Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

TRANS URETRAL RESEKSI PROSTAT (TURP)

A. DEFINISI
Suatu operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra menggunakan resektroskop.
Merupakan operasi tertutup tanpa insisi, Transurethral resection of the prostate (TURP)
merupakan standar pembedahan endoskopik untuk Benign Prostat Hypertrophy
(pembesaran prostat jinak).  TURP dilakukan dengan cara bedah elektro (electrosurgical)
atau metode alternative lain yang bertujuan untuk mengurangi perdarahan, masa rawat
inap, dan absorbsi cairan saat operasi.Tindakan ini dilaksanakan apabila pembesaran
prostat terjadi dalam lobus medial yang langsung mengelilingi uretra.

B. TUJUAN
dilakukan untuk mengangkat jaringan prostat yang mengalami pembesaran antara 30-60
gram.

C. INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI


- Indikasi
Retensi urine yang berulang, Infeksi saluran kemih rekuren akibat pembesaran prostat,
Gross hematuria berulang, Insufisiensi ginjal akibat obstruksi saluran kemih pada
buli,Kerusakan permanen buli atau kelemahan buli-buli, Divertikulum yang besar pada
buli yang menyebabkan pengosongan buli terganggu akibat pembesaran prostat.
- Kontraindikasi
status kardipulmoner yang tidak stabil atau adanya riwayat kelainan perdarahan yang
tidak bisa disembuhkan. Pasien yang baru  mengalami infark miokard dan dipasang stent
arteri koroner sebaiknya ditunda sampai 3 bulan bila akan dilakukan TURP. Pasien
dengan disfungsi spingter  uretra eksterna seperti pada penderita miastenia gravis,
multiple sklerosis,atau Parkinson dan/atau buli yang hipertonik tidak bleh dilakukan
TURP karena akan menyebabkan inkontinensia setelah operasi. Demikian pula pada
pasien yang mengalami fraktur pelvis mayor yang menyebabkan kerusakan spingter
uretra eksterna.
D. PENATALAKSANAAN DAN JENIS TINDAKAN
Operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra menggunakan resektroskop, dimana
resektroskop merupakan endoskop dengan tabung 10-3-F untuk pembedahan uretra yang
dilengkapi dengan alat pemotong dan counter yang disambungkan dengan arus listrik.
Tindakan ini memerlukan pembiusan umum maupun spinal dan merupakan tindakan
invasive yang masih dianggap aman dan tingkat morbiditas minimal.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pre operasi
- Laboratorium
a. Analisi urin dan pemeriksaan mikroskopik urin penting dilakukan untuk melihat
adanya sel leukosit, bakteri dan infeksi. Pemeriksaan kultur urin berguna untuk
menegtahui kuman penyebab infeksi dan sensitivitas kuman terhadap beberapa
antimikroba.
b. Pemeriksaan faal ginjal, untuk mengetahui kemungkinan adanya penyulit yang
menegenai saluran kemih bagian atas. Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin
darah merupakan informasi dasar dari fungsin ginjal dan status metabolic.
c. Pemeriksaan prostate specific antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar penentuan
perlunya biopsy atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai PSA <4ng/ml
tidak perlu dilakukan biopsy. Sedangkan bila nilai PSA 4-10 ng/ml, hitunglah
prostate specific antigen density (PSAD) lebih besar sama dengan 0,15 maka
sebaiknya dilakukan biopsy prostat, demikian pula bila nila PSA > 10 ng/ml.
- Radiologi
a. Foto polos abdomen, untuk mengetahui kemungkinan adanya batu opak di
saluran kemih, adanya batu/kalkulosa prostat, dan adanya bayangan buli-buli
yang penuh dengan urin sebagai tandaadanya retensi urin. Dapat juga dilihat lesi
osteoblastik sebagai tanda metastasis dari keganasan prostat, serta osteoporosis
