Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF PADA Tn.

K DENGAN
POST TURP BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA
DI RUANG EDELWAYS RSUD RAA SOEWONDO PATI

Disusun Oleh :

Natasya Alya Purbanikha Zulkarny

P1337420418053

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

PRODI D III KEPERAWATAN BLORA

2021
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Benigna Prostat Hiperplasia

1. Definisi
Benigna prostat hiperplasia (BPH) adalah suatu kondisi yang sering
terjadi sebagai hasil dari pertumbuhan dan pengendalian hormone prostat.
(Yuliana elin, 2011)
Benigna prostat hiperplasia adalah keadaan kondisi patologis yang
paling umum pada pria lansia dan penyebab kedua yang paling sering
ditemukan untuk intervensi medis pada pria diatas usia 50 tahun (Wijaya
A. & Putri Y., 2013)

2. Etiologi
Beberapa yang diduga sebagai penyebab timbulnya hyperplasia
prostat adalah :
a. Teori hidrotestosteron dan proses aging (penuaan)
b. Tidak seimbang antara estrogen-testosteron
c. Interaksi sel stoma dan sel epitel
d. Kematian sel apoptosis
e. Sel stem
(Purnomo. B, 2011)

Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan


testosteron esterogen karena produksi testosterone menurun dan terjadi
konversi testosterone menjadi esterogen pada jaringan adipose diperifer.
Karena proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan, efek
perubahan juga terjadi perlahan-lahan. (Wim de Jong et all, 2005 dalam
buku Nurarif & Kusuma, 2015)
3. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala dari BPH sebagai berikut. Dapat dikelompokkan
menjadi 3 derajat yaitu :
a. Derajat 1 ringan : skor 0-7
b. Derajat 2 sedang : skor 8-19
c. Derajat 3 : skor 20-35
Keadaan ini menyebabkan tekanan intravesikal, oleh klien dirasakan
sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah.
(Wijaya. A 2013 & Purnomo, 2011)

a. Pasien BPH dapat menunjukkan berbagai macam tanda dan gejala.


Gejala BPH berganti-ganti dari waktu ke waktu dan mungkin dapat
semakin parah, menjadi stabil, atau semakin buruk secara spontan.
b. Berbagai tanda dan gejala dapat dibagi menjadi 2 kategori
1) Obstruktif (terjadi ketika faktor dinamik dan faktor static
mengurangi pengosongan kandung kemih)
2) Iritatif ( hasil dari obstruksi yang sudah berjalan lama pada leher
kandung kemih)
(Yuliana elin, 2011)

Kategori keparahan BPH berdasarkan gejala dan tanda

Keparahan Kekhasan gejala dan tanda


penyakit

Ringan - Asimtomatik
- Kecepatan urinary puncak <10 mL/S
- Volume urin residual setelah pengosongan
>25-50 mL
- Peningkatan Blood Urea Nitrogen (BUN) dan
kreatinin serum

Sedang Semua tanda diatas ditambah obstruktif


penghilangan gejala dan iritatif penghilangan
gejala (tanda dari detrusor yang tidak stabil)

Parah Semua yang diatas ditambah satu atau dua lebih


komplikasi BPH

Sumber : ISO Farmakoterapu 2 hal : 146

Jenis penanganan pada pasien dengan tumor prostat tergantung pada berat
gejala kliniknya. Berat derajat klinik dibagi menjadi empat gradasi
berdasarkan penemuan pada colok dubur dan sisa volume urin. Seperti
yang tercantum dalam bagan berikut : (Wim de jong et all, 2005)

