekonstruksi fisik adalah tindakan untuk memulihkan kondisi fisik melalui
pembangunan kembali secara permanen prasarana dan sarana permukiman,
pemerintahan dan pelayanan masyarakat (kesehatan, pendidikan dan lain-lain),
prasarana dan sarana ekonomi (jaringan perhubungan, air bersih, sanitasi dan
drainase, irigasi, listrik dan telekomunikasi dan lain-lain), prasarana dan sarana sosial
(ibadah, budaya dan lain-lain.) yang rusak akibat bencana, agar kembali ke kondisi
semula atau bahkan lebih baik dari kondisi sebelum bencana.
Cakupan kegiatan rekonstruksi fisik mencakup, tapi tidak terbatas pada,
kegiatan membangun kembali sarana dan prasarana fisik dengan lebih baik dari hal-
hal berikut:
o Prasarana dan sarana
o Sarana sosial masyarakat;
o Penerapan rancang bangun dan penggunaan peralatan yang lebih baik dan tahan
bencana.
b) Program Rekonstruksi Non Fisik
Rekonstruksi non fisik adalah tindakan untuk memperbaiki atau memulihkan
kegiatan pelayanan publik dan kegiatan sosial, ekonomi serta kehidupan masyarakat,
antara lain sektor kesehatan, pendidikan, perekonomian, pelayanan kantor
pemerintahan, peribadatan dan kondisi mental/sosial masyarakat yang terganggu oleh
bencana, kembali ke kondisi pelayanan dan kegiatan semula atau bahkan lebih baik
dari kondisi sebelumnya.
Cakupan kegiatan rekonstruksi non-fisik di antaranya adalah:
Kegiatan pemulihan layanan yang berhubungan dengan kehidupan sosial dan
budaya masyarakat.
Partisipasi dan peran serta lembaga/organisasi kemasyarakatan, dunia usaha, dan
masyarakat.
Kegiatan pemulihan kegiatan perekonomian masyarakat.
Fungsi pelayanan publik dan pelayanan utama dalam masyarakat.
Kesehatan mental masyarakat.
Prinsip – prinsip pemulihan :
Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana
Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Rehabilitasi dan
Rekonstruksi Pasca Bencana, maka prinsip dasar penyelenggaraan rehabilitasi dan
rekonstruksi pasca bencana adalah:
a. Merupakan tanggung jawab Pemerintah Daerah dan Pemerintah
b. Membangun menjadi lebih baik (build back better) yang terpadu dengan
konsep pengurangan risiko bencana dalam bentuk pengalokasian dana
minimal 10% dari dana rehabilitasi dan rekonstruksi
c. Mendahulukan kepentingan kelompok rentan seperti lansia, perempuan, anak
dan penyandang cacat
d. Mengoptimalkan sumberdaya daerah
e. Mengarah pada pencapaian kemandirian masyarakat, keberlanjutan program
dan kegiatan serta perwujudan tatakelola pemerintahan yang baik
f. Mengedepankan keadilan dan kesetaraan gender.
Berikut beberapa tindakan yang bisa dilakukan oleh perawat dalam situasi
tanggap bencana:
a) Pengobatan dan pemulihan kesehatan fisik
Bencana alam yang menimpa suatu daerah, selalu akan memakan korban dan
kerusakan, baik itu korban meninggal, korban luka luka, kerusakan fasilitas
pribadi dan umum, yang mungkin akan menyebabkan isolasi tempat, sehingga
sulit dijangkau oleh para relawan. Hal yang paling urgen dibutuhkan oleh korban
saat itu adalah pengobatan dari tenaga kesehatan. Perawat bisa turut andil dalam
aksi ini, baik berkolaborasi dengan tenaga perawat atau pun tenaga kesehatan
profesional, ataupun juga melakukan pengobatan bersama perawat lainnya secara
cepat, menyeluruh dan merata di tempat bencana. Pengobatan yang dilakukan pun
bisa beragam, mulai dari pemeriksaan fisik, pengobatan luka, dan lainnya sesuai
dengan profesi keperawatan.
b) Pemberian bantuan
Perawatan dapat melakukan aksi galang dana bagi korban bencana, dengan
menghimpun dana dari berbagai kalangan dalam berbagai bentuk, seperti
makanan, obat obatan, keperluan sandang dan lain sebagainya. Pemberian bantuan
tersebut bisa dilakukan langsung oleh perawat secara langsung di lokasi bencana
dengan memdirikan posko bantuan. Selain itu, Hal yang harus difokuskan dalam
kegiatan ini adalah pemerataan bantuan di tempat bencana sesuai kebutuhan yang
di butuhkan oleh para korban saat itu, sehinnga tidak akan ada lagi para korban
yang tidak mendapatkan bantuan tersebut dikarenakan bantuan yang menumpuk
ataupun tidak tepat sasaran.
