Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

PENANGGULANGAN PASCA BENCANA

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Pelatihan


Penanggulangan Bencana

Oleh :

Mustika Syafira Tubagus

Npp. 26.05.83

Program Studi : Manajemen Pemerintahan

INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI

Jakarta, 2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya
maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul
Penanggulangan Pasca Bencana. Penulisan makalah merupakan salah satu tugas
terstruktur dan persyaratan untuk mengikuti mata pelatihan Penanggulangan Korupsi
Prodi Manajemen Pemerintahan Fakultas Manajemen Pemerintahan Institut
Pemerintahan Dalam Negeri Program S1.

Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih


yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan
penulisan ini,

Akhirnya penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal


pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan
ini sebagai ibadah, Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin.

Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-


kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan
yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis
harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Cilandak, Januari 2018

Penulis

Mustika Syafira Tubagus


BAB I
PENDAHULUAN

1.1      LATAR BELAKANG
Indonesia, selain terkenal karena kekayaan dan keindahan alamnya, juga
merupakan negara yang rawan terhadap bencana. Hal ini disebabkan posisi geografis
dan geodinamiknya, sehingga Indonesia memiliki aktivitas vulkanik dan kegempaan
yang cukup tinggi. Posisi ini juga menyebabkan bentuk relief Indonesia yang sangat
bervariasi, mulai dari pegunungan dengan lereng yang curam sampai daerah landai di
sepanjang garis pantai yang sangat panjang, yang kesemuanya memiliki kerentanan
terhadap ancaman bahaya tanah longsor, banjir, abrasi dan tsunami. Kondisi
hidrometeorologis yang beragam juga kadang-kadang menimbulkan ancaman bahaya
banjir dan longsor, angin ribut atau angin puting beliung, bahaya kekeringan yang
berkaitan dengan kebakaran hutan dan lain-lain. Ancaman lainnya adalah bencana yang
disebabkan oleh berbagai kegagalan teknologi.
Umumnya bencana yang terjadi mengakibatkan penderitaan bagi masyarakat
baik berupa korban jiwa manusia, kerugian harta benda maupun kerusakan lingkungan
serta musnahnya hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai antara lain kerusakan
sarana dan prasarana serta fasilitas umum, penderitaan masyarakat dan sebagainya.
Terjadinya bencana besar tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam pada tahun
2004 dan gempa bumi di Yogyakarta dan Jawa Tengah (Kabupaten Klaten) pada tahun
2006 dan beberapa bencana lain sebelum dan sesudahnya telah mendorong bangsa
Indonesia untuk menerima kenyataan hidup berdampingan dengan bencana.
Dari latar belakang diatas, pentingnya pemahaman mengenai manajemen
bencana akan menjadi landasan atau dasar dalam mengembangkan intervensi
pengurangan risiko bencana dalam penanggulangan bencana yang tepat dan akurat.
1.2      RUMUSAN MASALAH
Bagaimana manajemen penanggulangan pasca bencana ?

1.3 TUJUAN PENULISAN


Memberikan pengetahuan dasar tentang manajemen pasca bencana
BAB II
PEMBAHASAN

2.1.  Manajemen Bencana

Manajemen PB adalah serangkaian kegiatan yang berkesinambungan yang


dikelola untuk pengendalian dampak bencana untuk mempersiapkan kerangka kerja
bagi masyarakat untuk menghindari atau mengatasi dampak bencana yang melanda
wilayah/lingkungannya;

Manajemen PB adalah serangkaian kegiatan, yang dilaksanakan sejak sebelum


terjadinya suatu peristiwa bencana, selama kejadian bencana, dan sesudah terjadinya
bencana, dalam rangka mencegah, mengurangi dan mengatasi dampak bencana, yang
ditimbulkannya;

2.2.  Tujuan Manajemen Bencana


 Mengurangi, menghindari tingkat ancaman terhadap kelangsungan hidup
Manusia,potensi kerugian fisik dan ekonomi serta kerusakan infrastruktur;
 Mengurangi dampak yang merugikan terhadap Individu;
 Mencapai upaya pemulihan yang cepat dan berkelanjutan;  Tujuan utama
manajemen pasca bencana