akbibat kegagalan ginjal.
b. Pemeriksaan Pielografi intravena ( IVP ), untuk mengetahui kemungkinan
adanya kelainan pada ginjal maupun ureter yang berupa hidroureter atau
hidronefrosis. Dan memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan
dengan adanya indentasi prostat (pendesakan buli-buli oleh kelenjar prostat)
atau ureter dibagian distal yang berbentuk seperti mata kail (hooked
fish)/gambaran ureter berbelok-belok di vesika, penyulit yang terjadi pada buli-
buli yaitu adanya trabekulasi, divertikel atau sakulasi buli-buli.
c. Pemeriksaan USG transektal, untuk mengetahui besar kelenjar prostat,
memeriksa masa ginjal, menentukan jumlah residual urine, menentukan volum
buli-buli, mengukur sisa urin dan batu ginjal, divertikulum atau tumor buli-buli,
dan mencari kelainan yang mungkin ada dalam buli-buli.
2. Post operasi
a. Irigasi/Spoling dengan Nacl
- Post operasi hari 0 : 80 tetes/menit
- Hari pertama post operasi : 60 tetes/menit
- Hari ke 2 post operasi : 40 tetes/menit
- Hari ke 3 post operasi : 20 tetes/menit
- Hari ke 4 post operasi diklem
- Hari ke 5 post operasi dilakukan aff irigasi bila tidak ada masalah (urin dalam
kateter bening)
- Hari ke 6 post operasi dilakukan aff drain bila tidak ada masalah (cairan
serohemoragis < 50cc)
b. Infus diberikan untuk maintenance dan memberikan obat injeksi selama 2 hari, bila
pasien sudah mampu makan dan minum dengan baik obat injeksi bisa diganti dengan
obat oral.
c. Tirah baring selama 24 jam pertama. Mobilisasi setelah 24 jam post operasi
d. Dilakukan perawatan luka dan perawatan DC hari ke-3 post oprasi dengan betadin,
Anjurkan banyak minum (2-3l/hari)
e. DC bisa dilepas hari ke-9 post operasi
f. Hecting Aff pada hari k-10 post operasi.
g. Cek Hb post operasi bila kurang dari 10 berikan tranfusi
h. Jika terjadi spasme kandung kemih pasien dapat merasakan dorongan untuk
berkemih, merasakan tekanan atau sesak pada kandung kemih dan perdarahan dari
uretral sekitar kateter. Medikasi yang dapat melemaskan otot polos dapat membantu
mengilangkan spasme. Kompres hangat pada pubis dapat membantu menghilangkan
spasme.
i. Jika pasien dapat bergerak bebas pasien didorong untuk berjalan-jalan tapi tidak
duduk terlalu lama karena dapat meningkatkan tekanan abdomen, perdarahan
j. Latihan perineal dilakukan untuk membantu mencapai kembali kontrol berkemih.
Latihan perineal harus dilanjutkan sampai passien mencapai kontrol berkemih.
k. Drainase diawali sebagai urin berwarna merah muda kemerahan kemudian jernih
hingga sedikit merah muda dalam 24 jam setelah pembedahan.
l. Perdarahan merah terang dengan kekentalan yang meningkat dan sejumlah bekuan
biasanya menandakan perdarahan arteri. Darah vena tampak lebih gelap dan kurang
kental. Perdarahan vena diatasi dengan memasang traksi pada kateter sehingga balon
yang menahan kateter pada tempatnya memberikan tekannan pada fossa prostatik.
F. PATHWAY

Pasien dengan BPH

Pembedahan TURP

Pre operatif Intra operatif Post operatif

Tidak terpapar anastesi Instrunen masuk Pemasangan kateter Kerusakan jaringan


Obstruksi saluran
tentang promosi kesaluran kemih
kemih yang periuretral
kesehatan dan
bermuara ke vesika pengobatan Pemajanan lingkungan
urinaria penggunaan zat anastesi Terputus jaringan

Kuramg informasi Kerusakan


kesehatan dan integritas jaringan
Penebalan otot Ancaman perubahan Penurunan
destrusor pengobatan status kesehatan pertahanan tubuh

Resiko infeksi
Kurang pengetahuan
Dekompensasi otot Insisi pada prostat
destrusor Terjadi perdarahan