Derajat Colok Dubur Sisa Volume Urin

I Penonjolan prostat, batas atas mudah <50 ml


diraba

II Penonjolan prostat jelas, batas atas 50-100 ml


dapat dicapai

III Batas atas prostat tidak dapat diraba > 100 ml

IV Batas atas prostat tidak dapat diraba Retensi urin total

Menurut R. Sjamsuhidayat dan wim de jong. 2002


a. Derajat satu biasanya belum memerlukan tindakan-tindakan bedah,
diberi pengobatan konservatif
b. Derajat dua merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan
biasanya dianjurkan reseksi endoskopik melalui uretra (trans urethral
resection / tur)
c. Derajat tiga reseksi endoskopik dapat dikerjakan, bila diperkirakan
prostate sudah cukup besar, reseksi tidak cukup 1 jam sebaiknya
dengan pembedahan terbuka, melalui trans vesikal retropublik/perianal
d. Derajat empat tindakan harus segera dilakukan membebaskan klien
dari retensi urin total dengan pemasangan kateter.
4. Patofisiologi
Pertama kali BPH terjadi salah satunya karena faktor bertambahnya
usia, dimana terjadi perubahan keseimbangan testosterone, esterogen,
karena produksi testosterone menurun, produksi esterogen meningkat dan
terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adipose di
perifer. Keadaan ini tergantung pada hormon testosteron, yang di dalam
sel-sel kelenjar prostat hormon ini akan dirubah menjadi
dehidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim alfa reduktase.
Dehidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam
sel-sel kelenjar prostat untuk mensistesis protein sehingga mengakibatkan
kelenjar prostat mengalami hyperplasia yang akan meluas menuju
kandung kemih sehingga mempersempit saluran uretra prostatika dan
penyumbatan aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan
tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus
berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu (Presti et al, 2013).
Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomi
dari buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya
selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini
disebut fase kompensasi. Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh
pasien sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower
urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala-gejala
prostatismus. Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot
detrusor masuk ke dalam fase 13 dekompensasi dan akhirnya tidak
mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin. Retensi urine
ini diberikan obat-obatan non invasif tetapi obat-obatan ini membutuhkan
waktu yang lama, maka penanganan yang paling tepat adalah tindakan
pembedahan, salah satunya adalah TURP (Joyce, 2014) .
TURP adalah suatu operasi pengangkatan jaringan prostat lewat
uretra menggunakan resektroskop, dimana resektroskop merupakan
endoskop dengan tabung 10-3-F untuk pembedahan uretra yang
dilengkapi dengan alat pemotongan dan counter yang disambungkan
dengan arus listrik. Trauma bekas resectocopy menstimulasi pada lokasi
pembedahan sehingga mengaktifkan suatu rangsangan saraf ke otak
sebagai konsekuensi munculnya sensasi nyeri (Haryono, 2012)

5. Pathway

Proses Penuaan

Ketidakseimbangan produksi
androgen dan estrogen
Kadar androgen turun Kadar estrogen

Mempengaruhi RNA dalam Hiperplasi sel stroma


inti

BPH

Tindakan Operatif

TURP

Nyeri Perdarahan Kateterisasi

Bekuan
Resiko Intoleransi
Abstruksi kateter Infeksi Aktivitas

Gangguan eliminasi
urin

Sumber : Alur Asuhan Keperawatan Pasien BPH Nursalam (2009)

6. Komplikasi

Menurut Widijanto ( 2011 ) komplikasi BPH meliputi :


a. Aterosclerosis
b. Infark jantung
c. Impoten
d. Haemoragik post operasi
e. Fistula
f. Struktur pasca operasi dan inconentia urin
g. Infeksi

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Meliputi ureum (BUN), kreatinin, elektrolit, tes sensitivitas dan
biakan urin
b. Radiologis
Intravena pylografi, BNO, sistogram, retrogard, USG, Ct Scanning,
cystoscopy, foto polos abdomen. Indikasi sistogram retrogas
dilakukan apabila fungsi ginjal buruk, ultrasonografi dapat dilakukan
secara trans abdominal atau trans rectal (TRUS=Trans Rectal Ultra
Sonografi), selain untuk mengetahui pembesaran prostat ultra
sonografi dapat pula menentukan volume buli-buli, mengukur sisa
urin dan keadaan patologi lain seperti difertikel, tumor dan batu
(Syamsuhidayat dan Wim De Jong, 1997).
c. Prostatektomi Retro Pubis
Pembuatan insisi pada abdomen bawah, tetapi kandung kemih tidak
dibuka, hanya ditarik dan jaringan adematous prostat diangkat melalui
insisi pada anterior kapsula prostat.
d. Prostatektomi Parineal
Yaitu pembedahan dengan kelenjar prostat dibuang melalui perineum.
(Nurarif & Kusuma, 2015)