2.3. Pasca Bencana


Kondisi pasca bencana adalah keadaan suatu wilayah dalam proses pemulihan
setelah terjadinya bencana. Pada kondisi ini dipelajari langkah apa yang dilakukan
oleh berbagai pihak terkait dalam hal upaya untuk mengembalikan tatanan masyarakat
seperti semula sebelum terjadinya bencana. Beberapa hal yang dipelajari dalam
kondisi pasca bencana ini adalah kecepatan dan ketepatan terutama dalam hal:
1. Penanganan korban (pengungsi)
2. Livelyhood recovery
3. Pembangunan infrastruktur
4. Konseling trauma
5. Tindakan-tindakan preventif ke depan
6. Organisasi kelembagaan
7. Stakeholders yg terlibat
Dalam hal ini, dipelajari kebijakan pembangunan apa yang telah dilakukan
sehingga secara positif turut mencegah/menghambat terjadinya bencana, serta
kebijakan pembangunan apa yang telah dilakukan sehingga secara negatif turut
memacu/menyebabkan timbulnya bencana. Ruang lingkup studi ini meliputi kajian
berbagai aspek penanggulangan bencana alam yang terjadi di Indonesia, Fase pasca
bencana: meliputi penanggulangan korban (misalnya pengungsi), pendanaan,
rehabilitasi bangunan, rekonstruksi fisik dan non fisik, organisasi dan kelembagaan,
dan social capital (Sunarti, 2009).

2.4 Masalah Yang Terjadi Pasca Bencana

A.    Kondisi Fisik


Pada umumnya masalah kesehatan pasca gempa dapat dibagi dalam 2 fase:
1. Penyakit akut pasca bencana.
Yaitu penyakit yang berhubungan langsung dengan bencana yang terjadi.
Misalnya, kasus gempa bumi di Padang tanggal 30 September 2009, penyakit yang
berhubungan langsung dengan gempa adalah cedera akibat reruntuhan. Berbagai
penelitian menunjukkan bahwa cedera utama akibat gempa adalah cedera kepala dan
patah tulang.
2.      Penyakit ikutan pada beberapa hari-minggu pasca bencana
A.Malaria
Penyakit malaria dapat timbul misalnya saat masyarakat berada di pengungsian
(tenda-tenda darurat ), nyamuk anopheles bisa menginfeksi korban-korban bencana.
B.DBD
Misalnya banjir, air yang tergenang dapat menyebabkan bersarangnya nyamuk aides
aigypti. Kemudian menginfeksi korban-korban bencana.
C. Diare dan penyakit kulit
Penyakit ini bisa menginfeksi korban bencana karena sanitasi yang jelek. Misalnya
kuman-kuman penyebab diare seperti ; Vibrio kolera, Salmonella dysentriae pada
genangan banjir, diare akibat kurangnya asupan air bersih karena saluran air bersih
dan sanitari yang rusak.
Diare yang berat bisa menyebabkan dehidrasi dan bisa membahayakan jiwa.
Gejala-gejalanya seperti frekuensi buang air besar melebihi normal, kotoran
encer/cair, sakit/kejang perut, demam dan muntah. Penyebabnya bisa
dari Anxietas (rasa cemas), keracunan makanan, infeksi virus dari usus, alergi
terhadap makanan tertentu.
Penanggulangannya adalah dengan minum banyak cairan, hindari makanan padat atau
yang tidak berperasa selama 1-2 hari, minum cairan rehidrasi oral-oralit.
D.ISPA ( Infeksi Saluran Pernapasan Atas )
ISPA terjadi karena masuknya kuman atau mirkoorganisme ke dalam tubuh manusia
dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit. Pencegahannya dengan
pengadaan rumah dengan ventilasi yang memadai, perilaku hidup bersih dan sehat,
peningkatan gizi balita.
E.Leptospirosis
Leptospirosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri leptospira
berbentuk spiral dan hidup di air tawar. Penyakit ini timbul karena terkontaminasinya
air oleh air seni hewan yang menderita leptospirosis. Biasanya penyakit ini terdapat
pada korban banjir.
F.Tipes
Penyakit tipes sebenarnya juga berkaitan erat dengan faktor daya tahan tubuh
seseorang. Oleh sebab itu, untuk mencegah terkena penyakit tipes, masyarakat harus
menjaga kondisi tubuh dengan makan makanan bergizi dan jangan sampai kelelahan.
Dalam penangananan pemulihan kesehatan fisik perawat bisa melakukan home care
untuk pemulihan kesehatan post disaster seperti perawatan luka, mendirikan pos
kesehatan untuk korban bencana merujuk korban dengan trauma fisik kerumah sakit
untuk mendapatkan pertolongan.
B.     Kondisi Psikis
Menurut Pusat Krisis Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (2012), ada
tiga hal yang mengakibatkan terganggunya keseimbangan psikologis akibat dari
bencana, yaitu:
1. Peristiwa bencana itu sendiri yang mengerikan, mengejutkan, dan mengancam
keselamatan jiwa.
2. Meninggalnya orang-orang yang disayangi dan hilangnya harta benda yang
dimiliki.
3. Kehilangan mata pencaharian dan sulitnya memenuhi kebutuhan dasar hidup. 
Kondisi trauma pasca bencana atau musibah ini dalam terminologi psikologi
disebutdengan Post Traumatic Stress Disorder (PTSD). PTSD ini sering ditemukan
muncul pada diri korban yang kemudian memberikan pengaruh negatif terhadap
kondisi fisik,mental maupun sosial mereka.
PTSD memiliki 3 kelompok gejala utama, yaitu:

1. Re-experience phenomena.
2. Avoidance or numbing reaction.
3. Symptoms of increased arousal.

Re-experience Phenomena

 Munculnya kembali perasaan tertekan atau terancam baik dalam imajinasi, pikiran
ataupun persepsi.
 Munculnya mimpi-mimpi yang menakutkan.
 Adanya reaksi psikologis yang merupakan simbol/ terkait dengan peristiwa
trauma.
 Adanya reaksi fisik yang merupakan simbol/ terkait dengan peristiwa trauma.

Avoidance or Numbing Phenomena

 Menghindari pikiran, perasaan atau pembicaraan yang berkaitan dengan peristiwa


traumatic.
 Menghindari kegiatan, tempat atau orang-orang yang terkait dengan trauma.
 Ketidakmampuan untuk mengingat aspek penting dari trauma.
 Berkurangnya minat atau partisipasi dalam kegiatan yang terkait.
 Kekakuan perasaan atau ketidakmampuan mengekspresikan perasaan seperti kasih
sayang.
 Kehilangan harapan seperti tidak memiliki minat terhadap karir, perkawinan,
keluarga atau kehidupan jangka panjang.
Symptoms of Increased Arousal

 Kesulitan tidur.
 Kemarahan yang tidak terkendali.
 Kesulitan konsentrasi.
 Hypervigilance (sangat siaga)\
 Respon yang berlebihan (exaggerated)

Perawat melakukan intervensi psikososial untuk mengatasi trauma pasca


bencana pada anak-anak dan remaja. Intervensi psikososial dapat berupa pemberian
terapi seni atau drama, sehingga gejala PTSD dapat segera teratasi untuk pemulihan
rehabilitasi di Aceh. Perawat juga bisa melakukan pemulihan kesehatan mental
melalui sharing dan mendengarkan segala keluhan keluhan yang dihadapinya,
selanjutnya diberikan sebuah solusi dan diberi penyemangat untuk tetap bangkit.
Sedangkan pada anak anak, cara yang efektif adalah dengan mengembalikan
keceriaan mereka kembali, hal ini mengingat sifat lahiriah anak anak yang berada
pada masa bermain. Perawat dapat mendirikan sebuah taman bermain, dimana anak
anak tersebut akan mendapatkan permainan, cerita lucu, dan lain sebagainnya.
Sehingga kepercayaan diri mereka akan kembali seperti sedia kala.

