OLEH :
SUTRISMATINI
NIM : P07120016049
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2018
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM PERSYARAFAN
STROKE NON HAEMORAGIK (SNH)
3. Klasifikasi
Stroke non hemoragik dapat dibagi berdasarkan manifestasi klinis dan proses
patologis (kausal).
1. Berdasarkan manifestasi klinis
a. Transient Ischemic Attack (TIA) atau Serangan Iskemik Sepintas
TIA adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak
sepintas dan menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat dalam waktu tidak lebih
dari 24 jam.
b. Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND) atau Defisit Neurologik
Iskemik Sepintas
RIND adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia
otak berlangsung lebih dari 24 jam dan menghilang tanpa sisa dalam waktu 1-3
minggu
c. Stroke in Evolution/Progressive Stroke atau Stroke Progresif
Stroke in evolution adalah defisit neurologik fokal akut karena gangguan
peredaran darah otak yang berlangsung progresif dan mencapai maksimal
dalam beberapa jam sampe bbrpa hari
d. Stroke in Resolution
Stroke in resolution adalah deficit neurologik fokal akut karena gangguan
peredaran darah otak yang memperlihatkan perbaikan dan mencapai maksimal
dalam beberapa jam sampai beberapa hari.
e. Completed Stroke/Permanent Stroke atau Stroke Komplit
Completed stroke adalah defisit neurologi fokal akut karena oklusi atau
gangguan peredaran darah otak yang secara cepat menjadi stabil tanpa
memburuk lagi.
2. Berdasarkan proses patologis (kausal)
a. Stroke trombotik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena
trombosis di arteri karotis interna secara langsung masuk ke arteri serebri
media. Permulaan gejala sering terjadi pada waktu tidur,atau sedang
istrirahat kemudian berkembang dengan cepat,lambat laun atau secara
bertahap sampai mencapai gejala maksimal dalam beberapa jam, kadang-
kadang dalam beberapa hari (2-3 hari), kesadaran biasanya tidak terganggu
dan ada kecendrungan untuk membaik dalam beberapa hari,minggu atau
bulan.
b. Stroke embolik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena emboli
yang pada umunya berasal dari jantung. Permulaan gejala terlihat sangat
mendadak berkembang sangat cepat, kesadaran biasanya tidak terganggu,
kemungkinan juga disertai emboli pada organ dan ada kecenderungan untuk
membaik dalam beberapa hari, minggu atau bulan.
4. Etiologi
Stroke non hemoragik biasanya di akibatkan dari salah satu tempat kejadian,
yaitu :
1. Trombosis serebri (Bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher).
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar
(termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus
Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling sering
adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah distribusi dari
arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya
turbulensi aliran darah (sehingga meningkatkan resiko pembentukan trombus
aterosklerosis (ulserasi plak), dan perlengketan platelet.
Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisetemia, anemia sickle sel,
defisiensi protein C, displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan
vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap proses yang
menyebabkan diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan terjadinya stroke
trombotik (contohnya trauma, diseksi aorta thorasik, arteritis).
2. Emboli serebri (Bekuan darah atau material lain yang di bawa ke otak dari
bagian otak atau dari bagian tubuh lain).
Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari emboli
paradoksikal (right-sided circulation). Penyebab terjadinya emboli kardiogenik
adalah trombi valvuvar seperti pada mitral stenosis, endokarditis, troombi mural
(seperti infark miokard, atrial fibrilasi, kardiomiopati, gagal jnatung kongestif)
dan atrial miksoma. Sebanyak 2-3% stroke emboli diakibatkan oleh infark
miokard dan 85% diantaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya
infark miokard. Embolisme serebri sering dimulai mendadak tanpa adanya tanda-
tanda disertai dengan nyeri kepala atau berdenyut.
Penyebab lain terjadinya stroke non hemoragik adalah :
1. Aterosklerosis
Terbentuknya aterosklerosis berawal dari endapan ateroma (endapan lemak)
yang kadarnya berlebihan dalam pembuluh darah.Selain dari endapan lemak,
aterosklerosis ini juga mungkin karena arteriosklerosis, yaitu penebalan dinding
arteri (tunika intima) karena timbunan kalsium yang kemudian mengakibatkan
bertambahnya diameter pembuluh darah dengan atau tanpa mengecilnya
pembuluh darah.
2. Infeksi
Peradangan juga menyebabkan menyempitnya pembuluh darah, terutama
yang menuju ke otak.
3. Obat-obatan
Ada beberapa jenis obat-obatan yang justru dapat menyebabkan stroke
seperti: amfetamin dan kokain dengan jalan mempersempit lumen pembuluh
darah ke otak.
