Anda di halaman 1dari 103

BUKU PANDUAN

PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN


TA 2020/2021

Panduan bagi mahasiswa


S1 Kesehatan Masyarakat Semester 5

Tim Penyusun :
Tim Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO
SEMARANG
2021

[1]
DAFTAR ISI

Panduan Teknis
Daftar Isi ....................................................................................... 2
Pendahuluan ............................................................................... 3
Tujuan ............................................................................................ 3
Ruang Lingkup ........................................................................... 4
Peserta, Penempatan & Bobot ............................................ 5
Tahap-tahap Kegiatan ............................................................ 6
Tata Tertib ................................................................................... 8
Kepanitiaan ................................................................................. 9

Materi-materi Pembekalan

Tahapan Problem Solving Cycle ........................................... 10


Metode Penetapan Prioritas Masalah ............................. 17
Metode Mencari Penyebab Masalah ................................ 21
Epidemiologi dan Pengendalian COVID-19................... 25
Metode Pengambilan Data Kualitatif ............................... 31
Diskusi & Prinsip-prinsip Dasar Memfasilitasi ............ 51
Rencana Pelaksanaan (Penyusunan POA) .................... 88
Presentasi Dengan Efektif ...................................................... 93
Penggunaan Media Promosi Kesehatan
Yang Efektif................................................................................... 95

Lampiran ............................................................................................. 100


Sistematika Laporan Kegiatan PBL
Cover
Form Supervisi
Form Logbook

[2]
PENDAHULUAN
Sebagaimana visi Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat
Menjadi Fakultas Pilihan Utama di Bidang Pendidikan Kesehatan
yang berbasis teknologi Informasi dan berjiwa wirausaha dan
misinya untuk menyelenggarakan pendidikan kesehatan
masyarakat yang berkualitas dengan melaksanakan program
unggulan di bidang ilmu manajemen kesehatan, keselamatan
kerja dan kesehatan lingkungan industri, manajemen informasi
kesehatan, epidemiologi serta promosi kesehatan dengan
melakukan penelitian dan pengabdian dalam bidang kesehatan
masyarakat; maka perlu dilaksanakan kuliah lapangan untuk
melatih mahasiswa mengaplikasikan ilmunya di masyarakat.
Mahasiswa perlu belajar secara praktik menerapan ilmu
kesehatan masyarakat di masyarakat, khususnya dalam
pemecahan masalah-masalah kesehatan.
Mahasiswa perlu mempunyai kompetensi diantaranya mampu
mengidentifikasi masalah kesehatan, menentukan prioritas
masalah, menentukan pemecahan masalah, merencanakan dan
melaksanakan program, serta melakukan monitoring dan evaluasi
program.

TUJUAN
A. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menerapkan pengetahuan dan
keterampilan yang diaplikasikan dalam memecahkan masalah-
masalah kesehatan yang ada di masyarakat.

[3]
B. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu melakukan identifikasi masalah
kesehatan.
2. Mahasiswa mampu menentukan prioritas masalah.
3. Mahasiswa mampu mengidentifikasi penyebab masalah.
4. Mahasiswa mampu mengidentifikasi dan menentukan
pemecahan masalah.
5. Mahasiswa mampu merencanakan program pemecahan
masalah.
6. Mahasiswa mampu melaksanakan program pemecahan
masalah.
7. Mahasiswa mampu melakukan monitoring dan evaluasi
program.

RUANG LINGKUP
A. Lingkup Masalah
Diagnosis dan pemecahan masalah dibatasi pada bidang
kesehatan masyarakat, terutama yang berkaitan dengan
peminatan (manajemen kesehatan, epidemiologi, sistem
informasi kesehatan, keselamatan kerja dan kesehatan
lingkungan industri, promosi kesehatan, serta gizi)
B. Lingkup Kegiatan
Kegiatan dibatasi pada identifikasi masalah kesehatan,
penentuan prioritas masalah, identifikasi penyebab masalah,
identifikasi pemecahan masalah, penentuan prioritas
pemecahan masalah, perencanaan program pemecahan
masalah, pelaksanaan program pemecahan masalah,
pelaksanaan monitoring dan evaluasi program.

[4]
C. Lingkup Lokasi
Lokasi yang akan digunakan dalam kegiatan PBL daring kali ini
adalah tempat tinggal mahasiswa peserta PBL masing-masing,
dengan lingkup wilayah di tingkat Dawis atau RT

D. Lingkup Waktu

Kegiatan TM TM TM TM TM TM TM TM TM 15 16
1-5 6 8 9 10 11 12 13 14
Persiapan
Pembekalan
Lapangan
Pengumpulan
Laporan
Ujian
Pengumpulan
laporan akhir

Catatan:
- Pembekalan (Konsep PBL, MP-ODK dan MMD)

PESERTA, PENEMPATAN & BOBOT


Peserta yang mengikuti kegiatan PBL adalah mahasiswa aktif
semester 5 atau lebih program studi sarjana kesehatan
masyarakat universitas dian nuswatoro. Kegiatan PBL tahun
ajaran 2020/2021 dilaksanakan secara daring dan
menggunakan sistem pelaporan individu
Aspek Penilaian:
Pembekalan 10%
Keaktifan 20%
Presentasi 50%
Laporan 20%
Bobot : 3 SKS

[5]
TAHAP-TAHAP KEGIATAN
A. Tahapan di Lapangan
a. Lapangan (Identifikasi masalah, Penyebab, Prioritas,
POA, Intervensi, Evaluasi)
Masalah (Faktor Risiko) : Faktor Sikap, Perilaku,
Persepsi, Kepercayaan, Sarana Prasarana, Dukungan
Keluarga dan Dukungan Tokoh Masyarakat yang terkait
COVID-19
Identifikasi masalah, penyebab, dan potensi :
Wawancara/ Group discussion dengan FKK, Kader, RT,
RW, Tokoh masyarakat setempat.
Prioritas dan POA: MMD (Musyawarah Masyarakat
Desa) mengundang stakeholder di tingkat RW.
Intervensi : minimal 1 kegiatan per kelompok, semakin
banyak semakin baik.
Evaluasi: Ukur capaian output dengan tepat.
b. Supervisi : Dilakukan oleh dosbing untuk memantau
perkembangan mahasiswa di kelompok yang
dibimbingnya. Dosen dapat melakukan supervisi di
posko yang disediakan oleh kelurahan. Bimbingan
dilakukan secara daring menggunakan media online pada
saat jam kerja, untuk diluar jam kerja maksimal pukul
20.00 WIB melalui telepon pintar. Jika terdapat kondisi
darurat silakan menghubungi koordinator PBL
(Muhammad Iqbal, SKM., MKM).
c. Logbook : Mahasiswa harus memiliki Logbook berisi
kegiatan yang dilakukan.
Contoh logbook
Tanggal Kegiatan Paraf Key
Person
4 Des Wawancara FKK tentang …… Ketua FKK
Hasil: ……. Pekunden
Peserta: Ibu Darmi (Ketua FKK), STEMPEL

(BU Asih, Bu Yati) Kader COVID-


19 di RT II. Darmi
6 Des dst

[6]
B. LAPORAN
Sistematika
1. Halaman Judul
2. Lembar Pengesahan
3. Kata Pengantar
4. Daftar Isi
5. Gambaran Umum Wilayah
6. Tahapan Pemecahan Masalah
a. Identifikasi Masalah dan penyebab
b. Identifikasi Potensi wilayah
c. Gambaran Musyawarah Masyarakat Desa (MMD)
a. Metode Prioritas masalah
b. POA (Plan of Action)
d. Implementasi/ intervensi
e. Evaluasi
7. Kesimpulan dan Saran
8. Daftar Pustaka
Petunjuk umum:
1. Laporan dibuat oleh tiap kelompok sebanyak 1 laporan
(hardcopy dan softcopy)
2. Untuk bahan ujian: Laporan kelompok dijepit klip binder
hitam (tanpa jilid) dan File PPT diemail kepada
koordinator PBL muhammadiqbal@dsn.dinus.ac.id
Nama File: ppt_kelompok_1
3. Format laporan menggunakan huruf Arial 11, spasi 1.15,
kertas A4, jarak pengetikan 4 cm dari samping kiri, 3 cm
dari samping kanan, 3 cm dari batas atas, dan 3 cm dari
batas bawah.
4. Setelah direvisi dan mendapat persetujuan Dosen
Pembimbing, Penguji dan Ketua RT setempat, laporan
dijilid ring putih, sampul warna hijau tua dengan mika
plastik. Softcopy laporan kelompok dalam bentuk PDF
[7]
diemail kepada koordinator PBL
muhammadiqbal@dsn.dinus.ac.id Nama File:
Final_report_kelompok_1
5. Daftar Pustaka menggunakan tipe Van Couver, Spasi 1
6. Lampiran Foto maksimal 2 halaman (lampirkan foto
kegiatan bukan foto selfie)
7. Korwil mengkompilasi foto dokumentasi kelompok yang
berada di bawah koordinasinya dan diserahkan kepada
koordinator PBL 1.

TATA TERTIB
a. Pakaian Mahasiswa dan Sopan Santun Selama PBL
1. Wajib menjaga nama baik almamater.
2. Wajib menjaga sopan santun, dan mematuhi aturan/ tata
tertib yang berlaku di lokasi
3. Wajib memakai jaket almamater dan memakai tanda
pengenal.
4. Wajib mengenakan pakaian rapi dan sopan, tidak
diperkenankan memakai kaos atau baju tidur.
5. Dilarang keras mengajak teman atau pacar ikut kegiatan PBL
6. Jika terdapat pungutan liar selama praktek di lapangan,
segera menginformasikan kepada koordinator lapangan.
b. Buku Panduan
1. Semua peserta PBL wajib memiliki dan memahami buku
panduan.
2. Apabila, terdapat kesalahan dan hal yang belum tercatat
dalam buku panduan PBL ini maka akan dilakukan
perbaikan dan disampaikan kemudian.

[8]
KEPANITIAAN
Pengarah : Dekan, Sekretaris Dekan
Penanggung jawab : Ka.Prodi S1 Kesehatan Masyarakat
Koordinator PBL : Muhammad Iqbal, SKM., MKM
Sekretaris : Ratri Ismaningtyas, A.Md
Bendahara : Ririn Nurmadhani, M.Kes
Pemateri :
1. Kismi Mubarokah, S.KM, M.Kes
2. Yusthin M Manglapy, M.Kes (Epid)
3. Muhammad Iqbal, SKM., MKM
4. Ririn Nurmadhani, M.Kes
5. Sri Handayani, SKM., M.Kes

[9]
TAHAPAN PROBLEM SOLVING CYCLE
DALAM PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN (PBL)

Problem Solving Cycle (Siklus Pemecahan Masalah) adalah


serangkaian kegiatan terus menerus dalam rangka pemecahan
masalah.
Tahap Problem Soving Cycle dalam kegiatan PBL:

Analisa Situasi

Identifikasi
Evaluasi masalah*
Implementasi

Identifikasi
penyebab
Implementasi Masalah*

Penyusunan POA Menetapkan


tujuan

Prioritas Identifikasi
pemecahan potensi wilayah*
masalah
Alternatif
pemecahan
masalah

Musyawarah Masyarakat
Desa (MMD)

*Teknik yang digunakan:


- Kajian dokumen : Data monografi, data puskesmas
- Wawancara dengan key person
- FGD dengan tokoh masyarakat

[10]
Matrik Tahapan Problem Solving Cycle

Tahapan Tool dan Pengertian dan cara


instrument mengerjakan
Analisis Data Mempergunakan data situasi
situasi kesehatan , data laporan tugas
integrasi pemberdayaan
masyarakat
Trend Memepergunakan data 3 tahun
terakhir untuk memahami
kecenderungan situasi kesehatan
Forecast Proyeksi situasi kesehatan 5-10
tahun yang akan datang bila upaya
kesehatan tetap sama.
Program Masukan dari hasil program tahun
lalu lalu/sebelumnya (data surveilans,
data pemantauan dll)
Identifikasi Kesenjangan Pernyataan perbedaan harapan
masalah dengan kenyataan secara kuantitatif
dan atau kualitatif
5W + 1 H Ruang lingkup masalah yang jelas
menyangkut Orang, Tempat dan
Waktu
4M Ruang lingkup masalah yang
lengkap dari sudut pandang input/
masukan manajemen kesehatan
Prioritas Skoring Pembobotan masalah dengan teknik
Masalah tertentu
Indikator Ukuran dalam pembobotan masalah
yang disepakati para anggota tim
perencana
Analisis Teknik Mempergunakan salah satu atau
Penyebab Analisis lebih teknik analisis penyebab
Masalah penyebab masalah seperti diagram fishbone
masalah ishikawa, root cause analisis godart,
HL Blum atau berbagai analisis

[11]
sebab masalah lainnya yang di
pahami secara utuh
Penetapan Specific Tujuan yang jelas dan khusus
Tujuan hendak mencapai target atau
sasaran tertentu
Measurable Capaian sasaran dapat di ukur
hasilnya
Achievable Sasaran dapat dicapai secara nyata
Rational Batasan waktu yang masuk akal
Time Bound
Alternatif Kreatif Pemecahan masalah lama
Pemecahan mempergunakan cara-cara baru
Masalah untuk mencapai hasil lebih baik
Inovatif Mengembangkan berbagai cara baru
dalam menghadapi permasalahan
baru yang dihadapi
Pemecahan Cost Menghitung aspek biaya untuk
masalah setiap kegiatan yang ditujukan
untuk memecahkan masalah
Effectiveness Jumlah data/ produk yang dapat
dicapai oleh tiap kegiatan dengan
biaya tertentu
Plan Of Ghant-Chart Sajian rencana pelaksanaan (POA)
Action atau lainnya dalam bentuk chart yang
(POA) menampung kegiatan dan jadwal
kerja
Sumber : Nizar M, 2010
Ada 3 cara pendekatan yang dilakukan dalam mengidentifikasi
masalah kesehatan, yakni:
a. Pendekatan logis.
Secara logis, identifikasi masalah kesehatan dilakukan
dengan mengukur mortalitas, morbiditas dan cacat yang
timbul dari penyakit-penyakit yang ada dalam masyarakat.

[12]
b. Pendekatan Pragmatis
Pada umumnya setiap orang ingin bebas dari rasa sakit dan
rasa tidak aman yang ditimbulkan penyakit/kecelakaan.
Dengan demikian ukuran pragmatis suatu masalah
gangguan kesehatan adalah gambaran upaya masyarakat
untuk memperoleh pengobatan, misalnya jumlah orangyang
datang berobat ke suatu fasilitas kesehatan.
c. Pendekatan Politis
Dalam pendekatan ini, masalah kesehatan diukur atas dasar
pendapat orang-orang penting dalam suatu msyarakat
(pemerintah atau tokoh-tokoh masyarakat).

Teknik Pemecahan Masalah dan Pembuantan Keputusan


Kelompok
No Langkah Teknik Pendekatan
dalam proses
1 Identifikasi Brainstorming  Epidemiologi
masalah Pendapat pakar  Tersedianya
Pendekatan system Sumber Daya
Model masalah Teknologi
Flow Chart  Pendekatan
Data dan Fakta lingkungan
Wawancara Pendekatan
system
Pendekatan
statistic
Pendekatan
pakar
2 Penetapan Brainstorming,
Prioritas Voting, NGT,
Masalah Prioritas Matrik,
MCUA, Metode
[13]
Delbeg, Hanlon,
PEARL, USG
3 Mencari Brainstorming
Penyebab- Pendapat pakar
penyebab Fishbone
masalah Flow Chart
4 Menetapkan Pengelompokan
penyebab masalah
utama yang Diagram pohon
paling Pendekatan system
mungkin Model masalah
Voting/multivoting
Berdasarkan data
dan fakta
Wawancara
Sumber :Hadisaputo Soeharyo, 2011

1. Identifikasi masalah dalam PBL:


Masalah (dalam PBL) adalah apakah hasil kegiatan intervensi
tugas kuliah integrasi pemberdayaan masayarakat mampu
mengatasi masalah yang ada saat ini.
a. Melakukan kajian dokumen.
Mahasiswa mengidentifikasi laporan tugas integrasi mata
kuliah pemberdayaan masyarakat dan Manajemen
Pelatihan di semester 5 dan data kesehatan.
b. Melakukan pengumpulan data sekunder penunjang
inventarisasi masalah (pra lapangan)
Mahasiswa mengumpulkan informasi pendukung dalam
mengidentifikasi masalah, misalnya:
 Informasi Status Kesehatan (data 10 besar penyakit di
Puskesmas minimal 3 tahun terakhir, Laporan
Imunisasi, Laporan bulanan kasus penyakit menular,
[14]
Laporan pelaksanaan Laporan MTBS, data kematian,
data kesehatan lingkungan, dll)
 Informasi Pelayanan/upaya kesehatan (data layanan
puskesmas, posyandu, sumber daya kesehatan, dll )
 Informasi Kependudukan (informasi terkait
kependudukan di RT setempat)
c. Mengumpulkan informasi penunjang lainnya secara
kualitatif, misalnya :
 Wawancara mendalam dengan key person, misalnya:
dengan Perangkat kelurahan, ketua RT, RW, Bidan
Pembina wilayah, Ketua FKD (forum Kesehatan Desa),
Sanitarian puskesmas, petugas P2M, penyuluh KB,
bidan desa, Kader Kesehatan, Ketua PKK, TOMA, dll
sesuai dengan kebutuhan dari hasil kajian dokumen.
Output tahap ini:
a. Mahasiswa mampu melakukan update masalah-masalah di
lapangan
b. Mahasiswa mampu mengidentifikasi potensi yang dimiliki
masyarakat untuk membantu dalam mengatasi masalah.

2. Identifikasi Penyebab Masalah


Output tahap ini: Mahasiswa mampu mengidentifikasi
penyebab masalah dengan memfasilitasi masyarakat dalam
mengidentifikasi penyebab masalah melalui Musyawarah
Masyarakat Desa (MMD) di tingkat Dukuh.
3. Menetapkan Tujuan
Output tahap ini: Mahasiswa mampu menetapkan tujuan
bersama masyarakat menggunakan teknik fasilitasi dalam
forum Musyawarah Masyarakat Desa (MMD).
4. Identifikasi Potensi Wilayah

[15]
Output tahap ini: Mahasiswa mampu mengidentifikasi potensi
wilayah bersama masyarakat menggunakan teknik fasilitasi
dalam forum Musyawarah Masyarakat Desa (MMD).
5. Alternatif Pemecahan Masalah
Alternatif pemecahan masalah kesehatan dapat berupa fisik
ataupun non fisik. Dalam melakukan pemecahan masalah
kesehatan sebaiknya mempertimbangkan potensi masyarakat
yang dapat diberdayakan, untuk menjamin keberlangsungan
program/kegiatan.
Point alternatif pemecahan masalah untuk setiap masalah
kesehatan di masyarakat baiknya dirapatkan/diskusikan di
tingkat dukuh beserta masyarakat
Output tahap ini: Mahasiswa mampu mengidentifikasi
alternative pemecahan masalah bersama masyarakat
menggunakan teknik fasilitasi dalam forum Musyawarah
Masyarakat Desa (MMD).
6. Prioritas Pemecahan Masalah
Output tahap ini: Mahasiswa mampu menetapkan prioritas
masalah bersama masyarakat menggunakan teknik fasilitasi
dalam forum Musyawarah Masyarakat Desa (MMD).
7. Penyusunan POA (Plan Of Action)
Output tahap ini: Mahasiswa mampu menyusun POA bersama
masyarakat menggunakan teknik fasilitasi dalam forum
Musyawarah Masyarakat Desa (MMD).
8. Implementasi
Ouput tahap ini: Mahasiswa melakukan implementasi
intervensi masalah sesuai dengan POA yang disepakati
bersama masyarakat.
9. Evaluasi Implementasi
Evaluasi program adalah suatu upaya untuk mengetahui
sejauh mana tingkat keberhasilan suatu program yang
kemudian hasil dari evaluasi ini dapat digunakan oleh

[16]
pembuat kebijakan (Decision maker) dalam mengambil
keputusan apakah program tersebut sudah tepat dan masih
pantas untuk dilanjutkan atau masih kurang, sehingga perlu
adanya revisi, atau bahkan dihentikan.
Output tahap ini: Mahasiswa mampu melakukan pengukuran
evaluasi (input, proses dan atau output) untuk melihat
dampak intervensi terhadap penyelesaian masalah kesehatan.

