TEKNIS
PELAKSANAAN
DHA
TIM PENYUSUN PETUNJUK TEKNIS
2
DAFTAR ISI
3
LAMPIRAN .......................................................................................................................................... 67
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Dimensi 1: Sumber Pembiayaan .............................................................................................. 24
Tabel 2. Dimensi 1: Sumber Pembiayaan (lanjutan) .............................................................................. 25
Tabel 3.Dimensi 2: Pengelola Pembiayaan ............................................................................................ 27
Tabel 4. Dimensi 2: Pengelola Pembiayaan (Lanjutan) ......................................................................... 28
Tabel 5. Dimensi 3: Penyedia Pelayanan ............................................................................................... 30
Tabel 6. Dimensi 5: Program Kesehatan ................................................................................................ 33
Tabel 7. Dimensi 5: Program Kesehatan (lanjutan) ............................................................................... 34
Tabel 8. Dimensi 6: Jenis Kegiatan ........................................................................................................ 35
Tabel 9. Dimensi 6: Jenis Kegiatan (Lanjutan) ...................................................................................... 37
Tabel 10. Dimensi 7: Mata Anggaran .................................................................................................... 39
Tabel 11. Dimensi 7: Mata Anggaran (Lanjutan) .................................................................................. 41
Tabel 12. Dimensi 8: Jenjang Kegiatan .................................................................................................. 41
Tabel 13. Dimensi 9: Penerima Manfaat ................................................................................................ 42
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.Pembiayaan kesehatan yang Komprehensif dan Holistik...................................................... 13
4
BAB 1. PENDAHULUAN
5
c. 2 orang staf Dinas Kesehatan (Dinkes) yang bertugas melakukan perencanaan anggaran
(Bagian Perencanaan dan Anggaran)
d. 1 orang staf Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) yang bertugas melakukan perencanaan
anggaran (Bagian Perencanaan dan Anggaran)
6
(3) Lapas,
(4) Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa
(5) Dinas Sosial
(6) Fasilitas Kesehatan Swasta
dapat dilengkapi untuk produksi DHA. Adapun proses tersebut dapat dilakukan setelah
peserta kegiatan kembali ke Kabupaten/Kota masing-masing.
7
BAB 2. FUNGSI DAN PRINSIP DASAR PEMBIAYAAN PROGRAM
KESEHATAN
8
berintegrasi untuk bisa mencapai tujuan pembangunan. Pembiayaan kesehatan juga
harus mampu mendanai program-program kelurahan/desa
(8) Tepat waktu. Dana yang diberikan untuk puskesmas harus selalu tepat waktu agar
penyelenggaraan pelayanan UKM di desa tidak terlambat.
(9) Transparan. Seluruh belanja kesehatan yang dieksekusi harus akuntabel dan transparan
sesuai dengan kebijakan, teori, dan hasil penelitian.
(3) Pemanfaatan
Setiap dana yang ditujukan untuk kesehatan dimanfaatkan untuk membiayai seluruh upaya
kesehatan (UKP dan UKM), kegiatan langsung dan tidak langsung, serta seluruh mata
anggaran.
(4) Pemantauan dan evaluasi
Pemantauan belanja dilakukan setiap bulan, semester, dan tahun serta menggunakan
aktivitas akun kesehatan (health account).
Sementara secara teoritis, ada tujuh langkah dalam sistem pembiayaan kesehatan, yaitu sebagai
berikut:
(1) Menetapkan apa yang akan dibiayai
(2) Memperkirakan berapa biaya yag diperlukan
(3) Memperkirakan anggaran yang tersedia (health account)
9
(4) Melakukan pembiayaan kesehatan dengan menggali berbagai sumber dana, menentukan
alokasi, serta manfaat masing-masing sumber dana.
(5) Menyusun rencana dan anggaran program-program kesehatan (planning and budgeting)
(6) Pelaksanaan (eksekusi) pembiayaan termasuk penyaluran, pembelanjaan, serta monitoring
belanja.
(7) Evaluasi pembiayaan yaitu menilai hasil atau kinerja program yang telah dibiayai. Penilaian
ini dilakukan untuk mengetahui apakah pemaanfaatan biaya kesehatan tersebut telah sesuai
dengan prinsip dan norma-norma pembiayaan kesehatan
UU No. 36 tahun 2009 juga mengamanatkan bahwa anggaran kesehatan pemerintah pusat
dialokasikan minimal sebesar 5% (lima persen) dari anggaran pendapatan dan belanja negara di
luar gaji. Sedangkan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota mengalokasikan minimal 10%
(sepuluh persen) dari anggaran pendapatan dan belanja daerah di luar gaji untuk anggaran
kesehatan.
10
BAB 3. ISU STRATEGIS PEMBIAYAAN KESEHATAN DAERAH
1) Penurunan angka kematian ibu, angka kematian neonatal, dan angka kematian balita
2) Mengakhiri epidemi HIV/AIDs, tuberkulosis, malaria, hepatitis, dan penyakit tropis
lainnya
3) Pengendalian dan penurunan kematian dini akibat penyakit tidak menular
4) Memperkuat pencegahan dan pengobatan penyalahgunaan zat berbahaya termasuk
narkotika dan alkohol
5) Penurunan kematian dan cedera akibat kecelakaan lalu lintas
6) Memastikan akses pada layanan kesehatan seksual dan reproduksi, pendidikan
keluarga, dan KB
7) Peningkatan kepesertaan JKN sebagai upaya perlindungan dari risiko finansial
8) Penurunan angka kematian dan penyakit akibat kontaminasi dan polusi lingkungan
9) Penanganan kegawat daruratan
12
f. Target prioritas pembangunan kesehatan
Selain pelayanan yang harus dibiayai berdasarkan amanat peraturan perundangan, terdapat
lima prioritas pembangunan kesehatan yang juga harus didanai yaitu:
Peningkatan
Percepatan Peningkatan Penguatan sistem
kesehatan ibu, Pembudayaan
perbaikan gizi pengendalian kesehatan
anak, dan Germas
masyarakat penyakit
reproduksi
1. Angka 5. Prevalensi 7. Insidens HIV 10. Persentase 13. % fasilitas
kematian ibu stunting per 1000 merokok kesehatan
per 100.000 pada balita penduduk penduduk usia FKTP
kelahiran hidup 6. Prevalensi yang tidak 10-18 tahun terstandar
2. Angka kemtian wasting pada terinfeksi 11. Prevalensi 14. % RS
bayi per 1000 balita 8. Insiden TB per obesitas terakreditasi
kelahiran hidup 100.000 penduduk usia 15. %puskesmas
3. Angka penduduk >=18 tahun dengan jenis
kematian 9. Eliminasi 12. Jumlah nakes
neonatal per malaria kabupaten/kota terstandar
1000 kelahiran (kab/kota) sehat 16. % puskesmas
hidup tanpa dokter
4. Cakupan IDL 17. %puskesmas
pada anak usia dengan
12-23 bulan ketersediaan
obat esensial
Selain itu, intervensi determinan sosial kesehatan juga semakin marak digaungkan.
Intervensi ini sangat penting karena masalah kesehatan semakin banyak dipengaruhi oleh
13
faktor di luar kesehatan. Sebagai contoh pada kasus stunting, penanganannya tidak hanya
dapat diintervensi secara spesifik tetapi juga secara sensitif. Intervensi sensitif dapat berupa
perbaikan sarana air bersih dan sanitasi, pola asuh, ketersediaan pangan yang sehat, dan
sebagainya. Pembiayaan kesehatan yang termasuk pada faktor determinan sosial kesehatan
disebut sebagai pembiayaan kesehatan holistik.
2. Sumber Pembiayaan
Cara membiayai pelayanan kesehatan di Indonesia terbagi dua yaitu (i) menggunakan dana
pajak dan (ii) menggunakan sumber daya di rumah tangga atau mekanisme asuransi.
Pelayanan kesehatan masyarakat yang bersifat barang publik yang menjadi tanggung jawab
pemerintah. Pendanaan program ini bersumber dari APBN dan APBD. Sementara pelayanan
kesehatan perorangan bersifat privat, dimana pembiayaannya dilakukan melalui mekanisme
asuransi sosial sesuai UU No. 40 tahun 2004, kecuali penduduk yang tidak mampu dan
miskin menjadi tanggung jawab pemerintah.
Pendapatan daerah yang termasuk di dalam APBD terdiri dari Pendapatan Asli Daerah
(PAD), pendapatan transfer, serta lain-lain pendapatan daerah yang sah. Pendapatan Asli
Daerah menurut Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 2019 terdiri dari pajak daerah, retribusi
daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, serta pendapatan asli daerah
yang sah lainnya. Sedangkan dana transfer dapat berasal dari pusat maupun antar daerah.
Dana-dana yang termasuk sebagai dana transfer pusat menurut UU No. 1 tahun 2022 adalah:
(i) Dana Bagi Hasil,
(ii) Dana alokasi umum,
(iii) Dana alokasi khusus (fisik dan non-fisik).
(iv) Dana Insentif Daerah
(v) Dana Otonomi Khusus
(vi) Dana Keistimewaan
(vii) Dana Desa
Berdasarkan Permendagri No. 90 tahun 2019, beberapa pendapatan yang berasal dari dana
kapitasi JKN pada FKTP tercatat sebagai lain-lain PAD yang sah dan termasuk dalam dana
umum PAD. Sedangkan dana yang berasal dari pajak rokok, retribusi BLUD dari hasil klaim
BPJS, DBH CHT, DAU, DAK fisik dan non-fisik, serta bantuan bagi hasil pajak rokok dari
daerah lain masuk pada dana khusus. Klasifikasi suatu pendapatan masuk pada dana umum
atau khusus bergantung dari peruntukannya. Jika terdapat petunjuk/ perintah khusus dalam
penggunaan dana tersebut, maka tergolong sebagai dana khusus.
Sumber belanja kesehatan juga dapat berasal dari kantong rumah tangga, perusahaan swasta,
hibah/sumbangan pihak ketiga, serta asuransi swasta. Untuk belanja yang bersumber dari
rumah tangga terdiri dari pengeluaran rumah tangga untuk pengobatan, obat-obatan,
preventif dan pemeliharaan kesehatan. Belanja rumah tangga untuk pengobatan masih
mendominasi belanja kesehatan out of pocket rumah tangga.
14
3. Isu strategis
(1) Sumber
Seperti yang telah diuraikan diatas bahwa sumber pembiayaan kesehatan dapat berasal
dari pemerintah maupun non-pemerintah. Data-data empiris yang lalu menunjukkan
bahwa sekitar 80-90% pembiayaan kesehatan dari pemerintah berasal dari transfer pusat
dalam bentuk DAU, DBH, maupun DAK. Sedangkan pembiayaan kesehatan yang
berasal dari PAD mayoritas bersumber dari hasil klaim BPJS maupun dana kapitasi.
Sementara sumber non-publik, khususnya belanja rumah tangga, masih berkontribusi
30-40% dari total belanja kesehatan di daerah. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi
rumah tangga dalam bentuk out-of-pocket (OOP) masih besar pada saat program JKN
sudah berjalan selama delapan tahun.
(2) Kecukupan
Yang dimaksud dengan belanja kesehatan yang cukup adalah belanja kesehatan yang
cukup untuk mendanai kegiatan langsung dan operasional. Namun selama ini, belanja
kesehatan lebih banyak digunakan untuk kegiatan tidak langsung dan belanja modal/
investasi. Kecukupan belanja yang cukup berarti belanja yang telah mendanai seluruh
kebutuhan dari tiga pilar (UKM, UKP, dan penguatan sistem kesehatan). Selama ini,
dana untuk penguatan manajemen dan supervisi dinas kesehatan sangatlah minim
padahal tanggung jawab dinas kesehatan untuk mengawasi seluruh UPTD nya sangatkan
besar.
