Anda di halaman 1dari 9

SIKLUS MANAJEMEN BENCANA

Bencana adalah suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu


masyarakat sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada
kehidupan manusia maupun dari segi materi, ekonomi, atau lingkungan
dan melampaui batas kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk
mengatasi dengan menggunakan sumber daya mereka sendiri.
(United Nations International Strategy for Disaster Reduction-UN ISDR, 2004)

AKTIFITAS PADA SETIAP FASE SIKLUS MANAJEMEN BENCANA (SMB)


Menurut Warfield, manajemen bencana mempunyai tujuan:

(1) Mengurangi, atau mencegah, kerugian karena bencana,

(2) menjamin terlaksananya bantuan yang segera dan memadai terhadap


korban bencana, dan

(3) mencapai pemulihan yang cepat dan efektif.

Siklus manajemen bencana memberikan gambaran bagaimana rencana


dibuat untuk mengurangi atau mencegah kerugian karena bencana,
bagaimana reaksi dilakukan selama dan segera setelah bencana
berlangsung dan bagaimana langkah-langkah diambil untuk pemulihan
setelah bencana terjadi.
Secara garis besar terdapat empat fase manajemen bencana:

1. Fase Mitigasi: upaya memperkecil dampak negative bencana. Contoh:


zonasi dan pengaturan bangunan (building codes), analisis kerentanan;
pembelajaran public.
2. Fase Preparadness: merencanakan bagaimana menaggapi bencana.
Contoh: merencanakan kesiagaan; latihan keadaan darurat, system
peringatan.
3. Fase respon: upaya memperkecil kerusakan yang disebabkan oleh
bencana. Contoh: pencarian dan pertolongan; tindakan darurat.
4. Fase Recovery: mengembalikan masyarakat ke kondisi normal.
Contoh: perumahan sementara, bantuan keuangan; perawatan kesehatan.

Keempat fase manajemen bencana tersebut tidak harus selalu ada, atau
tidak secara terpisah, atau tidak harus dilaksanakan dengan urutan
seperrti tersebut diatas. Fase-fase sering saling overlap dan lama
berlangsungnya setiap fase tergantung pada kehebatan atau besarnya
kerusakan yang disebabkan oleh bencana itu.

Dengan demikian, berkaitan dengan penetuan tindakan di dalam setiap


fase itu, kita perlu memahami karakteristik dari setiap bencana yang
mungkin terjadi.

a. Fase Mitigasi
Upaya mitigasi dapat dilakukan dalam bentuk mitigasi struktur dengan
memperkuat bangunan dan infrastruktur yang berpotensi terkena
bencana:

seperti membuat kode bangunan, desain rekayasa, dan konstruksi untuk


menahan serta memperkokoh struktur ataupun membangun struktur
bangunan penahan longsor, penahan dinding pantai, dan lain-lain.
Selain itu upaya mitigasi juga dapat dilakukan dalam bentuk non
struktural:

diantaranya seperti menghindari wilayah bencana dengan cara


membangun menjauhi lokasi bencana yang dapat diketahui melalui
perencanaan tata ruang dan wilayah serta dengan memberdayakan
masyarakat dan pemerintah daerah.

b. Preparedness
Kegiatan kategori ini tergantung kepada unsur mitigasi sebelumnya
(penilaian bahaya dan peringatan), yang membutuhkan pengetahuan
tentang daerah yang kemungkinan terkena bencana dan pengetahuan
tentang sistem peringatan untuk mengetahui kapan harus melakukan
evakuasi dan kapan saatnya kembali ketika situasi telah aman.

Tingkat kepedulian masyarakat dan pemerintah daerah dan


pemahamannya sangat penting pada tahapan ini untuk dapat menentukan
langkah-langkah yang diperlukan untuk mengurangi dampak akibat
bencana.

jenis persiapan lainnya adalah perencanaan tata ruang yang


menempatkan lokasi fasilitas umum dan fasilitas sosial di luar zona
bahaya bencana (mitigasi non struktur), serta usaha-usaha keteknikan
untuk membangun struktur yang aman terhadap bencana dan melindungi
struktur akan bencana (mitigasi struktur).
c. Response
Jenis aktivitas respon emergensi

1. Evakuasi dan pengungsi (Evacuation and migration)


Melakukan evakuasi dan pengungsi ketempat evakuasi yang aman.

