Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM PERSYARAFAN


STROKE NON HAEMORAGIK (SNH)
DI RUANG MAWAR RSUP SANGLAH
TANGGAL 9-11 APRIL 2018

OLEH :

NAMA : NI KADEK ULAN JULITA

SUTRISMATINI

NIM : P07120016049

PRODI : D-III KEPERAWATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2018
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM PERSYARAFAN
STROKE NON HAEMORAGIK (SNH)

A. KONSEP DASAR STROKE NON HAEMORAGIK


1. Pengertian
Stroke adalah serangan otak yang timbul secara mendadak dimana terjadi
gangguan fungsi otak sebagian atau menyeluruh sebagai akibat dari gangguan
aliran darah oleh karena sumbatan atau pecahnya pembuluh darah tertentu di otak
sehingga menyebabkan sel-sel otak kekurangan darah, oksigen atau zat - zat
makanan dan akhirnya dapat terjadi kematian sel-sel tersebut dalam waktu relatif
singkat. (Yayasan Stroke Indonesia 2009). Di bawah ini merupakan penjelasan
stroke dari beberapa ahli, diantaranya :
Menurut WHO, Stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi
cerebral, baik fokal maupun global, yang berlangsung dengan cepat, berlangsung
lebih dari 24 jam atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya penyebab selain
daripada gangguan vaskuler.
Menurut Chang (2010), Serangan otak merupakan istilah kontemporer untuk
stroke atau cedera serebrovaskuler yang mengacu kepada gangguan suplai darah
otak secara mendadak sebagai akibat dari oklusi pembuluh darah parsial atau
total, atau akibat pecahnya pembuluh darah otak.
Menurut Williams (2008), Stroke merupakan gangguan mendadak pada
sirkulasi serebral di satu pembuluh darah atau lebih yang mensuplai otak. Stroke
menginterupsi atau mengurangi suplai oksigen dan umumnya menyebabkan
kerusakan serius atau nekrosis di jaringan otak.
Dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian stroke
adalah gangguan sirkulasi serebral yang disebabkan oleh sumbatan atau
penyempitan pembuluh darah oleh karena emboli, trombosis atau perdarahan
serebral sehingga terjadi penurunan aliran darah ke otak yang timbulnya secara
mendadak. Stroke dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu stroke non
hemoragik (ischemic strokes) dan stroke hemoragik (primary hemorrhagic
strokes). Stroke hemoragik adalah suatu gangguan peredaran darah otak yang
ditandai dengan adanya perdarahan intra serebral atau perdarahan
subarakhnoid. Tanda yang terjadi adalah penurunan kesadaran, pernapasan
cepat, nadi cepat, gejala fokal berupa hemiplegi, pupil mengecil, dan kaku
kuduk (Wanhari, 2008). Sedangkan pengertian dari stroke non hemoragik dapat
diartikan dari beberapa ahli dibawah ini, diantaranya :
Menurut Padila (2012), stroke non haemoragik adalah cedera otak yang
berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak terjadi akibat pembentukan
trombus di arteri cerebrum atau embolis yang mengalir ke otak dan tempat
lain di tubuh.
Menurut Arif Muttaqin (2008), stroke non hemoragik merupakan proses
terjadinya iskemia akibat emboli dan trombosis serebral biasanya terjadi
setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi
perdarahan. Namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan
selanjutnya dapat timbul edema sekunder.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa stroke non
hemoragik adalah gangguan cerebrovaskular yang disebabakan oleh sumbatnya
pembuluh darah akibat penyakit tertentu seperti aterosklerosis, arteritis,
trombus dan embolus.

2. Tanda dan Gejala


Menurut Smeltzer dan Bare, stroke menyebabkan berbagai defisit neurologik,
gejala muncul akibat daerah otak tertentu tidak berfungsi akibat terganggunya
aliran darah ke tempat tersebut, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana
yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran
darah kolateral (sekunder atau aksesori). Manifestasi klinis (tanda dan gejala) dari
stroke menurut Smeltzer & Bare adalah sebagai berikut:
a. Kehilangan motorik
Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan
kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Karena neuron motor atas melintas,
gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat
menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan
dari otak. Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada
salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau
kelemahan pada salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain.
b. Kehilangan komunikasi
Fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan
komunikasi. Stroke adalah penyebab afasia paling umum. Disfungsi bahasa
dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal berikut:
 Disartria (kesulitan berbicara): ditunjukkan dengan bicara
yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot
yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara.
 Disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara),
yang terutama ekspresif atau reseptif.
c. Gangguan persepsi
Gangguan persepsi adalah ketidakmampuan untuk menginterpretasikan
sensasi. Stroke dapat mengakibatkan disfungsi persepsi visual, gangguan
dalam hubungan visual spasial dan kehilangan sensori.
d. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik
Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan
dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi, yang menyebabkan pasien ini
menghadapi masalah frustasi dalam program rehabilitasi mereka.
e. Disfungsi kandung kemih
Setelah stroke pasien mungkin mengalami inkontinensia urinarius
sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan,
dan ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena kerusakan control
motorik dan postural.
Tanda dan gejala yang muncul sangat bergnatung kepada bagian/daerah otak
mana yang terkena dan dapat mempengaruhi terhadap :
1. Pengaruh terhadap status mental: tidak sadar, konfus, lupa tubuh sebelah
2. Pengaruh secara fisik: paralise, disfagia, gangguan sentuhan dan sensasi,
gangguan penglihatan
3. Pengaruh terhadap komunikasi, bicara tidak jelas, kehilangan bahasa.
Dilihat dari bagian hemisfer yang terkena tanda dan gejala dapat berupa:

Hemisfer kiri Hemisfer kanan


 Mengalami hemiparese kanan  Hemiparese sebelah kiri tubuh
 Perilaku lambat dan hati-hati  Penilaian buruk
 Kelainan lapan pandang kanan  Mempunyai kerentanan terhadap
 Disfagia global sisi kontralateral sehingga
 Afasia memungkinkan terjatuh ke sisi
 Mudah frustasi yang berlawanan tersebut