(3) Tidak komprehensif dan tidak holistik
Selama ini, mayoritas belanja kesehatan di daerah digunakan untuk membiayai upaya
kesehatan perorangan (UKP) sekitar 60% dan diikuti belanja penguatan sistem
kesehatan sekitar 30% sementara belanja untuk upaya kesehatan masyarakat (UKM)
masih sangat minim lebih kurang 10%. Terlebih lagi, pendanaan kesehatan dari sektor
lain yang berkaitan masih sangat minim. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi sosial
determinan kesehatan masih terbatas dan menggantungkan pembangunan kesehatan
pada sektor kesehatan. Padahal, permasalahan kesehatan tidak dapat diselesaikan oleh
sektor kesehatan saja.
(4) Fragmentasi anggaran
Selain itu, belanja kesehatan saat ini masih terfragmentasi. Misalnya saat telah dibangun
gedung puskesmas dan rumah sakit baru, perlu diikuti dengan adanya tenaga kesehatan
yang ditempatkan. Hal ini mengakibatkan pelayanan kesehatan tetap tidak tersedia. Oleh
karena itu, integrasi perencanaan dan anggaran yang simultan perlu dilakukan dengan
baik di daerah.
(5) Kontinum
Anggaran kesehatan harus dapat memastikan kontinuitas pelayanan kesehatan dari
tingkat primer, sekunder, hingga tersier. Pelayanan transportasi rujukan juga perlu
disediakan pada belanja kesehatan.
15
(6) Anggaran berbasis kinerja
Anggaran berbasis kinerja berarti setiap anggaran yang direncanakan harus merujuk
pada target-target pembangunan yang ingin dicapai. Untuk bisa terjadi perubahan
peningkatan kinerja, maka anggaran harus diarahkan untuk mendanai kegiatan langsung
serta operasional. Kegiatan-kegiatan langsung juga perlu dipastikan agar langsung
dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
(7) Ketepatan mencairan dana
Keadaan pembiayaan kesehatan, khususnya untuk UKM, diperburuk dengan
terlambatnya realisasi anggaran kesehatan, yang terjadi selama beberapa tahun
belakangan ini. Hal ini mempengaruhi kinerja pelayanan UKM dan administrasi
pelaporan di puskesmas.
16
BAB 4. KONSEP DHA
17
Akhirnya hasil DHA sangat diperlukan dalarn pe!aksanaan PHA dan NHA. Untuk Indonesia
yang telah menerapkan sistem desentralisasi fiskal, NHA hanya dapat dilaksanakan dengan baik
kalau ada data tentang belanja kesehatan di tingkat Kabupaten/Kota.
“….. semua belanja untuk kegiatan yang tujuan utamanya adalah untuk
mengobati/memperbaiki, meningkatkan dan memelihara kesehatan penduduk dan individu
selama waktu tertentu"
Jadi pernyataan tentang maksud dan kegunaan penggunaan dana adalah hal yang penting dalam
menentukan apakah suatu pengeluaran atau belanja tergolong belanja kesehatan atau bukan.
Kalau dalam suatu rencana anggaran disebutkan tujuannya secara eksplisit adalah untuk
memecahkan suatu masalah kesehatan, realisasi anggaran tersebut bisa digolongkan sebagai
biaya kesehatan.
Batasan (dermarkasi) mana yang tergolong belanja kesehatan sangat penting dalam health
account, terutama ketika mencari belanja kesehatan yang ada dalam kegiatan sektor lain,
misalnya pendidikan, ketenagakerjaan, dan sebagainya. Sebagai contoh: Belanja modal
membangun sarana air bersih di sebuah kota bukan belanja kesehatan meskipun air bersih sangat
penting dalam mencegah diare. Demikian juga pengeluaran seseorang untuk membangun rumah
bukan pengeluaran kesehatan. Investasi pemerintah untuk intensifikasi pertanian dalam rangka
ketahanan pangan juga bukan belanja kesehatan. Akan tetapi pengeluaran pemerintah untuk
PMT dalam rangka mengurangi kurang gizi pada anak adalah belanja kesehatan.
Hal-hal lain yang perlu diperjelas adalah beberapa istilah yang berkaitan dengan pembiayaan,
yaitu:
(a) Biaya (cost) adalah nilai ekonomi dalam ukuran uang untuk memproduksi barang atau jasa.
Biaya tersebut bisa bersifat tetap (fixed cost), bisa pula bersifat variabel (variable cost).
(b) Anggaran (budget) adalah nilai uang yang diperlukan dan dialokasikan untuk melaksanakan
suatu kegiatan. Besarnya anggaran ditentukan oleh volume atau target yang akan dicapai
dikalikan dengan biaya yang diperlukan untuk menghasilkan satu unit target tersebut.
(c) Pembiayaan (financing) adalah cara mencukupi anggaran (budget). Misalnya dari pinjaman,
dari asuransi kesehatan, sharing antara pemerintah provinsi dengan pemerintah
kabupaten/kota, atau menetapkan tarif, dll.
(d) Belanja (expenditure) adalah anggaran yang dibelanjakan, kadang-kadang juga disebut
realisasi anggaran.
Selain hal di atas, dalam melaksanakan DHA perlu dipahami sistem desentralisasi fiskal yang
melimpahkan kewenangan anggaran kepada Kabupaten/Kota. Semua anggatan pemerintah
18
Kabupaten/Kota disebut APBD (Angggaran Pendapatan dan Belanja Daerah). Komponen
APBD adalah sebagai berikut (UU No. 1 tahun 2022):
1) Dana transfer ke daerah terdiri dari:
a. Dana Bagi Hasil (DBH) yaitu dana bagi hasil pendapatan dari pajak dan sumber daya
alam. DBH pajak terdisi dari pajak penghasilan, pajak bumi dan bangunan, serta cukai
hasil tembakau. Sedangkah DBH sumber daya alam terdiri dari kehutanan, mineral dan
batu bara, minyak dan gas bumi, panas bumi, serta perikanan.
b. Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan dana pemerintah pusat yang diberikan kepada
provinsi dan kabupaten/kota dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan daerah provinsi dan kabupaten/kota. DAU digunakan untuk
memenuhi pencapaian standar pelayanan minimal (SPM) berdasarkan tingkat capaian
kinerja termasuk untuk mendukung pembangunan sarana dan prasarana serta
pemberdayaan masyarakat di kelurahan.
c. Dana Alokasi Khusus (DAK) merupakan dana yang didesentralisasikan untuk
mendanai program, kegiatan, dan/atau kebijakan yang bertujuan mencapai prioritas
nasional, percepatan pembangunan daerah, mengurangi kesenjangan layanan publik,
mendorong pertumbuhan ekonomi, serta mendukung operasionalisasi layanan publik.
Dana DAK dibagi menjadi tiga yaitu:
i. DAK Fisik, digunakan untuk mendukung pembangunan/ pengadaan sarana dan
prasarana layanan publik
ii. DAK Non-fisik, digunakan untuk operasionalisasi layanan publik daerah
iii. Hibah kepada Daerah, digunakan untuk mendukung pembangunan fisik dan/atau
layanan publik berdasarkan perjanjian antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah.
d. Dana Desa merupakan pendapatan desa yang bersumber dari APBN. Penggunaannya
dialokasikan untuk mendukung prioritas nasional.
2) Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu pendapatan yang berasal dari pajak, retribusi, hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, serta pendapatan asli lain yang sah sesuai
peraturan perundang-undangan.
Dengan perkataan lain, APBD = (DBH + DAU + DAK + Dana Desa + PAD).
Dana pusat lain yang turun kedaerah bukan bagian dari APBD, misalnya TP (Tugas
Pembantuan), dan dana dari sektor lain seperti PKH (Program Keluarga Harapan) dari
Kemensos dan PNPM (dari Kemendagri).
4.3.2. Istilah Khusus
Dalam DHA 2023, ada delapan dimensi yang menggambarkan ciri suatu belanja kesehatan.
Setiap data belanja/biaya kesehatan yang ditemukan, harus ditelaah dan diberikan identitas
menurut delapan dimensi tersebut. Masing-masing dimensi tersebut dijelaskan berikut ini:
1. Sumber Biaya (Financial Sources)
19
Adalah unit/institusi yang menyediakan biaya kesehatan. Sumber dana kesehatan bisa
berasal dari publik, semi-publik, dan non-publik. Sumber dana publik terdiri dari
pendapatan pemerintah pusat dan daerah. Sumber dana non-publik merupakan sejumlah
uang yang diterima oleh fasilitas kesehatan dari BPJS Kesehatan melalui skema INA-
CBGs, Kapitasi, dan Non-kapitasi. Sedangkan sumber non-publik terdiri dari
sumbangan organisasi, hibah, maupun rumah tangga.
2. Pengelola Pembiayaan (Financial Agents)
Adalah institusi atau unit yang menerima dan mengelola dana dari sumber biaya untuk
membayar atau membeli barang dan jasa kesehatan. Ini misalnya termasuk kementerian
kesehatan, dinas kesehatan provinsi, dinas kesehatan kabupaten/kota, badan pengeloIa
jaminan sosial, perusahaan asuransi kesehatan swasta , LSM, perusahaan, dan rumah
tangga.
3. Penyedia Pelayanan (Health Providers)
Institusi atau unit yang menerima dan menggunakan dana untuk memproduksi barang
dan jasa pelayanan atau melaksanakan program kesehatan, termasuk misalnya Rumah
Sakit, Panti Perawatan, Pemberi pelayanan kesehatan rawat jalan diluar Puskesmas,
Pelayanan penunjang, Puskesmas, Dinas Kesehatan, dll.
4. Program (Programs)
Adalah jenis program kesehatan yang diselenggarakan oleh Penyedia Pelayanan
Kesehatan. Program kesehatan secara garis besar dikategorikan menjadi program upaya
kesehatan masyarakat (UKM), upaya kesehatan perorangan (UKP), dan penguatan
sistem kesehatan (PSK). program UKM diklasifikasikan berdasarkan kelompok umur,
spesifik penyakit, serta determinan masalah kesehatan. Sementara program PSK terdiri
dari program-program manajerial penunjang sub-sistem kesehatan.
Di Indonesia, pengelompokan jenis program tersebut dapat dilihat pada
kebijakan/konsep berikut:
1) Pelayanan Kesehatan yang ditetapkan pada UU No. 36 tahun 2009
2) Pembagian urusan pemerintahan yang ditetapkan pada UU No. 23 tahun 2014
3) Standar Pelayanan Minimal yang ditetapkan pada PMK No. 4 tahun 2019
4) Program-program yang tercantum dalam Permendagri 90 tahun 2019 dan
Kepmendagri No. 050-5889 tahun 2021
5) Pembagian Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) esensial dan pengembangan yang
ditetapkan pada PMK 43 tahun 2019
6) Program-program sesuai Peraturan Menteri Kesehatan mengenai Tatalaksana
Pelayanan Kesehatan dan SDGs (2016-2030)
5. Jenis Kegiatan (Health Activities)
Kegiatan adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh penyedian pelayanan kesehatan.
Kegiatan ini secara garis besar dibagi dua, yaitu (a) kegiatan langsung dan (b) kegiatan
tidak langsung atau kegiatan penunjang. Kegiatan yang langsung memberikan
20
perubahan pada penerima manfaat masuk dalam kategori kegiatan langsung. Penerima
manfaat yang dimaksud adalah manusia, perumahan, dan lingkungan. Kegiatan
langsung dibagi dua, yaitu (a) kegiatan pelayanan perorangan dan (b) kegiatan kesehatan
masyarakat. Contohnya: kegiatan pemberian tablet tambah darah pada remaja putri,
fogging, pemberian kelambu berinsektisida, serta pelayanan medis di puskesmas
maupun rumah sakit merupakan kegiatan langsung. Anggaran untuk kegiatan langsung
sangat menentukan kinerja suatu program. Artinya, kalau anggaran sebagian besar
terpakai untuk kegiatan-kegiatan tidak langsung, maka program tidak menghasilkan
output (kinerja).
Sementara kegiatan tidak langsung merupakan kegiatan yang tidak langsung mengubah
penerima manfaat. Contoh kegiatan tidak langsung adalah pelatihan, manajerial dan
rapat koordinasi, pengadaan alat/ barang/ infrastruktur.