2. Pencarian dan Penyelamatan (Search and rescue – SAR)


Malakukan pencaharian baik korban yang meninggal dan korban yang
hilang.

3. Penilaian paska bencana (Post-disaster assessment)


Melakukan penilaian terhadap bencana yang terjadi
4. Respon dan Pemulihan (Response and relief)
Memberikan respond an pemulihan terhadap korban bencana

5. Logistik dan suplai (Logistics and supply)


Manyalurkan bantuan logistik kepada korban bencana

6. Manajemen Komunikasi dan Informasi (Communication and


information management)
Memberikan informasi dan komunikasi kepada media massa mengenai
jumlah kerugian korban bencana

7. Respon dan pengaturan orang selamat (Survivor response and coping)


Melakukan mendata jumlah korban bencana yang selamat baik. Ibu
Hamil, anak-anak dan orang Manula
8. Keamanan (Security)
Mamberikan pelayanan keamanan terhadap korban jiwa, baik itu harta
benda dan yang lain.

9. Manajemen pengoperasian emergensi (Emergency operations


management)
Melakukan manajemen pengoperasian emergenci pada saat terjadinya
bencana

d. Recovery
Secara garis-besar, kegiatan-kegiatan utama pada tahap ini antara lain,
mencakup:
1. Pembangunan kembali perumahan dan lingkungan pemukiman
penduduk berbasis kebutuhan dan kemampuan mereka sendiri dengan
penekanan pada aspek sistem sanitasi lingkungan organik daur-ulang.

2. Penataan kembali prasarana utama daerah yang tertimpa bencana,


khususnya yang berkaitan dengan sistem produksi pertanian.
3. Pembangunan basis-basis perekonomian desa dengan pendekatan
penghidupan berkelanjutan, terutama pada kedaulatan dan keamanan
pangan dan ketersediaan energi yang dapat diperbaharui (renewable
energy); serta perintisan model sistem kesehatan yang terjangkau dan
efektif.

Lembaga/Institusi (Pemerintah dan non-pemerintah, NGO) yang aktif


dalam PB dan pada Fase mana perannya yang paling menonjol.
Hal yang perlu dipersiapkan, diperhatikan dan dilakukan
bersama-sama oleh pemerintahan, swasta maupun
masyarakat dalam mitigasi bencana, antara lain:

1. Kebijakan yang mengatur tentang pengelolaan kebencanaan atau


mendukung usaha preventif kebencanaan seperti kebijakan tataguna
tanah agar tidak membangun di lokasi yang rawan bencana;

2. Kelembagaan pemerintah yang menangani kebencanaan, yang


kegiatannya mulai dari identifikasi daerah rawan bencana, penghitungan
perkiraan dampak yang ditimbulkan oleh bencana, perencanaan
penanggulangan bencana, hingga penyelenggaraan kegiatan-kegiatan
yang sifatnya preventif kebencanaan;

3. Indentifikasi lembaga-lembaga yang muncul dari inisiatif masyarakat


yang sifatnya menangani kebencanaan, agar dapat terwujud koordinasi
kerja yang baik;

4. Pelaksanaan program atau tindakan ril dari pemerintah yang


merupakan pelaksanaan dari kebijakan yang ada, yang bersifat preventif
kebencanaan;

5. Meningkatkan pengetahuan pada masyarakat tentang ciri-ciri alam


setempat yang memberikan indikasi akan adanya ancaman bencana.