METODE PENETAPAN PRIORITAS MASALAH

Metode Delbeq

Metode Delbecq adalah metode kualitatif dimana prioritas


masalah penyakit ditentukan secara kualitatif oleh panel expert.
Caranya sekelompok pakar diberi informasi tentang masalah
penyakit yang perlu ditetapkan prioritasnya termasuk data
kuantitatif yang ada untuk masing-masing penyakit tersebut.
Dalam penentuan prioritas masalah kesehatan di suatu wilayah
pada dasarnya kelompok pakar melalui langkah-langkah:
(1) penetapan kriteria yang disepakati bersama oleh para pakar,
(2) memberi bobot masalah,
(3) menentukan skoring
(4) menuliskan urutan prioritas masalah dalam kertas tertutup
dan melakukan semacam perhitungan suara
(5) hasil perhitungan disampaikan kembali kepada para pakar
dan setelah itu dilakukan penilaian ulang oleh para expert
dengan cara yang sama. Diharapkan dalam pehitungan ulang
ini akan terjadi kesamaan/ konvergensi pendapat, sehingga
akhirnya diperoleh suatu konsensus tentang penyakit atau
masalah mana yang perlu diprioritaskan.

[17]
Jadi, metode ini sebetulnya adalah suatu mekanisme untuk
mencapai suatu konsensus tentang penyakit atau masalah mana
yang perlu diprioritaskan. Jadi metode ini sebetulnya suatu
mekanisme untuk mencapai suatu konsensus.
Kelemahan cara ini adalah sifatnya yang lebih kualitatif
dibandingkan dengan metode matematik. Juga dipertanyakan
kriteria penentuan pakar untuk terlibat dalam penilaian tertutup
tersebut. Kelebihannya adalah mudah dan dapat dilakukan
dengan cepat penilaian prioritas secara tertutup dilakukan untuk
memberi kebebasan kepada masing-masing pakar untuk member
nilai, tanpa terpengaruh oleh hirarki hubungan yang mungkin ada
antara para pakar tersebut.
Contoh metode delbecq dapat dituangkan dalam matriks
dibawah ini:

Metode MCUA

Penggunaan metode Multiple Criteria Utility Assessment


(MCUA) adalah berupa sebuah tabel yang berisi (pada baris atau
horizontal) berisi kriteria dan jumlah total untuk
memprioritaskan masalah. Sedangkan kolom atau vertikal berisi
nilai, bobot, jenis penyakit serta kolom dikalikan bobot.
[18]
Keputusan mendapatkan prioritas utama permasalahan. Kriteria
yang digunakan dalam memilih prioritas masalah kesehatan yang
ada meliputi:

1. Kegawatan (semakin gawat suatu masalah kesehatan maka


nilai bobotnyasemakin tinggi).
2. Besar/ jumlah (semakin banyak yang menderita akibat
karena suatumasalah kesehatan maka nilai bobotnya
semakin tinggi).
3. Tren (semakin sering suatu masalah kesehatan muncul, nilai
bobotnyasemakin tinggi).

Basic Priority Rating, MCUA dengan menggunakan langkah-


langkah sebagai berikut:

a. Membuat tabel MCUA yang terdiri dari kolom nomor,


kolom kriteria, kolom bobot, dan kolom masalah
b. Kriteria dan bobot diletakkan pada baris, masalah
diletakkan pada kolom
c. Kriteria diberi bobot sesuai seberapa pentingnya kriteria
tersebut dibanding kriteria yang lain
d. Tiap masalah diberi nilai dibanding dengan masalah lain
terhadap kriteria yang sama
e. Nilai setiap masalah merupakan hasil konsensus semua
anggota tim
f. Nilai dikalikan dengan bobot kriteria adalah skor
g. Jumlah skor terbanyak merupakan masalah yang
diprioritaskan
h. Kriteria ditentukan berdasarkan beberapa faktor, antara
lain banyaknya orangyang dirugikan, tidak dipenuhinya
harapan pelanggan, kemampuan mengatasimasalah, dan
faktor politis

[19]
Contoh pengisian tabel MCUA adalah sebagai berikut:

Hanlon Kualitatif

Metode Hanlon (Kualitatif) ini lebih efektif dipergunakan


untukmasalah yang bersifat kualitatif dan data atau informasi
yang tersediapun bersifat kualitatif misalkan peran serta
masyarakat, kerja sama lintasprogram, kerja sama lintas sektor
dan motivasi staf. Prinsip utama dalam metode ini adalah
membandingkan pentingnya masalah yang satu dengan yang
lainnya dengan cara “matching”. Langkah-langkah metode ini
adalah sebagai berikut:
a. Membuat matriks masalah
b. Menuliskan semua masalah yang berhasil dikumpulkan
pada sumbu vertikal dan horisontal.
c. Membandingkan (matching) antara masalah yang satu
dengan yang lainnya pada sisi kanan diagonal dengan
memberi tanda (+) bila masalah lebih penting dan
memberi tanda (-) bila masalah kurang penting.

[20]
d. Menjumlahkan tanda (+) secara horisontal dan masukan
pada kotaktotal (+) horisontal.
e. Menjumlahkan tanda (-) secara vertikal dan masukan
pada kotak total (-) vertikal.
f. Pindahkan hasil penjumlahan pada total (-) horisontal di
bawah kotak (-) vertikal.
g. Jumlah hasil vertikal dan horisontal dan masukan pada
kotak total.
h. Hasil penjumlahan pada kotak total yang mempunyai
nilai tertinggi adalah urutan prioritas masalah

Contoh pengisian tabel Hanlon Kualitatif adalah sebagai


berikut:

METODE MENCARI PENYEBAB MASALAH

Metode Fishbone

Fishbone analisis merupakan alat sistematis yang


menganalisis persoalan dan faktor-faktor yang menimbulkan
persoalan tersebut. Fishbone analysis atau fishbone diagram ini
menampilkan keadaan dengan melihat efek dan sebab-sebab yang
berkontribusi pada efek tersebut.Adapun langkah-langkah dalam
menyususn diagram fishbone adalah sebagai berikut:

[21]
a. Dapatkan kesepakatan tentang masalah yang terjadi dan
diungkapkan masalah itu sebagai suatu pertanyaan
masalah (problem question).
b. Bangkitkan sekumpulan penyebab yang mungkin, dengan
menggunakan teknik brainstorming atau membentuk
anggota tim yang memiliki ide-ide berkaitan dengan
masalah yang sedang dihadapi.
c. Gambarkan diagram dengan pertanyaan masalah
ditempatkan pada sisi kanan (membentuk kepala ikan)
dan kategori utama seperti: material, metode, manusia,
mesin, pengukuran dan lingkungan ditempatkan pada
cabang-cabang utama (membentuk tulang-tulang
besar dari ikan). Kategori utama ini bisa diubah
sesuai dengan kebutuhan.
d. Tetapkan setiap penyebab dalam kategori utama yang
sesuai dengan menempatkan pada cabang yang sesusai.
e. Untuk setiap penyebab yang mungkin, tanyakan
”mengapa?” untuk menemukan akar penyebab, kemudian
daftarkan akar-akar penyebab masalah itu pada cabang-
cabang yang sesuai dengan kategori utama (membentuk
tulang-tulang kecil dari ikan). Interpretasikan diagram
sebab akibat itu dengan melihat penyebab-penyebab
yang muncul secara berulang, kemudian dapatkan
kesepakatan melalui konsensus tentang penyebab itu.
Selanjutnya fokuskan perhatian pada penyebab yang
dipilih melalui consensus itu.
f. Terapkan hasil analisis dengan menggunakan diagram
sebab-akibat itu dengan cara mengembangkan dan
mengimplementasikan tindakan korektif, serta
memonitor hasil-hasil untuk menjamin bahwa tindakan
korektif yang dilakukan itu efektif karena telah
menghilangkan penyebab dari masalah yang dihadapi.

[22]
Berikut adalah contoh gambar diagram fishbone:

Metode Pohon Masalah


Analisis Pohon masalah merupakan analisa yang
menunjukkan masalah serta akar akibatnya, yang berarti
menunjukkan keadaan sebenarnya atau situasi yang tidak
diharapkan. Analisis pohon masalah membantu untuk
menemukan solusi dengan memetakan sebab dan akibat disekitar
masalah utama untuk membentuk pola pikir, tetapi dengan lebih
terstruktur.
Metode pohon masalah adalah metode perencanaan
berdasarkan kebutuhan. Analisis pohon masalah diikuti dengan
perencanaan proyek yang aktual. Secara teknis, pembuatan
pohon masalah terbagi menjadi dua yakni 1) identifikasi dan
formulasi masalah; 2) Menyusun hubungan sebab akibat.
Langkah-langkah melakukan analisis masalah :
a. Identifikasi masalah utama, berdasarkan informasi
yang tersedia. Tujuan dari langkah ini adalah untuk
menjamin semua aspek proyek pada suatu daerah tidak
sama dengan proyek yang baru. Alat untuk mengumpulkan
data adalah brainstorming dengan para stakeholder,
pemetaan komunitas, mengumpulkan komentar penduduk
[23]
tentang fasilitas. Pada tingkatan tertentu, sumber lain untuk
mengumpulkan informasi didapat dari pusat kesehatan,
pemerintah setempat serta NGO.
b. Pilih salah satu masalah utama untuk dianalisis setelah
mengidentifikasi seluruh masalah yang ada, tentukan
masalah yang merupakan inti dari masalah yang menjadi
target pada proyek. Yang dicoba diselesaikan dengan
mengimplementasikan proyek. Pemilihan inti masalah harus
dikomunikasikan dengan stakeholder.
c. Identifikasi sebab langsung dari masalah utama dan
menyusun pohon masalah memiliki identifikasi merupakan
poin awal untuk menganalisis masalah, kita mengetahui inti
untuk membangun pohon masalah. Langkah ini dilakukan
untuk mengetahui semua sebab langsung dari inti masalah.
d. Identifikasi akibat langsung dari inti masalah dan buat
dalam pohon masalah pada tahap ini, kita melihat akibat
dari masalah.
e. langkah terakhir adalah meninjau kembali pohon masalah
untuk memastikan sudah valid dan lengkap. Pohon tersebut
harus terlihat dan memberikan logika dari hubungan sebab
dan akibat.
Berikut adalah contoh diagram pohon masalah:

[24]
Epidemiologi dan Pengendalian Covid-19

Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) merupakan penyakit


menular yang disebabkan oleh Coronavirus jenis baru. Penyakit
ini diawali dengan munculnya kasus pneumonia yang tidak
diketahui etiologinya di Wuhan, China pada akhir Desember
2019. Sampai saat ini, situasi COVID-19 di tingkat global maupun
nasional masih dalam risiko sangat tinggi. Selama pengembangan
vaksin masih dalam proses, dunia dihadapkan pada kenyataan
untuk mempersiapkan diri hidup berdampingan dengan COVID-
19.
Indonesia melaporkan kasus pertama COVID-19 pada
tanggal 2 Maret 2020 dan jumlahnya terus bertambah hingga
sekarang. Sampai dengan tanggal 30 Juni 2020 Kementerian
Kesehatan melaporkan 56.385 kasus konfirmasi COVID-19
dengan 2.875 kasus meninggal (CFR 5,1%) yang tersebar di 34
provinsi. Sebanyak 51,5% kasus terjadi pada laki-laki. Kasus
paling banyak terjadi pada rentang usia 45-54 tahun dan paling
sedikit terjadi pada usia 0-5 tahun. Angka kematian tertinggi
ditemukan pada pasien dengan usia 55-64 tahun.

[25]
Etiologi

Penyebab COVID-19 adalah virus yang tergolong dalam


family coronavirus. Coronavirus merupakan virus RNA strain
tunggal positif, berkapsul dan tidak bersegmen. Terdapat 4
struktur protein utama pada Coronavirus yaitu: protein N
(nukleokapsid), glikoprotein M (membran), glikoprotein spike S
(spike), protein E (selubung). Coronavirus tergolong ordo
Nidovirales, keluarga Coronaviridae. Coronavirus ini dapat
menyebabkan penyakit pada hewan atau manusia. Terdapat 4
genus yaitu alphacoronavirus, betacoronavirus,
gammacoronavirus, dan deltacoronavirus.
Coronavirus yang menjadi etiologi COVID-19 termasuk
dalam genus betacoronavirus, umumnya berbentuk bundar
dengan beberapa pleomorfik, dan berdiameter 60-140 nm. Hasil
analisis filogenetik menunjukkan bahwa virus ini masuk dalam
subgenus yang sama dengan coronavirus yang menyebabkan
wabah SARS pada 2002-2004 silam, yaitu Sarbecovirus. Atas
dasar ini, International Committee on Taxonomy of Viruses
(ICTV) memberikan nama penyebab COVID-19 sebagai SARS-
CoV-2.
Belum dipastikan berapa lama virus penyebab COVID-19
bertahan di atas permukaan, tetapi perilaku virus ini menyerupai
jenis-jenis coronavirus lainnya. Lamanya coronavirus bertahan
mungkin dipengaruhi kondisi-kondisi yang berbeda (seperti jenis

[26]
permukaan, suhu atau kelembapan lingkungan). Penelitian
menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 dapat bertahan selama 72 jam
pada permukaan plastik dan stainless steel, kurang dari 4 jam
pada tembaga dan kurang dari 24 jam pada kardus. Seperti virus
corona lain, SARS-COV-2 sensitif terhadap sinar ultraviolet dan
panas.
Cara Penularan

Coronavirus merupakan zoonosis (ditularkan antara hewan


dan manusia). Penelitian menyebutkan bahwa SARS
ditransmisikan dari kucing luwak (civet cats) ke manusia dan
MERS dari unta ke manusia. Adapun, hewan yang menjadi sumber
penularan COVID-19 ini masih belum diketahui. Masa inkubasi
COVID-19 rata-rata 5-6 hari, dengan range antara 1 dan 14 hari
namun dapat mencapai 14 hari. Risiko penularan tertinggi
diperoleh di hari-hari pertama penyakit disebabkan oleh
konsentrasi virus pada sekret yang tinggi.
Orang yang terinfeksi dapat langsung dapat menularkan
sampai dengan 48 jam sebelum onset gejala (presimptomatik)
dan sampai dengan 14 hari setelah onset gejala. Sebuah studi Du Z
et. al, (2020) melaporkan bahwa 12,6% menunjukkan penularan
presimptomatik. Penting untuk mengetahui periode
presimptomatik karena memungkinkan virus menyebar melalui
droplet atau kontak dengan benda yang terkontaminasi. Sebagai
tambahan, bahwa terdapat kasus konfirmasi yang tidak bergejala

[27]
(asimptomatik), meskipun risiko penularan sangat rendah akan
tetapi masih ada kemungkinan kecil untuk terjadi penularan.
Berdasarkan studi epidemiologi dan virologi saat ini
membuktikan bahwa COVID-19 utamanya ditularkan dari orang
yang bergejala (simptomatik) ke orang lain yang berada jarak
dekat melalui droplet. Droplet merupakan partikel berisi air
dengan diameter >5-10 µm. Penularan droplet terjadi ketika
seseorang berada pada jarak dekat (dalam 1 meter) dengan
seseorang yang memiliki gejala pernapasan (misalnya, batuk atau
bersin) sehingga droplet berisiko mengenai mukosa (mulut dan
hidung) atau konjungtiva (mata). Penularan juga dapat terjadi
melalui benda dan permukaan yang terkontaminasi droplet di
sekitar orang yang terinfeksi. Oleh karena itu, penularan virus
COVID-19 dapat terjadi melalui kontak langsung dengan orang
yang terinfeksi dan kontak tidak langsung dengan permukaan
atau benda yang digunakan pada orang yang terinfeksi (misalnya,
stetoskop atau termometer).

Manifestasi Klinis

Gejala-gejala yang dialami biasanya bersifat ringan dan


muncul secara bertahap. Beberapa orang yang terinfeksi tidak
menunjukkan gejala apapun dan tetap merasa sehat. Gejala
COVID-19 yang paling umum adalah demam, rasa lelah, dan batuk
kering. Beberapa pasien mungkin mengalami rasa nyeri dan sakit,

[28]
hidung tersumbat, pilek, nyeri kepala, konjungtivitis, sakit
tenggorokan, diare, hilang penciuman dan pembauan atau ruam
kulit. Menurut data dari negara-negara yang terkena dampak
awal pandemi, 40% kasus akan mengalami penyakit ringan, 40%
akan mengalami penyakit sedang termasuk pneumonia, 15%
kasus akan mengalami penyakit parah, dan 5% kasus akan
mengalami kondisi kritis. Pasien dengan gejala ringan dilaporkan
sembuh setelah 1 minggu. Pada kasus berat akan mengalami
Acute
Respiratory Distress Syndrome (ARDS), sepsis dan syok
septik, gagal multiorgan, termasuk gagal ginjal atau gagal jantung
akut hingga berakibat kematian. Orang lanjut usia (lansia) dan
orang dengan kondisi medis yang sudah ada sebelumnya seperti
tekanan darah tinggi, gangguan jantung dan paru, diabetes dan
kanker berisiko lebih besar mengalami keparahan

Diagnosis

WHO merekomendasikan pemeriksaan molekuler untuk


seluruh pasien yang terduga terinfeksi COVID-19. Metode yang
dianjurkan adalah metode deteksi molekuler/NAAT (Nucleic Acid
Amplification Test) seperti pemeriksaan RTPCR.

[29]
Pustaka
1. www.kemkes.go.id
2. https://covid19.go.id
3. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disesase
(Covid-19)

[30]
METODE PENGAMBILAN DATA KUALITATIF

Selama ini dalam dunia penelitian kita mengenal bahwa


data dapat digolongkan menjadi 2 macam, yaitu data kualitatif
dan data kuantitatif. Pada PBL kali ini, pelaksanaannya
berdasarkan data kuantitatif dari PBL tahun sebelumnya, yang
kemudian di-update dan dipertajam dengan data kulitatif. Oleh
karenanya, pada panduan PBL kali ini akan dibahas mengenai
teknik pengambilan data kualitatif berikut pengolahan dan
analisis sederhana. Adapun teknik-teknik yang akan dibahas
adalah teknik kajian dokumen, observasi, wawancara mendalam
(indepth interview) dan diskusi kelompok terarah (focused group
discussion).
Dalam kegiatan PBL, pada tahap klarifikasi masalah dan
penyebab masalah, dilakukan survey masyarakat dengan
menggunakan keempat teknik tersebut. Mahasiswa harus
membuat catatan yang merupakan hasil dari setiap teknik yang
dilakukan. Misalnya, kelompok melakukan observasi, kajian
dokumen dan wawancara mendalam. Maka kelompok harus
mendokumentasikan catatan observasi/ pengamatan, catatan
dokumentasi, dan transkrip wawancara. Setiap kelompok
diharuskan melakukan ketiga teknik pengumpulan data tersebut,
dan FGD hanya dilakukan bila dianggap perlu.