4. Hipotensi
Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya
aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa
terjadi jika hipotensi ini sangat parah dan menahun.
Menurut Smeltzer , faktor resiko yang dapat menyebabkan stroke non hemoragik
yaitu :
1. Faktor resiko terkendali
Beberapa faktor resiko terkendali yang menyebabkan stroke non hemoragik
sebagai berikut :
a. Hipertensi
b. Penyakit kardiovaskuler, embolisme serebral yang berasal dari jantung,
penyakit arteri koronaria, gagal jantung kongestif, hipertrofi ventrikel kiri,
abnormalitas irama (khususnya fibrasi atrium), penyakit jantung kongestif.
c. Berbagai penyakit jantung berpotensi untuk menimbulkan stroke.
d. Kolesterol tinggi
e. Infeksi
f. Obesitas
g. Peningkatan hemotokrit meningkatkan resiko infark serebral
h. Diabetes
i. Kontrasepsi oral (khusunya dengan disertai hipertensi, merokok, dan estrogen
tinggi
j. Penyalahgunaan obat (kokain)
k. Konsumsi alkohol
2. Faktor resiko tidak terkendali
Beberapa faktor resiko tidak terkendali yang menyebabkan stroke non
hemoragik sebagai berikut :
a. Usia, merupakan foktor resiko independen terjadinya strok, dimana refleks
sirkulasi sudah tidak baik lagi.
b. Keturunan / genetic
5. Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.
Luasnya infark hergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya
pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai
oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin
lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus, emboli, perdarahan, dan spasme
vaskular) atau karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan pant dan
jantung). Aterosklerosis sering sebagai faktor penyebab infark pada otak. Trombus
dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang
stenosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi
(Muttaqin, 2008).
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli
dalam aliran darah. Trombus mengakihatkan iskemia jaringan otak yang disuplai
oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar area.
Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu
sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah
beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan.
Oleh karena trombosis biasanya tidak fatal„ jika tidak terjadi perdarahan masif.
Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan
nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding
pembuluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi
berada pada pembuluh darah yang tersumbat . menyebabkan dilatasi aneurisma
pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma
pecah atau ruptur (Muttaqin, 2008).
Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik clan hipertensi
pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih sering
menyebabkan kematian di bandingkan keseluruhan penyakit serebro vaskulai;
karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan
intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk
serebri atau lewat foramen magnum (Muttaqin, 2008).
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hernisfer otak, dan
perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.
Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di
nukleus kaudatus, talamus, dan pons (Muttaqin, 2008). Jika sirkulasi serebral
terhambat, dapat berkembang anoksia serebral: Perubahan yang disebabkan oleh
anoksia serebral dapat reversibel untuk waktu 4-6 menit. Perubahan ireversibel
jika anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena
gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung (Muttaqin, 2008). Selain
kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan
mengakihatkan peningkatan tekanan intrakranial dan penurunan tekanan perfusi
otak serta gangguan drainase otak. Elernen-elemen vasoaktif darah yang keluar
dan kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan saraf di
area yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi (Muttaqin, 2008). Jumlah
darah yang keluar menentukan prognosis. Jika volume darah lebih dari 60 cc maka
risiko kematian sebesar 93% pada perdarahan dalam dan 71% pada perdarahan
lobar. Sedangkan jika terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc
diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75%, namun volume darah 5 cc dan
terdapat di pons sudah berakibat fatal (Misbach, 1999 dalam Muttaqin, 2008).
6. Penatalaksanaan
Menurut Smeltzer dan Bare, penatalaksanaan stroke dapat dibagi menjadi dua,
yaitu :
1. Phase Akut :
a. Pertahankan fungsi vital seperti : jalan nafas, pernafasan, oksigenisasi dan
sirkulasi.
b. Reperfusi dengan trombolityk atau vasodilation : Nimotop. Pemberian ini
diharapkan mencegah peristiwa trombolitik / embolik.
c. Pencegahan peningkatan TIK. Dengan meninggikan kepala 15-30
menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan, pemberian
dexamethason.
d. Mengurangi edema cerebral dengan diuretik
e. Pasien di tempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan
kepala tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral
berkurang
2. Post phase akut
a. Pencegahan spatik paralisis dengan antispasmodik
b. Program fisiotherapi
c. Penanganan masalah psikososial
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan
melakukan tindakan sebagai berikut:
1. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lender
yang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu
pernafasan
2. Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk untuk
usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi
3. Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung
4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat
mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-
latihan gerak pasif
5. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
6. Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala
yang berlebihan
Pengobatan Konservatif
1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan,
tetapi maknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra
arterial.
3. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat
reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi
alteroma.
4. Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/ memberatnya
trombosis atau emboli di tempat lain di sistem kardiovaskuler.
Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :
1. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan
membuka arteri karotis di leher.
2. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan
manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA.
3. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
4. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma
7. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Muttaqin, (2008), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
ialah sebagai berikut :
1. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber
perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskular.
2. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada carran lumbal
menunjukkan adanya hernoragi pada subaraknoid atau perdarahan pada
intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses
inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan
yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih
normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
3. CT scan.
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
henatoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya
secara pasti.Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang
pemadatan terlihat di ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
4. MRI
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang magnetik
untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan otak.Hasil
pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat
dari hemoragik.
5. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem
karotis).
6. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam
jaringan otak.
II. Diagnosa
1. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran arteri dan /
atau vena
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular
3. Resiko jatuh berhubungan dengan kekuatan otot menurun, gangguan penglihatan
4. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan
5. Gangguan menelan berhubungan dengan refluk gastroesofagus
6. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan
kelemahan
III. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi (NIC) Rasional
(NOC)
1 Perfusi perifer NOC NIC 1. menemukan
1. Circulation Status Cerebral Perfusion Promotion paameter
tidak efektif 2. Tissue prefusion: 1. Konsultasi dengan dokter untuk hemodinamik
berhubungan cerebral menemukan parameter
hemodinamik dan menjaga 2. untuk
dengan Kriteria Hasil : parameter hemodunamik dalam mempertahankan
1. Mendemonstrasikan kisaran normal
penurunan aliran parameter
status sirkulasi yang 2. Induksi hipertensi dengan
hemodinamik
arteri dan / atau ditandai dengan: ekspansi volume atau inotropik
2. Tekanan systole dan atau agen vasokonstriksi ,
vena 3. untuk
diastole dalam seperti yang diperintahkan
rentang yang untuk mempertahankan
mempertahankan
diharapkan parameter hemodinamik dan
parameter
3. Tidak ada ortostatik memelihara / mengoptimalkan hemodinamik
hipertensi tekanan perfusi serebral
4. Tidak ada tanda- 3. Kelola dan titrasi obat vasoaktif 4. memperluas
tanda peningkatan , seperti yang diperintahkan , volume
tekanan intrakranial untuk mempertahankan intravaskular
(tidak lebih dari 15 parameter hemodinamik
mmHg) 4. Kelola agen untuk memperluas 5. untuk
5. Mendemonstrasikan volume intravaskular , yang mempertahankan
kemampuan kognitif sesuai ( mis , coloid , produk parameter
hemodinamik
yang ditandai darah , dan kristaloid )
dengan: 5. Kelola volume expander untuk 6. hetastarch sebagai
6. Berkomunikasi mempertahankan parameter volume ekspander
dengan jelas sesuai hemodinamik , seperti yang
dengan kemampuan diperintahkan 7. manitol dosis
7. Menunjukkan 6. Monitor waktu prothrombin rendah
perhatian, (PT) dan waktu tromboplastin
8. untuk terapi
konsentrasi, dan parsial (PTT) , jika
hemodilusi
orientasi menggunakan hetastarch
hipervolemi