3. Klasifikasi
Stroke non hemoragik dapat dibagi berdasarkan manifestasi klinis dan proses
patologis (kausal).
1. Berdasarkan manifestasi klinis
a. Transient Ischemic Attack (TIA) atau Serangan Iskemik Sepintas
TIA adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak
sepintas dan menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat dalam waktu tidak lebih
dari 24 jam.
b. Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND) atau Defisit Neurologik
Iskemik Sepintas
RIND adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia
otak berlangsung lebih dari 24 jam dan menghilang tanpa sisa dalam waktu 1-3
minggu
c. Stroke in Evolution/Progressive Stroke atau Stroke Progresif
Stroke in evolution adalah defisit neurologik fokal akut karena gangguan
peredaran darah otak yang berlangsung progresif dan mencapai maksimal
dalam beberapa jam sampe bbrpa hari
d. Stroke in Resolution
Stroke in resolution adalah deficit neurologik fokal akut karena gangguan
peredaran darah otak yang memperlihatkan perbaikan dan mencapai maksimal
dalam beberapa jam sampai beberapa hari.
e. Completed Stroke/Permanent Stroke atau Stroke Komplit
Completed stroke adalah defisit neurologi fokal akut karena oklusi atau
gangguan peredaran darah otak yang secara cepat menjadi stabil tanpa
memburuk lagi.
2. Berdasarkan proses patologis (kausal)
a. Stroke trombotik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena
trombosis di arteri karotis interna secara langsung masuk ke arteri serebri
media. Permulaan gejala sering terjadi pada waktu tidur,atau sedang
istrirahat kemudian berkembang dengan cepat,lambat laun atau secara
bertahap sampai mencapai gejala maksimal dalam beberapa jam, kadang-
kadang dalam beberapa hari (2-3 hari), kesadaran biasanya tidak terganggu
dan ada kecendrungan untuk membaik dalam beberapa hari,minggu atau
bulan.
b. Stroke embolik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena emboli
yang pada umunya berasal dari jantung. Permulaan gejala terlihat sangat
mendadak berkembang sangat cepat, kesadaran biasanya tidak terganggu,
kemungkinan juga disertai emboli pada organ dan ada kecenderungan untuk
membaik dalam beberapa hari, minggu atau bulan.
4. Etiologi
Stroke non hemoragik biasanya di akibatkan dari salah satu tempat kejadian,
yaitu :
1. Trombosis serebri (Bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher).
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar
(termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus
Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling sering
adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah distribusi dari
arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya
turbulensi aliran darah (sehingga meningkatkan resiko pembentukan trombus
aterosklerosis (ulserasi plak), dan perlengketan platelet.
Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisetemia, anemia sickle sel,
defisiensi protein C, displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan
vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap proses yang
menyebabkan diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan terjadinya stroke
trombotik (contohnya trauma, diseksi aorta thorasik, arteritis).
2. Emboli serebri (Bekuan darah atau material lain yang di bawa ke otak dari
bagian otak atau dari bagian tubuh lain).
Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari emboli
paradoksikal (right-sided circulation). Penyebab terjadinya emboli kardiogenik
adalah trombi valvuvar seperti pada mitral stenosis, endokarditis, troombi mural
(seperti infark miokard, atrial fibrilasi, kardiomiopati, gagal jnatung kongestif)
dan atrial miksoma. Sebanyak 2-3% stroke emboli diakibatkan oleh infark
miokard dan 85% diantaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya
infark miokard. Embolisme serebri sering dimulai mendadak tanpa adanya tanda-
tanda disertai dengan nyeri kepala atau berdenyut.
Penyebab lain terjadinya stroke non hemoragik adalah :
1. Aterosklerosis
Terbentuknya aterosklerosis berawal dari endapan ateroma (endapan lemak)
yang kadarnya berlebihan dalam pembuluh darah.Selain dari endapan lemak,
aterosklerosis ini juga mungkin karena arteriosklerosis, yaitu penebalan dinding
arteri (tunika intima) karena timbunan kalsium yang kemudian mengakibatkan
bertambahnya diameter pembuluh darah dengan atau tanpa mengecilnya
pembuluh darah.
2. Infeksi
Peradangan juga menyebabkan menyempitnya pembuluh darah, terutama
yang menuju ke otak.
3. Obat-obatan
Ada beberapa jenis obat-obatan yang justru dapat menyebabkan stroke
seperti: amfetamin dan kokain dengan jalan mempersempit lumen pembuluh
darah ke otak.
4. Hipotensi
Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya
aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa
terjadi jika hipotensi ini sangat parah dan menahun.

Menurut Smeltzer , faktor resiko yang dapat menyebabkan stroke non hemoragik
yaitu :
1. Faktor resiko terkendali
Beberapa faktor resiko terkendali yang menyebabkan stroke non hemoragik
sebagai berikut :

a. Hipertensi
b. Penyakit kardiovaskuler, embolisme serebral yang berasal dari jantung,
penyakit arteri koronaria, gagal jantung kongestif, hipertrofi ventrikel kiri,
abnormalitas irama (khususnya fibrasi atrium), penyakit jantung kongestif.
c. Berbagai penyakit jantung berpotensi untuk menimbulkan stroke.
d. Kolesterol tinggi
e. Infeksi
f. Obesitas
g. Peningkatan hemotokrit meningkatkan resiko infark serebral
h. Diabetes
i. Kontrasepsi oral (khusunya dengan disertai hipertensi, merokok, dan estrogen
tinggi
j. Penyalahgunaan obat (kokain)
k. Konsumsi alkohol
2. Faktor resiko tidak terkendali
Beberapa faktor resiko tidak terkendali yang menyebabkan stroke non
hemoragik sebagai berikut :
a. Usia, merupakan foktor resiko independen terjadinya strok, dimana refleks
sirkulasi sudah tidak baik lagi.
b. Keturunan / genetic

5. Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.
Luasnya infark hergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya
pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai
oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin
lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus, emboli, perdarahan, dan spasme
vaskular) atau karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan pant dan
jantung). Aterosklerosis sering sebagai faktor penyebab infark pada otak. Trombus
dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang
stenosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi
(Muttaqin, 2008).
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli
dalam aliran darah. Trombus mengakihatkan iskemia jaringan otak yang disuplai
oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar area.
Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu
sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah
beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan.
Oleh karena trombosis biasanya tidak fatal„ jika tidak terjadi perdarahan masif.
Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan
nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding
pembuluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi
berada pada pembuluh darah yang tersumbat . menyebabkan dilatasi aneurisma
pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma
pecah atau ruptur (Muttaqin, 2008).
Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik clan hipertensi
pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih sering
menyebabkan kematian di bandingkan keseluruhan penyakit serebro vaskulai;
karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan
intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk
serebri atau lewat foramen magnum (Muttaqin, 2008).
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hernisfer otak, dan
perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.
Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di
nukleus kaudatus, talamus, dan pons (Muttaqin, 2008). Jika sirkulasi serebral
terhambat, dapat berkembang anoksia serebral: Perubahan yang disebabkan oleh
anoksia serebral dapat reversibel untuk waktu 4-6 menit. Perubahan ireversibel
jika anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena
gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung (Muttaqin, 2008). Selain
kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan
mengakihatkan peningkatan tekanan intrakranial dan penurunan tekanan perfusi
otak serta gangguan drainase otak. Elernen-elemen vasoaktif darah yang keluar
dan kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan saraf di
area yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi (Muttaqin, 2008). Jumlah
darah yang keluar menentukan prognosis. Jika volume darah lebih dari 60 cc maka
risiko kematian sebesar 93% pada perdarahan dalam dan 71% pada perdarahan
lobar. Sedangkan jika terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc
diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75%, namun volume darah 5 cc dan
terdapat di pons sudah berakibat fatal (Misbach, 1999 dalam Muttaqin, 2008).

6. Penatalaksanaan
Menurut Smeltzer dan Bare, penatalaksanaan stroke dapat dibagi menjadi dua,
yaitu :

1. Phase Akut :
a. Pertahankan fungsi vital seperti : jalan nafas, pernafasan, oksigenisasi dan
sirkulasi.
b. Reperfusi dengan trombolityk atau vasodilation : Nimotop. Pemberian ini
diharapkan mencegah peristiwa trombolitik / embolik.
c. Pencegahan peningkatan TIK. Dengan meninggikan kepala 15-30
menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan, pemberian
dexamethason.
d. Mengurangi edema cerebral dengan diuretik
e. Pasien di tempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan
kepala tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral
berkurang
2. Post phase akut
a. Pencegahan spatik paralisis dengan antispasmodik
b. Program fisiotherapi
c. Penanganan masalah psikososial
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan
melakukan tindakan sebagai berikut:
1. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lender
yang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu
pernafasan
2. Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk untuk
usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi
3. Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung
4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat
mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-
latihan gerak pasif
5. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
6. Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala
yang berlebihan

Pengobatan Konservatif
1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan,
tetapi maknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra
arterial.
3. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat
reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi
alteroma.
4. Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/ memberatnya
trombosis atau emboli di tempat lain di sistem kardiovaskuler.

Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :
1. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan
membuka arteri karotis di leher.
2. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan
manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA.
3. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
4. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma
7. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Muttaqin, (2008), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
ialah sebagai berikut :
1. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber
perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskular.
2. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada carran lumbal
menunjukkan adanya hernoragi pada subaraknoid atau perdarahan pada
intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses
inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan
yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih
normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
3. CT scan.
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
henatoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya
secara pasti.Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang
pemadatan terlihat di ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
4. MRI
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang magnetik
untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan otak.Hasil
pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat
dari hemoragik.
5. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem
karotis).
6. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam
jaringan otak.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


STROKE NON HAEMORAGIK
I. Pengkajian
a) Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, diagnose medis.
b) Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak badan sebagian , bicara pelo,
dan tidak dapat berkomunikasi.
c) Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke seringkali berlangsung sangat mendadak. Biasanya terjadi
nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping
gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
d) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, obat-obat adiktif dan kegemukan.
e) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
militus.
f) Pengkajian Fokus:
 Aktivitas/istirahat
Klien akan mengalami kesulitan aktivitas akibat kelemahan, hilangnya
rasa, paralisis, hemiplegi, mudah lelah, dan susah tidur.
 Sirkulasi
Adanya riwayat penyakit jantung, katup jantung, disritmia, CHF,
polisitemia dan hipertensi arterial.
 Integritas Ego
Emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan untuk
mengekspresikan diri.
 Eliminasi
Perubahan kebiasaan BAB dan BAK . Misalnya inkoontinentia urine,
anuria, distensi kandung kemih, distensi abdomen, suara usus menghilang.
 Makanan/cairan
Nausea, vomiting, daya sensori hilang di lidah, pipi dan tenggorokan serta
dysphagia.
 Neuro Sensori
Pusing, sakit kepala, perdarahan sub intrakranial. Kelemahan dengan
berbagai tingkatan, gangguan penglihatan, kabur, dyspalopia, lapang
pandang menyempit. Hilangnya daya sensori pada bagian yang berlawanan
dibagian ekstremitas dan kadang-kadang pada sisi yang sama di muka.
 Nyaman/nyeri
Sakit kepala, perubahan tingkah laku kelemahan, tegang pada otak/muka.
 Respirasi
Ketidakmampuan menelan, batuk, melindungi jalan nafas.
 Keamanan
Sensorik motorik menurun atau hilang mudah terjadi injury. Perubahan
persepsi dan orientasi.
 Interaksi social
Gangguan dalam bicara dan ketidakmampuan berkomunikasi.
1. Pengkajian Tingkat Kesadaran
a. Kualitatif
Adalah fungsi mental keseluruhan dan derajat kewasapadaan.
1) CMC → sadar akan diri dan punya orientasi penuh
2) APATIS → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan
mengantuk
3) LATARGIE → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan
mengantuk
4) DELIRIUM → penurunan kesadaran disertai penurunan
abnormal aktifitas psikomotor → gaduh gelisah
5) SOMNOLEN → keadaan pasien yang selalu ingin tidur →
dirangsang bangun lalu tidur kembali
6) KOMA → kesadaran yang hilang sama sekali
b. Kuantitatif
Dengan Menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS)
1) Respon membuka mata ( E = Eye )
a) Spontan (4)
b) Dengan perintah (3)
c) Dengan nyeri (2)
d) Tidak berespon (1)
2) Respon Verbal ( V= Verbal )
a) Berorientasi (5)
b) Bicara membingungkan (4)
c) Kata-kata tidak tepat (3)
d) Suara tidak dapat dimengerti (2)
e) Tidak ada respons (1)
3) Respon Motorik (M= Motorik )
a) Dengan perintah (6)
b) Melokalisasi nyeri (5)
c) Menarik area yang nyeri (4)
d) Fleksi abnormal/postur dekortikasi (3)
e) Ekstensi abnormal/postur deserebrasi (2)
f) Tidak berespon (1)
2. Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan bahasa,
lobus frontal, dan hemisfer.
a. Status Mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan
aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut biasanya status
mental klien mengalami perubahan.
b. Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek
maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi.
Pada beberapa kasus klien mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk
mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata.
c. Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang memengaruhi
fungsi dari serebral. Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian
posterior dari girus temporalis superior (area Wernicke) didapatkan
disfasia reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau
bahasa tertulis. Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis
inferior (area Broca) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat
mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak
lancar. Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang
sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung
jawab untuk menghasilkan bicara. Apraksia (ketidakmampuan untuk
melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika
klien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya.
d. Lobus Frontal
Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan jika kerusakan
telah terjadi pada lobus frontal kapasitas, memori, atau fungsi intelektual
kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukkan
dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan
kurang motivasi, yang menyebabkan klien ini menghadapi masalah
frustrasi dalam program rehabilitasi mereka. Depresi umum terjadi dan
mungkin diperberat oleh respons alamiah klien terhadap penyakit
katastrofik ini. Masalah psikologis lain juga umum terjadi dan
dimanifestasikan oleh emosi yang labil, bermusuhan, frustrasi, dendam,
dan kurang kerja sama.
e. Hemisfer
Stroke hemisfer kanan didapatkan hemiparese sebelah kiri tubuh, penilaian
buruk dan mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral sehingga
kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan tersebut. Pada stroke
hemifer kiri, mengalami hemiparese kanan, perilaku lambat dan sangat
hati-hati, kelainan bidang pandang sebelah kanan, disfagia global, afasia,
dan mudah frustrasi.