A. Teknik Kajian dokumen


Salah satu teknik pengumpulan data penelitian kualitatif
dengan analisis dokumen atau studi documenter. Kajian dokumen
penting, karena banyak sekali data-data yang tersimpan dalam
bentuk dokumen dan artefak, sehingga penggalian sumber data
lewat studi dokumen menjadi pelengkap bagi proses penelitian
kualitatif. Bahkan Guba seperti dikutip oleh Bungin (2007)
menyatakan bahwa tingkat kredibilitas suatu hasil penelitian

[31]
kualitatif sedikit banyaknya ditentukan pula oleh penggunaan dan
pemanfaatan dokumen yang ada.
Studi dokumen merupakan kajian yang menitikberatkan
pada analisis atau interpretasi bahan berdasarkan konteksnya.
Teknik dokumentasi yaitu “mencari data mengenai hal atau
variabel yang berupa catatan yang terpublikasikan, transkrip,
buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda, surat-
surat, film, catatan harian, naskah, artikel, gambar (foto), dan
karya-karya monumental, termasuk aturan atau struktur yang
membuat individu (orang) tersebut memproduksi tindakan-
tindakan atau jawaban dan sejenisnya, yang semuanya itu
memberikan informasi bagi proses penelitian. Analisis dokumen
tetap mempertahankan keaslian teks yang memaknainya, karena
tujuan penelitian kualitatif adalah untuk memahami fenomena
dari sudut pandang partisipan, konteks sosial dan institusional.
Sehingga pendekatan kualitatif umumnya bersifat induktif. Studi
pustaka (berbeda dengan Tinjauan Pustaka) dilakukan dengan
mengkaji sumber tertulis seperti dokumen yang dapat
merupakan sumber primer maupun sekunder, sehingga data yang
diperoleh juga dapat bersifat primer atau sekunder.

Keuntungan penggunaan studi dokumen dalam penelitian


kualitatif, seperti:
1. Bahan dokumenter itu telah ada, telah tersedia, dan siap pakai,
sumber yang stabil.
2. Relatif murah dan tidak sukar ditemukan, hanya membutuhkan
waktu untuk mempelajarinya.
3. Berguna dan sesuai karena sifatnya yang alamiah, sesuai
konteks atau berada dalam konteks, dapat memberikan latar
belakang yang lebih luas mengenai pokok penelitian.
4. Banyak yang dapat ditimba pengetahuan dari bahan itu bila
dianalisis dengan cermat, berguna bagi penelitian yang

[32]
dijalankan, memperluas pengetahuan terhadap sesuatu yang
diselidiki.
5. Berguna sebagai bukti (evident) untuk suatu pengujian
triangulasi kesesuaian data.
6. Merupakan bahan utama dalam penelitian historis.

Pengertian dokumen
Menurut Gottschalk: dokumen (dokumentasi) dalam
pengertian luas adalah setiap proses pembuktian yang didasarkan
atas jenis sumber apapun, baik bersifat tulisan, lisan, gambaran,
atau arkeologis. Burhan Bungin (2008), bahwa literatur
merupakan bahan-bahan yang diterbitkan, sedangkan
dokumenter adalah informasi yang disimpan atau
didokumentasikan sebagai bahan dokumenter. Guba dan Lincoln
(2007), dokumen dibedakan dengan record. Record adalah setiap
pernyataan tertulis yang disusun oleh seseorang/ lembaga untuk
keperluan pengujian suatu peristiwa atau menyajikan akunting.
Sedangkan dokumen adalah setiap bahan tertulis atau film, lain
dari record, yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan
seorang penyidik. Sugiyono (2007), bahwa Dokumen merupakan
catatan peristiwa yang sudah berlalu yang berbentuk tulisan,
gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang”.

Dokumen yang dikumpulkan akan digunakan sebagai dasar dan


alat penyusun bahan wawancara atau metode kualitatif yang lain,
sekaligus pendukung hasil wawancara. Mengumpulkan dan
mengkaji dokumen-dokumen yang relevan:
1. Mencari literatur yang relevan
2. Mengkaji sejumlah peraturan perundang-undangan
3. Mengkaji data lain yang mendukung pelaksanaan pekerjaan.

[33]
Macam-Macam Bahan dan Jenis Dokumen
1. Dokumen pribadi atau sumber tidak resmi, dalam bentuk
sumber formal dan sumber informal. Contoh: catatan
seseorang tentang tindakan, pengalaman, kepercayaannya.
Berupa buku harian, surat pribadi, & otobiografi, karya seni
berupa gambar, patung, film, dan lainnya.
2. Dokumen Resmi yaitu dibuat/ dikeluarkan oleh lembaga/
perorangan atas nama lembaga, dalam bentuk sumber resmi
formal dan sumber resmi informal. Dokumen intern
(pengumuman, memo, instruksi, aturan lembaga untuk
kalangan sendiri, laporan rapat, keputusan pimpinan,
konvensi). Dokumen ekstern (majalah, buletin, berita yang
disiarkan ke media massa, pemberitahuan, peraturan,
kebijakan, dokumen pemerintah dan swasta, foto, tape,
mikrofilm, disc, compact disk, data di server/ flashdisk, data
yang tersimpan di web site, dan lainnya. Temasuk informasi
sejarah, artefak, peninggalan tertulis, dan petilasan-petilasan
arkeologis.

Penggunaan Studi Dokumen dalam Penelitian Kualitatif


Data sumber bukan manusia, posisinya dapat dipandang sebagai
”nara-sumber” yang dapat menjawab pertanyaan; ”Apa tujuan
dokumen itu ditulis?; Apa latarbelakangnya?; Apa yang dapat
dikatakan dokumen itu?; Dalam keadaan apa dokumen itu
ditulis?; Untuk siapa?” dsb (Nasution, 2003; 86). Dokumen
sebagai sumber data banyak dimanfaatkan oleh para peneliti,
terutama untuk menguji, menafsirkan dan bahkan untuk
meramalkan.

Kajian Isi Dokumen (Content Analysis Document)


Cara menganalisa isi dokumen ialah memeriksa dokumen untuk
mendiskripsikan secara obyektif, sistematik, manifestasi
komunikasi yang dituangkan secara tertulis dalam bentuk
[34]
dokumen, dan menarik kesimpulan dari sebuah dokumen melalui
usaha menemukan karakteristik pesan.
Kajian dokumen dalam mengumpulkan data atau informasi
dengan cara:
1. Membaca bahan-bahan dokumen,
2. Mempelajari dokumen-dokumen tersebut, dapat mengenal
budaya dan nilai-nilai yang dianut oleh obyek yang diteliti.
3. Pengumpulan dokumen sebaiknya secara bertahap dan
berusaha mengumpulkan sebanyak mungkin dokumen. Perlu
didukung pendokumentasian, dengan foto, video, dan VCD.
Untuk memperoleh kredibilitas yang tinggi, peneliti dokumen
harus yakin bahwa naskah-naskah itu otentik. Penelitian bisa juga
untuk menggali pikiran seseorang yang tertuang di dalam buku
atau naskah-naskah yang terpublikasikan. Sugiyono (2005),
dalam pemanfaatan bahan dokumenter tidak semua dokumen
memiliki kredibilitas yang tinggi, sehingga harus selektif dan hati-
hati.
Uji kredibilitas dokumen untuk membuktikan keaslian sumber
dengan kritik ekstern dan kritik intern, yaitu:
Kritik ekstern dengan pertanyaan:
1. Apakah jejak ini ada? Yang diceritakan itu ada? Dalam bentuk
bagaimana dia menulisnya? Dapatkah mempercayai pesan di
dalam jejak ini untuk dipergunakan? Apakah benar-benar
serangkaian peristiwa-peristiwa ada? Adakah suatu rangkaian
yang kurang jelas?.
2. Apakah sumber tersebut memang sumber yang kita
kehendaki?
3. Apakah sumber tersebut palsu atau tidak, asli atau turunan,
utuh atau sudah berubah? Dengan meneliti; tanggal, materi
yang dipakai seperti tinta, pengarang, tulisan tangan, tanda
tangan, materai, jenis huruf. Kuntowijoyo (1995),
membuktikan keaslian dengan meneliti bagaimana kertasnya,

[35]
tintanya, gaya tulisannya, bahasanya, kalimatnya,
ungkapannya, kata-katanya, hurufnya, dan semua penampilan
luarnya.

Kritik intern dengan pertanyaan:


1. Apakah dokumen tersebut dapat dipercaya? Dengan
melakukan komparasi informasi yang tertuang di dalam
dokumen tersebut dengan data lain yang memiliki kesamaan
waktu, tempat peristiwa.
2. Apakah kesaksian yang diberikan oleh sumber itu kredibel/
dapat dipercaya? Dengan mengadakan penilaian intrinsik
(yang hakiki) terhadap sumber. Dimulai dengan
menentukan sifat dari sumber, lalu menyoroti pengarang
sumber tersebut. Dan komparasi dengan kesaksian dari
berbagai sumber.
B. Teknik Observasi/ Pengamatan
Lincoln dan Guba (1985) dalam A. Sonhadji K.H.,
mengklasifikasikan observasi menurut tiga cara :
1. Pengamat dapat bertindak sebagai seorang partisipan atau
non partisipan,
2. Observasi dapat dilakukan secara terus terang (overt) atau
penyamaran (covert). Walaupun secara etis dianjurkan untuk
terus terang, kecuali untuk keadaan tertentu yang
memerlukan penyamaran,
3. Observasi dapat dilakukan pada latar “alami” atau “dirancang”
(analog dengan wawancara tak struktur dan wawancara
terstruktur). Untuk observasi yang dirancang bertentangan
dengan prinsif pendekatan kualitatif, yaitu fenomena diambil
maknanya dari konteks sebanyak dari karateristik individu
yang berada dalam konteks tersebut. Oleh karena itu teknik
observasi yang kedua ini tidak dilakukan dalam penelitian
kualitatif.
[36]
Ada beberapa jenis observasi, yaitu observasi deskripsi,
observasi terfokus, dan observasi selektif.
1. Observasi Deskripsi
Menurut Spradley (1980), peneliti mulai dari observasi
deskripsi (descriptif observations) secara luas, yaitu berusaha
melukiskan secara umum situasi sosial dan apa yang terjadi di
sana. Observasi deskriptif erat hubungannya dengan
pertanyaan deskriptif. Contoh pertanyaan deskriptif
dikemukakan berikut ini :
a. Apakah terdapat tempat sampah di rumah Ibu A?
b. Bagaimana letak kandang dengan rumah Bapak B?
c. Bagaimana suasana di lingkungan sekolah C saat siswa
beristirahat?
(hasil pengamatan ini dapat lebih digali pada teknik
wawancara mendalam atau FGD)
2. Observasi Terfokus
Setelah perekamanan dan analisis data pertama, peneliti
menyempitkan pengumpulan datanya dan mulai melakukan
observasi terfokus (focused observations). Observasi terfokus
dimulai dengan pengamati obyek yang berkaitan dengan
masalah yang diambil. Contoh pertanyaan terfokus
dikemukakan berikut ini:
a.Apakah di rumah Ibu A ada penderita diare?
b. Apakah di rumah Bapak B ada yang batuk-batuk?
c. Mengapa anak Ibu D terlihat sangat kurus? Bagaimana
asupan gizinya?
Jenis pertanyaan keduanya menyangkut sembilan
dimensi; ruang, obyek, tindakan, aktivitas, kejadian, waktu,
aktor, tujuan dan perasaan. Pada observasi partisipan, peneliti
mengamati aktivitas manusia, karakteristik fisik situasi sosial,
dan bagaimana perasaan waktu menjadi bagian dari situasi
tersebut.

[37]
a. Apa yang seorang Ibu lakukan ketika melihat sampah
berserakan?
b. Apa yang dilakukan Bapak B ketika melewati kandang sapi
yang penuh lalat itu?
c. Bagaimana cara Ibu C mencuci tangannya?
3. Observasi Selektif
Observasi selektif lebih melihat pada situasi yang relevan
dengan tujuan dan masalah yang sedang menjadi perhatian
peneliti sesuai dengan keadaan informan/ subyek penelitian.
Observasi selektif ini merupakan lanjutan dari observasi
deskriptif.
Hal – hal yang harus diperhatikan dalam observasi:
1. Pengamat tidak mungkin dapat mengamati segala-galanya
dilapangan.
2. Dalam melakukan catatan lapangan, kata sifat interpretative
seperti “menyenangkan”, “cantik” dan “menarik” harus
dihindari (Patton 1980) Dan kata sifat diskriptif seperti warna,
pengukuran dan kesengajaan. Danandjaja (1984)
mengingatkan pada waktu mencatat hasil observasi agar tidak
mencampur adukan hasil pengumpulan data dengan
interprestasi.
3. Kehadiran peneliti selama pengamatan hendaknya tidak
mengganggu komunitas subyek, sehingga mereka tidak
terpengaruh perilakunya.

Pembuatan catatan observasi


Menurut Guba dan Lincoln (1981) sebagaimana dikutip oleh A.
Sonhadji KH (1994), telah memberikan pedoman dalam
pembuatan catatan :
1. Pembuatan catatan lapangan yaitu gambaran umum peristiwa
yang telah diamati oleh peneliti.

[38]
2. Catatan tentang satuan-satuan tematis yaitu catatan rinci
tentang tema yang muncul
3. Catatan kronologis dan berurutan
4. Peta konteks yang dapat berbentuk peta sketsa atau diagram
5. Taksonomi dan kategori
6. Jadwal observasi berisi deskripsi waktu secara rinci tentang
apa yang dikerjakan, diamati.
7. Panel pengamatan secara periodic
8. Daftar cek, dibuat untuk mengecek apakah semua aspek
informasi yang diperlukan telah direkam.Piranti elektronik
misalnya alat perekam suara, kamera.
Dalam satu masalah, akan dihasilkan beberapa catatan
lapangan sebanyak observasi yang dilakukan. Catatan lapangan
ini dapat bersifat pengamatan yang positif dapat pula negatif. Bila
hasil pengamatan positif, artinya tidak ditemukan pengamatan
yang dianggap tidak sehat, maka tetap ditulis sebagai catatan
lapangan. Catatan lapangan yang bersifat positif dapat juga
digunakan sebagai pendukung data yang kemudian akan dianalisa
dalam satu ringkasan sebagai bahan untuk MMD.
Dari beberapa catatan lapangan yang terkumpul, kemudian
dilakukan pemilahan dan pengelompokkan yang lebih spesifik
terkait dengan jenis permasalahan. Adapun format ringkasan
observasi disajikan sebagai berikut

Catatan Penting :
1. Metode observasi dapat digabungkan dengan metode
pengambilan data yang lain seperti wawancara mendalam dan
focused group discussion.
2. Dalam kegiatan PBL nanti, ketika mahasiswa melakukan
observasi, wawancara dan FGD, harus membuat catatan
lapangan sebagai kelengkapan data kualitatif yang diambil.

[39]
Teknik Wawancara Mendalam
Menurut Lincoln dan Guba (1985) dalam A. Sonhadji K.H
(1994) wawancara dinyatakan sebagai suatu percakapan dengan
bertujuan untuk memperoleh kontruksi yang terjadi sekarang
tentang orang, kejadian, aktivitas, organisasi, perasaan, motivasi,
pengakuan, kerisauan dan sebagainya; selanjutnya rekonstruksi
keadaan tersebut dapat diharapkan terjadi pada masa yang akan
datang; & merupakan verifikasi, pengecekan dan pengembangan
informasi (konstruksi, rekonstruksi dan proyeksi) sebelumnya.
Langkah-langkah dalam melakukan wawancara mendalam:
1. Tentukan siapa (tokoh kunci) yang akan diwawancarai.
2. Tentukan topik/pertanyaan sebagai pedoman wawancara
3. Buatlah kesepakatan jadwal (perjanjian) wawancara
4. Gali informasi lebih dalam dengan pertanyaan terbuka dan
kembangkan pertanyaan berikutnya lebih spesifik untuk
mempertegas jawaban sebelumnya atau mempertajam akar
permasalahan yang sesungguhnya walaupun secara statistic
tidak mempunyai hubungan secara signifikan. Misalnya
dengan mengajukan pertanyaan, mohon dijelaskan lagi
maksud bapak? (Singaribuan and effendi, 1989)
Tahap-tahap wawancara meliputi :
1. Menentukan siapa yang diwawancarai
2. Mempersiapkan wawancara
3. Gerakan awal
4. Melakukan wawancara dan memelihara agar wawancara
produktif
5. Menghentikan wawancara dan memperoleh rangkuman hasil
wawancara
Pada tahap pertama peneliti menentukan dimana dan dari
siapa data akan dikumpulkan. Kegiatan ini juga meliputi
penentuan bahan-bahan dan identifikasi informan yang
diperlukan dalam wawancara. Pada tahap kedua mencakup
[40]
pengenalan karakteristik dari responden. Semakin bertokoh
seorang informan, maka makin penting untuk mengetahui
informasi lebih banyak tentang informan. Selain itu peneliti harus
menyiapkan urutan pertanyaan, peran, pakaian, tingkat
formalitas, dan konfirmasi waktu dan tempat. Tahap ketiga
adalah gerakan awal, dimana peneliti melakukan semacam
“Warming Up” yaitu mengajukan pertanyaan yang bersifat “grand
tour” agar responden dapat memperoleh kesempatan dan
mengalami dalam suasana yang santai tetapi mampu
memberikan informasi yang berharga., juga berkemampuan
untuk mengorganisasikan jalan pikirannya sendiri. Dengan
mengajukan pertanyaan secara umum yang akan dirinci pada
waktu wawancara selanjutnya.
Pada tahap keempat pertanyaan diajukan secara khusus
(spesifik), agar dipelihara produktivitas proses wawancara.
Tindakan menghentikan wawancara, apabila peneliti telah
banyak mendapatkan informasi yang melimpah; serta baik
peneliti maupun responden sudah capai/ jenuh. Tindakan
berikutnya peneliti harus merangkum dan mencek kembali yang
telah dikatakan oleh informan dan kemungkinan informan ingin
menambah informasi yang telah diberikannya.
Menurut Seidnan (1991) terdapat 3 rangkaian wawancara :
1. Wawancara yang mengungkap konteks pengalaman partisipan
(responden)
2. Wawancara yang memberi kesempatan partisipan untuk
merekonstruksi pengalamannya.
3. Wawancara yang mendorong partisipan untuk merefleksi
makna dari pengalaman yang dimiliki.
Pada wawancara pertama, pewawancara mempunyai tugas
membawa pengalaman partisipan kedalam konteks dengan
meminta partisipan bercerita sebanyak mungkin tentang dirinya
sesuai dengan topik pembicaraan, dalam kurun waktu sampai

[41]
sekarang. Kegiatan ini disebut wawancara sejarah hidup terfokus
(focused life history). Adapun tujuan wawancara kedua adalah
untuk mengkonsentrasikan rincian konkrit tentang rincian
pengalaman partisipan sekarang, sejalan dengan topik studi.
Misalnya dalam penelitian tentang guru dan mentor dalam suatu
situs klinis, kita bertanya pada mereka tentang apa yang
sebenarnya dilakukan dalam pekerjaannya. Wawancara ketiga
adalah refleksi makna. Dalam hal ini partisipan diminta
merefleksi makna pengalaman yang dimilikinya. Pertanyaan
“makna” bukan merupakan pertanyaan yang memuaskan,
sekalipun isi ini memegang peran yang penting untuk
mengungkap pikiran partisipan. Pertanyaan – pertanyaan seperti
ini mungkin muncul, menurut anda memberi kesan apa
kehidupan anda sebelum menjadi guru, dan kehidupan anda
sekarang seperti yang anda katakan? Kemudian dapat diteruskan
“pengalaman-pengalaman” anda tersebut apa bermanfaat untuk
menghadapi kehidupan yang akan datang.
Apabila suatu penelitian melibatkan wawancara yang
ekstensif, atau wawancara merupakan teknik utama,
direkomendasikan untuk menggunakan tape recorder. Tulisan
lengkap dari rekaman ini dinamakan transkrif wawancara.
Transkrif wawancara merupakan data pokok dari penelitian
wawancara.