8. Penatalaksanaan
Menurut Haryono (2012) penatalaksaan BPH meliputi :
a. Terapi medikamentosa
1) Penghambat adrenergik, misalnya prazosin, doxazosin, afluzosin.
2) Penghambat enzim, misalnya finasteride
3) Fitoterapi, misalnya eviprostat
b. Terapi bedah
Waktu penanganan untuk tiap pasien bervariasi tergantung beratnya
gejala dan komplikasi, adapun macam-macam tindakan bedah
meliputi:
1) Prostatektomi
a) Prostatektomi suprapubis , adalah salah satu metode
mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen yaitu suatu insisi
yang di buat kedalam kandung kemih dan kelenjar prostat
diangkat dari atas.
b) Prostaktektomi perineal, adalah mengangkat kelenjar melalui
suatu insisi dalam perineum.
c) Prostatektomi retropubik, adalah suatu teknik yang lebih
umum di banding [endekatan suprapubik dimana insisi
abdomen lebih rendah mendekati kelenjar prostat yaitu antara
arkuspubis dan kandung kemih tanpa memasuki kandung
kemih.
2) Insisi prostat transurethral (TUIP)
Yaitu suatu prosedur menangani BPH dengan cara memasukkan
instrumen melalui uretra. Cara ini diindikasikan ketika kelenjar
prostat berukuran kecil (30 gr / kurang) dan efektif dalam
mengobati banyak kasus dalam BPH.
3) Transuretral Reseksi Prostat (TURP) Adalah operasi
pengangkatan jaringan prostat lewat uretra menggunakan
resektroskop dimana resektroskop merupakan endoskopi dengan
tabung 10-3-F untuk pembedahan uretra yang di lengkapi dengan
alat pemotong dan counter yang di sambungkan dengan arus
listrik.

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas : identitas digunakan untuk mengetahui klien yg mengalami
BPH yang sering dialami oleh laki –laki diatas umur 45 tahun (Rendy
clevo, 2012)
b. Keluhan Utama : pada klien post operasi BPH biasanya muncul
keluhan nyeri, sehingga yang perlu dikaji untk meringankan nyeri
(provocative/ paliative), rasa nyeri yang dirasakan (quality),
keganasan/intensitas (saverity) dan waktu serangan, lama, (time).
c. Riwayat penyakit sekarang: Keluhan yang sering dialami klien BPH
dengan istilah LUTS (Lower Urinary Tract Symtoms). Antara lain:
hesistansi, pancaran urin lemah, intermittensi, ada sisa urine pasca
miksi, frekuensi dan disuria (jika obstruksi meningkat).
d. Riwayat penyakit dahulu : tanyakan pada klien riwayat penyakit yang
pernah diderita, dikarenakan orang yang dulunya mengalami ISK dan
faal darah beresiko terjadinya penyulit pasca bedah
e. Pemeriksaan fisik
1) Vital sign (tanda vital)
a) Pemeriksaan temperature dalam batas normal
b) Pada klien post operasi BPH mengalami peningatan RR
c) Pada klien post operasi BPH mengalami peningkatan nadi
d) Pada klien post operasi BPH mengalami peningkatan tekanan
darah
2) Mata : lihat kelopak mata, konjungtiva (pucat atau tidak)
3) Mulut dan gigi : kaji bagaimana kebersihan rongga mulut dan bau
mulut, warna bibir (pucat atau kering), lidah (bersih atau kotor).
Lihat jumlah gigi, adanya karies gigi atau tidak
4) Leher : Palpasi daerah leher untuk merasakan adanya massa pada
kalenjar tiroid, kalenjar limfe, dan trakea, kaji juga kemampuan
menelan klien, adanya peningkatan vena jugularis (
5) Dada : lihat bentuk dada, pergerakan dinding dada saat bernafas,
apakah ada suara nafas tambahan
6) Abdomen
pemeriksaan abdomen meliputi:
a) Perkusi : Pada klien post operasi BPH dilakukan perkusi pada
9 regio abdomen untuk mengetahui ada tidaknya residual urine
b) Palpasi : Teraba kistus di daerah suprasimfisis akibat retensi
urin dan sering dilakukan teknik bimanual untuk mengetahui
adanya hidronefrosis dan pyelonefrosis.
7) Genetalia
a) Pada klien post operasi BPH terpasang treeway folley kateter
dan biasanya terjadi hematuria setelah tindakan pembedahan,
sehingga 23 terdapat bekuan darah pada kateter. Dan
dilakukan tindakan spolling dengan Ns 0,9% / PZ, ini
tergantung dari warna urine yang keluar. Bila urine sudah
jernih spolling dapat dihentikan dan pipa spolling di lepas.
b) Pada pemeriksaan penis, uretra dan skrotum tidak ditemukan
adanya kelainan, kecuali adanya penyakit penyerta seperti
stenosis meatus, striktur uretralis, urethralithiasis, Ca penis,
maupun epididimitis
8) Ekstremitas Pada klien post opersi BPH perlu dikaji kekuatan otot
dikarenakan mengalami penurunan kekuatan otot (Prabowo,
2014).

