Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

TRANSURETHRAL RESECTION PROSTATE (TURP)


DI OK SENTRAL/IBS RSUD ULIN

RANTI APRIANI WULANDARI


NIM. 1614901110168

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S.1 KEPERAWATAN
BANJARMASIN, 2016

LEMBAR PENGESAHAN
Nama : Ranti Apriani Wulandari

NPM : 164901110168

Judul LP : TURP (Transurethral Resection Prostate)

Banjarmasin, Desember 2016

Preseptor Akademik Preseptor Klinik

() (......)

LAPORAN PENDAHULUAN
TRANSURETHRAL RESECTION PROSTATE (TURP)

A. DEFINISI
Transurethral Resection Prostate (TURP) suatu operasi pengangkatan jaringan prostat
lewat uretra menggunakan resektroskop, dimana resektroskop merupakan endoskop dengan
tabung 10-3-F untuk pembedahan uretra yang dilengkapi dengan alat pemotongan dan
caunter yang disambungkan dengan arus listrik. Tindakan ini memerlukan tindakan
pembiusan umum maupun spinal dan merupakan tindakan invansive yang masih dianggap
aman.

Transurethral Resection Prostate (TURP) merupakan tindakan operasi yang paling banyak
dilakukan, reseksi kelenjar prostat dilakukan dengan transuretra menggunakan cairan irigan
(pembilas) agar daerah yang akan dioperasi tidak tertutup darah.

B. TUJUAN
Tujuan utama terapi pada pasien hiperplasia prostat adalah untuk :
1. Memperbaiki keluhan miksi.
2. Meningkatkan kualitas hidup.
3. Mengurangi obstruksi infravesika.
4. Mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal.
5. Mengurangi volume residu urine setelah miksi.
6. Mencegah progresifitas penyakit.

C. INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI


Indikasi
1. Retensi urine yang berulang.
2. Infeksi saluran kemih rekuren akibat pembesaran prostat.
3. Gross hematuria berulang.
4. Insufisiensi ginjal akibat obstruksi saluran kemih pada buli.
5. Kerusakan permanen buli atau kelemahan buli-buli,
6. Divertikulum yang besar pada buli yang menyebabkan pengosongan buli terganggu
akibat pembesaran prostat.

Kontraindikasi
TURP merupakan prosedur elektif dan tidak direkomendasikan pada pasien tertentu.
Hamper semua kontraindikasinya adalah kontraindikasi relatif, berdasarkan kondisi
komorbid pasien dan kemampuan pasien dalam menjalani prosedur bedah dan anastesi.
Kontraindikasi relatif antara lain adalah status kardipulmoner yang tidak stabil atau
adanya riwayat kelainan perdarahan yang tidak bisa disembuhkan. Pasien yang baru
mengalami infark miokard dan dipasang stent arteri koroner sebaiknya ditunda sampai 3
bulan bila akan dilakukan TURP.

Pasien dengan disfungsi spingter uretra eksterna seperti pada penderita miastenia gravis,
multiple sklerosis, atau parkinson dan/atau buli yang hipertonik tidak boleh dilakukan
TURP karena akan menyebabkan inkontinensia setelah operasi. Demikian pula pada
pasien yang mengalami fraktur pelvis mayor yang menyebabkan kerisakan spingter
uretra eksterna. TURP akan menyebabkan hilangnya spingter urin internal sehingga
pasien secara total akan tergantung pada fungsi otot spingter eksternal untuk tetap
kontinen. Jika spingter eksternal rusak, trauma, atau mengalami disfungsi, pasien akan
mengalami inkontinesia.

Kontraindikasi yang lain adalah pasien kanker prostat yang baru mengalami radioterapi
terutama brachyterapi atau krioterapi dan infeksi saluran kencing yang aktif.

D. PENATALAKSAAN/JENIS-JENIS TINDAKAN
Persiapan TURP
1. Klien puasa paling tidak 8 jam sebelum operasi dilakukan.
2. Bila menggunakan obat seperti aspirin dan ibuprofen maka harus berhenti paling
tidak 2 minggu sebelum operasi karena obat tersebut dapat mempengaruhi
pembekuan darah.
3. Harus diinformasikan tentang kondisi kesehatan, seperti hipertensi, diabetes,
anemia.
4. Harus diinformasikan tentang obat dan suplemen yang dikonsumsi, baik resep dari
dokter atau bukan.
5. Pemeriksaan darah rutin (CBC, coagulation profile, urinalisis, Xray, CT abdomen).