6. Mata Anggaran (Health Inputs)
Adalah jenis input yang "dibeli" oleh pelaksana program/pelayanan kesehatan untuk
melaksanakan kegiatan di atas. Ini termasuk:
(1) barang modal merupakan belanja untuk barang/jasa yang digunakan lebih dari
satu tahun. Contoh belanja barang modal seperti gedung, alat kesehatan, alat non
kesehatan, beasiswa pendidikan untuk staf.
(2) belanja operasional atau biaya variabel merupakan belanja yang digunakan untuk
peningkatan kinerja pelayanan langsung. Belanja Contoh belanja operasional
adalah pembayaran kinerja pelayanan puskesmas, penyediaan makanan minum,
listrik, telepon, air, perjalanan, dll).
(3) Belanja pemeliharaan merupakan belanja yang digunakan untuk memelihara
working capacity suatu barang modal. Berdasarkan Permendagri No. 90 tahun
2019, biaya pemeliharaan masuk sebagai bagian dari biaya operasional.
Besarnya anggaran operasional untuk kegiatan langsung sangat menentukan kinerja
suatu program. Jika anggaran sebagian besar terpakai untuk belanja barang modal, maka
program tidak dapat menghasilkan output (kinerja).
21
kelompok umur sasaran pelayanan menurut siklus hidup, (ii) tingkat sosial ekonomi, (iii)
dan perbedaan geografis. Pada format DHA, klasifikasi penerima manfaat ditentukan
berdasarkan kelompok umur sasaran pelayanan kesehatan. Hal ini dilakukan untuk
menilai apakah potret belanja yang telah terjadi sudah sesuai dengan kebutuhan dasar
penduduk sesuai kelompok umur atau belum.
22
BAB 5. KODE AKUN DHA
23
Pembiayaan kesehatan juga dapat bersumber dari pendapatan asli daerah (PAD). PAD suatu
kabupaten/kota dapat berasal dari pajak daerah, retribusi daerah, pendapatan BLUD, hasil
pengelolaan kekayaan yang dipisahkan, serta pendapatan lain yang sah. Di bidang kesehatan,
belanja kesehatan yang bersumber dari dana JKN tercatat dalam PAD bersumber dari
pendapatan BLUD.
Tabel 1. Dimensi 1: Sumber Pembiayaan
Pemerintah desa juga dapat mendanai belanja kesehatan menggunakan dana desa yang diberikan
oleh pemerintah pusat ataupun pendapatan lain pemerintah desa. Belanja kesehatan yang didanai
24
oleh pemerintah desa antara lain insentif kader, dana penyelenggaraan posyandu, pembangunan
gedung posyandu, penyediaan obat/PMT untuk masyarakat. Selain kegiatan posyandu, belanja
kesehatan bersumber dana pemerintah desa juga termasuk belanja operasional poskesdes, honor
bidan/perawat desa, edukasi kesehatan, dan penyelenggarain skrining kesehatan.
Tabel 2. Dimensi 1: Sumber Pembiayaan (lanjutan)
Digit Kode FS & Deskripsi
1 FS.1 Dana Publik
3 FS.1.2.3 Dana APBD bersumber Lain-Lain Pendapatan Daerah yang sah
4 FS. 1.2.3.1 Dana APBD bersumber Hibah kepada Pemerintah Daerah
5 FS.1.2.3.1.1 Dana APBD bersumber Hibah Kepada Pemerintah Daerah dari Pemerintah Pusat
5 FS.1.2.3.1.2 Dana APBD bersumber Hibah Kepada Pemerintah dari Pemerintah Daerah Lainnya
FS.1.2.3.1.3 Dana APBD bersumber Hibah Kepada Pemerintah dari Kelompok Masyarakat/
5
Perorangan Dalam Negeri
FS.1.2.3.1.4 Dana APBD bersumber Hibah Kepada Pemerintah dari Badan/Lembaga/Organisasi Dalam
5
Negeri
FS.1.2.3.1.5 Dana APBD bersumber Hibah Kepada Pemerintah dari Badan/Lembaga/Organisasi Luar
5
Negeri
5 FS.1.2.3.1.6 Dana APBD bersumber Hibah Kepada Pemerintah dari Sumbangan Pihak Ketiga/Sejenis
4 FS.1.2.3.2 Dana APBD bersumber Dana Darurat
4 FS.1.2.3.3 Dana APBD bersumber Lain-Lain Pendapatan Daerah yang sah lainnya
3 FS.1.2.2 Dana APBD bersumber Pendapatan Asli Daerah (PAD)
4 FS.1.2.2.1 Dana APBD bersumber PAD berupa Pajak Daerah
5 FS.1.2.2.1.1 Dana APBD bersumber PAD berupa Pajak Rokok
5 FS.1.2.2.1.2 Dana APBD bersumber PAD berupa Pajak Lainnya
4 FS.1.2.2.2 Dana APBD bersumber PAD berupa Retribusi Daerah
4 FS.1.2.2.3 Dana APBD bersumber PAD berupa Pendapatan dari BLUD
4 FS.1.2.2.4 Dana APBD bersumber PAD Lainnya
2 FS.1.3 Dana Pemerintah Desa (APBDes)
3 FS.1.3.1 Dana APBDes bersumber Pendapatan Asli Desa
3 FS.1.4.2 Dana APBDes bersumber Dana Transfer
4 FS.1.4.2.1 Dana APBDes bersumber Dana Desa
4 FS.1.4.2.2 Dana APBDes bersumber Bagi Hasil Pajak dan Retribusi Daerah Kabupaten/Kota
4 FS.1.4.2.3 Dana APBDes bersumber Alokasi Dana Desa
4 FS.1.4.2.4 Dana APBDes bersumber Bantuan Keuangan dari Provinsi
4 FS.1.4.2.5 Dana APBDes bersumber Bantuan Keuangan dari Kabupaten/Kota
4 FS.1.4.2.6 Dana APBDes bersumber Dana Transfer Lain-lain
3 FS.1.4.3 Dana APBDes bersumber Pendapatan lainnya
1 FS.2 Dana Semi Publik
2 FS.2.1 Dana Program JKN
3 FS.2.2.1 Dana Kapitasi JKN pada FKTP
3 FS.2.2.2 Dana klaim Non-kapitasi pada FKTP
3 FS.2.2.3 Dana klaim INA-CBGs
3 FS.2.2.4 Dana klaim Non-INA-CBGs
1 FS.3 Dana Non Publik (Non-Pemerintah)
2 FS.3.1 Dana Pelayanan Kesehatan Perusahaan Swasta (Kesehatan Karyawan)
2 FS.3.2 Dana Kesehatan Rumah Tangga (out of pocket payment)
2 FS.3.3 Asuransi Swasta
2 FS.3.4 Dana Hibah Ke Lembaga/Organisasi Non-Pemerintah dari Pemerintah/Pemerintah Daerah
FS.3.5 Dana Hibah Ke Lembaga/Organisasi Non-Pemerintah dari Kelompok Masyarakat/ Perorangan
2
Dalam Negeri (Filantropi)
2 FS.3.6 Dana Hibah Ke Lembaga/Organisasi Non-Pemerintah dari Badan/Lembaga/Organisasi Dalam Negeri
2 FS.3.7 Dana Hibah Ke Lembaga/Organisasi Non-Pemerintah dari Badan/Lembaga/Organisasi Luar Negeri
1 FS.4 Sumber Lainnya
25
Untuk sumber pembiayaan dana semi publik, adalah belanja kesehatan yang menggunakan dana
dari pembayaran klaim BPJS kesehatan. Sumber data ini bisa berasal dari:
a. Data penerimaan Klaim dan kapitasi dari BPJS kesehatan dari semua fasilitas kesehatan
di kabupaten/kota. Data ini dikumpulkan dari masing-masing fasilitas kesehatan.
Namun, untuk bisa mendapatkan data ini sangat sulit karena beberapa kabupaten/kota
memiliki banyak fasilitas kesehatan. Data keuangan merupakan data yang sensitif
sehingga tidak mudah dikumpulkan
b. Data jumlah klaim dan kapitasi yang dibayarkan oleh BPJS kesehatan ke semua jenis
fasilitas kesehatan yang telah bekerja sama. Data ini relatif lebih mudah karena diminta
langsung ke BPJS Kesehatan. Oleh karena itu, pihak Kementerian Kesehatan harus
membantu meminta data ini ke BPJS Kesehatan Pusat untuk semua Kabupaten/kota.
Catatan penting:
Jika salah satu dari sumber data diatas sudah didapat, maka data pengeluaran pemerintah untuk
membayar iuran jaminan kesehatan pegawai dan peserta PBI tidak dimasukkan dalam
perhitungan DHA untuk menghindari double counting.
Kemudian, dana non-publik dapat berasal dari perusahaan swasta, rumah tangga, hibah dari
kelompok masyarakat, ataupun sumbangan pihak ketiga. Sumber pembiayaan yang berasal dari
rumah tangga merupakan hasil perhitungan dari data pengeluaran rumah tangga Out of Pocket
(OOP) dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang telah dihitung oleh BPS Pusat.
Data OOP yang dihitungkan oleh BPS adalah OOP kuratif, OOP imunisasi, KB, dan OOP obat-
obatan. Sumber pembiayaan dari perusahaan swasta dapat berupa penyelenggaraan pelayanan
di tempat kerja seperti klinik pekerja atau program pencegahan penyakit akibat kerja yang
diselenggarakan oleh perusahaan. Sementara dana hibah merupakan dana yang diberikan oleh
lembaga kemasyarakatan yang tidak masuk dalam skema APBD.
6.2. Dimensi Pengelola Pembiayaan
Pada dimensi ini, data realiasai anggaran akan dikelompokkan berdasarkan pihak/institusi yang
bertanggung jawab mengelola dana yang telah teridentifikasi pada dimensi sebelumnya.
Pengelolaan pembiayaan dapat dilakukan oleh pemerintah, perusahaan asuransi, perusahaan
swasta, Yayasan/ lembaga, dan rumah tangga. Pemerintah sebagai pengelola merupakan
pemerintah pusat, provinsi, dan pemerintah daerah beserta Unit Pelaksana Teknis (UPT).
Organisasi perangkat pemerintah yang mengelola dana kesehatan tidak hanya kementerian
kesehatan, dinas kesehatan provinsi, atau dinas kesehatan kabupaten kota. Namun termasuk
lembaga lain yang menjalankan fungsi kesehatan.
26
Tabel 3.Dimensi 2: Pengelola Pembiayaan
Peran BPJS Kesehatan sebagai pengelola pembiayaan terdiri dari dua aspek yaitu penanggung
risiko dan pihak ketiga yang menyediakan jasa administrasi pembayaran atau third party
administrator (TPA). Dalam hal BPJS Kesehatan sebagai penanggung risiko finansial, maka
dana yang dikelola oleh BPJS Kesehatan adalah dana amanat yang berasal dari iuran peserta.
Dana ini digunakan untuk membayar pelayanan kesehatan kepada fasilitas kesehatan dengan
mekanisme kapitasi, non-kapitasi, INA-CBGs, dan Non-INA-CBGs. Jika sebagai TPA, BPJS
Kesehatan bertugas membantu pemerintah dalam memverifikasi pekerjaan yang
diselenggarakan oleh fasilitas kesehatan. Contohnya adalah tugas BPJS Kesehatan sebagai
verifikator pada pelayanan pasien selama pandemi COVID-19 dan pembayaran klaim
Jampersal. Oleh karena itu, pada saat melakukan konversi data belanja kesehatan perlu
dilakukan pemisahan antara dana klaim dan dana TPA.