8. Memproses sebagai volume ekspander
informasi 7. Kelola agen rheologic ( mis ,
9. mempertahankan
9. Membuat keputusan manitol dosis rendah atau
tingkat hematokrit
dengan benar dekstran dengan berat molekul
10. Menunjukkan fungsi rendah ) , seperti yang
10. kisaran normal
sensori motori diperintahkan
cranial yang utuh: 8. Jaga tingkat hematokrit sekitar
11. respon pasien
tingkat kesadaran 33 % untuk terapi hemodilusi
terhadap posisi
membaik, tidak ada hipervolemi
kepala
gerakan gerakan 9. Keluarkan darah pasien , sesuai
involunter , untuk mempertahankan tingkat
12. agar tidak
hematokrit di kisaran yang
terjadinya cedera
diinginkan
10. Pertahankan tingkat glukosa
serum dalam kisaran normal 13. pada 25 mmHg
11. Konsultasi dengan dokter untuk
menentukan penempatan 14. channel blockers
optimal kepala tempat tidur (
mis , 0 , 15 , 30 , derajat ) dan 15. mencegah
monitor respon pasien terhadap hilangnya cairan dari
posisi kepala tubuh dengan
12. Hindari fleksi leher atau pinggul menurunkan keluaran
/ lutut urin
13. Jaga tingkat pCO2 pada 25
mmHg atau lebih besar 16. untuk menurunkan
14. Kelola calcium channel tekanan darah
blockers . seperti yang dengan diuretik
diperintahkan
15. Kelola vasopressin , seperti 17. untuk indikasi
yang diperintahkan nyeri
16. Kelola dan pantau efek diuretik
osmotik dan loop - aktif dan 18. mencegah stroke
kortikosteroid pada pasien atrial
17. Kelola obat nyeri , yang sesuai fibrilasi
18. Kelola obat antikoagulan ,
seperti yang diperintahkan
Nutition Monitoring
1. BB pasien dalam batas normal
2. Monitor adanya penurunan
berat badan
3. Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa diakukan
4. Monitor interaksi anak dan
orang tua selamamakan
5. Monitor lingkungan selera
makan
6. Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam
makan
7. Monitor kulit keringdan
perubahan pigmentasi
8. Monitor turgor kulit
9. Monitir kekeringan, rambut
kusam, dan mudah patah
10. Monitor mual dan muntah
11. Monitor kadar albumin, kadar
protein
12. Lepaskan impaksi tinja secara
manual, jika perlu
13. Timbang pasien secara teratur
14. Ajarkan pasien atau keluarga
tentang proses pencarian yang
normal
Ajarkan pasien/keluarga tentang
kerangka waktu untuk resolusi
sembelit
5 Gangguan NOC NIC
1. Pencegahan aspirasi Aspiration Precautions
menelan 2. Ketidakefektifan 1. Memantau tingkat kesadaran,
berhubungan pola menyusui refleks batuk, refleks muntah,
3. Status menelan: dan kemampuan menelan
dengan refluk tindakan pribadi 2. Monitor status paru,
untuk mencegah menjaga/mempertahankanjalan
gastroesofagus
pengeluaran cairan napas
dan partikel padat ke 3. Posisi tegak 90 derajat atau
dalam paru sejauh mungkin
4. Status menelan: fase 4. Jauhkan manset trakea
esofagus: penyaluran meningkat
cairan atau partikel 5. Jauhkan pengaturan hisap yang
padat dari faring ke tersedia
lambung 6. Menyuapkan makanan dalam
5. Status menelan: fase jumlah kecil/sedikit
oral: persiapan, 7. Periksa penempatan tabung NG
penahanan, dan atau gastrostomy sebelum
pergerakan cairan menyusui
atau partikel padat ke 8. Periksa tabung NG atau
arah posterior mulut grastostomy sisa sebelum
6. Status menelan: fase makan
faring penyaluran 9. Hindari makan, jika residu
cairan atau partikel tinggi temat "pewarna" dalam
padat dari mulut ke tabung pengisi NG
esofagus 10. Hindari cairan atau
menggunakan zat pengental
Kriteria hasil: 11. Penawaran makanan atau cairan
1. Dapat yang dapat dibentuk menjadi
mempertahankan bolus sebelum menelan
makanan dalam 12. Potong makanan menjadi
mulut potongan-potongan kecil
2. kemampuan menelan 13. Permintaan obat dalam bentuk
adekuat obat mujarab
14. Istirahat atau menghancurkan
3. Pengiriman bolus ke
pil sebelum pemberian
hipofaring selaras
15. Jauhkan kepala tempat tidur
dengan reflek
ditinggikan 30-45 menit setelah
menelan
makan
4. Kemampuan untuk 16. Sarankan pidato/berbicara
mengosongkan patologi berkonsultasi
rongga mulut
5. Mampu mengontrol
mual dan muntal
6. Imobilitas
kensekuensi:
fisiologis
7. Pengetahuan tentang
prosedur pengobatan
8. Tidak ada kerusakan
otot tenggorong atau
otot wajah , menelan,
menggerakkan lidah.