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan kelenjar prostat
b. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan prosedur pembedahan
dan pemasangan kateter urin
c. Resiko infeksi berhubungan dengan insisi pembedahan, pemasangan
kateter urin
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan trauma pembedahan,
pemasangan kateter

3. Intervensi
a. Nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan kelenjar prostat
Tujuan :Nyeri berkurang (1-3 hari).
Kriteria hasil :Keluhan nyeri berkurang, skala nyeri 1-3.
Intervensi :
1) Kaji pengalaman nyeri klien, tentukan tingkat nyeri yang dialami.
2) Pantau keluhan nyeri klien dan kaji penyebab nyeri (insisi operasi,
spasme kandung kemih, obstruksi).
3) Lakukan teknik relaksasi nafas dalam
4) Observasi tanda vital sesuai data fokus.
5) Pantau adanya perdarahan, keadaan selang drainase.
6) Beri kesempatan untuk istirahat (terutama bila nyeri), lingkungan
yang tenang nyaman, minimalisasi stressor.
7) Kolaborasi dengan dokter untuk terapi analgetik dan kaji
efektivitasnya.

b. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan prosedur pembedahan


dan pemasangan kateter urin.
Tujuan : Individu menjadi kontinen
Kriteria hasil : Menunjukkan kontinensia urine, eliminasi urine tidak
terganggu berkemih lebih dari 1500 cc setiap kali.
Intervensi :
1) Atur kepatenan lokasi kateter sesudah pembedahan dengan cara :
a) Monitor penutup aliran irigasi three-way dan system drainase
jika digunakan.
b) Lakukan irigasi manual 50 ml cairan irigasi dengan
menggunakan teknik aseptic.
c) Berikan antikolinergik sesuai anjuran untuk mengurangi
spasme kandung kemih.
2) Kaji tingkat perdarahan dan kandungan ; drainase harus berwarna
merah muda terang selama 24 jam dengan cara :
a) Laporkan adanya perdarahan berwarna terang, dengan
meningkatnya viskositas (arteri), mungkin dibutuhkan
tindakan pembedahan.
b) Laporkan setiap peningkatan perdarahan yang gelap (vena),
mungkin dibutuhkan traksi kateter sehingga letak balon
menekan fosa prostatika.
c) Siapkan transfuse untuk mengantisipasi terjadi perdarahan.
3) Berikan cairan infuse sesuai anjuran dan berikan cairan oral jika
dapat ditoleransi untuk hidrasi dan pengeluaran urine.

c. Resiko infeksi berhubungan dengan insisi pembedahan, imobilitas,


dan pemasangan kateter urine.
Tujuan : Terbebas dari tanda dan gejala infeksi
Kriteria hasil : Tidak ada tanda-tanda infeksi (kemerahan, panas,
nyeri) suhu pasien normal (36-37º C).
Intervensi :
1) Atur bedrest selama 24 jam dengan monitoring tanda vital, asupan
dan keluaran secara teratur, dan observasi balutan insisi jika ada.
2) Monitor tanda dan gejala infeksi
3) Observasi warna urine (gelap), bau, dan evaluasi adanya infeksi.
4) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat
5) Laporkan setiap nyeri yang hebat, pembengkakan, dan ketegangan
yang menandakan adanya epididimis dari penyebaran infeksi.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan trauma pembedahan,
pemasangan kateter.
Tujuan : Pasien dapat beraktivitas dengan mandiri
Kriteria hasil : ADL dapat dilakukan secara mandiri & dapat
melakukan aktivitas miring kanan-kiri secara mandiri.
Intervensi :
1. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
2. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi miring kanan-kiri
3. Dampingi dan bantu pasien bagaimana merubah posisi dan berikan
bantuan
4. Bantu klien mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan.