2.6 Tahapan Penanggulangan Bencana Pasca Bencana

Perlakuan pola khusus bentuk kegiatan rehabilitasi pasca bencana yang akan
diberlakukan, didasarkan atas hasil kajian masyarakat melalui Musyawarah Desa
(MD) dan Musyawarah Antar Desa – (MAD). Perlakuan pola khusus ini meliputi 3
tahapan pokok :
1. Persiapan Pemulihan
Terdiri dari serangkaian kegiatan yang merupakan bentuk respon cepat sebagai
bagian dari upaya pemulihan (recovery) sebelum dilakukan rehabilitasi dan rekontruksi
pasca bencana yang lebih terencana. Tahapan ini dilakukan melalui
proses review secara partisipatif dampak bencana dan kegiatan Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan yang sudah direncanakan dan
atau sedang dilaksanakan.
Kegiatan tindak cepat  adalah kegiatan-kegiatan yang dapat secara cepat
diidentifikasi dan dikuantifikasi bersama masyarakat tanpa harus menunggu selesainya
semua pendataan kerusakan sarana prasarana social ekonomi pedesaan. Dari
hasil review tersebut, masyarakat bisa memilih dan memutuskan pendanaan kegiatan-
kegiatan yang dapat memberikan pendapatan kepada warga/keluarga yang terkena
dampak bencana, terutama misalnya kegiatan-kegiatan yang dilakukan secara padat
karya.
Kegiatan-kegiatan padat karya yang dilakukan misalnya : kegiatan untuk
pembersihan puing, penataan lokasi atau padat karya untuk pemulihan cepat sarana-
prasarana umum perdesaan yang rusak akibat bencana (jalan tertimbun longsoran,
pembersihan kawasan pemukiman yang dapat dipergunakan kembali). Secara parallel,
sambil melakukan kegiatan tindak cepat juga terus dilakukan pendataan atau pemetaan
terhadap sarana – prasana umum social atau ekonomi yang mengalami kerusakan
secara lebih teliti, sebagai bahan perencanaan untuk tahap rehabilitasi selanjutnya.

2. Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau
masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran
utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan
kehidupan masyarakat pada wilayah pasca bencana.
Rehabilitasi dilakukan melalui kegiatan : perbaikan lingkungan daerah bencana,
perbaikan prasarana dan sarana umum, pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat,
pemulihan sosial psikologis, pelayanan kesehatan, rekonsiliasi dan resolusi konflik,
pemulihan sosial ekonomi budaya, pemulihan keamanan dan ketertiban, pemulihan
fungsi pemerintahan, dan pemulihan fungsi pelayanan publik.
Dalam penentuan kebijakan rehabilitasi prinsip dasar yang digunakan adalah
sebagai berikut :
 Menempatkan masyarakat tidak saja sebagai korban bencana, namun juga sebagai
pelaku aktif dalam kegiatan rehabilitasi.
 Kegiatan rehabilitasi merupakan rangkaian kegiatan yang terkait dan terintegrasi
dengan kegiatan prabencana, tanggap darurat dan pemulihan dini serta kegiatan
rekonstruksi.
 “Early recovery” dilakukan oleh “Rapid Assessment Team” segera setelah terjadi
bencana.
 Program rehabilitasi dimulai segera setelah masa tanggap darurat (sesuai dengan
Perpres tentang Penetapan Status dan Tingkatan Bencana) dan diakhiri setelah
tujuan utama rehabilitasi tercapai.

Prinsip – prinsip yang diutamakan dalam Rehabilitasi :


a) Partisipatif, artinya dalam setiap tahapan proses (perencanaan, pelaksanaan dan
pertanggungjawaban) selalu melibatkan masyarakat sebagai pelaku sekaligus
penerima manfaat.
b) Transparan dan Akuntabel, artinya dalam setiap langkah dan kegiatan harus
dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat
luas.
c) Sederhana, artinya pelaksanaan seluruh proses kegiatan diupayakan sederhana
dan bisa dilakukan masyarakat dengan tahap mengacu pada tujuan dan ketentuan
dasar pelaksanaan program rehabilitasi ini.
d) Akuntabilitas, artinya seluruh proses pelaksanaan dan pendanaan dilakukan
dengan penuh tanggung jawab.
Ruang lingkup pelaksanaan dalam rehabilitasi adalah :
a. Perbaikan Lingkungan Daerah Bencana
Perbaikan lingkungan fisik meliputi kegiatan : perbaikan lingkungan fisik
untuk kawasan pemukiman, kawasan industri, kawasan usaha dan kawasan
gedung. Indikator yang harus dicapai pada perbaikan lingkungan adalah kondisi
lingkungan yang memenuhi persyaratan teknis, sosial, ekonomi, dan budaya serta
ekosistem.
b. Perbaikan Prasarana dan Sarana Umum
Prasarana  dan sarana umum adalah jaringan infrastruktur dan fasilitas fisik
yang menunjang kegiatan kehidupan sosial dan perekonomian masyarakat.
Prasarana umum atau jaringan infrastruktur fisik disini mencakup : jaringan jalan/
perhubungan, jaringan air bersih, jaringan listrik, jaringan komunikasi, jaringan
sanitasi dan limbah, dan jaringan irigasi/ pertanian. Sarana umum atau fasilitas
sosial dan umum mencakup : fasilitas kesehatan, fasilitas perekonomian, fasilitas
pendidikan, fasilitas perkantoran pemerintah, dan fasilitas peribadatan.
c. Pemberian Bantuan Perbaikan Rumah Masyarakat
Yang menjadi target pemberian bantuan adalah masyarakat korban bencana
yang rumah/ lingkungannya mengalami kerusakan struktural hingga tingkat
sedang akibat bencana, dan masyarakat korban berkehendak untuk tetap tinggal di
tempat semula. Kerusakan tingkat sedang adalah kerusakan fisik bangunan
sebagaimana Pedoman Teknis (DepPU, 2006) dan/ atau kerusakan pada halaman
dan/ atau kerusakan pada utilitas, sehingga mengganggu penyelenggaraan fungsi
huniannya. Untuk bangunan rumah rusak berat atau roboh diarahkan untuk
rekonstruksi. Tidak termasuk sasaran pemberian bantuan rehabilitasi adalah
rumah/ lingkungan dalam kategori:
 Pembangunan kembali (masuk dalam rekonstruksi)
 Pemukiman kembali (resettlement dan relokasi)
 Transmigrasi ke luar daerah bencana