Prosedur TURP
TURP dilakukan dengan memakai alat yang disebut resektoskop dengan suatu lengkung
diathermi. Jaringan kelenjar prostat diiris selapis demi selapis dan dikeluarkan melalui
selubung resektoskop. Perdarahan dirawat dengan memakai diathermi, biasanya dilakukan
dalam waktu 30 sampai 120 menit, tergantung besarnya prostat.

Selama operasi dipakai irigan akuades atau cairan isotonic tanpa elektrolit. Prosedur ini
dilakukan dengan anastesi regional (Blok Subarakhnoidal/SAB/Peridural). Setelah itu dipasang
kateter nomer Ch. 24 untuk beberapa hari. Sering dipakai kateter bercabang tiga atau satu
saluran untuk spoel yang mencegah terjadinya pembuntuan oleh pembekuan darah. Balon
dikembangkan dengan mengisi cairan garam fisiologis atau akuades sebanyak 3050 ml yang
digunakan sebagai tamponade daerah prostat dengan cara traksi selama 624 jam. Traksi dapat
dikerjakan dengan merekatkan ke paha klien atau dengan memberi beban (0,5 kg) pada kateter
tersebut melalui katrol. Traksi tidak boleh lebih dari 24 jam karena dapat menimbulkan
penekanan pada uretra bagian penoskrotal sehingga mengakibatkan stenosis bulibuli karena
ischemi.

Setelah traksi dilonggarkan fiksasi dipindahkan pada paha bagian proximal atau abdomen
bawah. Antibiotika profilaksis dilanjutkan beberapa jam atau 2448 jam pasca bedah. Setelah
urin yang keluar jernih kateter dapat dilepas .Kateter biasanya dilepas pada hari ke35. Untuk
pelepasan kateter, diberikan antibiotika 1 jam sebelumnya untuk mencegah urosepsis. Biasanya
klien boleh pulang setelah miksi baik, satu atau dua hari setelah kateter dilepas.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Urinalisa
Analisi urin dan mikroskopik urin penting untuk melihat adanya sel leukosit, sedimen, eritrosit,
bakteri, dan infeksi. Bila terdapat hematuri harus diperhitungkan adanya etiologi lain seperti
keganasan pada saluran kemih, batu, infeksi saluran kemih, walaupun BPH sendiri dapa
menyebabkan hematuri. Elektrolit, kada ureum dan kreatinin darah merupakan informasi dasar
dari fungsi ginjal dan status metabolik.

Pemeriksaan prostate specific antigen (PSA) dilakukan sebagai penentuan dasar perlunya biopsi
atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai PSA < 4 ng/ml tidak perlu biopsi. Sedangkan
billa nilai PSA 4-10 ng/ml dihitung Prostate Spesific Antigen Density (PSAD) yaitu PSA serum
dibagi dengan volume prostat. Bila PSAD > 0.15, sebaiknya dilakukan biopsi prostat, demikian
pula bila nilai PSA > 10 ng/ml.

b. Pemeriksaan darah lengkap


Karena perdarahan merupakan komplikasi utama pasca operatif maka semua defek pembekuan
harus diatasi. Komplikasi jantung dan pernafasan biasanya menyertai penderita BPH karena
usianya yang sudah tinggi makan fungsi jantung dan pernafasan harus dikaji.

Pemeriksaan darah mencakup Hb, leukosir, eritrosit, hitung jenis leukosit, CT, BT, golongan
darah, Hmt, trombosit, BUN, kreatini serum.

c. Pemeriksaan radiologis
Biasanya dilakukan foto polos abdomen, pielografi intravena, USG, dan sitoskopi. Tujuan
pencitraan untuk memperkirakan volume BPH, derajat disfungsi buli, dan volume residu urin.
Dari foto polos dapat dilihat adanya batu pada traktus urinarius, pembesaran ginjal atau buli-
buli. Dapat juga dilihat lesi osteoblastik sebagai tanda metastase dari keganasan prostat serta
osteoporosis akibat kegagaln ginjal. Dari pielografi intravena dapat dilihat supresi komplit dari
fungsi renal hidronefrosis, dan hidroureter, gambaran ureter berbelok-belok.