Krisis situasi HB turun

Akumulasi urin di anemia


VU Resiko perdarahan
ansietas hipotermi Suplai o2 turun
sianosis
VU meregang Syok hivopolemik
Miksi tidak lancar
Gangguan perfusi
Spasme otot jaringan
Retensi urine
Nyeri akut
G. GAMBAR

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Pre operasi
a) Retensi urin akut/kronis berhubungan dengan obstruksi mekanik, pembesaran
prostat, dekompensasi otot destrusor, ketidakmampuan kandung kemih untuk
berkontraksi dengan adekuat.
b) Nyeri akut berhubungan dengan peregangan dari terminal saraf, distensi kandung
kemih, infeksi urinaria, efek mengejan saat miksi sekunder dari pembesaran
prostat dan obstruksi uretra.
c) Ansietas/cemas berhubungan dengan krisis situasi, perubahan status kesehatan,
kekhawatiran tentang pengaruhnya pada ADL atau menghadapi prosedur bedah.
d) Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan kurangnya informasi.

2) Intra operasi
a) Hipotermi berhubungan dengan pemajanan lingkungan, penggunaan zat anastesi
b) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan terjadinya sianosis, perdarahan
c) Resiko perdarahan berhubungan dengan terputusnya jaringan
3) Post operasi
a) Nyeri akut berhubungan dengan spasme kandung kemih dan insisi sekunder pasca
pembedahan
b) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama pembedahan,
kateter, irigasi kandung kemih.