d. Pemulihan Sosial Psikologis


Pemulihan sosial psikologis adalah pemberian bantuan kepada masyarakat
yang terkena dampak bencana agar dapat berfungsi kembali secara normal.
Sedangkan kegiatan psikososial adalah kegiatan mengaktifkan elemen-elemen
masyarakat agar dapat kembali menjalankan fungsi sosial secara normal. Kegiatan
ini dapat dilakukan oleh siapa saja yang sudah terlatih.
Pemulihan sosial psikologis bertujuan agar masyarakat mampu melakukan
tugas sosial seperti sebelum terjadi bencana, serta tercegah dari mengalami
dampak psikologis lebih lanjut yang mengarah pada gangguan kesehatan mental.
e. Pelayanan Kesehatan
Pemulihan pelayanan kesehatan adalah aktivitas memulihkan kembali segala
bentuk pelayanan kesehatan sehingga minimal tercapai kondisi seperti sebelum
terjadi bencana.
Pemulihan sistem pelayanan kesehatan adalah semua usaha yang dilakukan
untuk memulihkan kembali fungsi sistem pelayanan kesehatan yang meliputi :
SDM Kesehatan, sarana/prasarana kesehatan, kepercayaan masyarakat.
f. Rekonsiliasi dan Resolusi Konflik
Kegiatan rekonsiliasi adalah merukunkan atau mendamaikan kembali pihak-
pihak yang terlibat dalam perselisihan, pertengkaran dan konflik. Sedangkan
kegiatan resolusi adalah memposisikan perbedaan pendapat, perselisihan,
pertengkaran atau konflik dan menyelesaikan masalah atas perselisihan,
pertengkaran atau konflik tersebut.
Rekonsiliasi dan resolusi ditujukan untuk membantu masyarakat di daerah
bencana untuk menurunkan eskalasi konflik sosial dan ketegangan serta
memulihkan kondisi sosial kehidupan masyarakat.
g. Pemulihan Sosial Ekonomi Budaya
Pemulihan sosial ekonomi budaya adalah upaya untuk memfungsikan
kembali kegiatan dan/ atau lembaga sosial, ekonomi dan budaya masyarakat di
daerah bencana.
Kegiatan pemulihan sosial, ekonomi, dan budaya ditujukan untuk
menghidupkan kembali kegiatan dan lembaga sosial, ekonomi dan budaya
masyarakat di daerah bencana seperti sebelum terjadi bencana.
h. Pemulihan Keamanan dan Ketertiban
Pemulihan keamanan adalah kegiatan mengembalikan kondisi keamanan
dan ketertiban masyarakat sebagaimana sebelum terjadi bencana dan
menghilangkan gangguan keamanan dan ketertiban di daerah bencana.
Pemulihan keamanan dan ketertiban ditujukan untuk membantu
memulihkan kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat di daerah bencana agar
kembali seperti kondisi sebelum terjadi bencana dan terbebas dari rasa tidak aman
dan tidak tertib.
i. Pemulihan Fungsi Pemerintahan
Indikator yang harus dicapai pada pemulihan fungsi pemerintahan adalah :
 Keaktifan kembali petugas pemerintahan.
 Terselamatkan dan terjaganya dokumen-dokumen negara dan pemerintahan.
 Konsolidasi dan pengaturan tugas pokok dan fungsi petugas pemerintahan.
 Berfungsinya kembali peralatan pendukung tugas-tugas pemerintahan.
 Pengaturan kembali tugas-tugas instansi/lembaga yang saling terkait.
j. Pemulihan Fungsi Pelayanan Publik
Pemulihan fungsi pelayanan publik adalah berlangsungnya kembali berbagai
pelayanan publik yang mendukung kegiatan/ kehidupan sosial dan perekonomian
wilayah yang terkena bencana.
Pemulihan fungsi pelayanan publik ini meliputi : pelayanan kesehatan,
pelayanan pendidikan, pelayanan perekonomian, pelayanan perkantoran
umum/pemerintah, dan pelayanan peribadatan.