27
Tabel 4. Dimensi 2: Pengelola Pembiayaan (Lanjutan)
Digit Kode FA & Deskripsi
1 FA.1 Pemerintah
2 FA.1.2 Pemerintah Daerah
3 FA.1.2.1 Pemerintah Provinsi
4 FA.1.2.1.1 Dinas Kesehatan Provinsi
4 FA.1.2.1.2 Dinas Sosial Provinsi
4 FA.1.2.1.3 Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Provinsi
4 FA.1.2.1.4 Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Provinsi
4 FA.1.2.1.5 Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPPD) Provinsi
4 FA.1.2.1.6 Rumah Sakit/Balai Kesehatan Provinsi
4 FA.1.2.1.7 Laboratorium Kesehatan Daerah
4 FA.1.2.1.8 UPT Instalasi Farmasi
4 FA.1.2.1.9 Pemerintah Provinsi lainnya
3 FA.1.2.2 Pemerintah Kabupaten Kota
4 FA.1.2.2.1 Dinas Kesehatan kab/kota
4 FA.1.2.2.2 Laboratorium Kesehatan Daerah
4 FA.1.2.2.3 UPT Instalasi Farmasi
4 FA.1.2.2.4 RSUD
4 FA.1.2.2.5 Puskesmas
FA.1.2.2.6 UPT Dinas Kesehatan Kab/kota lainnya
4 FA.1.2.2.7 Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
4 FA.1.2.2.8 Dinas Sosial
4 FA.1.2.2.9 Dinas Pendidikan
4 FA.1.2.2.10 Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana
4 FA.1.2.2.11 Dinas Pekerjaan Umum
4 FA.1.2.2.12 Institusi Penyedia Pelayanan Darah (seperti PMI)
4 FA.1.2.2.13 SKPD Kabupaten/Kota lainnya
4 FA.1.2.2.14 Kecamatan
4 FA.1.2.2.15 Kelurahan / Desa
1 FA.2 Perusahaan Asuransi
2 FA.2.1 Perusahaan Asuransi Komersial
2 FA.2.2 Perusahaan Asuransi Non Profit (Nirlaba)
1 FA.3 Perusahaan (di luar Perusahaan Asuransi)
2 FA.3.1 BUMN
2 FA.3.2 BUMD
2 FA.3.3 BUMDes
2 FA.3.4 Perusahaan Komersil/Swasta lainnya
1 FA.4 Yayasan/Lembaga Sosial (Nirlaba)
1 FA.5 Rumah Tangga
1 FA.6 Rest of the world
Perusahaan asuransi sebagai pengelola pembiayaan termasuk perusahaan asuransi komersil dan
asuransi non-profit. Dana yang dikelola oleh asuransi merupakan dana yang berasal dari
pembayaran iuran/premi kepesertaan. Dana yang dikelola perusahaan adalah dana yang
digunakan untuk pelayanan kesehatan di perusahaan maupun sebagai salah satu produk
perusahaan. Rumah tangga juga bisa menjadi pengelola pembiayaan untuk dana yang bersumber
dari OOP.
6.3. Dimensi Penyedia Pelayanan
Pada dimensi ini, rincian belanja kesehatan dikonversi berdasarkan institusi penyelenggara
pelayanan kesehatan. Penyedia pelayanan kesehatan secara umum dibagi menjadi penyedia
pelayanan kesehatan langsung (medis dan pencegahan penyakit) serta penyedia pelayanan
administrasi kesehatan. sebagai contoh, jika puskesmas melakukan kegiatan perencanaan
28
program maka Puskesmas bersifat sebagai penyedia pelayanan administrasi/pembiayaan
kesehatan. Namun jika Puskesmas melaksanakan penyemprotan DBD maka Puskesmas sebagai
penyedia pelayanan pencegahan penyakit. Pada masa pandemi COVID-19, BPJS Kesehatan
juga bisa bertugas sebagai penyedia administrasi pembiayaan kesehatan sebagai verifikator
klaim pasien COVID-19.
Penyedia pelayanan UKM terbagi menjadi tiga yaitu penyedia UKM primer, sekunder, dan
tersier. Penyedia UKM primer adalah puskesmas dan jaringannya. Di masa mendatang, PPK
non-pemerintah juga dapat menyediakan beberapa pelayanan UKM seperti imunisasi sehingga
PPK non-pemerintah juga bisa menjadi penyedia UKM primer. Penyedia UKM sekunder adalah
institusi yang menyediakan pelayanan penanganan masalah kesehatan masyarakat yang terjadi
lintas kecamatan. Dinas kesehatan dan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) di kabupaten/kota
adalah penyedia UKM sekunder. Kemudian, penyedian UKM tersier adalah penyedia UKM
untuk mengatasi masalah kesehatan lintas kabupaten/kota seperti bencana dan wabah. Dinas
kesehatan provinsi dan UPTD di tingkat provinsi adalah penyedia UKM tersier. Pada DHA,
belanja UKM tersier yang dicatat adalah belanja provinsi yang terjadi di kabupaten/kota.
Selain itu, penyedia pelayanan kesehatan “telekonsultasi” pada dimensi ini digunakan untuk
mencatat pengeluaran untuk pemberian pelayanan kesehatan jarak jauh oleh profesional
kesehatan dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, meliputi pertukaran
informasi diagnosis, pengobatan, pencegahan penyakit dan cidera, penelitian dan evaluasi, dan
pendidikan berkelanjutan bagi penyedia layanan kesehatan untuk kepentingan peningkatan
kesehatan individu dan masyarakat. contoh: (HaloDok, AloDokter, GetWell, Klikdokter,
KlinikGo, Link Sehat, Milvik Dokter, ProSehat, SehatQ, dll).
Rumah tangga juga dapat menjadi penyedia pelayanan kesehatan jika anggota rumah tangga
melakukan self-medication. Aktivitas yang termasuk self-medication antara lain membeli obat-
obatan sendiri ke toko obat/apotek atau meracik jamu-jamuan sendiri.
29
Tabel 5. Dimensi 3: Penyedia Pelayanan
30
Digit Kode HP & Deskripsi
1 HP.6 Unit Penyelenggara Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM)
2 HP.6.1 Penyedia UKM Primer
3 HP.6.1.1 Puskesmas dan jaringannya
3 HP.6.1.2 PPK Dasar lainnya (non pemerintah)
2 HP.6.2 Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM)
3 HP.6.2.1 Desa Siaga
3 HP.6.2.2 Posyandu
3 HP.6.2.3 Posbindu
3 HP.6.2.4 Poskestren
3 HP.6.2.5 Pos Obat Desa
3 HP.6.2.6 Posyandu lansia
3 HP.6.2.7 Posyandu remaja
3 HP.6.2.8 Poskesdes
3 HP.6.2.9 Pelayanan Kesehatan oleh masyarakat lainnya
1 HP.7. Penyedia UKM Sekunder
2 HP.7.1. Dinas Kesehatan Kab/kota
3 HP.7.1.1 Laboratorium kesehatan daerah tingkat kab/kota
3 HP.7.1.2 Balai kesehatan masyarakat kab/kota
3 HP.7.1.3 UPTD dinas kesehatan di tingkat kab/kota lainnya
1 HP.8. Penyedia UKM Tersier
2 HP.8.1. Dinas Kesehatan Provinsi
3 HP.8.1.1 Laboratorium kesehatan daerah tingkat provinsi
3 HP.8.1.2 Balai kesehatan masyarakat provinsi
3 HP.8.1.3 Lokalitbang
3 HP.8.1.4 UPTD dinas kesehatan di tingkat kab/kota lainnya
1 HP.9. Penyedia Administrasi Kesehatan dan Pembiayaan
2 HP.9.1 Penyedia Administrasi Kesehatan Pemerintah
3 HP.9.1.1 Kementerian Kesehatan
3 HP.9.1.2 Kementerian/Lembaga lainnya
3 HP.9.1.3 Dinas Kesehatan Provinsi
3 HP.9.1.4 Biro/Dinas/Kantor Provinsi Lainnya
3 HP.9.1.5 Pemerintah Kabupaten/Kota
4 HP.9.1.5.1 Dinas Kesehatan Kab/kota
4 HP.9.1.5.2 Dinas Pendidikan
4 HP.9.1.5.3 Dinas Sosial
4 HP.9.1.5.4 Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlingungan Anak, dan Keluarga Berencana
4 HP.8.1.5.5 Dinas Pemberdayaan masyarakat dan desa
4 HP.8.1.5.6 SKPD Kabupaten/Kota lainnya
1 HP.9 Industri Penyedia Layanan Kesehatan: Rumah Tangga dan Industri
1 HP.10 Rest of the World
31
Program UKM dapat dikategorikan berdasarkan tiga hal yaitu kelompok umur sasaran,
penyakit-penyakit spesifik, dan strategi penanganan faktor determinan. Rincian program UKM
menurut kelompok umur merujuk pada kelompok umur dalam Standar Pelayanan Minimal
(SPM) kesehatan. Kelompok UKM berdasarkan penyakit menular dan tidak menular yang
banyak terjadi di Indonesia serta menjadi prioirtas nasional. Program promosi kesehatan dibagi
menjadi dua yaitu Germas dan PIS-PK. Program promosi kesehatan pada kode 1.11 merupakan
program promosi kesehatan yang bersifat general seperti kampanye KTR, germas,
pemberdayaan siswa UKS dan PKPR, dan lainnya. Sementara promosi kesehatan yang melekat
pada kelompok umur spesifik (seperti kelas ibu hamil, kelas ibu balita) dan penyakit spesifik
(seperti promosi kesehatan filariasis, penyuluhan TB) dikategorikan menjadi bagian dari
pelayanan spesifik pada kode PR 1.1, 1.2, 1.3, atau 1.4.
Sama seperti program promosi kesehatan, program kesehatan lingkungan juga kemungkinan
tumpang tindih dengan kode program UKM sebelumnya. Program UKM yang dikonversi
kedalam program kesehatan lingkungan adalah seluruh belanja kesehatan lingkungan secara
umum seperti belanja survei tempat-tempat umum, media lingkungan, dan STBM. Sementara
program kesehatan lingkungan yang spesifik pada satu penyakit (seperti fogging DBD,
pemberian bubuk abate dan kelambu) dikonversi pada program pencegahan penyakit menular.
Program pengawasan makanan, minuman, dan hygiene merupakan program yang dapat
digunakan untuk mencatat kegiatan terkait dengan food safety selain yang sudah termasuk pada
program kesehatan lingkungan pada PR. 1.3. Program ini biasanya terkait dengan kegiatan yang
diselenggarakan oleh Dinas Pertanian dan Peternakan atau kegiatan BPOM di kabupaten/ kota.