4. Implementasi
Implementasi asuhan keperawatan adalah kegiatan impelementasi dari
perencanaan intervensi untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional.
Dalam implementasi keperawatan terdapat tindakan independen, dan
tindakan interdependen. Tindakan independen adalah suatu tindakan yang
dilaksanakan oleh perawat tanpa petunjuk dari dokter atau profesi lainnya.
Sedangkan tindakan interdependen adalah kegiatan yang memerlukan
kerja sama dengan profesi kesehatan lainnya. (Ardiansyah, 2012)

5. Evaluasi
Evaluasi pada proses keperawatan meliputi kegitan mengukur
pencapaian tujuan pasien dan menentukan keputusan dengan cara
membandingkan data yang terkumpul dengan tujuan dan pencapaian
tujuan. (Ardiansyah, 2012)

DAFTAR PUSTAKA
Ardiansyah, M. (2012). Medikal Bedah Untuk Mahasiswa. Jogjakarta: DIVA
Press.
Haryono, Rudi.2012. Keperawatan medical bedah system perkemihan.
Yogyakarta : rapha publishing
Nurarif dan Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan diagnosa
medis dan NANDA NIC-NOC. Jogjakarta : Mediaction.
Nursalam & Baticala. B, Fransisca, 2009, Asuhan Keperawatan pada pasien
denan Gangguan Sistem Perkemihan, Jakarta : Salemba Medika.
Purnomo. B. 2011. Dasar-dasar urologi. Jakarta : Sayung Seto
Yuliana Elin. 2011. ISO farmakologi. Jakarta
Widijanto G. 2011. Nursing: Menafsirkan Tanda-Tanda dan Gejala Penyakit. PT
Indeks Permata Puri Media : Jakarta Barat
Wijaya A & Putri Y. 2013. Keperawatan Medikal Bedah. Keperawatan dewasa
Teori Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika
ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF PADA Tn.K DENGAN
POST TURP BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA
DI RUANG EDELWAYS RSUD RAA SOEWONDO PATI

Nama Mahasiswa : Natasya Alya P. Z.

Tempat Praktek : Ruang Edelways

Tanggal : 29 Maret – 3 April 2021

A. PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien
a. Nama : Tn.K
b. Umur : 58 tahun
c. Alamat : Jrahi 02/1 Gunungwungkal
d. Agama : Kristen
e. Pendidikan: SD
f. Pekerjaan : Petani
g. No. CM : 278923
2. Identitas Penanggung Jawab
a. Nama : Ny. S
b. Umur : 50
c. Alamat : Jrahi 02/1 Gunungwungkal
d. Agama : Kristen
e. Pendidikan : SD
f. Pekerjaan : Petani
g. Hubungan dengan pasien : Istri
3. Perawatan di ruang pemulihan / Recovery Room (RR)
a. Ke RR jam : 13.00 WIB
b. Pemeriksaan Bromage Score (Dewasa dengan anestesi spinal)

NO Kriteria Score Score

1 Dapat mengangkat tungkai bawah 0 0

2 Tidak dapat menekuk lutut tetapi dapat 1 1


mengangkat kaki

3 Tidak dapat mengangkat tungkai bawah 2 0


tetapi masih dapat menekuk lutut

4 Tidak dapat mengangkat kaki sama sekali 3 0

Nilai 1

Ket :
Pasien dapat di pindah ke bangsal, jika
score kurang dari 2

c. Pasien pindah ke :
Pasien pindah ke bangsal/ruang rawat inap edelways jam 13.30 WIB
4. Keluhan saat di RR :
Pasien mengatakan nyeri pada luka operasi dan merasa kedinginan.
5. Perawatan di bangsal / ruang rawat inap:
Ketika di bangsal klien diberikan teknik manajemen nyeri relaksasi nafas
dalam dan diberikan terapi irigasi Ecosol NaCl 500 ml
6. Keadaan Umum:
Keadaan umum pasien baik.
7. Kesadaran :
Tingkat kesadaran klien ketika di bangsal adalah compos mentis.
8. Pemeriksaan Glasgow Coma Scale (GCS), TTV, Saturasi O2
GCS klien adalah E4, V5, M4
TD : 140/70 mmHg
N :80 x / menit
RR : 22 x / menit
S : 36 x / menit
9. Survey Sekunder (Lakukan secara head to toe secara prioritas)