3. Rekontruksi
Rekonstruksi adalah perumusan kebijakan dan usaha serta langkah-langkah
nyata yang terencana baik, konsisten dan berkelanjutan untuk membangun kembali
secara permanen semua prasarana, sarana dan sistem kelembagaan, baik di tingkat
pemerintahan maupun masyarakat, dengan sasaran utama tumbuh berkembangnya
kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan
bangkitnya peran dan partisipasi masyarakat sipil dalam segala aspek kehidupan
bermasyarakat di wilayah pasca bencana.
Rencana Rekonstruksi adalah dokumen yang akan digunakan sebagai acuan
bagi penyelenggaraan program rekonstruksi pasca-bencana, yang memuat informasi
gambaran umum daerah pasca bencana meliputi antara lain informasi kependudukan,
sosial, budaya, ekonomi, sarana dan prasarana sebelum terjadi bencana, gambaran
kejadian dan dampak bencana beserta semua informasi tentang kerusakan yang
diakibatkannya, informasi mengenai sumber daya, kebijakan dan strategi rekonstruksi,
program dan kegiatan, jadwal implementasi, rencana anggaran, mekanisme/prosedur
kelembagaan pelaksanaan.
Pelaksana Rekonstruksi adalah semua unit kerja yang terlibat dalam kegiatan
rekonstruksi, di bawah koordinasi pengelola dan penanggungjawab kegiatan
rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana pada lembaga yang berwenang
menyelenggarakan penanggulangan bencana di tingkat nasional dan daerah.
Lingkup Pelaksanaan Rekontruksi :
a) Program Rekonstruksi Fisik
Rekonstruksi fisik adalah tindakan untuk memulihkan kondisi fisik melalui
pembangunan kembali secara permanen prasarana dan sarana permukiman,
pemerintahan dan pelayanan masyarakat (kesehatan, pendidikan dan lain-lain),
prasarana dan sarana ekonomi (jaringan perhubungan, air bersih, sanitasi dan
drainase, irigasi, listrik dan telekomunikasi dan lain-lain), prasarana dan sarana sosial
(ibadah, budaya dan lain-lain.) yang rusak akibat bencana, agar kembali ke kondisi
semula atau bahkan lebih baik dari kondisi sebelum bencana.
Cakupan kegiatan rekonstruksi fisik mencakup, tapi tidak terbatas pada,
kegiatan membangun kembali sarana dan prasarana fisik dengan lebih baik dari hal-
hal berikut:
o Prasarana dan sarana
o Sarana sosial masyarakat;
o Penerapan rancang bangun dan penggunaan peralatan yang lebih baik dan tahan
bencana.
b) Program Rekonstruksi Non Fisik
Rekonstruksi non fisik adalah tindakan untuk memperbaiki atau memulihkan
kegiatan pelayanan publik dan kegiatan sosial, ekonomi serta kehidupan masyarakat,
antara lain sektor kesehatan, pendidikan, perekonomian, pelayanan kantor
pemerintahan, peribadatan dan kondisi mental/sosial masyarakat yang terganggu oleh
bencana, kembali ke kondisi pelayanan dan kegiatan semula atau bahkan lebih baik
dari kondisi sebelumnya.
Cakupan kegiatan rekonstruksi non-fisik di antaranya adalah:
 Kegiatan pemulihan layanan yang berhubungan dengan kehidupan sosial dan
budaya masyarakat.
 Partisipasi dan peran serta lembaga/organisasi kemasyarakatan, dunia usaha, dan
masyarakat.
 Kegiatan pemulihan kegiatan perekonomian masyarakat.
 Fungsi pelayanan publik dan pelayanan utama dalam masyarakat.
 Kesehatan mental masyarakat.
Prinsip – prinsip pemulihan :
Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana
Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Rehabilitasi dan
Rekonstruksi Pasca Bencana, maka prinsip dasar penyelenggaraan rehabilitasi dan
rekonstruksi pasca bencana adalah:
a. Merupakan tanggung jawab Pemerintah Daerah dan Pemerintah
b. Membangun menjadi lebih baik (build back better) yang terpadu dengan
konsep pengurangan risiko bencana dalam bentuk pengalokasian dana
minimal 10% dari dana rehabilitasi dan rekonstruksi
c. Mendahulukan kepentingan kelompok rentan seperti lansia, perempuan, anak
dan penyandang cacat
d. Mengoptimalkan sumberdaya daerah
e. Mengarah pada pencapaian kemandirian masyarakat, keberlanjutan program
dan kegiatan serta perwujudan tatakelola pemerintahan yang baik
f. Mengedepankan keadilan dan kesetaraan gender.