C. Focused Group Discussion (FGD)


Ada 3 istilah penting yang perlu dipahami dalam FGD, yaitu:
1. Diskusi, yaitu pembicaraan yang berlangsung dua arah
(bahkan berbagai arah) antar kelompok diskusi yang
membicarakan topik tertentu, bukan obrolan seperti yang
terjadi di warung kopi atau ketika sekelompok orang
memperbincangkan “gossip”.

[42]
2. Focused atau terarah, artinya ada batasan tema yang
dibicarakan, jika keluar dari tema maka harus difokuskan pada
tema FGD yang sudah ditentukan.
3. Group, artinya beberapa orang, ada yang berpendapat 7-9
orang, ada yang 9-12 orang atau 7-11. Yang penting, jangan
telalu banyak dan jangan pula terlalu sedikit. Bila terlalu
banyak akan sulit mendapatkan kesimpulan, jika terlalu
sedikit akan mirip dengan wawancara.
Peserta FGD adalah ortertarik pada satu topik atau
program tertentu. Di dalamnya terdapat seorang moderator yang
orang-orang yang tertarik pada topik tertentu atau terlibat dalam
suatu permasalahan yang dibicarakan. FGD dipandu oleh seorang
moderator atau fasilitator yang akan melontarkan beberapa
pertanyaan sesuai dengan topik yang dibicarakan. Diskusi
Kelompok Terarah berbeda dengan diskusi kelompok informal
karena pembicaraan dalam diskusi kelompok terarah dipandu
oleh moderator. Pertanyaan dan pembicaraan yang berlangsung
harus ditulis dengan cermat.
Dalam Diskusi Kelompok Terarah harus tersedia buku
catatan dan/atau tape recorder yang anda gunakan untuk
membuat semacam deskripsi dan analisa setelah diskusi berakhir.

Keuntungan Diskusi Kelompok Terarah


1. Biaya relatif murah.
2. Waktu yang digunakan cukup singkat (jika dibanding dengan
wawancara dengan beberapa orang
3. Moderator relatif dapat dilakukan oleh siapa saja dengan
melakukan pelatihan pendek dan mengujicobakan
menjalankan diskusi.
4. Dapat digunakan untuk menggali kebiasaan, keyakinan dan
penilaian dari sebuah kelompok.

[43]
5. Perhatian yang penting dan mungkin tidak muncul dalam
kehidupan sehari-hari, melalui diskusi kelompok ini dapat
dimunculkan.

Kelemahan Diskusi Kelompok Terarah


1. Peserta seringkali tidak mewakili seluruh kelompok sasaran.
2. Kelompok yang terlibat mungkin sulit untuk dikendalikan.
3. Hasil dan kesimpulan diskusi dapat dipengaruhi oleh
pandangan atau pendekatan dari moderator.
4. Tidak mempunyai data statistik.

Meskipun Diskusi Kelompok Terarah mempunyai beberapa


kelemahan, tapi anda dapat mengeliminer kelemahan tersebut
dengan melakukan 2 hal:
1. Proses diskusi kelompok terarah ini sangat tergantung pada
moderator untuk memandu proses diskusi dan menganalisa
hasilnya. Kelemahan-kelemahan pada Focus Group Discussion
dapat anda atasi jika sebelumnya sang moderator secara hati-
hati menyusun pertanyaan panduan diskusi, melakukan
ujicoba pertanyaan dan secara seksama mencatat atau
merekam pernyataan serta reaksi yang muncul selama proses
diskusi.
2. Seleksi dan mengumpulkan peserta memang bisa jadi dapat
menyulitkan. Solusinya, kita harus mempersiapkan dan
menyebarkan undangan secara hati-hati agar diskusi hanya
diikuti oleh orang-orang yang benar-benar dapat berdiskusi
bersama-sama. Hal itu juga untuk menghindari datangnya
orang- orang yang tidak diharapkan hadir datang dan
membuat suasana diskusi terganggu.

Tim FGD dan tugasnya :


1. Moderator : memimpin, memfasilitasi, mengendalikan diskusi
2. Pencatat proses :

[44]
 Merekam inti permasalahan (bisa dengan recorder)
 Memberitahu moderator ttg : waktu, fokus diskusi (apakah
keluar jalur atau tetap terfokus), adakah pertanyaan yg
blm terjawab, adakah peserta yg terlalu pasif.
3. Penghubung peserta: memastikan kehadiran dari orang-
orang yang aan mengikuti FGD.
4. Bloker (kalau perlu beberapa orang): untuk mencegah supaya
orang-orang yang tidak berkepentingan tidak ikut masuk ke
dalam FGD sehingga akan mengacaukan suasana dan
membuat peserta tidak bisa menyampaikan data yang
semestinya. Misalnya petugas kelurahan yang takut dikritik
akan berusaha mencegah peserta tidak menyampaikan kritik
dalam FGD, maka harus ada orang yang mengalihkan
perhatian, mengajak ngobrol, di luar area FGD.
5. Petugas logistik untuk menyediakan konsumsi dan peralatan
FGD seperti flip chart, spidol, recorder, dll
Agar FGD berjalan lancar maka penting memilih tempat yg
membuat peserta merasa aman & nyaman, dan tidak takut
mengeluarkan pendapat. Misalnya, bila pembicaraan dalam FGD
akan banyak mengkritik program Puskesmas, maka jangan
melakukan FGD di Puskesmas.
Pertimbangan menentukan peserta FGD :
1. Keahlian, kepakaran, pengetahuan dalam kasus yg akan
didiskusikan
2. Pengalaman praktis & kepedulian thd fokus masalah
3. ”Pribadi terlibat” dalam fokus masalah
4. Tokoh otoritas terhadap kasus yang didiskusikan
5. Masyarakat awam yg tdk tahu menahu dng masalah tsb tp
ikut merasakan persoalan yg sebenarnya
6. Pertimbangkan heterogenitas - homogenitas
Keterampilan Moderator:
Keterampilan yang harus dimiliki oleh soorang moderator:
[45]
1. Keterampilan substantif
Seorang moderator yang baik harus menjadi pendengar yang
baik dan harus memahami substansi dari tema diskusi. Seni
bertanya
Kemampuan bertanya adalah hal yang paling penting
yang harus dimiliki oleh moderator dalam FGD. Kombinasi
pertanyaan-pertanyaan secara sekuensi seperti yang
digambarkan dalam metode ORIK (Objektif, Reflektif,
Interaktif, Keputusan) bisa membantu kita.
Contoh pertanyaan yang baik :
1) Bagaimana pendapat Anda tentang penanganan
sampah di desa ini?
2) Mengapa penanganan sampah belum optimal?
3) Perlukah penanganan sampah ditingkatkan?
Bagaimana caranya?

Contoh pertanyaan yang perlu dihindari :


1) Apakah menurut Anda penanganan sampah di desa ini
salah?
2) Apakah masalah gizi disebabkan oleh pendidikan
masyarakat yang rendah?
3) Menurut saya, menggunakan X adalah cara terbaik,
bagaimana menurut Anda?”

Dalam penelitian kualitatif, cobalah untuk menggunakan


kata tanya mengapa dan bagaimana. Cara
mengembangkan pertanyaan adalah dengan :
1) Membaca tujuan penelitian dan tujuan FGD
2) Membaca framework (kalau ada)
3) Dari tujuan & framework, tulis pertanyaan umum ke
khusus, jangan lebih dr 5 (jangan terlalu banyak)
4) Rumuskan pertanyaan dlm bahasa yg sederhana & jelas
5) Uji pertanyaan-pertanyaan ke rekan2 anda
[46]
a. Seni membuat ikhtisar dan parafrase
Ini teknik mengulang pendapat dengan menggunakan
bahasa moderator sendiri. Parafrase sangat berguna untuk
memeriksa pemahaman seseorang. Ketika fasilitator
mengulang kalimat-kalimat si pembicara, peserta yang
lain juga akan saling memeriksa pemahaman mereka atas
pendapat peserta yang mengajukan pendapat. Jika
Moderator salah menangkap pesan yang dimaksud, maka
dapat langsung melakukan perbaikan terhadap
kesalahpahaman tersebut.
Contoh kalimat parafrase tersebut adalah, “Baik, Pak
Supri. Kalau tidak salah, Anda tadi mengatakan…”.
Parafrase paling tepat digunakan untuk membantu
kalimat-kalimat peserta yang tidak jelas, terlalu abstrak,
konsep tidak terang, atau mempunyai terlalu banyak ide.
Dalam beberapa kasus, seni membuat ikhstisar ini tidak
perlu dilakukan terutama jika sudah mencatat input
anggota di flipchart atau white board.
Hindari memparafrase setiap input orang. Teknik
terbaik yang bias dilakukan adalah mendengar secara aktif
dan merekam kata-kata kunci dari pembicara.
 parafrase hanya untuk memeriksa pamahaman; bukan
untuk memperbaiki kalimat pembicara;
 Jangan menambah/ubah yang dikatakan pembicara;
 Usahakan gunakan kata-kata pembicara dengan tepat;
 parafrase digunakan ketika moderator pikir ada
anggota kelompok yang tidak mendengar apa yang
dikatakan si pembicara.
b. Memotivasi & probing
Teknik ini digunakan untuk menggali lebih dalam lagi
dan menjaga agar orang-orang yang berdiskusi untuk
tetap berbicara. Di samping itu, teknik probing ini sangat

[47]
diperlukan untuk menghindarkan diskusi dari kemacetan.
Beberapa cara probing untuk membantu kelompok antara
lain:
 Mencari akar masalah;
 Mencerahkan anggota kelompok yang lain;
 Mengeksplorasi perhatian atau gagasan;
 Mendorong anggota kelompok untuk mengekplorasi
gagasan lebih mendalam untuk proses berpikir mereka;
 Membuka kelompok agar lebih jujur membagi informasi
dan perhatian;
 Menaikkan tingkat kepercayaan dalam kelompok;
 Membongkar fakta-fakta kunci yang belum keluar;
 Meningkatkan kreatifitas dan berpikir positif.
Komunikasi non verbal juga dapat dilakukan untuk
melakukan probing, yaitu antara lain dengan
menganggukkan kepala, menjaga kontak mata langsung,
dan tetap berdiam diri untuk beberapa saat.
Cara-cara ini digunakan untuk menggali lebih dalam
lagi pendapat peserta. Teknik verbal juga dilakukan untuk
hal yang sama, misalnya dapat menggunakan kalimat
sederhana,
 “O ya?” atau “Hmm…”,
 Bisa saja pertanyaan atau permintaan langsung, seperti
“Kenapa begitu?”, “Bisa diberikan contoh?”.
Kita harus menggunakan probing ini secara selektif
sebagai pembuka jalan saja. Karena bila terlalu banyak
melakukan probing yang tidak tepat justru akan
menimbulkan beberapa hal yang seharusnya dihindari.
Antara lain adalah anggota kelompok merasa
diinterograsi, anggota kelompok lain merasa menjadi
kurang terperhatikan karena terlalu banyak probing pada
salah satu orang, kehilangan netralitas (terutama bila

[48]
memiliki agenda tersembunyi), dan probing dapat
membuat berputar-putar pada satu tempat saja, tidak bisa
kemana-mana.
c. Mengembangkan sensitivitas
Moderator harus peka terhadap nada menjawab, raut
muka dan bahasa tubuh dari peserta diskusi yang
menyampaikan jawaban/pendapat.
2. Keterampilan proses
Keterampilan lain yang harus dikuasai dan harus dilatih
oleh seorang moderator adalah :
a. Memulai diskusi
Mulailah diskusi dengan menjelaskan maksud FGD dan
buatlah peserta menyadari pentingnya FGD, serta mau
berpartisipasi aktif dalam FGD. Buatlah kontrak, apa yang
boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan selama FGD,
misalnya meninggalkan forum, menerima telpon, dll.
Sepakati lamanya FGD.
b. Blocking & distribusi
Jika ada peserta yang terlalu dominan & menyampaikan
pendapat bertele-tele maka moderator wajib mem-blok
dan mendistribusikan pertanyaan kepada peserta lain.
c. Refokus
Jika topik pembicaraan melebar, maka moderator harus
memfokuskan kepada tema dan data yang dibutuhkan.
d. Melerai perdebatan
Jika terjadi perdebatan, moderator harus mempu melerai
dengan tidak menghakimi dan tetap menjaga netralitas.
e. Reframing
Jika topik pembicaraan keluar dari tema FGD, maka
moderator harus memfokuskan kepada tema dan data
yang dibutuhkan dengan mengatakan bahwa batasan
pembicaraan adalah hal-hal yang sudah disepakati

[49]
f. Negosiasi waktu: negosiasikan waktu yang disediakan
oleh para peserta untuk diskusi. FGD akan efektif dalam 1-
2 jam. Jangan terlalu lama&jangan terlalu cepat
g. Menutup
Moderator sebaiknya mengakhiri FGD dengan
membacakan kembali hasil diskusi, meminta pendapat
masukan jika ada yang belum disimpulkan atau disepakati.
h. Peranan jeda (pause) utk memberi kesempatan meresapi
info.
Semua proses FGD harus dicatat dan/atau direkam dalam
transkip FGD.

Referensi

Cresswell, J.W. 2009. Research Design, Qualitative, Quantitative,


and Mixed Methods Approaches. Los Angeles: Sage.
Kerlinger, Fred N. 2000. Foundations of behavioral research.
Australia: Wadsworth Thomson Learning.
LDSP. Fasilitasi yang Efektif. Jakarta. 2008
McMillan, J.H. & Schumacher S. 2010. Research in education, 7th
ed.. Boston: Pearson.
Miles, M.B. dan Huberman, A.M. 1992. Analisis Data Kualitatif:
Buku Sumber Tentang MetodeMetode Baru. UIPress. Jakarta.
Nazir, Mohammad. 1999. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Sugiyono. 1999. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.
Suharsimi Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan
Praktek. Rineka Cipta. Jakarta.
Prastowo, Andi. Menguasai Teknik-Teknik Koleksi Data Penelitian
Kualitatif. DIVA Press. Jogjakarta, 2010.

[50]
DISKUSI PARTISIPATIF & PRINSIP-PRINSIP DASAR
MEMFASILITASI

Pengertian
Memfasilitasi berasal dari bahasa Inggris “Facilitation” yang akar
katanya berasal dari bahasa latin “fasilis” yang berarti “membuat
sesuatu menjadi mudah”. Secara umum fasilitasi adalah suatu
proses mempermudah sesuatu dalam mencapai tujuan. Dapat
pula diartikan sebagai melayani&memperlancar aktivitas peserta
untuk mencapai tujuan berdasarkan pengalaman.

Fasilitator adalah:
 orang yang memiliki kemampuan memfasilitasi sebuah
aktivitas kelompok/masyarakat.
 seorang atau lebih yang: memberikan bantuan dalam
memperlancar proses komunikasi sekelompok orang atau
membangun hubungan kerjasama setara, sehingga mereka
memahami atau memecahkan masalah secara bersama.
 memandu, mendukung, mendampingi masyarakat dalam
pengembangan, penguatan, pemahaman bagi masyarakat,
dengan menciptakan suasana kondusif agar masyarakat
mengemukakan pendapat, kritis, berbagi pengalamannya.
 membantu menciptakan dan mendukung suasana dengan
kepercayaan dan keterbukaan, dimana semua orang
merasakan aman untuk berbicara dan menghormati perbedaan
pendapat, mempunyai kesempatan untuk ambil bagian.
 menyediakan suatu struktur untuk belajar, dengan pengaturan
waktu, agenda kegiatan, meyakinkan proses fasilitasi
terlaksana dengan baik dengan kesiaapn berbagai hal.

[51]
Nilai-nilai dalam memfasilitasi
1. Demokrasi. Setiap orang mempunyai kesempatan yang sama
untuk ikut ambil bagian dalam proses kegiatan tanpa
prasangka. Kegiatan dilakukan bersama-sama oleh fasilitator
dan peserta, untuk memenuhi kebutuhan peserta dan terbuka
terhadap perubahan bagi peserta. Nilai ini adalah nilai
kesetaraan antara fasilitator dan peserta.
2. Tanggung jawab. Setiap orang bertanggung jawab atas
pendapat dirinya. Fasilitator bertanggung jawab terhadap
rencana, apa yang dilakukan (isi, partisipasi, proses).
Fasilitator bertanggung jawab&mendorong peserta dapat
belajar bertanggung jawab terhadap kegiatan. Keberhasilan
kegiatan menjadi tanggung jawab bersama.
3. Kerjasama. Fasilitator dan peserta bekerjasama untuk
mencapai tujuan bersama. Fasilitator harus mampu merangkul
semua pihak yang difasilitasi, mampu bekerjasama dengan
pendukung maupun penentang, sehingga tujuan tercapai.
4. Kejujuran. Fasilitator jujur terhadap nilai-nilai dirinya
termasuk apa yang menjadi kemampuan fasilitator,
menampilkan kejujurannya. Fasilitator memberikan suasana
akan suatu harapan pentingnya kejujuran dari seluruh peserta.
5. Kesamaan derajad. Setiap peserta dapat menyumbangkan ide
dan beri kesempatan peserta lain secara adil. Fasilitator dapat
belajar dari peserta begitu juga sebaliknya. Kesamaan dan
keadilan bagi peserta dan fasilitator perlu diupayakan.

Peran Fasilitator
 Peran utama fasilitator menjadi content netral dan
pemandu proses. Mencoba proses yang terbuka, inklusif, adil,
sehingga setiap individu berpartisipasi secara seimbang,
menciptakan suasana aman dimana semua pihak bias
bersungguh-sungguh berpartisipasi. Content netral, dimana

[52]
fasilitator tidak boleh memberikan nasehat, karena waktu
memberikan nasehat sering dipengaruhi nilai-nilai pribadi
fasilitator, dan ada kesan yang disampaikan fasilitator lebih
baik dari pikiran kelompok peserta, yang berarti mengabaikan
keragaman pendapat dalam kelompok, dan mungkin
memberikan kesan kelompok apa yang sesuai. Keputusan
kelompok sering berbeda-beda karena pengalaman anggota
kelompok berbeda. Bila fasilitator diminta nasehat, dapat
menggunakan beberapa contoh tanggapan atau pertanyaan
tidak langsung sebagai berikut:
o Adakah pilihan-pilihan lain atau alternative yang ada?
o Apa keuntungan dan kelemahan pilihan-pilihan tersebut?
o Adakah anggota kelompok yang ingin memberikan
usulan?
 Fasilitator sebagai pemberi alat bantu untuk memudahkan
sebuah proses mencapai tujuan. Alat bantu bias sederhana
agar proses dialog atau diskusi menjadi lebih mudah dan lebih
cepat, bisa alat bantu berupa pertanyaan-pertanyaan kunci
yang membantu peserta mulai saling berdialog dan berdiskusi.
 Fasilitator sebagai pendidik proses Melalui proses yang baik
akan memberikan keberanian berpartisipasi, kebersamaan
antar peserta, rasa memiliki keberhasilan bersama, sehingga
pesera menyadari pentingnya proses yang baik bukan hanya
hasil. Banyak orang tidak menyadari atau menghargai
pentingnya proses, dan mereka tidak tahu bagaimana cara
memandu proses.