Sementara itu upaya untuk memperkuat pemerintah daerah dalam


kegiatan sebelum/pra bencana dapat dilakukan melalui perkuatan
unit/lembaga yang telah ada dan pelatihan kepada aparatnya serta
melakukan koordinasi dengan lembaga antar daerah maupun dengan
tingkat nasional, mengingat bencana tidak mengenal wilayah
administrasi, sehingga setiap daerah memiliki rencana penanggulangan
bencana yang potensial di wilayahnya.
Contoh lembaga/Institusi (Pemerintah dan non-pemerintah, NGO) yang
aktif dalam PB antara lain adalah :

a. Dinas Sosial
Dinas Sosial terlibat di semua fase. Namun pada saat ini sendiri
sangat menonjol dalam fase response. Pada saat fase response yang
dilakukan oleh Dinas Sosial adalah :
1. Mengerahkan Taruna Siaga Bencana (TAGANA) untuk
sesegera mungkin mencari informasi dan data-data yang
dibutuhkan untuk tahap penyaluran bantuan.
2. Dari data dan informasi yang diterima, Dinas Sosial
mengeluarkan bantuan sesuai dengan bencana yang terjadi.
Diutamakan prinsip tepat waktu, tepat sasaran dan tepat jumlah.
3. Bantuan kemudian disaluran sesegera mungkin dengan
kerjasama bersama Dinas Sosial Kab./Kota dan Tagana setempat.
4. Untuk pengungsi, segera diarahkan menuju titik-titik
pengungsian dan segera dibangun tenda-tenda atau shelter.
b. T N I
Keterlibatan TNI sesuai Pasal 25 ayat 1 “Pada saat keadaan darurat
bencana, kepala BNPB dan kepala BPBD berwenang mengerahkan
sumber daya manusia, peralatan dan logistik dan instansi lembaga
dan masyarakat untuk melakukan tanggap darurat”
Keterlibatan TNI lebih menonjol pada fase respon dan recovery.
Seperti melakukan evakuasi, pencarian mayat, pendirian shelter-
shelter, jembatan bailey, menembus daerah isolasi, manajemen
logistik pada saat tanggap darurat.
3. PERAN MASYARAKAT (INDIVIDU/LEMBAGA) PADA SETIAP
FASE SMB:

Untuk mengurangi, mencegah dan menanggulangi bencana yang


mungkin terjadi atau berulang, masyarakat yang tinggal di daerah rawan
bencana perlu melakukan pengurangan resiko bencana atau manajemen
resiko. Pengurangan Resiko Bencana dimaknai sebagai sebuah proses
pemberdayaan komunitas melalui pengalaman mengatasi dan
menghadapi bencana yang berfokus pada kegiatan partisipatif untuk
melakukan kajian, perencanaan, pengorganisasian kelompok
masyarakat, serta pelibatan dan aksi dari berbagai pemangku
kepentingan, dalam menanggulangi bencana sebelum, saat dan sesudah
terjadi bencana. Tujuan agar komunitas mampu mengelola resiko,
mengurangi, maupun memulihkan diri dari dampak bencana tampa
ketergantungan dari pihak luar.

a. Mitigasi
Masyarakat berperan aktif menciptakan lingkungan yang aman
dari bencana. Contohnya:
1) Membangun rumah yang sesuai standar ketahan gempa;
2) Adanya kesadaran masyarakat untuk tidak tinggal di daerah
yang rawan bencana.
3) Masyarakat memahami dengan baik safety rule yang sudah
diprogram oleh pemerintah
b. Preparedness
1) Mengikuti kegiatan drill dan pelatihan-pelatihan penguatan
kapasitas kebencanaan.
2) Terlibat aktif dalam pembuatan jalur evakuasi.
c. Response
Masyarakat sebagai relawan donatur, penyumbang tenaga dan
keahlian serta penyedia fasilitas yang diperlukan dalam
penanggulangan bencana.
1) Sebagai pemimpin dalam penanganan bencana.
2) Sebagai manajer logistik.
3) Menggerakkan elemen lokal dalam penanggulangan bencana.
d. Recovery
1) Terlibat langsung dalam rehab rekon.
2) Mendukung program pemerintah dalam rehab rekon.

Anda mungkin juga menyukai