Kemudian, program kesehatan kerja, program kesehatan matra, kesehatan tradisional, serta
kesehatan gigi dan mulut merupakan beberapa UKM pengembangan yang dapat terselenggara
di Puskesmas sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
32
Tabel 6. Dimensi 4: Program Kesehatan
33
Tabel 7. Dimensi 4: Program Kesehatan (lanjutan)
Digit Kode PR & Deskripsi
1 PR.2 Program Kesehatan Individu
2 PR.2.1 Pelayanan Rawat Jalan
2 PR.2.2 Pelayanan Rawat Inap
2 PR.2.3 Pelayanan Home Care
2 PR.2.4 Pelayanan Rehabilitatif
2 PR.2.5 Pelayanan Gawat Darurat
2 PR.2.6 Pelayanan Darah
2 PR.2.7 Pelayanan Kuratif/ Individu Lainnya
1 PR.3 Program Penguatan Sistem Kesehatan
2 PR.3.1 Tata Kelola Sistem Kesehatan
3 PR.3.1.1 Penguatan Regulasi
3 PR.3.1.2 Penyusunan Rencana Jangka Panjang
3 PR.3.1.3 Penyusunan Renstra Daerah
3 PR.3.1.4 Penguatan Manajemen
3 PR.3.1.5 Pembayaran Gaji dan Tunjangan
3 PR.3.1.6 Penguatan Sistem Informasi
3 PR.3.1.7 Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian
3 PR.3.1.8 Penguatan Tata Kelola Sistem Kesehatan Lainnya
2 PR.3.2 Sumber Daya Manusia Kesehatan
3 PR.3.2.1 Perencanaan SDM Kesehatan
3 PR.3.2.2 Pengadaan SDM Kesehatan
3 PR.3.2.3 Pendayagunaan/Penempatan SDM Kesehatan
3 PR.3.2.4 Peningkatan Kapasitas SDM Kesehatan
3 PR.3.2.5 Pembinaan Kesejahteraan SDM Kesehatan
3 PR.3.2.6 Penguatan SDM Kesehatan Lainnya
2 PR.3.3 Farmasi, Alat Kesehatan dan Pengawasan Obat dan Makanan
3 PR.3.3.1 Perencanaan Farmalkes dan POM
3 PR.3.3.2 Pengadaan Farmalkes dan POM
3 PR.3.3.3 Pengadaan Logistik dan Distribusi
3 PR.3.3.4 Pengawasan Mutu, Kalibrasi, dan Penggunaan Obat Rasional
3 PR.3.3.5 Penguatan Farmasi, alat kesehatan dan pengawasan obat dan makanan lainnya
2 PR.3.4 Penelitian dan Pengembangan
2 PR.3.5 Pemberdayaan Masyarakat (UKBM)
3 PR.3.5.1 Pelatihan/Peningkatan Kapasitas Kader, Toma, Toga
3 PR.3.5.2 Kerjasama lintas sektor, swasta dan modal sosial
3 PR.3.5.3 Pemberdayaan Masyarakat lainnya
2 PR.3.6 Penguatan Sistem Pembiayaan Kesehatan
3 PR.3.6.1 Penguatan Tata Kelola Keuangan untuk UKM
3 PR.3.6.2 Penguatan Tata Kelola Keuangan untuk UKP
3 PR.3.6.3 Pembinaan Sistem Jaminan Kesehatan
3 PR.3.6.4 Penguatan Tata Kelola Pembiayaan Kesehatan lainnya
2 PR.3.7 Upaya Kesehatan: Penguatan Infrastruktur
3 PR.3.7.1 Pembangunan dan Pemeliharaan Infrastruktur UKM
4 PR.3.7.1.1 Pembangunan Infrastruktur UKM
4 PR.3.7.1.2 Pemeliharaan Infrastruktur UKM
3 PR.3.7.2 Pembangunan dan Pemeliharaan Infrastruktur UKP
4 PR.3.7.2.1 Pembangunan Infrastruktur UKP
4 PR.3.7.2.2 Pemeliharaan Infrastruktur UKP
3 PR.3.7.3 Pengadaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Pelayanan Penunjang
4 PR.3.7.3.1 Pembangunan Infrastruktur Pelayanan Penunjang
4 PR.3.7.3.2 Pemeliharaan Infrastruktur Pelayanan Penunjang
3 PR.3.7.4 Penguatan Upaya Kesehatan: Infrastruktur lainnya
34
6.5. Dimensi Jenis Kegiatan
Secara umum, setiap kegiatan atau sub-kegiatan dikategorikan kedalam dua jenis kegiatan yaitu
kegiatan tidak langsung dan kegiatan langsung. Kegiatan tidak langsung adalah kegiatan
penunjang pelayanan kesehatan. Pada kegiatan ini, masyarakat sebagai penerima manfaat tidak
secara langsung terlibat. Sedangkan kegiatan langsung adalah kegiatan pelayanan kesehatan
yang langsung diberikan ke pada penerima manfaat. Pada belanja kesehatan, penerima
manfaatnya dapat masyarakat, rumah, dan lingkungan.
Tabel 8. Dimensi 5: Jenis Kegiatan
35
b. Pertemuan koordinasi merupakan kode jenis kegiatan untuk keseluruhan pertemuan
koordinasi lintas sektor. Kegiatan koordinasi lintas sektor dapat bersifat rutin, insidental,
dan tematik. Rapat koordinasi yang bersita rutin contohnya adalah lokakarya mini lintas
sektor di tingkat kecamatan untuk membahas progres pembangunan kesehatan. rapat
koordinasi yang bersifat insidental contohnya jika terjadi bencana alam ataupun wabah di
kabupaten/kota. Sementara rapat koordinasi tematik dapat dilakukan dalam rangka avokasi
kesehatan seperti advokasi penerapan KTR, germas, dan stuning.
c. Peningkatan Kapasitas Personil (Pendidikan dan Pelatihan) merupakan kegiatan-kegiatan
yang bertujuan meningkatkan kinerja pegawai dan tokoh masyarakat dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat. Contoh kegiatan yang masuk pada akun ini antara lain
Pelatihan perawatan balita, pelatihan tehnik fungsional keperawatan bagi perawat
Puskesmas dan Pustu, Pelatihan penanganan kegawatdaruratan bagi BBL, Pelatihan MTBS,
Diklat staf, Pelatihan laboratorium pemeriksaan CD4, Pelatihan teknis pengelolaan obat dan
vaksin, Pelatihan keuangan dan sistem informasi, Kursus program computer, Kursus
program computer, Kursus programer computer, Kursus kepemimpinan di Puskesmas bagi
kepala Puskesmas, Pelatihan fasilitator kelas dan Klinik APN dalam rangka penguatan
P2KP, Pelatihan laboran TB paru bagi analis kesehatan, Pelatihan surveilans bagi
penanggung jawab Desa Siaga, Magang bagi petugas lab PKA, Magang ATL dan ACLS
bagi dokter RSUD, Pelatihan kader Posyandu, Pelatihan kader Pos Obat.
d. Penyusunan Regulasi Kesehatan merupakan kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk
menghasilkan dokumen regulasi di tingkat kabupaten/kota seperti penyusunan Perda KTR,
Perda KIA, dan lain-lain. Belanja yang dikonversi pada kode ini tidak hanya pertemuan
tetapi juga pengadaan jasa konsultan dan belanja lain yang mendukung penyusunan regulasi
daerah.
e. Perencanaan dan Penganggaran Program merupakan kegiatan-kegiatan yang bertujuan
menghasilkan dokumen rencana kerja dan anggaran tahunan unit/ institusi pengelola
anggaran kesehatan. Contohnya adalah pertemuan penyusunan program kerja, Pertemuan
penyusunan rencana strategis, Konsultasi anggaran ke Pusat, Pertemuan penyusunan
rancangan strategi promosi kesehatan, Pengembangan pendekatan dan teknologi promkes,
Workshop desain pesan dan materi penyuluhan, Pertemuan perencanaan kegiatan,
Penyusunan masterplan RS.
f. Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan
g. Pengadaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Medis dan Non Medis
h. Pengadaan Alat Kantor dan Alat Medis dan Non Medis
Pada kode ini, belanja yang dikategorikan adalah seluruh belanja yang dibutuhkan dalam
aktivitas manajerial dan pelayanan kesehatan. Penyelenggaraan promosi kesehatan melalui
media massa (cetak/elektronik) juga masuk pada kode jenis belanja ini.
i. Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
j. Supervisi dan Bimbingan Teknis
36
k. Peningkatan Kesejahteraan Pegawai merupakan sejumlah belanja kesehatan yang ditujukan
untuk meningkatkan kesejahteraan pegawai seperti bantuan kredit rumah untuk pegawai.
l. Kegiatan Tidak Langsung Lainnya
Tabel 9. Dimensi 5: Jenis Kegiatan (Lanjutan)
Digit Kode HA & Deskripsi
1 HA.2 Kegiatan Langsung
2 HA.2.1 Kegiatan Upaya Kesehatan Masyarakat
3 HA.2.1.1 Pendataan Sasaran
3 HA.2.1.2 Komunikasi, informasi, dan edukasi
3 HA.2.1.3 Pemanfaatan media informasi
3 HA.2.1.4 Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan
3 HA.2.1.5 Konseling Kesehatan Lingkungan
3 HA.2.1.6 Inspeksi Kesehatan Lingkungan
4 HA.2.1.6.1 Pengamatan/survey fisik media lingkungan dan pengukuran di tempat
4 HA.2.1.6.2 Pengambilan sampel, Uji laboratorium dan Analisis risiko kesehatan lingkungan
3 HA.2.1.7 Intervensi Kesehatan Lingkungan
4 HA.2.1.7.1 Pengembangan teknologi tepat guna
4 HA.2.1.7.2 Rekayasa lingkungan
3 HA.2.1.8 Pelayanan imunisasi/vaksinasi
3 HA.2.1.9 Skrining dan deteksi dini
3 HA.2.1.10 Pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit
3 HA.2.1.11 Surveilans Epidemiologi penyakit, Gizi, KIA
3 HA.2.1.12 Surveilans KLB
3 HA.2.1.13 Penemuan dan Pemantauan Kasus
3 HA.2.1.14 Pemberian obat pencegahan massal
3 HA.2.1.15 Pelayanan Gizi
3 HA.2.1.16 Pelayanan kesehatan ibu hamil
4 HA.2.1.16.1 Deteksi ibu hamil berisiko (P4K)
4 HA.2.1.16.2 Kunjungan rumah ibu hamil
4 HA.2.1.16.3 Audit maternal
4 HA.2.1.16.4 Rumah singgah
4 HA.2.1.16.5 Jaminan persalinan
3 HA.2.1.17 Pelayanan kesehatan ibu nifas
3 HA.2.1.18 Pelayanan kesehatan bayi baru lahir
4 HA.2.1.18.1 Pelaksanaan MTBSM
3 HA.2.1.19 Pelayanan Kesehatan Kerja dan Olahraga
3 HA.2.1.20 Kegiatan Kesehatan Masyarakat Langsung Lainnya
2 HA.2.2 Kegiatan Upaya Kesehatan Perorangan
3 HA.2.2.1 Diagnosis dan Pengobatan
3 HA.2.2.2 Laboratorium dan Dukungan Diagnosis Lainnya
3 HA.2.2.3 Tindakan Medis
3 HA.2.2.4 Rehabilitasi Medik
3 HA.2.2.5 Pelayanan Transfusi Darah
3 HA.2.2.6 Penyuluhan Individu
3 HA.2.2.7 Penyediaan Telemedicine di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
3 HA.2.2.8 Pelayananan Imunisasi/vaksinasi
3 HA.2.2.9 Kegiatan Individu Langsung Lainnya
Sedangkan kegiatan langsung merupakan seluruh kegiatan yang bertujuan untuk mengubah
kondisi penerima manfaat. Kegiatan-kegiatan ini merupakan rincian kegiatan dari setiap
program-program UKM pada dimensi empat. Kode jenis kegiatan komunikasi, informasi, dan
edukasi (KIE) antara lain terdiri dari edukasi massal, edukasi kelompok seperti kelas ibu hamil,
kelas ibu balita. Kemudian pemanfaatan media informasi merupakan jenis kegiatan promosi
kesehatan melalui media digital seperti surat kabar, reklame, televisi, radio, atau media audio-
visual lainnya. Sementara pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan terdiri dari
37
pemberdayaan individu melalui UKS, pemberdayaan keluarga (toga, pemilahan sampah), dan
pemberdayaanimasyarakat melalui UKBM dan STBM.
Pengamatan/survey fisik media lingkungan dan pengukuran di tempat adalah survei dan
pengamatan pada media lingkungan (air, udara, tanah, pangan, sarana dan bangunan, serta
vektor dan binatang pembawa penyakit) serta pemeriksaan media langsung di lapangan ketika
survei. Kemudian, kegiatan yang termasuk uji laboratorium faktor risiko lingkungan adalah
kegiatan pemeriksaan sampel media lingkungan yang dilakukan di laboratorium terakreditasi
sesuai parameternya. Apabila diperlukan, uji laboratorium dapat dilengkapi dengan
pengambilan spesimen biomarker pada manusia, fauna, dan flora.
Kegiatan intervensi kesehatan lingkungan dapat berbentuk penggunaan teknologi tepat guna dan
rekayasa lingkungan. Penggunaan teknologi tepat guna merupakan upaya alternatif untuk
mengurangi risiko masalah kesehatan. Contohnya, pembuatan saringan untuk menyaring air
bersih, pengolahan sampah menjadi kompos, atau pengolahan limbah air rumah tangga.
sementara rekayasa lingkungan adalah kegiatan mengubah kondisi lingkungan untuk mereduksi
pajanan vektor-vektor penyakit seperti menanam tanaman anti nyamuk. Namun, pemberian
kelambu untuk pencegahan malaria, fogging, pemberian bubuk abate termasuk kedalam kode
jenis kegiatan (Pengendalian Vector seperti fogging, pemberian abate, pemberian kelambu).