3. Pengkajian Saraf Kranial


Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial
I-XII.
a. Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
b. Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di
antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial
(mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering
terlihat pada Mien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat
memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk
mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
c. Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada satu
sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat
unilateral di sisi yang sakit.
d. Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf
trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah,
penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi
otot pterigoideus internus dan eksternus.
e. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan
otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
f. Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
g. Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka
mulut.
h. Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
i. Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi,
serta indra pengecapan normal.
4. Pengkajian Sistem Motorik
Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN
bersilangan, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat
menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi yang berlawanan dari otak.
a. Inspeksi Umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi)
karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau
kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain.
b. Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
c. Tonus Otot. Didapatkan meningkat.
5. Pengkajian Sistem Sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi terdapat ketidakmampuan untuk
menginterpretasikan sensasi. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras
sensori primer di antara mata dan korteks visual.
6. Pemeriksaan Fisik Sistem Neurologis
a. Menilai Kekuatan Otot
Kaji cara berjalan dan keseimbangan
Observasi cara berjalan, kemudahan berjalan dan koordinasi gerakan
tangan, tubuh sampai kaki. Periksa tonus otot dan kekuatan. Kekualan otot
dinyatakan dengan menggunakan angka dari 0-5
0 = tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot ; Iumpuh total
1 = terlihat kontraksi tetap ; tidak ada gerakan pada sendi.
2 = ada gerakan pada sendi tetapi tidak dapat melawan gravitasi
3 = bisa melawan gravitasi tetapi tidak dapat menahan tahanan
pemeriksa
4 = bisa bergerak melawan tahanan pemeriksa tetapi
kekuatannya berkurang
5 = dapat melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan
maksimal
b. Pemeriksaan reflek
Pemeriksaan refleks biasanya dilakukan paling akhir. Klien biasanya dalam
posisi duduk atau tidur jika kondisi klien tidak memungkinkan. Evaluasi
respon klien dengan menggunakan skala 0 – 4
0 = tidak ada respon
1 = Berkurang (+)
2 = Normal (++)
4 = Lebih dari normal (+++)
4 = Hiperaktif (++++)
1) Reflek Fisiologis
a) Reflek patella
Pasien bebaring terlentang lutut diangkat keatas fleksi kurang lebih
dari 300. tendon patella (ditengah-tengah patela dan Tuberositas tibiae)
dipukul dengan reflek hamer. respon berupa kontraksi otot guardrisep
femoris yaitu ekstensi dari lutut.
b) Reflek Bisep
Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 supinasi dan
lengan bawah ditopang ada atas (meja periksa) jari periksa ditempat
kan pada tendon m.bisep (diatas lipatan siku) kemudian dipukul
dengan reflek hamer.normal jika ada kontraksi otot biceps, sedikit
meningkat bila ada fleksi sebagian ada pronasi, hiperaktif maka akan
tejadi penyebaran gerakan-gerakan pada jari atau sendi.
c) Reflek trisep
Lengan bawah disemifleksikan, tendon bisep dipukul dengan dengan
reflek hamer (tendon bisep berada pada jarak 1-2 cm diatas olekronon)
respon yang normal adalah kontraksi otot trisep, sedikit meningkat bila
ada ekstensi ringan dan hiperaktif bila ekstensi bila ekstensi siku
tersebut menyebar keatas sampai ke otot – otot bahu.
d) Reflek Achiles
Posisi kaki adalah dorso fleksi untuk memudah kan pemeriksaan
reflek ini kaki yang diperiksa diletakan/disilangkan diatas tungkai
bawah kontral lateral.tendon achiles dipukul dengan reflek hamer,
respon normal berupa gerakan plantar fleksi kaki.
e) Reflek Superfisial
(1) Reflek kulit perut
(2) Reflek kremeaster
(3) Reflek kornea
(4) Reflek bulbokavernosus
(5) Reflek plantar
2) Reflek Patologis
a) Babinski
Merupakan reflek yang paling penting ia hanya dijumpai pada
penyakit traktus kortikospital.
b) Rangsangan Meningeal
Untuk mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya pada meningitis)
dilakukan pemeriksaan :
(1) Kaku kuduk
Bila leher di tekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu
tidak dapat menempel pada dada --- Kaku kuduk positif (+)
(2) Tanda Brudzunsky I
Letakkan satu tangan pemeriksa di bawah kepala klien dan tangan
lain di dada klien untuk mencegah badan tidak terangkat.
Kemudian kepala klien di fleksikan kedada secara pasif.
Brudzinsky I positif (+)
(3) Tanda Brudzinsky II
Tanda brudzinsky II positif (+) bila fleksi klien pada sendi panggul
secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi
panggul dan lutut.
(4) Tanda kerniq
Fleksi tungkai atas tegak lurus,lalu dicoba meluruskan tungkai
bawah pada sendi lutut normal-,bila tungkai membentuk sudut
1350 terhadap tungkai atas. Kerniq + bila ekstensi lutut pasif akan
menyebabkan rasa sakit tibia ekstensi lutut pasif akan
menyebabkan rasa sakit terhadap hambatan.
(5) Test lasegue
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan
nyeri sepanjang Mischiadicus.