Normal Jika tidak normal jelaskan


Ya Tidak
Kepala √ Mesochepal, tidak ada benjolan,
simetris, rambut hitam, tidak ada
ketombe.
Leher √ Tidak ada pembesaran kelenjar
tiroid.
Dada √ I : Pengembangan dada simetris
P : Tidak ada nyeri tekan, gerakan
vocal fremitus sama
P : bunyi paru resonan.
A : Tidak ada ronchi, tidak ada
wheezing.
Abdomen √ I : Bentuk simetris, tidak ada lesi,
tidak ada oedema.
A : Bising usus 16x/menit
P : Bunyi ketika diperkusi timpani
P : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada
pembesaran hepar.
Genetalia √ Ada pembesaran kelenjar prostat
Integumen √ Turgor kulit lembab, tidak ada
sianosis
Ekstremitas √ Atas : Tangan kanan terpasang infus
Bawah : bisa menggerakkan tungkai
bawah

10. Skala Nyeri


a. Skala nyeri menurut VAS (Visual Analog Scale) / PQRST
0-1 2-3 4-5 6-7 8-9 10

b. Pemeriksaan Nyeri PQRST (Skala numerik 1-10)


P : Post TURP Benigna Prostat Hiperplasia
Q : Tertusuk-tusuk
R : Daerah bawah genetalia
S :4
T : Terus menerus

B. ANALISA DATA

No SYMPTOM ETIOLOGI PROBLEM


1 Ds : Pasien mengatakan Agen pencedera Nyeri Akut
nyeri pada daerah fisik (prosedur
pembedahan operasi)

Do :
KU : Lemah dan baik
Kesadaran : Composmentis
TD : 140/70 mmHg
N :80 x / menit
RR : 22 x / menit
S : 36 x / menit
P : Post TURP Benigna
Prostat Hiperplasia
Q : Tertusuk-tusuk
R : Daerah bawah genetalia
S :4
T : Terus menerus

2 Ds : Pasien mengatakan Terpasangnya Intoleransi


setelah operasi hanya kateter dan irigasi aktivitas
tiduran di tempat tidur dan
tidak bisa banyak bergerak
karena terpasang kateter dan
selang irigasi.
Do : Aktivitas dibantu
keluarga, pasien tampak
bedrest ditempat tidur.

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi)
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan terpasangnya kateter dan selang
irigasi

D. RENCANA KEPERAWATAN
NO TUJUAN KRITERIA INTERVENSI RASIONAL
DX HASIL
1 Setelah 1. Nyeri 1. Monitor TTV 1. Untuk
dilakukan berkurang 2. Lakukan mengetahui
tindakan menjadi 0- pengkajian TTV
keperawatan 2 nyeri 2. Untuk
2x24 jam 2. Pasien komprehensif mengetahui
diharapkan tampak (PQRST) seberapa
nyeri lebih 3. Ajarkan teknik besar nyeri
berkurang nyaman manajemen pasien
nyeri relaksasi 3. Teknik
nafas dalam relaksasi
4. Kolaborasi nafas dalam
dengan dokter dapat
dalam mengurangi
pemberian obat rasa nyeri
analgetik yang
Ketorolac 2x1 dirasakan
pasien
4. Obat
analgesik
dapat
membantu
mengurangi
nyeri
2 Setelah 1. ADL 5. Kaji 1. Untuk
dilakukan dapat kemampuan mengetahui
tindakan dilakukan pasien dalam sampai batas
keperawatan secara mobilisasi mana pasien
2x24 jam mandiri 6. Ajarkan pasien mampu
diharapkan 2. Dapat bagaimana melakukan
Intoleransi melakukan merubah posisi mobilisasi
aktivitas aktivitas miring kanan- 2. Agar pasien
membaik miring kiri merasa
kanan-kiri 7. Dampingi dan nyaman dan
secara bantu pasien mencegah
mandiri bagaimana terjadinya
merubah posisi decubitus.
dan berikan 3. Agar pasien
bantuan tidak
mengalami
cedera.

E. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Hari/ tgl Jam No Implementasi Respon TTD
Dx

Selasa 13.40 1 Memonitor TTV Ds : Pasien


30/3/2021 mengatakan masih
lemas dan pusing
Do :
KU : Lemah dan
baik
TD : 140/70 mmHg
N :80 x / menit
RR : 22 x / menit
S : 36 x / menit
13.55 1 Melakukan Ds : Pasien
pengkajian nyeri mengatakan nyeri
komprehensif
pada daerah
pembedahan

Do :
P : Post TURP
Benigna Prostat
Hiperplasia
Q : Tertusuk-tusuk
R : Daerah bawah
genetalia
S :4
T : Terus menerus

14.00 2 Mengkaji Ds : Pasien


kemampuan pasien mengatakan setelah
dalam mobilisasi
operasi hanya
tiduran di tempat
tidur.
Do : Aktivitas
dibantu keluarga,
pasien tampak
bedrest ditempat
tidur dengan posisi
terlentang dan datar.

14.10 1 Mengajarkan teknik Ds : Pasien


manajemen nyeri mengatakan bersedia
relaksasi nafas diajarkan
dalam Do : Pasien tampak
mengikuti instruksi
dengan baik dalam
melakukan teknik
manajemen nyeri
relaksasi nafas
dalam

17.00 1 Memberikan obat Ds : Pasien


analgetik mengatakan bersedia
- Menginjeksikan diberi obat melalui
ketorolac 30 mg/ selang infus
IV Do : Obat masuk,
tidak ada gejala
alergi

Rabu 07.20 1 Memonitor TTV Ds : Pasien


31/3/2021 mengatakan pusing
tidak terlalu terasa
Do :
KU : baik
TD : 120/80 mmHg
N :82 x / menit
RR : 20 x / menit
S : 36,5 x / menit

07.25 1 Melakukan Ds : Pasien


pengkajian nyeri mengatakan nyeri
komprehensif
pada daerah
pembedahan sudah
tidak terlalu berasa
Do :
Pasien tampak lebih
rileks.
P : Post TURP
Benigna Prostat
Hiperplasia
Q : Tertusuk-tusuk
R : Daerah bawah
genetalia
S :2
T : Terus menerus

08.00 2 1. Mengajarkan Ds : Klien bersedia


pasien bagaimana diajarkan miring
kanan-kiri dan
merubah posisi
melakukan aktivitas
miring kanan-kiri kecil
2. Mendampingi Do : Klien tampak
kooperatif saat
dan bantu pasien
diajarkan dan
bagaimana dibantu untuk miring
merubah posisi kanan-kiri
dan memberikan
bantuan
09.00 1 Memberikan obat Ds : Pasien
analgetik mengatakan bersedia
Menginjeksikan diberi obat melalui
ketorolac 30 mg/ IV selang infus
Do : Obat masuk,
tidak ada gejala
alergi

11.30 2 Mengkaji Ds : Pasien


kemampuan pasien mengatakan bisa
dalam mobilisasi
miring kanan-kiri
secara mandiri
Do :
- Pasien terlihat bisa
miring kanan-kiri
- Pasien bisa
menggerakkan kaki
perlahan

F. EVALUASI

NO HARI/ JAM EVALUASI TTD


DX TGL
1 Rabu 12.00 S : Pasien mengatakan nyeri pada daerah
31/3/2021
pembedahan sudah tidak terlalu berasa

O : Pasien tampak lebih rileks dan nyaman


KU : baik
TD : 120/80 mmHg
N :82 x / menit
RR : 20 x / menit
S : 36,5 x / menit
P : Post TURP Benigna Prostat
Hiperplasia
Q : Tertusuk-tusuk
R : Daerah bawah genetalia
S :2
T : Terus menerus

A : Masalah Teratasi

P : Hentikan Intervensi

2 Rabu 12.00 S : Pasien mengatakan bisa miring kanan-


31/3/2021
kiri secara mandiri
O:
- Pasien terlihat bisa miring kanan-kiri
- Pasien bisa menggerakkan kaki perlahan

A : Masalah teratasi

P : Hentikan Intervensi

Anda mungkin juga menyukai