38
Barang pemeliharaan terdiri dari belanja pemeliharaan tanah, belanja pemeliharaan
peralataan dan mesin, belanja pemeliharaan gedung dan bangunan, belanja pemeliharaan
jalan, jaringan, dan irigasi, belanja pemeliharaan aset tetap lainnya, dan belanja
perawatan kendaraan bermotor.
Barang perjalanan dinas digunakan untuk menganggarkan belanja perjalanan dinas
dalam negeri dan luar negeri
Belanja Uang dan/atau Jasa untuk Diberikan kepada Pihak Ketiga/Pihak
Lain/Masyarakat digunakan untuk menganggarkan Uang dan/atau Jasa untuk Diberikan
kepada Pihak Ketiga/Pihak Lain/Masyarakat
Belanja modal merupakan pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya
yang memberi manfaat lebih dari 1 (satu) periode akuntansi, digunakan dalam kegiatan
pemerintah daerah, dan batas minimal kapitalisasi aset. Kriteria belanja modal adalah berwujud,
biaya perolehan aset dapat diukur dengan andal, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi
normal, dan diperoleh dengan maksud untuk digunakan.
a. Belanja Pembelian tanah.
b. Belanja peralatan dan mesin termasuk kendaraan bermotor, alat elektronik, inventaris kantor
yang peralatan lain yang masa manfaatnya lebih dari 12 bulan dalam waktu siap pakai. Pada
bidang kesehatan, belanja peralatan dan mesin dapat dibagi menjadi:
Belanja modal peralatan dan medis digunakan untuk mencatat belanja peralatan dan
mesin seperti pengadaan AC, Mebelair, peralatan studio, peralatan komunikasi,
pengadaan instalasi listrik dan telephon, pengadaan kendaraan roda 2 dan 4
Belanja modal alat kedokteran dan kesehatan (alat medis) digunakan untuk mencatat
belanja peralatan dan mesin untuk mendukung pelayanan kesehatan secara langsung
seperti USG, CT scan, ambulans, incubator, strerilisasi, kompresor, dan lainnya
Belanja modal alat laboratorium (alat medis) digunakan untuk mencatat belanja
peralatan dan mesin yang digunakan untuk uji laboratorium
c. Belanja gedung dan bangunan digunakan untuk mencatat pembangunan Puskesmas/Pustu,
RS, Rumah dinas.
d. Belanja aset tetap lainnya belanja aset digunakan untuk mencatat belanja aset tetap lainnya
dan aset lainnya (yang tidak digunakan untuk keperluan operasional pemerintah dan tidak
sesuai definisi aset tetap).
Belanja pemeliharaan merupakan belanja-belanja yang digunakan untuk memelihara working
capacity suatu modal. Modal yang membutuhkan belanja pemeliharaan tidak hanya barang-
barang tetapi juga kapasitas petugas. Oleh karena itu, kegiatan memberikan pelatihan,
refreshing, atau peningkatan kapasitas termasuk kedalam belanja pemeliharaan.
39
DIMENSI 6: MATA ANGGARAN (HI)
Digit Kode HI & Deskripsi
1 HI.1 Modal
2 HI.1.1 Belanja Modal Tanah
2 HI.1.2 Belanja Modal Gedung dan Bangunan
2 HI.1.3 Belanja Modal Kendaraan Bermotor
2 HI.1.4 Belanja Modal Peralatan dan Mesin (Alat Non Medis)
2 HI.1.5 Belanja Modal Alat Kedokteran dan Kesehatan (Alat Medis)
2 HI.1.6 Belanja Modal Alat Laboratorium (Alat Medis)
2 HI.1.7 Belanja Modal Jalan, Jaringan dan Irigasi (Berkaitan dengan Kesehatan)
2 HI.1.8 Belanja Beasiswa Pendidikan PNS
2 HI.1.9 Belanja Modal Aset Tetap Lainnya
1 HI.2 Operasional
2 HI.2.1 Belanja Pegawai
3 HI.2.1.1 Gaji dan Tunjangan
3 HI.2.1.2 Belanja Tambahan Penghasilan
3 HI.2.1.3 Tambahan Penghasilan berdasarkan Pertimbangan Objektif Lainnya
3 HI.2.1.4 Belanja Pegawai Non ASN
3 HI.2.1.5 Belanja Pegawai lainnya
2 HI.2.2 Belanja Barang dan Jasa
3 HI.2.2.1 Belanja Barang
4 HI.2.2.1.1 Belanja Alat Kesehatan Pakai Habis (BMHP)
4 HI.2.2.1.2 Belanja Barang Kesehatan Pakai Habis (BMHP)
4 HI.2.2.1.3 Belanja Alat/Bahan Tulis Kantor dan Perkantoran Pakai Habis
4 HI.2.2.1.4 Belanja Alat Listrik dan Elektronik
4 HI.2.2.1.5 Belanja Bahan Bakar Minyak dan Gas
4 HI.2.2.1.6 Belanja Alat dan Bahan Laboratorium
4 HI.2.2.1.7 Belanja Hadiah
4 HI.2.2.1.8 Belanja Bahan Obat-obatan
4 HI.2.2.1.9 Belanja Cetak
4 HI.2.2.1.10 Belanja Makanan dan Minuman
4 HI.2.2.1.11 Belanja Pakaian (Seragam, Linen, dll)
4 HI.2.2.1.12 Belanja Barang Lainnya
3 HI.2.2.2 Belanja Jasa
4 HI.2.2.2.1 Belanja Jasa Penanggung Jawab Keuangan
4 HI.2.2.2.2 Belanja Jasa Pengadaan Barang dan Jasa
4 HI.2.2.2.3 Belanja Jasa Narasumber/Moderator/Pembawa Acara dll
4 HI.2.2.2.4 Belanja Jasa Tenaga Kesehatan
4 HI.2.2.2.5 Belanja Jasa Tenaga non-kesehatan
4 HI.2.2.2.6 Belanja jasa pengelolahan sampah
4 HI.2.2.2.7 Belanja jasa pengelolahan air limbah
4 HI.2.2.2.8 Belanja insentif tenaga kesehatan vaksinator
4 HI.2.2.2.9 Belanja insentif tenaga kesehatan penanganan COVID-19
4 HI.2.2.2.10 Belanja insentif tenaga kesehatan UKM
4 HI.2.2.2.11 Belanja Jasa Telepon, Listrik, Internet dan Air
4 HI.2.2.2.12 Belanja Perawatan Pasien Tidak Mampu
4 HI.2.2.2.13 Belanja Jasa Akomodasi
4 HI.2.2.2.14 Belanja Sewa Kantor/Gedung/Tempat/tanah
4 HI.2.2.2.15 Belanja Sewa Alat, Mesin, dan Perlengkapan (Alat Medis)
4 HI.2.2.2.16 Belanja Sewa Alat, Mesin, dan Perlengkapan (Alat Non Medis)
4 HI.2.2.2.17 Belanja Jasa Konsultan
4 HI.2.2.1.18 Belanja Jasa Lainnya
40
Tabel 11. Dimensi 6: Mata Anggaran (Lanjutan)
Digit Kode HI & Deskripsi
2 HI.2.3 Perjalanan Dinas
4 HI.2.2.4.1 Perjalanan Dinas Dalam Daerah
4 HI.2.2.4.2 Perjalanan Dinas Luar Daerah
4 HI.2.2.4.3 Perjalanan Dinas Pindah Tugas
4 HI.2.2.4.4 Belanja Pemulangan Pegawai
2 HI.2.4 Belanja Barang dan/atau Jasa untuk Diserahkan/ Diberikan kepada Masyarakat/Pihak Ketiga
1 HI.3 Belanja Pemeliharaan
2 HI.3.1 Belanja Pemeliharaan Tanah
2 HI.3.2 Belanja Pemeliharaan Gedung dan Bangunan
2 HI.3.3 Belanja Perawatan Kendaraan Bermotor
2 HI.3.4 Belanja Pemeliharaan Peralatan dan Mesin (Alat Non Medis)
2 HI.3.5 Belanja Pemeliharaan Alat Kedokteran dan Kesehatan (Alat Medis)
2 HI.3.6 Belanja Pemeliharaan Alat Laboratorium (Alat Medis)
2 HI.3.7 Belanja Pemeliharaan Jalan, Jaringan dan Irigasi (Berkaitan dengan Kesehatan)
2 HI.3.8 Belanja Kursus, Pelatihan, Sosialisasi dan Bimbingan Teknis Pegawai
2 HI.3.9 Belanja Pemeliharaan Aset Tetap Lainnya
41
6.8. Dimensi Penerima Manfaat
Seperti yang telah diuraiakn sebelumnya di atas, dimensi penerima manfaat merupakan sasaran
utama dari pelaksanaan pelayanan keehatan. Pada petunjuk teknis produksi DHA 2022 ini,
terdapat delapan kelompok penerima manfaat, yaitu:
Tabel 13. Dimensi 8: Penerima Manfaat
Pada uraian di atas, terdapat tumpang tindih kelompok umur anak remaja dan usia produktif.
Jika suatu program kesehatan diselenggarakan di masyarakat atau di sekolah dengan sasaran
anak remaja maka dipilih kelompok usia 13-18 tahun. Misalnya pemberian tablet tambah darah
remaja putri dan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR). Sedangkan jika suatu program
kesehatan diselenggarakan di tempat kerja dengan sasaran pekerja usia produktif (15-59 tahun),
maka kelompok umur yang dipilih adalah umur 15-59 tahun. Contohnya pelayanan Upaya
Kesehatan Kerja (UKK), klinik perusahaan, dan sebagainya.
Sementara pada pelaksanaan aktivitas pelayanan kesehatan seperti rapat koordinasi stunting,
peningkatan kapasitas kader posyandu, pelatihan kegawatdaruratan maternal untuk bidan, maka
penerima manfaat yang dipilih adalah 1 – 5 tahun (balita).
42
BAB 6. PROSES PELAKSANAAN DHA
Dinas kesehatan kab/kota memperoleh dana dari provinsi untuk pelaksanaan kegiatan/program
kesehatan masyarakat. Laporan belanja kesehatan seperti ini juga harus diperoleh datanya.
Untuk itu pengumpulan data realisasi tersebut perlu dilakukan di tingkat provinsi, khusus untuk
anggaran kesehatan provinsi yang diperuntukkan bagi kab/kota tersebut. Berdasarkan
pengalaman yang ada, minimal dibutuhkan waktu selama 3 hari untuk pengumpulan data
pembiayaan kesehatan di tingkat provinsi. Sebelum pengumpulan data, pengumpul data harus
sudah mempunyai gambaran/memperoleh informasi tentang data pembiayaan apa saja yang
harus dicari berdasarkan pada hasil pengumpulan data ditingkat kabupaten/kota. Data realisasi
kesehatan berupa bantuan/hibah yang ada di kabupaten/kota dapat juga diperoleh dari tingkat
provinsi. Misalnya dana Global Fund, dana proyek bantuan/hutang LN (misalnya proyek DHS-
2/pinjaman dari ADB di 8 provinsi), donor dan lain sebagainya. Untuk pengumpulan data ini,
pengumpul data harus mendatangi setiap bidang/unit terkait yang ada di dinas kesehatan dan
instansi lainnya. Untuk bantuan yang berasal dari donor misalnya, satu kabupaten/kota bisa saja
menjadi wilayah kerja mereka (yang mendapatkan bantuan), tetapi kantornya tidak ada di
kabupaten/kota melainkan berada di tingkat provinsi.