Etika fasilitator
Fasilitator memandu atau memfasilitasi dalam suatu situasi
tertentu berdasarkan pada nilai-nilai dan suatu pemahaman atas
manusia sebagai individu-individu dalam kelompok.

[53]
 Sering peserta menunggu dan meminta fasilitator untuk
membuat keputusan, Fasilitator perlu merefleksikan kembali
kepada peserta akan kebutuhan mereka, untuk memikul
tanggung jawab dan membuat keputusan.
 Fasilitator memainkan suatu peranan yang cerdik tanpa
memerintah.
 Tidak ada standard eksternal fasilitator, tetapi penilaian pada
keberhasilan proses yang meninggalkan nilai bagi peserta
penting.
 Hati-hati.fasilitator bukan ahli psikoterapi.
 Fasilitator tidak bisa melakukan fasilitasi memenuhi
kebutuhan peserta, jika fasilitator berharap akan mencapai
kebutuhan emosional pribadi (misalnya: perlu perhatian,
kekuasaan, dll).
 Tanggung jawab fasilitator agar peserta menyadari apa yang
sedang dilakukan dan apa yang menjadi tujuan mereka.
Fasilitator diharapkan dapat memenuhi kebutuhan peserta,
memahami apa yang diberikan pada mereka dan bagaimana
melakukannya.
 Fasilitator bersikap adil, terbuka,menerima kritik perubahan
untuk memenuhi tujuan.

Membangun Keterampilan Fasilitator


1. Berpengetahuan terhadap persoalan yang akan dibahas.
Sehingga fasilitator mempunyai minat terhadap berbagai
persoalan yang dibahas dan yang terkait.
2. Berkomunikasi dengan baik.
o Mampu komunikasi verbal dan non verbal.
o Menjadi pendengar yang aktif
o Menggali keterangan lebih lanjut,
o Menyimpulkan pendapat mereka,
o Membuat suasana akrab dengan peserta.

[54]
o Bicara secukupnya, bila perlu mengulangi, meringkas,
menjawab dengan tepat.
3. Mengembangkan kepemimpinan yang non instruktif:
o Menghormati sesama. Fasilitator harus menghargai
sikap, pendapat, perasaan dari setiap peserta.
o Bijaksana
o Memiliki sifat terbuka, fleksibel.
o Mampu mengatur waktu
o Fasilitator mampu mencapai kesepakatan dan
musyawarah
4. Kemampuan mengelola kelompok:
o Kepekaan kepada individu dan kelompok.
o Banyak akal dan kreatif untuk mengembangkan peserta,
sehingga membawa suasana hangat dan peserta tidak akan
bosan mengikuti proses fasilitasi.
o Harus ada kesetaraan dan tidak mendominasi.
Hindari dominasi oleh fasilitator, atau salah satu peserta,
Ciptakan bahwa diantara fasdilitator dan setiap peserta
sama setara, masing-masing orang mempunyai kelebihan
dan kekurangan.
o Memiliki selera humor yang menghangatkan
suasana segar yang mendorong peserta berpartisipasi,
tetapi tetap memegang norma
o Sabar dan sensitif. Sabar bila ada informasi atau
situasi yang tidak diperhitungkan, dan peka dengan
memperhatikan setiap peserta untuk terus dukung agar
mereka terlibat dalam proses secara aktif.
Dalam PBL, fasilitasi sering digunakan untuk kegiatan pelatihan
dan kegiatan pemberdayaan.

[55]
METODE MENGELOLA KELOMPOK DALAM PELATIHAN
Metode adalah cara atau prosedur yang dipergunakan oleh
fasilitator dalam interaksi belajar dengan memperhatikan
keseluruhan system untuk mencapai tujuan. Setiap metode
mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Beberapa
factor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih metode yang
tepat, antara lain:
 Tujuan
 Sifat materi
 Peserta
 Fasilitator
 Waktu
 Filosofi pendekatan andragogi, keterlibatan aktif peserta
mutlak perlu, sehingga metode satu arah untuk dihindarkan.
Fasilitator dapat memilih salah satu atau gabungan dari beberapa
metode, sehingga dapat memberikan berbagai variasi bagi
peserta pelatihan dan tidak menimbulkan kebosanan peserta.

Beberapa metode terkait proses pelatihan:


1. Metode Ceramah. Metode ini memberikan penjelasan secara
sepihak oleh fasilitator tentang suatu materi pembelajaran
tertentu. Tujuan agar peserta pelatihan mengetahui,
memahami materi dengan menyimak dan mendengarkan.
Peran fasilitator sangat aktif dan dominan, sedang peserta
duduk dan mendengarkan saja. Metode ini kurang tepat untuk
pelatihan orang dewasa, karena kurangnya keterlibatan aktif
seluruh peserta.
2. Metode Curah Pendapat. Metode ini membantu peserta
memikirkan sebanyak mungkin ide dan gagasan. Semua
peserta didorong untuk menghasilkan pendapat, gagasan
secepat mungkin tanpa perlu memikirkan nilai dari pendapat
itu, dan semua peserta didorong mengembangkan pendapat-

[56]
pendapat orang lain. Tidak dibenarkan adanya kritik terhadap
pendapat-pendapat, karena peserta akan merasa lebih bebas
untuk berimajinasi dan untuk memberikan sumbangsih secara
leluasa. Seorang juru catat mencatat setiap kontribusi pada
papan atau lembar kertas. Kemudian seluruh peserta dapat
mengadakan evaluasi terhadap pendapat atau saran tersebut
dan melakukan pembahasan.
3. Metode kelompok nominal. Metode ini hampir sama dengan
curah pendapat, tetapi dirancang untuk mendorong setiap
pribadi peserta memberikan sumbangsihnya dan mencegah
adanya dominasi peserta tertentu. Fasilitator mengajukan
pertanyaan yang spesifik atau sudah disetujui peserta, dan
memberikan waktu selama 5 s/d 10 menit agar peserta
menulis pendapat sebanyak mungkin di selembar kertas.
Peserta mengambil giliran membaca pendapat mereka hanya
satu pendapat untuk satu kesempatan. Peserta didorong
menambahkan kedalam daftar-daftar mereka dan saling
mengembangkan. Catat pendapat tersebut dalam daftar yang
bias dilihat oleh semua orang. Kemudian klarifikasi pendapat
tersebut dan diskusikan yang disetujui, dan disepakati penting.
4. Metode diskusi. Metode ini mendorong peserta berpartisipasi
aktif untuk menyumbangkan pemikiran, gagasan dalam
musyawarah untuk mencapai mufakat/persetujuan, pada
umumnya tujuan diskusi mencari pemecahan masalah. Topik
diskusi yang perlu dipecahkan bersama dapat disodorkan oleh
fasilitator atau ditentukan sendiri oleh peserta.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam diskusi:
 Diskusi dalam iklim terbuka, suasana santai dan informal.
 Persiapkan bahan diskusi, lebih baik dibuat secara tertulis.
 Menetapkan besar kecilnya kelompok, anggota kelompok,
diusahakan ada keseimbangan pengetahuan dan
pengalaman anggota yang setara.
[57]
 Menyediakan dan mengatur tempat yang menyenangkan
yang memungkinkan terjadi komunikasi dan tatap muka.
 Menyediakan kertas /alat yang dapat digunakan mencatat
dan merekam hasil diskusi.
 Memberikan pengantar tentang keluaran yang diharapkan
dari diskusi.
Macam-macam bentuk kelompok diskusi
a. Whole Group (Seluruh Peserta). Seluruh kelompok peserta
duduk dalam satu formasi setengah lingkaran atau
berbentuk "U" yang dipimpin oleh fasilitator atau moderator
yang diminta dari peserta. Diskusi seluruh kelompok ini
biasanya membicarakan topik tertentu dan digunakan untuk
mengenal dan mengelola permasalahan, membuat
permasalahan yang menarik, menciptakan suasana informal,
membantu peserta mengemukakan pendapat. Peserta
diskusi hendaknya tidak lebih dari 20 orang.
b. Diskusi Kelompok (Group Discussion). Diskusi Kelompok
adalah upaya pembahasan yang dipersiapkan tentang topik
tertentu. Tujuannya untuk memberikan kesempatan kepada
peserta untuk saling mengemukakan pendapat dalam
mengenal dan memecahkan suatu permasalahan. Diskusi
kelompok akan membantu peserta pelatihan yang malu
berbicara di dalam kelompok besar dalam mengemukakan
pendapatnya. Jumlah peserta dalam diskusi kelompok
idealnya tidak lebih dari 5 orang.
c. Diskusi Kelompok Fokus (Focus Group Discussion).
Diskusi Kelompok Fokus ini tidak jauh berbeda dengan
diskusi kelompok di atas, namun materi pembahasan diskusi
lebih fokus pada bidang tertentu. Peserta diskusi kelompok
fokus biasanya bersifat homogen/yang mempunyai
pengalaman atau pengetahuan yang sejenis atau sama.

[58]
5. Metode bermain peran (Role Play). Peserta diminta
melakukan dan menyajikan peran serta melakukan dialog-
dialog tertentu yang menekankan pada karakter, sifat, sikap,
yang perlu dianalisa. Bermain peran haruslah mengungkapkan
suatu masalah atau kondisi nyata yang akan dipergunakan
bahan diskusi atau pembahasan materi. Setelah selesai
melakukan peran, langkah penting adalah analisis dari bermain
peran. Para pemain diminta mengemukakan peran dan
perasaannya tentang peran yang dimainkan, peserta lain
mengamati proses bermain peran dan mengambil pelajaran
dari proses tersebut. Fasilitator harus mempersiapkan
scenario serta mempersiapkan peserta, dengan kelengkapan
lain sebagai bahan analisis yang diperlukan.
6. Metode simulasi. Metode ini meniru perbuatan yang bersifat
pura-pura atau tidak dalam kondisi sesungguhnya. Tujuan
simulasi adalah menanamkan materi pembahasan melalui
pengalaman berbuat dalam proses simulasi. Simulasi lebih
tepat untuk meningkatkan keterampilan tertentu dengan jalan
melakukan sesuatu dalam kondisi tidak nyata. Misalnya
melatih menolong persalinan dengan boneka, dll
7. Metode demonstrasi. Metode ini digunakan fasilitator untuk
memperagakan suatu proses dalam rangka meningkatkan
keterampilan tertentu, dengan menggunakan alat sesuai
dengan yang sesungguhnya. Misalnya cara menyuntik ayam.

PEMBERDAYAAN DAN METODE PARTISIPASI


Pemberdayaan adalah segala upaya fasilitasi yang bersifat
persuasif dan tidak memerintah (non instruktif) secara
sistematis untuk:
1. Meningkatkan pengetahuan, kesadaran, kemauan, sikap,
perilaku, dan kemampuan.

[59]
2. Identifikasi masalah, pengambilan keputusan, merencanakan,
pecahkan masalah.
3. Menumbuhkembangkan potensi individu, keluarga, dan
masyarakat dengan mendorong kontribusi mengatasi masalah
kesehatan, mengembangkan kegiatan kegotong royongan, serta
mengembangkan kemitraan dengan berbagai pihak.
4. Mendorong kemandirian keluarga, dan masyarakat.
Dengan pemberdayaan, individu, keluarga, dan masyarakat
(secara sistematis) mempunyai:
1. Daya/kekuatan mampu bertahan, mampu mengembangkan
diri, dan akhirnya mampu mandiri.
2. Kesempatan dan kemauan serta kemampuan bersuara.
3. Kemampuan dan hak untuk memilih.

Sasaran pemberdayaan kepada individu, keluarga, dan


masyarakat, merupakan fasilitasi nonn instruksi, untuk
mendorong individu/keluarga/masyarakat mempunyai
kemampuan memilih, menentukan dan mengupayakan dirinya
dalam meningkatkan kesehatan, mencegah dan mengatasi
masalah kesehatannya. dengan memanfaatkan potensi
individu/keluarga/ masyarakat,tanpa atau dengan bantuan pihak
lain yang menghasilkan kemandirian.

Prinsip pemberdayaan masyarakat


1. Menumbuh-kembangkan kemampuan atau potensi
masyarakat (empowering)
2. Menumbuh-kembangkan peran serta masyarakat dalam
pembangunan kesehatan.
3. Mengembangkan semangat gotong royong dalam
pembangunan kesehatan
4. Bekerja bersama masyarakat
5. Menggalang kemitraan dengan LSM & ormas.
6. Penyerahan pengambilan keputusan kepada masyarakat

[60]
Kemampuan (potensi) yang dimiliki oleh masyarakat, dapat
berupa :
1. Tokoh-tokoh masyarakat atau sumber daya manusia (SDM) di
masyarakat, yaitu semua orang yang memiliki pengaruh di
masyarakat yang bersifat formal, yang merupakan kekuatan
besar dan mampu menggerakkan masyarakat di dalam setiap
upaya pembangunan.
2. Organisasi kemasyarakatan, merupakan wadah berkumpul
para angggota, sehingga pemberdayaan masyarakat lebih
berhasil guna untuk pembangunan kesehatan.
3. Dana, sarana, material yang dimiliki masyarakat, agar mereka
merasa ikut memiliki dan bertanggung-jawab terhadap upaya
dan pengembangan sistem yang bersifat subsidi silang.
4. Pengetahuan, sikap, perilaku, budaya yang positif, akan
bermanfaat bagi pembangunan kesehatan masyarakat.
5. Teknologi, kegiatan, sistem kerja, yang sederhana dan tepat
guna serta dimiliki masyarakat, dapat dimanfaatkan untuk
memecahkan masalah yang dialaminya.
6. Pengambilan keputusan melalui tahapan penemuan masalah
dan perencanaan kegiatan pemecahan masalah kesehatan
yang telah dilakukan oleh masyarakat, akan mendorong
masyarakat merasa memiliki dan bertanggung jawab
terhadap kegiatan yang mereka rencanakan sendiri, dan
berdampak ada berkesinambungan.

Untuk melaksanakan fasilitasi atau pendampingan, dapat


digunakan metode Participatory Rural Appraisal (PRA), adalah
suatu cara mengkaji bersama yang dilakukan oleh masyarakat
atau kelompok partisipan yang terkait, dan difasilitasi oleh
petugas fasilitator atau pendamping, untuk :
1. menilai atau memahami keadaan/kondisi di masyarakat dan
dapat dilakukan akurasi data/informasi diantara mereka,

[61]
sehingga diperoleh pelajaran yang berguna bagi para
partisipan itu sendiri.
2. mendorong upaya mereka untuk mengatasi masalah secara
partisipatif dengan mengembangkan dan memanfaatkan
potensi yang ada serta kebersamaan menuju kemandirian.

Keuntungan melibatkan orang yang terkait dengan masalah, agar


data lebih akurat dan dapat dikonfirmasi langsung diantara
mereka, serta upaya mengatasi masalah akan lebih sesuai dengan
kemampuan dan kebutuhan mereka. PRA akan mengembangkan
forum pemberdayaan (bukan forum penyuluhan) dan akan
mendorong partisipasi aktif masyarakat yang terkait.
Memfasilitasi keluarga/masyarakat untuk memahami
keadaan/kondisi mereka sendiri merupakan proses pembelajaran
sebagai peneliti bagi pengembangan kegiatan mereka sendiri,
sehingga terjadi proses pembelajaran, penguatan/pemberdayaan.
PRA menghasilkan rancangan program yang sesuai dengan
keadaan masyarakat.

Partisipasi adalah tindakan yang dilakukan dengan inisiatif dari


masyarakat, dan dibimbing oleh cara/pola pikir sendiri, serta
upaya kontrol penting dilakukan oleh masyarakat sendiri. Wujud
partisipasi mereka ikut menciptakan sarana atau wahana serta
aturan, sehingga terjadi mekanisme dan proses keterlibatan
mereka dan dapat mengontrol peran, sarana, proses.

Dalam menyusun perencanaan dengan PRA, proses yang sering


digunakan:
1. Survei mawas diri (SMD) yaitu mengumpulkan fakta, data,
informasi baik kuantitatif maupun kualitatif yang terkait
dengan masalah kesehatan, bencana, kegawat-daruratan
kesehatan, dengan faktor risikonya, serta berbagai potensi
yang ada di desa. Pelaksana SMD adalah para tokoh di desa dan

[62]
kader kesehatan, difasilitasi oleh petugas Hasil SMD adalah
teridentifikasi masalah kesehatan, bencana, dan
kedaruratan,dengan sebab masalah,serta identifikasi potensi
yang dimiliki desa. SMD dengan metode PRA bertujuan untuk:
 Penilaian/pengkajian untuk memahami keadaan/kondisi di
masyarakat oleh masyarakat setempat yang terkait,
dipandu/difasilitasi petugas secara partisipatip.
 Penelitian dan mengumpulkan data sebagai metode
pembelajaran masyarakat.
 Pendekatan dan teknik kepedulian dan pelibatan
masyarakat dalam proses pemikiran yang berlangsung
selama kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan,
evaluasi program di masyarakat.

Metode yang digunakan:


a. Pemetaan dari hasil observasi dan kajian data yang
dilakukan oleh masyarakat dipandu fasilitator. Diharapkan
semua peserta aktif dan saling melengkapi dan memberikan
informasi yang mereka ketahui. Dengan visualisasi peserta
lebih memahami situasi masalah, sebab masalah dan
potensi yang ada. Berbagai informasi yang perlu untuk
kelengkapan, meliputi
1) Keadaan umum, fasilitas umum, lingkungan, fasilitas
kesehatan dan tenaga kesehatan, tokoh masyarakat.
2) Masalah kesehatan atau kasus terkait, risiko bencana,
kejadian kegawat daruratan kesehatan yang terjadi.
3) Kegiatan yang telah dilaksanakan (misalnya: gotong
royong masyarakat mencegah dan mengatasi masalah
kesehatan, bencana, upaya kesehatan oleh masyarakat
untuk kesehatan Ibu, balita, Posyandu, dll, pengamatan
dan pemantauan masalah kesehatan, bencana,
Pembiayaan kesehatan.

[63]
4) Faktor pendukung atau potensi.
Dalam pemetaan tidak semua informasi dapat digambarkan,
sehingga bila perlu ada lembar penjelasan dan informasi lain
yang ada untuk tetap ditampilkan.
b. Transect Walk (Berjalan untuk Melihat Keadaan yang
Sebenarnya). Masyarakat atau tokoh masyarakat dipandu
fasilitator melakukan perjalanan observasi langsung melihat
keadaan sebenarnya di masyarakat (bila perlu kearah yang
bermasalah) untuk melihat lingkungan, sikap, perilaku
masyarakat. Bila memungkinkan disertai wawancara untuk
memahami perilaku, nilai-nilai serta budaya, untuk
mendapat penjelasan masalah dan sebab masalah mengapa
sesuatu terjadi di lapangan. Transek sering digunakan untuk
cek dan melengkapi berbagai informasi dalam peta, atau
sebagai bahan diskusi lebih lanjut. Beberapa peserta diminta
mencatat hasil temuan, bila mungkin dapat diambil
dokumentasinya. Dengan transek akan menggalang
kebersamaan dan kepedulian peserta terhadap masalah.
c. Body mapping untuk mengetahui tingkat pengetahuan,
sikap, perilaku masyarakat tentang suatu masalah terutama
terkait penyakit, dengan menggambar badan sehat dan
kasus yang sakit, serta menuliskan berbagai informasi yang
mereka ketahui (bisa pada lembar lain). Kemudian meminta
peserta menjelaskan hasil gambar, bila mungkin peragakan.
Informasi gambar maupun tulisan memuat, antara lain
1.) Gejala-gejala,
2.) Penyebab sakit, sikap dan perilaku serta lingkungan
yang menyebabkan sakit.
3.) Pelayanan kesehatan yang perlu dilakukan untuk
mencegah sakit, dan untuk menangani bila sedang sakit
oleh keluarga dan atau masyarakat.