II. Diagnosa
1. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran arteri dan /
atau vena
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular
3. Resiko jatuh berhubungan dengan kekuatan otot menurun, gangguan penglihatan
4. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan
5. Gangguan menelan berhubungan dengan refluk gastroesofagus
6. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan
kelemahan
III. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi (NIC) Rasional
(NOC)
1 Perfusi perifer NOC NIC 1. menemukan
1. Circulation Status Cerebral Perfusion Promotion paameter
tidak efektif 2. Tissue prefusion: 1. Konsultasi dengan dokter untuk hemodinamik
berhubungan cerebral menemukan parameter
hemodinamik dan menjaga 2. untuk
dengan Kriteria Hasil : parameter hemodunamik dalam mempertahankan
1. Mendemonstrasikan kisaran normal
penurunan aliran parameter
status sirkulasi yang 2. Induksi hipertensi dengan
hemodinamik
arteri dan / atau ditandai dengan: ekspansi volume atau inotropik
2. Tekanan systole dan atau agen vasokonstriksi ,
vena 3. untuk
diastole dalam seperti yang diperintahkan
rentang yang untuk mempertahankan
mempertahankan
diharapkan parameter hemodinamik dan
parameter
3. Tidak ada ortostatik memelihara / mengoptimalkan hemodinamik
hipertensi tekanan perfusi serebral
4. Tidak ada tanda- 3. Kelola dan titrasi obat vasoaktif 4. memperluas
tanda peningkatan , seperti yang diperintahkan , volume
tekanan intrakranial untuk mempertahankan intravaskular
(tidak lebih dari 15 parameter hemodinamik
mmHg) 4. Kelola agen untuk memperluas 5. untuk
5. Mendemonstrasikan volume intravaskular , yang mempertahankan
kemampuan kognitif sesuai ( mis , coloid , produk parameter
hemodinamik
yang ditandai darah , dan kristaloid )
dengan: 5. Kelola volume expander untuk 6. hetastarch sebagai
6. Berkomunikasi mempertahankan parameter volume ekspander
dengan jelas sesuai hemodinamik , seperti yang
dengan kemampuan diperintahkan 7. manitol dosis
7. Menunjukkan 6. Monitor waktu prothrombin rendah
perhatian, (PT) dan waktu tromboplastin
8. untuk terapi
konsentrasi, dan parsial (PTT) , jika
hemodilusi
orientasi menggunakan hetastarch
hipervolemi
8. Memproses sebagai volume ekspander
informasi 7. Kelola agen rheologic ( mis ,
9. mempertahankan
9. Membuat keputusan manitol dosis rendah atau
tingkat hematokrit
dengan benar dekstran dengan berat molekul
10. Menunjukkan fungsi rendah ) , seperti yang
10. kisaran normal
sensori motori diperintahkan
cranial yang utuh: 8. Jaga tingkat hematokrit sekitar
11. respon pasien
tingkat kesadaran 33 % untuk terapi hemodilusi
terhadap posisi
membaik, tidak ada hipervolemi
kepala
gerakan gerakan 9. Keluarkan darah pasien , sesuai
involunter , untuk mempertahankan tingkat
12. agar tidak
hematokrit di kisaran yang
terjadinya cedera
diinginkan
10. Pertahankan tingkat glukosa
serum dalam kisaran normal 13. pada 25 mmHg
11. Konsultasi dengan dokter untuk
menentukan penempatan 14. channel blockers
optimal kepala tempat tidur (
mis , 0 , 15 , 30 , derajat ) dan 15. mencegah
monitor respon pasien terhadap hilangnya cairan dari
posisi kepala tubuh dengan
12. Hindari fleksi leher atau pinggul menurunkan keluaran
/ lutut urin
13. Jaga tingkat pCO2 pada 25
mmHg atau lebih besar 16. untuk menurunkan
14. Kelola calcium channel tekanan darah
blockers . seperti yang dengan diuretik
diperintahkan
15. Kelola vasopressin , seperti 17. untuk indikasi
yang diperintahkan nyeri
16. Kelola dan pantau efek diuretik
osmotik dan loop - aktif dan 18. mencegah stroke
kortikosteroid pada pasien atrial
17. Kelola obat nyeri , yang sesuai fibrilasi
18. Kelola obat antikoagulan ,
seperti yang diperintahkan

Intracranial Pressure (ICP)