atau reflek muntah
9. Pemulihan pasca
prosedur pengobatan
10. Kondisi pernapasan,
ventilasi adekuat
11. Mampu melakukan
perawatan terhadap
non pengobatan
parenteral
12. Mengidentifikasi
faktor emosi atau
psikologis yang
menghambat
menelan
13. Dapat mentoleransi
ingesti makanan
tanpa terdesakatau
aspirasi
14. Menyusui adekuat
15. Kondisi menelan
bayi
16. Memelihara kondisi
gizi:makanan dan
asupan cairan ibu
dan bayi
17. Hidrasi tidak
ditemukan
18. Pengetahuan
mengenai cara
menyusui
19. Kondisi pernapasan
adekuat
Tidak terjadi gangguan
neurologis
6 Defisit NOC NIC
a. Activity intolerance 1. Bantuan Perawatan Diri:
perawatan diri: b. Mobility : Physical Mandi, higiene mulut,
makan, mandi, impaired penil/vulva, rambut, kulit
c. Fatique level a. Kaji kebersihan kulit, kuku,
berpakaian, d. Anxiety self control rambut, gigi, mulut,
e. Ambulation perineal, anus
toileting
b. Bantu klien untuk mandi,
berhubungan Setelah dilakukan tawarkan pemakaian lotion,
asuhan perawatan kuku, rambut,
kelemahan
keperawatan gigi dan mulut, perineal dan
selama 3 x24 jm anus, sesuai kondisi
Klien mampu : c. Anjurkan klien dan
a. Melakukan ADL keluarga untuk melakukan
mandiri : mandi, hygiene oral hygiene sesudah makan
mulut,kuku, penis/vulva, dan bila perlu
rambut, berpakaian, d. Kolaborasi dgn Tim Medis /
toileting, makan-minum, dokter gigi bila ada lesi,
ambulasi iritasi, kekeringan mukosa
b. Mandi sendiri atau mulut, dan gangguan
dengan bantuan tanpa integritas kulit.
kecemasan
c. Terbebas dari bau badan 2. Bantuan perawatan diri :
dan mempertahankan berpakaian
kulit utuh a. Kaji dan dukung
d. Mempertahankan kemampuan klien untuk
kebersihan area perineal berpakaian sendiri
dan anus b. Ganti pakaian klien setelah
e. Berpakaian dan personal hygiene, dan
melepaskan pakaian pakaikan pada ektremitas
sendiri yang sakit/ terbatas terlebih
f. Melakukan keramas, dahulu, Gunakan pakaian
bersisir, bercukur, yang longgar
membersihkan kuku, c. Berikan terapi untuk
berdandan mengurangi nyeri sebelum
g. Makan dan minum melakukan aktivitas
sendiri, meminta berpakaian sesuai indikasi
bantuan bila perlu
Mengosongkan kandung 3. Bantuan perawatan diri :
kemih dan bowel Makan-minum
a. Kaji kemampuan klien untuk
makan : mengunyah dan
menelan makanan
b. Fasilitasi alat bantu yg
mudah digunakan klien
c. Dampingi dan dorong
keluarga untuk membantu
klien saat makan
IV. Implementasi
Dilakukan sesuai dengan intervensi.
V. Evaluasi
a. Evaluasi formatif (proses)
Fokus pada evaluasi proses (formatif) adalah aktivitas dari proses
keperawatan dan hasil kualitas peayanan asuhan keperawatan. Evaluasi
proses harus dilaksanakan segera setelah perencanaan keperawatan
diimplementasikan untuk membantu menilai efektivitas intervensi tersebut.
Evaluasi proses harus terus menerus dilaksanakan hingga tujuan yang telah
ditentukan tercapai. Metode pengumpulan data dalam evaluasi proses
terdiri atas analisis rencana asuhan keperawatan, pertemuan kelompok,
wawancara, observasi klien, dan menggunakan form evaluasi. Ditulis pada
catatan perawatan. Contoh: membantu pasien duduk semifowler, pasien
dapat duduk selama 30 menit tanpa pusing.
b. Evaluasi Sumatif (hasil)
Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status
kesehatan sesuai waktu pada tujuan. Ditulis pada catatan perkembangan.
Focus evaluasi hasil (sumatif) adalah perubahan perilaku atau status
kesehatan klien pada akhir asuhan keperawatan. Tipe evaluasi ini
dilaksanakan pada akhir asuhan keperawatan secara paripurna.
DAFTAR PUSTAKA
Chang, Ester . 2010 . Patofisiologi : Aplikasi Pada Praktik Keperawatan. Jakarta:
EGC.
Hartina.2015.Laporan Pendahuluan Stroke Haemoragik. (Online) Available:
https://www.academia.edu.5948047/LAPORAN_PENDAHULUAN_NHS
(diakses pada tanggal 30 Januari 2016 pukul 20.00 Wita)
Muttaqin, Arif. 2008 . Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Gloria, dkk. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC) Sixth Edition. Amerika:
Elsevier Mosby
Padila. 2012. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.
Yanti, Fardi. 2015. Laporan Pendahuluan Klien Dengan Stroke Non Haemoragik
(SNH). (Online) Available :
https://www.academia.edu/10077081/LAPORAN_PENDAHULUAN_KLIEN_
DENGAN_STROKE_NON_HAEMORAGIK_SNH (diakses pada tanggal 30
Januari 2016 pukul 20.00 Wita)