[64]
4.) Informasi lain yang terkait, serta dukungan keluarga
dan masyarakat yang dibutuhkan
Dengan visualisasi gambar akan memudahkan memahami
kasus dan menumbuhkan empati/kepedulian. Fasilitator
diharapkan mendorong peserta saling belajar diantara
mereka tentang kasus&hal yang terkait. Hal-hal yang belum
diketahui peserta dicatat oleh fasilitator sebagai bahan
peningkatan pengetahuan di akhir proses atau acara khusus.

d. Wawancara, Fokus Grup Diskusi (FGD), Diskusi PRA.


Fasilitator bersama masyarakat terkait sesuai dengan
masalah yang ditemukan dari hasil pemetaan sebelumnya,
untuk menggali informasi yang lebih dalam tentang:
1) Identifikasi kasus dan factor risiko serta penanganan
yang telah dilakukan.
2) kebutuhan, kepedulian, penyebab masalah,
3) kesiapan masyarakat mengatasi masalah secara mandiri
dengan berbagai bentuk kegiatan gotong royong
masyarakat, upaya kesehatan, pengamatan dan
pemantauan masalah kesehatan, pembiayaan kesehatan,
dan potensi lainnya.
Metode ini dapat digunakan untuk menggali masalah dan
potensi yang berhubungan dengan kelembagaan yang ada di
desa dengan alat bantu bagan dan peran dan manfaat dari
lembaga untuk masyarakat. Juga dapat untuk menggali
masalah dan potensi yang berhubungan dengan musim
untuk mengetahui masa-masa kritis atau masa yang
menguntungkan dalam kehidupan masyarakat yang
berulang-ulang. Jangan lupa setiap informasi yang didapat
dicatat dan dikelompokkan, untuk disiapkan sebagai bahan
analisis lebih lanjut.

[65]
2. Musyawarah Masyarakat Desa (MMD)
MMD dapat untuk proses Perencanaan dengan: identifikasi
masalah dan potensi, urutan prioritas masalah, identifikasi
sebab masalah dan menentukan prioritas sebab masalah yang
akan diatasi, upaya pemecahan masalah dengan memanfaatkan
potensi yang ada, dan akhirnya penyusunan rencana kegiatan
operasional untuk mencegah dan mengatasi masalah
kesehatan, bencana, dan kegawat-daruratan kesehatan di desa,
sebagai bagian penting dalam Rencana Pembangunan
Kesehatan Desa. Inisiatif MMD diharapkan dari tokoh yang
mendukung pengembangan desa siaga termasuk dunia usaha.
MMD juga merupakan forum untuk monitoring dan evaluasi
kegiatan dengan melakukan penilaian kegiatan yang
diselenggarakan, melakukan perbandingan sebelum dan
setelah kegiatan dilakukan, mengetahui masalah dan
kebutuhan apa yang diselesaikan dan yang masih dibutuhkan,
serta mengkaji potensi yang masih dapat dikembangkan.
Musyawarah Masyarakat desa (MMD) dengan cara:
a. Dialog dan diskusi kesepakatan, untuk identifikasi masalah
dan potensi di desa dari hasil Survei Mawas Diri (SMD), dan
catat dalam lembar kertas/papan yang dapat dilihat dan
dikaji semua peserta. Bila perlu klarifikasi mengapa hal
tersebut dianggap masalah maupun potensi, dan hasil
argumentasi dipahami mereka dan dicatat kemudian
disepakati (perhatikan perasaan mereka terhadap masalah
yang ada, berperan terhadap kepedulian/perhatian untuk
memecahkan masalah).
b. Masalah yang ada dan saling terkait dikelompokkan,
dengan menulis satu persatu masalah yang sudah dikaji dan
diyakini kebenarannya, dilakukan pengelompokan sesuai
bidangnya/topic, sampai seluruh masalah berhasil

[66]
dikelompokkan. Rumuskan topik masalah dari kelompok
tersebut.
c. Menyusun urutan prioritas topik masalah, dengan
pembobotan atau argumentasi oleh peserta, dengan
mempertimbangkan besarnya masalah, gawatnya
masalah/risiko bila tidak segera diatasi, ada cara untuk
mengatasi, dukungan politik-budaya-kepedulian, yang
diakhiri kesepakatan urutan prioritas dan penentuan topic
masalah yang akan diatasi mulai dari urutan pertama dst.
Langkah-langkah dengan argumentasi yang perlu dilakukan
peserta dipandu fasilitator:
 Tulis setiap kelompok topic masalah dalam kertas
(misalnya ada 5 kelompok topic masalah)
 Keluarkan 2 kertas topic masalah, dan peserta diminta
menentukan yang paling penting dan yang kurang
penting untuk diatasi, dan menggali alasan/informasi
menurut persepsi mereka dengan mempertimbangkan
(besarnya topic masalah atau anggota masyarakat yang
kena, gawatnya topic masalah, teknologi untuk mengatasi
topic masalah, dukungan, sumber daya), kemudian
disepakati urutannya.
 Keluarkan setiap kali 1 kertas topic masalah, dan peserta
diminta menentukan urutan diantara kertas terdahulu,
serta menggali alasannya/informasi menurut persepsi
mereka, kemudian dipakati. Demikian seterusnya sampai
semua kertas tersusun.
 Rumusan urutan prioritas menurut penilaian mereka,
kemudian disepakati
 Catat argumentasi peserta untuk setiap kesepakatan
urutan (hal ini memudahkan untuk bahan penyusunan
rencana kegiatan).

[67]
d. Identifikasi penyebab masalah dari topik masalah yang
akan diatasi. Kaji hasil masalah-masalah yang telah
teridentifikasi dalam kelompok topic masalah, mungkin
sebagian besar menjadi penyebab masalah, Ada
kemungkinan satu penyebab masalah dari satu topik
masalah juga merupakan penyebab masalah pada topik
masalah yang lain, sehingga satu penyebab masalah dapat
ditulis berulang sesuai kebutuhan. Bila perlu digali informasi
tambahan dengan curah pendapat untuk melengkapi yang
tersurat dan tersirat. Bila perlu untuk memudahkan
hubungan masalah dan sebab masalah dibuat diagram
masalah. Contoh diagram masalah
DIAGRAM MASALAH DIARE OLEH MASYARAKAT
Posyandu

Gizi kurang Penanganan kasus


Psikis
/buruk
Minum oralit, Ruj ukan
Deteksi Dini istirahat
Daya tahan tubuh
Kematian
Tidak tahan Kasus
makanan tertentu DIARE
Sembuh
Mak, Minuman
Kes Perorangan Makanan, minuman
beracun
(Cuci tangan seb makan) terinfeksi

Masakan tercemar Air tercemar Lalat, binatang lain

Pengetahuan, Sikap, Perilaku Limbah, W C, sampah, dll)

e. Memilih urutan penyebab masalah yang dapat diatasi


dengan argumentasi peserta berdasar pertimbangan
besarnya masalah, gawatnya sebab masalah/risiko bila tidak
segera diatasi, ada cara untuk mengatasi, dukungan politik-
budaya-kepedulian), yang diakhiri kesepakatan beberapa
penyebab masalah yang akan diatasi. Jangan lupa mencatat
argumentasi peserta.

[68]
f. Menyusun alternatif pemecahan masalah/solusi,
dengan memanfaatkan potensi yang dimiliki. Langkah-
langkah yang perlu dilakukan peserta dipandu oleh
fasilitator:
 Inventarisasi topik masalah dan penyebab masalah yang
akan diatasi.
 Kaji potensi&peluang yang teridentifikasi dimanfaatkan
untuk mengatasi masalah&penyebab masalah.
 Susun dalam table setiap penyebab masalah, dan tulis
setiap potensi maupun peluang yang dapat dimanfaatkan
untuk mengatasi penyebab masalah, dan rumuskan
alternative pemecahan dengan kegiatan pokok.
Contoh: Tabel pemecahan penyebab masalah dengan
memanfaatkan potensi
Masalah : Diare
Penyebab Potensi & Alternative pemecahan
masalah peluang (kegiatan pokok)
1. Sampah Kader Cek sampah rumah
Penyuluhan
RT dan RW Gerakan kebersihan
Penyuluhan
Karang Gerakan kebersihan,
taruna penyuluhan
Donatur Dana utk sarana dan keg
gotong royong
Dst
 Kelompokkan alternative pemecahan (kegiatan pokok)
mengatasi penyebab masalah yang ada.
Contoh: Tabel Rumusan alternative pemecahan
masalah/penyebab masalah.
Masalah : Diare
Penyebab Masalah : Sampah
[69]
Alternatif Potensi ygRumusan kegiatan
pemecahan digunakan pokok
Penyuluhan Kader, RT-RW, Penyuluhan sampah
karang taruna, Rumah tangga &
pengajian, dll lingkungan,
pemanfaatan sampah
Gerakan RT, RW, Karang Kebersihan lingkungan
Kebersihan taruna,Perangkat RT, lingkungan
desa Mushola, tempat-
tempat umum
dst

g. Memilih prioritas/urutan alternative pemecahan


(kegiatan pokok) untuk setiap penyebab masalah,
dengan pembobotan atau argumentasi peserta berdasar
pertimbangan: pemenuhan kebutuhan orang banyak,
dukungan cara dan sumberdaya untuk melaksanakan,
dukungan politik dan peluang, dll, sesuai kesepakatran
peserta. Pemilihan urutan prioritas diakhiri kesepakatan
kegiatan pokok yang akan dilaksanakan. Jangan lupa
mencatat argumentasi peserta.

h. Menyusun Rencana kegiatan operasional dari setiap


kegiatan pokok yang akan dilaksanakan. Tabel
penyusunan Rencana kegiatan operasional, dapat digunakan
setiap langkah kegiatan, yang meliputi: kegiatan apa, tujuan,
bagaimana pelaksanaannya, oleh siapa, dimana, kapan, dan
hasil yang diharapkan.
Contoh: Rumusan Kegiatan Operasional
Penyebab masalah : Sampah
Kegiatan pokok: : GERAKAN KEBERSIHAN
LINGKUNGAN.

[70]
Kegiatan Tujuan Proses Oleh Tempat Kap Hasil
operasio Pelaksan siapa an yang
nal aan diharap
kan
Kebersi Kebersa Kesepaka RT Pertem Mg1 Jadwal
han maan,ke tan uan RT disetuju
lingkung pedulian waktu i
an RT kebersih Pengumu Mush Mushol H-1 Warga
an jalan man ola a, & tahu
& H jadwal
lingkung pagi
an Kesiapan RT, Jalan, Mg Warga
bersih. alat, warga lingk 2 kerja
Taman sarana, Donat RT, tiap bakti
tertata minum ur Taman bula hadir
Selokan Pelaksan RT, n >80%
lancar aan selokan
i. Menyusun upaya Pemantauan dan Penilaian, yaitu
menentukan indikator pemantauan kegiatan dan indikator
penilaian program atau kegiatan pokok, serta cara
melakukannya. Hal ini penting untuk memperbaiki
manajemen kegiatan, mengetahui keberhasilan kegiatan,
akhirnya mengetahui apakah penyebab masalah dan
masalah teratasi. Rencana pemantauan dan penilaian ini
sering belum disusun, sehingga kegiatan tidak terpantau dan
tidak mempunyai bahan untuk proses pembelajaran dan
upaya perbaikan selanjutnya. Langkah-langkah fasilitator
dalam memandu peserta :
 Memindahkan kegiatan pokok yang akan dilaksanakan
dan perlu pemantauan dan penilaian
 Menentukan indikator keberhasilan kegiatan pokok yang
akan diukur, cara mengatahui keberhasilan indikator tsb,
[71]
tentukan sumber informasi dan metode menggali
informasi.
 Menyusun langkah kegiatan pemantauan dan penilaian
dengan rinci, oleh siapa, dimana, kapan.
 Menentukan cara analisis yang digunakan dari hasil
pemantauan dan penilaian tersebut.

KEMAMPUAN KOMUNIKASI
1. Menyesuaikan diri dengan para peserta.
Peserta mempunyai pengalaman yang saling berbeda satu
dengan yang lainnya, sehingga mereka mungkin mempunyai
pemahaman yang berbeda-beda terhadap kata-kata, tanda-
tanda dan mimik-mimik. Untuk mengurangi kemungkinan ini,
sesuaikan:
 Bahasa anda. Pastikan bahwa istilah-istilah yang
dipergunakan adalah istilah-istilah yang sudah umum
digunakan oleh peserta diskusi. Jangan menggunakan
istilah-istilah teknik, atau kata-kata oleh suatu profesi atau
bidang studi tertentu, atau istilah asing, tanpa memastikan
bahwa semua peserta memahami artinya, dan tidak terjadi
kesalahpahaman
 Gaya dan Penampilan Fasilitator. Cara berpakaian,
membawa diri, dan melakukan inter-aksi dengan yang lain
akan mempengaruhi seberapa baik seorang fasilitator
menyesuaikan diri dengan peserta diskusi. Pada umumnya,
jika seorang fasilitator tampil secara informal, dan merasa
senang dengan peserta diskusi, hal itu akan membantu
membuat mereka merasa santai juga. Tetapi
menginterpretasikan kata "informal" perlu pula
memperhatikan norma-norma yang ada. Jangan berpakaian
atau bertindak dengan cara-cara yang dapat memberikan
kesan yang palsu atau negatif, tetapi berusahalah sedapat
[72]
mungkin menghindari membuat orang-orang tidak berdaya
dengan memunculkan diri sebagai orang asing atau
membuat mereka merasa takut dengan cara apapun.
 Pola & Cara Bicara. Bagaimana cara atau pola seorang
fasilitator berbicara memberikan pola pada bagaimana
orang menanggapinya. Apa yang dikatakan oleh fasilitator
akan menentukan apa yang dapat dikatakan oleh peserta
atau orang lain. Jika seorang fasilitator mempertahankan
sebagian dari pembicaraannya pada suatu tingkatan yang
dangkal, maka peserta diskusi pada umumnya akan
memberikan jawaban pada tingkat yang dangkal pula. Jika
seorang fasilitator bersikap terbuka, peserta diskusi sering
kali akan menjawab dengan keterbukaan pula.
Memberitahukan tentang keadaan fasilitator dan perasaan-
perasaannya akan mendorong peserta untuk memberikan
jawaban setimpal.
2. Mendengarkan itu penting
Kita semua sudah mendengar dan berkali-kali ditekankan
betapa pentingnya "mendengarkan", tetapi sebenarnya
mendengarkan itu jauh lebih sukar dari pada yang disadari
banyak orang. Hampir seluruh waktu ketika seseorang sedang
berbicara pada kita, kita sebenarnya sedang tidak
mendengarkannya dengan sungguh-sungguh; kita sedang
memikirkan tentang apa yang akan kita katakan dalam
memberikan jawaban.
 Bilamana sedang mendengarkan seseorang usahakan

agar tidak dengan segera melakukan evaluasi tentang apa


yang sedang dikatakan.
 Upayakan untuk memahami apa yang maksud atau arti

sebenarnya menurut perspektif orang lain.

[73]
 Ajukan pertanyaan-pertanyaan yang akan membantu
untuk lebih memahami apa yang sedang dipikirkan dan
dirasakan orang lain.
Hal tersebut, tidak hanya akan memperoleh pemahaman yang
lebih baik, tetapi akan bisa memberikan suatu jawaban yang
mempunyai makna bagi orang lain, ditinjau dari sudut pandang
orang lain.
Keterampilan mendengar penting untuk menyadari apa
yang sedang terjadi dalam diskusi. Berbagai isyarat baik
secara verbal maupun non-verbal memberikan petunjuk pada
fasilitator tentang bagaimana seseorang akan memberikan
reaksi. Fasilitator boleh mengatur dan menyesuaikan gayanya
(dengan berbicara lebih cepat, lebih lambat, pada tingkatan
yang lebih kurang cukup rumit, dengan mendorong lebih
banyak atau kurang partisipasi kelompok) atau fasilitator
boleh memeriksakan pemahamannya atas isyarat-isyarat ini
bersama peserta diskusi dan meminta mereka memberikan
saran demi melakukan revisi-revisi dalam metode.
Beberapa isyarat yang perlu diperhatikan ialah :
 Keresahan. Apakah orang-orang sering berpindah berdiri?

Apakah mereka mendehem atau sedang bercakap-cakap


tentang hal lain? Jika demikian, fasilitator mungkin
kehilangan mereka. Fasilitator mungkin membosankan bagi
mereka atau berbicara terlalu tinggi pada mereka, atau
boleh jadi kelelahan biasa.
 Bilamana terjadi keheningan, apakah mereka kelihatan

senang atau tidak senang ? Dalam sebuah diskusi yang


tegang, keheningan bisa saja menimbulkan penderitaan. Jika
memang inilah masalahnya, beberapa hal bisa saja terjadi :
orang mungkin saja menjadi bosan karena fasilitator terlalu
lambat atau karena bahan-bahan yang dibawakan terlalu
sederhana; orang-orang mungkin saja tidak senang dengan

[74]
pokok bahasan; atau mungkin juga orang-orang merasa
malu antara satu dengan yang lain dan terlalu percaya diri
untuk berbicara di depan kelompok.
 Apakah orang-orang menatap pada fasilitator ketika anda
berbicara ? Jika demikian, mereka mungkin merasa senang
dengan fasilitator dan tergugah dengan apa yang sedang
disampaikan. Jika ada upaya peserta menghindari tatapan
mata, mungkin ada sesuatu yang salah / tidak beres.
 Apakah orang-orang saling memandang satu sama lain bila
mereka berbicara? Sekali lagi, jika mereka tidak
menghindari saling menatap satu sama lain, itu merupakan
suatu pertanda bahwa kelompok itu tidak tegang / santai
dan biasa-biasa saja. Jika dua orang atau lebih tidak mau
saling memandang, atau jika ada dua orang atau lebih orang
tidak akan saling berbicara antara satu dengan yang lain,
mungkin ada sesuatu yang tidak beres.
 Mimik dan Gerak Tubuh dari peserta diskusi, dapat
merefleksikan mereka ingin mengatakan sesuatu, dapat
merefleksikan ketegangan, merasa santai, atau kelelahan.

3. Menyusun & Mengajukan Pertanyaan


Kemampuan seorang pemandu (fasilitator) diskusi untuk
menyusun dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan dalam
suatu kegiatan diskusi tampaknya dipandang sebagai suatu
keterampilan yang tidak penting. Justru itulah keterampilan
yang paling utama dan mutlak harus dimiliki dan dikuasai oleh
seorang pemandu. Karena hakekat dan fungsi pemandu latihan
dalam konsep diskusi partisipatif dan andragogis adalah
sebagai "fasilitator". Tidak jarang ditemukan dan ini
merupakan kelemahan umum yang ditemui dalam banyak
diskusi. Proses belajar menjadi terhenti atau bahkan salah arah

[75]
hanya karena pemandu mengajukan pertanyaan yang tidak
tepat pada saat dan cara yang tidak tepat pula.