I. INTERVENSI
Preoperasi
a. Retensi urin akut/kronis berhubungan dengan obstruksi mekanik, pembesaran prostat,
dekompensasi otot destrusor, ketidakmampuan kandung kemih untuk berkontraksi
dengan adekuat.
Tujuan : Tidak terjadi retensi urine
Kriteria hasil : Pasien menunjukkan residu pasca berkemih kurang dari 50 ml, dengan
tidak adanya tetesan atau kelebihan cairan. Intervensi :
1) Dorong pasien untuk berkemih tiap 2-4 jam atau bila tiba-tiba dirasakan Rasional :
meminimalkan retensi urin distensi berlebihan pada kandung kemih.
2) Observasi aliran urin, perhatikan ukuran dan kekuatan.
Rasional : berguna untuk mengevaluasi obstruksi dan pilihan intervensi
3) Awasi dan catat waktu tiap berkemih dan jumlah tiap berkemih, perhatikan
penurunan haluaran urin dan perubahan berat jenis.
Rasional : retensi urine meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan atas,
yang dapat mempengaruhi fungsi ginjal. Adanya deficit aliran darah keginjal
menganggu kemampuanya untuk memfilter dan mengkonsentrasi substansi.
4) Lakukan perkusi/palpasi suprapubik
Rasional : distensi kandung kemih dapat dirasakan diarea suprapubik
5) Dorong masukan cairan sampai 3000 ml sehari
Rasional : peningkatan aliran cairan mempertahankan perfusi ginjal dan
membersihkan ginjal dan kandung kemih dari pertumbuhan bakteri
6) Kaji tanda-tanda vital, timbang BB tiap hari, pertahankan pemasukan dan
pengeluaran yang akurat
Rasional : kehilangan fungsi ginjal mengakibatkan penuruna eliminasi cairan dan
akumulasi sisa toksik, dapat berlanjut kepenuruan ginjal total
7) Lakukan rendam duduk sesuai indikasi
Rasional : meningkatkan relaksasi otot, penuruan edema, dan dapat meningkatkan
upaya berkemih.
8) Kolaborasi pemberian obat : (1) Supositorial rectal Rasional : supositorial dapat
diabsorbsi dengan mudah melalui mukosa kedalam jaringan kandung kemih untuk
menghasilkan relaksasi otot/menghilangkan spasme (2) Antibiotic dan antibakteri
Rasional : digunakan untuk melawan infeksi (3) Fenoksibenzamin (Dibenzyline)
Rasional : diberikan untuk mempermudah berkemih dengan merelaksasi otot polos
prostat dan menurunkan tahanan terhadap aliran urine.
b. Nyeri akut berhubungan dengan peregangan dari terminal saraf, distensi kandung kemih,
infeksi urinaria, efek mengejan saat miksi sekunder dari pembesaran prostat dan obstruksi
uretra.
Tujuan : nyeri hilang, terkontrol
Kriteria hasil : pasien melaporkan nyeri hilang dan terkontrol pasien tampak rileks,
mampu untuk tidur dan istirahat dengan tepat
Intervensi :
1) Kaji tipe nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0-10) lamanya.
Rasional : memberikan informasi untuk membantu dalam menentukan
pilihan/keefektifan intervensi
2) Pertahankan tirah baring bila diindikasikan
Rasional : tirah baring mungkin diperlukan pada awal selama fase retensi akut.
Namun ambulasi dini dapat memperbaiki pola berkemih normal dan menghilangkan
nyeri kolik
3) Berikan tindakan kenyamanan, distraksi selama nyeri akut seperti, pijatan punggung :
membantu pasien melakukan posisi yang nyaman: mendorong penggunaan
relaksasi/latihan nafas dalam: aktivitas terapeutik
Rasional : meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian dan dapat
meningkatkan kemampuan koping
4) Dorong menggunakan rendam duduk, gunakan sabun hangat untuk perineum
Rasional : meningkatkan relaksasi otot
5) Kolaborasi pemberian obat pereda nyeri ( analgetik)
Rasional : menurunkan adanya nyeri, dan kaji 30 menit kemudian untuk mengetahui
keefektivitasnya.
c. Ansietas/cemas berhubungan dengan krisis situasi, perubahan status kesehatan,
kekhawatiran tentang pengaruhnya pada ADL atau menghadapi prosedur bedah.
Tujuan : pasien tampak rileks.
Kriteria Hasil : menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi, menunjukkan
rentang tepat tentang perasaan dan penurunan rasa takut
Intervensi :
1) Damping pasien dan bina hubungan saling percaya
Rasional : menunjukkan perhatian dan keinginan untuk membantu.
2) Berikan informasi tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan
Rasional : Membantu pasien dalam memahami tujuan dari suatu tindakan.
3) Dorong pasien/orang terdekat untuk menyatakan masalah/perasaan
Rasional : Memberikan kesempatan pada pasien dan konsep solusi pemecahan
masalah
4) Beri informasi pada pasien sebelum dilakukan tindakan
Rasional : memungkinkan pasien untuk menerima kenyataan dan menguatkan
kepercayaan pada pemberi perawatan dan pemberian informasi.
d. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan
kurangnya informasi.
Tujuan : Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan prognosisnya.
Kriteria Hasil : Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program
pengobatan
Intervensi :
1) Dorong pasien menyatakan rasa takut perasaan dan perhatian. Rasional : Membantu
pasien dalam mengalami perasaan.
2) Kaji ulang proses penyakit, pengalaman pasien Rasional : memberi dasar
pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan terapi
3) Berikan informasi tentang penyakit yang diderita pasien
Rasional : meningkatkan pengetahuan pasien terhadap penyakit yang dideritanya
4) Berikan penjelasan tentang tindakan/pengobatan yang akan dilakukan
Rasional : meningkatkan pengetahuan pasien terhadap tindakan untuk
menyembuhkan penyakitnya.