Monitoring
1. Bantu dengan perangkat
monitoring ICP penyisipan
2. Berikan informasi kepada
pasien dan keluarga / orang lain
yang signifikan
3. Kalibrasi transduser
4. Pantau kualias dan karakteristik
gelombang ICP
5. Monitor tekanan perfusi
serebral
6. Pantau status neurologis
7. Monitor ICP pasien dan respon
neurologis
8. Monitor jumlah, tingkat , dan
karakteristik cairan
serebrospinal ( CSF ) drainase
9. Pantau dan output
10. Jaga sterilitas sistem
pemantauan
11. Monitor tekanan tubing untuk
gelembung udara , puing-puing
, atau darah beku
12. Ubah transduser , sistem flush ,
dan drainase bag , seperti yang
ditunjukkan
13. Dapatkan sampel CSF drainase ,
yang sesuai
14. Pantau suhu dan hitung WBC
15. Periksa kaku kuduk pasien
16. Kelola antibiotic
17. Posisikan pasien dengan kepala
dan leher dalam posisi netral ,
hindari fleksi hip ekstrim
18. Sesuaikan kepala tempat tidur
untuk mengoptimalkan perfusi
serebral
19. Monitor efek rangsangan
lingkungan pada ICP
20. Ubah prosedur penyedotan
untuk meminimalkan
peningkatan ICP dengan
pengenalan kateter ( mis ,
memberikan lidokain)
21. Monitor kadar CO2 dan jaga
dalam parameter yang
ditentukan
22. Pertahankan tekanan arteri
sistemik dalam jangkauan
tertentu
23. Kelola agen farmakologis untuk
mempertahankan ICP dalam
jangkauan tertentu
Neurologic Monitoring
1. Pantau ukuran pupil, bentuk,
simetri, dan reaktivitas
2. Pantau tingkat kesadaran
3. Monitor tingkat orientasi
4. Pantau tingkat kesadaran pasien
5. Monitor tanda-tanda vital
6. Monitor status pernapasan
7. Monitor parameter
hemodinamik invasif, yang
sesuai
8. Monitor ICP Dan CPP
9. Pantau refleks kornea
10. Monitor batuk dan refleks
muntah
11. Monitor otot dan gerakan
motoric
12. Pantau kekuatan cengkeraman
13. Pantau adanya tremor
14. Pantau simetri wajah
15. Monitor tonjolan lidah
16. Pantau gangguan visual:
diplopia, nistagmus,
pemotongan visual lapangan,
penglihatan kabur, dan
ketajaman visual
17. Perhatikan keluhan sakit kepala
18. Pantau respon terhadap
rangsangan: verbal, taktil, dan
berbahaya
19. Pantau paresthesia: mati rasa
dan kesemutan
20. Pantau indra penciuman
21. Monitor respon Babinski
22. Pantau respon terhadap obat
23. Tingkatkan frekuensi
pemantauan neurologis , yang
sesuai
24. Hindari aktivitas yang
meningkatkan tekanan
intrakranial
Vital Sign Monitoring
1. Monitor TD, suhu, dan RR
2. Catat adanya fluktuasi tekanan
darah
3. Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
selama, dan setelah aktivitas
4. Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
5. Monitor suara paru
6. Monitor pola pernapasan
abnormal
7. Monitor suhu, warna dan
kelembaban kulit
8. Monitor sianosis perifer
9. Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
10. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
1. untuk
Gangguan NOC NIC
2 mengetahui
mobilitas fisik 1. Joint Movement: active Exercise Therapy : Joint Mobility keterbatasan
2. Mobility Level 1. Tentukan keterbatasan gerakan gerakan sendi
berhubungan 3. Self Care : ADLs sendi dan pengaruh terhada 2. untuk dapat
4. Transfer performance fungsi
dengan mengembangkan
2. Kolaborasikan dengan tim
terapi pasien
gangguan Kriteria Hasil: medis untuk mengembangkan
3. agar
1. Aktifitas fisik klien dan melaksanakan program
neuromuskular pasien/keluarga
meningkat terapi
2. Mengerti tujuan dari 3. Jelaskan kepada pasien/keluarga
tahu tujuan dari
peningkatan mobilitas pasien tntang tujuan dan
mobilitas fisik
3. Memverbalisasikan rencana terapi 4. agar tidak
perasaan dalam 4. Lindungi pasien dari trauma adanya cedera
meningkatkan kekuatan selama latihan yang terjadi pada
dan kemampuan 5. Bantu pasien untuk pasien selama
perpindahan mengoptimalkan posisi tubuh latihan
4. Memperagakan untuk melakukan ROM 5. agar pasien
penggunaan alat pasif/aktif merasa aman saat
Bantu untuk mobilisasi 6. Bantu pasien melakukan ROM dibantu dan pasien
(walker) pssif/aktif mengetahui rom
7. Ajarkan pasien/keluarga pasien yang optimal
cara melakukan ROM 6. agar pasien
aktif/pasif dapat melakukan
8. Dorong pasien untuk rom
memvisualisasikan gerak tubuh 7. agar keluarga
sebelum memulai gerakan dapat mengetahui
9. Anjurkan pasien untuk duduk di cara melakukan
atas tempat tidur, di sisi tempat rom dan pasien
tidur, atau di atas kursi
dapat mandiri
10. Bantu pasien melakukan
melakukannya
ambulasi
8. agar pasien
Berikan pujian terhadap
perkembangan kemampuan latihan dapat
memvisualisasikan
gerakannya
9. agar pasien
terlatih untuk
duduk
10. agar pasien
dapat melakukan
perpindahan
3 Resiko jatuh NOC NIC
1. Trauma risk for Fall Prevention
berhubungan 2. Injury risk for 1. Mengidentifikasikan defisit 1. untuk
kognitif atau fisik pasien yang mengetahui
dengan kekuatan Kriteria hasil dapat meningkatkan potensi potensi yang ada
otot menurun, 1. Keseimbangan: jatuh dalam lingkungan tertentu. 2. untuk
kemampuan untuk 2. Mengidentifikasikan perilaku mengetahui faktor
gangguan mempertahankan dan faktor yang mempengaruhi risiko jatuh
ekuilibrium resiko jatuh
penglihatan 3. lingkungan
2. Gerakan terkoordinasi: 3. Mengidentifikasikan
faktor penting
kemampuan otot untuk karakteristik lingkungan yang
risiko jatuh
bekerja sama secara dapat meningkatkan potensi
4. agar risiko jatuh
volunter untuk untuk jatuh (misalnya lantai
licin. tangga terbuka dan lain-
semakin
melakukan gerakan berkurang
yang bertujuan lain)
4. Sarankan perubahan dalam gaya 5. agar pasien
3. Perilaku pencegahan yang risiko jatuh
berjalan
jatuh: tindakan dapat terbantu
5. Mendorong pasien untuk
individu atau pemberi 6. agar tidak
mengunakan tongkat atau alat
asuhan untuk
pembantu berjalan adanya risko jatuh
meminimalkan faktor
6. Kunci roda dari kursi roda, 7. agar saat
resiko yang dapat
tempat tidur, atau brankar menjangkau
memicu jatuh
selama transfer pasien pasien tidak
dilingkungan individu
7. Tempat artikel mudah diangkau terjatuh
4. Kejadian jatuh : tidak dari pasien 8. agar saat jatuh
ada kejadian jatuh
8. Ajarkan pasien bagaimana jatuh tidak berisiko
5. Pengetahuan : untuk meminimalkan cedera tinggi pada pasien
pemahaman 9. Memantau kemampuan untuk 9. agar
pencegahan jatuh mentransfer dari tempat tidur ke mengurangi risiko
pengetahuan kursi dan demikian pula
keselamatan anak fisik
jatuh pada pasien
sebaliknya 10. agar tidak
6. Pengetahuan: kemanan 10. Gunakan teknik yang tepat terjadinya risiko
pribadi untuk mentransfer pasien ke
jatuh
7. Pelanggaran dan dari kursi roda, tempat
11. agar mudah
perlindungan tingkat tidur, toilet, dan sebagainya
dijangkau pasien
kebingungan akut 11. Menyediakan toilet ditinggikan
8. Tingkat agitasi\ untuk memudahkan trnsfer
9. Komunitas
pengendalian resiko
10. kekerasan
11. Komunitas
pengendalian resiko