Sebagai seorang (Pemandu) fasilitator, dia akan mengajukan


banyak pertanyaan didalam proses diskusi, untuk menstimulir
diskusi agar peserta mengembangkan pemikiran, pendapatnya,
untuk menggali lebih dalam suatu bahasan atau pendapat,
untuk menganalisa, untuk memberikan penugasan, untuk
menstimulasi proses musyawarah dan mufakat, untuk
mengevaluasi kemajuan peserta diskusi dan untuk
mengevaluasi diskusi itu sendiri. Mengajukan pertanyaan
untuk mendapatkan jawaban-jawaban yang bermanfaat,
konstruktif dari peserta diskusi adalah suatu seni. Banyak
pemandu pemula ditemukan mengalami berbagai kesulitan
untuk mengajukan pertanyaan dan kehabisan kata-kata untuk
bertanya hingga akhirnya panik dan bingung. Akibatnya,
fasilitator tersebut secara gampangan saja langsung membuat
kesimpulan atas pengalaman belajar para peserta, tentu saja
menurut persepsinya sendiri. Walhasil, prinsip dasar diskusi
partisipatif pun dilanggar lagi.

Dalam menyusun dan mengajukan pertanyaan, beberapa hal


yang perlu diperhatikan, yaitu:
 Rumusan pertanyaan yang diajukan harus yang jelas

(clarity)
[76]
 Pertanyaan yang diajukan perlu disederhanakan (simplicity)
 Pertanyaan yang diajukan bersifat menantang (challenge)
 Pertanyaan yang diajukan perlu khusus (specificity)

Ada kategori lain tentang jenis-jenis pertanyaan yang dapat


dipergunakan oleh fasilitator untuk memulai dan
menggerakkan diskusi lebih jauh, yaitu:
 Pertanyaan Ingatan: Dimana anda mengalami hal itu?

Apakah hal ini pernah terjadi pada anda?


 Pertanyaan Pengamatan: Apa yang sedang terjadi? Apakah

anda telah melihatnya?


 Pertanyaan Analitis: Mengapa pendekatan partisipatif perlu

dilakukan dalam pembangunan peternakan di Indonesia ?


Mengapa proyek ini tidak berhasil ?
 Pertanyaan Perbandingan: Siapakah dalam hal ini yang

benar ? Mana yang anda anggap paling tepat antara


pendekatan "Top-down" dengan "Bottom-up ?
 Pertanyaan Proyektif: Apa yang akan terjadi dalam waktu

lima tahun mendatang? Apa yang terjadi dengan


pemberlakuan UU No 22 Th 1999 dan UU no 25 Th 1999 ?

Apapun juga "jenis pertanyaan" yang ada sebagaimana


diuraikan di atas, semuanya bertolak dari "Kata Kunci
Pertanyaan", yaitu; APA? SIAPA? DIMANA? KAPAN?
BAGAIMANA? dan MENGAPA?. Berikut ini ada beberapa
panduan praktis menggunakan "Kata Kunci Pertanyaan"
tersebut untuk menyusun dan mengajukan pertanyaan, yaitu:
 Apa? Siapa? Kapan? dan Dimana? Merupakan "kata kunci

tanya" untuk mengungkapkan fakta.


 Bagaimana? Merupakan "Kata Kunci Tanya" untuk
mengungkapkan baik fakta maupun pendapat (opini)
terutama yang berkaitan dengan perspektif "proses".
Demikian pula dengan "Mengapa?" juga dipergunakan untuk

[77]
mengungkapkan gagasan atau pendapat namun lebih
berkaitan dengan perspektif "waktu".
Atas dasar itu, maka akan lebih mudah bagi fasilitator untuk
menggunakan dan menerapkan "Kata Kunci Pertanyaan"
tersebut di atas dalam diskusi.

Dalam memfasilitasi diskusi partisipatif, khususnya yang


berkaitan dengan menyusun dan mengajukan pertanyaan ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
 Hindari pertanyaan tertutup dan pertanyaan yang
menuntun dan mengarahkan. Tekankan pada penggunaan
pertanyaan yang bersifat terbuka.
 Menyusun dan mengajukan pertanyaan dalam bentuk atau

cara yang positif.


 Persiapkan pertanyaan lebih awal atau sebelum diskusi

berlangsung.
 Siapkan dan ajukan pertanyaan sesuai dengan tujuan diskusi

atau tujuan suatu pokok bahasan. Jika pertanyaan sesuai


dengan tujuan latihan, pikirkan dalam-dalam jawaban-
jawaban apa yang mungkin anda terima.
 Lakukan ujicoba "daftar pertanyaan tersebut" kepada

fasilitator lain atau teman-teman lainnya.


 Rumuskan pertanyaan dengan jelas, singkat dan sederhana.

Jika diperlukan jawaban umum atau dalam suatu cakupan


jawaban yang luas, susunlah pertanyaan tersebut dalam
bentuk terbuka, menggunakan kata-kata yang abstrak dan
pertanyaan-pertanyaan yang

Ada berbagai kemungkinan yang muncul dari pengajuan


pertanyaan yang dilakukan fasilitator.
Ada beberapa TIP untuk dapat mereaksi suatu jawaban "yang
sulit" dari peserta, yaitu:

[78]
 Bilamana jawaban yang ada tidak benar atau kurang
lengkap: Jangan mengejek atau menyepelekan, atau bersifat
sarkastis, atau mengabaikan jawaban tersebut. Tunjukkan
penghargaan atas jawaban tersebut dan tunjukkan sesuatu
yang tepat dan lengkap dari jawaban yang telah
disampaikan tersebut kemudian lanjutkan dengan orang lain
atau dapat juga lengkapi dan perbaiki jawaban tersebut atau
dapat juga anda mengajukan pertanyaan yang bersifat untuk
menggali lebih jauh untuk memperoleh jawaban yang tepat.
 Bilamana jawaban kurang jelas tetapi orang yang
menjawab mempunyai jawaban yang tepat di dalam
pikirannya: Untuk itu lakukan pengecekan terhadap
peserta yang lain apakah mereka memahami apa yang telah
disampaikan atau dapat juga anda melakukan dengan cara
meminta peserta yang lain untuk mengulang apa yang telah
disampaikan oleh orang yang memberi jawaban atau dapat
juga dengan meminta peserta lain tentang pemahamannya.
 Bilamana pertanyaan ditanggapi oleh peserta dengan
sikap diam saja. Pertanyakan kepada diri anda sendiri,
"Apakah pertanyaan saya jelas?". Keheningan mungkin
diikuti dengan pandangan peserta yang menduga-duga. Hal
ini menunjukkan bahwa para peserta masih belum
memahami apa yang dipertanyakan daripada sikap tidak
mau memberi jawaban. Apakah anda menilai terlalu tinggi
kemampuan peserta?. Bertanyalah dalam beberapa tahapan
yang lebih spesifik.
 Bilamana jawaban menghendaki pandangan atau
pendapat fasilitator: Sampaikan dengan tegas bahwa anda
mengetahui atau tidak mengetahui jawaban tersebut, tetapi
lebih baik jika fasilitator tidak memberikan jawaban dan
anda menyampaikan agar peserta memberikan informasi
atau jawaban yang dibutuhkan sebagai proses belajar. Dapat

[79]
juga anda melempar kembali pertanyaan tersebut kepada
peserta lain, dengan mengajukan pertanyaan "Bagaimana
menurut anda?
 Bilamana orang yang seringkali memberikan jawaban

yang cepat dan benar. Sampaikan penghargaan dan terima


kasih kepadanya. Kemudian berikan kesempatan kepada
peserta lain untuk memberikan jawaban atau memberikan
tanggapan terhadap pertanyaan dan jawaban tersebut.
Akhirnya, jawaban apapun juga, yang terpenting adalah
melakukan pengecekan sebelum berpindah atau melangkah hal
yang lain untuk menanyakan apakah setiap orang telah
memahami dan puas dengan jawaban-jawaban yang ada dan
rangkuman serta kesimpulan yang ada.
4. Berikan Umpan Balik
Satu cara yang baik untuk menguji asumsi ialah memberikan
dan meminta umpan balik. Fasilitator bertanya pada peserta
diskusi apa yang mereka maksudkan dengan sebuah kata
tertentu, atau fasilitator menyampaikan perasaannya atas apa
yang baru saja mereka katakan kepada mereka. Umpan balik
paling baik apabila diberikan dengan segera, karena melihat
sesuatu ke belakang atau mengingat kembali sesuatu yang
sudah terjadi dua minggu lalu membuat orang merasa sukar.
Pernyataan-pernyataan umpan balik akan lebih membantu bila
pernyataan-pernyataan itu :
 Mulailah dengan hal yang positif. Hampir semua orang

membutuhkan dukungan yang perlu disampaikan setelah


mereka mengerjakan sesuatu. Umpan balik berupa kritik
dan saran yang baik disampaikan dengan cara benar-benar
membantu.
 Spesifik. Lebih baik bersifat spesifik dari pada umum : "Anda

menabrak tangan saya" dari pada "Anda tidak pernah


memperhatikan ke mana tujuan anda".
[80]
 Tentatif. Lebih baik bersifat tentatif daripada absolut : "Anda
kelihatan tidak merasa prihatin atas masalah ini" dari pada
"Anda tidak perduli apa yang terjadi".
 Informatif. Lebih baik menyampaikan informasi /
menginformasikan daripada memerintah: "Saya belum
selesai" dari pada "Jangan ganggu saya lagi".
 Berbentuk Saran & Alternatif. Lebih baik memberikan saran

daripada mengarahkan: "Apakah sudah anda pertimbangkan


untuk berbicara dengan Tim mengenai situasi itu ?" dari
pada "Pergi dan temuilah serta bicarakan dengan Tim".
 Tingkah Laku. Lebih baik berupa tingkah laku yang bisa

diubah daripada bersifat abstrak : "Anda sering mengeluh"


dari pada "Anda belum dewasa atau matang".
Deskriptif daripada evaluasi. Lebih baik memberikan
gambaran tentang sesuatu yang jelas daripada memberikan
penilaian pada orang. "Nada suara anda membuat saya merasa
kuatir".

MEMFASILITASI DISKUSI
Peranan fasilitator dalam sebuah diskusi akan berbeda sesuai
dengan jenis diskusi dan profil peserta diskusi. Dalam beberapa
situasi fasilitator akan menjadi salah satu anggota yang turut
memberikan sumbangan pemikiran disamping juga sebagai
fasilitator. Dalam situasi yang lain adalah tidak tepat bagi
fasilitator menyampaikan pendapat-pendapat dan perasaan-
perasaannya sendiri. Namun demikian, dalam kebanyakan
diskusi, peranan fasilitator antara lain meliputi membuat diskusi
terfokus pada pokok bahasan, memperjelas (atau meminta
klarifikasi) bilamana sesuatu nampak membingungkan, dan
membantu menciptakan dan menjaga situasi dimana setiap orang
ikut mengambil bagian dengan cara bekerja sama.

[81]
Membuat Sesuatu Berjalan
 Setiap orang hendaknya mengetahui dan memahami dengan

tepat tentang apa, atau topik, materi yang didiskusikan dan


alasan atau latar belakang diskusi itu. Seringkali diskusi tidak
segera berjalan, suasana yang kaku dimana setiap orang hanya
melihat-lihat ke sekeliling ruangan, menunggu seseorang lain
untuk mengatakan sesuatu. Hal ini mungkin terjadi karena
peserta tidak tahu dengan tepat apa yang seharusnya mereka
bicarakan, atau bagaimana cara membahas pokok bahasan itu.
 Berikan kesempatan dan peluang kepada para peserta bisa

terlibat aktif dalam proses diskusi. Bila fasilitator terlalu


mengarahkan, bisa membuat peserta menjadi segan dan takut
untuk mengambil tanggungjawab atas apa yang terjadi dalam
diskusi mereka. Peserta mungkin menunggu fasilitator
memberikan petunjuk, mintalah peserta untuk menentukan
seseorang "memimpin" jalannya diskusi.
 Jadilah suatu model atau contoh. Tingkah laku fasilitator dapat

menunjukkan atau menjadi model bagi para peserta diskusi


bagaimana caranya mereka bisa ikut ambil bagian. Peserta
mungkin mengikuti contoh dari fasilitator, dan fasilitator dapat
membantu mengatur nada percakapan yang bersifat santai dan
terbuka agar selama diskusi terjadi dengan cara yang santai,
terbuka dan bersifat informal.
 Gunakan pertanyaan terbuka dan menantang untuk
menstimulasi diskusi, adalah suatu cara yang baik untuk
memulai suatu diskusi.
 Memulai dengan membuat daftar individu, untuk mendorong

peserta mengeluarkan dan menyampaikan pendapat atau


gagasan. Fasilitator bisa memulainya dengan meminta setiap
peserta secara individual untuk membuat daftar berdasarkan
pendapatnya sendiri kemudian didiskusikan bersama

[82]
 Mengitari kesekeliling ruangan dan menanyakan setiap orang
untuk memberikan satu jawaban, sering digunakan untuk
mendorong keterlibatan setiap orang untuk memulai diskusi.
 Membuat catatan-catatan, oleh tim fasilitator lain, atau salah

seorang anggota kelompok) untuk mencatat semua hal pada


sebuah papan tulis atau selembar kertas koran yang
ditempelkan pada dinding.
Kegunaannya catatan adalah:
o Setiap peserta/orang dapat melihat materi yang sudah
dibahas dan mengacu padanya bila perlu.
o Sebagai suatu dasar untuk bahan diskusi selanjutnya..
o Meskipun daftar itu tidak ditempel pada dinding, juga
bermanfaat untuk menyiapkan bagi peserta diskusi suatu
uraian dan pelaporan tertulis atas apa yang sudah terjadi
didalam suatu diskusi.
 Hubungkan diskusi dengan pengalaman langsung dari peserta.
Sukar bagi peserta untuk terlibat dalam suatu diskusi yang
begitu abstrak atau terlalu jauh dari pengalaman mereka
sendiri. Sehingga semakin banyak suatu diskusi dihubungkan
dengan pengalaman dan keprihatinan nyata dari peserta,
semakin antusias mereka dalam mengambil bagian dalam
diskusi itu.
 Gunakan humor untuk menghilangkan ketegangan, kebosanan,
serta dapat membangun situasi informal, sehingga para peserta
yang ragu-ragu akan merasa lebih enak dan leluasa dalam
memberikan sumbangsihnya. Peserta diskusi yang berbeda
akan memberikan reaksi yang berbeda dalam berbagai jenis
humor, sehingga fasilitator seharusnya mengetahui cukup
banyak mengenai peserta
 Menggunakan Intuisi (Indera keenam) dalam memilih teknik-
teknik apa yang akan digunakan dengan peserta diskusi
tertentu. Setiap situasi akan berbeda. Begitu fasilitator
[83]
mendapatkan pengalaman dalam memfasilitasi, fasilitator
tersebut akan belajar menyesuaikan gayanya sesuai dengan
peserta diskusi.
Berikut ini adalah beberapa kategori-kategori umum dari tingkah
laku fasilitator.
 Menyamaratakan partisipasi tidak realisitis. Karena ada yang

ingin berpartisipasi lebih banyak atau lebih sedikit. Untuk


menyamaratakan partisipasi peserta dapat ditempuh hal-hal
sebagai berikut:
o Tidak membiarkan satu orang atau sekelompok kecil

orang-orang untuk mendominasi diskusi.


o Memberikan peluang dan kesempatan bagi anggota yang

diam atau tidak pernah bicara untuk memberikan


sumbangsihnya jika mereka kelihatan tertarik.
 Bertahan terus pada pokok atau topik bahasan. Peranan

fasilitator memperingatkan kelompok bilamana diskusi


menyimpang dari pokok bahasan atau melanggar agenda yang
sudah disetujui pada awal diskusi
 Mengklarifikasi dan menginterpretasi. Fasilitator boleh
menyusun ulang berbagai hal yang sudah pernah disampaikan
sebelumnya untuk memperjelas kembali. Fasilitator boleh
menginterpretasikan arti sesuatu secara pribadi, atau menurut
pendapat peserta diskusi, dan bersifat sementara. Lakukan
klarifikasi dan interpretasi dengan meminta peserta
memberikan umpan balik atas apa yang sudah dikatakan.
 Membuat ringkasan, berarti menarik beberapa bagian secara

bersama-sama dan membuat kesimpulan kemajuan yang sudah


dicapai, dan kemana arah tujuan peserta diskusi.
 Membuat langkah maju dan kapan mungkin saatnya untuk

maju terus. Ini termasuk mengatakan hal-hal seperti, "Apakah


pokok bahasan ini sudah tercakup secara menyeluruh ?
Barangkali kita hendaknya mulai bicara tentang bagaimana

[84]
caranya kita akan memanfaatkan informasi ini, "……atau…..".
Nampaknya kita saling memahami dengan baik sudut pandang
masing-masing satu sama lain. Saya pikir kita sudah siap
membuat sebuah keputusan.
 "Pengolahan". Ini berarti membantu agar anggota-anggota

kelompok bekerja dengan baik secara bersama-sama pada


suatu tingkat antar perseorangan. Ini bagian paling penting
dari peranan fasilitator.
Fungsi fasilitator dalam pengolahan ialah untuk menjaga agar
komunikasi tetap terbuka di antara peserta diskusi sehingga
kerja sama bisa terjadi dan perselisihan dapat ditangani secara
konstruktif. Hal ini dapat dilakukan antara lain dengan cara-
cara sebagai berikut:
o Memberikan kesempatan-kesempatan kepada para
peserta diskusi untuk saling mengekspresikan dan
mendengarkan perasaan-perasaan orang lain
o Meminta umpan balik dari peserta atau memberikan

saran-saran yang dibutuhkan peserta.


 Sangatlah penting bahwa peserta mengerti bahwa kata-kata
dari fasilitator bukanlah hukum atau undang-undang yang
harus dipenuhi dan ditaati. Interpretasi atau saran apa saja
yang dibuat oleh fasilitator harus sesuai dengan kualifikasi dari
para peserta. Tidak satupun dari tingkah laku peserta dibatasi
fasilitator, dorong peserta bersikap menerima gagasan bahwa
semua peserta bertanggungjawab atas apa yang terjadi dalam
diskusi, semakin banyak tingkah laku yang dapat direfleksikan
oleh peserta dari waktu ke waktu.

