Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN STROKE NON


HEMORAGIK DI RUANG TERATAI
RS.UNDATA PALU

Oleh :

AGIL

NIM.P07120120005

Dll KEPERAWATAN TINGKAT II SEMESTER IIIl

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN PALU

JURUSAN KEPERAWATAN

TAHUN 2022

LAPORAN PENDAHULUAN
PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN STROKE NON
HEMORAGIK
I. KONSEP DASAR STROKE NON HAEMORAGIK
A. Pengertian
 Menurut Smeltzer C. Suzanne (2002), Stroke atau
cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan
oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak.
 Menurut WHO, Stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi
cerebral, baik fokal maupun global, yang berlangsung dengan cepat,
berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir dengan maut, tanpa
ditemukannya penyebab selain daripada gangguan vaskuler.
 Menurut Chang (2010), Serangan otak merupakan istilah kontemporer
untuk stroke atau cedera serebrovaskuler yang mengacu kepada gangguan
suplai darah otak secara mendadak sebagai akibat dari oklusi pembuluh
darah parsial atau total, atau akibat pecahnya pembuluh darah otak.
 Menurut Williams (2008), Stroke merupakan gangguan mendadak pada
sirkulasi serebral di satu pembuluh darah atau lebih yang mensuplai otak.
Stroke menginterupsi atau mengurangi suplai oksigen dan umumnya
menyebabkan kerusakan serius atau nekrosis di jaringan otak.
Stroke diklasifikasikan menjadi dua, yaitu stroke hemoragik
(primary hemorrhagic strokes) dan stroke non hemoragik (ischemic
strokes).
 Menurut Price (2006), stroke non hemoragik (SNH) merupakan gangguan
sirkulasi cerebri yang dapat timbul sekunder dari proses patologis pada
pembuluh misalnya trombus, embolus atau penyakit vaskuler dasar seperti
artero sklerosis dan arteritis yang mengganggu aliran darah cerebral
sehingga suplai nutrisi dan oksigen ke otal menurun yang menyebabkan
terjadinya infark.
 Menurut Padila (2012), Stroke Non Haemoragik adalah cedera otak yang
berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak terjadi akibat pembentukan
trombus di arteri cerebrum atau embolis yang mengalir ke otak dan tempat
lain di tubuh.
 Menurut Arif Mansjoer (2000), Stroke non hemoragik adalah sindroma
klinis yang awalnya timbul mendadak, progresi cepat berupa deficit
neurologis fokal atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih atau
langsung menimbul kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran
darah otak non straumatik.
 Menurut Arif Muttaqin (2008), Stroke non hemoragik merupakan proses
terjadinya iskemia akibat emboli dan trombosis serebral biasanya terjadi
setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari dan tidak
terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan
selanjutnya dapat timbul edema sekunder.
Jadi, dari beberapa pengertian stroke diatas, disimpulkan stroke non
hemoragik adalah adalah gangguan cerebrovaskular yang disebabakan oleh
sumbatnya pembuluh darah akibat penyakit tertentu seperti aterosklerosis,
arteritis, trombus dan embolus.

B. Tanda dan Gejala

Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) Stroke menyebabkan berbagai


deficit neurologik, gejala muncul akibat daerah otak tertentu tidak berfungsi
akibat terganggunya aliran darah ke tempat tersebut, bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori).

Fungsi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya.


Manifestasi klinis (tanda dan gejala) dari stroke menurut Smeltzer &
Bare (2002) adalah sebagai berikut:
1. Kehilangan motorik
Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan
control volunter terhadap gerakan motorik. Karena neuron motor atas
melintas, gangguan control motor volunteer pada salah satu sisi tubuh dapat
menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan
dari otak. Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada
salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau
kelemahan pada salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain.
2. Kehilangan komunikasi
Fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan
komunikasi. Stroke adalah penyebab afasia paling umum. Disfungsi bahasa
dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal berikut:
a. Disartria (kesulitan berbicara): ditunjukkan dengan bicara yang sulit
dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab
untuk menghasilkan bicara.
b. Disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara), yang
terutama ekspresif atau reseptif.
3. Gangguan persepsi
Gangguan persepsi adalah ketidakmampuan untuk
menginterpretasikan sensasi. Stroke dapat mengakibatkan disfungsi persepsi
visual, gangguan dalam hubungan visual spasial dan kehilangan sensori.
4. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik
Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas,
kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi, yang menyebabkan
pasien ini menghadapi masalah frustasi dalam program rehabilitasi mereka.
5. Disfungsi kandung kemih
Setelah stroke pasien mungkin mengalami inkontinensia urinarius
sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan
kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena
kerusakan control motorik dan postural.

Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung dengan daerah otak yang
terkena:
1. Pengaruh terhadap status mental: tidak sadar, konfus, lupa tubuh sebelah
2. Pengaruh secara fisik: paralise, disfagia, gangguan sentuhan dan sensasi,
gangguan penglihatan
3. Pengaruh terhadap komunikasi, bicara tidak jelas, kehilangan bahasa.
Dilihat dari bagian hemisfer yang terkena tanda dan gejala dapat berupa:
Hemisfer kiri Hemisfer kanan
         Mengalami hemiparese          Hemiparese sebelah kiri
kanan tubuh
         Perilaku lambat dan hati-          Penilaian buruk
hati          Mempunyai kerentanan
         Kelainan lapan pandang terhadap sisi kontralateral
kanan sehingga memungkinkan
         Disfagia global terjatuh ke sisi yang
         Afasia berlawanan tersebut
         Mudah frustasi

C. Etiologi
Stroke biasanya di akibatkan dari salah satu tempat kejadian, yaitu:
1. Trombosis (Bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher).

Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar
(termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus
Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling
sering adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah
distribusi dari arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat
menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah (sehingga meningkatkan
resiko pembentukan trombus aterosklerosis (ulserasi plak), dan perlengketan
platelet.
Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisetemia, anemia sickle sel,
defisiensi protein C, displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan
vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap proses
yang menyebabkan diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan terjadinya
stroke trombotik (contohnya trauma, diseksi aorta thorasik, arteritis).
2. Embolisme serebral (Bekuan darah atau material lain yang di bawa ke otak dari bagian
otak atau dari bagian tubuh lain).
3. Hemorargik cerebral (Pecahnya pembuluh darah serebral dengan perlahan ke dalam
jaringan otak atau ruang sekitar otak). Akibatnya adalah gangguan suplai darah ke
otak , menyebabkan kehilangan gerak, pikir, memori, bicara, atau sensasi baik
sementara atau permanen.

Penyebab lain terjadinya stroke non hemoragik adalah :

1. Aterosklerosis
Terbentuknya aterosklerosis berawal dari endapan ateroma (endapan lemak)
yang kadarnya berlebihan dalam pembuluh darah.Selain dari endapan lemak,
aterosklerosis ini juga mungkin karena arteriosklerosis, yaitu penebalan
dinding arteri (tunika intima) karena timbunan kalsium yang kemudian
mengakibatkan bertambahnya diameter pembuluh darah dengan atau tanpa
mengecilnya pembuluh darah.
2. Infeksi
Peradangan juga menyebabkan menyempitnya pembuluh darah, terutama yang
menuju ke otak.
3. Obat-obatan
Ada beberapa jenis obat-obatan yang justru dapat menyebabkan stroke seperti:
amfetamin dan kokain dengan jalan mempersempit lumen pembuluh darah ke
otak.
4. Hipotensi
Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya
aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan.Stroke
bisa terjadi jika hipotensi ini sangat parah dan menahun.
Sedangkan faktor resiko pada stroke antara lain :
1. Hipertensi merupakan faktor resiko utama.
2. Penyakit kardiovaskuler (Embolisme serebral mungkin berasal dari jantung).
3. Kadar hematokrit normal tinggi (yang berhubungan dengan infark cerebral).
4. Kontrasepsi oral, peningkatan oleh hipertensi yang menyertai usia di atas 35
tahun dan kadar esterogen yang tinggi.
5. Penurunan tekanan darah yang berlebihan atau dalam jangka panjang dapat
menyebabkan iskhemia serebral umum.
6. Penyalahgunaan obat tertentu pada remaja dan dewasa muda.
7. Konsultan individu yang muda untuk mengontrol lemak darah, tekanan darah,
merokok kretek dan obesitas.
8. Mungkin terdapat hubungan antara konsumsi alkohol dengan stroke.
D. POHON MASALAH (PATHWAY)
E. Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di
otak. Luasnya infark hergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya
pembuluh daralidan adekdatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai
oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah
(makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus, emboli, perdarahan,
dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan
pant dan jantung). Aterosklerosis sering sebagai faktor penyebab infark pad-a
otak. Trombus dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah dapat beku
pada area yang stenosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan atau
terjadi turbulensi (Muttaqin, 2008).
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai
emboli dalam aliran darah. Trombus mengakihatkan iskemia jaringan otak
yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan
kongesti di sekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih
besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa
jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema
klien mulai menunjukkan perbaikan. Oleh karena trombosis biasanya tidak
fatal„ jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah
serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombosis.
Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembuluh darah maka
akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh
darah yang tersumbat . menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal
ini akan menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau ruptur
(Muttaqin, 2008).
Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik clan
hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan
lebih sering menyebabkan kematian di bandingkan keseluruhan penyakit
serebro vaskulai; karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak,
peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan
herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum (Muttaqin, 2008).
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hernisfer otak,
dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.
Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan
otak di nukleus kaudatus, talamus, dan pons (Muttaqin, 2008). Jika sirkulasi
serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral: Perubahan yang
disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk waktu 4-6 menit.
Perubahan ireversibel jika anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat
terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung
(Muttaqin, 2008). Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan
yang relatif banyak akan mengakihatkan peningkatan tekanan intrakranial dan
penurunan tekanan perfusi otak serta gangguan drainase otak. Elernen-elemen
vasoaktif darah yang keluar dan kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan
perfusi, menyebabkan saraf di area yang terkena darah dan sekitarnya tertekan
lagi (Muttaqin, 2008). Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Jika
volume darah lebih dari 60 cc maka risiko kematian sebesar 93% pada
perdarahan dalam dan 71% pada perdarahan lobar. Sedangkan jika terjadi
perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan
kemungkinan kematian sebesar 75%, namun volume darah 5 cc dan terdapat
di pons sudah berakibat fatal (Misbach, 1999 dalam Muttaqin, 2008).
 Faktor Resiko
Menurut Smeltzer, 2002 faktor resiko yang dapat menyebabkan stroke non
hemoragik yaitu:

- Faktor resiko terkendali


Beberapa faktor resiko terkendali yang menyebabkan stroke non
hemoragik sebagai berikut :
a) Hipertensi
b) Penyakit kardiovaskuler, embolisme serebral yang berasal dari
jantung, penyakit arteri koronaria, gagal jantung kongestif, hipertrofi
ventrikel kiri, abnormalitas irama (khususnya fibrasi atrium),
penyakit jantung kongestif.
c) Berbagai penyakit jantung berpotensi untuk menimbulkan stroke.
d) Kolesterol tinggi
e) Infeksi
f) Obesitas
g) Peningkatan hemotokrit meningkatkan resiko infark serebral
h) Diabetes
i) Kontrasepsi oral (khusunya dengan disertai hipertensi, merokok, dan
estrogen tinggi
j) Penyalahgunaan obat (kokain)
k) Konsumsi alkohol

- Faktor resiko tidak terkendali


Beberapa faktor resiko tidak terkendali yang menyebabkan stroke
non
hemoragik sebagai berikut :
a) Usia, merupakan foktor resiko independen terjadinya strok, dimana
refleks sirkulasi sudah tidak baik lagi.
b) keturunan / genetic

F. Komplikasi
Komplikasi pada stroke non hemoragik adalah:

1. Berhubungan dengan imobilisasi: infeksi pernafasan, nyeri pada daerah


tertekan, konstipasi.
2. Berhubungan dengan paralise: nyeri punggung, dislokasi sendi, deformitas,
terjatuh.
3. Berhubungan dengan kerusakan otak: epilepsy, sakit kepala.
4. Hidrosefalus

G. Penatalaksanaan
Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) penatalaksanaan stroke dapat dibagi
menjadi dua, yaitu :
a. Phase Akut :
1) Pertahankan fungsi vital seperti : jalan nafas, pernafasan, oksigenisasi dan
sirkulasi.
2) Reperfusi dengan trombolityk atau vasodilation : Nimotop. Pemberian ini
diharapkan mencegah peristiwa trombolitik / emobolik.
3) Pencegahan peningkatan TIK. Dengan meninggikan kepala 15-30
menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan, pemberian
dexamethason.
4) Mengurangi edema cerebral dengan diuretik
5) Pasien di tempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan kepala
tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral berkurang
b. Post phase akut
1. Pencegahan spatik paralisis dengan antispasmodik
2. Program fisiotherapi
3. Penanganan masalah psikososial

Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan


melakukan tindakan sebagai berikut:

 Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan


lendiryang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu
pernafasan.
 Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk untuk
usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
 Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.
 Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat
mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-
latihan gerak pasif.
 Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
 Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala
yang berlebihan,

Pengobatan Konservatif
a. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan,
tetapi maknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
b. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra
arterial.
c. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat
reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi
alteroma.
d. Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/ memberatnya
trombosis atau emboli di tempat lain di sistem kardiovaskuler.

Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :
a. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan
membuka arteri karotis di leher.
b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya
paling dirasakan oleh pasien TIA.
c. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
d. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma

H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Muttaqin, (2008), pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan ialah sebagai berikut :
a. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber
perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskular.
b. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada carran lumbal
menunjukkan adanya hernoragi pada subaraknoid atau perdarahan pada
intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses
inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya
warna likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
c. CT scan.
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
henatoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya
secara pasti.Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal,
kadang pemadatan terlihat di ventrikel, atau menyebar ke permukaan
otak.

d.   MRI
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang magnetik
untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan otak.Hasil
pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark
akibat dari hemoragik.
e. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem
karotis
1. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian keperawatan adalah suatu bagian dari komponen proses

keperawatan sebagai suatu usaha perawat dalam menggali permasalahan yang ada

di pasien meliputi pengumpulan data tentang status kesehatan pasien yang

dilakukan secara sistematis, menyeluruh atau komprehensif, akurat, singkat dan

berlangsung secara berkesinambungan (Muttaqin, 2010). Pada klien dengan

gangguan mobilitas fisik dalam kategori fisiologis dengan subkategori aktivitas

dan istirahat, perawat harus mengkaji data mayor dan minor yang tercantum

dalam buku Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (2017). Gejala dan tanda

mayor secara subjektif yakni mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas,

sedangkan secara objektif adalah kekuatan otot menurun dan rentang gerak

(ROM) menurun. Gejala dan tanda minor secara subjektif yakni nyeri saat

bergerak, enggan melakukan pergerakan, merasa cemas saat bergerak, sedangkan

secara objektif adalah sendi kaku, gerakan tidak terkoordinasi, gerakan terbatas,
dan fisik lemah.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian kinis mengenai respons

klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik

yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosa keperawatan pada pasien

stroke non hemoragik salah satunya gangguan mobilitas fisik berhubungan

dengan gangguan neuromuscular ditandai dengan mengeluh sulit menggerakkan

ekstremitas,mengeluh nyeri saat bergerak, enggan melakukan pergerakan, merasa

cemas saat bergerak, kekuatan otot menurun, rentang gerak (ROM) menurun,

sendi kaku, gerakan tidak terkoordinasi, gerakan terbatas, dan fisik lemah.

Diagnosa keperawatan yang bisa ditegakkan dalam masalah aktivitas dan istirahat

adalah gangguan mobilitas fisik. Gangguan mobilitas fisik termasuk dalam

kategori fisiologis dan subkategori aktivitas dan istirahat (Tim Pokja SDKI DPP

PPNI, 2016).
PERENCANAAN KEPERAWATAN

Stroke embolik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena emboli yang pada umunya

berasal dari jantung. Permulaan gejala terlihat sangat mendadak berkembang sangat

cepat, kesadaran biasanya tidak terganggu, kemungkinan juga disertai emboli pada organ
dan ada kecenderungan untuk membaik dalam beberapa hari, minggu atau

bulan.Perencanaan tindakan :

1)   Kaji tipe atau derajat disfungsi seperti pasien tidak tampak memahami kata atau

mengalami kesulitan berbicara atau membuat pengertian sendiri.

2)   Perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan memberikan umpan balik.

3)   Tunjukan objek dan minta pasien untuk menyebutkan nama benda tersebut.

4)   Mintalah pasien untuk mengucapkan suara sederhana seperti SH atau pus.

5)   Minta pasien untuk menulis nama atau kalimat yang pendek. Jika tidak dapat menulis

mintalah pasien untuk membaca kalimat yang pendek.

6)   Antisipasi dan penuhi kebutuhan pasien.

7)   Konsultasikan dengan/rujuk kepada ahli terapi wicara.

c.       Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskular, penurunan

kekuatan dan ketahanan. 

Tujuan :

  Mendemonstrasikan tekhnik/perubahan gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan

perawatan diri.