2.7 Peran Perawat Dalam Fase Post Impact

 Memfasilitasi jadwal kunjungan konsultasi medis dan cek kesehatan sehari-hari.


 Tetap menyusun rencana prioritas asuhan keperawatan harian.
 Merencanakan dan memfasilitasi transfer pasien yang memerlukan penanganan
kesehatan di RS.
 Mengevaluasi kebutuhan kesehatan harian.
 Memeriksa dan mengatur persediaan obat, makanan, makanan khusus bayi,
peralatan kesehatan.
 Membantu penanganan dan penempatan pasien dengan penyakit menular maupun
kondisi kejiwaan labil hingga membahayakan diri dan lingkungannya
berkoordinasi dengan perawat jiwa.
 Mengidentifikasi reaksi psikologis yang muncul pada korban (ansietas, depresi
yang ditunjukkan dengan seringnya menangis dan mengisolasi diri) maupun
reaksi psikosomatik (hilang nafsu makan, insomnia, fatigue, mual muntah, dan
kelemahan otot).
 Membantu terapi kejiwaan korban khususnya anak-anak, dapat dilakukan dengan
memodifikasi lingkungan misal dengan terapi bermain.
 Memfasilitasi konseling dan terapi kejiwaan lainnya oleh para psikolog dan
psikiater.
 Konsultasikan bersama supervisi setempat mengenai pemeriksaan kesehatan dan
kebutuhan masyarakat yang tidak mengungsi.
2.8 Tindakan Perawat Dalam Pasca Bencana