F. PATHWAY KEPERAWATAN
Pre operasi
Pre operasi

Gelisah

Kurang terpapar

Kurang informasi

Kurang Pengetahuan

Ansietas

Intra operasi
Intra operasi

Pembiusan Pembedahan

Kesadaran diturunkan Insisi

Penurunan Terputusnya jaringan


otot pernafasan Suplai oksigen terganggu pembuluh darah

Reflek batuk Penurunan oksigen ke otak Risiko perdarahan


Lidah jatuh dan menelan
melemah Hipoksia
Syok hipovolemik
Okumulasi sekret Kompensasi paru

Nafas cepat Hb menurun


Bersihan jalan
nafas Suplai oksigen menurun
Pola nafas
tidak efektif

Sianosis

Gangguan perfusi
jaringan

Post operasi
Post operasi

Jaringan terputus Suhu ruangan yang dingin

Merangsang area sensorik


Hipotermi
Gangguan rasa nyaman

Nyeri
G. GAMBAR
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN, INTERVENSI, DAN RASIONAL
a. Pre operasi
1. Diagnosa keperawatan : kurang pengetahuan b.d kurang informasi
Tujuan : klien mengetahui tentang penyakitnya
Intervensi Rasional
Kaji pengetahuan klien tentang Mempermudah dalam memberikan
penyakitnya penjelasan pada klien
Jelaskan tentang proses penyakit Meningkatkan pengetahuan dan
mengurangi cemas
Jelaskan tentang program pengobatan Mempermudah intervensi
dan alternatif pengobatan
Diskusikan gaya hidup yang mungkin Mencegah kepatahan penyakit
digunakan untuk mencegah
komplikasi
Diskusikan tentang terapi dan Memberikan gambaran tentang terapi
pilihannya yang bisa digunakan
Instruksikan kapan harus ke Memeriksa kesehatan klien
pelayanan kesehatan

2. Ansietas b.d kurang informasi


Tujuan : mengontrol cemas klien
Intervensi Rasional
Bina hubungan saling percaya Mempermudah intervensi
Libatkan keluarga Mengurangi kecemasan
Jelaskan semua prosedur Membantu meningkatkan pengetahuan

b. Intra operasi
1. Diagnosa keperawatan : Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d obstruksi jalan
nafas: sekret di bronki
Tujuan : membersihkan jalan nafas klien
Intervensi Rasional
Manajemen jalan nafas Memfasilitasi kepatenan jalan udara
Pengisapan jalan nafas Mengeluarkan secret dari jalan nafas dan
memasukan sebuah kateter penghisap
kedalam jalan nafas oral atau trakea
Kewaspadaan aspirasi Mencegah atau meminimalkan faktor
resiko pada klien yang beresiko
mengalami aspirasi
Manajemen asma Mengidentifikasi, menangani, dan
mencegah reaksi inflamasi/konstriksi
didalam jalan nafas
Peningkatan batuk Meningkatkan inhalasi dalam pada
pasien yang memiliki riwayat keturunan
mengalami tekanan intraoraksik dan
kompresi parenkim paru yang mendasari
untuk pengerahan tenaga dalam
menghembuskan udara
2. Ketidakefektifan pola nafas b.d kelelahan otot-otot pernapasan
Tujuan : pola nafas klien efektif
Intervensi Rasional
Bantuan ventilasi Meningkatkan pola pernapasan spontan
yang optimal sehingga memaksimalkan
pertukaran oksigen dan karbon dioksida
didalam paru
Ventilasi mekanis Menggunakan alat buatan untuk
membantu pasien bernafas
Pemantauan tanda vital Mengumpulkan dan menganalisis data
kardiovaskular, pernafasan, dan suhu
tubuh pasien untuk menentukan dan
mencegah komplikasi

c. Post operasi
1. Diagnosa keperawatan : nyeri akut b.d terputusnya jaringan saraf
Tujuan : klien tidak nyeri lagi
Intervensi Rasional
Lakukan pengkajian nyeri secara Untuk mengetahui kualitas nyeri
komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor
presipitasi

Observasi reaksi nonverbal dari Untuk mengetahui lokasi nyeri


ketidaknyamanan
Gunakan teknik komunikasi Memudahkan tindakan
terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
Kaji kultur yang mempengaruhi Mencegah nyeri tidak terjadi lagi
respon nyeri
Evaluasi pengalaman nyeri masa Mengetahui kualitas nyeri yang lalu
lampau
Berikan analgetik Untuk mengurangi nyeri

2. Hipotermia b.d lingkungan yang bersuhu rendah


Tujuan : suhu tubuh klien normal
Intervensi Rasional
Atur suhu ruangan yang nyaman Membantu menstabilkan suhu klien
Lindungi area diluar wilayah operasi Kehilangan panas dapat terjadi waktu
kulit dipajankan
I. DAFTAR PUSTAKA
Wilkinson M. Judith. Ahern R. Nancy. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta:
EGC.

Quinte Health Care. 2009. Transurethral Resection Prostate.


http://www.qhc.on.ca/photos/custom/QHCTransurethral%20Resection%20of%20Prostate%
20(TURP).pdf

Anda mungkin juga menyukai