4 Defisit nutrisi NOC NIC 1. agar


1. Nutritional Status Nutrition Management mengetahui
berhubungan 2. Nutritional Status : food 1. Kaji adanya alergi makanan adanya alergi pada
dengan and fluid intake 2. Kolaborasi dengan ahli gizi pasien
3. Nutritional Status : untuk menentukan jumlah kalori 2. untuk
ketidakmampuan nutrient intake dan nutrisi yang dibutuhkan menentukan gizi
4. Weight control pasien yang tepat untuk
mencerna 3. Anjurkan pasien untuk pasien
makanan Kriteria Hasil : meningkatkan Intake Fe 3. agar
1. Adanya peningkatan 4. Anjurka pasien untuk meningkatkan zat
berat badan sesuai meningkatkan protein dan besi
tujuan vitamin C
4. untuk
2. Berat badan ideal sesuai 5. Berikan substansi gula
meningkatkan
dengan tinggi badan 6. Yakiknkan diet yang dimakan
nutrisi
mengandung tinggi serat untuk
3. Mampu
mencegah konstipasi
mengidentifikasikan
7. Berikan makanan yang terpilih
kebutuhan nutrisi
(sudah dikonsultasikan dengan
4. Tidak ada tanda-tanda ahli gizi
malnutrisi
8. Ajarkan pasien bagaimana cara
5. Menunjukkan membuat catatan makanan harian
peningkatan fungsi 9. Monitor jumlah nutrisi dan
pengecapan dari kandungan kalori
menelan 10. Berikan informasi tentang
Tidak terjadi penurunan berat kebutuhan nutrisi
badanyang berarti
11. Kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan nutrisi yang
dibutuhan

Nutition Monitoring
1. BB pasien dalam batas normal
2. Monitor adanya penurunan
berat badan
3. Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa diakukan
4. Monitor interaksi anak dan
orang tua selamamakan
5. Monitor lingkungan selera
makan
6. Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam
makan
7. Monitor kulit keringdan
perubahan pigmentasi
8. Monitor turgor kulit
9. Monitir kekeringan, rambut
kusam, dan mudah patah
10. Monitor mual dan muntah
11. Monitor kadar albumin, kadar
protein
12. Lepaskan impaksi tinja secara
manual, jika perlu
13. Timbang pasien secara teratur
14. Ajarkan pasien atau keluarga
tentang proses pencarian yang
normal
Ajarkan pasien/keluarga tentang
kerangka waktu untuk resolusi
sembelit
5 Gangguan NOC NIC
1. Pencegahan aspirasi Aspiration Precautions
menelan 2. Ketidakefektifan 1. Memantau tingkat kesadaran,
berhubungan pola menyusui refleks batuk, refleks muntah,
3. Status menelan: dan kemampuan menelan
dengan refluk tindakan pribadi 2. Monitor status paru,
untuk mencegah menjaga/mempertahankanjalan
gastroesofagus
pengeluaran cairan napas
dan partikel padat ke 3. Posisi tegak 90 derajat atau
dalam paru sejauh mungkin
4. Status menelan: fase 4. Jauhkan manset trakea
esofagus: penyaluran meningkat
cairan atau partikel 5. Jauhkan pengaturan hisap yang
padat dari faring ke tersedia
lambung 6. Menyuapkan makanan dalam
5. Status menelan: fase jumlah kecil/sedikit
oral: persiapan, 7. Periksa penempatan tabung NG
penahanan, dan atau gastrostomy sebelum
pergerakan cairan menyusui
atau partikel padat ke 8. Periksa tabung NG atau
arah posterior mulut grastostomy sisa sebelum
6. Status menelan: fase makan
faring penyaluran 9. Hindari makan, jika residu
cairan atau partikel tinggi temat "pewarna" dalam
padat dari mulut ke tabung pengisi NG
esofagus 10. Hindari cairan atau
menggunakan zat pengental
Kriteria hasil: 11. Penawaran makanan atau cairan
1. Dapat yang dapat dibentuk menjadi
mempertahankan bolus sebelum menelan
makanan dalam 12. Potong makanan menjadi
mulut potongan-potongan kecil
2. kemampuan menelan 13. Permintaan obat dalam bentuk
adekuat obat mujarab
14. Istirahat atau menghancurkan
3. Pengiriman bolus ke
pil sebelum pemberian
hipofaring selaras
15. Jauhkan kepala tempat tidur
dengan reflek
ditinggikan 30-45 menit setelah
menelan
makan
4. Kemampuan untuk 16. Sarankan pidato/berbicara
mengosongkan patologi berkonsultasi
rongga mulut
5. Mampu mengontrol
mual dan muntal
6. Imobilitas
kensekuensi:
fisiologis
7. Pengetahuan tentang
prosedur pengobatan
8. Tidak ada kerusakan
otot tenggorong atau
otot wajah , menelan,
menggerakkan lidah.
atau reflek muntah
9. Pemulihan pasca
prosedur pengobatan
10. Kondisi pernapasan,
ventilasi adekuat
11. Mampu melakukan
perawatan terhadap
non pengobatan
parenteral
12. Mengidentifikasi
faktor emosi atau
psikologis yang
menghambat
menelan
13. Dapat mentoleransi
ingesti makanan
tanpa terdesakatau
aspirasi
14. Menyusui adekuat
15. Kondisi menelan
bayi
16. Memelihara kondisi
gizi:makanan dan
asupan cairan ibu
dan bayi
17. Hidrasi tidak
ditemukan
18. Pengetahuan
mengenai cara
menyusui
19. Kondisi pernapasan
adekuat
Tidak terjadi gangguan
neurologis
6 Defisit NOC NIC
a. Activity intolerance 1. Bantuan Perawatan Diri:
perawatan diri: b. Mobility : Physical Mandi, higiene mulut,
makan, mandi, impaired penil/vulva, rambut, kulit
c. Fatique level a. Kaji kebersihan kulit, kuku,
berpakaian, d. Anxiety self control rambut, gigi, mulut,
e. Ambulation perineal, anus
toileting
b. Bantu klien untuk mandi,
berhubungan Setelah dilakukan tawarkan pemakaian lotion,
asuhan perawatan kuku, rambut,
kelemahan
keperawatan gigi dan mulut, perineal dan
selama 3 x24 jm anus, sesuai kondisi
Klien mampu : c. Anjurkan klien dan
a. Melakukan ADL keluarga untuk melakukan
mandiri : mandi, hygiene oral hygiene sesudah makan
mulut,kuku, penis/vulva, dan bila perlu
rambut, berpakaian, d. Kolaborasi dgn Tim Medis /
toileting, makan-minum, dokter gigi bila ada lesi,
ambulasi iritasi, kekeringan mukosa
b. Mandi sendiri atau mulut, dan gangguan
dengan bantuan tanpa integritas kulit.
kecemasan
c. Terbebas dari bau badan 2. Bantuan perawatan diri :
dan mempertahankan berpakaian
kulit utuh a. Kaji dan dukung
d. Mempertahankan kemampuan klien untuk
kebersihan area perineal berpakaian sendiri
dan anus b. Ganti pakaian klien setelah
e. Berpakaian dan personal hygiene, dan
melepaskan pakaian pakaikan pada ektremitas
sendiri yang sakit/ terbatas terlebih
f. Melakukan keramas, dahulu, Gunakan pakaian
bersisir, bercukur, yang longgar
membersihkan kuku, c. Berikan terapi untuk
berdandan mengurangi nyeri sebelum
g. Makan dan minum melakukan aktivitas
sendiri, meminta berpakaian sesuai indikasi
bantuan bila perlu
Mengosongkan kandung 3. Bantuan perawatan diri :
kemih dan bowel Makan-minum
a. Kaji kemampuan klien untuk
makan : mengunyah dan
menelan makanan
b. Fasilitasi alat bantu yg
mudah digunakan klien
c. Dampingi dan dorong
keluarga untuk membantu
klien saat makan