Teknik Memfasilitasi Secara Tim


Memfasilitasi atau memandu sangat disarankan untuk
mempunyai dua atau tiga orang faslitator bilamana
memungkinkan. Dua orang fasilitator dapat menjalankan

[85]
peranan-peranan yang berbeda didalam proses fasilitasi,
sehingga dapat saling membantu satu sama lain dan memberikan
pelayanan yang lebih baik kepada peserta. Mengingat setiap
fasilitator mempunyai latar belakang yang berbeda dan perspektif
yang berlainan, mereka akan mempunyai kemampuan yang
berbeda dan menanggapi secara berbeda pula terhadap beragam
situasi di dalam diskusi, hal ini dapat saling melengkapi dan
menguntungkan peserta

Ada beberapa model yang dapat diterapkan dalam memfasilitasi


secara tim, yaitu antara lain:
 Fasilitator -Juru Catat. Adanya suatu pembagian tugas di antara

dua orang fasilitator yaitu seseorang bertindak dalam


kapasitas rutin sebagai fasilitator, dan fasilitator kedua
bertindak sebagai juru catat. Mempunyai seseorang yang
terampil untuk bertindak dalam peranan ini dapat mengambil
sebagian dari beban keluar dari fasilitator utama. Sebagai
tambahan, sang juru catat akan merupakan tenaga bantuan
yang sangat besar dengan jalan menyediakan penguatan
tertulis atas sasaran-sasaran dan tujuan dari pertemuan
tersebut.
 Divisi Peranan Proses-Muatan / Isi Diskusi Model lain yang

dapat diterapkan adalah "Proses" dan "Isi", yaitu satu


fasilitator mungkin memusatkan perhatian pada isi atau
muatan dari diskusi, pokok bahasan masalah. Fasilitator yang
kedua memberikan perhatian terhadap apa yang sedang terjadi
dalam diskusi, bagaimana caranya orang-orang melakukan
interaksi di antara mereka. Model ini membuka kemungkinan
untuk cakupan yang jauh lebih menyeluruh dari kedua peranan
itu, yaitu sebagai nara sumber dan sebagai fasilitator diskusi.
Sementara fasilitator isi / muatan dapat memusatkan seluruh
perhatiannya pada melaksanakan presentasi yang

[86]
berhubungan dengan informasi, membahas pendapat-
pendapat, gagasan dan lain-lain. Sedangkan fasilitator proses
mengambil tanggungjawab untuk melihat bahwa interaksi
belajar berjalan secara seimbang dan sesuai yang diharapkan.
 Aktif - Pasif. Satu orang memainkan peranan sebagai seorang
fasilitator tradisional, sementara orang kedua terlibat jauh
dengan peserta sebagai orang kunci untuk mengidentifikasikan
dengan peserta-peserta lainnya dan memberikan umpan balik
kepada fasilitator
Referensi:
1. Panduan Teknik Partisipatif, Penguatan Kapasitas Advokasi
Kesehatan Ibu, Bayi Baru Lahir dan Anak bagi Tim Advokasi
Kabupaten/Kota, Departemen Kesehatan RI, tahun 2008.
2. Modul Pelatihan Participatory Learning Action (PLA), Indra
Kertati dkk, Pada Pelatihan PLA untuk Flu Burung se Jawa
Tengah UNICEF-Pemda Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2007
3. Fasilitasi yang efektif, Local Governance Support Program
(LGSP) Training and Publications, tahun 2008.
4. Pedoman desa Siaga Provinsi Jawa Tengah, tahun 2006.
5. Perencanaan Partisipatif Pembangunan Masyarakat Desa
(P3MD), Badan Pemberdayaan Masyarakat Propinsi Jawa
Tengah.
6. Panduan PBL , tahun 2009.
7. DTPS-KIBBLA Pedoman Proses Perencanaan, DepKes RI, tahun
2008.

[87]
RENCANA PELAKSANAAN
(PENYUSUNAN POA)

A. Penyusunan Plan of Action


Rencana pelaksanaan kegiatan atau intervensi disusun oleh
kelompok dengan penanggungjawab kegiatan anggota
kelompok yang dapat dibantu oleh penanggungjawab bagian
atau pimpinan wilayah/institusi yang akan diintervensi.
Rencana kegiatan intervensi berisi sebagai berikut :
1. Kegiatan : merupakan nama atau judul dari intervensi yang
akan dilaksanakan
2. Tujuan : merupakan goal yang akan dicapai setelah
dilakukan intervensi dan bukan merupakan dampak
3. Sasaran : merupakan obyek dan atau subyek yang akan
mendapatkan/terkena kegiatan intervensi
4. Biaya dan Sumber : merupakan rincian kebutuhan dana
untuk pelaksanaan kegiatan intervensi beserta asal/sumber
dana tersebut
5. Waktu & Tempat : keterangan yang menunjukkan kapan
dan dimana kegiatan intervensi tersebut dilaksanakan
(pukul, hari, tanggal, bulan, tahun, atau keterangan waktu
lainnya serta lokasi)
6. Penanggungjawab : Orang yang bertanggungjawab atas
pelaksanaan kegiatan intervensi
7. Keterangan : lain-lain yang berhubungan dengan
pelaksanaan kegiatan intervensi, dapat diisi atau tidak.

[88]
Rencana kegiatan (POA) dibuat dalam tabel sebagai berikut:
Biaya/ Waktu &
Keg Tujuan Sasaran PJ Ket
Sumber Tempat
(1) (2) (3) (6) (7)
(4) (5)

B. RENCANA DAN DATA PENILAIAN


Tabel rencana dan data penilaian
Krite Pengu
Indi Standart Alat Ukur
ria Kuran Data (6) Hasil (7)
Kator (2) (3) (5)
(1) (4)

Tabel rencana dan data penilaian (kolom 1-7) dibuat sebelum


intervensi dilakukan. Pengisian kolom 1-5 dilakukan sebelum
pelaksanaan intervensi sedangkan kolom 6 da 7 diisi setelah
intervensi selesai
Penjelasan singkat kolom-kolom dari tabel rencana dan data
penilaian ;
 Kriteria :
Adalah ciri dari subyek yang akan dinilai bisa kriteria input,
proses, dan atau output.
 Indikator :
Variabel/subvariabel yang memberi petunjuk adanya
perubahan dari kriteria.

[89]
 Standart :
Tingkat / level yang dipakai untuk pembanding dari variabel /
sub variabel pada indikator.
 Pengukuran :
Perhitungan yang digunakan dapat berupa rate-ratio proporsi
/ presentasi atau rumus lain.
 Alat ukur :
Instrumen yang digunakan untuk mendapatkan dan mencatat
data dari indikator
 Data :
Data yang diperoleh pada saat pelaksanaan evaluasi berupa
keadaan yang sebenarnya, & penghitungan dari rumus kolom 4
 Hasil :
Merupakan interpretasi dari data sesudah dibandingkan
dengan standar yang telah ditentukan berupa efektivitas atau
efisiensi.

[90]
Contoh : Rencana Kegiatan (POA)

Keg Tujuan Sasaran Biaya/ Waktu PJ Ket


(1) (2) (3) Sumber & (6) (7)
(4) Tempat
(5)
Terlaksan Bayi di
Biaya Hari Sumarl
Pekan anya daerah
1. vaksin : Senin, an,
Imunis program dadu .....Rp. 2 S.KM
asi imunisasi yang2. tenaga : Maret (Koor-
polio polio pada berjum .....Rp. 2006 dinator
bayi di lah 3. transporta Pkl 7 – progra
daerah 230 si :....Rp. 16.00 m
Dadu 4. dst... WIB Imunis
dengan Jumlah :Rp. di asi)
cakupan Sumber : Balai
90 % 1. APBD Kel.
2. LSM Dadu
3. dll
Penyul Meningka Seluru Biaya Hari Sukaesi
uhan tkan h KK 1. leaflet : Senin , S.KM
ttg pengetahu yang .....Rp. Tgl 5 (Koor-
teknik an warga ber- 2. modul : Maret dinator
Penge tentang jumlah .....Rp. 2006 progra
lolaan teknik 100 3. transporta Pkl 20- m
air pengelola KK si :....Rp. 22.00 kesling
bersih an air 4. dst... WIB )
rumah bersih Jumlah :Rp. di
tangga rumah Sumber : Balai
tangga 1. APBD Kel.
sebesar 2. LSM Dadu
30% 3. dll

[91]
Contoh : Rencana dan Data Penilaian

Alat
Kriteria Indi Standart Pengu
Ukur Data (6) Hasil (7)
(1) Kator (2) (3) Kuran (4)
(5)
Output Rerata Penca Selisih Kue {(85- Pening
: nilai test paian Nilai sion 60) katan
Tingkat penge rerata penge er x 60} Penge
Penge tahuan nilai tahuan :100% tahuan
tahuan test setelah sebesar
penge inter 40%
tahuan vensi
yang dibandi
direnc ng nilai
a penge
nakan tahuan
sebelu
m
interve
nsi
Output Jumlah Jumlah Jumlah For {300 x 130%
: bayi bayi bayi muli 230} : Efektif,
Cakupa yang yang diimu r 100% mele
n diimu direnc nisasi bihi
imunis nisasi a dibandi tujuan
asi nakan ng sebesar
menda jumlah 40%
pat bayi
imunis yang
asi direnca
nakan

[92]
PRESENTASI DENGAN EFEKTIF

A. Persiapan
1. Persiapan Materi/Bahan Presentasi
a. Siapkan laporan sebaik mungkin.
b. Buatlah kerangka utama, pilih poin-poin penting.
c. Susun materi secara sistematis, padat dan jelas.
d. Ketahui karakteristik dan dasar pengetahuan pendengar:

Persiapan Presenter
a. Berlatihlah sampai Anda merasa siap.
b. Latih intonasi, kestabilan suara dan penggunaan media.
c. Bila perlu rekam presentasi Anda atau lakukan presentasi
di hadapan beberapa teman.
d. Coba hitung waktu yang diperlukan.
e. Setelah mendapatkan masukan dari beberapa teman atau
melihat presentasi Anda dari rekaman, perbaiki
kekurangan yang ditemukan.

Persiapan Alat & Media Presentasi


a. Pilih alat yang memungkinkan Anda dapat melakukan
presentasi dengan mudah dan menarik.
b. Cek peralatan.
c. Gunakan software untuk presentasi.
d. Pilih tulisan yang sederhana dan cukup besar, Ex: Arial 18
e. Jangan copy laporan, pilih point-point yang penting saja.
f. Satu slide berisi satu pokok pikiran
g. Beri bingkai dan aksen yang menarik.
h. Buatlah diagram alur, tabel, grafik atau gambar

[93]
B. Teknik Presentasi
1. Buat suasana yang santai dan rileks untuk pendengar Anda.
2. Gunakan kata ganti "personal" (misalnya kita) dalam
memberikan presentasi, untuk melibatkan pendengar.
3. Lakukan kontak mata dengan pendengar.
4. Presentasikan topik dengan menggunakan suara ramah/
akrab, beri variasi sebagai penekanan pada beberapa kata.
5. Gunakan kata/kalimat transisi yang memberitahukan
pendengar bahwa Anda akan menuju ke pemikiran yang lain.
6. Bila perlu, berilah pertanyaan-pertanyaan kepada pendengar
untuk melibatkan mereka, misalnya dengan menanyakan
apakah presentasi Anda sudah jelas.
7. Ambil kesimpulan sesuai dengan pemikiran/argumentasi
yang sudah dipresentasikan.
8. Sisakan waktu untuk pertanyaan dan minta masukan :
 isi presentasi (ide-ide berhubungan yang mungkin belum
disentuh)
 kesimpulan
 cara presentasi

C. Penggunaan Alat Audio-visual


1. Bila menggunakan komputer, periksa kesesuaian hardware
dengan software. Periksa juga apakah dokumen Anda bisa
digunakan dengan versi software yang ada.
2. Datanglah lebih pagi, serta periksalah apakah semua alat
bantu yang hendak digunakan (audio, visual, komputer) bisa
dilihat, didengarkan, dan dimengerti oleh semuanya.
3. Gunakan huruf-huruf sederhana dan berukuran besar agar
bisa dibaca dengan mudah (tampilan visual).
4. Perlengkapi setiap pemikiran utamamu dengan material yang
bisa ditunjukkan.
[94]
PENGGUNAAN MEDIA PROMOSI KESEHATAN
YANG EFEKTIF

A. PENGANTAR
Promosi kesehatan adalah suatu proses untuk membuat
orang mampu meningkatkan kontrol dan memperbaiki
kesehatan mereka dengan basis pemberdayaan diri sendiri
(self empowerment). Salah satu cara untuk memampukan
masyarakat adalah melalui kegiatan pendidikan kesehatan
dengan proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran
diperlukan metode dan media yang tepat supaya efektif.
Kualitas media yang baik akan memperlancar proses
penyampaian informasi. Media Belajar merupakan bagian
dari sumber belajar. Sumber belajar dapat berupa: pesan,
orang, alat, bahan, teknik & lingkungan. Kombinasi bahan
(software) & alat (hardware) dinamakan media pembelajaran.
Media pembelajaran : segala sesuatu yang dapat digunakan
untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan
pebelajar sehingga mendorong terjadinya kegiatan belajar.

Gambar. Kerucut Edgar Dale

[95]
Edgar Dale dalam Kerucut Pengalaman Dale (Dale’s
Cone Experience) mengatakan: “hasil belajar seseorang
diperoleh melalui pengalaman langsung (kongkrit),
kenyataan yang ada dilingkungan kehidupan seseorang
kemudian melalui benda tiruan, sampai kepada lambang
verbal (abstrak). Semakin ke atas puncak kerucut semakin
abstrak media penyampai pesan itu. Proses belajar dan
interaksi mengajar tidak harus dari pengalaman langsung,
tetapi dimulai dengan jenis pengalaman yang paling sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuan kelompok sasaran yang
dihadapi dengan mempertimbangkan situasi belajar”.
Pengalaman langsung akan memberikan informasi dan
gagasan yang terkandung dalam pengalaman itu, oleh karena
ia melibatkan indera penglihatan, pendengaran, perasaan,
penciuman, dan peraba”. Dalam proses pembelajaran,
semakin konkrit media dan semakin mendekati kenyataan,
semakin mudah informasi diserap oleh audience.
Ciri-ciri khusus media berbeda menurut tujuan dan
pengelompokanya. Ciri-ciri media dapat di lihat menurut
kemampuanya membangkitkan rangsangan pada indera
penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman, dan
pengecapan. Maka ciri-ciri umum media adalah bahwa media
itu dapat diraba, dilihat, didengar, dan diamati melalui panca
indera. Di samping itu ciri-ciri media juga dapat dilihat
menurut harganya, lingkup sasaranya, dan kontrol oleh
pemakai.
Tiap-tiap media mempunyai karakteristik yang perlu
dipahami oleh pemakainya. Dalam memilih media, orang
perlu memperhatikan tiga hal, yaitu:
1. Kejelasan maksud dan tujuan pemelihian tersebut
2. Sifat dan ciri-ciri media yang akan dipilih

[96]
3. Adanya sejumlah media yang dapat dibandingkan karena
pemilihan media pada dasarnya adalah proses
pengambilan keputusan akan adanya alternatif-alternatif
pemecahan yang dituntut oleh tujuan.

B. JENIS-JENIS MEDIA PEMBELAJARAN


Jenis media yang lazim dipergunakan dalam
pembelajaran antara lain: media nonproyeksi, media proyeksi,
media audio, media gerak, media komputer, komputer
multimedia, hipermedia, dan media jarak jauh.
Jenis media dalam pembelajaran adalah :
1. Media grafis seperti gambar, foto, grafik, bagan, diagram,
kartun, poster, dan komik.
2. Media tiga dimensi yaitu media dalam bentuk model padat,
model penampang, model susun, model kerja, dan diorama.
3. Media proyeksi seperti slide, film stips, film, dan OHP
4. Lingkungan sebagai media pembelajaran

C. KRITERIA PEMILIHAN MEDIA PEMBELAJARAN


Media pembelajaran adalah suatu cara, alat, atau proses
yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari sumber
kepada penerima, berlangsung dalam proses pendidikan.
Penggunaan medi pembelajaran dapat membangkitkan
keinginan, minat baru, motivasi, rangsangan belajar, dan
pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa.
Beberapa hal yang perlu di perhatikan dalam memilih media
pembelajaran :
1.Tujuan
Media yang dipilih hendaknya menunjang tujuan
pembelajaran yang dirumuskan.
2. Ketepatgunaan
Jika materi yang akan dipelajari adalah bagian-bagian yang
penting dari benda, maka gambar seperti bagan dan slide

[97]
dapat digunakan. Apabila yang dipelajari adalah aspek-
aspek yang menyakut gerak, maka media film atau video
akan lebih tepat. Penggunaan bahan-bahan yang bervariasi
menghasilkan dan meningkatkan pencapaian hasil.
3. Keadaan audience
Media akan efektif digunakan apabila tidak tergantung dari
beda interindividual antara audience. Misalnya kalau
audience tergolong tipe auditif/visual maka audience yang
tergolong auditif dapat belajar dengan media visual dari
audience yang tergolong visual dapat juga belajar dengan
menggunakan media auditif.
4. Ketersediaan
Media yang akan digunakan harus dipastikan ada.
5. Biaya
Biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh dan
menggunakan media, hendaknya seimbang dengan hasil-
hasil yang akan dicapai.
Dasar pemilihan alat bantu visual adalah memilih alat
bantu yang sesuai dengan kematangan, minat dan kemampuan
kelompok, memilih alat bantu secara tepat untuk kegiatan
pembelajaran, mempertahankan keseimbangan dalam jenis
alat bantu yang dipilih, menghindari alat bantu yang
berlebihan, serta mempertanyakan apakah alat bantu tersebut
diperlukan dan dapat mempercepat pembelajaran atau tidak.

Jika ingin pesan dengan media yang Anda buat diterima


dan diminati, pahami dan sesuaikan pesan, bahasa dan
media dengan audience.
KNOW YOUR AUDIENCE!

[98]
BEBERAPA PRINSIP DALAM PEMBUATAN MEDIA CETAK
1. Leaflet
 Ukuran cukup kecil untuk dibawa.
 Informasi detail tentang sesuatu hal.
 Gunakan bahasa yang sesuai dengan audience.
 Lengkapi dengan gambar/ foto informatif
2. Pamflet
 Ukuran cukup besar untuk ditempel dan dibaca di
tempat umum
 Informasi detail tentang sesuatu hal.
 Gunakan bahasa yang sesuai dengan audience.
 Lengkapi dengan gambar atau foto informatif
3. Poster
 Ukuran cukup besar untuk diletakkan/ditempel serta
dibaca di tempat umum.
 Media poster dominan gambar.
 Biasanya berisi pokok pikiran umum (Tidak detail)
 Buat satu kalimat yang “menyentuh”, mengajak,
melarang, “menggelitik”, unik.
4. Flip chart (lembar balik)
 Pakai huruf cetak balok, bukan latin.
 Huruf harus cukup besar sehingga bisa dibaca oleh
audience terjauh. Ujilah sebelum digunakan.
 Gunakan tulisan singkatan untuk membersingkat frase.
Singkatan dipilih yang umum dan jelas
 Gunakan penanda (warna, garis bawah, huruf kapital)
untuk pesan yang membutuhkan penekanan.
 Ketika digunakan, jangan menghadap ke flip-chart,
menghadaplah kepada audience.
 Satu lembar berisi satu pokok pikiran
Pakai grafik, tabel, gambar, flow chart untuk memperjelas uraian
[99]
Format Cover Laporan Individu

LAPORAN INDIVIDU
PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN

PENGALAMAN PROBLEM SOLVING


MASALAH KESEHATAN MASYARAKAT
DI RW ............ KELURAHAN..................................................
KECAMATAN …………………
KOTA SEMARANG

Disusun oleh :
....................................(NIM. ...............................)

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO
SEMARANG
2021

[100]
Format Lembar Pengesahan Laporan Individu

Lembar Pengesahan

1. Judul Kegiatan :
2. Anggota Pelaksana : orang

Nama :
NIM :

3. Dosen Pembimbing
a. Nama Lengkap dan Gelar :
b. NPP :

Semarang, Januari 2021

Dosen Pembimbing Mahasiswa Peserta PBL

( ) ( )
NPP. . NIM. .

Ketua RT/Stakeholder Terkait Dosen Penguji

( ) ( )
NIP. . NPP. .

[101]
FORM PEMBIMBINGAN
(Diisi oleh dosen Mahasiswa)

No Tanggal Keterangan Ttd


Dosen
1

FORM SUPERVISI
(Diisi oleh dosen pembimbing)

No Tanggal Keterangan Ttd


Dosen
1

[102]

Anda mungkin juga menyukai