  Melakukan aktivitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri.

PERENCANAAN TINDAKAN:

1)      Kaji kemampun dari tingkat kekurangan untuk melakukan kebutuhan sehari – hari.
2)      Hindari melakukan sesuatu untuk pasien yang dilakukan pasien sendiri, tetapi berikan

bantuan sesuai dengan kebutuhan

3)      Kaji kemampuan pasien untuk berkomunikasi tentang kebutuhannya untuk menghindari

atau kemampuan untuk menggunakan urinal, bedpen. Bawa pasien ke kamar mandi

dengan teratur interval waktu tertentu untuk berkemih jika memungkinkan.

4)      Konsultasikan dengan ahli fisioterapi/ahli terapi okupasi.

d.       Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kesalahan

interprestasi informasi kurang mengingat.

Tujuan :

  Berpartisipasi dalam belajar

  Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi/prognosis dan aturan terapeutik.

  Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan.

Perencana tindakan:

1)      Kaji ulang tingkat pemahaman klien tentang penyakit

2)      Diskusikan keadaan patologis yang khusus dan kekuatan pada individu

3)      Diskusikan rencana untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri

4)      Berikan informasi mengenai penyebab penyakit stroke, penyebab dan pencegahan, dan

makan yang berpengaruh


5)      Rujuk atau tegaskan perlu evaluasi dengan tim ahli rehabilitasi, seperti ahli fisioterapi

fisik, terapi okupasi, terapi wicara

e.      Pola nafas tak efektif berhubungan dengan adanya depresan pusat pernapasan

Tujuan : Pola nafas pasien efektif

Kriteria Hasil:

         RR 18-20 x permenit

         Ekspansi dada normal.

Intervensi :

         Kaji frekuensi, irama, kedalaman pernafasan.

         Auskultasi bunyi nafas.

         Pantau penurunan bunyi nafas.

         Pastikan kepatenan O2 binasal.

         Berikan posisi yang nyaman : semi fowler. PM

         Berikan instruksi untuk latihan nafas dalam.


DAFTAR PUSTAKA

Chang, Ester . 2010 . Patofisiologi : Aplikasi Pada Praktik Keperawatan.


Jakarta: EGC.
Brunner and Suddarth, 2002. Keperawatan Medikal Bedah.  Edisi 8 volume 2
Penerbit Jakarta: EGC
Doengoes, Marilynn E, Jacobs, Ester Matasarrin. Rencana asuhan
keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian
perawatan pasien. 2000. Jakarta : penerbit Buku Kedokteran EGC

Hartina.2015.Laporan Pendahuluan Stroke Haemoragik. (Online) Available:


https://www.academia.edu.5948047/LAPORAN_PENDAHULUAN_NHS
(diakses pada tanggal 26 oktober 2015 pukul 20.00 Wita)

Kaharu, Atika.2015. Laporan Pendahuluan Stroke Non Haemoragik. (Online)


Available:
https://www.academia.edu./17079805/LP_STROKE_NON_HAEMORAGIK
(diakses pada tanggal 26 oktober 2015 pukul 20.00 Wita)

Muttaqin, Arif. 2008 . Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan


Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
NANDA. 2014.  Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi
2012 – 2014. Jakarta: EGC

Nurarif & Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosis Medis & NANDA NIC – NOC. Yogyakarta: Mediaction
Nurarif & Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosis Medis & NANDA NIC – NOC Edisi revisi jilid 3. Yogyakarta:
Mediaction

Padila. 2012. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha


Medika.
Price, SA dan Wilson, 2006. Patofisiologi: Konsep klinis proses- proses
penyakit ed. 6 vol.1. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C . 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth . Jakarta : E G C.
Tarwoto, 2007. Keperawatan Medikal Bedah: Gangguan Sistem Persyarafan .
Jakarta: Sagung Seto.
William, Lippicont . 2008 . Nursing: Memahami Berbagai Macam Penyakit .
Jakarta: Indeks.
Yanti, Fardi. 2015. Laporan Pendahuluan Klien Dengan Stroke Non
Haemoragik (SNH). (Online) Available :
https://www.academia.edu/10077081/LAPORAN_PENDAHULUAN_KLIE
N_DENGAN_STROKE_NON_HAEMORAGIK_SNH (diakses pada
tanggal 26 oktober 2015 pukul 20.00 Wita)

Anda mungkin juga menyukai