Berikut beberapa tindakan yang bisa dilakukan oleh perawat dalam situasi
tanggap bencana:
a) Pengobatan dan pemulihan kesehatan fisik
Bencana alam yang menimpa suatu daerah, selalu akan memakan korban dan
kerusakan, baik itu korban meninggal, korban luka luka, kerusakan fasilitas
pribadi dan umum,  yang mungkin akan menyebabkan isolasi tempat, sehingga
sulit dijangkau oleh para relawan. Hal yang paling urgen dibutuhkan oleh korban
saat itu  adalah pengobatan dari tenaga kesehatan. Perawat bisa turut andil dalam
aksi ini, baik berkolaborasi dengan tenaga perawat atau pun tenaga kesehatan
profesional, ataupun juga melakukan pengobatan bersama perawat lainnya secara
cepat, menyeluruh dan merata di tempat bencana. Pengobatan yang dilakukan pun
bisa beragam, mulai dari pemeriksaan fisik, pengobatan luka, dan lainnya sesuai
dengan profesi keperawatan.
b) Pemberian bantuan
Perawatan dapat melakukan aksi galang dana bagi korban bencana, dengan
menghimpun dana dari berbagai kalangan dalam berbagai bentuk, seperti
makanan, obat obatan, keperluan sandang dan lain sebagainya. Pemberian bantuan
tersebut bisa dilakukan langsung oleh perawat secara langsung di lokasi bencana
dengan memdirikan posko bantuan. Selain itu,  Hal yang harus difokuskan dalam
kegiatan ini adalah pemerataan bantuan di tempat bencana sesuai kebutuhan yang
di butuhkan oleh para korban saat itu, sehinnga tidak akan ada lagi para korban
yang tidak mendapatkan bantuan tersebut dikarenakan bantuan yang menumpuk
ataupun tidak tepat sasaran.
c) Pemulihan kesehatan mental
Para korban suatu bencana biasanya akan mengalami trauma psikologis
akibat kejadian yang menimpanya. Trauma tersebut bisa berupa kesedihan yang
mendalam, ketakutan dan kehilangan berat. Tidak sedikit trauma ini menimpa
wanita, ibu ibu, dan anak anak yang sedang dalam massa pertumbuhan. Sehingga
apabila hal ini terus berkelanjutan maka akan mengakibatkan stress berat dan
gangguan mental bagi para korban bencana. Hal yang dibutukan dalam
penanganan situasi seperti ini adalah pemulihan kesehatan mental yang dapat
dilakukan oleh perawat. Pada orang dewasa, pemulihannya bisa dilakukan dengan
sharing dan mendengarkan segala keluhan keluhan yang dihadapinya, selanjutnya
diberikan sebuah solusi dan diberi penyemangat untuk tetap bangkit. Sedangkan
pada anak anak, cara yang efektif adalah dengan mengembalikan keceriaan
mereka kembali, hal ini mengingat sifat lahiriah anak anak yang berada pada masa
bermain. Perawat dapat mendirikan sebuah taman bermain, dimana anak anak
tersebut akan mendapatkan permainan, cerita lucu, dan lain sebagainnya.
Sehinnga kepercayaan diri mereka akan kembali seperti sedia kala.
d) Pemberdayaan masyarakat
Kondisi masyarakat di sekitar daerah yang terkena musibah pasca bencana
biasanya akan menjadi terkatung katung tidak jelas akibat memburuknya
keaadaan pasca bencana., akibat kehilangan harta benda yang mereka miliki.
sehinnga banyak diantara mereka  yang patah arah dalam menentukan hidup
selanjutnya. Hal yang bisa menolong membangkitkan keadaan tersebut adalah
melakukan pemberdayaan masyarakat. Masyarakat perlu mendapatkan fasilitas
dan skill yang dapat menjadi bekal bagi mereka kelak. Perawat dapat melakukan
pelatihan pelatihan keterampilan yang difasilitasi dan berkolaborasi dengan
instansi ataupun LSM yang bergerak dalam bidang itu. Sehinnga diharapkan
masyarakat di sekitar daerah bencana akan mampu membangun kehidupannya
kedepan lewat kemampuan yang ia miliki.
BAB III
PENUTUP

3.1  Simpulan
Bencana alam  merupakan sebuah musibah  yang tidak dapat diprediksi kapan
datangnya.  Apabila bencana tersebut telah datang maka akan menimbulkan kerugian
dan kerusakan yang membutuhkan upaya pertolongan melalui tindakan tanggap
bencana yang dapat dilakukan oleh perawat.
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik
atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana dengan
sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek
pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana.
Rehabilitasi dilakukan melalui kegiatan : perbaikan lingkungan daerah
bencana, perbaikan prasarana dan sarana umum, pemberian bantuan perbaikan rumah
masyarakat, pemulihan sosial psikologis, pelayanan kesehatan, rekonsiliasi dan
resolusi konflik, pemulihan sosial ekonomi budaya, pemulihan keamanan dan
ketertiban, pemulihan fungsi pemerintahan, dan pemulihan fungsi pelayanan publik.
Rekonstruksi adalah perumusan kebijakan dan usaha serta langkah-langkah
nyata yang terencana baik, konsisten dan berkelanjutan untuk membangun kembali
secara permanen semua prasarana, sarana dan sistem kelembagaan, baik di tingkat
pemerintahan maupun masyarakat, dengan sasaran utama tumbuh berkembangnya
kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan
bangkitnya peran dan partisipasi masyarakat sipil dalam segala aspek kehidupan
bermasyarakat di wilayah pasca bencana.
Lingkup pelaksanaan rekonstruksi terdiri atas program rekonstruksi fisik dan
program rekonstruksi non fisik.
3.2  Saran
Sebagai seorang Praja diharapkan bisa turut andil dalam melakukan kegiatan
tanggap bencana. Sekarang tidak hanya dituntut mampu memiliki kemampuan
intelektual namun harus memilki jiwa kemanusiaan melalui aksi siaga bencana.

Anda mungkin juga menyukai