43
Dalam beberapa bagian, data realisasi yang ada di tingkat provinsi ini berada dalam bentuk
gelondongan besar untuk seluruh kabupaten/kota. Dalam hal ini, pengumpul data perlu
melakukan justifikasi untuk memperoleh berapa besaran anggaran tersebut untuk satu
kabupaten/kota. Misalnya Provinsi melatih tenaga 60 Puskesmas dari seluruh provinsi dengan
anggaran sebesar Rp. 120 juta, maka porsi sebuah kabupaten yang hanya mengirim 12
Puskesmas ke pelatihan tersebut adalah 12/60 x Rp 120 juta.
Sementara pada unit BUMN/BUMD, belanja kesehatan dapat digali dari laporan biaya
kesehatan pada masing-masing unit tersebut. Misalnya pada PLN, anggaran kesehatan dapat
diperoleh dari bagian SDM dengan melihat laporan penggunaan biaya kesehatan untuk
karyawan yang telah dikeluarkan dalam satu tahun terakhir, serta fasilitas pelayanan kesehatan
yang digunakan oleh karyawan tersebut.
Khusus untuk pengumpulan data pada fasilitas pelayanan kesehatan (rumah sakit, praktek
dokter, klinik, dll), jika data klaim per fasilitas kesehatan dari BPJS Kesehatan pusat sudah
didapatkan maka data pengeluaran dari rumah sakit adalah pengeluaran yang berasal dari
sumber-sumber lain. Untuk Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD), catatan pengeluaran yang
harus dikumpulkan berarti belanja yang bersumber dari dana DAK Fisik, DAU, DBH CHT, dan
lain-lain.
Akan tetapi jika data klaim dari BPJS Kesehatan Pusat belum dimiliki, maka data belanja RSUD
keseluruhan harus dikumpulkan secara terperincil. Konsekuensinya, seringkali setiap belanja
tersebut tidak dapat diidentifikasi sumber pendanaanya karena sudah menjadi general revenue
rumah sakit. Oleh karena itu, perlu digali secara kualitatif apa saja sumber pendapatan rumah
sakit dan digunakan untuk apa saja.
Untuk menghindari penghitungan ganda (double counting) maka dalam hal seperti itu biaya
yang dikeluarkan rumah sakit untuk memberikan pelayanan kepada pegawai negeri dan
karyawan swasta tersebut harus dikeluarkan dari data biaya rumah sakit. Hal itu dilakukan
karena DHA juga mengumpulkan data pembiayaan kesehatan dari berbagai sumber, termasuk
biaya kesehatan dari BPJS Kesehatan dan perusahaan-perusahaan swasta.
Misalnya, sebuah rumah sakit mengeluarkan biaya 1 miliar. Dari pelayanan kepada peserta dan
keluarganya, rumah sakit menerima pembayaran klaim dari BPJS Kesehatan sebesar 600 juta.
Oleh karena DHA sudah mencatat data pembayaran klaim BPJS Kesehatan kepada rumah sakit
tersebut, maka biaya kesehatan yang dikeluarkan oleh rumah sakit itu tinggal 1 miliar dikurangi
600 juta yaitu 400 juta.
Pembiayaan kesehatan juga terdapat pada perusahaan swasta yang peduli akan kesehatan
karyawannya. Untuk itu pengumpul data dapat mencari pembiayaan kesehatan di perusahaan
swasta yaitu mendapatkan laporan klaim kesehatan yang dilakukan oleh karyawan kepada
perusahaan. Beberapa perusahaan swasta juga mempunyai sistem pembiayaan kesehatan
tersendiri bagi karyawannya. Ada perusahaan yang mempunyai klinik perusahaan sendiri bagi
karyawan. Untuk kondisi ini, harus dikumpulkan biaya kesehatan yang dikeluarkan oleh klinik
perusahaan tersebut. Disamping itu biasanya mereka juga mempunyai kontrak kerjasama
dengan rumah sakit sebagai tempat rujukan bagi karyawan. Anggaran yang dikeluarkan untuk
44
rujukan pelayanan kesehatan ini juga harus dikumpulkan dengan melihat total biaya yang
dikeluarkan untuk rujukan tersebut selama 1 tahun.
Untuk dapat belanja OOP rumah tangga, perhitungan sudah dilakukan oleh BPS pusat. Data
tersebut akan dibawah oleh fasilitator Pusjak PDK pada saat pendampingan sama seperti data
BPJS kesehatan.
7.2. Melakukan Entry Data Menggunakan Pivot Table (Excel)
Instrumen untuk melakukan “entry data” dalam DHA adalah dengan menggunakan program
Work Sheet Excel. Pedoman ini menyediakan work sheet tersebut dalam sebuah soft copy yang
sudah dibuat sesuai dengan kebutuhan DHA. Untuk pengisian data ke dalam instrument yang
telah disediakan tidak terlalu sulit. Dalam tahap ini diminta ketelitian dan kehati-hatian dalam
menentukan kode akuntansi/mata anggaran dalam DHA yang sesuai untuk setiap rupiah yang
dimasukkan.
Langkah-langkah melakukan “entry data” DHA adalah sebagai berikut:
1. Kumpulkan dokumen yang berisi data pengeluaran/belanja untuk kesehatan dari
unit/lembaga tertentu (data realisasi anggaran), misalnya Dinas Kesehatan, PMI, BPJS
Kesehatan, RSUD, dll.
2. Untuk setiap sumber data (dinkes, RSUD, BKKBN, dll), gunakan worksheet terpisah dalam
inputasi data. Worksheet ini adalah worksheet sementara yang nanti akan di gabung atau
digabungan dengan worksheet dari sumber data lain. Tujuannya adalah untuk memudahkan
dalam memasukkan dan mengoreksi data, karena data anggaran yang akan dimasukkan
dapat mencapai ribuan baris.
3. Untuk memudahkan dalam inputasi dan cross-check data yang telah dimasukkan, pengisian
data sebaiknya dilakukan secara urut dan menurut sumber data yang ada.
4. Rincian realisasi anggaran yang akan dimasukkan adalah rincian realisasi anggaran pada sub
kegiatan hingga rincian belanjanya.
5. Pengisian data dimulai dengan memasukkan data dasar
6. Selanjutnya masukkan rincian laporan realisasi dari setiap rupiah yang dibelanjakan. Setiap
rupiah yang dimasukkan jangan dalam bentuk rumus/penjumlahan karena akan
45
mengganggu dalam pengolahan data nantinya. Tabel inputasi yang akan digunakan adalah
sebagai berikut:
a. Kolom instansi sumber data diisi sesuai OPD yang memiliki data. Misalnya
dinas kesehatan, dinas pendidikan, Bappeda, dan lain-lain
b. Kolom bidang/unit sumber data diisi unit/bidang di dalam OPD instansi
sumber data. Misalnya bidang Data dan Informasi, Bidang Pendidikan Dasar,
dan lain-lain
c. Kolom sumber dana diisi jenis fund channeling yang menjadi sumber dana
realisasi seperti DBH, DAU, DAK, Klaim BPJS Kesehatan, dan lain-lain
d. Kolom program diisi jenis-jenis program kesehatan sesuai Permendagri No.
90/2019 seperti 1.02.02 Program pemenuhan upaya kesehatan perorangan dan
upaya kesehatan masyarakat, 1.02.03 peningkatan kapasitas SDM kesehatan,
1.02.04 program sediaan Farmasi, alat kesehatan, dan makanan minuman, dan
lain-lain
e. Kolom kegiatan diisi kegiatan-kegiatan seperti 1.02.04.206 Pemeriksaan dan
tindak lanjut hasil pemeriksaan post market pada produksi, 1.02.05.202
pelaksanaan sehat dalam rangka promotif preventif tingkat daerah
kabupaten/kota, dan lain-lain
f. Kolom sub-kegiatan diisi sub-kegiatan dari masing-masing kegiatan pada poin
e seperti 1.02.05.203.01 bimbingan teknis dan supervisi pengembangan dan
pelaksanaan
g. Kolom uraian sub-kegiatan atau aktivitas diisi rincian aktivitas dari sub-
kegiatan pada poin f seperti peningkatan kapasitas kader, sweeping ibu hamil,
dan lain-lain.
h. Kolom rincian belanja berisi objek belanja yang dibeli seperti ATK, makan
minum, transport lokal, obat-obatan, dan lain-lain
i. Kolom jumlah belanja diisi total rupiah yang dikeluarkan untuk setiap aktivitas.
Misalnya jumlah belanja transportasi lokal untuk sweeping ibu hamil dalam
setahun adalah Rp 10.000.000 maka, pada kolom I diisi 10.000.000 (tidak pakai
rumus).
46
7. Lakukan konversi setiap rincian belanja kedalam sembilan dimensi DHA yaitu:
Template setelah dilakukan entry dan konversi
8. Informasi mengenai kode sesuai dimensi DHA diisi pada kolom dengan header berwarna
biru. Kolom dalam kode akuntansi/mata anggaran tersebut, harus memperhatikan
modul/pedoman DHA dan uraian dari setiap kegiatan yang akan dimasukkan dengan teliti.
9. Masukan (tuliskan) kode akuntansi/mata anggaran tersebut untuk setiap data pengeluaran
pada setiap kolom dalam worksheet (pada baris yang sama), sesuai dengan pilihan kode
akuntansi yang telah diberikan/disediakan pada setiap kolomnya.
a. Sheet ”daftar kode akun” berisi daftar kode akuntansi setiap dimensi
b. Sheet ”daftar definisi” berisi definisi operasional dan catatan khusus dalam klasifikasi
47
10. Untuk memasukkan kode akuntansi/mata anggaran, cukup dengan mengklik kolom yang
akan diisi, selanjutnya akan keluar pilihan kode akuntansinya. Pilih salah satu kode
akuntansi/mata anggaran yang tepat dan kemudian klik pilihan tersebut. Selanjutnya kolom
akan terisi dengan kode akuntansi pilihan tersebut.
48
13. Jangan ada kolom atau baris yang kosong karena akan mengganggu dalam memproduksi
tabel hasil
14. Untuk penggabungan data yang telah dimasukkan dari beberapa file yang berbeda dapat
dilakukan dengan cara:
i. Block data yang ingin digabungkan dan copy data pada file excel pertama
ii. Pilih lokasi untuk menempelkan data terbaru pada master excel dan paste data yang
telah di copy.
15. Untuk membantu dalam menentukan kode akuntasi yang tepat dari setiap kegiatan dan
rupiahnya, dapat dilihat lampiran pengisian data/konversi.
16. Hasil entry data dalam excel contohnya adalah sebagai berikut :
49
7.3. Menghasilkan Tabel-tabel DHA
Analisis data yang telah dimasukkan dalam worksheet dapat dilakukan dengan menggunakan
program Excel, yaitu dengan menggunakan pivot tabel. Petunjuk untuk menghasilkan tabel-
tabel univariat dan bivariat dapat dilihat pada lampiran pedoman penggunaan pivot tabel. Ada
tiga langkah dalam analisis data yang perlu dilakukan, yaitu sebagai berikut:
1. Block semua data yang telah di entry dari kolom A hingga kolom P, seperti berikut:
50
2. Pilih Insert pivot table
Pastikan keluar kotak dialog seperti berikut:
3. Pilih dimensi yang ingin dianalisis secara univariat dan jumlah belanjanya seperti pada
contoh berikut:
51
Dimensi
diletakkan pada
kotak “row”
“jumlah belanja”
diletakkan di
kotak “values”
4. Pastikan format ”values” pada kotak dialog adalah ”SUM” bukan ”COUNT”. Untuk
memastikannya, lakukan langkah berikut:
i. Dengan penggunakan mouse, klik panah kecil yang ada pada kotak ”values”
Klik panah
kecil ini
ii. Pastikan muncul pilihan menu seperti pada berikut dan pilih ”value field settings”
iii. Jika kotak dialog sudah muncul, pilih ”SUM” dan klik ”OK” seperti pada gambar
berikut
52
5. Jika sudah, copy hasil pivot table ke sheet lain yang sudah berisi kode akuntansi seperti pada
gambar berikut:
i. Block data yang ingin di copy
ii. Pilih tempat untuk menempelkan data yang sudah berisi dimensi-dimensi. Lalu
masukkan jumlah belanja pada kode sesuai dimensi seperti pada gambar berikut:
53
1
Paste dari hasil
pivot tabel
2
Copy nilai “jumlah
belanja” sesuai kode
akuntansi di setiap
dimensi
6. Buat perhitungan persentase dari setiap total belanja pada masing-masing kode akuntansi
terhadap grand total belanja dalam satu dimensi.