Intraoperasi
a. Hipotermi berhubungan dengan pemajanan lingkungan, penggunaan zat anastesi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama menit, hipotermi terkurangi / teratasi.
Kriteria hasil: Pasien tdk menggigil, Akral kulit hangat, Perubahan warna kulit tidak ada
Intervensi :
1) Beri penghangat
2) Mempertahankan suhu tubuh selama anestesi berlangsung
3) Monitor TTV
4) Kolaborasi medis
b. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan terjadinya sianosis, perdarahan
Tujuan : integritas jaringan: kulit dan membrane mukosa dan perfusi jaringan perifer
adekuat.
Kriteria hasil : tekanan dalam batas normal, warna kulit tidak berubah, pengisian kapiler.
Intervensi:
1) Lakukan pengkajian komprehensif terhadap sirkulasi perifer
2) Pantau perbedaan ketajaman atau ketumpulan, panas atau dingin
3) letakkan ekstremitas pada posisi menggantung, jika perlu
4) Evaluasi ekstremitas yang terkena 20 derajat atau lebih diatas jantung jika perlu
c. Resiko perdarahan berhubungan dengan terputusnya pembuluh vena/arteri
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan perdarahan berlebih tidak terjadi
1) Identifikasi penyebab perdarahan
2) Monitor jumlah dan sifat dari kehilangan darah
3) Monitor tekanan darah
4) Monitor penentu pengiriman o2
5) Pertahankan potensi IV line
6) Terapkan tekanan langsung pada daerah perdarahan

Postoperasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada
pembedahan, dan pemasangan kateter.
Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil : 1) Pasien mengatakan nyeri berkurang 2) Ekspresi wajah pasien tenang 3)
Pasien akan menunjukkan ketrampilan relaksasi. 4) Pasien akan tidur / istirahat dengan
tepat. 5) Tanda – tanda vital dalam batas normal.
Intervensi :
1) Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0-10)
Rasional : nyeri tajam, intermitten dengan dorongan berkemih sekitar kateter
menunjukkan spasme kandung kemih.
2) Jelaskan pada pasien tentang gejala dini spasmus kandung kemih.
Rasional : Kien dapat mendeteksi gajala dini spasmus kandung kemih.
3) Pertahankan patensi kateter dan system drainase. Pertahankan selang bebas dari
lekukan dan bekuan
Rasional : mempertahankan fungsi kateter dan drainase system. Menurunkan resiko
distensi/spasme kandung kemih
4) Berikan informasi yang akurat tentang kateter, drainase, dan spasme kandung kemih
Rasional : menghilangkan ansietas dan meningkatkan kerjasama.
5) Kolaborasi pemberian antispasmodic contoh : (1) Oksibutinin klorida (Ditropan),
supositoria Rasional : merilekskan otot polos, untuk memberikan penurunan spasme
dan nyeri (2) Propantelin bromide (pro-bantanin)
Rasional : menghilangkan spasme kandung kemih oleh kerja anti kolinergik
b. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama pembedahan, kateter,
irigasi kandung kemih sering
Tujuan : Pasien tidak menunjukkan tanda – tanda infeksi
Kriteria Hasil : 1) Pasien tidak mengalami infeksi. 2) Dapat mencapai waktu
penyembuhan. 3) Tanda – tanda vital dalam batas normal dan tidak ada tanda – tanda
syok.
Intervensi :
1) Pertahankan sistem kateter steril, berikan perawatan kateter dengan steril.
Rasional : Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi.
2) Anjurkan intake cairan yang cukup ( 2500 – 3000 ) sehingga dapat menurunkan
potensial infeksi.
Rasional : Meningkatkan output urine sehingga resiko terjadi ISK dikurangi dan
mempertahankan fungsi ginjal
3) Pertahankan posisi urinebag dibawah
Rasional : Menghindari refleks balik urine yang dapat memasukkan bakteri ke
kandung kemih.
4) Observasi tanda – tanda vital, laporkan tanda – tanda shock dan demam.
Rasional : Mencegah sebelum terjadi shock.
5) Observasi urine: warna, jumlah, bau.
Rasional : Mengidentifikasi adanya infeksi.
6) Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat antibiotic
Rasional :Untuk mencegah infeksi dan membantu proses
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, A, et all, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I, Media Aesculapis, Jakarta

McCloskey, J dan Bulechek, G. 2000. Nursing Interventions Classification (NIC). Mosby:


Philadelphia

Smeltzer, S.C, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, Vol 2, 
EGC, Jakarta

Anonim. 2012. Diakses 23 JULI 2016 pada http://www.scribd.com/doc/54979478/ASKEP-


BPH

Anda mungkin juga menyukai