4. Bantuan Perawatan Diri:


Toileting
a. Kaji kemampuan toileting:
defisit sensorik
(inkontinensia), kognitif (men
ahan untuk toileting), fisik
(kelemahan fungsi/ aktivitas)
b. Ciptakan lingkungan yang
aman(tersedia pegangan
dinding/ bel), nyaman dan
jaga privasi selama toileting
c. Sediakan alat bantu (pispot,
urinal) di tempat yang mudah
dijangkau
Ajarkan pada klien dan keluarga
untuk melakukan toileting secara
teratur

IV. Implementasi
Dilakukan sesuai dengan intervensi.

V. Evaluasi
a. Evaluasi formatif (proses)
Fokus pada evaluasi proses (formatif) adalah aktivitas dari proses
keperawatan dan hasil kualitas peayanan asuhan keperawatan. Evaluasi
proses harus dilaksanakan segera setelah perencanaan keperawatan
diimplementasikan untuk membantu menilai efektivitas intervensi tersebut.
Evaluasi proses harus terus menerus dilaksanakan hingga tujuan yang telah
ditentukan tercapai. Metode pengumpulan data dalam evaluasi proses
terdiri atas analisis rencana asuhan keperawatan, pertemuan kelompok,
wawancara, observasi klien, dan menggunakan form evaluasi. Ditulis pada
catatan perawatan. Contoh: membantu pasien duduk semifowler, pasien
dapat duduk selama 30 menit tanpa pusing.
b. Evaluasi Sumatif (hasil)
Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status
kesehatan sesuai waktu pada tujuan. Ditulis pada catatan perkembangan.
Focus evaluasi hasil (sumatif) adalah perubahan perilaku atau status
kesehatan klien pada akhir asuhan keperawatan. Tipe evaluasi ini
dilaksanakan pada akhir asuhan keperawatan secara paripurna.

DAFTAR PUSTAKA
Chang, Ester . 2010 . Patofisiologi : Aplikasi Pada Praktik Keperawatan. Jakarta:
EGC.
Hartina.2015.Laporan Pendahuluan Stroke Haemoragik. (Online) Available:
https://www.academia.edu.5948047/LAPORAN_PENDAHULUAN_NHS
(diakses pada tanggal 30 Januari 2016 pukul 20.00 Wita)

Kaharu, Atika.2015. Laporan Pendahuluan Stroke Non Haemoragik. (Online)


Available:
https://www.academia.edu./17079805/LP_STROKE_NON_HAEMORAGIK
(diakses pada tanggal 30 Januari 2016 pukul 20.00 Wita)

Muttaqin, Arif. 2008 . Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.

NANDA. 2016. Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi 2015 –


2017. Jakarta: EGC

Gloria, dkk. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC) Sixth Edition. Amerika:
Elsevier Mosby

Nurarif & Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis


Medis & NANDA NIC – NOC. Yogyakarta: Mediaction

Nurarif & Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis


Medis & NANDA NIC – NOC Edisi revisi jilid 3. Yogyakarta: Mediaction

Padila. 2012. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.

Yanti, Fardi. 2015. Laporan Pendahuluan Klien Dengan Stroke Non Haemoragik
(SNH). (Online) Available :
https://www.academia.edu/10077081/LAPORAN_PENDAHULUAN_KLIEN_
DENGAN_STROKE_NON_HAEMORAGIK_SNH (diakses pada tanggal 30
Januari 2016 pukul 20.00 Wita)

Tim Pokja SDKI DPP PPNI.2017. Standar Diagnosis keperawatan Indonesia.


Jakarta :Dewan pengurus pusat

Anda mungkin juga menyukai