Setelah melakukan tabulasi data sesuai dengan dimensi DHA, beberapa analisis tematik dapat
dilakukan seperti pada uraian di bawah ini:
(1) Alokasi APBD untuk kesehatan
Salah satu isu penting dalam pembiayaan kesehatan adalah berapa besar pemerintah
mengalokasikan anggaran untuk sektor kesehatan. UU Kesehatan No.36/2009 menetapkan
bahwa Pemerintah Kab/Kota harus mengalokasikan 10% APBD untuk kesehatan di luar
gaji. Untuk melihat sejauh mana ketentuan UU tersebut sudah dilaksanakan, hitung jumlah
total realisasi anggaran Dinas Kesehatan dan RSUD. Kemudian dapatkan data total realisasi
APBD dan total belanja pegawai dari Bappeda atau sumber data lain. Hitung berapa %
APBD tersebut dialokasikan untuk Dinas Kesehatan dan berapa % untuk RSUD. Jumlah
kedua % tersebut adalah total % alokasi APBD untuk kesehatan. Apabila nilai % tersebut
lebih kecil dari 10%, hal ini perlu disampaikan kepada pihak eksekutif dan legislatif
Kab/Kota bersangkutan.
(2) Estimasi pengeluaran/belanja kesehatan per kapita
Belanja kesehatan per kapita total adalah ”belanja kesehatan total” dibagi dengan jumlah
penduduk di kabupaten/kota bersangkutan. Data jumlah penduduk di kabupaten/kota
sebaiknya menggunakan data penduduk terkini. Pertama, hitung jumlah angka dalam
kolom pertama worksheet. Bagi jumlah tersebut dengan jumah penduduk kabupaten/kota
pada tahun yang sama. Hasilnya adalah perkiraan ”belanja kesehatan per kapita” di
kabupaten/kota tersebut.
Belanja kesehatan perkapita tersebut bisa dihitung lebih terperinci menurut sumber dana
kesehatan, misalnya sebagai berikut:
54
Sumber Jumlah Perkapita
1. Belanja Pemerintah
2. Belanja RT
3. Belanja pihak lain
Total
Analisis seperti diatas diperlukan karena program kesehatan tersebut erat kaitannya dengan
Human Capital Invesment dan produktivitas. Program Kesehatan yang dimaksud adalah:
55
1. Human Capital Invesment 2. Produktivitas
- KB - Malaria
- KIA - TB
- Imunisasi - HIV/AIDS
- Gizi - Diare
- UKS - ISPA
Jenis Kegiatan
Mata Anggaran Langsung Tidak Langsung
Investasi
Operasional
Belanja tidak terduga
Belanja transfer
BAB 7. INTERPRETASI HASIL DHA
57
bisa disampaikan kepada pengambil keputusan dengan harapan perbaikan dan perubahan
sistematis dapat direncanakan dan dilaksanakan.
Ke sembilan dimensi DHA seperti digambarkan dalam 9 tabel univariat hasil DHA juga
mengandung makna tertentu tentang situasi pembiayaan kesehatan di suatu Kabupaten/Kota.
Berikut ini disampaikan bagaimana interpretasi terhadap masing-masing label tersebut.
58
(3) Tabel Jenis Penyedia Pelayanan (HP)
a. Tabel ini memperlihatkan distribusi belanja kesehatan menurut penyedia/penyelenggara
pelayanan kesehatan. Secara garis besar bisa dibandingkan peranan (1) fasilitas
kesehatan milik pemerintah, (2) fasilitas kesehatan milik swasta dan (3) kegiatan yang
diselenggarakan oleh masyarakat/LSM.
b. Perbandingan hasil DHA dalam beberapa tahun dapat menunjukkan perkembangan
peranan fasilitas swasta dalam sistem pelayanan kesehatan Kab/Kota.
c. Kalau data belanja kesehatan TNI/POLRI bisa diperoleh, juga dapat dilihat sejauh mana
sumbangan fasilitas TNI/POLRI tersebut melayani penduduk umum (non-TNI/POLRI).
59
(6) Tabel Jenis Kegiatan (HA)
a. Secara teoretis, kinerja program kesehatan sangat ditentukan oleh kegiatan langsung,
seperti kegiatan pelayanan kuratif dan kegiatan kesehatan masyarakat di lapangan.
b. Permendagri 90 tahun 2019 dan Kepmendagri 050-5889 tahun 2021 mengharuskan
SKPD menyusun anggaran berbasis kinerja. Tabel ini akan memperlihatkan apakah
anggaran kesehatan sudah konsisten dengan prinsip anggaran berbasis kinerja.
c. Kalau porsi anggaran untuk kegiatan tidak langsung lebih besar dari pada anggaran
untuk kegiatan langsung, keadaan tersebut menunjukkan inkonsistensi dengan prinsip
anggaran berbasis kinerja.
60
c. Belanja untuk usila menunjukkan kepedulian sektor kesehatan terhadap kesejahteraan
penduduk lansia
CATATAN:
Salah satu analisis tambahan yang juga penting adalah apakah belanja kesehatan Kab/Kota
sudah ”pro-poor” (memihak pada penduduk miskin). Ini memerlukan analisis lanjutan yang
khusus, yaitu sebagai berikut:
(1) Hitung anggaran yang spesifik diperuntukkan bagi penduduk miskin (yaitu anggaran PBI
JKN dari Pusat ditambah anggaran daerah untuk penduduk miskin diluar kuota pusat)
(2) Hitung berapa % nilai uang pada butir (1) diatas dibandingkan dengan total belanja
kesehatan pemerintah
(3) Ada daerah yang memang sebagian besar penduduknya miskin, misalnya sampai 90%.
Dalam ini perlu kehati-hatian menafsirkan data DHA, karena praktis belanja kesehatan
diluar anggaran untuk penduduk miskin (PBI JKN dan tambahan anggaran daerah) akan
dinikmati oleh sebagian besar penduduk miskin di Kab/Kota tersebut.
61
Analisis bivariate bisa dilakukan terhadap Jenis Kegiatan (HA) dengan Mata Anggaran (HI).
Crosstab kedua dimensi DHA ini akan menghasilkan gambaran tentang porsi belanja untuk
kegiatan langsung dan tidak langsung serta porsi belanja untuk belanja investasi, operasional
dan pemeliharaan. Misalnya, analisis bivariate HA dan HI untuk program KIA akan
menghasilkan matriks sebagai berikut:
Nilai rupiah dan % dalam masing-masing sel dalam matriks tersebut dapat menunjukkan apakah
belanja KIA sudah berbasis kinerja atau tidak. Kinerja suatu program yang sudah berjalan lama,
sangat ditentukan oleh kecukupan belanja untuk kegiatan langsung dan bersifat operasional.
Kalau pola belanja dalam matriks diatas menunjukkan dominasi Investasi dan Tidak Langsung,
maka pola belanja tersebut tidak menjamin kinerja yang baik.
Asumsinya adalah bahwa program yang sudah berjaIan lama (bertahun-tahun) sudah tercukupi
sarana dan prasarana fisiknya. Kalau dari tahun ke tahun program tersebut menghabiskan
belanja untuk barang modal dan kegiatan tidak langsung (misalnya pelatihan, capacity building,
dll), maka sulit mengharapkan kinerja program tersebut akan baik.
62
Hitung berapa % APBD dialokasikan untuk kesehatan (Dinas Kesehatan dan RSUD). UU
No. 36/2009 tentang Kesehatan menetapkan alokasi tersebut sebesar 10%. Kalau nilainya
dibawah 10%, keadaan ini perlu disampaikan kepada pihak eksekutif dan legislatif.
Konversikan nilainya ke dalam US$. Nilai tersebut dibandingkan dengan nilai normatif
sebagai berikut:
(1) Per kapita dari semua sumber: US $ 49/kapita/tahun (WHO - 2000, Macroeconomic
Commission and Health)
(2) Per kapita untuk program-program esensial yang dibiayai pemerintah: US$ 14-
18/kapita/ tahun (World Bank, World Development Report 1993)
Kalau belanja kesehatan perkapita di Kab/Kota bersangkutan lebih rendah dari pada nilai
normatif, sampaikan hal ini sebagai dasar rekomendasi untuk meningkatkan alokasi untuk
kesehatan.
b. Perbaikan alokasi untuk program-program prioritas
Hitung total belanja untuk masing-masing program (bisa menggunakan daftar program
dalam SPM PP No. 2 tahun 2018, UU No. 36 tahun 2009, program prioritas nasional.
Nyatakan nilainya dalam %.
Lihat apakah program yang termasuk dalam SDGs mendapat porsi lebih banyak. Kalau
tidak, sampaikan rekomendasi untuk memperbaiki alokasinya dalam RKA tahun
mendatang.
63
Maka sulit diharapkan terjadi perbaikan derajat kesehatan penduduk selama periode waktu
tersebut.
d. Mencukupi anggaran program yang termasuk dalam SDGs dan Prioritas Nasional
Tampilkan Tabel Program, hasil DHA dan nyatakan dalam persentase (%), seperti berikut.
Perhatikan apakah program yang termasuk dalam MDGs/SDGs mendapat alokasi dengan
persentase (%) tinggi, yaitu:
(1) Gizi masyarakat
(2) Kesehata Ibu dan Anak
(3) Pemberantasan Malaria (kecuali di Kab/Kota bersangkutan tidak endemik malaria)
(4) Pemberantasan Tb paru
(5) Penanggulangan HIV/AIDS
(6) Ketersediaan air bersih
Kalau persentase (%)-nya kecil, rekomendasikan agar dilakukan perencanaan dan
penganggaran untuk program-program tersebut melalui proses perencanaan dan anggaran
berbasis kinerja. Asumsinya adalah proses tersebut akan menghasilkan kebutuhan anggaran
yang lebih normatif.
Kemudian rekomendasikan agar kebutuhan anggaran tersebut dipenuhi.
64
Strategi untuk mendapatkan data yang diperlukan
Salah satu hal yang bisa menghambat kegiatan DHA adalah kalau unit sumber dana, pengelola
dana dan penyedia pelayanan kesehatan tidak mau memberikan data yang diperlukan. Masalah
ini bisa dicegah kalau kegiatan DHA secara resmi diinstruksikan oleh Bupati/Walikota.
Oleh sebab itu, DHA perlu dilakukan sebagai kegiatan rutin. Dilakukan setiap tahun dan di atur
dalam sebuah SK Bupati/Walikota atau Peraturan Daerah (Perda). Dengan adanya aturan resmi
tersebut, diharapkan team pelaksana DHA akan lebih mudah mendapatkan data dari setiap
lembaga yang relevan.
Untuk meningkatkan partisipasi instansi lintas sektor dalam penyusunan DHA dengan
memberikan data yang diperlukan maka hasil DHA dapat dipresentasikan pada forum lintas
SKPD yang berkaitan dengan bidang Kesejahteraan Sosial.
65
BAB 8. PENYUSUNAN RENCANA TINDAK LANJUT (RTL)
Dalam sesi ini peserta Kab/Kota masing-masing menysun rencana tindak lanjut (RTL) berisi
kegiatan-kegiatan yang segera akan dilakukan sertaa “time-table” setelah kembali ke kabupaten
masing-masing.
Isi RTL tersebut paling tidak terdiri dari:
(1) Melaporkan kepada kepala instansi masing-masing
(2) Menyelesaikan produksi DHA dengan sumber data dari instansi lain (jika memungkinkan)
(3) Menyusun laporan hasil produksi DHA
(4) Menyertakan data dan hasil data ke tim kabupaten/kota, provinsi, dan pusat
66
LAMPIRAN
1. Pivot excel
67