c) Pemulihan kesehatan mental
Para korban suatu bencana biasanya akan mengalami trauma psikologis
akibat kejadian yang menimpanya. Trauma tersebut bisa berupa kesedihan yang
mendalam, ketakutan dan kehilangan berat. Tidak sedikit trauma ini menimpa
wanita, ibu ibu, dan anak anak yang sedang dalam massa pertumbuhan. Sehingga
apabila hal ini terus berkelanjutan maka akan mengakibatkan stress berat dan
gangguan mental bagi para korban bencana. Hal yang dibutukan dalam
penanganan situasi seperti ini adalah pemulihan kesehatan mental yang dapat
dilakukan oleh perawat. Pada orang dewasa, pemulihannya bisa dilakukan dengan
sharing dan mendengarkan segala keluhan keluhan yang dihadapinya, selanjutnya
diberikan sebuah solusi dan diberi penyemangat untuk tetap bangkit. Sedangkan
pada anak anak, cara yang efektif adalah dengan mengembalikan keceriaan
mereka kembali, hal ini mengingat sifat lahiriah anak anak yang berada pada masa
bermain. Perawat dapat mendirikan sebuah taman bermain, dimana anak anak
tersebut akan mendapatkan permainan, cerita lucu, dan lain sebagainnya.
Sehinnga kepercayaan diri mereka akan kembali seperti sedia kala.
d) Pemberdayaan masyarakat
Kondisi masyarakat di sekitar daerah yang terkena musibah pasca bencana
biasanya akan menjadi terkatung katung tidak jelas akibat memburuknya
keaadaan pasca bencana., akibat kehilangan harta benda yang mereka miliki.
sehinnga banyak diantara mereka yang patah arah dalam menentukan hidup
selanjutnya. Hal yang bisa menolong membangkitkan keadaan tersebut adalah
melakukan pemberdayaan masyarakat. Masyarakat perlu mendapatkan fasilitas
dan skill yang dapat menjadi bekal bagi mereka kelak. Perawat dapat melakukan
pelatihan pelatihan keterampilan yang difasilitasi dan berkolaborasi dengan
instansi ataupun LSM yang bergerak dalam bidang itu. Sehinnga diharapkan
masyarakat di sekitar daerah bencana akan mampu membangun kehidupannya
kedepan lewat kemampuan yang ia miliki.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Bencana alam merupakan sebuah musibah yang tidak dapat diprediksi kapan
datangnya. Apabila bencana tersebut telah datang maka akan menimbulkan kerugian
dan kerusakan yang membutuhkan upaya pertolongan melalui tindakan tanggap
bencana yang dapat dilakukan oleh perawat.
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik
atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana dengan
sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek
pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana.
Rehabilitasi dilakukan melalui kegiatan : perbaikan lingkungan daerah
bencana, perbaikan prasarana dan sarana umum, pemberian bantuan perbaikan rumah
masyarakat, pemulihan sosial psikologis, pelayanan kesehatan, rekonsiliasi dan
resolusi konflik, pemulihan sosial ekonomi budaya, pemulihan keamanan dan
ketertiban, pemulihan fungsi pemerintahan, dan pemulihan fungsi pelayanan publik.
Rekonstruksi adalah perumusan kebijakan dan usaha serta langkah-langkah
nyata yang terencana baik, konsisten dan berkelanjutan untuk membangun kembali
secara permanen semua prasarana, sarana dan sistem kelembagaan, baik di tingkat
pemerintahan maupun masyarakat, dengan sasaran utama tumbuh berkembangnya
kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan
bangkitnya peran dan partisipasi masyarakat sipil dalam segala aspek kehidupan
bermasyarakat di wilayah pasca bencana.
Lingkup pelaksanaan rekonstruksi terdiri atas program rekonstruksi fisik dan
program rekonstruksi non fisik.
3.2 Saran
Sebagai seorang Praja diharapkan bisa turut andil dalam melakukan kegiatan
tanggap bencana. Sekarang tidak hanya dituntut mampu memiliki kemampuan
intelektual namun harus memilki jiwa kemanusiaan melalui aksi siaga bencana.